Team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com- Bertepatan dengan Undangan Forum Kajian KeIslaman (FK2) Banjarmasin di Hari kelahiran Putri agung Nabi Muhammad SAW yang di adakan di malam Minggu tanggal 12 Mei 2012 di Gedung Yayasan Kanker Indonesia Jalan A.Yani KM.5 Komplek Dharma Praja Raya No.55 samping Lapangan tenis dekat dengan SMU Negeri 7 Banjarmasin, team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com berkesempatan untuk meliput acara tersebut.
Dimana acara tersebut berformat undangan seperti dibawah ini :
HADIRILAH !!!!! GRATIS...
Acara Milad Sayedah Fathimah Azzahro as
diselenggarakan oleh Forum Kajian Keislaman (FK2)
malam Minggu tanggal 12 Mei 2012
pukul 20.00 Wita s.d selesai
bertempat di gedung Yayasan Kangker Indonesia
Jln.A.Yani KM 5 Kompl.Dharma Praja
samping lapangan tenis dekat SMA 7 Banjarmasin.
Pembicara Ust. Habib Abdullah al-Hinduan, MA dari Jakarta
Ajaklah keluarga anda anak, isteri, suami, atau siapa pun
Terbuka untuk Umum.
PANLAK:
Ketua Muliadi, S.Pdi
Sekretaris: Muhammad Syaifi, S.Pd
Mengetahui; Ketua FK2 :H.Badaruddin
Turut Mengundang;
1. Ust. H. Busyairi Ali, S.HI, M.HI
2. Habib Ahmad al-Habsyi, S.H
3. Habib Al-wi bin Yahya
4. Seluruh keluarga besar pecinta Ahlulbait as Banjarmasin
Acara ini diliput oleh berbagai media massa di Banjarmasin, termasuk team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com, TV B, Buletin Majelis Pecinta Rasul, Media Online dan media cetak lainnya.
Dipimpin Master of Ceremony / MC Ayaturrahman, S.Sy, acara ini di awali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang di bawakan oleh Qori Muhammad Subhan. Selanjutnya diteruskan dengan sepatah kata dari Panitia Pelaksana yang di Ketuai oleh Muliadi, S.Pdi dan dilanjutkan oleh Ketua Forum Kajian KeIslaman (FK2) Banjarmasin Haji Badaruddin.
Kemudian acara yang ditunggu-tunggu adalah penyampaian ceramah agama yang disampaikan oleh Al Habib Al Muqarrom Al Ustadz Abdullah Al-Hinduan, MA dari Jakarta, dimana beliau memberikan pencerahan tentang "sosok agung" Sayidah Fatimah Az Zahra. Turut ambil bagian memberikan tausyiah Pimpinan Majelis Taklim al Mukhlisin K.H. Busyairi Ali F. Hurian Fahmi, SHI, MHI.
Acara ditutup oleh pembacaan Doa Ziarah oleh Habib Husein, kemudian diteruskan dengan Doa penutup oleh Habib Abdullah Al Hamid (Pal 1 Banjarmasin) dan Habib Husain Assegaf dari Kota Rantau Kalimantan Selatan.
Menurut pantauan team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com acara ini dihadiri oleh perwakilan-perwakilan organisasi masyarakat di Banjarmasin baik dari Islam Sunni (yang memegang aliran NU, Muhammadiyah,dll) dan Islam Syi'ah (Yayasan Amanah Syahadah Banjarmasin, dll) serta perwakilan mahasiswa berbasis Islam di Banjarmasin seperti dari IAIN Antasari dan UNISKA Banjarmasin dan tentunya dihadiri pula oleh Para Habaib (Zuriat Nabi Muhammad) dan Jaba ( Non Zuriat Nabi Muhammad) Pecinta Rasulullah yang Terpilih.
Berbincang langsung dengan Ketua Forum Kajian KeIslaman (FK2) Banjarmasin Haji Badaruddin, beliau menjelaskan kepada team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com bahwa FK2 lahir atas mirisnya perkembangan Islam saat ini yang "mudah diadu domba" dan berkesan "Anarkis" namun tidak mempunyai titik temu antara mazhab satu dengan mazhab lainnya, sehingga hampir terjadi "Perpecahan antara Intern Ummat Islam itu sendiri", menurut beliau pula FK2 akan terus aktif menggelar Seminar, Bedah Buku yang bersifat kajian tentang KeIslaman khususnya di kota Banjarmasin. FK2 juga akan melakukan syiar ke Islaman baik itu Maulid Nabi, Isra Mi'raj dan acara keagamaan Islam lainnya untuk mempererat tali silaturahmi dan mengokohkan Persatuan Islam.Yang jelas menurut beliau lagi FK2 dibentuk dari berbagai elemen masyarakat baik dari Kaum Muda maupun Kaum Tua, Baik Kaum Terpelajar maupun tidak. Dan terakhir menurut beliau lagi apabila ingin bergabung dalam Kajian KeIslaman ini bisa mengontact beliau langsung atau kepada para pengurus FK2 lainnya.(KNY/MFF/AR/R/Senin/14/05/2012/01:40 AM)
Inilah foto-foto exclusive Milad Sayidah Fatimah Az Zahra as di Banjarmasin 1433 H :
Direktur Madrasah Ilmiah Sayidah Fatimah sa, Taher Jannesari menyatakan bahwa sikap Sayidah Fatimah sa dalam mendidik anak sangat ilmiah dan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi, seraya menilai bahwa memiliki tujuan mulia dan perjuangan di jalan Allah Swt sebagai faktor terpenting dalam memposisikan Sayidah Fatimah sa sebagai teladan.
Fars News (12/5) melaporkan, Jannesari dalam menjelaskan sebab mengapa Sayidah Fatimah sa patut dijadikan teladan dan mengatakan, "Karena seorang yang dijadikan teladan harus memiliki beberapa faktor penting, pertama sebagai teladan harus memiliki unsur untuk kekal dalam sejarah, dan faktor kedua adalah bahwa dia harus konsisten dalam perjalanan dan perjuangannya."
Menyinggung sejumlah tokoh historis sepeti Galilei yang berjuang dan berupaya keras dalam mewujudkan tujuannya, Jannezari menegaskan, "Oleh karena itu jika kita memperhatikan kriteria dalam diri Sayidah Fatimah sa, maka kita akan menyaksikan bahwa beliau berada di jalan Allah dan dalam hal ini beliau berjuang keras, dengan demikian beliau merupakan teladan bagi kaum Muslimah."
Sayidah Fatimah sa menggunakan metode psikologis dalam mendidik anak
Mengenai karakter komprehensif ummu abiha, Jannesari mengatakan, "Fokus pada sisi kepribadian, penghambaan di hadapan Allah Swt, ketulusan ibadah, dan perhatian besar beliau dalam mendidik anak, merupakan di antara bukti kepribadian mulia Sayidah Fatimah sa."
"Ketika kita memperhatikan cara beliau dalam mendidik anak, maka kita akan mengetahui bahwa metode yang digunakan beliau sama dengan metode ilmu-ilmu psikologis moderen. Misalnya ketika ingin menentukan siapa pemenang di antara kedua putranya--Imam Hasan dan Imam Husein as--beliau tidak memutuskan sendiri melainkan dengan menyerakannya kepada kedua putranya."
Sayidah Fatimah sa adalah sebab penciptaan nabi dan walinya
Direktur Madrasah Ilmiah Sayidah Fatimah sa menilai wasiat Sayidah Fatimah sa untuk dimakamkan pada malam hari mengandung pesan-pesan politik dan mengatakan dalam riwayat disebutkan Rasulullah Saw bersabda bahwa cahaya pertama yang diciptakan oleh Allah Swt adalah cahaya lima manusia.
Dalam hadis Qudsi, Allah Swt berfirman kepada Rasulullah Saw:
«یا أحْمَد ! لَولاکَ لَما خَلَقْتُ الاَفْلاکَ وَلَوْلا عَلیٌّ لَما خَلَقتُکَ، وَلَوْلافاطِمةُ لَما خَلَقتکُما»
Yang artinya adalah bahwa jika bukan karena Rasulullah Saw maka Allah tidak akan menciptakan alam semesta ini, dan jika bukan karena Ali bin Abi Thalib as, maka Allah Swt tidak akan menciptakan Rasulullah Saw. Akan tetapi jika bukan karena Sayidah Fatimah sa, maka Allah Swt tidak akan menciptakan keduanya (Rasulullah dan Imam Ali).
