Orang Tua Nabi SAW dan Abu Tholib Bukan Kafir Atau Musyrik
Oleh :M Junaidi Sahal Busyri
Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir yang memiliki kemuliaan dan derajat yang tinggi,baik di langit maupun di bumi. Kemuliaannya diakui oleh Alloh SWT dengan pernyataanNya,Innaka la ‘ala khuluqin ‘adhim, sesungguhnya Engkau (ya,Muhammad) berada diatas akhlak yang agung (QS.Al Qolam 4).Jika yang kecil menyifati sesuatu dengan ‘agung’,yang dewasa belum tentu menganggapnya agung.Tetapi jika Yang Maha Besar Alloh yang menyifati sesuatu dengan kata agung,maka tidak dapat terbayangkan betapa besar keagungannya.Dan sudah tentu,makhluk yang agung tidak keluar kecuali dari rahim yang agung pula !
Nabi Muhammad SAW adalah penghuni bumi yang paling baik nasabnya secara mutlak. Nasab beliau dari segi kemuliaan berada di puncaknya. Musuh-musuh beliau memberi pengakuan untuknya atas hal tersebut. Diantara musuh beliau yang memberikan pengakuan akan indahnya nasab beliau adalah Abu Sufyan(sebelum masuk islam), yang dikala itu berhadapan denga penguasa Romawi. Kaum yang paling mulia adalah kaumnya,kabilah yang paling mulia adalah kabilahnya dan marga yang paling mulia adalah marganya (Ibnu Qoyyim al Jauziyah,Zaadul Ma’ad,I/32)
Dan Rasulullah pernah bersabda,”Aku selalu berpindah-pindah dari tulang sulbi orang-orang yang suci kedalam rahim-rahim wanita yang suci pula”(Dinukil oleh Al Hamid Al Husaini,dalam bukunya Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyyah,hal.600-601).Itu artinya Nabi saw adalah manusia tersuci yang telah disiapkan kelahirannya dengan membuatnya keluar dari rahim yang suci pula,yaitu Aminah ra.
Dinukil oleh Ibnul Jauzi,dalam kitab Al Wafa’ (terjemahan),hal.74 :Abdurrahman bin ‘Auf berkata,”Ketika Rasulullah saw dilahirkan,ada jin yang berbicara di bukit Abu Qubais di daerah ‘Ujun- yang pada mulanya tempat itu adalah sebuah kuburan dan orang-orang Quraisy merusakkan pakaian mereka di daerah itu-.Jin itu berkata dengan syair berikut :
“Aku bersumpah tidak seorang pun dari golongan manusia yang telah melahirkan Muhammad selain ia (Aminah).
Seorang wanita dari suku Zuhrah yang memiliki sifat-sifat terpuji dan selamat dari kecelaan para suku-suku, bahkan mereka memujinya.
Wanita itu telah melahirkan manusia terbaik yaitu Ahmad.
Orang yang terbaik itu dimuliakan
Serta orangtuanya pun dimuliakan juga”…
Bahkan Nabi SAW pernah menjelaskan bahwa nasabnya adalah suci (ayah-ayahnya adalah keturunan manusia yang suci),”Saya Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthollib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizaar. Tidaklah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali saya berada diantara yang terbaik dari keduanya. Maka saya lahir dari ayah – ibuku dan tidaklah saya terkena ajaran jahiliyyah dan saya terlahir dari pernikahan (yang sah).Tidaklah saya dilahirkan dari orang yang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku. Maka saya adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian dan sebaik-baik nasab (dari pihak) ayah” (Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra.) Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya juz 2,hal.404 dan juga oleh Imam Ath Thobari dalam tafsirnya juz 11, hal. 76.
Juga sabda Nabi SAW,”Saya adalah Nabi yang tidak berdusta, Saya adalah putra Abdul Mutholib.”(HR.Bukhori no.2709,2719,2772,Shahih Muslim no.1776)
Lihatlah dari hadis-hadis diatas,nampak jelas sekali bahwa tidak mungkin orang tua Nabi adalah orang-orang kafir atau musyrik. Sedangkan Nabi SAW telah membanggakan kedua orang tuanya sebagai nasab yang terbaik.Bagaimana mungkin ada manusia yang tega mengatakan orang tua,bapak atau ibu Nabi saw lagi disiksa di neraka?Sungguh itu sama halnya menyakiti hati Nabi saw.
Demikian juga ucapan Nabi SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di peperangan Uhud ketika beliau SAW melihat seorang kafir membakar seorang muslim,maka Rasulullah SAW bersabda kepada Sa’ad,”Panahlah dia,jaminan keselamatanmu adalah Ayah dan ibuku!’, maka Sa’ad berkata dengan gembira,’Rasulullah SAW mengumpulkan aku dengan nama ayah dan ibunya!’ “(HR Bukhori,Bab. Manaqib Zubair bin Awam no.3442,hadis no.3446, Bab.Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqosh Al-Zuhri.)
Bagaimana mungkin Sa’ad berbahagia disatukan dengan orang tua Rasulullah,jika keduanya orang-orang musyrik??
Maka apa kata dunia? Jika nabinya ummat Islam lahir dari rahim perempuan musyrik? Padahal Isa as. Lahir dari rahim perempuan yang suci!!.Apa kata dunia jika Nabinya ummat islam lahir dari rahim perempuan kafir?Padahal banyak perempuan yang beriman melahirkan anak-anak yang tidak memiliki keistimewaan,sedangkan Rasul keistimewaannya diakui di dunia langit maupun bumi lahir dari perempuan musrik?. Sungguh tidak logis!!
Sungguh harus dipertimbangkan pendapat tentang kemusyrikan orang tua Nabi !
Ahlul Fatrah
Adalah suatu masa dimana terjadi kekosongan nubuwwah dan risalah. Seperti orang-orang jahiliyyah yang belum datang kepada mereka risalah kenabian,maka mereka masuk kategori ahlu fatrah,yang mereka termasuk ahli surga juga. (Prof.DR.Wahbah Zuhaili,tafsir Al Munir,juz 8, hal.42)
Hal itu berdasarkan firman Alloh QS. Al Isro’ 15 yang artinya,”Kami tidaklah mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus (kepada mereka) seorang rasul”
Dari ayat itu, maka orang-orang yang hidup sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, mereka adalahAhlu fatrah yang tidak diadzab atas perbuatannya. Karena sebagai bentuk keadilan Alloh adalah mengadzab suatu kaum setelah jelas risalah datang kepada mereka namun tidak diindahkannya.
Dan dari ayat itu pula,dapat dipahami bahwa keluarga nabi saw sebelum dirinya diangkat menjadi Nabi dan Rasul,adalah termasuk ahlu fatrah.Dan karena itu mereka tidak diadzab dan tidak digolongkan kepada orang-orang musrik atau kafir.
Bagaimana dengan riwayat bahwa Nabi saw menangis dipusara ibunya?. Dan hadis tersebut dikaitkan sebagai asbabun nuzul ayat 113 dari QS .At Taubah; “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun[kepada Alloh] bagi orang-orang musyrik,walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya),sesudah jelas bagi mereka,bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”.??
Beberapa ulama’ (salah satunya Ibn Katsir,Mukhtashor li Ali as Shobuni,juz 2,hal.173),menyebutkan sebuah riwayat,bahwa rasulullah saw. Suatu ketika berziarah ke kuburan dan menangis tersedu-sedu.Sayidina Umar bertanya tentang sebab tangis beliau.Beliau menjawab,”Aku menangis di kubur ibuku,Aminah. Aku memohon kepada Alloh kiranya beliau diampuni,tetapi alloh tidak memperkenankan dan turun kepadaku firmanNya (At Taubah 113-114). Aku sedih dan kasihan kepada ibuku, dan itulah yang menjadikan aku menangis”(HR.Ibn Hibbah,Abi Alatim dan Al Hakim melalui Ibn Mas’ud). Riwayat ini dinilai dhoif oleh pakar hadis Adz Dzahabi,karena dalam renteten perawinya terdapat nama Ayyub yang berstatus lemah (Prof.DR.Quraish Shihab,Al Misbah ,jilid 5,hal.735).Dan pakar tafsir lainnya seperti DR.Wahbah Zuhaily mengomentari ulama yang menyatakan hadis tersebut sebagai sebab turunnya ayat 113,QS at Taubah,dengan komentar bahwa itu jauh dari fakta sebab orang tua Rasul hidup di masa fatrah,sehingga tidak tepat hadis tentang tangisan nabi saw dipusara ibunya sebagai sebab turunnya ayat tersebut.[lihat tafsir Al Munir ,juz 6,hal 64]
Dan banyak lagi hadis yang senada dengan itu,namun dengan redaksi yang berbeda,seperti yang diriwayatakan,Ahmad,Muslim, Abu Dawud dari jalur Abu Hurairoh. Dan jika kita terima kesahihan hadis tangisan Nabi diatas kuburan ibunya tersebut,maka ada beberapa hal harus dipertimbangkan untuk membatalkan hadis tersebut sebagai dalil kemusyrikan Ibu nabi SAW,sebagai berikut:
1. 1. Hadis tersebut secara manthuq (tekstual) tidak menyebut kekafiran atau kemusyrikan ibu Nabi secara tegas dan jelas.Sehingga agak ceroboh kalau dengan ketidak jelasan manthuq hadis tersebut langsung menyatakan kemusrikan ibunda Nabi saw.
2. 2. Hadis-hadis tersebut yang menyatakan bahwa kejadian rasulullah menangis di kuburan ibunya di kota Mekkah,menurut ibnu Sa’ad berita itu salah,sebab makam ibu Nabi itu bukan di Mekkah tapi di ‘Abwa (suatu wilayah yang masih masuk kota Madinah). (Al Wafa’,ibn Al Jauzi,terjemahan hal.96, Lihat juga Zaadul Ma’ad jilid I,hal.36 terkait dalil tempat wafatnya ibunda Nabi saw).
3. 3. Hadis-hadis tersebut termasuk hadis ‘Inna Abiy wa abaaka finnar (Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka” (HR.Muslim) dibatalkan (mansukh) oleh QS.Al Isra’ 15.”Dan Kami tidak mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus(kepada mereka) seorang rasul”(rujuklah pada Masaalikul Hunafa Fii Hayaati Abawayyil Musthofa,karya Imam As Suyuthi,hal.68).Alasan pembatalannya adalah mereka ayah dan ibunda Nabi saw hidup sebelum ada risalah nubuwwah,karena itu mereka termasuk ahlu fatrah yang terbebas dari syari’at Rasululloh saw.
4. 4. Khusus hadis riwayat Muslim,Inna Abiy wa Abaaka fin Nar/Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka,adalah bahwa yang dimaksud Abi di hadis tersebut adalah paman.Karena kebiasaan Alloh didalam al Quran,sering ketika ada kata-kata Abun,maka yang dimaksud adalah bukan orang tua kandung.Alloh berfirman dalam QS.Al Baqoroh 133,yang artinya ; “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub mau meninggal,ketika Ia berkata kepada anak-anaknya;Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab;’Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu,Ibrahim,Isma’il dan Ishaq,yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya.” Padahal Ayah Ya’qub adalah Ishaq bukan Ibrahim atau Ismail.Namun Alloh menyebutkan Ibrahim dan Ismail sebagai Aaba’(ayah-ayah) dari Ya’qub,maksudnya adalah kakek atau paman dari Ya’qub.Dan untuk penyebutan orang tua kandung,biasanya Al quran menggunakan kata Waalid.Sebagaimana Alloh berfirman; “Robbanagh Fir Li Wa Li Waliidayya…/Ya Tuhan Kami Ampunilah aku dan ibu bapakku…”.QS.Ibrahim 41
5. 5. Hadis-hadis tersebut bertentangan dengan nash hadis lain seperti yang kami tulis diatas,bahwa nabi lahir dari nasab yang suci.
6. 6. Dikatakan oleh Al Qadhiy Abu Bakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan orang tua Nabi saw di neraka, mereka di laknat oleh Allah swt, sebagaimana FirmanNya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan akhirat, dan disiapkan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57)Berkata Qadhiy Abu Bakar, “Tidak ada hal yang lebih menyakiti Nabi SAW ketika dikatakan bahwa ayahnya atau orang tuanya berada di neraka, dan Nabi saw bersabda : ‘Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat.’ (Masalikul Hunafa’ Fii Hayaati Abawayyil Musthofa, hal. 75 lil Imam Suyuthi)
Demikian pendapat ulama bahwa orang tua Nabi SAW bukan orang-orang musyrik, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah dan menjadi ahli fatrah, dan tak ada pula nash yg menjelaskan mereka sebagai menyembah berhala. Diantara Ulama yang berpendapat bahwa orang tua Nabi bukan musyrik menurut Al Habib Munzhir bin Fuad Al Musawa adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yg mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam At thabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy dan masih banyak lagi yang lainnya.
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yg mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam At thabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy dan masih banyak lagi yang lainnya.
Bagaimana dengan Abu Tholib ?
Dalam QS.Al Qoshosh 56,yang artinya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”
Asbabul nuzul ayat ini menurut Ibn Katsir, yang dinukil dari shohihan (Bukhori dan Muslim) terkait dengan detik-detik wafatnya pamanda Rasulullah saw.
Dari Sa’id bin Musayyab ra.,dari bapaknya katanya”Ketika Abu Tholib hampir meninggal dunia Rasulullah saw datang mengunjunginya,didapati beliau disana telah ada Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mighiroh. Kemudian Rasullah saw bersabda,”wahai paman ,ucapkanlah La ila ha ilaallah,yaitu sebuah kalimat yang aku akan menjadi saksi bagi paman nanti dihadapan Allah”.Kemudian Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata;”Hai abu Tholib! Bencikah anda kepada agama Abdul Mutholib”.Rasulullah terus menerus mengulang-ulang ucapannya itu, tetapi akhirnya Abu Tholib mengatakan”Dia tetap memegang agama Abdul Mutholib dan enggan mengucapkan la ila ha illallah.Kemudian Rasulullah SAW bersabda:”Demi Allah! Akan kumohonkan ampun bagi paman,selama aku tidak dilarang melakukannya”.Kemudian turun QS.al Qoshos 56.(Bukhori dan Muslim,Mukhtashor Ibnu Katsir,juz 3,hal.19 oleh DR.Ali Ashobunny)
Dan ada pula anggapan bahwa hadis tersebut sebagai sebab turunnya QS.at Taubah 113,namun hal ini dibantah,karena QS.at Taubah 113 tersebut termasuk madaniyyah(Ayat yang turun di Madinah),sedangkan Abu Tholib meninggal di Mekkah sebelum hijrah,jadi tidak cocok dengan fakta sejarah.(lihat,Tafsir Al Munir,li Wahbah,juz 6,hal.61).
Dari hadis ini ada anggapan bahwa Abu Tholib mati dalam kondisi kafir,Tentu anggapan tersebut belum tentu benar karena argumentasi sebagai berikut:
1. Hadis tersebut dan nash lain tidak menyebut secara manthuq (tekstual) yang jelas tentang kekufuran Abu Tholib,sehingga masih ada peluang bagi kita untuk berkhusnudzon dengan beliau. Dan itu jauh lebih selamat dan aman bagi kita
2. Justru ada hadis dengan redaksi yang lain yang memperkuat argument pertama tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,Tirmidzi dan Al Baihaqi dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah bersabda kepada pamannya’”Wahai pamanku,ucapkanlah la ilaa ha illallah,niscaya aku akan bersaksi untukmu disisi Alloh pada hari Kiamat”Abu tholib menjawab,”Seandainya kaum Quraisy tidak mencelaku dengan berkata,’Tidak ada yang mendorongnya mengucapkannya kecuali karena kesedihannya menghadapi maut,niscaya aku mengucapkannya untukmu”.Maka turunlah firman Alloh QS.Al Qoshosh 56 itu (DR.Wahbah Zuhaily,juz 10,hal.498 dan Tafsir Ibnu Kastir,Mukhtashor,Ali ash shobuni,juz 3,hal 19)
Perhatikanlah! Abu Tholib enggan mengucapkan kalimat syahadat bukan karena tidak beriman dengan kalimat tersebut,namun karena taqqiyah (strategi membela diri dengan menyembunyikan keimanannya) agar terhindar dari celaan orang Quraisy yang menganggapnya masuk Islam karena mau mati saja. Padahal hakekatnya dibatin beliau telah menerima keimanan kepada Alloh dan rasulNya.Ini dibuktikan dalam tarikh/sejarah ketika Abu Tholib mengajak nabi pada saat umur 9 tahun ke Syam dan bertemu pendeta/ rahib Bahira yang melihat tanda kenabiannya dan hal itu disampaikan ke Abu Tholib agar berhati-hati karena orang-orang yahudi tidak menyukai hal itu(Zaadul Maa’ad,juz 1,hal.37). Sejak itu pasti beliu mengimani nubuwat yang dibawa rasul saw,Karena bagaimana mungkin beliau dianggap kafir atau musrik padahal beliau merahasiakan kenabian Muhammad dari musuh-musuhnya??Mungkin ada yang menjawab; ‘Dirahasiakannya karena dia menyayangi keponakannya itu’,namun itu dapat dibantah dengan Abu Lahab yang juga pamannya dan juga menyanginya,kenapa menentangnya? Renungkan wahai manusia yang beriman !!
Dan telah berkata al Zajjaj ; “Telah sepakat ummat islam bahwa ayat 56 dari al Qoshosh itu turun terkait pada Abu Tholib.Yang ketika itu beliau berkata disaat jelang kematiannya(kepada orang-orang Quraish) : ‘Wahai masyarakat bani abdi Manaf,ta’atlah kalian dan benarkan (shoddiquuhu) oleh kalian ajaran Muhammad!,maka kalian akan sukses dan mendapatkan petunjuk’.Maka bersabda Nabi saw : “Wahai pamanku,engkau menasehati mereka dan engkau meninggalkan dirimu?”.Berkata abu Tholib :’Maka apa yang kamu inginkan wahai keponakanku?’.Bersabda Nabi saw: “saya menginginkan darimu hanya satu kalimat saja agar di akhir hidupmu ini di dunia hendaknya dengan berkata ‘la ilaaha illalloh’,dan dengan kalimat itu saya akan bersaksi di sisi Alloh swt {kelak dikemudian hari}”.Berkata Abu Tholib:’Wahai keponakanku,sungguh saya tahu kalau [ajaran]mu benar,namun saya enggan dikatakan[kalau mengucapkan kalimat tersebut,]sebagai kesedihan saja dalam menghadapi kematian.Kalau sendainya[setelah mengucapkan kalimat tersebut] tidak terjadi pada dirimu dan bani ayahmu penghinaan dan celaan paska kematianku,sungguh aku akan mengatakan itu dihadapanmu ketika aku berpisah[mati],ketika aku lihat besarnya rasa cintamu dan nasehatmu.Namun sepertinya saya akan mati di atas agama abdul Muthollib,Hasim dan abdu Manaf.[Tafsir Al Munir,Wahbah juz 10 ,hal 499-500].
Tidak sulit untuk dibayangkan,seumpama ketika itu Abu Tholib memeluk islam dengan cara seperti yang dilakukan Oleh Hamzah,Abu Bakar,Umar dan Usman radliyallohu ‘anhum,tentu ia tidak akan dapat memberi perlindungan dan pembelaan kepada Rasululloh saw.Karena kaum musyrikin quraish pasti memandangnya sebagai musuh,bukan sebagai pemimpin masyarakat Mekkah yang harus dihormati dan disegani.Jika demikian tentu ia tidak mempunyai lagi kewibawaan untuk menumpulkan atau menekan perlawanan mereka terhadap Rasululloh saw,dan juga tidak dapat membentengi dakwah beliau.Memang benar ,pada lahirnya Abu Tholib nampak seagama dengan mereka,tetapi apa yang ada di dalam batinnya tentu hanya alloh yang tahu.Karena itu jangan ceroboh menuduhnya musyrik.
3. Bagaimana mungkin beliau dikatakan seorang yang kafir,padahal beliaulah yang membela dakwah Nabi saw dengan jiwa dan hartanya.Dan bagaimana pula beliau disamakan dengan orang kafir quraish yang selalu menentang dan mengintimidasi Nabi saw,padahal Abu Tholib melakukan sebaliknya.
4. Adapun QS Al Qoshosh 56,itu terkait bahwa nabi saw tidak dapat memaksakan kehendak berhidayahnya seseorang sekalipun kepada yang dicintai.Karena kewenangan memberikan hidayah taufiq hanya Alloh swt.Seolah ayat tersebut menginfokan kepada Nabi saw bahwa hidayah pamannya itu adalah berada dalam urusanNya.Dan tidak ada dari dhohirnya ayat tersebut yang menunjukkan kepada kufurnya Abu Tholib.
5. Perkara ini adalah khilafiyah atau terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahlus sunnah sendiri.Maka seyogjanya kita mengambil pendapat yang tidak berefek madhorrot bagi aqidah kita atau minimal mengambil pendapat yang efek madhorrotnya paling ringan.Dan pendapat yang paling ringan adalah menganggap Abu Tholib seorang paman Nabi yang tidak masuk kafir,karena minimal itu dapat menjadi sikap husnuzhon kita atas beliau.Namun jika kita mengatakan beliau kafir,dan seandainya disisi Alloh beliau ternyata mukmin maka kita sudah terkena dosa fitnah atas tuduhan kekufuran kepadanya dan itu madhorrot yang besar dalam aqidah kita.Oleh karena itu lebih baik bagi kita adalah berhusnuzhon saja karena tidak ada gunanya bagi kita untuk mengkafirkan beliau.
Di sisi lain,kalaupun-seandainya- tidak ada perbedaan pendapat ulama menyangkut keislaman Abu Thalib dan semua sepakat menyatakan keengganannya beriman,namun karena hal tersebut pasti menyedihkan Nabi Muhammad saw,maka demi menjaga perasaan beliauserta mengingat jasa-jasa Abu Thalib kepada Nabi saw,maka hendaknya persoalan itu tidak dibahas secara panjang lebar,apalagi ayat diatas(at taubah 113 dan al Qoshosh 56) berbicara secara umum.dan dapat mencakup siapapun dan kapanpun.
Sayyid Muhammad Rasyid dalam Tafsir Al Manar menguraikan pendapat sementara ulama tentang hadis Nabi saw. Yang menyatakan :”Seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri,niscaya pasti kupotong tangannya”(HR.Bukhari dan Muslim melalui ‘Aisyah ra).Menurutnya ada ulama yang enggan menyebut Fathimah dalam riwayat ini,dan menggantinya dengan kata Fulanah (si A) atas pertimbangan bahwa perasaan Nabi akan tersinggung bila orang lain menyebut nama putri beliau sebagai contoh untuk sesuatu yang buruk. Demikian kesimpulan dari pesan bijak DR.Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah.
Dan ada kata bijak lainnya yang patut direnungkan ; “Menuduh orang kafir sebagai mukmin tidaklah berdosa,namun menuduh orang mukmin sebagai orang yang kafir dan musyrik adalah dosa besar.”
Wallohu A’lam
Ya Alloh jadikan kami termasuk alkayyis.
sumber:http://www.dar-alkayyis.com/kajian/124-orang-tua-nabi-saw-dan-abu-tholib-bukan-kafir-atau-musyrik.html
"Adakah kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri ". ( al Baqarah 133 ) Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek (Ibrahim dan Ishak) dan paman (Ismail).
Allamah Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Benarkah Ayah Nabi Ibrahim Kafir ?
Masalah di atas merupakan masalah yang kontroversial. Barangkali untuk sebagian orang, masalah ini sudah selesai, dengan pengertian bahwa ayah Nabi Ibrahim adalah kafir, penyembah sekaligus pembuat patung. Dan kebanyakan dari kaum muslimin meyakini seperti itu. Padahal ada sebagian mufassirin dan ulama yang berpendapat bahwa ayah nabi Ibrahim seorang mukmin, paling tidak, ia hidup pada zaman fatrah . Sehingga ia tidak bisa dikatakan kafir dan juga tidak bisa dikatakan beriman, karena misi dan dakwah para nabi tidak sampai kepadanya.
Tulisan ini mencoba ingin mendobrak apa yang dianggap pasti kebenarannya oleh mayoritas muslimin. Pertama ingin ditegaskan bahwa kekufuran ayah nabi Ibrahim bukan bagian dari ajaran Islam yang esensial (al ma'lum minaddini bi al dharurah ), sehingga kekufurannya masih bisa dikaji ulang. Dan kalau ada pendapat yang bertentangan dengan pendapat mayoritas dalam masalah ini, maka jangan diartikan sebagai pertentangan terhadap ajaran agama, karena, malah, bisa jadi pendapat mayoritas yang keliru. Kedua bahwa untuk menilai seseorang itu kafir tidak semudah membalik telapak tangan. Penilaian ini sebenarnya hak Allah swt. dan dalam tataran syar'i membutuhkan kehati-hatian. Termasuk diantaranya apakah Abu Thalib kafir atau mukmin ?
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah nabi Ibrahim adalah beberapa ayat yang menyebutkan Azar sebagai "ab " Ibrahim. Misalnya ayat yang berbunyi, " Ingatlah (ketika), Ibrahim berkata kepada "ab "nya Azar, " Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata ".( al An'am 74 ).
Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Menarik kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim seorang kafir terlalu tergesa-gesa, karena kata " abun " dalam bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja. Kata ini juga juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek. Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi Ismail sebagai "ab " Nabi Ya'kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa'kub as.
"Adakah kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri ". ( al Baqarah 133 ) Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek (Ibrahim dan Ishak) dan paman (Ismail).
Dan juga kata " abuya " atau " buya " derivasi dari " ab " sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.
Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata " ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata " ab " pada surat al An'am 74 dan al Taubah 114 ?. Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya.
Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah ".( Maryam 44 ).
Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, " Salamun 'alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu ".( Maryam 47 ).
Kemudian al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim as. menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa, " Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat". (al Syua'ra 83-89 ).
Allamah Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar, Allah menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang nabi memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan (tabarri ) dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah 114 ) Kemudian pada perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim yang terakhir, beliau datang ke tempat suci Mekkah dan mempunyai keturunan, kemudian membangun kembali ka'bah, beliau berdoa, " Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab ". (Ibrahim 41).
Kata "walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan. Dan yang dimaksud dengan "walid " disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah ( al taubah 114 ). Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama.
Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, " Dan perpindahanmu (taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".( al Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimakasud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud. Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofitulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ).
Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt. Tentu selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.[]
Sumber: BULETIN AL-JAWAD [edisi ke-9/tahun x/dzulqaidah-dzulhijjah 1421 hijriah] / http://disinidandisini.blogspot.com/2011/08/benarkah-ayah-nabi-ibrahim-kafir.html
Benarkah Abu Thalib Kafir?
Abu Thalib Ibn Abdul Muthalib (Wafat 3 SH, nama sebenarnya adalah Abdu Manaf bin Abdul Muthalib bin Hasyim, sedang “Abu Thalib” adalah nama Panggilan yang berasal dari putra pertamanya yaitu Thalib. Abu Thalib adalah paman dan ayah asuh dari Nabi Muhammad Saww. Ia juga adalah ayah dari Ali Ibn Abi Thalib.
Abu Thalib telah menerima amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi dan telah dilaksanakan amanat tersebut. Nabi adalah sebaik-baik asuhan dan Abu Thalib adalah sebaik-baik pengasuh. Abu Thalib membela Nabi dengan jiwa raganya dalam berdakwah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan pengikutnya di hadang di sebuah lembah. Lalu datanglah Abu Thalib dengan tegar berkata: “Kalian tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku”. Abu Thalib selalu setia mendampingi Nabi. Beliau adalah orang yang banyak membantu perjuangan dakwah Islam. Abu Thalib ketika mau meninggal dunia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi dan membelanya untuk menenangkan dakwahnya.
Dengan reputasinya yang demikian membela dan menyayangi Nabi Saww, tak pelak membuat sebagian kalangan yang merasa heran bahwa pada akhirnya Abu Thalib wafat dalam keadaan belum menerima Islam alias kafir. Di kemudian hari keheranan sebagian kalangan ini menimbulkan gugatan2 terhadap hadist2 yang menyatakan kekafiran Abu Thalib dengan kembali melakukan kritik terhadap hadist2 tyang menyatakan kekafiran Abu Thalib. Kritik2 tersebut bertambah kencang takkala mendapati kenyataan bahwa Abu Sufyan yang terkenal sebagai dedengkot kafir Quraisy justru berada di pihak Islam dengan mengucapkan kalimah syahadat ketika peristiwa futuh Makkah.
Artikel ini bertujuan untuk mendudukan kembali perihal hadist2 tentang kekafiran Abu Thalib dan disertai dengan kritik2 yang menyertai hadist2 tersebut. Adapun percaya atau tidaknya, saya mengembalikan kepada Allah Swt semata dan penilaian objektif dari para pembaca. Berikut di bawah ini hadist2 yang menyatakan kekafiran Abu Thalib beserta kritikan terhadapnya.
1. Hadist riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Abi Thalib menjelang wafatnya disuruh oleh Nabi Saww untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun Abu Jahal dan Abdullah Ibn Umayyah memperingatkan Abi Thalib untuk tetap berpegang teguh pada agama Abdul Muthalib. Hingga hembusan nafas terakhir, Abi Thalib tidak mengucapkan kalimat syahadat. Dan Ia wafat sebagai orang yang kafir.
Nabi sangat sediah akan kenyataan tersebut, karenanya Nabi Saww ingin memohon ampunan bagi Abu Thalib, tetapi turunlah QS: At-Taubah 113 yang melarang Nabi untuk memohonkan ampunan bagi orang2 musyrik. Nabi ingin sekali Abu Thalib mendapat petunjuk Allah, tetapi -lagi2- Allah Swt menegurnya melalui QS: Al-Qashash: 56, bahwa “Sesungguhnya Engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang Engkau cintai…….”.
Jawaban:
a. Hadist riwayat Muslim pada sanad pertamanya ialah sahabat Abu Hurairah Ra. Dari sejarah kita dapat mengetahui bahwa Abu Hurairah masul Islam pada perang Khaibar dan ini disepakati oleh para ahli tarikh (sejarah Islam), yaitu pada tahun ke-7 Hijriyyah. Sedangkan peristiwa Abu Thalib wafat adalah satu atau dua tahun sebelum Rassul Saww hijrah ke Madinah (sebagai awal dari tahun hijriyyah). Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana Abu Hurairah dapat meriwayatkan hadist tentang wafatnya Abu Thalib sementara ia tak hadir di sana?, bahkan jika kita meniilik dari bahasa hadist, seakan Ia -Abu Hurairah- turut hadir dan menyaksikan peristiwa wafatnya Abu Thalib. Bukankah ia belum masuk Islam pada waktu itu?. Dan ini kejanggalan pertama.
b. Mengenai QS: At-Taubah 113. Para ahli tafsir mengatakan bahwa ayat tersebut termasuk ayat terakhir yang turun di Madinah. Sementara QS: Al-Qashash turun pada waktu perang Uhud. Dari sini kita telah mendapatkan kejanggalan, yaitu jarak bertahun2 yang menjadi selisih antara turunnya kedua ayat tersebut. Jadi ayat tersebut tidak turun pada satu kesempatan untuk menjelaskan peristiwa yang sama, yaitu wafatnya Abu Thalibb.
Kejanggalan ini belum ditambah dengan fakta bahwa QS; At-Taubah: 113, ialah ayat yang turun di Madinah, sementara Abu Thalib wafat di Makkah (sebelum hijrah). Bukankah suatu kejanggalan bahwa ayat yang turun di Madinah menjadi penjelasan terhadap peristiwa yang turun di Makkah?.
2. Hadist Ad-Dhahdah dalam riwayat Bukhari dan Muslim:
Bersumber dari Abdullah bin Al Harits, beliau berkata, “Aku mendengar Al Abbas berkata, Aku bertanya kepada Rasullulah saw., ‘Ya Rasulullah! Abu Thalib dulu merawatmu dan menolongmu. Lalu apakah itu ada manfaatnya baginya?” Rasullulah saw. Bersabda: “Ya! Aku menemukannya berada diluapan neraka, lalu aku mengeluarkannya ke kedangkalan.” Bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Rasullulah saw. Bersabda: “Ahli neraka yang paling ringan adalah Abu Thalib. Dia memakai sepasang terompah yang menyebabkan otaknya mendidih.”
Jawaban:
Kata “dhahdah diterjemahkan sebagai “kedangkalan”. Dalam kamus bahasa Arab Dhahdhah diartikan sebagai “bagian yang tergenang air di permukaan bumi yang genangannya mencapai mata kaki.”. Kemudian genangan air yang dangkal ini digunakan untuk menggambarkan permukaan neraka. Coba kita telaah hadis-hadis tadi, secara kritis.
- Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis (rijal), hamper semuanya termasuk rangkaian para pendusta dan mudallis, atau tidak dikenal. Muslim menerima hadis ini dari Ibnu Abi ‘Umar yang dinilai para ahli sebagai majhul. Ibnu Abi ‘Umar menerimanya dari Sufyan al-Tsauri. Syufan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Syufan menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang panjang usianya dan buruk hafalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya. Dengan demikian hadis ini wajib kita pertanyakan kembali kevaliditasannya.
Dengan mempertimbangkan berbagai kejanggalan2 hadist di seputar wafatnya Abu Thalib dalam keadaan kafir, seyogyanya kita bersikap menahan diri terhadap pengkafiran diri Abu Thalib. Terlebih menimbang pada kenyataan bahwa Abi Thalib adalah termasuk dari sebagian gelintir orang yang membela dakwah Nabi Muhammad Saww pada awal perkembangan Islam di Makkah. Niscaya tanpa perlindungan dari Abu Thalib, Islam tidak akan menyebar hingga kita-pun dapat merasakan nikmatnya hidup di bawah panji2 Islam. Alangkah baiknya bila kita menahan lidah untuk mengkafirkan orang2 yang disayangi oleh Rassulallah Saww. Saya pribadi sebagai muslim Sunni bersikap untuk menahan diri dan menyerahkan vonis mengenai Abu Thalib kepada Allah Swt semata, dan seluruhnya kembali kepada Allah Swt.
NB: Tadlis: istilah dalam ilmu hadist, yaitu perawi meriwayatkan suatu hadits yang hadits tersebut tidak pernah
didengarnya, tanpa menyebutkan bahwa perawi pernah mendengar hadits tersebut darinya.
MENURUT ULAMA SALAFI/WAHABI/ULAMA KLASIK : Status Ayah dan Ibu Rasulullah, Muslim atau Kafir?
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Beberapa hari lalu ada seorang kawan yang ikut satu jama’ah dakwah mendatangi saya. Dia membawakan keterangan bahwa Ayah dan Ibu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah muslim. Bahkan ia mengatakan, orang yang meyakini keduanya meninggal sebagai musyrik dan kafir terancam akidahnya, dia bisa kafir. Mohon penjelasan tentang status kedua orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?
Pak Yono – Bekasi Utara
________________
Wa’alaikumus Salam Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Kedua orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bernama Abdullah dan Aminah. Keduanya meninggal sebagai musyrik sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dilarang memintakan ampun dan memohonkan rahmat untuk keduanya.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang-orang yang ada di sekitar beliau-pun ikut menangis. Karenanya beliau bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Rabb-ku untuk saya beristighfar (memintakan ampun) baginya, namun Dia tidak mengizinkan. Dan aku meminta izin untuk menziarahi (mengunjungi) kuburnya, maka Dia mengizinkan untukku. Karenanya, lakukan ziarah kubur, sebab hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.”
Dalam riwayat lain yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa kisah ini menjadi sebab turunnya firman Allah,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. Al-Taubah: 113) dan beliau shallallahu 'alaihi wasallammengutarakan bahwa kesedihan ini merupakan naluri sayang seorang anak terhadap orang tuanya. (Lihat: Al-Hakim dalam Mustadrak: 2/336 beliau mengatakan, “Shahih sesuai syarat keduanya –Bukhari dan Muslim-; Al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah: 1/189)
Dan terdapat tambahan keterangan dalam al-Mu’jam al-Kabir milik al-Thabrani rahimahullaah, bahwa Jibril 'alaihis salamberkata kepada beliau,
فَتَبَرَّأَ أَنْتَ مِنْ أُمِّكَ، كَمَا تَبَرَّأَ إِبْرَاهِيمُ مِنْ أَبِيهِ
“Berlepas dirilah engkau dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari bapaknya.” (Lihat juga Tafsir Ibni Katsir dalam menafsirkan QS. Al-Taubah: 113-114)
Maka sangat jelas status Aminah (ibunda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), meninggal di luar Islam dan berada di neraka.
Maka sangat jelas status Aminah (ibunda Nabishallallahu 'alaihi wasallam), meninggal di luar Islam dan berada di neraka.
Sedangkan riwayat yang menunjukkan bahwa ayah beliau (Abdullah) meninggal sebagai musyrik dan berada di neraka adalah hadits yang diriwayatakan Muslim dari Anas: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “Di manakah bapakku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Maka ketika ia berbalik, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggilnya dan bersabda:
إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ayah beliau meninggal sebagai orang kafir. Dan siapa yang meninggal di atas kekafiran maka dia di neraka, hubungan kekerabatan tidak berguna dan tidak bisa menyelamatkannya. (Lihat: Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi: no. 302)
Maka hadits-hadits yang shahih di atas sangat jelas menyebutkan bahwa kedua orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggal sebagai musyrik dan kafir, keduanya berada di neraka. Kenabian dan kerasulan beliau tidak bisa menyelamatkan keduanya dari neraka sehingga dilarang memintakan ampun untuk keduanya. Karena itu kita wajib meyakini kabar-kabar yang berasal dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini dan membenarkannya.
Adapun hujah-hujah yang dijadikan sandaran orang yang berpendapat keduanya adalah mukmin dan meninggal di atas Islam sehingga mereka berada di surga adalah hujah yang lemah yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang telah disebutkan di atas.
. . hujah-hujah yang dijadikan sandaran keduanya adalah mukmin dan meninggal di atas Islam sehingga mereka berada di surga adalah hujah yang lemah yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya telah menyebutkan beberapa hadits yang mereka jadikan sandaran, namun beliau menyatakan hadits tersebut sebagai hadits gharib/asing dan konteksnya sangat aneh. Dan hadits yang paling aneh dan munkar adalah apa yang diriwayatkan al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Saabiq wa al-Laahiq dengan sanad yang majhul, dari ‘Aisyah dalam sebuah kisah bahwa Allah telah menghidupkan ibunya, lalu ia beriman kemudian kembali meninggal. (Ditinjau dari sanadnya, hadits ini dhaif sehingga tidak bisa dijadikan sandaran keyakinan. Ditambah lagi dia bertentangan dengan hadits Muslim yang shahih di atas)
Keterangan serupa juga diriwayatkan al-Suhaili dalam al-Raudh, dengan sanad yang di dalamnya terdapat sekumpulan perawi yang majhul (tidak dikenal): “Bahwa Allah telah menghidupkan kembali bapak dan ibunya, lalu keduanya beriman.”
Al-Hafidz Ibnu Dahiyyah mengatakan, “Hadits ini adalah maudhu’ (palsu), Al-Qur’an dan sunnah telah membantahnya.” Lalu beliau menyebutkan firman Allah Ta’ala,
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآَنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ
“Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertobat sekarang" Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran.” (QS. Al-Nisa’: 18)
Imam al-Qurthubi mengingkari kesimpulan Ibnu Dahiyah di atas, bahwa secara syar’i dan ‘aqli memungkinkan Allah untuk menghidupkan lagi keduanya. Beliau berpendapat, kehidupan ini adalah kehidupan yang baru sebagaimana kembalinya matahari setelah terbenam sehingga Ali bisa melaksanakan shalat ‘Ashar. Beliau juga menguatkan kesimpulannya dengan keterangan yang pernah beliau dengar bahwa Allah menghidupkan kembali paman Nabi (Abu Thalib), lalu dia beriman kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Namun, pendapat ini (yang beliau sebutkan dalam al-Tadzkirah, hal. 17) adalah tidak benar dan bertentangan dengan hadits shahih riwayat Muslim dari Anas di atas yang menyebutkan bahwa bapaknya berada di neraka dan juga hadits yang melarang beliau dari memintakan ampun untuk ibunya.
Sedangkan pendapat beliau, pernah mendengar keterangan bahwa Allah menghidupkan kembali pamannya, Abu Thalib, adalah jauh dari benar. Karena di dalam Shahih al-Bukhari, dari hadits Abu Sa’id disebutkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan syafaat untuknya di sisi Allah sementara dia (Abu Thalib) berada di neraka dengan dijadikan bara api di bawah telapak kakinya seketika itu otaknya mendidih.
Dan dalam Shahihain disebutkan, dari Al-Nu’man bin Basyirradhiyallahu 'anhu secara marfu’, Bahwa penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah Abu Thalib, yakni di bawah telapak kakinya diletakkan bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Kalau begini keadaan Abu Thalib, bagaimana bisa ia disebut beriman?. Wallahu a’lam.
Bahwa penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah Abu Thalib, yakni di bawah telapak kakinya diletakkan bara api yang dapat mendidihkan otaknya.Kalau begini keadaan Abu Thalib, bagaimana bisa ia disebut beriman?.
Penutup
Dari uraian di atas, ada beberapa point yang bisa kami simpulkan, sebagai berikut:
1. Larangan Allah terhadap Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam untuk memintakan ampun bagi ibunya, karena ibunya meninggal di atas kekufuran sehingga jelas tempat tinggalnya di neraka. Begitu juga beliau dilarang memintakan ampun untuk bapaknya, karena dia juga meninggal di atas kekafiran dan bertempat di neraka.
2. Status keduanya yang kafir dan musyrik disandarkan kepada riwayat-rriwayat yang shahih, salah satunya yang disebutkan Imam Muslim dalam Shahihnya.
3. Pendapat orang yang mengatakan bahwa bapak-ibu Nabishallallahu 'alaihi wasallam yang berada di neraka dinasakh (dihapus) dengan hadits ‘Aisah yang diriwayatkan al-Khatib, tidak dapat diterima. Karena hadits tersebut dhaif dan juga bertentangan dengan hadits shahih lainnya.
4. Pendapat yang mengatakan bahwa ayah-ibu Nabishallallahu 'alaihi wasallam berada di surga bertentangan dengan sunnah shahihah yang sangat jelas dan gamlang yang menerangkan keduanya berada di neraka dan tidak boleh dimohonkan ampun untuk keduanya. Wallahu Ta’ala a’lam.
5. Karena itu, siapa yang mengatakan bahwa keduanya sebagai orang kafir atau musyrik sehingga tempat tinggal mereka di neraka telah sesuai dengan dalil-dalil shahih. Maka orang yang menuduh orang yang memiliki keyakinan seperti ini sebagai orang yang lancang terhadap Nabishallallahu 'alaihi wasallam dan akidahnya terancam batal adalah orang bodoh dan jahil. Ucapannya tidak perlu diperhitungkan karena bertentangan dengan hadits shahih.
6. Kami sarankan kepada orang yang memiliki keyakinan bahwa kedua orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wasallamadalah orang mukmin agar segera bertaubat, karena pendapatnya bertentangan dengan dalil-dalil shahih dan berlawanan dengan pendapat para ulama. (PurWD/voa-islam.com)
Oleh: Ust. Badrul Tamam
I’tiqâd Syiah Tentang Kekafiran Kedua Orang Tua Nabi Muhammad saw.
Keyakinan Syi’ah
Termasuk keyakinan pasti yang disepakati dalam ajaran Syi’ah adalah bahwa ayah bunda mulia Rasulullah Muhammad saw.adalah mu’min/beriman kepada Allah SWT, tidak musyrik/ menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Demikian juga dengan ayah-ayah dan moyang beliau hingga Nabi Adam as. tidak seorang pun dari moyang Nabi saw. yang musyrik… Demikian ditegaskan para tokoh dan pemuka Syi’ah di berbadai masa… keyakinan yang tak bisa ditawar-tawar!
kesempatan ini saya tidak sedang bermaksud membuktikan kebenaran keyakinan kami (Syi’ah) dalam masalah ini, akan tetapi hanya sekedar membandingkan I’tiqâd yang bertolak belakang antara Syi’ah dan Ahlusunnah dalam masalah ini. Karenanya kami tidak akan mengutarakan dalil-dalil kami! Yang akan kami sebutkan hanya komentar ulama dan tokoh mazhab kami.
Syeikh Shadûq (pemimpin tertinggi Ulama Syi’ah Imamiyyah di masanya) menegaskan keyakinan tersebut dalam kitab al I’tiqadât-nya ketika menerangkan keyakinan Syi’ah tentang ayah-ayah Nabi saw.:
إعتقادُنا فيهِم أنَّهم مسلِمون.
“Keyakinan kami (Syi’ah) tentang mereka (ayah-ayah Nabi saw.) bahwa mereka itu semuanya muslimun.”
Penegasan Syeikh ash Shadûq tersebut diterjelas/disyarakan oleh Syeikh Mufid (pemimpin Ulama Syi’ah setelah ash Shadûq) dalam kitab Tash-hîhul I’tiqâd Bi Shawâbi al intiqâd atau yang juga dikenal dengan nama Syarah ‘Aqâid ash Shadûq:
“Ayah-ayah Nabi saw. hingga Adam as. adalah muwahhid/mengesakan Allah, di atas keimanan kepada Allah sesuai dengan apa yang disebutkan Abu Ja’far/ash Shadûq (Rahimahullah).”[1] Kemudian beliau memaparkan dalil dan bukti atasnya.
Dalam kitab Awâil al Maqâlât-nya, Syeikh Mufîd kembali mempertegas keyakinan tersebut. Beliau berkata dalam bab al Qaulu Fî Âbâi Rasulillah shallallahu ‘Alaihi wa Âlihi wa ummihi wa ‘Ammihi Abi Thalib (rahmatullahi ta’âla‘Alaihim) /pendapat tentang ayah-ayah Rasulullah saw., Ibu dan Paman beliau Abu Thalib semoga -rahmat Allah atas mereka-:
و اتفقت الإمامية على أنَّ آباءَ رسولِ اللهِ (ص) من لدن آدمَ إلى عبد الله بن عبد المطلب مؤمنون بالله عز و جلَّ و موحَّدون له. و احتجوا في ذلكَ بالقرآن و الأخبار….
“Syi’ah Imamiyyah sepakat bahwa ayah-ayah Rasulullah saw. sejak Adam hingga Abdullah ibn Abdul Muththalib adalah orang-oraang yang beriman dan mengesakan Allah. Syi’ah berdalil dengan Al Qur’an dan Hadis-hadis….“[2]
Keyakinan Ahlusunnah
Adapun keyakinan Ahlusunnah dalam masalah ini adalah bertolak belakang total dengan apa yang diyakini kaum Syi’ah. Ahlusunnah meyakini bahwa kedua orang tua mulia Nabi saw.;Sayyiduna Abdullah ibn Abdul Muththalib dan ibunda suci Aminah binti Wahb az Zuhriyah adalah kafir/musyrik menyekutukan Allah dan menyembah berhala dan kelak di hari kiamat nereka tempatnya, wal Iyâdzu billah, semoga Allah melindungi kami dari keyakinan seperti itu.
Apa yang menjadi keyakinan mereka telah diterangkan dan dikukuhkan para ulama besar dan tokoh terkemuka Ahlusunnah wal Jama’ah serta didukung oleh hadis-hadis shahih dalam kitab-kitab standar utama mereka.
Keyakinan demikian adalah kayakinan yang diwariskan turun temurun dan ditegaskan sebagai keyakinan pasti dalam mazhab Ahlusunnah Wal Jama’ah. Kendati belakangan, Ahhlusunnah “kontemporer” (meminjam istilah sebagian penulis Ahlusunnah) berusaha menghilangkan kesan kental itu dari mazhab dengan mengelindingkan pendapat lain yang menyalahi keyakinan para pendahulu mereka yang dibangun di atas hadis shahih! Tetapi tetap saja usaha itu tidak akan mampu menghilangkan kesan kental keidentikan mazbah Ahlusunnah dengan keyakinan tersebut.
Di bawah ini akan saya sebutkan beberap kutipan pernyataan ulama besar Ahlusunnah:
Imam an Nawawi:
Ketika menjelaskan hadis Nabi saw.:
إنّ أبي و أباكَ في النار.
“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu berada di neraka.”
Imam An Nawawi (yang digelari Muhyi as Sunnah/penyegar Sunnah) menegaskan, “Di dalam hadits ini terdapat faidah bahwa siapa yang mati di atas kekafiran maka dia di neraka dan tidak akan bermanfaat baginya kerabat dekat.”
Al Imam Al Baihaqi:
Dalam kitab Dalâil an Nubuwah, Al Imam Al Baihaqi berkata setelah menyebutkan sejumlah hadits yang menjelaskan bahwa kedua orang tua Nabi di neraka,“Bagaimana mungkin keduanya tidak mendapatkan sifat yang demikian di akhirat, sedang mereka menyembah berhala-berhala sampai mereka mati,dan tidak beragama dengan aagam yang dibawa oleh Nabi Isa as.”.[3]
Dan kitab as Sunan al Kubrâ, ia kembali menegaskan keyakinan Ahlusunnah tentang ayah-bunda Nabi saw., ia berkata, “Kedua orang tua beliau adalah Musyrik”[4] Kemudian setelahnya, ia mengobral dalil-dalil yang mendukung keyakian tersebut!
Selain mereka tentunya masih banyak keterangan dan pernyataan ulama Ahlusunnah yang secara tegas menyatakan keyakinan tersebut, bahkan Al Imam ‘Ali Al Qâri menukil adanya ijma’/kesepakatan ulama atas keyakinan tersebut.
Menurut sebagian ulama Ahlusunnah, keyakinan bahwa kedua orang tua Nabi saw. mu’min/tidak musyrik adalah keyakinan yang identik dengan mazhab Syi’ah yang dibangun atas dasar kultus Ahlulbait/keluarga dan kerabat Nabi saw.
Dasar Keyakian Ahlusunnah wal Jama’ah
Keyakinan bahwa kedua orang tua Nabi saw. adalah mati dalam keadaan musyrik dan kelak akan ditempatkan dalam neraka telah dibangun di atas pondasi kokoh; hadis-hadis shahih yang diriwayatkan dalam kitab-kitab standar mu’tabarah, seperti Shahih Muslim, as Sunan al Kubrâ, Sunan Abu Daud, Shahih Ibnu Hibban, as Sunan al Kubrâ, Musnad Imam Ahmad, Musnad Abu ‘Awânah, Musnad Abu Ya’lâ Al Mûshili dan lain-lain.
Di bawah ini akan saya sebutkan beberapa hadis darinya:
Hadis Bahwa Ayah Nabi saw. Musyrik Dan ia Di Neraka
Dengan sanad bersambung kepada sahabat Anas ibn Malik, ia berkata:
أن رجلا قال: يا رسول الله! أين أبي؟ قال: “في النار” فلما قفي دعاه فقال: “إن أبي وأباك في النار”.
