Hari itu saya salat Ied di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani. Letaknya di tengah kota Baghdad. Tidak sampai 15 menit naik mobil dari hotel Isthar (dahulu Hotel Sheraton), tempat saya menginap. Hotel ini terletak di samping taman yang patung Saddam Husseinnya dirobohkan itu.
Makkah-Aqsa-Baghdad (1)
Era Tawaf dengan Kendaraan ListrikIbadah memutari Kakbah tujuh kali (tawaf) dengan kendaraan listrik sudah jadi kenyataan. Tidak lagi harus berjalan kaki, digendong, atau ditandu. Inilah oleh-oleh perjalanan umrah akhir Ramadan saya tahun ini bersama istri, anak, menantu, dan cucu.
Hari itu, 14 Agustus 2012, saya berada di lantai empat Masjid Al Haram. Pada pukul delapan pagi matahari musim panas sudah terasa menyengat di lantai yang menghadap ke langit itu. Sejak subuh saya memang berada di situ. Menyelesaikan bacaan tiga juz terakhir Alquran yang 30 juz itu.
Legisan Sugimin, manajer ESQ yang menyertai umrah saya, lantas membacakan doa khataman.
Dengan perasaan lega, kami pun segera turun dengan eskalator di dekat Zamzam. Begitu banyak eskalator di dalam masjid itu sehingga kalau salah pilih bisa kesasar jauh.
Dari eskalator itulah saya melihat di pelataran kecil di lantai tiga banyak orang seperti berlatih naik kendaraan listrik. Mundur-maju-memutar. Bentuknya mirip kursi roda bermotor. Saya tertarik berhenti untuk melihatnya. Ternyata, itulah kendaraan listrik untuk tawaf bagi orang yang tidak kuat berdesakan jalan kaki mengelilingi Kakbah.
Kendaraan model baru itu rupanya laris. Saya hitung, ada tujuh orang yang sedang antre di loket. Ada yang sudah bisa langsung mengendarainya, ada yang masih harus berlatih.
Itu tentu satu kemajuan. Dulu, orang tua atau orang yang tidak mampu tawaf harus menyewa orang untuk menggendongnya atau memikulnya. Pemandangan seperti itu tidak terlihat lagi sejak lebih lima tahun lalu. Mereka dibikinkan jalur khusus seperti sosoran, menjorok dari lantai dua. Di jalur khusus itu mereka dinaikkan kursi roda yang didorong oleh keluarga atau petugas yang dibayar.
Dan sekarang kendaraan listrik menggantikannya.
Kalau tidak terkait dengan fikih (hukum acara ibadah), sebenarnya membahas itu tidak menarik. Tapi, fikih kendaraan listrik rupanya harus diterima di zaman modern ini. Termasuk penentuan lokasi memutar yang sudah agak di atas Kakbah. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu, pernah tawaf di lantai empat yang menghadap langit itu. Tentu posisinya juga sudah sangat tinggi. Dari lantai itu Kakbah terlihat agak di bawah sana. Meski terhindar dari berdesakan, tawaf di lantai empat tersebut ternyata justru sangat lama. Satu putaran ternyata hampir 1 km.
Tekanan kian banyaknya jamaah haji (dan umrah) rupanya membuat fasilitas yang ada harus selalu dilipatgandakan. Tempat lempar batu (jumrah) dibikin bersusun. Tempat lari dari Bukit Safa ke Bukit Marwa (sai) juga dibuat bersusun. Yang di lantai empat sebenarnya sudah tidak bisa merasakan jerih payah Siti Hajar saat mencarikan air bagi bayi Ismail dengan cara lari bolak-balik menaiki dua bukit itu.
Tahun depan ada lagi yang dibuat bersusun: pelataran tawaf! Kelak memutari Kakbah bisa dilakukan di lantai baru. Saya sudah melihat video perencanaannya. Hebat dan indah. Hebatnya, pelataran tawaf susun itu dibuat knock down. Bisa dibongkar pasang dengan cepat. Mungkin hanya akan dipasang waktu musim haji atau umrah akhir Ramadan.
Untuk memasangnya, hanya diperlukan waktu tiga hari. Tanpa mengganggu ibadah di sekitar Kakbah. Tenaga bongkar pasangnya tidak banyak. Sudah lebih banyak menggunakan robot.
Tanpa usaha baru seperti itu, lautan manusia yang bertawaf akan tidak tertampung. Pada musim haji atau umrah akhir Ramadan luapan manusia memang luar biasa. Pada hari ke-27 bulan puasa (dipercaya sebagai hari turunnya Lailatul Qadar, siapa beribadah di hari itu mendapat pahala sebanyak ibadah selama seribu bulan) orang Tarawih meluber ke mana-mana. Jalan-jalan raya terpakai untuk Tarawih sampai sejauh 2 km dari masjid.
Masjid yang sudah dibuat empat tingkat, yang halamannya terus diperluas, yang hotel-hotel di sekitarnya sudah menyisihkan lantainya untuk salat, masih juga belum cukup. Semua jalan menuju masjid menjadi masjid itu sendiri.
Saya lihat Masjid Al Haram kini juga sedang diperluas (lagi). Ada tambahan dua menara baru. Tapi, kalau ekonomi negara-negara seperti Indonesia, India, dan Afrika terus berkembang, semua perluasan itu tidak akan cukup juga.
Kelak tidak ada jalan lain, kecuali membatasi jumlah orang umrah seperti membatasi orang berhaji sekarang ini. Belum lagi ekonomi negara-negara seperti Uzbekistan, Kazakstan, Turki, dan Tiongkok juga kian maju. Jangan lupa, jumlah umat Islam Tiongkok lima kali lipat lebih banyak daripada umat Islam se-Malaysia. (*)
Makkah-Aqsa-Baghdad (2)
Kerinduan dengan Luka di Kaki
’’DARI Indonesia,’’ jawab saya.
’’Muslim?’’ tanya tentara Israel bersenjata itu.
’’Yes,’’ jawab saya.
Kami pun bisa dengan mudah melewati gerbang tua dengan tembok yang tebal dan kukuh itu. Gerbang yang dijaga tentara Israel bersenjata. Itulah gerbang masuk ke kawasan yang luasnya sekitar 10 lapangan sepak bola. Yang di dalamnya terdapat taman dan pepohonan.