"Mungkin salah satu penafsiran dari hadis Qudsi ini adalah bahwa pembelaan Sayidah Fatimah sa terhadap wilayah (kepemimpinan) merupakan salah satu faktor keunggulan beliau terkait dengan sebab-sebab penciptaan," tuturnya. (IRIB Indonesia/MZ)
Rahbar: Jalan Kesempurnaan Spiritual yang Ditentukan Ahlul Bait Harus Ditempuh
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei atau Rahbar menyinggung upaya musuh untuk memanfaatkan titik kelemahan negara dan mengatakan, "Manusia berpotensi melakukan kekeliruan dan semua orang harus memperhatikan perilakunya dan kita harus tahu bahwa sebagian manifestasi kesombongan, ketidaktakawaan, tidak menjaga jilbab dan kesucian, mengakibatkan dampak buruk yang permanen terhadap akhlak dan politik.
Fars News (12/5) mengutip laporan dari situs resmi Kantor Rahbar menyebutkan, pada peringatan hari kelahiran Sayidah Fatimah sa, digelar sebuah acara di huseiniyah Imam Khomeini.
Dalam acara tersebut, sejumlah penyair melantunkan bait-bait syair mereka di hari kelahiran Sayidah Fatimah sa.
Seraya mengucapkan selamat atas hari bersejarah dan penuh rahmat kelahiran Sayidah Fatimah sa, Rahbar menilai setiap dimensi dalam kehidupan Sayidah Fatimah sa sebagai teladan dalam masyarakat.
Menurut beliau, "Penamaan hari kelahiran Sayidah Fatimah sa sebagai Hari Ibu [di Iran] mengandung pesan abadi untuk semua khususnya para ibu dan kaum Muslimah agar mereka menghiasi diri dengan ketakwaan, kesucian, ilmu, keberanian, perjuangan, pendidikan anak yang sahih, dan menjunjung tinggi keluarga, serta berjalan di jalur yang ditempuh oleh Sayidah Fatimah sa."
Beliau menegaskan, "Ucapan serta hidup Sayidah Fatimah sa dan para imam suci, bukan di luar jangkauan manusia. Bahkan berbeda dengan gaya hidup dunia materi, para imam telah menunjukkan kepada manusia jalur dan arah yang sahih, mereka [para imam] berada di puncak jalan kesempurnaan tersebut serta menyeru manusia untuk menempuh jalan yang sama."
Rahbar juga mengajak semua pihak dalam masyarakat khususnya kaum perempuan untuk menempuh jalan kemuliaan spiritual para imam suci seraya menyinggung peran sejarah kaum perempuan di berbagai bidang perjuangan sejak Revolusi Konstitusional sampai kemenangan Revolusi Islam dan Perang Pertahanan Suci dan mengatakan, "Peran aktif mereka menunjukkan bahwa kaum perempuan dengan tetap menjaga jilbab, mereka dapat berpartisipasi aktif dan beraktivitas dengan penuh keberanian dan tanggung jawab, yang salah satu buktinya adalah ibu para syuhada."
Rahbar menilai jilbab sebagai faktor berpengaruh dalam membentuk kepribadian perempuan yang berwibawa dan mengatakan, "Kesucian kaum perempuan sangat membanggakan dan akan meningkatkan bobot, nilai, dan kehormatan kaum perempuan dalam masyarakat, dan oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada Islam atas perhatiannya terhadap jilbab." (IRIB Indonesia/MZ)
Sayidah Fathimah as, Penghulu Wanita Dunia
Alam semesta adalah manifestasi keberadaan Allah Swt. Dengan kekuasaan-Nya, Allah menciptakan alam semesta ini. Namun, adakalanya karunia Tuhan dikhususkan kepada salah seorang makhluk. Salah satunya adalah keberadaan Fathimah sebagai manifestasi Tuhan di muka bumi dan ufuk ketauhidan.
Rasulullah Saw bersabda, "Fathimah adalah bagian dari darah dagingku. Ia adalah cahaya mataku, buah hatiku, ruh dan jiwaku. Fathimah adalah malaikat berbentuk manusia yang senantiasa beribadah. Allah Swt berfirman kepada para malaikat, "Lihatlah hamba terbaik-Ku, Fathimah. Ia berdiri dihadapanku dengan penuh ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar dan ia beribadah dengan ketulusan hati."
Siti Khadijah sibuk dengan belahan jiwanya. Dengan izin Allah, janin suci tumbuh dirahimnya. Ia adalah teman paling akrab bagi Khadijah. Di setiap detak jantungnya, Khadijah senantiasa berbicara dengan anaknya mengenai Rasulullah dan kesulitan yang dihadapi manusia agung ini dalam menjalankan risalah ilahi. Khadijah berkata, "Apakah bayi ini bisa menentramkan hati Rasulullah yang terkoyak, dan mendukungnya menghadapi musuh?
Waktu yang ditunggu telah tiba. Di saat-saat sulit itu, tidak ada seorangpun yang membantu Khadijah. Ia seorang diri menahan sakit. Tiba-tiba, ia merasakan dirinya menjadi orang yang paling menentukan bagi nasib seorang perempuan terbesar dalam sejarah keimanan dan ketauhidan di dunia.
Di tengah kesendiriannya, Khadijah didatangani tiga wanita agung, yaitu Siti Hajar, Siti Asiah dan Siti Maryam. Siti Khadijah merasakan kehadiran mereka di sekitarnya. Menakjubkan!. Para wanita mulia ini datang untuk membantunya. Beberapa saat kemudian, bayi putri ini lahir di tengah budaya patriarki yang menilai segala sesuatu di dunia dari kacamata laki-laki. Bayi ini lahir di tengah rendahnya budaya jahiliyah Arab yang menilai wanita sebagai makhluk pembawa sial dan memalukan.
Ketika Khadijah tersadar dari pingsannya, tidak ada seorang pun di kamar itu, selain dirinya dan seorang bayi perempuan yang lembut, cerah dan bercahaya. Khadijah sadar, Allah Swt menganugerahkan seorang bayi perempuan bagi keluarga Muhammad Saw.
Kelahiran Fathimah bagi Rasulullah bak hembusan angin sepoi-sepoi di tengah terik panasnya udara Hijaz. Beliau seringkali mencium Fathimah, sebagai bukti kecintaannya. Rasulullah hendak menyatakan kepada dunia bahwa perempuan bukan sumber malapetaka. Lebih dari itu, kedudukan agung Fathimah di sisinya merupakan sebuah manifestasi seorang manusia sempurna.
Khadijah merasakan Fathimah menyertainya dalam mengarungi hidup, melebihi sosoknya sebagai anak. Di buaian Khadijah, Fathimah mengenal ketauhidan lebih dalam, dan merasakan bahwa seorang anak bisa menyerahkan segalanya di sisi Tuhan. Harapan besar seorang wanita, nampak kecil di mata Fathimah.
Bagi Fathimah, peran Khadijah adalah lembaran sejarah Islam. Pengorbanan Khadijah tiada bandingannya dalam sejarah. Fathimah adalah cerita indah tentang perjuangan seorang ibu di jalan Tuhan. Setiap kali kita melihat sosok ibu, kita membuka lembaran baru kehidupan Muhammad dan Khadijah.
Di sisi lain, detak jantung Fathimah memberikan pesan, sekaligus menebarkan harum kehidupan dalam diri sang ayah. Sejak kecil, Rasulullah mengajarkan perjuangan menyelamatkan dunia ini kepada putrinya. Fathimah terbiasa dengan berbagai masalah besar. Ia mengarungi bukit terjal kehidupan dan mencapai puncak kesempurnaan yang tidak bisa dicapai oleh perempuan lainnya.
Sayidah Fathimah terlahir di saat ujian besar melanda. Kehidupannya yang kaya makna dipenuhi pelajaran berharga. Para psikolog menilai makna kehidupan sebagai faktor utama dalam melanjutkan kehidupan dengan bahagia. Bisa dikatakan, kira-kira seluruh manusia meyakini adanya sesuatu atau seseorang yang paling berharga dalam kehidupannya. Sebuah survei yang dilakukan di Perancis menyebutkan bahwa 89 persen responden menyakini bahwa manusia memerlukan sesuatu yang membuatnya bertahan hidup. 61 persen lainnya menilai adanya sesuatu atau seseorang dapat memberikan makna bagi kehidupannya.
Viktor Frankl dalam bukunya, ‘Manusia Mencari Makna' mengungkapkan kehidupannya di sebuah kamp konsentrasi di Jerman di saat perang Dunia II meletus. Setelah menjelaskan kesulitan yang dihadapi para tahanan yang nyaris menghantarkan mereka diambang kematian, ia menyimpulkan bahwa orang yang selamat jiwanya dari penderitaan tersebut adalah orang yang menyelami makna hidup.