“Sesungguhnya ada seorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dimana ayahku?’ Beliau menjawab, ‘Di neraka.’ Lalu ketika orang tersebut berpaling/pergi, beliau memanggilnya dan berkata, ‘Sesungguhnya ayahmu dan ayahku di neraka.’”
Sumber Hadis
Hadis tersebut telah diriwyatkan oleh banyak ulama hadis ternama Ahlusunnah di antaranya adalah:
A) Imam Muslim di dalam Shahih-nya, bab Bayân Anna Man Mâta ‘Ala al Kufri Fahuwa Fî an Nâr, Lâ Tanâluhu Syafâ’atun walâ Ta’fa’uhu Qarâbatul Muqarrabîn/Barang siapa mati dalam keadaan kafir maka ia di neraka, syafa’at tidak akan mengenainya dan juga kekerabatan kaum yang didekatkan (kepada Allah) tidak berguna baginya,3/79 dengan syarah an Nawawwi. Dan kemudian dinukil oleh banyak ulama dalam buku-buku mereka, seperti dalam Shafwah ash Shaffah,1/172 dan al Bidâyah wa an Nihâyah,2/12-15 dll.
B) Abu Daud dalam Sunan-nya.
C) Ibnu Hibban dalam Shahih-nya.
D) Al Baihaqi dalam as Sunan al Kubrâ-nya.
E) Imam Ahmad dalam Musnad-nya.
F) Abu ‘Awânah dalam Musnad-nya.
G) Abu Ya’lâ Al Mûshili dalaam Musnad-nya.
Hadis Bahwa Bunda Nabi saw. Musyrikah Dan Ia Di Neraka
Para ulama hadis kenamaan Ahlusunah juga meriwayat hadis-hadis yang menegaskan dan mendukung keyakian mereka bahwa bunda Nabi saw. adalah seorang wanita musyrikah yang mati dalam kemusyrikan dan neraka adalah tempatnya. Bahkan ketika Nabi saw. meminta izin dari Allah untuk menziarahi kuburan ibunya dan memohonkan ampunan, istighfâruntuknya, Allah hanya mengizinkan Nabi-nya untuk menziarahi dan tidak mengizinkannya untuk beristighfâr untuk ibunya.
Hadis tentangnya banyak sekali, dalam kesempatan ini saya akan menyebut satu darinya, yaitu hadis yang bersumber dari sahabat kepercayaan Ahlusunnah, “pewaris Sunnah suci Nabi, wadah ilmu dan kepercayan Nabi saw., beliau adalah “Sayyiduna wa Imamuna” Abu Hurairah. Ia berbagi informasi, dengan mengatakan, “Nabi saw. bersabda:
استأذنت ربي أن أستغفر لأمي فلم يأذن لي واستأذنته أن أزور قبرها فأذن لي.
“Aku meminta ijin kepada Allah untuk memintakan ampunan untuk ibuku, akan tetapi Dia tidak mengizinkanku, dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, maka Dia mengizinkanku.”
Sumber Hadis
Hadis tersebut telah diriwyatkan oleh banyak ulama hadis ternama Ahlusunnah di antaranya adalah:
A) Imam Muslim di dalam Shahih-nya pada Kitabul Janaiz bab Isti’dzânu an Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam rabbahu ‘Azza waJalla Fî Ziyârati Qabri Ummihi/permohonan izin Nabi saw. untuk menziarahi kuburan ibunya,(dengan syarah an Nawawi,7/45).
B) Ibnu Hibban dalam Shahih-nya.
C) Ibnu Majah dalam Sunan-nya.
D) Al Baihaqi dalam as Sunan al Kubrâ.
E) Abu Bakar bin Abi Syaibah dalam Al Mushannaf-nya.
F) Abu Ya’lâ dalam Al Musnad-nya.
Komentar an Nawawi:
Juru bicara resmi Ahlusunnah, Imam an Nawawi berkata, “Dalam hadis di atas terdapat faedah/kesimpulan dibolehkannya menziarahi orang-orang musyrikin di kala hidup, maupun menziarahi kuburan mereka setelah mati… Di dalamnya juga terdapat faedah dilarangnya memohonkan ampunan buat orang-orang kafir.” (Syarah Shahih Muslim,7/ 45).
Dengan demikain jelaslah bagaimana aqidah dan keyakinan Ahlusunnah wal Jama’ah tentang kedua orang tua Nabi saw.
Dan kalaupun ternyata aqidah seperti itu dikemudian hari dirasa memalakuan dan dapat mencoreng nama harum mazhab mereka, lalu ada segelintir orang menyelisihinya, maka sama sekali itu tidak akan mengubah kenyataan akan keyakinan Ahlusunnah yang paten! Apalagi yang disampaikan oleh “Sunni kontemporer” sangat menyalahi hadis-hadis shahih mereka sendiri dan juga menyalahi kesepakatan para pemuka mazhab mereka! Mereka tidak konsisten dengan kayakinan mereka sendiri bahwa kitab Shahih Muslim adalah kitab paling shahih setelah Kitab Allah dan Kitab Shahih Imam Bukhari!
Dan kalaupun kalian (sebagian Ahlusunnah) keberatan dengan keyakinan tersebut karena dianggap bertentangan dengan dalil dan dengan sopan santun dan sikap hormat kepada Nabi saw., lalu apa sikap yang harus ditegakkan mazhab Ahlusunnah (yang telah dimodifikasi itu) terhadap mereka yang meyakini kekafiran ayah-bunda Nabi saw.?!
Apakah di keluarkan dari keanggotaan sebagai Ahlusunnah? Sementara pilar-pilar mazhab Ahlusunnah itu, mereka yang meneggakkan?
Atau kalian -yang yang berseberangan dengan tokoh-tokoh tersebut- akan keluar dari Ahlusunnah?
Atau kalian mengatakan bahwa pendapat para pemuka mazhab kalian itu tidak mewakili mazhab Ahlusunnah?
Lalu siapa yang mewakili mazhab Ahlusunnah?
Kami menanti jawaban konkretnya kalian.
Walahu A’lam.
[1] Tash-hîhul I’tiqâd:117
[2] Awâil al Maqâlât:51.
[3]Dalâil an Nubuwah,1/192-193.
[4] As Sunan al Kubrâ,7/190.
NU dan Syi’ah melawan Vonis Wahhabi Terhadap Kedua Orang Tua Nabi Masuk Neraka
N.U dan syi’ah kompak ni yee ?? Yach, NU dan syi’ah menggugat wahabi sbb : “Mungkinkah Allah Swt memilihkan untuk Nabi Saw, sulbi-sulbi dari orang-orang yang kotor, najis atau kafir ??”
Di zaman yang penuh kemungkaran ini, di tengah-tengah manusia yang penuh lumuran dosa dan maksyiat, masih saja ada sekelompok orang yang berani berkata dengan kedangkalan ilmunya bahwa kedua orang tua Rasul Saw masuk neraka. Seolah dia bersih dari dosa, seolah dia telah dijamin masuk surga, seolah dia telah duduk tenang dalam surga.
Bahkan dengan semangat yang menggebu mereka membuat lembaran-lembarannya dan menyebarkannya ke khalayak umum melalui masjid-masjid atau perkumpulan-perkumpulan. Dengan busung dada merasa telah membela kebenaran dengan bersih kukuh menyatakan kedua orangtua Rasul Saw di neraka. Seolah dengan berbuat demikian mereka membahagiakan hati sang Nabi Saw, seolah hanya dengan berbuat itulah mereka akan masuk surga.
Sekelompok minoritas yang tidak mau memahami ajaran agama ini melalui para ulama madzhab, mereka hanya mau berusaha memahami ajaran agama dengan mengandalkan cara berpikir mereka sendiri, mengaku berlandaskan al-Quran dan Hadits, seolah mereka lebih hebat pemahamannya daripada ulama madzhab. Sungguh jauh, sungguh jauh dari kelayakan berfatwa terlebih menandingi ulama madzhab dalam ijtihad dan istinbathnya. Mengaku pengikut salaf, padahal sungguh jauh manhaj mereka dengan manhaj salaf.
Wahai saudaraku, jika ada orang mengatakan padamu bahwa kedua orangtuamu masuk neraka, bagaimana perasaan hatimu ?? sudah tentu sakit, pedih dan marah. Demikian juga orang lain, akan marah dan sakit hatinya jika dikatakan orangtuanya masuk neraka.
Lalu, orang tua siapakah yang kau katakan masuk neraka? bahkan kau putuskan /vonis masuk neraka seolah kau telah duduk tenang di dalam surga dan menoleh kanan kiri sehingga mengetahui siapa-siapa yang masuk surga dan neraka ??
Ya, kedua orang tua Rasulullah Saw yang kau vonis masuk neraka,kedua orangtua kekasih Allah Swt, makhluk termulia, seolah kaulah pemilik neraka, seolah kaulah sang pemukul palu hakim atas masuknya seseorang ke dalam neraka. Padahal Rasul Saw sendiri pun tak mengatakannya secara shorih / jelas. Tapi kau sudah berani mendahului beliau Saw bahkan mendahului Allah Swt. Sungguh hal ini benar-benar menyakiti hati Rasul Saw…
Berikut ini aku akan jelaskan padamu secara ilmiyyah dengan sejelas-jelasnya tentang permasalahan ini, dan hadits yang kau gunakan hujjah untuk memvonis kedua orang tua Nabi Saw masuk neraka. Serta ucapan mayoritas ulama Ahlus sunnah akan selamatnya kedua orang tua Nabi Saw dari neraka.
Pertama : Kau mengatakan kedua orang tua Rasul Saw di neraka dengan berhujjah hadits Muslim berikut :
Pertama : Kau mengatakan kedua orang tua Rasul Saw di neraka dengan berhujjah hadits Muslim berikut :
عن أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قال يا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أبي قال في النَّارِ فلما قفي دَعَاهُ فقال إِنَّ أبي وَأَبَاكَ في النَّارِ
Dari Anas bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “Ya, Rasulullah, dimanakah ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ Dia di neraka” . Ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.(HR Muslim)
Jawaban : Memahami hadits atau kitab tanpa merujuk pada pendapat ulama dan mencukupkan dengan pendapat sendiri, maka akan menjerumuskanmu pada kehancuran dan pertentangan mayoritas ulama.
Hadits tersebut walaupun disebutkan dalam shohih Muslim, bukan berarti boleh dibuat hujjah terlebih dalam hal I’tiqad / aqidah. Kita harus meneliti terlebih dahulu hadits-hadits lain yang terkait dengannya demikian pula ayat Qurannya.
Banyak sekali hadits-hadits riwayat imam Muslim, namun ditolak dan tidak dijadikan hujjah oleh imam-imam madzhab, karena mereka melihat ada ‘illat di sana yang menyebabkan tidak shahih di samping banyak pula hadits-hadits beliau yang digunakan imam-imam madzhab sebgai hujjah.
Banyak sekali hadits-hadits riwayat imam Muslim, namun ditolak dan tidak dijadikan hujjah oleh imam-imam madzhab, karena mereka melihat ada ‘illat di sana yang menyebabkan tidak shahih di samping banyak pula hadits-hadits beliau yang digunakan imam-imam madzhab sebgai hujjah.
Para ulama Ahlus sunnah mengatakan bahwa hadits Muslim tersebut merupakan hadits Aahad yang matruk ad-Dhahir. Hadits Aahad jika bertentangan dengan nash Al-Quran, atau hadits mutawatir, atau kaidah-kaidah syare’at yang telah disepakati atau ijma’ yang kuat, maka dhahir hadits tersebut ditinggalkan dan tidak boleh dibuat hujjah dalam hal aqidah.
Pertentangan-pertentangan hadits tersebut :
Pertentangan-pertentangan hadits tersebut :
- Bertentangan dengan Al-Quran.
Hadits Aahad riwayat imam Muslim tersebut bertentangan dengan ayat :
..وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(Q.S Al Isra`: 15)
Dan ayat :
وما ارسلنا اليهم قبلك من نذير
“ Kami tidak mengutus seorang pembawa peringatan sebelummu pada mereka “
Keterangan :
Orang tua Nabi wafat sebelum Beliau diutusnya sebagai rasul, berarti mereka termasuk ahli fatrah yang selamat dari adzab.
Hal sperti ini banyak sekali contoh kasusnya, di antaranya kasus status kematian anak-anak kaum kafir yang belum baligh. Dalam banyak hadits disebutkan kepastian anak-anak orang kafir yang meninggal dunia statusnya di akherat akan masuk neraka. Namun ada juga beberapa hadits yang menyebutkan bahwa mereka masuk surga.
- Bertentangan dengan hadits.
- Bertentangan dengan hadits.
Hadits Muslim tersebut bertentangan dengan hadits berikut :
Dari Abi Sa’id Al-Khudri Ra beliau berkata “ Rasulullah Saw bersabda :
الهالك في الفترة يقول : ربي لم يأتني كتاب ولا رسول. ثم قرأ هذه الاية ” ربنا لولا ارسلت الينا رسولا فنتبع اياتك ونكون من المؤمنين “
“ Yang celaka dari ahli fatrah berkata “ Wahai Tuhanku, sesungguhnya belum sampai padaku kitab dan seorang utusanmu “ kemudian beliau Saw membaca ayat “ Wahai Tuhan kami, tidak kah Engkau mengutus pada kami seorang Rasul sehingga kami mengikutinya dan menjadi orang yang beriman ?”. (Isnadnya jayyid)
Hadits ini dikuatkan dengan ayat-ayat al-Quran yang telah berlalu keterangannya.
Juga hadits berikut :
لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات
“Aku selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”
Keterangan :
Dalam hadits ini Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang Beliau adalah orang-orang yang suci, ini menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang musyrik karena jelas orang-orag musyrik telah dinyatakan najis dalam firman Allah Swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”(At-Taubah : 28)
Maka wajib bagi kita untuk mngimani bahwa tak ada seorang pun dari nenek moyang Rasul Saw yang musyrik. Bahkan ayat :
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
“ Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud “. (Q.S. As-Syu’ara’ : 218-219)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan تَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين(perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud ) adalah perpindahan cahaya Nabi dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya, sampai dilahirkan sebagai seorang nabi.
Imam Alusi dalam tafsir Ruhul Ma`ani ketika berbicara mengenai ayat tersebut berkata :
Imam Alusi dalam tafsir Ruhul Ma`ani ketika berbicara mengenai ayat tersebut berkata :
واستدل بالآية على إيمان أبويه صلى الله تعالى عليه وسلم كما ذهب اليه كثير من أجلة أهل السنة وأنا أخشى الكفر على من يقول فيهما رضي الله تعالى عنهما
“ Aku menjadikan ayat ini sebagai dalil atas keimanan kedua orang tua Nabi sebagaimana yang dinyatakan oleh banyak daripada tokoh-tokoh ahlus sunnah. Dan aku khawatir kufurnya orang yang mengatakan kekafiran keduanya, semoga Allah meridhai kedua orang tua Nabi…” (Ruh Al-Ma’ani : 19/138)
Renungkan pula hadits berikut :
Renungkan pula hadits berikut :
Imam Ath-Thobari menyebutkan hadits berikut yang telah ditakhrij oleh Abu Ali bin Syadzan dan juga terdapat dalam Musnad Al-Bazzar dari Ibu Abbas Ra, beliau berkata :
دخل ناس من قريش على صفية بنت عبد المطلب فجعلوا يتفاخرون ويذكرون الجاهلية فقالت صفية منا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا تنبت النخلة أو الشجرة في الأرض الكبا فذكرت ذلك صفية لرسول الله صلى الله عليه وسلم فغضب وأمر بلالا فنادى في الناس فقام على المنبر فقال أيها الناس من أنا قالوا أنت رسول الله قال أنسبوني قالوا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب قال فما بال أقوام ينزلون أصلي فو الله إني لأفضلهم أصلا وخيرهم موضعا.
“ Beberapa orang dari Quraisy datang kepada Shofiyyah binti Abdil Muththalib, lalu merekasaling membangga-banggakan diri dan menyebutkan perihal jahiliyyah. Maka Shofiyyah berkata “ Dari kalangan kami lahir Rasulullah Saw “, lalu mereka menjawab “ Kurma atau pohon tumbuh di tempat kotor “. Kemudian Shofiyyah mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw marah dan memerintahkan Bilal berseru pada orang-orang untuk berkumpul, lalu Rasulullah Saw berdiri di atas mimbar dan bersabda “ Wahai manusia, siapakah aku ? mereka menjawab “ Engkau adalah utusan Allah. Kemudian Rasulullah bersabda lagi “ Sebutkanlah nasabku ! Mereka menjawab “ Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muththalib “, maka Rasulullah Saw bersabda “ Ada apa satu kaum merendahkan nenek moyangku, maka demi Allah sesungguhnya nenek moyangku seutama-utamanya nenenk moyang dan sebaik-baik tempat (kelahiran) “.
Keterangan :
Perhatikanlah wahai saudaraku hadits tsb, sungguh beliau marah saat ada orang merendahkan ayah dan datuk-datuk beliau. Hingga beliau mengumpulkan orang-orang dan menegaskan mereka sampai bersumpah atas nama Allah bahwa datuk-datuk beliau adalah sebaik-baik datuk dan sebaik-baik tempat dilahirkan
.
Lalu bagaimana jika beliau mendengar dari umatnya yang mengatakan bahkan memvonis bahwa kedua orangtua Rasulullah Saw masuk neraka ??
Lalu bagaimana jika beliau mendengar dari umatnya yang mengatakan bahkan memvonis bahwa kedua orangtua Rasulullah Saw masuk neraka ??
Dan masih banyak hadits-hadits semisal yang tidak saya sebutkan di sini, cukup hadits-hadits di atas menunjukkan kemuliaan dan keselamatan kedua orang tua Rasul Saw dari neraka.
Bahkan sebagian mufassirin berkata dalam ayat :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al An`am : 74)
Bahwa yang dmaksud abihi (ayahnya) Nabi Ibrahim yang bernama Aazar adalah pamannya bukan ayahnya.
Mari kita buktikan kebenarannya :
- Imam Mujahid berkata : ليس آزر أبا إبراهيم
“ Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim As “, atsar ini telah ditakhrij oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Abi Hathim dengan sebagian jalan yang shahih.
- Ibnu Al-Mundzir telah mentakhrij dengan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij tentang firman Allah Swt :
(وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر)
Maka beliau berkomentar :
ليس آزر بابيه إنما هو إبراهيم بن تيرح أو تارح بن شاروخ بن ناحور بن فالخ
“ Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim, sesungguhnya dia adalah Ibrahim bin Tirah atau Tarih bin Syarukh bin Nakhur bin Falikh “.
- Ibnu Abi Hatim mentakhrij dengan sanad yang shahih dari As-Sadi bahwa beliau ditanya “ Ayah Nabi Ibrahim itu Azar, maka beliau menjawab “ bukan tapi Tarih “.
- Dari Muhammad bin Ka’ab Al-Quradzhi bahwasanya beliau berkata “ Terkadang paman dari jalur ayah atau jalur ibu disebut ayah “.
- Fakhru Ar-Razi berkata :
إن آزر لم يكن والد إبراهيم بل كان عمه واحتجوا عليه بوجوه: منها أن آباء الأنبياء ما كانوا كفارا ويدل عليه وجوه: منها قوله تعالى ( الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين قيل معناه أنه كان ينقل نوره من ساجد إلى ساجد وبهذا التقدير فالآية دالة على أن جميع آباء محمد صلى الله عليه وسلم كانوا مسلمين وحينئذ يجب القطع بأن والد إبراهيم ما كان من الكافرين إنما ذاك عمه
“ Sesungguhnya Aazar bukanlah ayah nabi Ibrahim As akan tetapi pamannya. Para ulama berhujjah atas hal ini dengan beberapa arahan, di antaranya; Bahwa datuk-datuk para Nabi bukanlah orang kafir, dengan dalil di antaranta ayat ;( الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين ), dikatakan maknanya adalah bahwasanya cahaya Nabi berpindah-pindah dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya. Dengan makna ini, maka ayat tersebut menunjukkan bahwasanya semua datuk nabi Muhammad Saw adalah orang-orang muslim. Maka ketika itu wajib memastikan bahwa ayah nabi Ibrahim bukanlah dari orang kafir melainkan itu adalah pamannya “.
- Nabi Ibrahim As dilarang oleh Allah beristighfar (memintakan ampun) untuk ayahnya. Namun kenapa dalam ayat yang lain justru nabi Ibrahim memintakan ampun untuk kedua orangtuanya setelah wafatnya Aazar ? padahal Allah sudah melarangnya ?
- Ibnu Abi Hatim mentakhrij hadits dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas Ra beliau berkata :
قال ما زال إبراهيم يستغفر لأبيه حتى مات فلما مات تبين له أنه عدو لله فلم يستغفر له
“ Nabi Ibrahim senantiasa beristighfar, memohon ampun untuk ayahnya hingga wafat, maka ketika ayahnya wafat, nyatalah baginya bahwa ayahnya adalah musuh Allah, sejak itu nabi Ibrahim tidak beristighfar untuknya lagi “.
Ibnu Al-Mundzir dalam kitab tafsirnya membawakan sebuah hadits dengan sanad yang shahih bahwa “ Ketika orang-orang kafir mengumpulkan kayu bakar dan melemparkan nabi Ibrahim ke dalamnya dengan api yang membara, maka berucaplah nabi Ibrahim “ Cukuplah Allah sebagai penolongku. Dan Allah berfirman “ Wahai api jadilah sejuk dan keselamatan bagi Ibrahim “. Maka berkatalah paman nabi Ibrahim “ Karenaku Ibrahim tidak terbakar “. Maka ketika itu Allah mengirim secercik api yang jatuh ke telapak kakinya dan membakarnya hingga tewas “.
Keterangan :
Nabi Ibrahim dilarang Allah mengistighfari ayahnya. Kemudian beliau diuji Allah dengan peristiwa pembakarannya. Dan saat itu pula pamannya ikut terbakar.
Setelah itu nabi Ibrahim berhijrah ke beberapa daerah hingga beliau meninggalkan istri dan anaknya di Makkah. Namun saat itu beliau berdoa sebagaimana diabadikan dalam al-Quran :
ربنا أني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع
“ Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku menempatkan keturunanku ini di lembah yang tidak ada tanaman “. Sampai ayat :
ربنا اغفر لي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب
“ Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan bagi orang-orang mukmin di hari berdirinya hisap “.
Di atas cukup jelas, bahwa beliau selalu mengistighfari ayahnya hingga beliau tahu ayahnya tersebut adalah musuh Allah dengan terbakarnya di hari ujian Nabi Ibrahim tersebut dengan pembakaran. Dan beliau pun berhenti mengistighfarinya lagi.
Namun setelah itu kenapa beliau masih tetap mengistighfarinya lagi sebagaimana ayat di atas ?
.
Jawabannya tidak ada lain bahwa yang dimaksud ayah dalam hadits di atas adalah paman nabi Ibrahim As dan telah dikuatkan dengan hadits shahih yang telah dibawakan imam Ibnu Al-Mundziri dalam tafsirnya di atas.
Jawabannya tidak ada lain bahwa yang dimaksud ayah dalam hadits di atas adalah paman nabi Ibrahim As dan telah dikuatkan dengan hadits shahih yang telah dibawakan imam Ibnu Al-Mundziri dalam tafsirnya di atas.
Dan terbukti beliau masih mengistighfari ayah kandungnya Tarih setelah kejadian pembakaran tersebut.
Apakah kau akan mengatakan al-Qurannya yang salah ?
Apakah kau akan mengatakan al-Qurannya yang salah ?
.
Maka dengan qarinah-qarinah ini semakin jelas bahwa yang dimaksud ayaku dalam hadits Muslim tersebut adalah ayah asuh Nabi Muhammad Saw yaitu paman beliau Saw Abu Thalib bukan ayah kandunganya Abdullah.
Maka dengan qarinah-qarinah ini semakin jelas bahwa yang dimaksud ayaku dalam hadits Muslim tersebut adalah ayah asuh Nabi Muhammad Saw yaitu paman beliau Saw Abu Thalib bukan ayah kandunganya Abdullah.
Hadits Syadz
- Hadits riwayat imam Muslim tersebut statusnya syadz, sebab perawi hadits tersebut yang bernama Hammad diragukan hafalannya oleh para ulama ahli hadits. Dalam hadits-hadits riwayatnya banyak kemungkaran, bahkan diketahui bahwa rabibnya telah membuat kerancuan dalam kitab-kitabnya dan Hammad tidak menghafal hadits-haditsnya sehingga membuat kesamaran dalam haditsnya. Oleh karenanya imam Bukhari tidak mentakhrij hadits darinya. Dan masih banyak hadits riwayat lainnya yang lebih kuat, seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqqosh :
“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ”
“ Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah “ dimana ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka”, si A’robi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Riwayat di atas datang tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.
Dan hadits syadz jika dari orang yang ghairu tsiqah (tidak terpercaya), maka hadits itu matruk dan tidak diterima. Sedangkan jika dariorang yang terpercaya, maka hukumnya tawaqquf (no coment/diam) dan tidak boleh dibuat hujjah terlebih jika bertentangan dengan al-Quran dan hadits lainnya.