Di tengah taman itu terdapat masjid besar berkubah kuning. Itulah Masjid Kubah Batu. Tidak jauh dari situ, terlihat satu masjid besar lagi: itulah Masjid Al Aqsa. Tembok yang mengelilingi kawasan itu terlihat tinggi, tebal, dan terkesan sangat kuno. Dari luar, tembok tersebut tidak terlihat karena tertutup perkampungan yang padat, yang sampai menempel ke tembok.
Dari arah Kota Jerusalem, untuk mencapai gerbang itu, harus jalan kaki melewati gang-gang kecil yang sambung-menyambung. Juga naik turun dan berliku-liku. Itulah perkampungan yang hampir 100 persen penduduknya merupakan warga Palestina. Tukang cukur, penjual makanan dan mainan anak-anak, serta toko kelontong terlihat di sepanjang gang itu.
Melewati gang-gang menuju gerbang Baitul Maqdis, saya teringat bagaimana masuk ke Masjid Ampel Surabaya yang harus melewati kampung Arab yang padat. Ya mirip itulah. Bagi penduduk kampung itu, tidak ada larangan apa pun untuk melewati gerbang tersebut. Mereka memiliki KTP berwarna biru.
Mereka bisa salat di Baitul Maqdis (baik di Masjid Kubah Batu maupun di Masjid Al Aqsa) kapan saja. Tapi, bagi warga di luar kampung tua tersebut, ada peraturan khusus: yang berumur kurang dari 40 tahun tidak boleh masuk. Otomatis juga dilarang salat di sana. Untuk mengontrol mereka, warna KTP-nya dibedakan: hijau.
Itu merupakan dalih Israel untuk mencegah berkumpulnya pejuang Palestina dari berbagai penjuru di Masjid Al Aqsa. Ada tujuh gerbang masuk ke kawasan Baitul Maqdis tersebut. Semua terhubung dengan gang-gang kecil perkampungan padat Palestina. Semua dijaga tentara Israel bersenjata.
Kalau saja lebih terurus, kawasan di dalam tembok tua tersebut akan sangat indah. Taman-tamannya yang luas dipisahkan jalan-jalan kecil yang terbuat dari batu. Hanya, kurang rapi dan kurang bersih. Hari itu, hari ke-28 bulan puasa, saya tiba di sana langsung dari perbatasan Israel-Jordania. Saya tidak mampir hotel dengan maksud mengejar salat Duhur berjamaah. Tapi telat.
Tapi, ada hikmahnya. Saya bisa salat Duhur bersama keluarga di Masjid Kubah Batu. Laki-laki memang hanya diizinkan memasuki Masjid Kubah Batu di antara waktu duhur dan asar. Masjid Kubah Batu itu istimewa karena ada bukit batu di tengah-tengahnya. Bukit batu tersebut dikelilingi tembok setinggi 3 meter, sehingga jamaah di sana seperti berjajar melingkarinya.
Dari atas bukit batu itulah Nabi Muhammad SAW ’’naik’’ ke Sidratul Muntaha, menghadap Allah SWT. Yakni, untuk menerima perintah kewajiban menjalankan salat lima kali sehari. Peristiwa itu terjadi pada malam tanggal 27 Rajab, yang kemudian tiap tahun diperingati sebagai Isra Mikraj.
Waktu peristiwa Isra Mikraj itu terjadi, tentu belum ada bangunan apa pun di situ. Masjid Kubah Batu tersebut baru dibangun belakangan. Di bawah bukit batu tersebut terdapat pula gua yang besarnya cukup untuk bersembunyi 10 orang. Konon, Nabi Ibrahim yang menggalinya.
Kini masjid Kubah Batu hanya untuk perempuan. Imamnya ikut imam Masjid Al Aqsa dengan pengeras suara yang dialirkan ke masjid itu. Jarak Masjid Kubah Batu dengan Masjid Al Aqsa memang hanya sekitar 300 meter. Al Aqsa lebih di bawah.
Tiga Risiko, Seusai salat Duhur di Masjid Kubah Batu, kami jalan-jalan melihat sisi luar tembok kuno yang mengelilingi kawasan tersebut. Ada satu kawasan di luar tembok yang bisa dibebaskan dari perumahan Palestina. Itulah bagian luar tembok yang kemudian dijadikan tempat ibadah orang Yahudi. Mereka antre menuju tembok itu, menangis dan meratap di situ.
Sore itu kami salat Asar di Masjid Al Aqsa. Waktu magrib kami ke masjid itu lagi. Disambung salat Isya dan Tarawih. Tarawih di sana sama dengan di Makkah, yakni 20 rakaat. Bacaan suratnya pun sangat panjang. Tapi lebih cepat. Bedanya, di setiap habis dua rakaat diselingi salawat Nabi.
Jamaah Tarawih malam itu sekitar 1.500 orang. Hanya, setiap selesai dua rakaat, ada saja yang meninggalkan masjid. Selesai rakaat ke-10, tinggal separo masjid terisi.
Di Al Aqsa, mayoritas jamaah mengenakan celana biasa (banyak bercelana jins atau celana anak muda setengah kaki). Hanya beberapa orang yang mengenakan penutup kepala. Menjelang subuh, saya ke Masjid Al Aqsa lagi. Genaplah saya salat lima waktu di Al Aqsa.
Menjelang matahari terbit, saya duduk-duduk di pelataran masjid. Demikian juga puluhan anak muda. Udaranya sejuk. Pepohonan besar terasa seperti mengeluarkan oksigen lebih banyak.
Saat duduk-duduk itulah saya tahu, ternyata cukup banyak anak muda yang ber-KTP hijau. Kok bisa masuk ke sini? ’’Loncat pagar kawat berduri,’’ ujar pemuda 27 tahun tersebut.
’’Saya melewati lubang yang saya buat di bawah pagar,’’ ujar pemuda di sebelahnya.
’’Kalau saya memanfaatkan jarak kawat yang agak renggang yang cukup untuk badan saya,’’ kata seorang pemuda yang ternyata dokter.
Mereka itu adalah pemuda-pemuda Palestina yang sangat merindukan salat di Masjid Al Aqsa. ’’Sejak adanya larangan anak muda datang ke sini, baru sekali ini saya ke Masjid Al Aqsa,’’ ungkapnya.