Bagi setiap orang, makna hidup ini memiliki beragam bentuk. Bisa berbentuk wanita, anak, tanah bahkan uang. Namun di luar itu, faktor paling bermakna dalam kehidupan manusia adalah keimanan kepada Allah Swt. Dengan kesadaran ini, kita memberikan makna terhadap seluruh peristiwa dalam kehidupan ini. Pohon keimanan menghasilkan buah ketentraman dan ketenangan hati. Kehidupan Siti Fathimah dipenuhi keimanan kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: "Allah menganugerahkan hati dan anggota badan Fathimah dengan keimanan." Dengan demikian, ia layak menyandang gelar sebagai penghulu para wanita di dunia dari awal hingga akhir.
Suatu hari, Salman, salah seorang sahabat Rasulullah Saw mengantar Fathimah hingga rumahnya. Di tengah perjalanan, Salman berkata, "Aneh, ketika para putri raja mengenakan sutra mahal dan lembut, Fathimah putri manusia paling agung sedunia hanya mengenakan kain kasar. Sesampainya di rumah Rasulullah, Fathimah berkata kepada ayahnya, "Ayahanda, Salman heran melihat baju yang aku kenakan. Rasulullah menjawab, wahai Salman, putriku orang yang paling dulu menuju Allah."
Suatu hari, Siti Fathimah bersama Ali as menghadap Rasulullah Saw dan memohon diberikan pembantu untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Rasulullah bertanya, "Apakah engkau tidak menghendaki sesuatu yang lebih baik dari seorang pembantu?" Kemudian, Rasulullah mengajarkan tasbih setelah shalat yang terkenal dengan nama tasbih az-Zahra. Pengaruhnya begitu dalam terbenam di hati Fathimah, sehingga kesulitan yang dihadapinya terasa mudah. Sejatinya, ketawakalan Siti Fathimah terhadap Allah Swt merupakan modal terbaik menjalani hidup. Kehidupan Fathimah dipenuhi pelajaran berharga bagi umat manusia.
Suatu hari, Imam Ali as menyaksikan istrinya, Sayidah Fathimah memberikan makanannya kepada anak-anak yang kelaparan, dan membiarkan dirinya kelaparan. Imam Ali bertanya mengapa tidak mengatakan padaku untuk menyediakan makananmu? Fathimah menjawab: "Aku menyerahkan segalanya pada Allah Swt, aku tidak bisa mengharapkan sesuatu yang berada di luar kemampuanmu."
Dr. Farahmandpour, dosen Universitas Tehran mengatakan, "Manusia dilihat secara mekanis dalam literatur sosiologi modern. Dengan kacamata ini, tokoh agama hanya dilihat agama sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, hubungan mereka dengan agama akan berubah, jika kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Padahal dalam budaya Islam, ada manusia-manusia besar yang bisa menjalankan agama dalam kehidupannya. Mereka pun menjadi suri tauladan dalam menjalani hidup ini. Kehidupan mereka merupakan contoh menuju puncak kesempurnaan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara wanita dan pria. Untuk itu, keliru besar jika melihat kesempurnaan dengan membedakan antara pria dan wanita. Dengan demikian, kesempurnaan Sayidah Fathimah menjadi contoh bagi umat manusia, baik wanita maupun pria."
Dalam peristiwa Mubahalah antara Rasulullah dengan Rahib Kristen, Nabi Muhammad Saw membawa Siti Fathimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husein sebagai orang yang paling mulia di hadapan Rasulullah.
Dr. Farahmandpour mengungkapkan, Sayidah Fathimah as memiliki dua dimensi besar yaitu dimensi transenden (malakuti) dan dimensi bumi (mulki). Pada dimensi transenden, keagungan Fathimah tidak nampak jelas dalam pandangan kita. Namun, pada dimensi bumi, Fathimah adalah manusia ideal. Ia mengerahkan segenap kekuatan dirinya untuk mewujudkan masyarakat yang bersih dan adil. Wanita agung ini berupaya menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan individu dan sosial masyarakat. Fathimah bangkit demi menegakan pemerintahan yang saleh. Di mata Fathimah, manusia bisa menjalani kehidupan adil dalam pemerintahan yang saleh.
Fathimah hidup zuhud dan takwa, meski dipenuhi fasilitas dan potensi yang besar.
Ia rela menderita lapar demi membantu orang miskin. Benar, Sayidah Fathimah adalah contoh bagi seluruh umat manusia.
Menyambut hari Kelahiran wanita mulia Islam Sayidah Fathimah, kami segenap kru radio Melayu suara Republik Islam Iran mengucapkan selamat hari ibu bagi anda.(IRIB Indonesia)
Hak-Hak Perempuan dalam Islam
Perempuan sepanjang sejarah menjadi salah satu pilar paling penting bagi berdirinya tonggak keluarga dan juga masyarakat. Namun lembaran sejarah menunjukkan kepada kita bahwa perempuan acapkali menjadi korban, mereka mengalami berbagai tekanan dan penderitaan bertubi-tubi. Hingga kini, kita menemukan realitas pahit yang menyesakkan dada tentang kondisi perempuan di era modern. Kini, perempuan menjadi komoditas industri, di saat kaum feminis dengan lantang menyuarakan kesetaraan gender.
Seiring perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat, perempuan masih belum mendapatkan hak-hak perempuan di berbagai bidang. Tampaknya banyak faktor yang menyebabkan demikian. Secara umum terdapat dua faktor yaitu faktor natural dan faktor sosial. Namun ada juga yang meyakini faktor budaya sebagai pemicunya.
Dewasa ini kondisi budaya dan sosial merupakan faktor penting yang mempengaruhi masalah perempuan. Bila dikaji lebih jauh, terdapat berbagai teori mengenai hak-hak perempuan yang terkadang saling bertentangan. Misalnya, Feminisme memiliki pandangan ekstrim tentang hak-hak perempuan. Kaum Feminis menyuarakan isu kesetaraan gender. Untuk mewujudkannya itu, mereka menuntut perubahan struktur masyarakat. Perubahan struktural tersebut melabrak seluruh ketentuan agama, dan norma-norma budaya dan sosial masyarakat. Tanpa mengindahkan karakteristik khusus yang dimiliki perempuan dan laki-laki, Feminisme menyerukan persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Tampaknya, terdapat perbedaan pendapat di antara para ilmuwan. Sebagian pemikir Feminis berpendapat bahwa tidak ada perbedaan apapun antara lelaki dan perempuan selain perbedaan biologis. Menurut mereka, kejiwaan dan perilaku lelaki dan perempuan terbentuk berdasarkan lingkungan dan tak ada kaitannya dengan masalah biologis.
Sebaliknya, kebanyakan psikolog menyatakan adanya perbedaan mendasar dalam kejiwaan lelaki dan perempuan. Profesor Rick, seorang psikolog Amerika berkata: "Dunia lelaki dan dunia perempuan secara total benar-benar berbeda. Lelaki dengan karakteristik fisik dan psikologisnya berbeda dengan perempuan dalam merespon dan menyikapi berbagai peristiwa dalam kehidupan. Lelaki dan perempuan berdasarkan tuntutan gendernya tidak berprilaku sama. Tepatnya mereka seperti dua bintang yang berputar di dua jalur yang berbeda. Ya, mereka dapat saling mengerti dan memahami satu sama lain. Namun mereka jelas tidak sama.
Al-Quran memiliki prinsip tersendiri mengenai struktur sosial masyarakat. Secara natural, laki-laki dan perempuan memiliki persamaan dan juga perbedaan. Secara substansial, dari sisi tujuan penciptaan pada dasarnya perempuan dan laki-laki itu sama yaitu untuk beribadah kepada Allah swt. Dalam Islam diakui bahwa lelaki dan perempuan memiliki satu hakikat yang sama dan tidak ada berbedaan antara keduanya.
Perbedaan fisik dan lainnya pada lelaki dan perempuan bukan perbedaan esensial. Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan diciptakannya manusia baik lelaki maupun perempuan adalah beribadah kepada-Nya. Ia berfirman: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Al-Dzaariyaat [51]:56)
Dalam pandangan al-Quran, peran perempuan di ranah sosial dan ekonomi harus sesuai dengan fitrah penciptaanya. Islam memandang perempuan sebagaimana laki-laki memiliki kedudukan istimewa di tengah masyarakat. Agama ilahi ini tidak pernah melarang perempuan menjalankan aktivitas sosial.