Kedua : Kau memvonis orangtua Nabi Saw di neraka dengan berhujjah hadits berikut :
عن أبي هُرَيْرَةَ قال زَارَ النبي صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى من حَوْلَهُ فقال اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي في أَنْ أَسْتَغْفِرَ لها فلم يُؤْذَنْ لي وَاسْتَأْذَنْتُهُ في أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
“Dari Abi Hurairah, berkata : Nabi berziarah ke kubur ibunda Beliau, kemudian Beliau menangis, dan membuat mereka yang ada di sekelilingnya menangis, maka Nabi bersabda “ Aku meminta izin pada tuhanku untuk memohonkan ampun bagi Ibuku akan tetapi tidak dikabulkan, dan aku meminta idzin untuk menziarahinya kemudian aku diidzinkan, maka berziarahlah kalian karena dapat mengingatkan kalian akan kematian” (HR Muslim)
Jawaban :
Hadits tersebut bukan menunjukkan ibunda Nabi Saw ahli neraka sama sekali. Karena hadits tersebut juga bertentangan dengan ayat-ayat fatrah di atas.
Dan tangisan beliau bukan menunjukkan ibundanya ahli neraka atau sebab Allah tidak mengidzinkannya untuk mengistighfarinya. Tapi beliau menangis sebab ibunda beliau termasuk ahli fatrah yang tidak dibebankan kewajiban iman. Sedangkan orang yang tidak dibebankan kewajiban iman tidaklah berdosa sehingga tidak berhak diistighfari. Sama halnya kita tidak mengistighfari benda-benda mati, binatang atau malaikat, sebab semuanya bukanlah mukallaf. Dan istighfar bukan pada tempat yang disyare’atkan adalah ‘abatsun (maen-maen), sedangkan maen-maen dalam hal ibadah dilarang.
Bukti bahwa ibunda nabi Saw bukanlah orang musyrik dan ahli neraka adalah Allah mengidzinkan Nabi Saw untuk menziarahinya. Sedangkan kita tahu bahwa Allah melarang kita berdiri di sisi kuburan orang-orang kafir. Allah Swt berfirman :
ولاتصل على احد منهم مات ابدا ولا تقم على قبره انهم كفروا بالله ورسوله وماتوا وهم فاسقون
“ Dan janganlah kamu mensholati seorang dari mereka yang wafat selama-lamanya, dan janganlah kamu berdiri di sisi kuburnya. Sesungguhnya mereka mengkufuri Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam kedaan fasiq “.
Jika kau bertanya : Lalu bagaimana dengan hadits-hadits berikut ini :
Jika kau bertanya : Lalu bagaimana dengan hadits-hadits berikut ini :
ليت شعري ما فعل أبواي فنزلت (ولا تسال عن أصحاب الجحيم)
“ Aduhai, apa yang dilakukan kedua orangtuaku ? lalu turunlah ayat “ Dan janganlah kamu menanyakan perihal dari penduduk neraka “.
Jawaban : Hadits itu dha’if bahkan tidak disebutkan sama sekali dalam kitab-kitab yang mu’tamad.
Hadits tersebut hanya disebutkan dalam sebagian ktab tafsir dengan sanad yang terputus yang tidak bisa dibuat hujjah. Jika seandainya hadits-hadits wahiyah semisal itu boleh dibuat hujjah, maka aku akan tampilkan hadits semisal itu juga yang menentangnya :
Hadits tersebut hanya disebutkan dalam sebagian ktab tafsir dengan sanad yang terputus yang tidak bisa dibuat hujjah. Jika seandainya hadits-hadits wahiyah semisal itu boleh dibuat hujjah, maka aku akan tampilkan hadits semisal itu juga yang menentangnya :
هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلب أنزلك وبطن حملك وحجر كفلك
“ Sesungguhnya Jibril turun kepadaku dan berkata “ Sesungguhnya Allah mengirim salam untukmu dan berfirman “ Aku mengharamkan neraka atas orang yang menurunkanmu dari sulbinya, orang yang mengandungmu dan pangkuan orang yang merawatmu “.
Hadits itu berkenaan dengan kaum kafir bani Israil bukan dengan kedua orang tua Rassul Saw.
Jika kau bertanya : Lalu bagaimana dengan hadits :
أنه استغفر لأمه فضرب جبريل في صدره وقال لا تستغفر لمن مات مشركا، وحديث أنه نزل فيها (ما كان للنبي والذين آمنواأن يستغفروا للمشركين)
“ Bahwasanya Rasul Saw beristighfar untuk ibundanya, lalu jibril memukul dadanya dan berkata “ Janganlah kamu beristighfar untuk orang yang mati musyrik dan turun ayat : “ Tidaklah Nabi dan orang-orang yang beriman untuk mengistighfari orang-orang musyrik “.
Jawaban : Hadits tersebut juga dhai’if. Tidak bisa dibuat hujjah. Bahkan hadits yang shahihnya adalah ayat itu turun berkenaan Abu Thalib dan berkenaan hadits :
لاستغفرن لك مالم أنه عنك
“ Aku akan beristighfar untukmu (wahai Abu Thalib) Selama aku tidak dilarang “.
Jika kau bertanya : Dan bagaimana dengan hadits :
أنه قال لابني مليكة أمكما في النار فشق عليهما فدعاهما فقال إن أمي مع أمكما
“ Bahwasanya Rasul Saw berkata kepada kedua anak Malikah “ Ibu kalian berdua ada di dalam neraka. Lalu kedua anak itu merasa berat hatinya, maka Rasul Saw mendoakan keduanya kemudian bersabda “ Sesungguhnya ibuku bersam ibu kalian “.
Jawaban : Hadits tersebut juga dha’if karena diriwayatkan Utsman bin Umair dan tidak bisa dibuat hujjah. Imam Adz-Dzhabi berkata dalam kitab Mukhtashar Al-Mustadraknya :
قلت لا والله فعثمان بن عمير ضعفه الدار قطني
“ Aku katakan ; “ Demi Allah, imam Daru Quthni mendhaifkan Utsman bin Umair “
Imam Adz-Dzahabi sampai bersumpah mengatakan hadits tersebut dha’if.
Jika sudah jelas hadits-hadits tersebut dha’if, maka runtuhlah hujjah-hujjah mereka menggunakan hadits-hadits tersebut.
Dalil-dalil Isyarah
Dalil-dalil Isyarah
Pertama : Allah Swt berfirman :
وإذ قال إبراهيم لأبيه وقومه إنني براء مما تعبدون إلا الذي فطرني فإنه سيهدين وجعلها كلمة باقية في عقبه
“ Dan ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya “ Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali pada Dzat yang menciptakanku sesungguhnya Dia akan member petunjuk padaku “, dan Allah menjadikan kalimat itu terus ada pada aqibnya “.
Tafsirnya :
Abd bin Humaid mentakhrij hadits dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas tentang tafsir :
وجعلها كلمة باقية في عقبه
قال لا إله إلا الله باقية في عقب إبراهيم
Ibnu Abbas berkata “ Kalimat Laa Ilaaha Illallah terus berlanjut pada keturunan nabi Ibrahim “.
Abd bin Humaid, Ibnu Jarir dan Ibnu Al-Mundzir juga mentakhrij hadits dari Mujahid tentang tafsir “ Kalimatan Baqiyatan “, bahwa beliau mengatakan “ Yang dimaksud adalah kalimat Laa ilaaha illallah “.
Abd bin Humaid juga berkata :
حدثنا يونس عن شيبان عن قتادة في قوله وجعلها كلمة باقية في عقبه قال شهادة أن لا اله إلا الله والتوحيد لا يزال في ذريته من يقولها من بعده.
“ Telah mneceritakan pada kami Yunus dari Syaiban dari Qotadah tentang firman Allah ; waja’alaha kalimatan baqiyan fi a’qibihi, bahwa beliau mengatakan “ Yaitu kesaksian Laa ilaaha illallah, dan tauhid akan selalu ada orang yang mengucapkannya setelah wafatnya nabi Ibrahim pada semua keturunannya “.
Abdur Razzaq juga meriwayatkan hadits yang sama tentang penafsiran ayat tersebut dari Mu’ammar dari Qotadah. Demikian pula Ibnu Juraij menafsirkan hal yang sama.
Dari penjelasan di atas, mengisyaratkan bahwasanya semua keturunan Nabi Ibrahim As orang-orang yang mentauhidkan Allah Swt dan bukan orang musyrik termasuk kedua orangtua Rasul Saw. Karena nabi Muhammad berasal dari keturunan Nabi Ismail As.
Kedua :
Ketika imam Sufyan bin Uyainah (salah seorang imam Mujtahid dan termasuk guru imam Syafi’i) ditanya “ Apakah ada seorang pun dari keturunan nabi Ismail yang menyembah berhala ? Maka beliau menjawab:
لا ألم تسمع قوله (واجنبني وبني أن نعبد الأصنام)
“ Tidak ada. Apakah kamu tidak mendengar firman Allah Swt “ Dan jauhkanlah aku dan keturunanku dari menyembah berhala “.
Ketiga :Allah Swt berfirman mengkisahkan doa nabi Ibrahim As:
رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي
“ Ya Allah, jadikanlah aku dan dari keturunanku orang yang mendirikan sholat “.
Ibnu Juraij menafsirkan :
فلن يزال من ذرية إبراهيم ناس على الفطرة يعبدون الله
“ Maka akan selalu ada dari keturunan nabi Ibrahim As, manusia pada masa fatrah yang menyembah Allah Swt “.
Keempat :Pada saat perang Hunain, Nabi Saw pernah berseru dengan bangga kepada kaum kafir :
أنا النبي لا كذب * أنا ابن عبد المطلب
“ Aku seorang nabi yang tidak pernah berdusta # Akulah keturunan Ibnu Abdil Muththallib “.
Lihat, bagaimana beliau berbangga dengan nasab pada kakeknya Abdil Muththalib. Seandainya Abdul Muththalib kafir, maka Rasululullah Saw tidak akan berbangga seperti itu, apalagi intisab (mengakui nasab dengan bangga) pada orang kafir itu dilarang dan diancam neraka oleh Allah Swt.
Kelima : Imam At-Thabrani mentakhrij hadits dari Ummi Salamah bahwasanya Nabi Saw bersabda :
وقد وجدت عمي أبا طالب في طمطم من النار فأخرجه الله لمكانه مني وإحسانه إليّ فجعله في ضحضاح من النار
“ Sunngguh aku mendapatkan pamanku Abu Thalib di bagian dasar api neraka, lalu Allah mengeluarkannya sebab kedudukan dan kebaikannya di sisiku, maka Allah memindahkannya di bagian dangkal api neraka “.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa kedua orangtua Nabi Saw tidak di neraka, sebab jika kedua orangtua beliau di neraka, maka niscaya keduanya paling ringan siksaannya daripada Abu Thalib, sebab kedua orantua Rasul Saw lah yang paling dekat kedudukannya di sisi Rasul Saw dan paling besar udzurnya di sisi Allah Swt.
Keenam : Imam Al-Baghawi, Asy-Syarbini dan para ulama hanafiyyah juga malikiyyah dan yang lainnya dari para ulama Ahlus sunnah berpendapat bahwa kelebihan dari perut Nabi Saw hukumnya suci.
Diriwayatkan oleh imam Daru Quthni dan beliau menshahihkannya, bahwasanya Ummu Aiman pernah meminum air seni Rasulullah Saw kemudian beliau bersabda :
لَنْ يَلِجَ النَّارَ بَطْنُكِ
“ Perutmu tidak akan disentuh api neraka “.
Imam Tirmidzi berkata :”Darah Nabi Saw hukumnya suci karena Abu Taibah pernah meminum darah nabi Saw, demikian juga Ibnu Zubair saat itu masih kecil ketika Nabi Saw memberikan darah bekas cantuk untuk dibuangnya, tapi Ibnu Zubair malah meminumnya. Maka nabi Saw berabda :
من خالط دمه دمي لم تمسسه النار
“ Barangsiapa yang darahnya bercampur dengan darahku, maka ia tidak akan disentuh api neraka “.
Keterangan :
Nabi Saw tidak memerintahkan mereka untuk mensucikan mulut mereka dengan air, yang berarti hukumnya suci.
Dari hadits-hadits itu menunjukkan bahwasanya kelebihan dari perut nabi seperti air seni atau darah beliau Saw bisa menyelamatkan orang dari neraka. Lantas bagiaman dengan kdeua orangtua Rasul Saw yang darah daging beliau Saw berasal darinya ??
Oleh sebab itulah imam Al-Allamah Al-Khuffaji berkata dalam sebuah nadzamnya :
لوالدي طه مقام على # في جنة الخلد ودار الثواب
وقطرة من فضلات له # في الجوف تنجي من اليم العقاب
فكيف ارحام قد غدت # حاملة تصلى بنار العذاب
وقطرة من فضلات له # في الجوف تنجي من اليم العقاب
فكيف ارحام قد غدت # حاملة تصلى بنار العذاب
Kedua orangtua Rasul Saw memiliki kedudukan yang tinggi #
Di surga khuld yang abadi dan penuh limpahan anugerah.
Setetes dari kelebihan perut Nabi #
Yang masuk ke dalam perut seseorang dapat menyelamatkannya dari pedihnya siksa.
Maka bagaimana akan masuk neraka # rahim yang telah mengandung jasadnya ??
Di surga khuld yang abadi dan penuh limpahan anugerah.
Setetes dari kelebihan perut Nabi #
Yang masuk ke dalam perut seseorang dapat menyelamatkannya dari pedihnya siksa.
Maka bagaimana akan masuk neraka # rahim yang telah mengandung jasadnya ??
Catatan :
Tampaklah dari semua penjelasan di atas bahwa kedua orangtua Nabi Muhammad Saw termasuk ahli fatrah dan tidak masuk neraka.
Dan tampaklah semua dalil yang kau buat hujjah untuk memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka sangatlah lemah dan bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran dan Hadits-hadits yang lebih kuat.
Tak sepantasnya kau bersih keras mengatakan kedua orang tua Rasul Saw di neraka apalagi memvonisnya. Para ulama ada yang tawaqquf dalam masalah ini, mereka tak berani mengatakan kedua orangtua Rasul Saw di neraka. Inilah sikap yang ahsan wa awra’ (baik dan lebih hati-hati). Bukankah kita dilarang mebicarakan kejelekan orang yang sudah wafat? Bukankah kita diperintahkan untuk mencegah lisan kita dari membicarakan perihal yang terjadi di antara sahabat-sahabat nabi Saw ?
.
Demikian pula kedua orangtua Nabi Saw lebih berhak lisan kita untuk tidak membicaraannya. Ini lebih baik dan lebih selamat untukmu.
Demikian pula kedua orangtua Nabi Saw lebih berhak lisan kita untuk tidak membicaraannya. Ini lebih baik dan lebih selamat untukmu.
Jawaban atas syubhat-syubhat yang memvonis kedua orang tua Nabi Saw di neraka.
Akhir-akhir ini kasus kedua orangtua Rasul Saw masuk neraka mulai mencuat kembali ke permukaan umum, dan mulai diramaikan kembali oleh segelintir orang yang mengaku pengikut manhaj salaf.Mereka dengan semangat dan bahkan merasa lezat dengan membicarakan kedua orangtua Nabi Saw masuk neraka di mimbar-mimbar mereka, majlis ta’lim, masjid, perkumpulan dan bahkan menyebarkannya melalui lembaran-lembaran atau bulletin dan internet ke khalayak umum tanpa mau melihat perbedaan ulama tentang persoalan ini dan bahkan tanpa memperhatikan adab dengan baginda Nabi Saw.
Persoalan ini sebenarnya hanyalah persoalan ijtihadiyyah bukan persoalan I’tiqadiyyah yang menyebabkan kafirnya atau bid’ahnya orang yang bertentangan. Dan tidak akan menjadi salah satu pertanyaan yang harus di jawab dalam kuburan.
Sejak mulai ulama pertama hingga terakhir, memang telah terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang berpendapat kedua orangtua Nabi masuk neraka, ada yang berpendapat sebaliknya yaitu kedua orangtua Nabi Saw masuk surga dan ada juga yang memilih diam tidak mau berkomentar atas perosalan ‘Khathar’ ini. Namun di anatara merekahanyalah sekedar berijtihad dan berpendapat tanpa adanya saling membid’ahkan dan mengkafirkan di anatara mereka yang bertentangan. Setelah itu mereka lepas dan tak ada yang berani membicarakannya lagi.
Namun kita lihat sekarang, begitu beraninya segilintir manusia yang mengaku pengikut manhaj salaf, mempersoalkan kasus ini lagi, meramaikan kasus ini lagi dan menetapkan bahwa pendapat merekalah yang paling benar tanpa memandang hujjah-hujjah ulama yang berbeda pendapat.
Sebenarnya saya tidak berani mengupas masalah ini, karena saya khawatir terjerumus termasuk orang yang memperpanjang masalah ini sehingga menyebabkan sakit hatinya Nabi Saw. Namun saya hanya mengabulkan permintaan beberapa ikhwan yang menginginkan saya menjelaskan persoalan ini.
Terlalu terburu-buru memvonis kedua orangtua Nabi Saw kafir dan layak masuk neraka. Adakah nash qoth’i dari al-Quran atau al-Hadits yang menjelaskan langsung bahwamereka berdua melakukan kesyirikan selama hidupnya ?? dalil-dalil yang mereka gunakan untuk memvonis kedua orangtua Nabi Saw bukanlah dalil qoth’i karena masih mengandung sangkaan dan ihtimal-ihtimal sehingga masih dikatakan dalil dzhanni.
Untuk menetapkan hokum seseorang itu kafir terlebih masuk neraka, maka haruslah dengan DALIL yang QOTH’I yang tidak terdapat KHILAF (Perbedaan pendapat di antara ulama) atau IHTIMAL (indikasi makna lain). Dalil yang kuat dan pasti serta tidak mungkin lagi mengindikasikan makna lainnya.
Tak ada satupun dalil qoth’i yang menjelaskan kedua orangtua Nabi Saw berbuat kesyirikan dan layak masuk neraka. Justru sebaliknya yang ada malah dalil-dalil yang lebih kuat dan mencapai derajat mutawatir yang menunjukkan kedua orangtua Nabi Saw bukan orang musyrik dan ahli neraka.
Juga ayat :
وَمَا أَهْلَكْنَا مِن قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنذِرُونَ
“ Kami tidak akan memusnahkan suatu daerah kecuali telah ada orang-orang yang telah memperingatkannya “ (Asy-Syu’ara : 208)
Bukankah Allah Swt sendiri telah berfirman :
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ
“ Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang datuk-datuk mereka belum mendapat peringatan dan mereka dalam keadaan lalai “. (Yasin : 6)
Allah juga berfirman :
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُون
“ Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang tidak ada seorang pemberi peringatan pun pada mereka sebelum kamu, supaya mereka mendapat petunjuk “ (As-Sajdah : 3)
Dan ayat :
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“ Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang tidak ada seorang pemberi peringatan pun pada mereka sebelum kamu, supaya mereka sadar “ (Al-Qashash: 46)
Keterangan :
Ayat-ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa belum ada seorang utusan dari Allah yang memperingatkan umat Nabi Saw sebelum nabi diutus menjadi Rasul. Tak terkecuali kedua orangtua Nabi Saw. Maka dengan ayat-ayat ini jelas bahwa kedua orangtua Nabi Saw adalah AHLI FATRAH yang BELUM SAMPAI DAKWAH dari nabi sebelum nabi Muhammad Saw.
Jika mereka masih ngotot dan mengatakan ; “ Kedua orang tua Nabi Saw termasuk golongan ahli fatrah yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman “.
Kita jawab : Dari mana anda tahu bahwa kedua orangtua Nabi Saw telah merubah ajaran dan berbuat syirik ?? adakah satu nash qoth’i saja yang menjelaskan hal itu secara jelas dan nyata ?? sehingga anda berani memukul palu dan menetapkan hokum bahwa kedua orangtua Nabi Saw layak masuk neraka ??
Justru sebaliknya, banyak ayat al-Quran dan Hadits yang menjelaskan bahwa mereka di atas agama datuknya Nabi Ibrahim As.
- Allah Swt berfirman
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
“ Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud “. (Q.S. As-Syu’ara’ : 218-219)
Sebagian ahli tafsir termasuk sahabat Ibnu Abbas (master ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan تَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين (perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud ) adalah perpindahan cahaya Nabi dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya, sampai dilahirkan sebagai seorang nabi.
- Nabi Saw berabda :
وأخرج مسلم والترمذي وصححه عن واثلة بن الأسقع قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أن الله اصطفى من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل بني كنانة واصطفى من بني كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
“ Sesungguhnya Allah Swt memilih Ismail dari keturunan Ibrahim. Dan memilih Bani Kinanah dari keturunan Ismail. Dan memilih Quraisy dari Bani Kinanah. Dan memilih Bani Hasyim dari Bani Quraisy dan memilih aku dari Bani Hasyim “ (HR. Muslim)
.
Mungkinkah Allah Swt memilihkan untuk Nabi Saw, sulbi-sulbi dari orang-orang yang kotor, najis atau kafir ??
Mungkinkah Allah Swt memilihkan untuk Nabi Saw, sulbi-sulbi dari orang-orang yang kotor, najis atau kafir ??
- Imam Ath-Thobari menyebutkan hadits berikut yang telah ditakhrij oleh Abu Ali bin Syadzan dan juga terdapat dalam Musnad Al-Bazzar dari Ibu Abbas Ra, beliau berkata :
دخل ناس من قريش على صفية بنت عبد المطلب فجعلوا يتفاخرون ويذكرون الجاهلية فقالت صفية منا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا تنبت النخلة أو الشجرة في الأرض الكبا فذكرت ذلك صفية لرسول الله صلى الله عليه وسلم فغضب وأمر بلالا فنادى في الناس فقام على المنبر فقال أيها الناس من أنا قالوا أنت رسول الله قال أنسبوني قالوا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب قال فما بال أقوام ينزلون أصلي فو الله إني لأفضلهم أصلا وخيرهم موضعا.
“ Beberapa orang dari Quraisy datang kepada Shofiyyah binti Abdil Muththalib, lalu merekasaling membangga-banggakan diri dan menyebutkan perihal jahiliyyah. Maka Shofiyyah berkata “ Dari kalangan kami lahir Rasulullah Saw “, lalu mereka menjawab “ Kurma atau pohon tumbuh di tempat kotor “. Kemudian Shofiyyah mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw marah dan memerintahkan Bilal berseru pada orang-orang untuk berkumpul, lalu Rasulullah Saw berdiri di atas mimbar dan bersabda “ Wahai manusia, siapakah aku ? mereka menjawab “ Engkau adalah utusan Allah.
Kemudian Rasulullah bersabda lagi “ Sebutkanlah nasabku ! Mereka menjawab “ Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muththalib “, maka Rasulullah Saw bersabda “ Ada apa satu kaum merendahkan nenek moyangku, maka demi Allah sesungguhnya nenek moyangku seutama-utamanya nenenk moyang dan sebaik-baik tempat (kelahiran) “.
Lihat bagaimana Nabi Saw marah saat ada orang yang merendahkan derajat datuknya. Mungkinkah Rasul Saw marah jika datuknya bukan orang mukmin tapi orang kafir ??
.
Hadits ini menunjukkan, bahwa Rasul Saw sakit hati jika ada orang yang merendahkan derajat datuk-datuknya. Maka tentunya akan lebih sakit hati lagi jika ada orang gembar-gembor di khalayak umum bahwa kedua orangtua Nabi Saw layak masuk neraka.
Hadits ini menunjukkan, bahwa Rasul Saw sakit hati jika ada orang yang merendahkan derajat datuk-datuknya. Maka tentunya akan lebih sakit hati lagi jika ada orang gembar-gembor di khalayak umum bahwa kedua orangtua Nabi Saw layak masuk neraka.
Naudzu billah min dzaalik..
Akidah N.U tentang tauhid lebih dekat dengan syi’ah daripada dengan wahabi
Siapa bilang sesama sunni lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan syi’ah ?? akidah N.U tentang tauhid lebih dekat dengan syi’ah daripada dengan wahabi.. Wahabi duhai wahabi mengapa tega engkau melaknat laknat N.U
Tokoh-tokoh kerajaan Saudi menyimpan uang rejeki minyaknya ke bank-bank Yahudi di Amerika, Swiss, dll. Tentu saja keuntungan dari perputaran uang ini tidak akan dipakai Yahudi untuk memajukan Islam bukan? Tentu tidak! Malah keuntungannya dipakai untuk menghancurkan Islam
.
Perusahaan-perusahaan minyak di Saudi sebagian besar adalah perusahaan Amerika yang nota bene milik orang Yahudi. Aramco dan lain-lain itu milik Yahudi semuanya.
.
Kerajaan Saudi dan ulama-ulama wahabi di sana hingga saat ini tidak pernah diketahui jelas memusuhi Israel dan Amerika. Malahan, raja-rajanya berteman akrab dengan pemimpin-pemimpin Amerika.
Saudi mengizinkan tanah haram dipakai sebagai pengkalan perang tentara kafir (Sekutu) untuk menghancurkan Iraq yang beragama Islam.
Dari sedikit fakta ini mestinya kita curiga. Adakah gerakan wahabi ini murni dari Islam? Ataukah memang ia dibentuk/disuburkan oleh Yahudi untuk menggerogoti Islam dari dalam?
Dari sedikit fakta ini mestinya kita curiga. Adakah gerakan wahabi ini murni dari Islam? Ataukah memang ia dibentuk/disuburkan oleh Yahudi untuk menggerogoti Islam dari dalam?
.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut, Wahabi merupakan bentukan Imperialis Inggris untuk -tunjuan jangka pendeknya- merampas tanah Hijaz dari kekhalifahan Turki Utsmani yang saat itu menjadi musuh utama Inggris di Timur Tengah. Adapun tujuan jangka panjangnya untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut, Wahabi merupakan bentukan Imperialis Inggris untuk -tunjuan jangka pendeknya- merampas tanah Hijaz dari kekhalifahan Turki Utsmani yang saat itu menjadi musuh utama Inggris di Timur Tengah. Adapun tujuan jangka panjangnya untuk menghancurkan Islam dari dalam.