Al Aqsa tentu sangat istimewa. Itulah infrastruktur pertama yang pernah dibangun di muka bumi. Yakni, 40 tahun setelah pembangunan Kakbah yang pertama. Al Aqsa maupun Kakbah sama-sama sudah mengalami berkali-kali pembangunan kembali. Setelah rusak oleh gempa maupun banjir. Dua-duanya dipercaya dibangun malaikat sebelum Nabi Adam turun ke bumi.
Keistimewaan Al Aqsa itulah yang membuat para pemuda Palestina tersebut mengambil risiko yang berat untuk bisa salat malam tanggal 27 Ramadan di dalamnya. Al Aqsa adalah tempat suci mereka dan ibu kota negara mereka. Sejak Israel membangun perumahan Yahudi di tanah Palestina, perkampungan orang Palestina dipagari kawat berduri.
Itu dilakukan untuk memisahkan mereka dari kampung Yahudi. UUD Israel memang menyebutkan: orang Yahudi dari mana pun yang mau datang ke tanah Palestina disediakan rumah, mobil, dan keperluan hidupnya. Sejak itu, perkampungan Yahudi terus dibangun di tanah Palestina.
Orang-orang Palestina sendiri untuk bisa keluar dari kampungnya harus lewat pos penjagaan ketat. Atau meloncati pagar. Untuk datang ke Masjid Al Aqsa, misalnya, mereka menempuh tiga risiko. Pertama, bagaimana bisa keluar kampung dengan meloncat pagar. Kedua, bagaimana bisa berjalan kaki jauh, naik turun bukit, untuk mencapai Al Aqsa.
Bisa saja di tengah jalan mereka ditangkap. Ketiga, bagaimana dengan KTP hijau mereka bisa melewati penjagaan tentara bersenjata di gerbang masuk Baitul Maqdis. Israel menduduki tanah Palestina sejak 1947/1948. Waktu itu, kawasan tersebut menjadi jajahan Inggris.
Ketika orang Yahudi dimusuhi di mana-mana (terutama di Jerman dan Rusia), pemerintah Inggris memutuskan untuk memberikan negara kepada orang Yahudi. Pilihannya dua. Dua-duanya di wilayah jajahan Inggris: Uganda atau Palestina. Semula Inggris menentukan Uganda di Afrika.
Tapi, Yahudi menolak. Mereka memilih tanah Palestina. Yahudi percaya Jerusalem adalah tanah leluhur mereka. Sejak itulah tidak pernah ada ketenteraman di Timur Tengah.
Pemuda yang loncat pagar itu lantas menyingsingkan celananya. ’’Lihat ini,’’ katanya. Terlihat luka-luka baru masih menyisakan darah yang mulai mengering. Bekas goresan pagar kawat berduri itu terlihat memanjang sampai dekat lututnya. (*)
Makkah-Aqsa-Baghdad (3-Habis)
Perjalanan Mengenang Tragedi KarbalaHari itu saya salat Id di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani. Letaknya di tengah Kota Baghdad. Tidak sampai 15 menit naik mobil dari Hotel Isthar (dahulu Hotel Sheraton), tempat saya menginap. Hotel tersebut terletak di samping taman yang patung Saddam Hussein-nya dirobohkan itu.
Nama Syekh Abdul Qadir Jailani sangat terkenal di Indonesia. Dialah tokoh utama tarekat/tasawuf Naqsyabandiyah, khususnya aliran Qadiriyah. Sejak saya kecil, nama itu sudah saya hafal. Doa-doa yang diucapkan ayah saya selalu menyebut nama itu di bagian akhirnya.
Ke sinilah memang, ke makam Syekh Abdul Qadir Jailani ini, tujuan utama saya pergi ke Baghdad. Selama dua hari di Baghdad, tiga kali saya ke makam tokoh tasawuf tersebut. Tentu saya juga ziarah ke makam Abu Hanifah. Meski di Indonesia umumnya menganut mazhab Syafi’i, tidak ada salahnya ziarah ke makam pendiri mazhab Hanafi tersebut.
Toh, letaknya juga di dalam Kota Baghdad yang terpisah hanya sekitar 5 km. Dua makam itu sama-sama terletak di dalam masjid. Seperti makam Nabi Muhammad yang terletak di dalam Masjid Nabawi. Pengunjung tidak henti-hentinya ziarah.
Di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani, seusai salat Id, sebuah bendera hitam dengan tulisan Arab berwarna kuning emas diusung ke depan masjid. Ternyata, itulah bendera ’’kebangsaan’’ tarekat Naqsyabandiyah. Orang pun berebut menciuminya. Pimpinan masjid itu, yang juga mursyid (pimpinan) tarekat Naqsyabandiyah Qadiriyah, adalah keturunan ke-17 Syekh Abdul Qadir Jailani.
Masih muda, sekitar 35 tahun. Pagi itu, kami dijamu makan pagi khas Arab. Tentu diselingi diskusi mengenai tarekat Naqsyabandiyah. Dia juga banyak bertanya mengenai pengikut tarekat tersebut di Indonesia. ’’Saya ingin ke Indonesia menemui mereka. Waktu ke Malaysia tahun lalu, saya ingin mampir ke Indonesia, tapi ada masalah visa,’’ katanya.
’’Keluarga kami sering ke Malaysia. Ayah kami meninggal di Malaysia tahun lalu,’’ tambahnya. Orang-orang Iraq memang sangat mudah datang ke Malaysia. Tapi, masih sulit untuk mendapatkan visa ke Indonesia. Akibatnya, hubungan dagang Indonesia-Iraq tertinggal jauh dari Malaysia.
Perdagangan Indonesia-Iraq baru USD 100 juta. Sedangkan Iraq-Malaysia sudah mencapai hampir USD 1 miliar. Padahal, Malaysia belum membuka kedutaan di Iraq. Ekonomi Menggeliat Kami juga ziarah ke pusat aliran Syiah: Najaf dan Karbala.
Najaf terletak sekitar 300 km di luar Kota Baghdad. Atau 4 jam perjalanan dengan mobil. Sebenarnya banyak yang mengingatkan agar saya tidak ke sana. Apalagi dengan istri, anak-anak, dan cucu. Iraq belum sepenuhnya aman. Ledakan-ledakan bom mobil masih sering terjadi.