Al-Quran menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama sebagaimana dijelaskan dalam surat at-taubah ayat 71, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Ayat ini menjelaskan bahwa perempuan juga memiliki tanggung jawab sosial yang besar. Dengan demikian, perempuan pun memiliki tanggung jawab di bidang amr maruf dan nahi munkar.
Sejarah menunjukkan bahwa Rasulullah Saw juga menerima baiat dari perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa kaum muslimah sejak dahulu kala memainkan peran penting di tengah masyarakat. Pada hari Ghadir, ketika Rasulullah Saw menjadikan Imam Ali sebagai walinya, para sahabat termasuk kaum perempuan juga berbaiat kepada Imam Ali.
Lembaran sejarah juga menunjukkan peran signifikan perempuan di ranah sosial politik sejak hijrah dari Mekah ke Madinah. Bersama Rasulullah Saw mereka berjuang membela agama Islam. Dalam sejarah ada tokoh-tokoh Muslimah sahabat Rasulullah yang rela mengorbankan nyawanya demi tegaknya agama Islam seperti Summayah.
Sejarah Islam juga dengan terang benderang menjelaskan kehidupan wanita paling mulia di dunia, yaitu Sayidah Fatimah as. Kehidupannya merupakan model terbaik bagi kaum wanita. Selain menjalankan peran terbaiknya dalam keluarga, pendidikan anak-anaknya dan ibadah, Sayidah Fatimah juga menyampaikan kebenaran secara berani dalam khutbahnya yang sangat terkenal.(IRIB Indonesia)
Khotbah Fadak; Pendahuluan Khotbah Sayidah Fathimah Az-Zahra
Pembahasan
khotbah Sayidah Fathimah az-Zahra as terkait masalah Fadak di Masjid
Nabawi terjadi pasca meninggalnya ayah beliau, Nabi Muhammad Saw.
Mensyarahi khotbah ini secara sempurna membutuhkan kesempatan yang lebih
luas lagi, tapi saya berusaha menyampaikan pembahasan terkait masalah
khotbah ini di antara terjemah dan syarah. Tentunya semua itu dengan
pertolongan Allah Swt.
Sanad Khotbah Fadak
Dari sisi sanad periwayatan khotbah ini harus saya katakan bahwa ulama Syiah dan Sunni telah menukil khotbah ini dan periwayatan khotbah ini tidak khusus dinukil oleh Syiah. Karena ulama Ahli Sunnah menukil khotbah ini lewat jalur yang berbeda-beda. Salah seorang yang menukil khotbah ini adalah Ibnu Abil Hadid. Dalam bukunya Syarah Nahjul Balaghah di akhir surat yang ditujukan Imam Ali as kepada Utsman bin Hanif, Ibnu Abil Hadid menyinggung masalah Fadak dan ia mengutip khotbah ini yang diriwayatkan dari sanad yang berbeda-beda dari Ahli Sunnah.
Dari sejumlah periwayatan yang ada, Abdullah bin Hasan al-Mutsanna dikenal sebagai orang yang menukil khotbah ini. Hasan al-Mutsanna adalah keturunan dari Imam Ali as yang juga dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh (murni, -pen). Penyebutan itu dikarenakan ia dari silsilah ayahnya ia merupakan cucu Imam Hasan as dan begitu juga dari sisi ibu. Oleh karenanya mereka menyebutnya al-Madhdh yang berarti murni berasal dari Imam Hasan, baik dari sisi ayah maupun ibu.
Kembali pada masalah penukilan khotbah ini, Ibnu Abil Hadid menyebut dirinya menukil khotbah ini dari sanad Ahli Sunnah dan tidak ada hubungannya dengan periwayatan dari Syiah. Ibarat Ibnu Abil Hadid demikian:
"Wa'lam Innamaa Nadzkuru Hadza al-Fashl Maa Rawaahu ar-Rijaal al-Hadits wa Tsiqaatuhum wa Maa auda'ahu Ahmad ibnu Abdil Aziz al-Jauhari fi Kitaabihi..."
(Ketahuilah bahwa sesungguhnya kami hanya menyebut pasal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh para perawi hadis dan mereka yang dapat dipercaya dan apa yang ditinggalkan oleh Ahmad Ibnu Abdil Aziz al-Jauhari di bukunya...)
Nama buku al-Jauhari adalah Saqifah wa Fadak (Saqifah dan Fadak). Buku yang cukup terkenal. Al-Jauhari sendiri dipercaya dalam meriwayatkan hadis dan termasuk ulama besar yang dipuji oleh ulama yag lain. Sementara khotbah ini banyak diriwayatkan dalam buku-buku hadis syiah seperti Bihar al-Anwar, al-Ihtijaj, Balaghaat an-Nisaa, As-Syaafi, Dalail al-Imamah, al-Tharaif, Kasyf al-Ghammah dan lain-lainnya.
Pergi Ke Masjid
Mukaddimah khotbah Sayidah Fathimah az-Zahra tentang Fadak memberikan gambaran tentang kondisi waktu,ruang dan banyak masalah lainnya yang terjadi waktu itu.
"Rawa Abdullah Ibnu al-Hasan bi Isnaadihi ‘an Aabaaihi"
(Abdullah Ibnu al-Hasan meriwayatkan dari ayah-ayahnya)
"Lamma Ajma'a Abu Bakrin wa Umaru ‘ala Man'i Fathimata Fadakan wa Balaghaha Dzalika"
(Ketika Abu Bakar dan Umar memutuskan –kata Ajma'a maknanya adalah memutuskan dan menghendaki- untuk mencegah tanah Fadak sampai ke tangan Sayidah Fathimah as, berita ini kemudian sampai kepada beliau)
"Laatsat Khimaraha ‘ala Ra'siha"
(Fathimah melilitkan kerudungnya di atas kepalanya)
Kata Laatsa berarti melilitkan. Misalnya kita mengatakan "Laatsa al-‘Ammamatu ‘ala Ra'sihi artinya Syaddaha wa Rabathaha yang berarti ia melilitkan ammamah atau sorban di kepalanya. Sementara kata Khimar merupakan kain penutup kepala yang lebih besar dari kerudung perempuan saat ini, sehingga dapat menutup kepala, leher dan dada. Kata ini juga disebutkan dalam al-Quran surat Nur ayat 31 yang artinya, "... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya ...".
Kata khumur merupakan bentuk jamak dari khimar. Maksudnya, ketika berita ini sampai kepada Sayidah Fathimah az-Zahra as, beliau bangkit dan memakai khimarnya (kain kerudung panjangnya). Sementara kata Laatsa berarti melilitkan. Dari kata khimar jelas sudah bahwa Sayidah Fathimah as memakai kain kerudung hingga menutupi leher dan sampai ke dada.
"Wa Isytamalat bi Jilbaabihaa"
(Kemudian beliau memakai jilbabnya)
Jilbab merupakan jenis pakaian yang menutup seluruh badan dan dipakai menutupi baju. Mungkin dapat disamakan dengan abaya saat ini, pakaian panjang Arab. Beliau memakai jilbab, pakaian yang menutup seluruh badannya.
"Wa Aqbalat fi Lummatin (Lamatin) min Hafadatihaa wa Nisaa'i Qaumihaa"
(Dan beliau bergerak bersama orang-orang yang seusia, seiring, teman, penolong dan keluarga beliau (dari kata lumatin, sementara bila dari kata lamatin, berarti sepikiran).
Maksudnya, Sayidah Fathimah az-Zahra berjalan bersama sekelompok orang yang seusia, seiring, atau dari teman-teman, penolong dan dari keluarganya. Sampai pada potongan khotbah Fadak ini, yang ditekankan adalah bagaimana Sayidah Fathimah as berpakaian. Ketika beliau akan pergi ke masjid, dimana ada banyak pria di sana, bagaimana beliau mempersiapkan dirinya dari sisi berpakaian.
Poin penting lainnya adalah mereka yang bersama beliau bergerak menuju ke masjid. Sangat mungkin sekali bahwa mereka yang bersamanya bermaksud untuk menolong beliau. Kira-kira seperti yang terjadi saat ini, bila seseorang ingin tampil di sebuah pertemuan untuk menyampaikan pembelaan, maka ada sekelompok orang yang seide dengannya menyertainya. Tapi ada dua kemungkinan dari fenomena ini; pertama, pribadi lahiriah Sayidah Fathimah az-Zahra as tetap terjaga dan kedua, tubuh lahiriah beliau tidak tampak bagi para pria yang hadir di sana, berada bersama orang-orang yang menyertainya.