.
Wahabi bukan satu-satunyua kelompok bentukan Inggris, ada Ahmadiyah di India
Wahabi bukan satu-satunyua kelompok bentukan Inggris, ada Ahmadiyah di India
MUFTI WAHABI SYEIKH BINBAZ
NAMA : Abdul Aziz Bin Baz.
TAHUN LAHIR: 1912M.
TEMPAT LAHIR: Najd ( Riyadh ).
MENINGGAL DUNIA: 1999M
.
KESILAPAN DALAM AQIDAH:
- Kafirkan Umat Islam.
- Mengkafirkan Umat Islam Di Mesir dan Bumi Syam.
- Tolak Akidah Yang Benar iaitu ‘ Allah Bukan Jisim ’.
- Berakidah Allah Berpenjuru, Berarah dan Bertempat.
- Mengkafirkan Umat Islam Al-Asya’irah.
- Menghina Nabi Muhammad.
- Menghina Nabi Muhammad Sebagai AUTHAN yaitu Patung Berhala.
- Mengharuskan Pakai Lambang Salib Kristian.
- Mengkafikran Umat Islam Yang Tinggal Di Hijaz Dan Yaman.
- Berakidah Allah Duduk Atas Kerusi.
- Berakidah Zat Allah Di Atas Arasy.
- Berakidah Allah Mempunya Dua Belah Kaki Seperti Makhluk.
- Berakidah Allah Bercakap Macam Manusia Dengan Huruf Dan Suara.
- Banyak lagi
KESILAPAN DALAM AQIDAH:
- Kafirkan Umat Islam.
- Mengkafirkan Umat Islam Di Mesir dan Bumi Syam.
- Tolak Akidah Yang Benar iaitu ‘ Allah Bukan Jisim ’.
- Berakidah Allah Berpenjuru, Berarah dan Bertempat.
- Mengkafirkan Umat Islam Al-Asya’irah.
- Menghina Nabi Muhammad.
- Menghina Nabi Muhammad Sebagai AUTHAN yaitu Patung Berhala.
- Mengharuskan Pakai Lambang Salib Kristian.
- Mengkafikran Umat Islam Yang Tinggal Di Hijaz Dan Yaman.
- Berakidah Allah Duduk Atas Kerusi.
- Berakidah Zat Allah Di Atas Arasy.
- Berakidah Allah Mempunya Dua Belah Kaki Seperti Makhluk.
- Berakidah Allah Bercakap Macam Manusia Dengan Huruf Dan Suara.
- Banyak lagi
…
PENYELEWENGAN DALAM FEQAH:
- Menganggap Amalan Sunat Sebagai Bid’ah.
- Haramkan Sebutan “ Sodaqallahu ‘Azhim ” Dan Menghukumnya Sebagai Sesat.
- Mengharamkan Pengunaan Tasbih Secara Mutlak.
- Mengharamkan Perkataan Wahhidullah.
- Mengharamkan Tawassul Secara Mutlak.
- Samakan Sambutan Maulid Nabi Dengan Yahudi & Kristian.
- Mengharamkan Potong Janggut Walaupun Untuk Kekemasan Diri.
- Mengharamkan Selawat Tertentu ke Atas Nabi.
- Tolak Hadith Nabi (Fadhilat Ziarah).
- Haramkan Wanita Bawa Kereta Secara Mutlak.
- Banyak lagi…
PENYELEWENGAN DALAM FEQAH:
- Menganggap Amalan Sunat Sebagai Bid’ah.
- Haramkan Sebutan “ Sodaqallahu ‘Azhim ” Dan Menghukumnya Sebagai Sesat.
- Mengharamkan Pengunaan Tasbih Secara Mutlak.
- Mengharamkan Perkataan Wahhidullah.
- Mengharamkan Tawassul Secara Mutlak.
- Samakan Sambutan Maulid Nabi Dengan Yahudi & Kristian.
- Mengharamkan Potong Janggut Walaupun Untuk Kekemasan Diri.
- Mengharamkan Selawat Tertentu ke Atas Nabi.
- Tolak Hadith Nabi (Fadhilat Ziarah).
- Haramkan Wanita Bawa Kereta Secara Mutlak.
- Banyak lagi…
.
Ulama Wahabi Buta Mata Buta Hati
Ketika orang-orang Wahhabi memasuki Hijaz dan membantai kaum Muslimin dengan alasan bahwa mereka telah syirik, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi saw dalam sabdanya, “Orang-orang Khawarij akan membunuh orang-orang yang beriman, dan membiarkan para penyembah berhala.” Mereka juga membunuh seorang ulama terkemuka. Mereka menyembelih Syaikh Abdullah al-Zawawi, guru para ulama madzhab al-Syafi’i, sebagaimana layaknya menyembih kambing. Padahal usia beliau sudah di atas 90 tahun. Mertua Syaikh al-Zawawi yang juga sudah memasuki usia senja, juga mereka sembelih.
.
Kemudian mereka memanggil sisa-sisa ulama yang belum dibunuh untuk diajak berdebat tentang tauhid, Asma Allah dan sifat-sifat-Nya. Ulama yang setuju dengan pendapat mereka, akan dibebaskan. Sedangkan ulama yang membantah pendapat mereka akan dibunuh atau dideportasi dari Hijaz.
.
Di antara ulama yang diajak berdebat oleh mereka adalah Syaikh Abdullah al-Syanqithi, salah seorang ulama kharismatik yang dikenal hapal Sirah Nabi saw. Sedangkan dari pihak Wahhabi yang mendebatnya, di antaranya seorang ulama mereka yang tuna netra dan buta hati. Kebetulan perdebatan berkisar tentang teks-teks al-Qur’an dan hadits yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah. Mereka bersikeras bahwa teks-teks tersebut harus diartikan secara literal dan tekstual, dan tidak boleh diartikan secara kontekstual dan majazi
.
.
Si tuna netra itu juga mengingkari adanya majaz dalam al-Qur’an. Bahkan lebih jauh lagi, ia menafikan majaz dalam bahasa Arab, karena taklid buta pada pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim
.
Lalu Syaikh Abdullah al-Syanqithi berkata kepada si tuna netra itu:
“Apabila Anda berpendapat bahwa majaz itu tidak ada dalam al-Qur’an, maka sesungguhnya Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an:
“Dan Barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. al-Isra’ : 72).
Berdasarkan ayat di atas, apakah Anda berpendapat bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat, sesuai dengan pendapat Anda bahwa dalam al-Qur’an tidak ada majaz?”
.
Mendengar sanggahan Syaikh al-Syanqithi, ulama Wahhabi yang tuna netra itu pun menjerit dan memerintahkan agar Syaikh al-Syanqithi dikeluarkan dari majlis perdebatan. Kemudian si tuna netra itu meminta kepada Ibn Saud agar mendeportasi al-Syanqithi dari Hijaz. Akhirnya ia pun dideportasi ke Mesir. Kisah ini dituturkan oleh al-Hafizh Ahmad al-Ghumari dalam kitabnya, Ju’nat al-’Aththar
.
Kisah keberanian kaum Wahhabi untuk berdebat dengan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah ini hanya terjadi pada awal-awal berdirinya Kerajaan Arab Saudi. Kini para ulama Wahhabi tidak pernah lagi berani untuk berdebat dengan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, baik di Timur Tengah maupun di Tanah Air, setelah mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah menang berdebat dengan para ulama.
Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah
.
Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”.Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah
.
Takhrij Hadis Ibnu Abbas
ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراء
Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”
.
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272)
.
Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat
.
* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238. Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar.
* Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas. Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah
.
Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.
.
Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.
.
Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah
.
Dan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amrad
.
Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290
.
Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.
.
Rasulullah saw bersabda kepada kami, Dajjal akan keluar dari bumi ini dibahagian timur bernama Khurasan (Jamiu at Tirmidzi)
.
Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Nabi saw. bersabda:”Hari Kiamat tidak akan datang hingga 30 Dajal (pendusta) muncul, mereka semua berdusta tentang Allah dan Rasul-Nya.”
.
“Dajjal adalah seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah dan berambut keriting…” (HR.Bukhari dan Muslim)
.
“Di awal kemunculannya, Dajjal berkata, Aku adalah nabi, padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata, Aku adalah Rabb kalian, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati (HR.Ibnu Majah)
.
Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah..Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”
.
Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah.Takhrij Hadis Ibnu Abbas ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراءTelah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”
.
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15
.
Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272).Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238
.
Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar. * Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas
.
Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah.Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.Bayaan Talbiis Al JahmiyyahDan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amradBayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290
.
Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.Inilah tuhan kaum hindu (dajjal kriting dari india ‘sami baba’) sama dengan tuhan yang dinanti nantikan oleh kaum mujasimmah wahabi :Rasulullah saw bersabda kepada kami, Dajjal akan keluar dari bumi ini dibahagian timur bernama Khurasan (Jamiu at Tirmidzi)Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Nabi saw. bersabda:”Hari Kiamat tidak akan datang hingga 30 Dajal (pendusta) muncul, mereka semua berdusta tentang Allah dan Rasul-Nya.”“Dajjal adalah seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah dan berambut keriting…” (HR.Bukhari dan Muslim) “Di awal kemunculannya, Dajjal berkata, Aku adalah nabi, padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata, Aku adalah Rabb kalian, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati (HR.Ibnu Majah)
.
Saya merasakan relevansi pernyataan seperti itu ketika kini berhadapan dengan sekelompok orang yang selalu mengklaim “mengikuti manhaj Salafus Shalih”.
Banyak manusia tertipu dengan seruan-seruan mereka.
Dikiranya, orang-orang itu mengajarkan manhaj Salafus Shalih, padahal sejatinya: mereka menghidupkan paham Khawarij, seburuk-buruk makhluk di kolong langit.
Artinya, Ummat ini selalu dicoba dengan hal-hal yang berat
Banyak manusia tertipu dengan seruan-seruan mereka.
Dikiranya, orang-orang itu mengajarkan manhaj Salafus Shalih, padahal sejatinya: mereka menghidupkan paham Khawarij, seburuk-buruk makhluk di kolong langit.
Artinya, Ummat ini selalu dicoba dengan hal-hal yang berat
.
Jalan kesesatan bukan monopoli para pendosa, orang-orang pengajian pun akhirnya banyak yang tersesat juga.
Na’udzubillah min dzalik.
Jalan kesesatan bukan monopoli para pendosa, orang-orang pengajian pun akhirnya banyak yang tersesat juga.
Na’udzubillah min dzalik.
.
Lucu memang.
Orang-orang itu menyemprot orang lain dengan tuduhan Khawarij, mereka menyumpahi manusia dengan istilah “kilabun naar” (anjing-anjing neraka), mereka mengecam orang lain tanpa sedikit pun rasa bersalah.
Sungguh menakjubkan, jari telunjuk mereka mengarah ke orang lain, sisa jari lainnya mengarah ke dirinya sendiri.
Menuduh Khawarij, padahal dirinya sendiri justru Khawarij ‘ala haqiqah (Khawarij sejati).
Orang-orang itu menyemprot orang lain dengan tuduhan Khawarij, mereka menyumpahi manusia dengan istilah “kilabun naar” (anjing-anjing neraka), mereka mengecam orang lain tanpa sedikit pun rasa bersalah.
Sungguh menakjubkan, jari telunjuk mereka mengarah ke orang lain, sisa jari lainnya mengarah ke dirinya sendiri.
Menuduh Khawarij, padahal dirinya sendiri justru Khawarij ‘ala haqiqah (Khawarij sejati).
.
CIRI-CIRI KHAWARIJ BERBAJU SALAFI:
1. Mereka hidup secara ekskusif, menyingkir dari kehidupan masyarakat. Mereka tidak mau tahu kondisi masyarakat, misalnya ekonomi, sosial, politik, pergaulan, pendidikan, komunikasi, dst.
Kalau kita ajak bicara tentang masalah-masalah umum, mereka anggap semua itu “bukan masalah din”, jadi tidak perlu dipikirkan.
Padahal sumber kemusyrikan, kekafiran, maksiyat, kesesatan, dll.
Sangat banyak dari masalah-masalah keduniaan.
Dalam pergaulan, mereka sangat eksklusif, memisahkan diri dari masyarakat.
Hal ini sama dengan perilaku Khawarij ketika mereka memisahkan diri dari Ummat Islam dan membuat markas di Nahrawan.
Padahal sumber kemusyrikan, kekafiran, maksiyat, kesesatan, dll.
Sangat banyak dari masalah-masalah keduniaan.
Dalam pergaulan, mereka sangat eksklusif, memisahkan diri dari masyarakat.
Hal ini sama dengan perilaku Khawarij ketika mereka memisahkan diri dari Ummat Islam dan membuat markas di Nahrawan.
.
2. Mereka menghidupkan manhaj kebencian.
Mereka sangat memusuhi orang-orang di luar kelompoknya. Mereka mudah menuduh orang lain “ahli bid’ah”, “bukan Salafiyah”, “hizbi”, “Sururi”, “Ikhwani”, dst.
Itu tuduhan standar mereka.
Tidak ada yang selamat dari kebencian mereka, selain dirinya sendiri.
Khawarij dulu juga seperti itu, mereka membenci bahkan mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompoknya.
Itu tuduhan standar mereka.
Tidak ada yang selamat dari kebencian mereka, selain dirinya sendiri.
Khawarij dulu juga seperti itu, mereka membenci bahkan mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompoknya.
.
3. Mereka menggunakan kalimat “Mengikuti pemahaman Salafus Shalih” untuk menyesatkan manusia. Istilah Salaf, manhaj Salafiyah, atau Dakwah Salaf, bukan dimanfaatkan untuk menyebarkan kebajikan sebanyak-banyaknya, tetapi dipakai untuk menyesatkan orang-orang lugu agar terjerumus bersama kesesatan mereka.
Persis seperti dulu ketika Ali bin Abi Thalib (Ra) mengkomentari kelakuan para Khawarij yang memakai ayat Al Qur’an untuk tujuan kesesatan, “Kalimatul haqq yuridu bihil bathil” (perkataan yang benar tetapi ditujukan untuk kebathilan).
.
4. Mereka berani menghalalkan hak-hak Ummat Islam yang telah dilindungi oleh Syariat.
Saat ini yang sangat kelihatan adalah: menghalalkan kehormatan Ummat Islam, khususnya para dai dan lembaga-lembaga Islam.
Sampai-sampai lembaga netral seperti DDII tidak selamat dari serangan najis mereka.
Padahal Nabi (Saw.) sudah mengatakan, “Setiap Muslim atas Muslim yang lain, diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim).
Tapi kita tidak usah berdalil dengan Sunnah di hadapan mereka.
Hati mereka sudah terlalu angkuh untuk menerima nasehat Al Qur’an dan Sunnah.
Khawarij dulu juga seperti itu, mereka menghalalkan darah Ummat Islam.
Sampai-sampai lembaga netral seperti DDII tidak selamat dari serangan najis mereka.
Padahal Nabi (Saw.) sudah mengatakan, “Setiap Muslim atas Muslim yang lain, diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim).
Tapi kita tidak usah berdalil dengan Sunnah di hadapan mereka.
Hati mereka sudah terlalu angkuh untuk menerima nasehat Al Qur’an dan Sunnah.
Khawarij dulu juga seperti itu, mereka menghalalkan darah Ummat Islam.
.
5. Mereka sangat ghuluw (melampaui batas) dalam beramal.
Mereka sangat-sangat peka dalam perkara fotografi makhluk bernyawa (foto manusia), celana di bawah mata kaki, nasyid Islami, melinting lengan baju, memakai cadar, memakai celana dalam Shalat, dan lain-lain perkara yang masih menjadi perdebatan.
Tetapi ketika menuduh “ahli bid’ah”, mengkafirkan Ahlul Islam (seperti Luqman Ba’abduh), membongkar aib para dai, memecah belah Ummat, menyebarkan kebencian, bahkan mengintimidasi Muslim, justru atas semua itu mereka sangat menikmati. Laa ilaha illallah.
Dulu Khawarij bertanya ke Ibnu Abbas (Ra.) tentang hukum membunuh nyamuk, tetapi mereka tidak bertanya tentang hukum membunuh cucu Rasulullah (Saw), yaitu Hushain bin Ali (Ra.), yang mereka lakukan.
Maksudnya, atas hasutan Khawarij itu pula akhirnya Hushain terbunuh di Karbala, lalu kepalanya dipancung.
Innalillah wa inna ilaihi ra’jiun
Tetapi ketika menuduh “ahli bid’ah”, mengkafirkan Ahlul Islam (seperti Luqman Ba’abduh), membongkar aib para dai, memecah belah Ummat, menyebarkan kebencian, bahkan mengintimidasi Muslim, justru atas semua itu mereka sangat menikmati. Laa ilaha illallah.
Dulu Khawarij bertanya ke Ibnu Abbas (Ra.) tentang hukum membunuh nyamuk, tetapi mereka tidak bertanya tentang hukum membunuh cucu Rasulullah (Saw), yaitu Hushain bin Ali (Ra.), yang mereka lakukan.
Maksudnya, atas hasutan Khawarij itu pula akhirnya Hushain terbunuh di Karbala, lalu kepalanya dipancung.
Innalillah wa inna ilaihi ra’jiun
.
6. Mereka mengkafirkan sesama Muslim.
Mereka bermudah-mudah mengeluarkan manusia dari Manhaj Salafiyah, padahal Salafiyah adalah Islam itu sendiri.
Mereka menghalalkan penghinaan, celaan, membuka aib-aib, tahdzir, dan hajr kepada ahli bid’ah.
Jangankan bermuamalah dengan “ahli bid’ah”, sekedar berjabatan tangan secara tak sengaja saja, kita bisa dituduh ikut “ahli bid’ah”.
Luqman Ba’abduh sendiri dalam buku MAT mengkafirkan kaum Muslimin, khususnya Daulah Utsmaniyyah dan kaum Muslimin Mesir.
Ya, Khawarij dulu juga seperti itu.
Bahkan lebih terang-terangan.
Mereka menghalalkan penghinaan, celaan, membuka aib-aib, tahdzir, dan hajr kepada ahli bid’ah.
Jangankan bermuamalah dengan “ahli bid’ah”, sekedar berjabatan tangan secara tak sengaja saja, kita bisa dituduh ikut “ahli bid’ah”.
Luqman Ba’abduh sendiri dalam buku MAT mengkafirkan kaum Muslimin, khususnya Daulah Utsmaniyyah dan kaum Muslimin Mesir.
Ya, Khawarij dulu juga seperti itu.
Bahkan lebih terang-terangan.
.
7. Mereka sangat keras kepala. Jika ada manusia yang ngeyel, inilah orangnya.
Mereka sangat-sangat ngeyel, tidak mau rujuk kepada kebenaran.
Meskipun kita memberikan nasehat sehebat apapun, kalau kita bukan dari golongan mereka, nasehat itu akan dibuang ke tempat sampah.
Tidak kurang apa saya telah menyampaikan nasehat lewat DSDB, tetapi kesesatan mereka tidak berkurang.
Mereka meyakini, “Hanya Syaikh Rabi’ dan Syaikh Muqbil saja yang memiliki kebenaran.
Selain mereka (atau yang semisal mereka), bathil.” Sikap seperti ini sebenarnya dianggap telah keluar dari Al Jama’ah (komitmen kepada kebenaran, dari arah manapun datangnya).
Khawarij dulu juga begitu.
Mereka sudah dinasehati Ibnu Abbas (Ra.), tetapi tetap keras kepala.
Meskipun kita memberikan nasehat sehebat apapun, kalau kita bukan dari golongan mereka, nasehat itu akan dibuang ke tempat sampah.
Tidak kurang apa saya telah menyampaikan nasehat lewat DSDB, tetapi kesesatan mereka tidak berkurang.
Mereka meyakini, “Hanya Syaikh Rabi’ dan Syaikh Muqbil saja yang memiliki kebenaran.
Selain mereka (atau yang semisal mereka), bathil.” Sikap seperti ini sebenarnya dianggap telah keluar dari Al Jama’ah (komitmen kepada kebenaran, dari arah manapun datangnya).
Khawarij dulu juga begitu.
Mereka sudah dinasehati Ibnu Abbas (Ra.), tetapi tetap keras kepala.
.
8. Mereka menyebarkan permusuhan di kalangan Ummat Islam.
Ini sangat jelas, tidak diragukan lagi.Lihatlah salafy.or.id, merekaadalahteroris.com, buku Mereka Adalah Teroris (MAT) dan MDMTK, blog ‘Fakta’, blog ‘Tuk Pencari Al Haq’, majalah Asy Syariah, dll.
Itu adalah bukti yang tak bisa dibantah lagi.
Mau membantah bagaimana, bukti sudah menyebar ke seantero dunia? Khawarij dulu juga seperti itu.
Mereka menyebarkan permusuhan, mengobarkan peperangan, bahkan mereka membunuh Khalifah Utsman (Ra) dan Khalifah ‘Ali (Ra).
Itu adalah bukti yang tak bisa dibantah lagi.
Mau membantah bagaimana, bukti sudah menyebar ke seantero dunia? Khawarij dulu juga seperti itu.
Mereka menyebarkan permusuhan, mengobarkan peperangan, bahkan mereka membunuh Khalifah Utsman (Ra) dan Khalifah ‘Ali (Ra).
.
9. Ibadah mereka menakjubkan. Harus diingat, dulu Khawarij sangat hebat dalam Shalat, puasa, maupun membaca Al Qur’an. Kata Ibnu Abbas (Ra), tubuh mereka kurus-kurus karena sangat sering puasa, mata mereka celong karena banyak bangun di malam hari, pakaian mereka kumal karena zuhud.
Khawarij gaya baru juga seperti itu, meskipun ibadahnya tidak sehebat Khawarij masa lalu.
Kita kalau bersanding bersama Khawarij modern itu, kita akan merasa ‘kecil hati’ melihat ibadah kita.
Tetapi Nabi (Saw.) menegaskan, “Mereka keluar dari agama ini seperti melesatnya anak panah dari busurnya.”
Kita kalau bersanding bersama Khawarij modern itu, kita akan merasa ‘kecil hati’ melihat ibadah kita.
Tetapi Nabi (Saw.) menegaskan, “Mereka keluar dari agama ini seperti melesatnya anak panah dari busurnya.”
.
10. Mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar.
Ini ciri Khawarij yang tidak boleh diabaikan.
Mereka bukan hanya berbeda pendapat dengan Shahabat (Ra), bahkan mengkafirkan para Shahabat dan menghalalkan darahnya.
Mengapa itu terjadi? Sebab mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar.
Itu pula yang terjadi di jaman ini.
Tidak ada yang selamat dari serangan orang-orang dungu itu, selain diri mereka sendiri.
Mereka bukan hanya berbeda pendapat dengan Shahabat (Ra), bahkan mengkafirkan para Shahabat dan menghalalkan darahnya.
Mengapa itu terjadi? Sebab mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar.
Itu pula yang terjadi di jaman ini.
Tidak ada yang selamat dari serangan orang-orang dungu itu, selain diri mereka sendiri.
.
11. Mereka menuduh orang lain sesat, padahal kesesatan di pihak mereka.
Ya, kita semua sudah tahu bagaimana kelakuan orang-orang Khawarij yang mengatasnamakan Salafi ini.
Mereka menuduh orang lain “ahli bid’ah”, padahal mereka itulah ahli bid’ah; mereka menuduh orang lain “hizbi”, padahal diri mereka sendiri a’zhamul hizbi minal ahzab (sebesar-besarnya hizbi sejati); mereka menuduh orang lain Khawarij, padahal tuduhan itu sejatinya lebih pantas mereka sandang sendiri.
Dulu Khawarij menuduh Khalifah Ali (Ra) dan para Shahabat telah kafir, padahal kekafiran di pihak mereka sendiri.
Mereka menuduh orang lain “ahli bid’ah”, padahal mereka itulah ahli bid’ah; mereka menuduh orang lain “hizbi”, padahal diri mereka sendiri a’zhamul hizbi minal ahzab (sebesar-besarnya hizbi sejati); mereka menuduh orang lain Khawarij, padahal tuduhan itu sejatinya lebih pantas mereka sandang sendiri.
Dulu Khawarij menuduh Khalifah Ali (Ra) dan para Shahabat telah kafir, padahal kekafiran di pihak mereka sendiri.
.
12. Mereka memerangi Ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan (penyembah berhala).
Ini perkara lain lagi yang sangat nyata dalam diri kaum Khawarij ini.
Kerjaan mereka tidak pernah lepas dari memusuhi gerakan-gerakan Islam, memusuhi lembaga-lembaga Islam, memusuhi para dai dan individu-individu Muslim.
Kerjaan mereka tidak lepas dari itu.
Itulah “jihad akbar” mereka.
Sekiranya mereka memegang kekuasaan, sangat yakin mereka akan memerangi saya, Anda, dan kita semua.
Hanya soal waktu saja.
Sama saja dengan Ba’abduh, dia serang semua organisasi Islam di Indonesia yang tidak sesuai syahwatnya, adapun dia tidak tampak kontribusinya dalam mendakwahi orang-orang Hindu di Bali.
Jember tempat Si Luqman Al Fasid ini kan sangat dekat dengan Bali.
Kerjaan mereka tidak pernah lepas dari memusuhi gerakan-gerakan Islam, memusuhi lembaga-lembaga Islam, memusuhi para dai dan individu-individu Muslim.
Kerjaan mereka tidak lepas dari itu.
Itulah “jihad akbar” mereka.