Sampai-sampai, mereka menyebut istri saya sebagai perempuan asing pertama yang berani berkunjung ke Iraq. ’’Mestinya istri Anda dapat sertifikat,’’ guraunya. Saya merasa beruntung ziarah ke Najaf dan Karbala. Saya bisa melihat kondisi Iraq tidak hanya di ibu kotanya.
Kalau melihat Baghdad saja, hampir-hampir putus harapan: gersang, panas, kering, dan berdebu. Tidak terlihat geliat ekonomi baru sama sekali. Tidak banyak bangunan bekas perang yang sudah direnovasi. Jalan-jalan penuh dengan barikade militer. Kendaraan harus sering berhenti melewati pos bersenjata. Melewati jalan raya pun seperti memasuki terowongan: kanan kiri jalan dipagar dengan beton-beton knockdown setinggi 3 meter.
Tapi, begitu keluar dari Baghdad, ke arah selatan menuju Najaf, kesan saya tentang Iraq berubah. Ekonomi terasa mulai menggeliat di jalur itu. Hampir sepanjang jalan saya melihat pelebaran jalan, pembangunan jalan baru, dan pembuatan flyover. Di beberapa lokasi, seperti di Provinsi Babilon (di sinilah pusat kekaisaran Babilonia kuno), terlihat pembangunan perumahan rakyat. Bentuknya apartemen empat lantai yang terdiri atas ratusan blok.
’’Sebetulnya rakyat kurang senang apartemen. Tapi, zaman modern harus diikuti,’’ ujar teman saya yang orang Iraq. ’’Kami sebenarnya senang dengan rumah biasa berlantai dua. Pada musim tertentu, kami terbiasa tidur di atas atap. Bisa terasa seperti tidur di padang pasir,’’ tambahnya.
Kami tidak berhenti di Babilon meski di situ ada makam Nabi Ayub. Kami langsung ke Najaf: ke makam Sayidina Ali bin Abi Thalib. Dialah sahabat utama Nabi Muhammad SAW yang menjadi khalifah ke-4 pada zaman Khulafaur-rasyidin. Luar biasa banyaknya pengunjung makam Sayyidina Ali yang juga menantu Nabi Muhammad itu.
Banyak sekali peziarah yang sangat emosional: meratap, mengusap, dan menciumi pintu makam yang letaknya di dalam Masjid Imam Ali tersebut. Setelah ziarah, kami salat dua rakaat di dekat makam itu. Tentu kami segera diketahui bukan orang Syiah lantaran kami salat tidak menggunakan thurob.
Thurob adalah tanah kering yang berbentuk bundar seperti kue mari. Thurob harus diletakkan di lantai, tepat di lokasi kening kita saat bersujud. Semua orang Syiah mengantongi thurob di sakunya. Ke mana pun mereka pergi dan di mana pun mereka salat, sujudnya harus di thurob itu.
Waktu pejabat tinggi Iran datang ke Jakarta beberapa bulan lalu dan saya bertugas menjemputnya di bandara, saya juga melihat itu. Waktu itu, sang pejabat minta salat di bandara. Saya jadi makmumnya. Saya lihat beliau merogoh saku dan meletakkan thurob di tempat sujud.
Waktu saya ke Iran tahun lalu, saya juga membeli thurob di sana. Namun, ke Najaf kali ini, saya membeli thurob lagi karena yang dari Iran dulu diminta orang. Masjid Imam Ali indahnya luar biasa. Interiornya gemerlapan karena campuran kristal dan potongan-potongan cermin yang dibentuk dengan indahnya.
Dulunya masjid ini sangat kecil. Tidak lama setelah Saddam Hussein terguling, diperluas menjadi dua kali lipatnya. Yang juga menarik, begitu banyak keranda yang dibawa masuk ke dalam masjid tersebut. Hanya untuk dilewatkan dekat makam Imam Ali. Hampir tiap 10 menit ada keranda yang lewat di makam itu. Tentu, maksudnya agar mendapat syafaat Imam Ali.
Begitu banyak yang meninggal? Ternyata, mayat itu tidak hanya dari Najaf. Mayat tersebut datang dari seantero negeri. Seluruh orang Syiah, di mana pun meninggal, mayatnya dibawa ke makam yang letaknya di sebelah Masjid Imam Ali. Tentu makam itu sangat-sangat luasnya.
Garis tengahnya 7 km! Pasti, itulah makam terbesar di dunia! ’’Ayah saya meninggal di Baghdad. Juga dimakamkan di sini,’’ ujar teman saya tersebut. Dengan dimakamkan di situ, tidak saja bisa bersebelahan dengan makam Imam Ali (yang dipercaya juga sekaligus makamnya Nabi Adam dan Nabi Nuh), namun juga membuat kunjungan lebih praktis.
Ziarah ke makam Imam Ali sekalian ke keluarga masing-masing. Bagi warga Syiah, sekali datang ke Najaf juga harus ke Karbala. Dua kota tersebut berjarak 70 km. Itu mirip dengan orang yang ke Makkah sebaiknya juga ke Madinah. Bedanya, perjalanan ziarah Najaf–Karbala ini sangat demonstratif, atraktif, dan emosional.
Di Karbala itulah anak Imam Ali, Sayidina Hussein, dimakamkan. Setiap bulan Asyura, jutaan orang Syiah melakukan perjalanan suci dari Najaf ke Karbala. Mereka jalan kaki sambil merintih, menangis, dan memukul-mukul dada. Mereka mengenang penderitaan Sayidina Hussein dan solider atas penderitaan itu.
Menyusuri jalan dua arah yang sangat mulus itu, saya membayangkan betapa padatnya sepanjang jalan tersebut saat bulan Asyura. ’’Kami biasanya menempuh jarak Najaf–Karbala tiga hari,’’ kata teman saya itu. ’’Anda lihat, di sepanjang jalan ini banyak dibangun toilet umum dan rumah singgah. Kami bisa bermalam di sepanjang jalan ini,’’ tambahnya.
Kisah penderitaan Hussein di Karbala tentu tidak bisa hilang dari ingatan saya. Pelajaran tarikh (sejarah) Islam sewaktu di madrasah tsanawiyah, khususnya bab Karbala, sangat hidup di benak saya. Apalagi guru tarikh saya sangat pandai bercerita.