"Tathau Dzuyulaha"
(Beliau berjalan dengan menginjak bagian bawah pakaiannya)
Kata ini bisa berarti Sayidah Fathimah as ketika berjalan beliau menginjak bagian bawah pakaiannya, atau beliau berjalan dengan cepat karena kesal. Di sini dapat dipahami bahwa pakaian beliau begitu panjang, sehingga terkadang terinjak kakinya. Tapi mungkin juga dari ibarat ini dapat dipahami beliau jalan dengan cepat. Sebagai kelanjutannya,
"Maa Takhrimu Misyatuhaa Misyata Rasulillah"
(Beliau berjalan seperti Rasulullah Saw berjalan)
Artinya, gaya jalan Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak berbeda dengan cara Rasulullah Saw berjalan. Kata Misyah yang dalam kaidah sharaf sesuai dengan bentuk fi'lah memberikan arti bentuk dan cara. Yakni, cara berjalan Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak kurang dari gaya jalan ayahnya. Gaya jalan Sayidah Fathimah as sama berwibawanya ketika Rasulullah Saw melangkahkan kakinya. Ringkasnya, selain gaya jalan beliau sama dengan ayahnya, Sayidah Fathimah as telah menampilkan gaya jalan yang sesuai dengan kepribadian seorang muslimah.
Dalam ibarat ini ada dua poin penting yang memberikan penjelasan tentang mengapa Sayidah Fathimah az-Zahra as berjalan ke masjid dengan cepat. Pertama, gaya jalan beliau sama seperti ayahnya yang penuh dengan kewibaan. Kedua, dikarenakan baju beliau yang panjang dan terkadang terinjak kaki beliau.
Memasuki Masjid
"Hattaa Dakhalat ‘ala Abi Bakrin wa Huwa fi Hasydin min al-Muhajirin , al-Anshar wa Ghairihim"
(Sehingga beliau memasuki masjid, sementara Abu Bakar dikelilingi oleh orang-orang Muhajirin, Anshar dan yang lain-lain)
Kata Hasyd berarti kelompok atau sekumpulan. Artinya, ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as memasuki masjid, di dalamnya telah ada Abu Bakar yang dikelilingi oleh banyak orang dari golongan Muhajirin, Anshar dan dari kelompok lainnya.
"Faniithat Duunahaa Mulaatun"
(Kemudian dibentangkan tabir yang memisahkan Sayidah Fathimah as dengan masyarakat yang ada di masjid)
Setelah masuk ke dalam masjid dibentangkan kain yang memisahkan beliau dengan masyarakat yang ada di sana. Mulaah berarti kain atau tabir. Artinya ada tabir yang memisahkan beliau dengan para pria yang hadir di masjid. Bahkan pada naskah yang lain ada tambahan "Mulaatun Qibthiyyatun", yang menjelaskan bahwa jenis kain atau tabir yang dipakai berasal dari Mesir.
Namun poin penting dari bagian ibarat ini adalah ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as memasuki masjid, secara otomatis ada yang memasang tabir antara beliau dengan para pria yang hadir. Dari kata "Fajalasat" yang ada dalam khotbah ini dapat dipahami bahwa sebelum beliau duduk, dengan cepat tabir sudah terpasang. Artinya, ketika mereka mendapat kabar bahwa bahwa putri Rasulullah Saw akan memasuki masjid, dengan cepat mereka mempersiapkan tempat dan membentangkan tabir. Apa yang mereka lakukan ini juga demi melindungi beliau dari pandangan para pria dan sebuah bentuk penghormatan yang tidak hanya ajaran agama, tapi telah menjadi tradisi. Hal ini dapat ditemui dalam acara-acara keagamaan saat ini.
Jeritan Masyarakat
"Tsumma Annat Annatan Ajhasya al-Qaumu Lahaa bil Bukaa'i"
(Kemudian beliau duduk dan menjerit pilu dan masyarakat mengikutinya dengan tangisan)
Ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as duduk dan menarik napas panjang yang terdengar jelas memuat kesedihan yang mendalam, seluruh Muhajirin, Anshar dan siapa saja yang hadir di masjid mulai menangis. Tangisan mereka tidak biasanya. Karena ungkapan "Ajhasya al-Qaumu" berarti seseorang yang menangis tersedu-sedu akibat menahan masalah yang berat, sehingga badannya dihempaskan ke kanan dan kiri. Sama seperti anak kecil yang menjatuhkan dirinya ke ibunya karena kesal yang luar biasa. Jeritan pilu Sayidah Zahra as membuat ruangan masjid dipenuhi tangisan.
"Fartajja al-Majlisu"
(Majelis pertemuan menjadi tidak terkendali)
"Tsumma Amhalat Hunayyatan Hattaa Idzaa Sakana Nasyiiju al-Qaumi wa Hadat Fauratuhum"
(Kemudian beliau memberi kesempatan, sehingga masyarakat yang hadir tenang)
Sayidah Fathimah az-Zahra as kemudian memberikan kesempatan kepada mereka yang hadir untuk menenangkan dirinya. Ungkapan ini dengan jelas menunjukkan bagaimana masyarakat yang hadir untuk beberapa saat menangis, tanpa mampu menahan dirinya. Karena itulah, Sayidah Fathimah az-Zahra as memberikan kesempatan kepada mereka agar dapat menenangkan dirinya dan majelis yang ada juga menjadi tenang. (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
Sumber: Tehrani, Mojtaba, Sharhi Koutah bar Khotbeh Fadak, Tehran, Moasseseh Farhanggi Pezhouheshi Masabih al-Hoda, 1390, cetakan kedua.
Sanad Khotbah Fadak
Dari sisi sanad periwayatan khotbah ini harus saya katakan bahwa ulama Syiah dan Sunni telah menukil khotbah ini dan periwayatan khotbah ini tidak khusus dinukil oleh Syiah. Karena ulama Ahli Sunnah menukil khotbah ini lewat jalur yang berbeda-beda. Salah seorang yang menukil khotbah ini adalah Ibnu Abil Hadid. Dalam bukunya Syarah Nahjul Balaghah di akhir surat yang ditujukan Imam Ali as kepada Utsman bin Hanif, Ibnu Abil Hadid menyinggung masalah Fadak dan ia mengutip khotbah ini yang diriwayatkan dari sanad yang berbeda-beda dari Ahli Sunnah.
Dari sejumlah periwayatan yang ada, Abdullah bin Hasan al-Mutsanna dikenal sebagai orang yang menukil khotbah ini. Hasan al-Mutsanna adalah keturunan dari Imam Ali as yang juga dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh (murni, -pen). Penyebutan itu dikarenakan ia dari silsilah ayahnya ia merupakan cucu Imam Hasan as dan begitu juga dari sisi ibu. Oleh karenanya mereka menyebutnya al-Madhdh yang berarti murni berasal dari Imam Hasan, baik dari sisi ayah maupun ibu.
Kembali pada masalah penukilan khotbah ini, Ibnu Abil Hadid menyebut dirinya menukil khotbah ini dari sanad Ahli Sunnah dan tidak ada hubungannya dengan periwayatan dari Syiah. Ibarat Ibnu Abil Hadid demikian:
وَاعْلَمْ
اِنَّمَا نَذْكُرُ فِي هذَا الْفَصْلِ مَا رَوَاهُ الرِّجَالُ الْحَدِيْثِ
وَ ثِقَاتُهُمْ وَ مَا اَوْدَعَهُ اَحْمَدُ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ
الْجَوْهَرِى فِي كِتَابِهِ ...
"Wa'lam Innamaa Nadzkuru Hadza al-Fashl Maa Rawaahu ar-Rijaal al-Hadits wa Tsiqaatuhum wa Maa auda'ahu Ahmad ibnu Abdil Aziz al-Jauhari fi Kitaabihi..."
(Ketahuilah bahwa sesungguhnya kami hanya menyebut pasal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh para perawi hadis dan mereka yang dapat dipercaya dan apa yang ditinggalkan oleh Ahmad Ibnu Abdil Aziz al-Jauhari di bukunya...)
Nama buku al-Jauhari adalah Saqifah wa Fadak (Saqifah dan Fadak). Buku yang cukup terkenal. Al-Jauhari sendiri dipercaya dalam meriwayatkan hadis dan termasuk ulama besar yang dipuji oleh ulama yag lain. Sementara khotbah ini banyak diriwayatkan dalam buku-buku hadis syiah seperti Bihar al-Anwar, al-Ihtijaj, Balaghaat an-Nisaa, As-Syaafi, Dalail al-Imamah, al-Tharaif, Kasyf al-Ghammah dan lain-lainnya.