Sekiranya mereka memegang kekuasaan, sangat yakin mereka akan memerangi saya, Anda, dan kita semua.
Hanya soal waktu saja.
Sama saja dengan Ba’abduh, dia serang semua organisasi Islam di Indonesia yang tidak sesuai syahwatnya, adapun dia tidak tampak kontribusinya dalam mendakwahi orang-orang Hindu di Bali.
Jember tempat Si Luqman Al Fasid ini kan sangat dekat dengan Bali.
.
13. Mereka sangat lancang di hadapan hujjah kebenaran.
Jangankan pendapat saya, Anda, dan para dai di Indonesia, Al Qur’an dan Sunnah shahihah pun siap mereka belakangi, jika tidak sesuai hawa nafsunya.
Banyak fatwa-fatwa ulama besar Saudi yang telah memperingatkan mereka, termasuk fatwa almarhum Syaikh Bin Baz (rah).
Tetapi semua itu dilempar ke tong sampah.
Namun kita jangan merasa heran dengan semua ini, sebab pendahulu mereka juga seperti itu.
Dulu Dzul Khuwaisirah pernah menghardik Rasulullah (Saw): “Berbuat adil-lah kamu, Muhammad!” Dalam buku DSDB II, hal. 292-294 Ustadz Abduh menukil sebuah kejadian di kalangan Syaikh Rabi’ Cs.
Banyak fatwa-fatwa ulama besar Saudi yang telah memperingatkan mereka, termasuk fatwa almarhum Syaikh Bin Baz (rah).
Tetapi semua itu dilempar ke tong sampah.
Namun kita jangan merasa heran dengan semua ini, sebab pendahulu mereka juga seperti itu.
Dulu Dzul Khuwaisirah pernah menghardik Rasulullah (Saw): “Berbuat adil-lah kamu, Muhammad!” Dalam buku DSDB II, hal. 292-294 Ustadz Abduh menukil sebuah kejadian di kalangan Syaikh Rabi’ Cs.
Disitu saja Rabi’ berani melecehkan Syaikh Bin Baz rahimahullah.
Ya, begini ini modelnya kaum Khawarij.
Ya, begini ini modelnya kaum Khawarij.
.
14. Mereka bersikap sangat pecundang.
Nah, ini salah satu ciri lain bahwa iman mereka telah rusak, yaitu sikap pecundang (pengecut).
Mereka sangat berbisa mulut dan tulisan-tulisannya.
Mereka perlakukan orang lain seperti boneka-boneka tak bernyawa.
Ketika ditantang debat terbuka, tak mau; diajak dialog, tak mau; bahkan ditantang mubahalah, juga tak mau.
Sangat sangat sangat pecundang.
Khawarij dulu juga begitu, mereka pecundang, suka dengan cara-cara yang sifatnya tidak ksatria.
Mereka membunuh Khalifah Ali (Ra) dan hendak membunuh Amr bin Ash (Ra) dan Muawiyah (Ra).
Mereka sangat berbisa mulut dan tulisan-tulisannya.
Mereka perlakukan orang lain seperti boneka-boneka tak bernyawa.
Ketika ditantang debat terbuka, tak mau; diajak dialog, tak mau; bahkan ditantang mubahalah, juga tak mau.
Sangat sangat sangat pecundang.
Khawarij dulu juga begitu, mereka pecundang, suka dengan cara-cara yang sifatnya tidak ksatria.
Mereka membunuh Khalifah Ali (Ra) dan hendak membunuh Amr bin Ash (Ra) dan Muawiyah (Ra).
.
15. Bagaimanapun, orang-orang ini sangat bodoh.
Ini juga ciri lain dari Khawarij.Kalau Anda membaca buku (MAT) Mereka Adalah Teroris karya Si Dhalal Luqman Ba’abduh, Anda akan ketawa melihat cara dia menulis buku.Satu bagian membantah bagian yang lain.Dia mencela orang-orang yang menentang Dinasti Saud dengan celaan yang sangat sangat hebat, katanya memberontak kepada Ulil Amri.Tetapi saat yang sama dia menuduh Daulah Utsmani di Turki dengan perkataan “besi rongsokan yang jelek”.Padahal Daulah Utsmaniyyah adalah Ulil Amri kaum Muslimin, sebelum berdirinya Kerajaan Saudi
.
Si Fasid bin Dhalal, Luqman Ba’abduh itu, juga mencela habis-habisan Safar Hawali yang mengambil berita-berita dari orang kafir.
Sementara Luqman sendiri dalam buku MAT juga mengambil berita dari CNN dan lainnya
Si Fasid bin Dhalal, Luqman Ba’abduh itu, juga mencela habis-habisan Safar Hawali yang mengambil berita-berita dari orang kafir.
Sementara Luqman sendiri dalam buku MAT juga mengambil berita dari CNN dan lainnya
.
Darimana dia tahu istilah “Attack” dari peristiwa WTC 11 September 2001 kalau tidak dari CNN? Banyak contoh lain.
Ya begitulah Khawarij sejati, seperti para pendahulunya
Darimana dia tahu istilah “Attack” dari peristiwa WTC 11 September 2001 kalau tidak dari CNN? Banyak contoh lain.
Ya begitulah Khawarij sejati, seperti para pendahulunya
.
Mereka tak mau makan korma yang ditemukan di jalan, takut syubhat; tetapi mereka berani membunuh putra Khabab bin ‘Arat (Ra) dan membunuh isterinya yang sedang hamil.
Mereka tak mau makan korma yang ditemukan di jalan, takut syubhat; tetapi mereka berani membunuh putra Khabab bin ‘Arat (Ra) dan membunuh isterinya yang sedang hamil.
.
Saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa orang-orang ini adalah KBS, Khawarij Berbaju Salafi.
Mereka sama bahayanya dengan para penganut agama Liberal.
Kalau Liberaliyun menyerang Islam dari luar, kaum KBS ini menyerang dari dalam.
Mereka sama bahayanya dengan para penganut agama Liberal.
Kalau Liberaliyun menyerang Islam dari luar, kaum KBS ini menyerang dari dalam.
.
wahabi adalah khawarij pro AS
Seorang tokoh ulamak terkenal mazhab al-Hanafi. Iaitu Imam Allamah Ibn Abidin di dalam hasyiahnya menegaskan bahawasanya Muhammad Ben Abdul Wahhab dan para pengikutnya sebagai khawarij pada zaman ini. Buktinya :
كما وقع في زماننا في أتباع عبد الوهاب الذين خرجوا من نجد وتغلبوا على الحرمين, وكانوا ينتحلون مذهب الحنابلة, لكنهم اعتقدوا أنهم المسلمون وأن من خالفهم مشركون, ” واستباحوا بذلك قتل أهل السنة وقتل علمائهم حتى كسر الله شوكتهم وخرب بلادهم وظفر بهم ” عساكر المسلمين ” عام ثلاث وثلاثين ومائتين وألف. إ.هـ.
.
Maksudnya: Bab: Berkenaan Pengikut-pengikut [Muhammad] Abdul Wahhab, Golongan Khawarij Di Zaman Kita.
“…sepertimana yang berlaku pada masa kita ini pada pengikut Abdul Wahhab yang keluar dari Najd dan menakluki al-Haramayn (Mekah dan Madinah) dan mereka menisbahkan diri mereka kepada mazhab al-Hanbali tetapi mereka ber’iktikad bahawa hanya mereka sahajalah orang Islam dan orang-orang yang bertentangan akidah dengan mereka adalah kaum Musyrik. Dengan ini mereka pun menghalalkan pembunuhan Ahli Sunnah dan pembunuhan ulama’-ulama’ mereka sehingga Allah SWT mematahkan kekuatan mereka dan memusnahkan negeri mereka (Najd) dan askar Muslimin berjaya menawan mereka pada tahun 1233 H…”
.
Kesimpulan :
1) Fahaman Wahhabiyyah difatwakan sebagai fahaman khawarij oleh al-Imam Ibn ‘Abidin disebabkan mereka khuruj (keluar) dari mentaati pemerintahan Islam (Turki Uthmaniyyah) dan melancarkan peperangan terhadap khilafah.
.
2) Mereka digelar Khawarij kerana mereka menganggap diri mereka Islam yang sebenar. Manakala umat Islam lain dianggap sebagai ahli dhalal, ahli bid’ah @ musyrik. Na’uzubillah.
.
3) al-Wahhabiyyah sealiran dengan Khawarij apabila selalu gemar mengkafir @ menyesatkan umat Islam hanya semata-mata khilaf dalam perkara furuk. Nau’zubillah.
.
4) Golongan al-Wahhabiyyah bertanggungjawab sepenuhnya dalam membunuh ulamak dan umat Islam. Menyokong mereka beerti menyokong pemberontakan terhadap daulah Khilafah Uthmaniyyah, menyokong pembunuhan ulamak dan umat Islam.
.
5) Kenyataan ini adalah jelas. Ia tidak boleh dibeli, ditukar atau diubah dengan royalti minyak atau wang ringgit saudi.
.
Semoga kita semua diselamatkan Allah dari fitnah Najd dan kejahatan yang terbit dari tanduk syaitan. Aamiin.
.
Ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah Ar Rahiim, insya Allah.
Maka aku tidak akan ragu untuk memasukinya.
Akhirul kalam, tawakkaltu ‘alallah laa haula wa laa quwwata illa billah. Hasbunallah wa nikmal Wakil nikmal Maula wa nikman Nashir.
Maka aku tidak akan ragu untuk memasukinya.
Akhirul kalam, tawakkaltu ‘alallah laa haula wa laa quwwata illa billah. Hasbunallah wa nikmal Wakil nikmal Maula wa nikman Nashir.
Dimanakah Allah ??
Apakah zat Allah SWT diatas arasy ?
Di antara alumni-alumni lulusan akademi dan khalaqah adalah lulusan terbaiknya. Dengan potensi suci dan sempurna Ali as. mampu menangkap semua pelajaran sang guru, tidak ada satu hurufpun yang tidak difahami olehnya bahkan setiap satu huruf yang diajarkan oleh Rasul saww. terbuka baginya seribu pintu ilmu. Hal ini menjadikan Ali as. pemilik kesempurnaan akal dan iman.Di kalangan para arif, Ali as. adalah wujud tajalli tertinggi dari Haq yang maha tinggi. Karena ketinggian wujud suci alawi ini, hanya ka’bah yang mampu menerima tajalliwujudnya dan hanya mihrab yang sanggup menahan berat beban shahadah wujud suci ini. Hijab dunia dan tabir akherat dihadapan pandangan hakekat Ali as. tidak lagi memiliki warna. Pandangan Ali as. mampu menembus alam malakut serta tidak ada lagi yang tersembunyi dari pandangannya
.
Beliau berkata : “ Sesungguhnya aku telah melihat alam malakut dengan izin Tuhanku, tidak ada yang ghaib ( tersembunyi ) dariku apa-apa yang sebelumku dan apa-apa yang akan datang sesudahku.”[1] Ali as. adalah ayat kubra Haq yang maha tinggi, insan kamil yang memiliki ilmu kitab, seperti yang disabdakan oleh Rasulallah saww.: “ salah seorang misdaq dari ayat ( katakanalah! Cukuplah Allah swt. sebagai saksi antara aku dan kalian serta orang yang memiliki ilmu kitab )[2] adalah saudaraku Ali.”[3]
.
Para arif serta ahli bathin dengan bangga mengaku diri mereka sebagai murid dari sang murod agung ini, dan menjadikan Ali as. sebagai qutub dari silsilah mursyidnya. Imam Hadi as. berkata : Ali as. adalah kiblat kaum Arifiin “[4] Dikalangan ahli hikmah, hikmah alawi merupakah hikmah tertinggi. Wujud, perbuatan serta kalam Ali as. sarat dengan hikmah yang memancar dari maqam imamahnya serta menjadi lentera bagi para pengikutnya. Dalam filsafat ketuhanan Ali as. adalah orang pertama dalam islam yang meletakkan batu pondasi burhan dan membukakan pintu argumtasi falsafi bagi para filusuf dan ahli hikmah sesudahnya. Selain dari itu Ali as. adalah orang pertama yang menggunakan istililah-istilah falsafi arab dalam menjelaskan masalah-masalah filsafat. Menurut pandangan Ali as. makriaf ketuhanan merupakan makrifat tertinggi dan merupakan paling sempurnanya makrifat. Seperti dalam ucapannya : “ Makrifat tentang Allah Ta’ala adalah paling tingginya makrifat “[5] serta ucapannya : “ Barang siapa yang mengenal Allah swt. maka sempurnalah makrifatnya “.[6]
Para arif serta ahli bathin dengan bangga mengaku diri mereka sebagai murid dari sang murod agung ini, dan menjadikan Ali as. sebagai qutub dari silsilah mursyidnya. Imam Hadi as. berkata : Ali as. adalah kiblat kaum Arifiin “[4] Dikalangan ahli hikmah, hikmah alawi merupakah hikmah tertinggi. Wujud, perbuatan serta kalam Ali as. sarat dengan hikmah yang memancar dari maqam imamahnya serta menjadi lentera bagi para pengikutnya. Dalam filsafat ketuhanan Ali as. adalah orang pertama dalam islam yang meletakkan batu pondasi burhan dan membukakan pintu argumtasi falsafi bagi para filusuf dan ahli hikmah sesudahnya. Selain dari itu Ali as. adalah orang pertama yang menggunakan istililah-istilah falsafi arab dalam menjelaskan masalah-masalah filsafat. Menurut pandangan Ali as. makriaf ketuhanan merupakan makrifat tertinggi dan merupakan paling sempurnanya makrifat. Seperti dalam ucapannya : “ Makrifat tentang Allah Ta’ala adalah paling tingginya makrifat “[5] serta ucapannya : “ Barang siapa yang mengenal Allah swt. maka sempurnalah makrifatnya “.[6]
Ucapan-ucapan fasih Ali as. dalam Nahjul Balaghah sangat sarat dengan hikmah dan makrifat tertinggi. Ucapan seperti ini tidak mungkin keluar kecuali dari orang yang memiliki kedudukan khusus dan tinggi tentang pengetahuan dan makrifatnya terhadap Tuhan.
Tahapan Pengenalan Tuhan Dalam Ucapan Imam Ali as.
Ali as. dalam khutbah pertama dari Nahjul Balaghah menjelaskan urutan tahapan pengenalan terhadap Tuhan, mulai dari tahapan sederhana hingga berakhir kepada tahapan yang sangat dalam dan detail.
1. Mengenal Tuhan dan mengakui akan ketuhananNya. Sebuah pandangan dunia yang dimiliki semua keyakinan dan agama baik yang muwahid ataupun yang musyrik mulai dari agama primitive sampai kepada islam. Yang tertera dalam ucapannya : “awwal ( asas ) dari agama adalah mengenal Tuhan”.[7]Ali as. dalam beberapa khutbahnya berusaha mengajukan beberapa argument untuk pembuktian akan keberadaan sang pencipta dari alam semesta, seperti dalam ucapan singkatnya : “setiap sesuatu yang bersandar kepada selainnya maka ia adalah sebab”.[8] Ucapan singkat akan tetapi memiliki kandungan yang luas ini ingin menjelaskan hokum kausalitas dan menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini sebab, karena wujud mereka bukanlah dzati ( mumkin ). Oleh karenanya harus ada sesuatu yang keberadaanya dzati (wajib alwujud).Dalam khutbah lain Ali as. berkata : “Celakalah orang yang mengingkari sang maha muqaddir dan tidak meyakini mudabbir”[9]kelanjutan dari kutbah ini : “Apakah mungkin ada bangunan tanpa ada yang membangun dan apakah mungkin ada perbuatan tanpa adanya pelaku?”[10] Dalam pandangan Ali as. keyakinan akan keberadaan Tuhan merupakan sesuatu yang fitri dan dengan sekedar melihat wujud makhluknya, manusia akan mempu mengungkap keberadaan sang pencipta, seperti dalam ucapannya : “Aku merasa heran dengan orang yang mengingkari Allah swt., sementara dia melihat ciptaanNya!”[11]
2. tashdiq
Tashdiq adalah satu konsep yang lebih khusus dibanding dengan makrifat, karenamakrifat merupakan konsep mencakup pengetahuan yang bersifat dlanni serta pengetahuan yaqinni. Seperti halnya makrifat, tashdiq juga memiliki beberapa tingkatan :
Pertama : tasawwur ibtidai dari bagian-bagian ( maudlu dan mahmul ) proposisi dan keyakinan sederhana akan kebenaran hukum dari nisbah tiap bagian tadi. Keyakinan orang awam terhadap proposisi-proposisi seperti “Tuhan ada” atau “Tuhan maha melihat” tidak didasari oleh kemantapan pengetahuan setiap bagian dari proposisi atau hukum nisbah antara bagian-bagian tersebut. Artinya pengetahuan mereka tentang bagian dari proposisi serta hukum dari nisbah antara keduanya sangatlah ijmal. Oleh karenanya keykinan mereka sangatlah rapuh.
Kedua : Tashdiq yang muncul setelah pengetahuan yang nisbi terhadap bagian-bagian proposisi serta keyakinan yang muncul dari pengakuan akan kebenaran nisbah antara bagian-bagian tersebut. Akan tetapi keyakinan nisbi ini masih belum bisa menjadi faktor penggerak kehidupannya, artinya keyakinan ini masih tergantung kepada perhitungan untung rugi. Kalau proposisi tersebut membawa keuntungan bagi keberadaannya maka proposisi tersebut sempurna dan kalau tidak maka dia akan berpaling dari keyakinan ini.
Ketiga : Tashdiq yang muncul dari kejelasan terhadap bagian-bagian proposisi dan tidak ada sedikitpun keraguan terhadapnya serta keyakinan yang mantap terhadap hukum nisbah antara bagian-bagian proposisi tadi. Akan tetapi keyinanan tersebut belum malakah dan menjadi darah dagingnya, artinya walaupun dengan segala kejelasan akan bagian proposisi serta hukumnya akan tetapi keykinan ini tidak merasuk ke dalam kehidupan dan tujuan hidupnya.
Keempat : Tashdiq atau keyakinan yang dihasilkan dari pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi serta hukum nisbah antara bagain-bagian ini. Dan keyakinan ini sudah mendarah daging, malakah dan sudah menjadi faktor penggerak yang besar dalam kehidupannya. Ini merupakan keyakinan hakiki yang muncul dari kesempurnaan makrifar. Keyakinan seperti ini yang dianjurkan oleh Ali as. dalam salah satu khutbahnya : “jangan jadikan ilmu kalian kebodohan dan keyakinan kalian menjadi syak, jika kalian sudah mengetahui maka amalkanlah dan jika kalian sudah meyakininya maka praktekanlah”[12] Atau dalam salah satu hadits Ali as. berkata : “Ilmu selalu bergandengan ( maqrun ) dengan amal ; barang siapa yang sudah mengetahui maka ia akan mengamalkan dan barang siapa yang mengamalkan berarti ia telah mengetahui. Ilmu selalu bergandengan dengan amal, ( jika ia mengamalkannya ) maka ilmu akan menjawabnya dan jika tidak maka ia pun akan meninggalkannya”[13]
3. Tauhid.
Setelah manusia melewati ketiga tahapan tashdiq dan masuk kepada tingkatan keempat, maka kelazimannya dia akan mengakui keesaan Tuhan. Karena pada tingkatan keempat dari tashdiq, manusia sudah memiliki pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi, Argumentasi akan keberadaan wajib al-wujud merupakan argumentasi terhadap keesaannya. Pembuktian akan keberadaan wajib al-wujud ( dalam istilah falsafi ) yaitu Allah swt. ( dalam istilah agama ) adalah pembuktian akan keberadaan Dzat yang maha sempurna dan tidak terbatas. Dan kelaziman dari ketidak terbatasanNya adalah keesaanNya. Dalam salah satu hadistnya : “mengetahuinya berarti mengesakannya”[14] ( seperti argumentasi yang dikemukakan oleh Mulla Sadra ). Dalam pandangan Ali as. yang dimaksud dengan esa dan satunya Tuhan bukanlah satu dalam bilangan sehingga Dia terpisah dari yang lain dengan batasan, akan tetapi artinya tidak ada sekutu bagiNya dan Tuhan adalah wujud yang bashit dan tidak tersusun dari bagian seperti dalam ucapannya : “Satu akan tetapi bukan dengan bilangan”[15]
4. Ikhlas
Tahapan selanjutnya adalah Ikhlas tentang Tuhan ; “kesempurnaan tuahid adalah ikhlas terhadapNya”[16] Ibnu Abi Hadid ( diyakini juga oleh Allamah Ja’fari ); maksud dari ikhlas dalam khutbah ini – dengan melihat kalimat-kalimat berikutnya dari khutbah ini- adalah mensucikan ( akhlasha/khalis danestan ) wujud Tuhan dari segala kekurangan dan sifat-sifat salbi.[17]
5. Penafian Sifat
Tuhan merupakan wujud yang mutlak serta maha tidak terbatas, oleh karenanya kekuatan akal dengan konsep-konsep dzihn-nya setiap kali hendak memberikan sifat ( dengan konsep-konsep ) tidak akan bisa mensifati Tuhan dengan sempurna dan mensifati Tuhan dengan apa yang seharusnya. Karena setiap konsep dari satu sifat berbeda dengan konsep dari sifat lain ( terlepas dari misdaq ), maka kelazimannya adalah keterbatasan. Artinya kalau kita memberikan sifat kepadaNya berarti kita telah membandingkan ( satu sifat dengan yang lain atau antara Dzat dengan sifat ). Ketika kita telah membandingkan berarti kita menduakannya, ketika kita menduakannya berarti kita men-tajziah, ketika kita men-tajziah berarti kita tidak mengenalNya dan seterusnya seperti yang uraikan dalam khutbahnya.[18]
Wujud Tuhan yang maha tidak terbatas tidak mungkin bisa diletakkan dalam satu wadah, baik wadah berupa suatu wujud atau dicakup dalam wadah berupa konsep kulli yang dihasilkan dari perbuatan akal. Oleh karenanya golongan yang meyakini adanya hulul pada dzat Tuhan, mereka telah membatasi Tuhan dalam satu wujud makhluk tertentu.
Seperti keyakinan bahwa Isa as. atau Ali as. adalah wadah bagi wujud Tuhan, sangat jelas bahwa pandangan seperti itu sudah menyimpang dari Tauhid dan bertentangan dengan akal serta teks-teks agama seperti ucapan Ali as. : “ barang siapa yang berkata bahwa Tuhan ada pada sesuatu maka ia telah menyatukanNya dengan sesutau itu, dan barang siapa yang menyatakan bahwa Tuhan diatas ( diluar ) dari sesutau berarti ia telah memisahkan Tuhan darinya “. Wujud yang maha tidak terbatas, tidak berakhir dan memiliki wahdat ithlaqi memiliki dua kekhususan; pertama ‘ainiah wujudi dan hadir secara wujud dengan semua makhluk sebagaitajalli isim-Nya akan tetapi tidak dalam artian hulul.
Kedua : fauqiah wujudi , karena wujudnya yang tidak terbatas tidak mungkin bisa dibatasi hanya pada makhluk yang terbatas ( hulul ). Artinya wujud mutlak ini selian hadir di dalam wujud makhluk juga berada di luar wujud makhluk, sebab kalau tidak maka wujudNya akan terbatas. Seperti yang diutarakan oleh Imam Husein bin Ali as. ketika menafsirkan ayat “ Allah al-shamad “ maknanya adalah “ laa jaufa lahu “ atau wujudNya tidak memiliki kekosongan artinya tidak ada bagianpun dari wujud ini yang kosong dariNya.
Hal ini juga dijelaskan dalam khutbah selanjutnya : “ bersama segala sesuatu akan tetapi tidak dengan muqaranah dan bukan segala sesuatu akan tetapi tidak jawal dan terpisah darinya.
Kesimpulannya bahwa filsafat yang bersenjatakan akal dengan segala kekuatannya tidak akan bisa memahami Tuhan dengan apa adaNya ( ihathah ). Begitu pula kekuatan amal manusia yang terbatas, lewat irfannya, tidak akan sampai padashuhud dan hudzur pada kedalaman sifat dari wujud yang maha Agung ini. Pengetahuan manusia tentang Tuhan selalu diiringi dengan pengakuan ketidak mampuan dan kelemahan.
Pada kutbah lain Ali as. berkata : “kekuatan fikr manusia tidak sampai kepada sifatNya, dan hati tidak akan bisa meraih kedalamNya”[19] penjelasan lain dari penafian sifat, adalah menafikan sifat sebagai sesuatu yang terpisah dari mausuf. Penafsiran ini dikuatkan oleh kalimat sesudahnya : “dengan kesaksian bahwa setiap sifat bukanlah mausuf dan setiap mausuf bukanlah sifat “ atau kalimat sebelumnya dari khutbah ini : : “Dzat yang sifatnya tidak memiliki batasan yang membatasinya”
.
Banyak terjemahan Al Quran Sunni menerjemahkan Istawa’ sebagai Bersemayam … Sehingga terjemahan Al Quran Sunni menyatakan Allah bersemayam diatas arsy
Ini sangat aneh, karena mayoritas kaum tasawuf asy’ariyyah maturidiyyah menyatakan bahwa Allah tidak bertempat…. Antara terjemahan Quran dengan akidah sunni kok berbeda ?????????????
Banyak web sunni yang mengkufurkan Akidah Allah bertempat !!!