Bagaimana Hussein dan rombongannya dikhianati, disiksa, dan akhirnya dibunuh dengan kejamnya diceritakan seperti dalang menceritakan babak perang Baratayuda. Bagaimana kepala Sayidina Hussein yang setelah dipenggal kemudian ditendang-tendang ke sana kemari menimbulkan imajinasi seperti permainan sepak bola dan kepala Hussein sebagai bolanya.
Ketika dewasa, saya menemukan dua buku yang bercerita sangat baik mengenai tragedi berdarah dalam sejarah Islam tersebut. O Hassem menulis dengan judul Karbala yang penuturannya penuh dengan gaya jurnalistik.
Rupanya, ketika Hussein dan rombongan meninggalkan Makkah berjalan kaki berminggu-minggu menuju Khurasan (sekarang berada di wilayah Iran), ada seorang pencatat yang mengikutinya. Pencatat itu, meskipun menguntit dalam jarak yang tidak dekat, masih bisa melihat dengan jelas tragedi apa saja yang menimpa Hussein dan rombongan sepanjang perjalanan tersebut.
Catatan ’’jurnalistik’’ itulah yang jadi sumber penulisan O Hassem. Baru belakangan saya tahu bahwa O Hassem yang meninggal di Jakarta pada 1990-an tersebut adalah seorang penganut Syiah di Indonesia.
Begitu detail catatan itu sampai-sampai ketika di suatu tempat Hussein harus lari dari cegatan musuhnya, digambarkan bagaimana salah satu sandal Hussein tertinggal. Buku satunya lagi adalah sebuah novel berjudul Jalan Menuju Khurasan. Saya lupa siapa penulisnya.
Tapi, rupanya, itu novel terjemahan. Sejak Saddam Hussein yang Sunni tergusur oleh tentara Amerika Serikat, pemerintahan Iraq memang dikuasai golongan Syiah. Maka, kawasan padat Syiah seperti Najaf dan Karbala bangkit luar biasa.
Sore itu saya kembali ke Baghdad. Puluhan barikade pemeriksaan bersenjata kembali harus kami lewati. Sore itu hari terakhir bulan puasa. Kami ingin berbuka puasa di Baghdad, di sebuah restoran terbuka di pinggir Sungai Tigris yang legendaris. Buka puasa terenak tahun ini. (*)
sumber:http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/Utama/33999,http://news.detik.com/read/2012/08/24/094135/1997739/10/dahlan-iskan-perjalanan-mengenang-tragedi-karbala,http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=145213
Syria di persimpangan jalan
23 Feb 2012 |
Syria menghadapi arus perubahan musim bunga politik yang sedang berlaku di dunia Arab secara khusus. Tidak boleh dinafikan sedikitpun, kebangkitan yang menggolakkan arus perubahan itu disebabkan oleh tempoh pemerintahan yang lama tanpa kebebasan rakyat, kerana pemerintahan bersifat diktator bertopeng demokrasi, yang menekan rakyat dengan lesen yang diberi oleh kuasa-kuasa besar dunia diatas nama rakan strategik bagi keselamatan Israel yang dilindungi dengan cara paling istemewa, akhirnya tidak mampu membatalkan musim yang bertiup.
Syria mempunyai kedudukkan yang agak berbeza dengan negara arab yang lain, kerana tidak mengiktiraf Israel dan tidak mengadakan hubungan diplomatik dengannya. Syria juga menjadi pintu keluar bagi negara Iran yang dikepung, dalam masa yang sama mengizinkan buminya menjadi pangkalan bagi gerakan Islam Hamas dan Jihad Islami, serta pangkalan bantuan bagi Hizbullah yang berada di Selatan Lubnan. Hamas dan Jihad Islami bermazhab Sunni, tidak sama dengan Bashar Assad yang menganut mazhab Alawi. Begitu juga Republik Islam Iran dan Hizbullah yang bermazhab Syiah Imamiyyah yang bertentangan juga dengan mazhab yang dianut oleh Bashar dan keluarganya. Diambil kira juga parti Baath yang menganut ideologi sosialis yang keras sehingga hampir sama dengan negara komunis dan juga berfahaman nasionalis fanatik yang keras terhadap Israel. Menunjukkan bahawa masing-masing lebih menjadikan rakan strategik bagi menghadapi musuh yang sama iaitu Israel.
Dalam masa yang sama, negara kuasa besar khususnya Amerika yang menjadi rakan strategik Israel akan melindungi negara haram tersebut daripada sebarang gerakan yang dianggap ancaman kepada keselamatan Israel khususnya dalam berdepan dengan Islam. Kumpulan Hamas, Jihad dan Hizbullah adalah ancaman paling bahaya terhadap Israel dengan bantuan Iran secara terbuka juga diumumkan oleh pemimpin utamanya Imam Ali Khamanaei dalam khutbah jumaatnya yang terakhir, diikuti oleh lawatan rasmi ke Iran oleh Ismail Haniyyah, Perdana Menteri Palestin yang tidak diiktiraf oleh Barat dan sekutunya walaupun dipilih secara pilihanraya yang dipantau oleh pertubuhan antarabangsa. Maka kesemuanya adalah ancaman besar terhadap negara Zionis itu.
Sebelum daripada perkembangan ini, tercetus perang di Selatan Lubnan dan selepasnya serangan terhadap Ghazzah. Kedua peristiwa percubaan Israel ini yang menyerang bagi menghapuskan ancaman terhadap negara haram itu menemui kegagalan yang memalukan. Percubaannya gagal walaupun dengan bantuan negara-negara rakan Israel dan sokongan terbuka dan tersembunyi oleh negara-negara Arab yang bersahabat dengan Israel. Kesemua negara Arab dan negara Islam itu menerima konsep Road Map tajaan kuasa besar yang bertanggungjawab menubuhkan Israel.