Pergi Ke Masjid
Mukaddimah khotbah Sayidah Fathimah az-Zahra tentang Fadak memberikan gambaran tentang kondisi waktu,ruang dan banyak masalah lainnya yang terjadi waktu itu.
رَوَى عَبْدُاللهِ بْنِ الحَسَنْ بِاِسْنَادِهِ عَنْ آبَائِهِ
(Abdullah Ibnu al-Hasan meriwayatkan dari ayah-ayahnya)
لَمَّا اَجْمَعَ اَبُو بَكْرٍ وَ عُمَرٍ عَلَي مَنْعِ فَاطِمَةَ فَدَكًا وَ بَلَغَهَا ذلِكَ
"Lamma Ajma'a Abu Bakrin wa Umaru ‘ala Man'i Fathimata Fadakan wa Balaghaha Dzalika"
(Ketika Abu Bakar dan Umar memutuskan –kata Ajma'a maknanya adalah memutuskan dan menghendaki- untuk mencegah tanah Fadak sampai ke tangan Sayidah Fathimah as, berita ini kemudian sampai kepada beliau)
لَاثَتْ خِمَارَهَا عَلَي رَأْسِهَا
"Laatsat Khimaraha ‘ala Ra'siha"
(Fathimah melilitkan kerudungnya di atas kepalanya)
Kata Laatsa berarti melilitkan. Misalnya kita mengatakan "Laatsa al-‘Ammamatu ‘ala Ra'sihi artinya Syaddaha wa Rabathaha yang berarti ia melilitkan ammamah atau sorban di kepalanya. Sementara kata Khimar merupakan kain penutup kepala yang lebih besar dari kerudung perempuan saat ini, sehingga dapat menutup kepala, leher dan dada. Kata ini juga disebutkan dalam al-Quran surat Nur ayat 31 yang artinya, "... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya ...".
Kata khumur merupakan bentuk jamak dari khimar. Maksudnya, ketika berita ini sampai kepada Sayidah Fathimah az-Zahra as, beliau bangkit dan memakai khimarnya (kain kerudung panjangnya). Sementara kata Laatsa berarti melilitkan. Dari kata khimar jelas sudah bahwa Sayidah Fathimah as memakai kain kerudung hingga menutupi leher dan sampai ke dada.
وَاشْتَمَلَتْ بِجِلْبَابِهَا
"Wa Isytamalat bi Jilbaabihaa"
(Kemudian beliau memakai jilbabnya)
Jilbab merupakan jenis pakaian yang menutup seluruh badan dan dipakai menutupi baju. Mungkin dapat disamakan dengan abaya saat ini, pakaian panjang Arab. Beliau memakai jilbab, pakaian yang menutup seluruh badannya.
وَ اَقْبَلَتْ فِي لُمَّةٍ (لَمَةٍ) مِنْ حَفَدَتِهَا وَ نِسَاءِ قَوْمِهَا
"Wa Aqbalat fi Lummatin (Lamatin) min Hafadatihaa wa Nisaa'i Qaumihaa"
(Dan beliau bergerak bersama orang-orang yang seusia, seiring, teman, penolong dan keluarga beliau (dari kata lumatin, sementara bila dari kata lamatin, berarti sepikiran).
Maksudnya, Sayidah Fathimah az-Zahra berjalan bersama sekelompok orang yang seusia, seiring, atau dari teman-teman, penolong dan dari keluarganya. Sampai pada potongan khotbah Fadak ini, yang ditekankan adalah bagaimana Sayidah Fathimah as berpakaian. Ketika beliau akan pergi ke masjid, dimana ada banyak pria di sana, bagaimana beliau mempersiapkan dirinya dari sisi berpakaian.
Poin penting lainnya adalah mereka yang bersama beliau bergerak menuju ke masjid. Sangat mungkin sekali bahwa mereka yang bersamanya bermaksud untuk menolong beliau. Kira-kira seperti yang terjadi saat ini, bila seseorang ingin tampil di sebuah pertemuan untuk menyampaikan pembelaan, maka ada sekelompok orang yang seide dengannya menyertainya. Tapi ada dua kemungkinan dari fenomena ini; pertama, pribadi lahiriah Sayidah Fathimah az-Zahra as tetap terjaga dan kedua, tubuh lahiriah beliau tidak tampak bagi para pria yang hadir di sana, berada bersama orang-orang yang menyertainya.
تَطَاُ ذُيُوْلَهَا
"Tathau Dzuyulaha"
(Beliau berjalan dengan menginjak bagian bawah pakaiannya)
Kata ini bisa berarti Sayidah Fathimah as ketika berjalan beliau menginjak bagian bawah pakaiannya, atau beliau berjalan dengan cepat karena kesal. Di sini dapat dipahami bahwa pakaian beliau begitu panjang, sehingga terkadang terinjak kakinya. Tapi mungkin juga dari ibarat ini dapat dipahami beliau jalan dengan cepat. Sebagai kelanjutannya,
مَا تَخْرِمُ مِشْيَتُهَا مِشْيَةَ رَسُوْلِ اللهِ
(Beliau berjalan seperti Rasulullah Saw berjalan)
Artinya, gaya jalan Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak berbeda dengan cara Rasulullah Saw berjalan. Kata Misyah yang dalam kaidah sharaf sesuai dengan bentuk fi'lah memberikan arti bentuk dan cara. Yakni, cara berjalan Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak kurang dari gaya jalan ayahnya. Gaya jalan Sayidah Fathimah as sama berwibawanya ketika Rasulullah Saw melangkahkan kakinya. Ringkasnya, selain gaya jalan beliau sama dengan ayahnya, Sayidah Fathimah as telah menampilkan gaya jalan yang sesuai dengan kepribadian seorang muslimah.
Dalam ibarat ini ada dua poin penting yang memberikan penjelasan tentang mengapa Sayidah Fathimah az-Zahra as berjalan ke masjid dengan cepat. Pertama, gaya jalan beliau sama seperti ayahnya yang penuh dengan kewibaan. Kedua, dikarenakan baju beliau yang panjang dan terkadang terinjak kaki beliau.
Memasuki Masjid
حَتَّى دَخَلَتْ عَلَي اَبِي بَكْرٍ وَ هُوَ فِي حَشْدٍ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ الْاَنْصَارِ وَ غَيْرِهِمْ
"Hattaa Dakhalat ‘ala Abi Bakrin wa Huwa fi Hasydin min al-Muhajirin , al-Anshar wa Ghairihim"
(Sehingga beliau memasuki masjid, sementara Abu Bakar dikelilingi oleh orang-orang Muhajirin, Anshar dan yang lain-lain)
Kata Hasyd berarti kelompok atau sekumpulan. Artinya, ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as memasuki masjid, di dalamnya telah ada Abu Bakar yang dikelilingi oleh banyak orang dari golongan Muhajirin, Anshar dan dari kelompok lainnya.
فَنِيْطَتْ دُوْنَهَا مُلَاءَةٌ
"Faniithat Duunahaa Mulaatun"
(Kemudian dibentangkan tabir yang memisahkan Sayidah Fathimah as dengan masyarakat yang ada di masjid)
Setelah masuk ke dalam masjid dibentangkan kain yang memisahkan beliau dengan masyarakat yang ada di sana. Mulaah berarti kain atau tabir. Artinya ada tabir yang memisahkan beliau dengan para pria yang hadir di masjid. Bahkan pada naskah yang lain ada tambahan "Mulaatun Qibthiyyatun", yang menjelaskan bahwa jenis kain atau tabir yang dipakai berasal dari Mesir.
Namun poin penting dari bagian ibarat ini adalah ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as memasuki masjid, secara otomatis ada yang memasang tabir antara beliau dengan para pria yang hadir. Dari kata "Fajalasat" yang ada dalam khotbah ini dapat dipahami bahwa sebelum beliau duduk, dengan cepat tabir sudah terpasang. Artinya, ketika mereka mendapat kabar bahwa bahwa putri Rasulullah Saw akan memasuki masjid, dengan cepat mereka mempersiapkan tempat dan membentangkan tabir. Apa yang mereka lakukan ini juga demi melindungi beliau dari pandangan para pria dan sebuah bentuk penghormatan yang tidak hanya ajaran agama, tapi telah menjadi tradisi. Hal ini dapat ditemui dalam acara-acara keagamaan saat ini.