Tapi anehnya Abu Hasan Al Asy’ari menyatakan Allah berada diatas arsy dan arsy lebih besar dari Allah serta fungsi arsy sebagai tempat bersemayam !!! Abu Hasan Al Asy’ari dan Hambaliyyah menyatakan Allah dibatasi oleh bagian tertinggi arsy…
Antara ajaran gembong pendiri mazhab yaitu Abu Hasan Al Asy’ari dengan pengikutnya berbeda.. Tapi pengikut asy’ari hanya berani mengkufurkan WAHABi SALAfi Wahabi dan tidak berani mengkufurkan Abu Hasan Al Asy’ari… Kalau ajaran gembong pendiri mazhab yaitu Abu Hasan Al Asy’ari bisa dibantah pengikut nya maka SANG PEDOMAN bisa salah bisa benar …
Lalu bagaimana sikap syi’ah imamiyah ??????????
JAWABAN :
SYi’AH iMAMiYAH menerjemahkan Istawa’ sebagai Sempurna atau Menyempurnakan.. Ini sesuai kaidah tata bahasa Arab dan bukan ta’wil akal- akalan
Jadi tsumma istawa ‘alaa al arsy itu bermakna Allah menyempurnakan ( penciptaan dari bumi dan langit langit hingga ke arsy )
Allah SWT tidak perlu naik ke arsy atau turun ke bumi untuk menyempurnakan proses penciptaan langit dan bumi… Kalau dikatakan Allah naik atau turun dari langit ke bumi dan sebaliknya berarti Allah lebih kecil dari langit dan bumi…
Secara inkonsisten mazhab sunni menerjemahkan istawa’ sebagai bersemayam, padahal bersemayam artinya bertempat..
Ketika berhadapan dengan ayat Qs. Al Fath ayat 29, Qs. Al Qashash ayat 14, dan Qs. An Najm ayat 6 maka ulama sunni kebingungan !!!
Berikut ini kita telusuri perkataan Istawa’ dalam Al Quran satu demi satu
——————————————————————————————————————–
Fastwa ‘alaa suwqihii
Terjemahan Sunni :
Qs. Al Fath ayat 29 : “seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya”
Terjemahan Sunni :
Qs. Al Fath ayat 29 : “seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan sempurna di atas pokoknya”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Al Qashash ayat 14 : “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan”
Terjemahan Syiah :
Qs. Al Qashash ayat 14 : “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan”
Catatan : Sempurna dalam Qs. Al Qashash ayat 14 Menurut syi’ah adalah mencapai kedewasaan
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. An Najm ayat 6 : “yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli”
Terjemahan Syiah :
Qs. An Najm ayat 6 : “yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang sempurna”
————————————————————————————————
Tapi anehnya terjemahan istiwa’ versi Al Quran terjemahan mazhab sunni pada ayat ayat lain menjadi sangat aneh !! Terjemahan Quran Sunni menterjemah istiwa’ sebagai bersemayam !!!
Simak :
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Thaahaa ayat 5. : “(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy”
Terjemahan Syiah :
Qs. Thaahaa ayat 5. : ““(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang menyempurnakan ( penciptaan ) hingga ke arsy”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Al Baqarah ayat 29 : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.”
Terjemahan Syi’ah :
Qs. Al Baqarah ayat 29 : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia menyempurnakan nya hingga ke langit, lalu sempurnalah menjadi tujuh langit”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
QS. Al A’raf Ayat 54 : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy”
Catatan :
Menurut Terjemahan Sunni : Bersemayam di atas ‘Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya
Terjemahan Syi’ah :
QS. Al A’raf Ayat 54 : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia menyempurnakan nya hingga keatas arsy
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Yunus ayat 3 : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan”
Terjemahan Syiah :
Qs. Yunus ayat 3 : “”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia menyempurnakan nya hingga ke arsy untuk mengatur segala urusan””
Catatan : Menurut syi’ah makhluk yang berada di arsy adalah malaikat tertentu… Allah SWT tidak bertempat di arsy
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Ar Ra’d ayat 2 : “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy”
Terjemahan Syiah :
Qs. Ar Ra’d ayat 2 : “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia menyempurnakan nya hingga ke arsy”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Al Furqaan ayat 59 : “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy”
Terjemahan Syiah :
Al Furqaan ayat 59 : “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia menyempurnakan nya hingga ke arsy”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. As Sajdah ayat 4 : “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy”
Terjemahan Syiah :
Qs. As Sajdah ayat 4 : “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia menyempurnakan nya hingga ke arsy”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Fushshilat ayat 11 : “Kemudian Dia menuju ke langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”
Terjemahan Syiah :
Qs. Fushshilat ayat 11 : ““Kemudian Dia menyempurnakan ( penciptaan ) hingga langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Al Hadiid ayat 4 : “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
Terjemahan Syiah :
Qs. Al Hadiid ayat 4 : “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia menyempurnakan ( penciptaan ) hingga arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
——————————————————————————————————————–
Terjemahan Sunni :
Qs. Maryam ayat 17 : “maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kamikepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna”
Terjemahan Syiah :
Qs. Maryam ayat 17 : “maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kamikepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna”
.
Abu Hasan Al Asy’ari menyatakan : “Allah bersemayam di atas singgasana Nya, Dia mempunyai sepasang tangan tetapi bukan sebagai pemilikan, Dia mempunyai mata tetapi bukan sebagai cara, dan Dia mempunyai wajah”( Kitab Maqalat Al Islamiyyin karya Abu Hasan Al Asy’ari ) ….
Memang, pemahaman metodologi para Ahli Hadis dari mazhab Hambali dan abu Hasan Al Asy’ari cenderung tekstual / literal menyebabkan terjadinya perbedaan mereka dengan Syi’ah dan mayoritas Ahlusunah… Anehnya pengikut asy’ari mengkafir kan ajaran Asy’ari Sang Gembong Pendiri Mazhab !!!!!
Hambaliyyah dan Asy’ari berpendapat bahwa derajat keagungan Allah mempunyai batas yang berdekatan dengan bagian paling tinggi dari singgasana Nya….
Imam Ali bin Abu Thalib menolak pandangan kejasmaniahan Allah dan menempatkan Allah diatas kualitas kualitas yang dapat disifatkan pada makhluk Nya :
“”Mereka yang mengklaim dapat disamakan dengan Mu menzalimi Mu ketika menyamakan Mu dengan berhala berhala mereka, secara keliru melekatkan pada Mu suatu sifat yang mungkin cocok bagi ciptaan Mu, dan secara tersirat mengakui bahwa Engkau tersusun dari bagian bagian seperti hal hal material ( Kitab Nahj Al Balaghah halaman 144 )
Syi’ah menolak kejasmaniahan Allah…
Salafi mengambil arti lahiriah, sedangkan syi’ah mengambil arti majazi (kiasan)…
Syi’ah menolak hal hal material seperti kejasmaniahan, ruang, waktu, ketersusunan dan komposisi pada Allah SWT
………………………………………………………..
Dimanakah Allah?
Pertanyaan “Dimanakah Allah?” adalah pertanyaan salah yang tidak perlu terhadap jawaban, bahkan tidak memiliki jawaban sama sekali. Pertanyaan yang salah harus diluruskan terlebih dahulu, bukan dijawab. Karena memaksaan diri untuk memberi jawaban dari pertanyaan yang salah akan mengarah kepada jawaban yang salah pula. Ini pun merupakan salah satu bukti akan keotentikan hukum kausalitas.
Hukum kausalitas (sebab-akibat) merupakan hal yang aksiomatis di alam semesta ini. Dengan hukum ini pula alam semesta tercipta. Hukum ini terdiri dari dua hal; ‘sebab’ dan ‘akibat’. Dalam kajian filsafat disebutkan beberapa kekhususan yang dimiliki oleh hukum ini termasuk bahwa; ‘sebab’ harus ‘ada’ (eksis) terlebih dahulu dari ‘akibat’. Dan, segala kesempurnaan eksistensial ‘akibat’ harus dimiliki oleh ‘sebab’, bahkan ‘sebab’ harus memilikinya dengan bentuk yang lebih sempurna dari apa yang dimiliki oleh ‘akibat’.
Dalam kajian teologi falsafi telah disebutkan bahwa, mata rantai penciptaan alam harus berakhir pada satu titik dimana tiada lagi esensi lain yang menjadi pencipta titik tersebut. Jika tidak, niscaya akan berakhir pada terjadinya dua kemungkinan; ‘mata rantai penciptaan yang tiada berakhir’ (tasalsul) dan atau ‘perputaran mata rantai penciptaan’ (daur) dimana kedua hal tersebut –dengan berbagai argumen yang telah dijelaskan secara terperinci dalam berbagai buku teologi dan filsafat- dinyatakan sebagai hal yang mustahil terjadi. Titik akhir dari mata rantai penciptaan itulah yang dalam bahasa agama disebut dengan Tuhan, atau dalam agama Islam biasa disebut dengan Allah SWT.
Allah SWT adalah kausa prima, prima dalam arti yang sesungguhnya. Oleh karenanya, segala atribut kesempurnaan eksistensial makhluk di alam semesta yang merupakan obyek ciptaan-Nya harus pula dimiliki oleh esensi-Nya, bahkan dengan bentuk yang lebih sempurna. Karenanya, semua atribut kesempurnaan Allah SWT selalu didahului dengan kata ‘Maha’. Kata itu (Maha) meniscayakan ketiadaan segala bentuk ‘kekurangan’ pada esensi sejati-Nya. Sekecil apapun kekurangan yang akan disematkan pada Allah SWT maka akan meniscayakan ketidaklayakan-Nya untuk menyandang titel ‘Maha’. Salah satu bentuk kekurangan adalah memiliki ‘sifat-sifat kekurangan’ yang dimiliki oleh hasil ciptaan-Nya (makhluk), termasuk sifat ‘membutuhkan kepada selain-Nya’ dan atau ‘memiliki sifat kekurangan makhluk-Nya’.
Salah satu hasil ciptaan (makhluk) Allah SWT adalah tempat. Pertanyaan tentang tempat selalu dimulai dengan ‘dimana’. Jika ditanya tentang dimana Allah SWT maka hal itu sama dengan menyatakan bahwa Allah SWT membutuhkan tempat dan atau esensi diri-Nya memerlukan sesuatu yang lain yang bernama ‘tempat’. Padahal tempat adalah salah satu makhluk-Nya. Apakah mungkin Allah SWT Pemilik segala bentuk kesempurnaan dan Yang dijauhkan dari segala bentuk kekurangan lantas memerlukan terhadap selain-Nya, padahal segala sesuatu selain Allah SWT adalah makhluk dan hasil ciptaan-Nya? Dengan kata lain, apakah mungkin Allah SWT memerlukan terhadap makhluk-Nya? Tentu jawabannya adalah, mustahil Allah SWT memerlukan terhadap selain-Nya. Itu kemungkinan pertama.
Kemungkinan kedua adalah, Allah SWT memiliki sifat kekurangan, persis seperti makhluk-Nya (padahal dalam ayat al-Quran disebutkan bahwa, “Tiada satupun yang menyamai-Nya”). Bagaimana tidak? Sewaktu Allah ada di suatu tempat maka hal itu meniscayakan bahwa Ia seperti makhluk-Nya; perlu terhadap tempat, bisa di tunjuk dalam arti berada di suatu arah tertentu dan dalam waktu yang sama tidak ada di arah lain dimana hal itu memberikan konsekuensi bahwa Allah SWT tersusun dan memiliki anatomi tubuh (jisim), persis keyakinan anthromorpisme Yunani klasik.
Kemungkinan ketiga adalah, jika Allah SWT bertempat maka hal itu meniscayakan ketidak-aksiomatisan hukum kausalitas yang telah disinggung di atas. Karena bagaimana mungkin Allah SWT harus bertempat sedang tempat adalah hasil ciptaan-Nya yang pastinya ‘ada’ (eksis) pasca keberadaan Allah SWT? Lantas sebelum Allah SWT menciptakan tempat, dimanakah Allah bertempat?
Oleh karenanya, pertanyaan “Dimanakah Allah?” adalah pertanyaan salah yang tidak perlu terhadap jawaban, bahkan tidak memiliki jawaban sama sekali. Pertanyaan yang salah harus diluruskan terlebih dahulu, bukan dijawab. Karena memaksaan diri untuk memberi jawaban dari pertanyaan yang salah akan mengarah kepada jawaban yang salah pula. Ini pun merupakan salah satu bukti akan keotentikan hukum kausalitas.
Atas dasar itu, para Imam Ahlul Bayt menjelaskan bahwa ‘tempat’ adalah makhluk Allah SWT yang Allah tidak akan pernah membutuhkan selain-Nya (makhluk). Dalam menjawab pertanyaan “Dimanakah Allah?”, Imam Ahlul Bayt -seperti yang disinyalir dalam kitab tauhid as-Shoduq- mengatakan: “Allah adalah Dzat yang menjadikan dimana sebagai dimana. Lantas apakah mungkin Allah disifati (ditanya tentang) dengan kata dimana?”. Yang benar adalah, Allah tidak menempati sesuatu apapun dan Dia Maha meliputi atas segala sesuatu, sebagaimana yang dinatakan dalam al-Quran dengan ayat “Wa Kaanallahu bikulli Syai’in Muhiith” (Dan Allah melingkupi segala sesuatu /QS an-Nisaa:126). Adapaun ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT dalam mengatur alam semesta duduk di atas Arsy (singgasana), maka ayat-ayat itu harus ditakwil –spt: singgasana sebagai simbol kekuasaan- sehingga tidak bertentangan dengan ayat “Tiada apapun yang menyamai-Nya” (Laisa Kamistlihi Syai’) dan ayat yang telah disinggung di atas tadi. Jika ayat al-Quran harus ditakwil agar tidak bertentangan dengan ayat lainnya, apalagi hadis-hadis yang menjelaskan tentang hal itu, lebih utama untuk ditakwil. Jika tidak mampu untuk ditakwil maka kita singkirkan jauh-jauh hadis tersebut dari file kita, walaupun hadis tersebut terdapat dalam kitab standart dan pustaka agama kita, karena bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran
Merubah kabar dari Allah ataukah menjelaskan hakekat di balik teks kabar, dua hal yang berbeda lho!? Ketika kita menerima secara literal/tekstual maka justru akan menjerumus kan kita pada Anthropomorpisme (jismiyah/musyabbihah) yang bertentangan dengan kehendak Ilahi yg disampaikan-Nya dalam ayat al-Quran dan melalui hadis-hadis Rasul, sesuai dengan pemahaman para ulama Islam. Akal pun menguatkan apa yang telah dijelaskan oleh teks-teks agama tadi.
Memang, pemahaman dan metodologi para Ahli Hadis dari mazhab Hambali yang cenderung tekstual/literal menyebabkan terjadinya perbedaan mereka dengan Syi’ah dan mayoritas Ahlusunah.
“Di Manakah Allah sWt”?
TernyaTa jawaban aNda teLah di jawab oLeH Allah sWt berabad-abad LamaNya YaiTu daLm ALQuran. Allah sWt berfirMan: “JIKA HAMBA HAMBAKU BERTANYA TENTANG AKU KEPADAMU (Muhamad) MAKA KATAKANLAH AKU INI DEKAT KEPADANYA” (Q.S al-BaQarah 186)
dalam ayaT Lain allah SWt berfirMan: ” DAN AKU LEBIH DEKAT KEPADAMU DARI PADA URAT LEHERMU” ( Q.S Qaf 16 )
dekat di atas bermakna kiasan, misal : Saya dekat dengan ayah saya, walaupun ayah saya di Papua dan Saya di malaysia maka kami tetap dekat
Padahal langit tidak mesti memiliki arti yang dipahami oleh awam, lawan dari bumi materi yang bulat ini. Padahal jika ditarik ke atas maka langit Amerika berbeda dengan langit Indonesia, karena bumi bulat. Lantas di langit sebelah manakah Allah? Dan jika Allah di langit maka di bumi ‘kosong’ dari Allah donk?
Dimana itu berarti menanyakan tempat.. Sedang Allah Maha kaya yang tidak memerlukan apapun, termasuk tempat. Jika tidak, maka Allah perlu terhadap tempat tersebut. Sewaktu perlu berarti Allah ‘miskin’ (baca: perlu) terhadap sesuatu yang lain, yang bernama tempat. Selain itu, jika Allah bertempat maka ia terbatas, karena hanya di tempat itu saja, dan tidak ada ditempat lain. Selain itu, jika Allah bertempat maka Allah bisa ditunjuk, ke arah tempat itu, dan ini meniscayakan keterbatasan Allah.
Oleh karenanya dalam banyak teks disebutkan, terkadang dinyatakan bahwa Allah dekat, terkadang Allah di atas, dan terkadang Allah meliputi segala sesuatu yang berarti dimana-mana. Allah dekat bukan berarti kedekatan jarak dan tidak berada di kejauhan. Allah di atas bukan berarti Allh di bawah, di kiri, kanan, depan, belakang tidak ada. Allah dimana-mana bukan berarti Allah banyak atau bergentayangan. Ini semua yang tidak mungkin terjawab hanya berbekal metodology tekstual sebagaimana pengikut mazhab Ahli Hadis. Hanya kajian dengan metology pengawinan antara teks dan akal saja yang bisa menjawabnya. Ini yang diajarkan dalam mazhab Ahlul Bait AS.
Umat Islam sekarang ini sangat membutuhkan penjelasan aqidah dikarenakan banyak nya sekte – sekte baru yang sesat dan berkedok Islam seperti kelompok Musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), Mujassimah (meyakini bahwa Allah merupakan benda), Mu’aththilah (menafikan keberadaan Allah), Wahdatul Wujud (meyakini bahwa Allah inti dari alam sedangkan makhluk adalah bagian dari Allah), Hulul (meyakini bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya) dan lain-lain.
Sesuatu yang patut disayangkan adalah merebaknya paham paham yang berseberangan dengan aqidah Ahlussunnah dengan klaim sebagai Ahlussunnah. Seperti paham yang mengatakan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy atau Kursi (sebagian mereka menyatakan di langit)………
Tidak sepatutnya seseorang muslim yang mendengar kisah mi’raj mengenai naik dan turunnya Junjungan Nabi SAW ke langit menyangka bahawa antara hamba dan Tuhan Nya terdapat jarak yang tertentu yang dapat dijangkau, kerana sangkaan yang sedemikian adalah suatu kekufuran, yang mana kita berlindung dengan Allah daripada nya. Bahawasanya naik dan turun ini hanya dinisbahkan kepada hamba (yakni Junjungan Nabi SAW) dan bukannya kepada Tuhan.
Allah tidak diliputi tempat dan tidak diliputi arah…. Allah tidak diliputi tempat dan tidak diliputi arah karena tempat adalah makhluk, maka Allah tidak menempati makhluk..Kita mengangkat tangan ke langit ketika berdoa bukanlah kerana Allah berada dilangit akan tetapi kita mengangkat tangan ke langit kerana langit merupakan kiblat bagi doa, tempat terkumpulnya banyak rahmat dan berkat. Sepertimana kita menghadap ke arah ka’bah ketika shalat tidaklah bererti Allah itu berada di ka’bah akan tetapi kerana ka’bah itu kiblat bagi solat. Inilah yang telah dinyatakan oleh para ulama Islam. Kenapa shalat hadap kekiblat, katanya Allah diatas ? ingat Langit hanyalah kiblat Do’a, bukan tempat bersemayam Allah… Kalau Allah di langit, sebelum ada langit Allah di mana yah?
Terdapat satu hadits yang diguna oleh golongan wahhabi untuk mengatakan Allah berada di langit iaitu Hadits Al-Jariyah. Hadis Al-Jariyah sebuah hadis yang mengandungi peristiwa pertanyaan Rasulullah kepada seorang jariyah (hamba perempuan) yang telah diriwayatkan dalam pelbagai lafaz oleh beberapa ulama hadis seperti al-Imam Muslim dalam kitabnya Sahih Muslim, Bab Tahrim al-Kalam fi al-Salah, al-Imam Abu Dawud dalam kitabnya Sunan Abi Dawud, Bab Tashmit al-^Atish dan Bab fi al-Raqabati`l-Mu’minah, al-Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatta’, Bab Ma Yajuz Mina`l-^Itq fi al-Riqab al-Wajibah, al-Imam al-Bayhaqi, al-Imam Ahmad, al-Imam Ibn Hibban dan lain-lain lagi.
Hadits Jariyah ini bukan Bermakna Zat Allah bertempat di atas langit.
Maknanya : Rasululullah bertanya “dimanakah ( pusat pemerintahan ) Allah ??”
Lalu si budak menjawab : “di langit”
Maknanya : Rasululullah bertanya “dimanakah ( pusat pemerintahan ) Allah ??”
Lalu si budak menjawab : “di langit”
Ainallah adalah suatu pertanyaan tentang dimanakah ( pusat pemerintahan ) Allah ???? jawaban nya: yaitu di arsy di langit..Ainallah bukannya bermaksud Zat Allah bertempat di langit
Al Imam Malik dan al Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya salah seorang sahabat Anshar datang kepada Rasulullah dengan membawa seorang hamba sahaya berkulit hitam, dan berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai kewajiban memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin, jika engkau menyatakan bahwa hamba sahaya ini mukminah maka aku akan memerdekakannya, kemudian Rasulullah berkata kepadanya: Apakah engkau bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah? Ia (budak) menjawab: “Ya”, Rasulullah berkata kepadanya: Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah Rasul (utusan) Allah? Ia menjawab: “Ya”, kemudian Rasulullah berkata: Apakah engkau beriman terhadap hari kebangkitan setelah kematian? ia menjawab : “Ya”, kemudian Rasulullah berkata: Merdekakanlah dia”.
Dalil dalam Alquran dan Alhadith daripada nas-nas menunjukkan Allah ‘azza wajalla di langit, maka ketahuilah bahawa maksunya ketinggian martabat, kemulian, kehebatan dan penguasaan kerana Allah tidak menyerupai makhlukNya, tidaklah sifatNya seperti sifat makhluk, tidaklah sifat Pencipta bersamaan dengan sifat makhluk yang berkaitan dengan kelemahan bahkan Allah itu bagiNya sifat sempurna daripada nama-nama yang muliaNya…Arasy adalah PUSAT PEMERiNTAHAN ALLAH yang dikendalikan oleh 8 malaikat.. Allah tidak naik keatas arsy
yang mana Dialah Tuhan yang apabila seseorang memohon kepadaNya maka dia menghadap ke langit sebagaimana apabila seseorang sembahyang dia menghadap kaabah, dan tidaklah perlakuan sedemikian ini (yakni menghadap ke langit ketika berdoa atau menghadap kaabah ketika bersholat) , perbuatan menghadap ke langit itu adalah kerana langit itu adalah kiblat orang yang berdoa sebagaimana kaabah itu kiblat bagi orang yang sholat.
Berbalik kepada hadits jariah tadi, maka selain penjelasan di atas, ada lagi penjelasan dan keterangan lain daripada para ulama kita dari berbagai aspek bahasannya. Dari semua penjelasan tersebut, maka mereka menyimpulkan bahawa apa yang dimaksudkan oleh hadits tersebut bukanlah menetapkan tempat bagi Allah.
Dan tidaklah tepat baginya untuk menjadikan hadits jariah ini sebagai hujjah untuk mensabitkan bahawa Allah bertempat di langit. Apatah lagi hadits ini walaupun shohih tidaklah mencapai darjat mutawatir. Maka apa caranya dia hendak menjadikan hadits ini sebagai hujjahnya untuk menyesatkan orang yang tidak sependapat dengan i’tiqad hasywiyahnya itu. Perkara ini adalah antara kesimpulan yang telah ditekan dan diperjelaskan oleh mantan Mufti Tunisia, Syaikh Muhammad Mukhtar as-Salaami (hafizahUllah).
Bahkan, jika dilihat “Shahih Muslim”, kita dapati bahawa Imam Muslim rhm sendiri tidak meletakkan hadits ini dalam kitab al-iman atau bab-bab yang berhubung dengan keimanan dan pegangan aqidah tetapi beliau meletakkannya dalam bab fiqh berhubung hukum hakam sembahyang iaitu kitab al-masaajid wa mawaadhi` ash-sholaah, bab tahriim al-kalaam fi ash-sholaah wa nasakha maa kaana min ibaahatih (kitab mengenai masjid-masjid dan tempat-tempat sembahyang, bab haram berkata-kata dalam sembahyang serta menasakhkan riwayat yang mengharuskan berkata-kata dalamnya). Maka isyaratnya ialah hadits ini hanyalah untuk dijadikan hujjah dalam bab-bab fiqh semata-mata.
Antara dalil yang biasa dikemukakan oleh puak hasywiyah bagi menetapkan Allah bertempat di langit ialah Hadits Jariah. Maka dijajalah hadits ini ke sana ke mari untuk menegakkan pegangan mereka bahawa Allah itu mengambil tempat di langit, subhanAllah. Maka ramai, kalangan awam terpengaruh dengan kalam fahisy mereka ini, serta beri’tiqad bahawa Allah itu di langit
Tafsir Hadist mutasyabihat “Disayangi Penduduk langit”
Artinya : Sayangilah penduduk Bumi maka akan disayangi oleh Penduduk langit ( HR. Tirmidzi )
Artinya : Sayangilah penduduk Bumi maka akan disayangi oleh Penduduk langit ( HR. Tirmidzi )
Tafsir Ayat Mutasyabihat LAFADZ “MAN FiSSAMA-i DALAM AL MULK ayat 16 “
Lafadz “Man fissamaa-i ” bermakna Penduduk langit /malaikat.. Jadi maksud hadist ini adalah Jika kalian menyayangi penduduk bumi maka Malaikat yang dilangit akan menyayangi kalian.