Ia juga ekoran dicetuskan isu ancaman teknologi nuklear Iran, walaupun di atas tujuan perbekalan tenaga, bukannya persenjataan kerana diharamkan oleh agama Islam seperti dinyatakan oleh para pemimpinnya. Sebaliknya Israel pula telah memiliki senjata nuklear sejak tahun enam puluhan lagi, dengan tidak menandatangani apa-apa perjanjian antarabangsa yang mencegahnya daripada melakukan sesuatu yang mengancam keamanan dan keselamatan dunia. Sebarang tindakannya yang dikira menceroboh dan mengganas dengan nyata diselamatkan dengan kuasa veto oleh kuasa besar pelindungnya jika ada sebarang keputusan yang tidak berpihak kepadanya. Inilah dia undang-undang rimba yang diamalkan di peringkat antarabangsa iaitu siapa yang kuat dia selamat.
PAS bersama dengan parti Islam di seluruh dunia mengutuk segala kekejaman yang berlaku di Syria terhadap rakyatnya. PAS dan gerakan Islam bersetuju supaya kerajaan Syria menghentikan kekejaman terhadap rakyat. Kami juga bersetuju supaya Syria didesak dan dipaksa membuat perubahan kepada demokrasi yang sebenar. Namun kami tidak bersetuju jika perubahan yang berlaku kerana hendak menyelamatkan negara haram Israel dan masuk ke dalam agenda Israel dan sekutunya. Tujuannya bukan menyelamatkan Syria tetapi lebih daripada itu untuk menekan, melemah dan menghapuskan Hamas, Jihad Islami (daripada Sunni) dan Hizbullah serta Iran (daripada Syiah).
Pihak yang melawan kerajaan Syria pula melibatkan kumpulan Islam dan bukan Islam. Mereka dibekal dengan bermacam bantuan termasuk senjata dan ada yang diberi di atas nama Islam dengan agenda menegakkan kerajaan baru yang menyelamatkan Israel melalui gabungan kerjasama kumpulan Islam yang tidak kuat dengan kumpulan sekular yang berpangkalan di negara Barat yang lebih diperkuatkan supaya menguasai gerakan perubahan.
Media Israel melaporkan kenyataan pemimpin kerajaan dan tentera Israel bahawa mereka mahukan perubahan yang bukan berteraskan Islam yang lebih menyelamatkan Israel. Jika tidak maka Bashar Assad perlu diteruskan berkuasa pada tempatnya. Ini kerana perubahan yang memberi kemenangan kepada kumpulan Islam seperti di Mesir, Tunisia dan Libya lebih menjadi ancaman kepada keselamatan Israel.
Usaha mereka bukan sahaja menyekat ancaman terhadap Israel daripada utara dan selatannya, tetapi juga dilakukan bagi menghapuskan kekuatan Iran dan kemajuan teknologinya. Beberapa bulan yang lalu media Barat mendedahkan perselisihan pendapat di kalangan Zionis Yahudi berhubung keperluan melancarkan serangan ke atas Iran seperti yang pernah dilakukan ke atas janakuasa tenaga nuklear Iraq di tahun 70-an di masa Saddam Husain. Usaha juga dilakukan dengan menggunakan Iraq di zaman Saddam bagi menyerang Iran yang baru berjaya dalam Revolusi Islam menjatuhkan regim Shah yang pro Barat. Ada di kalangan mereka yang bersetuju supaya Iran diserang habis-habisan. Mereka ialah kalangan pelampau Zionis yang berada dalam negara haram Israel. Ada juga yang tidak bersetuju Iran diserang. Mereka ialah kumpulan Zionis yang berada di Amerika dan Eropah. Mereka bimbang tindakan itu akan menyuburkan gerakan anti Zeonis dikalangan masyarakat barat apabila berlakunya krisis sampingan selepas serangan itu.
Bagi melaksanakan agenda yang nyata dan tersembunyi ini, maka sudah tentu Amerika dan sekutunya menjadi penyumbang besar bagi menjayakan cita-cita keselamatan negara haram Israel. Kepada mereka yang dapat membaca medan politik secara sepak terajangnya, bukan secara akademik sahaja, perlu difahami bahawa politik perlu dibaca dengan dua aspek iaitu akademik yang bersurat dan sepak terajang yang tersirat. Betapa agenda melagakan umat Islam yang pernah menjatuhkan kerajaan Othmaniyah di awal abad yang lalu sedang diulangi senarionya.
Pertama, umat Islam dilagakan dengan semangat kebangsaan masing-masing sehingga membantu musuh bagi menjatuhkan kerajaan Othmaniyyah di abad yang lalu tanpa menafikan adanya kezaliman dan kesilapan kerajaan Othmaniyyah terhadap wilayahnya. Semangat nasionalisme digunakan bagi menimbulkan kebencian Arab terhadap bangsa Turki yang menguasai kerajaan Islam dimasa itu. Di atas semangat kebangsaan dengan bantuan yang melibatkan manusia seperti Lorans dan rakan-rakannya Arab dibantu untuk menentang Turki Otmaniyyah. Akhirnya Kerajaan Othmaniyyah dijatuhkan dan diberi tempat kepada Kamal Ataturk mendirikan kerajaan sekular menggantikan kerajaan Islam di atas nama memajukan Turki tetapi berakhir dengan bangsat.
Di kalangan bangsa Arab pula diupah dengan bahagian masing-masing mengikut road map Sykes Picot dengan membahagikan di kalangan negara Barat untuk menjaganya dengan upah mengangkut hasil bumi yang kaya. Manakala Arab pula dibayar dengan wang yang banyak supaya kaya-raya tanpa teknologi yang dapat menguatkannya sehingga dapat berdikari dan meninggalkan sifat Islamnya supaya tidak berakhlak, tetapi terus berlindung dengan negara-negara Barat tersebut. Negara-negara Arab yang mendapat bahagian ini masih lagi menjadikan hari mendapat bahagian tersebut sebagai hari kebangsaan masing-masing yang disambut dengan meriahnya secara tahunan.
Yang kedua, melagakan umat dengan mazhab yang ramai pengikut. Pengikut Mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan majoriti umat Islam dan menjadi mazhab kerajaan Othmaniyyah yang bermazhab Hanafi, dilagakan dengan mazhab Syiah Imamiyyah yang ramai penganutnya di Iran, Iraq dan Selatan Lubnan dan menjadi mazhab Shah Iran di masa itu. Mazhab Zaidiyyah yang sebahagian besar pengikutnya di Yaman dan juga menjadi mazhab raja yang bergelar Imam yang memerintah Yaman. Ada pun Oman pula bermazhab Khawarij Ibadiyyah. Syah Iran dan Imam Yaman berperang dengan kerajaan Othmaniyyah. Oman pula menjadi pengkalan kuasa barat.