Jeritan Masyarakat
ثُمَّ اَنَّتْ اَنَّةً اَجْهَشَ الْقَوْمُ لَهَا بِالْبُكَاءِ
"Tsumma Annat Annatan Ajhasya al-Qaumu Lahaa bil Bukaa'i"
(Kemudian beliau duduk dan menjerit pilu dan masyarakat mengikutinya dengan tangisan)
Ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as duduk dan menarik napas panjang yang terdengar jelas memuat kesedihan yang mendalam, seluruh Muhajirin, Anshar dan siapa saja yang hadir di masjid mulai menangis. Tangisan mereka tidak biasanya. Karena ungkapan "Ajhasya al-Qaumu" berarti seseorang yang menangis tersedu-sedu akibat menahan masalah yang berat, sehingga badannya dihempaskan ke kanan dan kiri. Sama seperti anak kecil yang menjatuhkan dirinya ke ibunya karena kesal yang luar biasa. Jeritan pilu Sayidah Zahra as membuat ruangan masjid dipenuhi tangisan.
فَارْتَجَّ الْمَجْلِسُ
"Fartajja al-Majlisu"
(Majelis pertemuan menjadi tidak terkendali)
ثُمَّ اَمْهَلَتْ هُنَيَّةً حَتَّى اِذَا سَكَنَ نَشِيْجُ الْقَوْمِ وَ هَدَأَتْ فَوْرَتُهُمْ
"Tsumma Amhalat Hunayyatan Hattaa Idzaa Sakana Nasyiiju al-Qaumi wa Hadat Fauratuhum"
(Kemudian beliau memberi kesempatan, sehingga masyarakat yang hadir tenang)
Sayidah Fathimah az-Zahra as kemudian memberikan kesempatan kepada mereka yang hadir untuk menenangkan dirinya. Ungkapan ini dengan jelas menunjukkan bagaimana masyarakat yang hadir untuk beberapa saat menangis, tanpa mampu menahan dirinya. Karena itulah, Sayidah Fathimah az-Zahra as memberikan kesempatan kepada mereka agar dapat menenangkan dirinya dan majelis yang ada juga menjadi tenang. (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
Sumber: Tehrani, Mojtaba, Sharhi Koutah bar Khotbeh Fadak, Tehran, Moasseseh Farhanggi Pezhouheshi Masabih al-Hoda, 1390, cetakan kedua.
Tasbih Az-Zahra
Secara
umum, doa-doa, zikir-zikir dan amal ibadah kita, sekalipun memiliki
landasan rasional dan argumentatif, namun bentuk dan caranya
berlandaskan teks-teks. Untuk itu masalah tasbih az-Zahra yang diucapkan
setelah selesai shalat akan dikaji dalam bingkai ini.
Sejarah Tasbih az-Zahra
Sekaitan dengan masalah tasbih az-Zahra banyak riwayat yang menjelaskan bahwa Sayidah Fathimah Zahra as menemui ayahnya Rasulullah Saw. Tujuan kedatangannya menemui Rasulullah untuk meminta seorang pembantu yang dapat meringankan kerjanya. Rasulullah Saw bersabda,"Wahai anakku! Apakah engkau mau menerima yang lebih baik dari itu?"
Dalam riwayat disebutkan Ali dan Fathimah as serempak berkata, Iya, wahai Rasulullah! Berikan yang lebih baik dari seorang pembantu."
Rasulullah Saw bersabda, "Setiap hari bacalah 33 kali Subhanallah, 33 kali Alhamdulillah dan 34 kali Allah Akbar. 100 kali ucapan tasbih ini memberikan ribuan pahala yang dapat memberatkan timbangan amal perbuatan manusia. (Bait al-Ahzan, hal 63) Wahai Fathimah! Bila tasbih ini engkau ucapkan setiap hari pada waktu pagi, niscaya Allah akan mencukupkan keinginan duniawi dan ukhrawimu.
Keutamaan dan pahala tasbih az-Zahra
Muhaddis Qummi ahli hadis menyebutkan sejumlah riwayat dalam masalah ini. Pada kesempatan kali ini hadis-hadis paling penting akan dimuat sebagaimana berikut:
Imam Muhammad Baqir as berkata,"Setelah selesai melaksanakan shalat wajib, tidak ada yang lebih baik selain membaca tasbih az-Zahra." (Rayyahin, jilid 1, hal 196)
Imam Shadiq as berkata, "Tasbih az-Zahra lebih kusukai dari mengerjakan shalat sebanyak seribu rakaat dalam setiap hari." (Mahajjah al-Baidha' jilid 2, hal 348)
Di tempat lain Imam Shadiq as berkata, "Ajarkan kepada anak-anak kita untuk tidak meninggalkan mengucapkan tasbih az-Zahra sebagaimana kita mengajarkan kepada mereka untuk tidak meninggalkan shalat. Siapa saja yang membacanya secara kontinyu tidak akan bernasib buruk."
Dalam riwayat lain disebutkan, maksud dari Zikir Katsir dalam ayat al-Quran adalah tasbih az-Zahra. Barang siapa yang mengucapkan tasbih az-Zahra secara kontinyu setelah selesai shalat, maka ia telah mengamalkan ayat al-Quran yang menyebutkan,"Dan ingatlah Allah dengan Zikir yang banyak."
Imam Muhammad Baqir as berkata,"Bila ada yang lebih baik dari tasbih az-Zahra, niscaya Rasulullah Saw akan mengajarkannya kepada Fathimah as."
Bentuk tasbih az-Zahra
Dalam penjelasan bentuk pembacaan tasbih az-Zahra ada beberapa riwayat yang menyebutkan caranya dalam bentuk yang berbeda-beda. Namun, yang paling masyhur adalah 34 kali Allah Akbar, 33 kali Alhamdulillah dan 33 kali Subhanallah. Jumlah keseluruhannya menjadi 100. Dalam riwayat disebutkan, bila seseorang selesai shalat mengucapkan tasbih az-Zahra secara lengkap dan menutup bacaannya dengan Laa Ilaaha Illallah, niscaya Allah akan mengampuni dosanya. (IRIB Indonesia)
Sejarah Tasbih az-Zahra
Sekaitan dengan masalah tasbih az-Zahra banyak riwayat yang menjelaskan bahwa Sayidah Fathimah Zahra as menemui ayahnya Rasulullah Saw. Tujuan kedatangannya menemui Rasulullah untuk meminta seorang pembantu yang dapat meringankan kerjanya. Rasulullah Saw bersabda,"Wahai anakku! Apakah engkau mau menerima yang lebih baik dari itu?"
Dalam riwayat disebutkan Ali dan Fathimah as serempak berkata, Iya, wahai Rasulullah! Berikan yang lebih baik dari seorang pembantu."
Rasulullah Saw bersabda, "Setiap hari bacalah 33 kali Subhanallah, 33 kali Alhamdulillah dan 34 kali Allah Akbar. 100 kali ucapan tasbih ini memberikan ribuan pahala yang dapat memberatkan timbangan amal perbuatan manusia. (Bait al-Ahzan, hal 63) Wahai Fathimah! Bila tasbih ini engkau ucapkan setiap hari pada waktu pagi, niscaya Allah akan mencukupkan keinginan duniawi dan ukhrawimu.
Keutamaan dan pahala tasbih az-Zahra
Muhaddis Qummi ahli hadis menyebutkan sejumlah riwayat dalam masalah ini. Pada kesempatan kali ini hadis-hadis paling penting akan dimuat sebagaimana berikut:
Imam Muhammad Baqir as berkata,"Setelah selesai melaksanakan shalat wajib, tidak ada yang lebih baik selain membaca tasbih az-Zahra." (Rayyahin, jilid 1, hal 196)
Imam Shadiq as berkata, "Tasbih az-Zahra lebih kusukai dari mengerjakan shalat sebanyak seribu rakaat dalam setiap hari." (Mahajjah al-Baidha' jilid 2, hal 348)
Di tempat lain Imam Shadiq as berkata, "Ajarkan kepada anak-anak kita untuk tidak meninggalkan mengucapkan tasbih az-Zahra sebagaimana kita mengajarkan kepada mereka untuk tidak meninggalkan shalat. Siapa saja yang membacanya secara kontinyu tidak akan bernasib buruk."
Dalam riwayat lain disebutkan, maksud dari Zikir Katsir dalam ayat al-Quran adalah tasbih az-Zahra. Barang siapa yang mengucapkan tasbih az-Zahra secara kontinyu setelah selesai shalat, maka ia telah mengamalkan ayat al-Quran yang menyebutkan,"Dan ingatlah Allah dengan Zikir yang banyak."
Imam Muhammad Baqir as berkata,"Bila ada yang lebih baik dari tasbih az-Zahra, niscaya Rasulullah Saw akan mengajarkannya kepada Fathimah as."