Malangnya dalam pergolakan yang berlaku di Syria dan perang yang masih dingin di antara Iran dan negara Barat dan sekutunya, isu nasionalisme dan mazhab dihidupkan semula. Dihidupkan semula galakan semangat nasionalisme di kalangan umat Islam sehingga meletakkan ajaran Islam yang boleh menyatukan umat dan akhlaknya yang mulia dilupakan. Masalah khilafiyyah di kalangan mazhab Islam yang satu dihidupkan semula. Sepatutnya menjadi perbincangan di kalangan para ulama yang mendalami ilmunya sahaja, tetapi dihidupkan bukan sahaja diantara Sunni dan Syiah bahkan di antara Sunni dan Sunni. Ia disebarkan saperti salafi (wahabi) dan Asya’irah dan Maturidiyyah di kalangan Ahli Sunnah. Masalah cabang ajaran agama yang berbeza dikalangan empat mazhab dan lain-lain dikalangan ahli sunnah dihidupkan kalangan masyarakat awam yang cetek pengatahuan agamanya. Syiah Imam Khomeini dan Khaminaei yang membuat perubahan politik daripada syiah tradisi di kalangan Syiah, diantara syiah Arab dan syiah Parsi di Iraq. Di samping menyebarkan mazhab-mazhab ini di kalangan umat Islam yang masih jahil agama, bukannya menyebarkan dan menambahkan penyebaran Islam di kalangan bukan Islam. Semua ini adalah agenda laga dan perintah atau penjajahan semula yang sepatutnya difahami oleh umat Islam.
Dalam kemelut yang begitu celaru, umat Islam perlu kembali ke pangkal jalan, mengenali kawan dan lawan serta mengambil iktibar daripada kesalahan yang lalu. Para ulama dan pemimpin di zaman keemasan umat Islam bersatu dalam perkara rukun dan berbeza pendapat dalam masalah cabang sehingga tidak memisahkan hubungan persaudaraan agama dan kemanusiaan berbagai agama dan kaum dalam negara Islam yang luas dan besar. Pandangan semua ulama dicatit menjadi kajian, termasuk pendapat paling lemah kerana keadaan situasi dan realiti yang boleh berubah. Kesilapan dalam perkara rukun diperbetulkan dengan kebijaksanaan. Maka paling menariknya berlaku perkembangan Islam secara damai lebih pesat daripada ketika berperang.
Allah mengajar penganut Islam di zaman Rasulullah S.A.W. supaya umat Islam bersatu di atas dasar dan konsep Islam serta menggunakan pendekatan damai dan strategik dengan masyarakat bukan Islam. Walaupun Rasulullah S.A.W. sudah wafat dan para sahabat generasi awal Islam berbeza pendapat siapakah pengganti Rasulullah S.A.W. selepas wafatnya sehingga melahirkan mazhab Sunni, Syiah dan Khawarij. Namun mereka bersatu bersama para Khulafa Rasyidin R.A. dalam menghadapi cabaran dan menyebarkan Islam sehingga berjaya selama beberapa abad. Mereka yang jahil dan melampau disingkirkan daripada masyarakat umat yang besar. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berguru dan bersatu dengan Imam Jaafar al-Sodiq pelopor Syiah Imamiyyah yang beribukan salah seorang daripada zuriyat Abu Bakar Al Siddiq R.A. Semua para ulama yang berwibawa itu menentang kezaliman di zaman Umawiyyah dan Abbasiyyah dan mendokong sesiapa yang adil, seterusnya dakwah dan jihad diteruskan. Adapun pertelingkahan yang tajam selepasnya, berlaku di kalangan para jahil daripada semua pihak.
Langkah penubuhan Majma’ Fiqh di bawah OIC yang melibatkan para ulama daripada semua mazhab itu adalah sangat positif bagi umat Islam. Begitu juga kenyataan dan fatwa pemimpin utama Iran Imam Ali Khaminaei supaya para pengikutnya berhenti daripada mencaci dan menghina para Ummahatul Mukminin (para isteri Rasulullah S.A.W.) yang bertaraf ibu kepada seluruh orang-orang yang beriman dengan perintah Al Quran secara nas dan berhenti menghina para sahabat R.A. malah para ulama besarnya memaklumkan bahawa lebih daripada sembilan ribu hadith yang ada dalam kitab al-Kulaini yang menimbulkan masalah hendaklah ditolak.
Adapun langkah membiarkan kuasa asing yang dijemput menyelesaikan masalah hanya mengulangi sejarah lama yang wajib dilipat dan dikebumikan. Kalau mahu menghidupkan semula dalam pergolakan di Syria terkini akan terlaksana sejarah lama yang mengundang singa dan buaya. Natijahnya kalau selamat daripada mulut harimau akan masuk ke dalam mulut buaya.
Datuk Seri Tuan Guru Abdul Hadi Awang
Presiden PAS
Inilah Isu-isu Penting yang akan Dibahas dalam KTT GNB Ke-16
Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (GNB) Ke-16 akan dimulai pada Ahad (26/8) di Tehran, ibukota Iran, dan dihadiri lebih dari seratus negara dunia.
Pertemuan teknis akan digelar selama dua hari dan dihadiri oleh para wakil kementerian luar negeri negara-negara anggota GNB. Tanggal 28-29 Agustus diselenggarakan pula pertemuan teknis para menteri luar negeri dari negara-negara anggota organisasi tersebut.
Tanggal 30 Agustus, para pemimpin GNB menggelar rapat bersama dan akan menjadi pertemuan paling sensitif dan bersejarah di arena internasional yang berdampak pada pengaturan transformasi dunia dan sekaligus peningkatan pengaruh gerakan itu.
KTT GNB di Tehran akan membahas berbagai masalah penting di antaranya, perlunya perubahan dan perbaikan dalam struktur organisasi internasional itu, perhatian terhadap perdamaian dan keamanan dunia, perlindungan terhadap hak kedaulatan dan teritorial semua negara, tidak adanya intervensi asing terhadap urusan dalam negeri negara lain, isu-isu regional dan internasional, masalah sosial, budaya, lingkungan hidup dan ekonomi negara-negara anggota GNB.
Salah satu keistimewaan KTT GNB di Tehran adalah pembahasan ekonomi dan perluasan kerjasama di berbagai sektor di bidang tersebut. GNB dari sisi banyaknya anggota terbentuk dari dua pertiga negara-negara dunia, namun saham mereka dari PDB dunia hanya 20 persen.
Mayoritas anggota GNB adalah negara-negara berkembang di mana pada tahun-tahun terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan, termasuk pertumbuhan ekonomi dan industri Iran, India, Indonesia dan Afrika Selatan. Kondisi itu telah meningkatkan bobot gerakan tersebut dalam kancah ekonomi global.
Sumber-sumber energi negara-negara GNB cukup signifikan di mana setiap harinya mampu mengekspor 35 juta barel minyak ke berbagai negara. Jumlah tersebut adalah 57 persen dari ekspor minyak dunia perhari.
Menurut Sekjen KTT GNB Ke-16, Iran telah menyiapkan draf ekonomi setebal 300 halaman untuk dibahas dalam KTT tersebut. Draf itu disusun mengingat pentingnya pembahasan ekonomi dalam event besar ini. Mohammad Mehdi Akhunzadeh mengatakan, dalam draf tersebut Tehran mengusulkan beberapa masalah seperti perlawanan terhadap sanksi-sanksi sepihak dan berbagai langkah di luar hukum oleh sejumlah negara serta perlunya pengesahan konvensi untuk menghapus senjata nuklir.
Selain itu, mengingat transformasi penting di tingkat regional dan global, maka pembahasan politik sebagai dasar yang diagendakan dalam KTT Tehran. Saat ini, transformasi di Timur Tengah khususnya krisis Suriah telah mempengaruhi hubungan politik di kawasan dan dunia.
Republik Islam Iran dalam KTT GNB ini akan berkonsultasi mengenai usulannya untuk menyelesaikan krisis Suriah dengan negara-negara anggota GNB lainnya. Menurut Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi, landasan usulan Tehran didasarkan pada langkah-langkah rasional dan berprinsip di mana krisis Suriah akan berakhir dan oposisi dan pemerintah Damaskus mencapai kesepakatan. Baru-baru ini, Salehi juga membahas krisis Suriah dengan Menlu Mesir Muhammed Kamel Amrmengingat Kairo memiliki perhatian terhadap krisis di negara Arab itu.
Sekjen KTT GNB Ke-16 mengatakan, dalam draf yang diusulkan Iran tersebut dimasukkan pula tentang pengecaman atas langkah-langkah sepihak Amerika Serikat terhadap Suriah dan pelarangan intervensi terhadap urusan negara-negara lain.
Dalam KTT GNB ini, Iran akan menerima ketua bergilir selama tiga tahun ke depan dalam gerakan tersebut. Tampaknya GNB ke depan akan menjadi lebih berperan dibandingkan sebelumnya. Hal itu mengingat pengalaman dan prestasi Iran yang aktif dalam organisasi-organisasi internasional serta aktifnya diplomasi Tehran dalam transformasi regional dan global. (IRIB Indonesia/RA)
Catatan by team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com- Indonesia lewat mantan Presiden Pertama kita Bung Karno (Soekarno) adalah PENGGAGAS terbentuknya Gerakan Non Blok di dunia, namun sangat disayangkan, Presiden kita SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) TIDAK HADIR, kenapa ya ??? TAKUT dengan AMerika atau karena Republik Islam Iran (menyebut Amerika adalah Setan Besar bersama Zionis Israel cs) yang sebagai "TUAN RUMAH" pertemuan GNB selalu memperjuangkan nasib palestina (Fatah & Hamas) yang sunni atau lebanon yang notabene kristen dan sebagian kecil syi'ah (Hizbullah) atau ada Intervensi lainnya...oh negeri kami Indonesia..oh Tuhan kami berikanlah kami pemimpin yang TEGAS dan selalu menjadi PELAYAN MASYARAKAT...amin ya rabbal 'allamin.Catatan by team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com.26Agustus2012/8syaawal1433H
Faktor-Faktor yang Menenangkan Hati Manusia
الَّذینَ آمَنُوا وَ تَطمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِکرِ اللَّهِ أَلا بِذِکرِ اللَّهِ تَطمَئِنُّ القُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (surat al-Ra'ad ayat 28)
Ketenangan dan kenyamanan jiwa adalah sesuatu yang dikejar oleh semua manusia tanpa terkecuali. Banyak faktor yang membuat manusia tenang dan yang paling penting adalah pengetahuan dan ilmu.
Disebutkan dalam al-Quran bahwa orang yang mengetahui sekecil apapun amal baiknya akan tercatat
«مثقال ذرّة خیراً یره» (1)
Maka dia akan dengan senang hati berusaha beramal. Orang yang mengetahui bahwa dia telah diciptakan Allah Swt karena rahmat-Nya, maka dia akan hidup dengan penuh harapan
«الّا من رحم ربّک و لذلک خلقهم»(2)
Orang yang mengetahui bahwa Allah Swt siap menanti orang-orang zalim, maka dia akan merasa tenang.
«انّ ربّک لبالمرصاد» (3)
Orang yang mengetahui bahwa Allah Swt Maha Bijaksana dan Mengetahui, dan bahwa Dia tidak menciptakan apapun sia-sia maka dia akan menjalani hidup dengan optimisme.
Orang yang mengetahui bahwa perjalanannya pasti dan masa depannya cerah, maka hatinya akan merasa sangat tenang.
«والاخرة خیر و ابقی»(4)
Orang yang mengetahui bahwa Imam dan pemimpinnya adalah manusia yang sempurna, dan ditunjuk oleh Allah Swt dan mereka adlaah maksum yang terhindar dari segala bentuk ketergelinciran dan dosa, maka hatinya akan tenang.
«انّی جاعلک للناس اماما» (5)
(IRIB Indonesia/MZ)
0 comments to "Cerita Dahlan Iskandar : Makkah-Aqsa-Baghdad, dari Era Tawaf dengan Kendaraan Listrik , Kerinduan dengan Luka di Kaki hingga Perjalanan Mengenang Tragedi Karbala"