Bentuk tasbih az-Zahra
Dalam penjelasan bentuk pembacaan tasbih az-Zahra ada beberapa riwayat yang menyebutkan caranya dalam bentuk yang berbeda-beda. Namun, yang paling masyhur adalah 34 kali Allah Akbar, 33 kali Alhamdulillah dan 33 kali Subhanallah. Jumlah keseluruhannya menjadi 100. Dalam riwayat disebutkan, bila seseorang selesai shalat mengucapkan tasbih az-Zahra secara lengkap dan menutup bacaannya dengan Laa Ilaaha Illallah, niscaya Allah akan mengampuni dosanya. (IRIB Indonesia)
Surat Cinta Khomeini Muda Kepada Istri Terkasih
Dear kasihku…
Kupersembahkan jiwaku untukmu…
Saat ini, ketika aku diuji berpisah dari anak-anakku tersayang dan penguat hatiku, aku kemudian teringat padamu dan keindahan wajahmu yang terlukis di dalam cermin hatiku.
Kasihku…
Aku berharap semoga Allah senantiasa menjagamu dan memberikan kesehatan dan kebahagiaan dalam lindungan-Nya. Sementara untukku, segala kesulitan yang ada telah berlalu. Alhamdulillah apa yang terjadi sampai saat ini adalah kebaikan dan sekarang aku tengah berada di kota Beirut yang asri.(1)
Sejujurnya, ketiadaanmu di sisiku membuat perjalanan ini menjadi sepi. Dengan hanya melihat kota dan laut yang ada merupakan pemandangan yang sedap dipandang mata. Aku tak dapat menghitung betapa besar keharuanku ketika mengingat kekasihku tidak di sisiku menemaniku menatap pemandangan indah yang meresap di kalbu.
Dar har hal, malam ini adalah malam kedua aku menanti kapal yang akan membawa kami. Sesuai dengan ketentuan yang ada, keesokan hari akan ada kapal yang bertolak dari sini ke Jeddah. Sayangnya, karena kami agak terlambat sampai di sini harus menanti kapal yang lain. Untuk saat ini apa yang harus dilakukan belum jelas. Aku berharap semoga Allah dengan belas kasih-Nya kepada kakek-kakekku yang suci, sebagaimana Ia mensukseskan perjalanan seluruh hamba-Nya untuk melaksanakan haji, memberikan kesempatan yang sama pula kepada kami.
Dari sisi ini aku agak sedikit sedih dan gelisah, namun Alhamdulillah kondisiku sehat bahkan semakin baik dan lebih meyakinkan. Sebuah perjalanan yang indah, sayangnya dan sekali lagi sayangnya, engkau tidak bersamaku di sisiku. Hatiku merindukan putramu (Sayid Musthafa). Aku sangat berharap bahwa mereka berdua(2) senantiasa selamat dan bahagia di bawah lindungan dan bimbingan Allah Swt.
Bila engkau menulis surat kepada ayahmu dan ibu serta nenekmu sampaikan salamku juga kepada mereka. Aku telah menyiapkan diriku menjadi pengganti ziarah kalian semua.Sampaikan juga salamku kepada adikmu Khanum Shams Afagh. Dan lewat adikmu sampaikan salamku kepada Agha Alavi. Sampaikan salamku kepada Khavar Sultan dan Rubabeh Sultan. Katakanlah kepada mereka tentang lembaran lain dari surat ini untuk disampaikan kepada Agha Syaikh Abdul Husein.
Semoga hari-hari kalian dilalui dengan panjang umur dan kemuliaan.
Duhai kasihku…
Belahan jiwaku…
Ruhullah saat ini bak gambar kosong yang sedang menanti keberangkatan yang tak kunjung datang.(3)
* Surat ini ditulis pada bulan Farvardin tahun 1312 Hs. (sekitar 73 tahun yang lalu, sekarang menjadi 79 tahun lalu) sambil menanti kelahiran putra keduanya. (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
----------------------------------------------
1. Keberadaan beliau di sana untuk menanti kapal yang akan membawa beliau dan rombongan ke Arab Saudi guna melakukan ibadah haji.
2. Kata berdua maksudnya kepada Sayyid Musthafa dan anak laki beliau yang lain yang sampai saat surat ini ditulis belum lahir ke dunia. Beberapa hari setelah Imam menulis surat ini anak kedua beliau lahir dan diberi nama Ali. Anak kedua Imam ini karena terserang penyakit semasa kecilnya meninggal dunia.
3. Menjelaskan akan ketiadaan kapal yang akan membawa beliau dan rombongan ke Jeddah.
Sumber: http://baztab.com/news/40128.php
Kupersembahkan jiwaku untukmu…
Saat ini, ketika aku diuji berpisah dari anak-anakku tersayang dan penguat hatiku, aku kemudian teringat padamu dan keindahan wajahmu yang terlukis di dalam cermin hatiku.
Kasihku…
Aku berharap semoga Allah senantiasa menjagamu dan memberikan kesehatan dan kebahagiaan dalam lindungan-Nya. Sementara untukku, segala kesulitan yang ada telah berlalu. Alhamdulillah apa yang terjadi sampai saat ini adalah kebaikan dan sekarang aku tengah berada di kota Beirut yang asri.(1)
Sejujurnya, ketiadaanmu di sisiku membuat perjalanan ini menjadi sepi. Dengan hanya melihat kota dan laut yang ada merupakan pemandangan yang sedap dipandang mata. Aku tak dapat menghitung betapa besar keharuanku ketika mengingat kekasihku tidak di sisiku menemaniku menatap pemandangan indah yang meresap di kalbu.
Dar har hal, malam ini adalah malam kedua aku menanti kapal yang akan membawa kami. Sesuai dengan ketentuan yang ada, keesokan hari akan ada kapal yang bertolak dari sini ke Jeddah. Sayangnya, karena kami agak terlambat sampai di sini harus menanti kapal yang lain. Untuk saat ini apa yang harus dilakukan belum jelas. Aku berharap semoga Allah dengan belas kasih-Nya kepada kakek-kakekku yang suci, sebagaimana Ia mensukseskan perjalanan seluruh hamba-Nya untuk melaksanakan haji, memberikan kesempatan yang sama pula kepada kami.
Dari sisi ini aku agak sedikit sedih dan gelisah, namun Alhamdulillah kondisiku sehat bahkan semakin baik dan lebih meyakinkan. Sebuah perjalanan yang indah, sayangnya dan sekali lagi sayangnya, engkau tidak bersamaku di sisiku. Hatiku merindukan putramu (Sayid Musthafa). Aku sangat berharap bahwa mereka berdua(2) senantiasa selamat dan bahagia di bawah lindungan dan bimbingan Allah Swt.
Bila engkau menulis surat kepada ayahmu dan ibu serta nenekmu sampaikan salamku juga kepada mereka. Aku telah menyiapkan diriku menjadi pengganti ziarah kalian semua.Sampaikan juga salamku kepada adikmu Khanum Shams Afagh. Dan lewat adikmu sampaikan salamku kepada Agha Alavi. Sampaikan salamku kepada Khavar Sultan dan Rubabeh Sultan. Katakanlah kepada mereka tentang lembaran lain dari surat ini untuk disampaikan kepada Agha Syaikh Abdul Husein.
Semoga hari-hari kalian dilalui dengan panjang umur dan kemuliaan.
Duhai kasihku…
Belahan jiwaku…
Ruhullah saat ini bak gambar kosong yang sedang menanti keberangkatan yang tak kunjung datang.(3)
* Surat ini ditulis pada bulan Farvardin tahun 1312 Hs. (sekitar 73 tahun yang lalu, sekarang menjadi 79 tahun lalu) sambil menanti kelahiran putra keduanya. (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
----------------------------------------------
1. Keberadaan beliau di sana untuk menanti kapal yang akan membawa beliau dan rombongan ke Arab Saudi guna melakukan ibadah haji.
2. Kata berdua maksudnya kepada Sayyid Musthafa dan anak laki beliau yang lain yang sampai saat surat ini ditulis belum lahir ke dunia. Beberapa hari setelah Imam menulis surat ini anak kedua beliau lahir dan diberi nama Ali. Anak kedua Imam ini karena terserang penyakit semasa kecilnya meninggal dunia.
3. Menjelaskan akan ketiadaan kapal yang akan membawa beliau dan rombongan ke Jeddah.
Sumber: http://baztab.com/news/40128.php
0 comments to "Ditengah Kaum Muda kita yang lagi gandrung dengan "Artis Korea", masih saja ada para pecinta Nabi Muhammad dan Keluarganya yang Terpilih..!!!!! (Milad Sayidah Fatimah di Banjarmasin / 1433 H)"