Ayat tersebut tidak bermakna bahwa Allah bertempat di langit.. Perkataan ‘man’ yaitu ‘siapa’ dalam ayat tadi berarti malaikat bukan berarti Allah berada dan bertempat dilangit.. “Perkataan ‘siapa’ pada ayat tersebut berarti malaikat”… Kemudian, yang berada dilangit dan bertempat dilangit bukanlah Allah tetapi para malaikat
Ketahuilah bahawa tempat tinggal para malaikat yang mulia adalah di langit pada setiap langit penuh dengan para malaikat manakala bumi terkenal dengan tempat tinggal manusia dan jin. Maha suci Allah dari bertempat samaada di langit mahupun di bumi.
Banyak hadis dan ayat yang menyebutkan man fissamawati (yang dilangit), penduduk langit dan sebagainya, tapi itu semua adalah para malaikat. Seperti dalamsurat al-ra’du ayat 15 (ayat sajadah) : “walillahi yasjudu man fissamawati wal’ardhi thau’an wa karhan wa dhilaaluhum bil ghuduwwi wal aashaal”
Artinya : “Apa yang di langit dan Bumi, semuanya tunduk kepada Allah, mau atau tidak mau, demikian juga bayang-bayang mereka diwaktu pagi dan petang (Qs. arra’du ayat 15)
“Apa yang di langit (man fisamawati) dan Bumi, semuanya tunduk kepada Allah, mau” (adalah seperti orang beriman) “atau tidak mau” (sperti orang munafiq dan orang yang ditakut-takuti (untuk sujud) dengan pedang).
“Yang dimaksud (man fissama-i atau yang dilangit) dalam ayat tersebut adalah malaikat”. Ayat tersebut tidak bermakna bahwa Allah bertempat di langit.
Banyak hadis dan ayat yang menyebutkan man fissamawati (yang dilangit), penduduk langit dan sebagainya, tapi itu semua adalah para malaikat. Seperti dalamsurat al-ra’du ayat 15 (ayat sajadah) : “walillahi yasjudu man fissamawati wal’ardhi thau’an wa karhan wa dhilaaluhum bil ghuduwwi wal aashaal”
Mukhalafatuhu Lil Hawaditsi : Dan maknanya : Bahawasanya Allah Taala tiada bersama ia dengan segala yang baharu, tiada pada zatNya, dan tiada pada sifatNya dan tiada pada af’alNya (perbuatanNya). Maka zat Allah tiada menyerupa akan dia segala zat yang baharu, dan sifatNya tiada menyerupa akan dia akan segala sifat-sifat yang baharu, dan perbuatanNya tiada meyerupa akan dia akan segala perbuatan yang baharu, dan setiap barang yang terlintas dengan hati seorang kita akan sesuatu maka bahawasanya Allah Taala itu bersalahan baginya kerana sekalian itu baharu
Dan tiada Allah Taala itu bertempat, dan tiada Ia di atas, dan tiada Ia di bawah, dan tiada ia di kanan, dan tiada di kiri, dan tiada pada hadapan, dan tiada di belakang, kerana adalah sekalian itu melazimkan jirim, dan Allah Yang Maha Suci tiada berjirim, dan tiada Aradh. Kerana adalah segala yang baharu itu terhingga atas dua perkara iaitu jirim dan aradh maka tempat dan berubah itu sifat jirim dan sifat aradh. Demikian lagi besar dan kecil itu sifat jirim yang banyak dan sedikit kerana jikalau banyak jirim dinamakan besar dan yang sedikit dinamakan kecil. Dan berubah itu sifat aradh seperti gerak dan diam maka kedua-duanya itu daripada kelakuan yang baharu dan Allah Yang Maha Suci itu Qadim tidak boleh disifatkan dengan segala sifat yang baharu. Dan barangsiapa menghinggakan zat Allah Taala pada tempat maka tiada syak ia pada kufurnya seperti katanya allah taala itu terhingga di atas langit atau pada bumi.
Barangsiapa yang meninggalkan empat perkara ini sempurna imannya, dan iaitu (kam ),dan (kaif), dan (mata), dan (aina), maka adapun (kam) maka dinyatakan dengan dia menuntut kenyataan bilangan maka jika dikata orang ; Kamillah ? Yakni “ berapa Allah?” maka jawab olehmu : iaitu wahid yakni Esa pada zatNya dan pada sifat-sifatNya dan pada perbuatanNya. Dan (kaif) iaitu ditanya dengan dia daripada kaifiat maka jika ditanya orang : kaifallah? Yakni “ betapa Allah (bagaimana rupa Allah?)” maka jawab olehmu ; tiada mengetahui seseorang akan hakikat zat Allah melainkan Ia jua. Dan (mata) itu tiada dengan dia daripada zaman (masa) maka jika dikata orang : Matallah? Artinya ; manakala didapati Allah? (bilakan Allah Taala wujud?) maka jawab oleh mu : Allah Taala itu awalnya tiada permulaan dan akhir tiada kesudahan. Dan (aina) dan tiada dengan dia daripada makan (tempat), maka jika dikata orang : Ainallah? (di mana Allah?) maka jawab oleh mu : Allah itu tiada bertempat dan tiada dilalu atasnya masa kerana zaman (masa) dan makan (tempat) baharu keduanya.
Bermula Allah taala itu Qadim dan yang Qadim tiada berdiri dengan yang baharu dan barangsiapa yang menyerupakan Allah , Tuhan yang bersifat dengan Rahman dengan suatu maka tiada syak pada kufurnya. Maka takut olehmu akan diri kamu dan pelihara akan dia daripada menyerupa ia akan Allah dengan suatu bahagi daripada bahagi yang baharu ini maka demikian itu kufur. Dan sungguhnya wajib bagi Allah itu mukhalafah (bersalahan) bagi segala yang baharu kerana bahawasanya jikalau menyama ia akan dia nescaya adalah baharu seumpamanya. Dan telah terdahulu pada burhan wajib qidamnya dan baqa’nya dan wajiblah ia bersifat Mukhalafatuhu Lil Hawwaditsi, dan apabila sabitlah baginya Mukhalafatuhu Lil Hawwaditsi nescaya nafilah daripadanya Mumatsilah Lil Hawaditsi ( bersamaan Allah pada segala yang baharu)
Salafi menyatakan Allah bersemayam di atas Arsy, benarkah ???
Jawab :
Istiwa’ bermakna : Menyempurnakan atau sempurna
Ada 12 tempat kata istiwa’ dalam Al Quran
Jadi istiwa’ bukan bermakna bersemayam atau mendiami seperti tuduhan Wahabi
Allah beristiwa’ diatas arsy, maksudnya ; Allah menyempurnakan (penciptaan) hingga ke arsy….
Allah menciptakan langit dan bumi kemudian istiwa’ (menyempurnakan) hingga atas arsy…
Jadi bukan ZAT ALLAH bersemayam/bertempat diatas arsy.. Zat Allah bukan bertempat di langit..
Langit adalah materi/makhluk… Allah tidak bertempat pada makhluk..
Mutasyabihat artinya nash-nash al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam yang dalam bahasa arab mempunyai lebih dari satu arti dan tidak boleh diambil secara zhahirnya, karena hal tersebut mengantarkan kepada tasybih (menyerupa kan Allah dengan makhluk-Nya), akan tetapi wajib dikembalikan maknanya sebagaimana perintah Allah dalam al Qur’an pada ayat-ayat yang Muhkamat, yakni ayat-ayat yang mempunyai satu makna dalam bahasa Arab, yaitu makna bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu dari makhluk-Nya.
Ayat Istiwa’
Di antara ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak boleh diambil secara zhahirnya adalah firman Allah ta’ala (surat Thaha: 5):
Di antara ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak boleh diambil secara zhahirnya adalah firman Allah ta’ala (surat Thaha: 5):
Ayat ini tidak boleh ditafsirkan bawa Allah duduk (jalasa) atau bersemayam atau berada di atas ‘Arsy dengan jarak atau bersentuhan dengannya. Juga tidak boleh dikatakan bahwa Allah duduk tidak seperti duduk kita atau bersemayam tidak seperti bersemayamnya kita, karena duduk dan bersemayam termasuk sifat khusus benda
Dengan ini diketahui bahwa tidak boleh berpegangan kepada “al Qur’an dan Terjemahnya” yang dicetak oleh Saudi Arabia karena di dalamnya banyak terdapat penafsiran dan terjemahan yang menyalahi aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti ketika mereka menerjemahkan istawa dengan bersemayam, padahal Allah maha suci dari duduk, bersemayam dan semua sifat makhluk. Mereka juga menafsirkan Kursi dalam surat al Baqarah:255 dengan tempat letak telapak kaki-Nya, padahal Allah maha suci dari anggota badan, kecil maupun besar, seperti ditegaskan oleh al Imam ath-Thahawi dalam al ‘Aqidah ath-Thahawiyyah.
Imam Ali bin Abu Thalib mengatakan: “Sesungguhnya Allah menciptakan ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya” (diriwayatkan oleh Abu Manshur al Baghdadi dalam kitab al Farq bayna al Firaq, hal. 333)
Imam Ali bin Abu Thalib turut menjelaskan:
” Akan kembali satu kaum dari umat ini ketika hampir hari kiamat kelak mereka menjadi kafir, lantas sesorang lelaki bertanya: ‘ Wahai amirul mu’minin! Kekufuran mereka itu disebabkan apa? kerana mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama atau mengingkari sesuatu dalam agama?’ Saidina Ali menjawab: Kekufuran mereka kerana mengingkari sesuatu dalam agama iaitu mereka mengingkari Pencipta mereka dengan menyifatkan Pencipta itu berjisim dan beranggota”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mu’allim Al-Qurasyi dalam kitabnya berjudul Najmul Muhtady Wa Rajmul Mu’tady)
” Akan kembali satu kaum dari umat ini ketika hampir hari kiamat kelak mereka menjadi kafir, lantas sesorang lelaki bertanya: ‘ Wahai amirul mu’minin! Kekufuran mereka itu disebabkan apa? kerana mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama atau mengingkari sesuatu dalam agama?’ Saidina Ali menjawab: Kekufuran mereka kerana mengingkari sesuatu dalam agama iaitu mereka mengingkari Pencipta mereka dengan menyifatkan Pencipta itu berjisim dan beranggota”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mu’allim Al-Qurasyi dalam kitabnya berjudul Najmul Muhtady Wa Rajmul Mu’tady)
Inkonsistensi Orang yang Memahami Ayat Istiwa’ secara Zhahirnya Dan orang yang mengambil ayat mutasyabihat ini secara zhahirnya, apakah yang akan ia katakan tentang ayat 115 surat al Baqarah:
Jika orang itu mengambil zhahir ayat ini berarti maknanya: “ke arah manapun kalian menghadap, di belahan bumi manapun, niscayaAllah ada di sana”. Dengan ini berarti keyakinannya saling bertentangan.
Akan tetapi makna ayat di atas bahwa seorang musafir yang sedang melakukan shalat sunnah di atas hewan tunggangan, ke arah manapun hewan tunggangan itu menghadap selama arah tersebut adalah arah tujuannya maka di sanalah kiblat Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid (W. 102 H) murid Ibn Abbas. Takwil Mujahid ini diriwayatkan oleh Bayhaqi dalam al Asma’ Wa ash-Shifat.
ALLAH TiDAK BERTEMPAT
Wahabi menjisimkan Allah dengan cara menyandarkan tempat bagi Allah…
Kalangan Mujassim Musyabbih yang menjisimkan Allah dan menyamakan Allah dengan makhluk.
dan ulama ilmu Islam telah menyatakan : “ Allah telah wujud tanpa bertempat dan Dia tidak berubah sama sekali saat ini ”.Perlu kita fahami bahwa Allah SWT tidak bertempat, jadi Arsy bukanlah tempat atau Istana Allah SWT,.. Allah tidak bertempat, sebab mustahil Allah ditempatkan kepada suatu benda. Allah khaliq sedangkan tempat makhluk. Bagaimana mungkin menempatkan Allah ke dalam sebuah makhluk?
Rasulullah bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari dan al Bayhaqi).
Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).
Dimanakah Allah sebelum diciptakannya semua makhluq (Tempat, arah, arsy dsb) ? setelah Allah ciptakan semua makhluq (langit,arsy,arah,tempat dsb), dimana Allah? Apakah sifat Zat Allah berubah? Sebelum Allah ciptakan semua makhluq (zaman azali) semua makhluq tidak ada (langit,arsy,tempat, ruang,arah,cahaya, atas,bawahpada saat itu dimana Allah?
yang maknanya : “Sesungguhnya Allah menciptakan ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya” (diriwayatkan oleh Abu Manshur al Baghdadi dalam kitab al Farq bayna al Firaq, hal. 333)
Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat, hlm. 506, mengatakan: “Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah: “Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-Mu” (H.R. Muslim dan lainnya).
Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat”.
Imam Ali Bin Abu Thalib berkata : “Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)” (diriwayatkan oleh Abu Nu’aym (W. 430 H) dalam Hilyah al Auliya’, juz I hal. 72).
Ingat : Sifat Allah tetap tidak berubah..sifat Allah tdk sama dengan makhluq. Maka orang yang mengatakan tuhan bertempat dan berarah menyalahi sifat wajib salbiyah Allah.
Allah telah sedia ada pada azal lagi, tidak ada siapapun bersama Allah, air belum ada, udara belum ada, bumi belum wujud, langit belum wujud, kursi belum ada, arasy belum ada, manusia belum wujud, jin belum wujud, malaikat belum ada, masa belum ada , tempat belum wujud dan arah juga belum wujud.
Dari segi akal, sebagaimana diterima akan kewujudan Allah ta’ala itu tanpa tempat dan tanpa arah sebelum adanya tempat dan arah maka benarlah kewujudan Allah itu setelah mencipta tempat Dia tidak bertempat dan tidak memerlukan arah.
Al Imam As-Sajjad Zayn al ‘Abidin ‘Ali ibn al Husain ibn ‘Ali ibn Abi Thalib (38 H-94 H) berkata : “Engkaulah Allah yang tidak diliputi tempat”, dan dia berkata: “Engkaulah Allah yang Maha suci dari hadd (benda, bentuk, dan ukuran)”, beliau juga berkata : “Maha suci Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh” yakni bahwa Allah tidak menyentuh sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia tidak disentuh oleh sesuatupun dari makhluk-Nya karena Allah bukan benda. Allah Maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku jarak antara Allah dan makhluk-Nya karena Allah bukan benda dan Allah ada tanpa arah. (Diriwayatkan oleh al Hafizh az-Zabidi dalam al Ithaf dengan rangkaian sanad muttashil mutasalsil yang kesemua perawinya adalah Ahl al Bayt; keturunan Rasulullah).
Maksud dari mi’raj bukanlah Allah berada di arah atas lalu Nabi Muhammad naik ke atas untuk bertemu dengan-Nya, melainkan maksud mi’raj adalah memuliakan Rasulullah dan memperlihatkan kepadanya keajaiban makhluk Allah sebagaimana dijelaskan dalam al Qur’an surat al Isra ayat 1. Juga tidak boleh berkeyakinan bahwa Allah mendekat kepada Nabi Muhammad sehingga jarak antara keduanya dua hasta atau lebih dekat, melainkan yang mendekatkepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam di saat mi’raj adalah Jibril ‘alayhissalam, sebagaimana diriwayatkan oleh al Imam al Bukhari (W. 256 H) dan lainnya dari as-Sayyidah ‘Aisyah -semoga Allah meridlainya-,
maka wajib dijauhi kitab Mi’raj Ibnu ‘Abbas dan Tanwir al Miqbas min Tafsir Ibnu ‘Abbas karena keduanya adalah kebohongan belaka yang dinisbatkan kepadanya.
Maka diisra` dan dimi`rajkan Junjungan Nabi SAW dengan menggunakan makhluk seperti buraq dan mi’raj adalah untuk menzahirkan kemuliaan dan ketinggian baginda di antara sekalian makhluk. Inilah hakikat sebenar mi’raj Junjungan SAW ke langit, agar dipersaksikan kepada segala penghuni langit akan darjat ketinggiannya penghulu sekalian makhluk. Tidaklah ia menunjukkan Allah berada di sesuatu tempat di langit
Imam Ja’far As-Shadiq : “ Barangsiapa menganggap Allah itu dalam sesuatu atau daripada sesuatu atau atas sesuatu benda maka dia telah syirik (kafir) kerana sekiranya Allah di dalam sesuatu maka Dia mempunyai ukuran, sekiranya dikatakan Allah atas sesuatu benda maka Dia dipikul dan sekiranya Dia daripada sesuatu maka Dia makhluk”
Sekiranya Allah bertempat maka sudah pasti bagiNya persamaan dan berukuran tinggi lebar, dalam, dan sesuatu yang sedimikian pastinya adalah makhluk yang diketahui ukuran panjangnya, lebarnya, dalamnya.
firman Allah, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah)” (QS asy-Syura [42]: 11), dan dalil ‘aqli yang definitif, di antara sifat wajib bagi Allah adalah mukhâlafah lil-hawâdits, yaitu Allah berbeda dengan segala sesuatu yang baru (alam).. Antara sifat makhluk adalah bergerak,duduk diam, turun, naik, bersemayam, duduk, berukuran, bercantum,berpisah,berubah, berada di tempat,berarah dan lain-lain.
Mukhalafatu lil hawaditsi/berbeda dgn makhluq (Allah beda dgn makhkuq, sedangkan yang bertempat dan berarah adalah benda kasar/makhluq), menyamakan Allah dengan makhluk pada zaman ini iaitu ajaran Wahhabiyah
Allah Maha suci dari Hadd……..
Menurut ulama tauhid yang dimaksud al mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai ukuran demikian juga ‘Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran.
Menurut ulama tauhid yang dimaksud al mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai ukuran demikian juga ‘Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran.
Imam Ali bin Abu thalib (40 H) berkata:“ Adalah (Allah azali) tanpa bertempat, dan Dia sekarang seperti mana keadaanNya yang lalu ( wujudnya azali tanpa bertempat)”. ( Lihat Abu Mansur al-Baghdady, Al-Farqu Bainal al-Firaq, ( Kaherah, Percetakan Darul Al-Turats), m/s :356. )
Imam Ali bin abu thalib berkata lagi : “Akan kembali suatu kaum daripada umat ini ketika dekat berlaku hari kiamat menjadi kafir mereka itu, lalu berkata seorang lelaki bertanya : wahai Amir al-Mukminin kekafiran mereka dengan apa, dengan sebab mereka melakukan perkara bida’ah ke dengan sebab keingkaran mereka? Maka berkata (Imam Ali) : Bahkan dengan keingkaran. Mereka mengingkari percipta mereka dan mensifatkanNya dengan jisim dan anggota.” (Rujuk Ibn Al-Mu’allim Al-Qurasyi, Kitab Najmul Muhtady, m/s 588)
Tiada permulaan bagi kewujudan-Nya… Karena definisi tempat adalah ruang kosong yang diisi oleh suatu benda.Karena sesuatu yang memiliki tempat dan arah pastilah benda.. Sedangkan Allah bukanlah benda dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda, karenanya ulama mengatakan: “Allah ada tanpa tempat dan arah serta tidak mempunyai ukuran, besar maupun kecil”.
Kalau istiwa’ diartikan ‘bertempat berarti memiliki batasan, dan bila memiliki batasan maka dia kekurangan, dan bila kekuranggan maka dia butuh akan sesuatu’ tentu ini penafsiran yang salah. memang Allah itu tidak bertempat, karena bila Allah bertempat berarti memiliki batasan, dan bila memiliki batasan, maka dia berkekurangan, dan bila kekurangan maka dia butuh akan sesuatu.
Arsy adalah salah satu kekuasaan Allah, bukan berarti Allah bertempat di Arsy
Secara zahir, bahwa syetan itu mencuri berita dari langit memang disebutkan dalam Al-Quran Al-Kariem sendiri. Silahkan Anda buka surat Al-Hijr ayat 16-18.
Dari Aisyah ra bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Para malaikat ketika turun ke awan membacakan urusan-urusan yang telah ditetapkan di langit, datanglah setan mencuri dengar dan disampaikan kepada para dukun dengan membohonginya dengan 100 kebohongan dari diri mereka sendiri. (HR. Bukhari)
Allah bukanlah semacam jisim (rupa) yang dapat digambarkan. Dia tiada menyamai apa pun yang maujud (ada), begitu pula yang maujud itu tiada boleh menyerupaiNya.
Memikul arasy sebagaimana firman-Nya, “Malaikat-malaikat yang memikul arasy dan yang ada berada di sekitarnya sama memahasucikan dengan memuji kepada Tuhan mereka dan mereka pun beriman pada-Nya.” (Q.S. Ghafir:7)
Memikul Arsy juga bermakna mengendalikan, mengatur karena arsy merupakan pusat pemerintahan alam semesta
Pula firman-Nya, “Dan delapan malaikat pada hari itu memikul singgasana Tuhanmu di atas mereka.” (Q.S. Al-Haqqah:17)
Sementara untuk “lebih dekat dari urat leher” itu artinya “kedekatan”. Ayat-ayat semacam ini menurutku tidak merujuk pada entitas fisik,
Al Imam Sayyidina Ali yang: “Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)” (diriwayatkan oleh Abu Nu’aym (W. 430 H) dalam Hilyah al Auliya’, juz I hal. 72)…
Imam Ali bin abu thalib berkata lagi: “Sesiapa yang beranggapan bahawa, Tuhan kita mahdud (ada ruang lingkup tertentu atau ada had-had tertentu), berarti dia jahil tentang Tuhan Maha Pencipta lagi Tuhan yang disembah” (hilyatul Auliya’: 1/73)
Imam Ja’far As-Shadiq r.a. berkata: “Sesiapa yang mengatakan bahawa Allah s.w.t. berada pada mana-mana tempat, atau berada atas sesuatu, atau berasal daripada sesuatu, maka dia telahpun syirik…” (risalah Al-Qusyairiyah: 6)
Sekali lagi, lihatlah apa yang dikatakan oleh Imam Ali bin Abu Thalib yang berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t. menciptakan Arasy, sebagai tanda kekuasaanNya, bukan sebagai tempat untuk Dia duduki” (Al-firaq bainal firaq: 333)
Kalau wahabi memahami istiwa’ itu dengan makna zahirnya, dan Arasy sebagai tempat bersemayam Allah s.w.t., maka secara tidak langsung, telah menetapkan had (limit), ukuran dan batas bagi zat Allah s.w.t., padahal dengan menisbahkan batasan tersebut kepada Allah s.w.t., secara tidak langsung telah menyamakan Allah s.w.t. degan makhluk, kerana hanya makhluk sahaja wujud dengan saiz dan ukuran batas tertentu,
seperti firmanNya: “Setiap sesuatu (dari kalangan makhlukNya) di sisiNya ada kadar ukurannya” (Ar-Ra’d: 8). Maka, ukuran, kadar, saiz, dan bentuk merupakan sifat makhluk, bukan sifat Allah s.w.t. yang Maha Pencipta.
Saudaraku…..
Pusat Pemerintahan Allah di Langit ….
Pusat Pemerintahan Allah di Langit ….
Tuhan yang pusat pemerintahan-Nya di langit
‘Ala dan Fauq itu sendiri maknanya dari sudut bahasa Arab bukanlah semata-mata atas kepada tempat.Orang arab bercakap tentang Ketinggian kedudukan dan status juga dengan menggunakan perkataan “‘ala” dan “fauq”.
Allah fis samaa’ itu bukan bererti Allah di langit secara bertempat, tetapi Allah s.w.t. Maha Tinggi kedudukanNya.
“Telah tetap di sisi ulama’ bahwa Allah tidak diliputi (tidak menempati) langit mahupun bumi. Tidak juga dirangkumi oleh pelusuk tempat. Sesungguhnya, difahami isyarat perempuan jariyah tersebut tentang keagungan Allah s.w.t. di sisinya.”
wajib kita beriman bahawa zat Allah s.w.t. itu, tempat tidak meliputiNya.
syi’ah menafikan tempat bagi Allah s.w.t.. Maknanya, mereka tidak memahami “fis sama’” dan ala al-arasy dengan makna zahirnya
Dalam bahasa Arab, ada bab kalimah.
Setiap kalimah, ada makna.
Kalau satu kalimah tu ada banyak makna, maknanya lafaz musytarak, macam ain, dalam bahasa Arab byk maksud. Mata, mata air, spy dll.
Kalau satu kalimah tu ada banyak makna, maknanya lafaz musytarak, macam ain, dalam bahasa Arab byk maksud. Mata, mata air, spy dll.
Kalimah itu sendiri dinamakan sebagai lafaz.Dari sudut kefahaman tentang kalimah, ada dua jenis kefahaman.
Pertama, makna hakiki..Iaitu, makna zahir sesuatu perkataan/lafaz menurut bahasanya.Ia digunakan dalam ayat yang biasa.
Kedua, makna majazi…
Iaitu, makna kiasan daripada sesuatu perkataan.Ia digunakan dalam ayat sastera yang dikenali sebagai kaedah kiasan.Makna majazi atau kiasan ini namanya ta’wil.Ini kaedah asas bahasa Arab.
Iaitu, makna kiasan daripada sesuatu perkataan.Ia digunakan dalam ayat sastera yang dikenali sebagai kaedah kiasan.Makna majazi atau kiasan ini namanya ta’wil.Ini kaedah asas bahasa Arab.
Oleh itu, kita tunjuk contoh bagi kaedah tersebut.
Pertama: Makna hakiki-
Harimau dalam hutan.Lafaz harimau itu boleh membawa kepada makna hakiki kerana tiada sebab yang menyebabkan perlu memalingkannya kepada makna majazi.
Harimau dalam hutan.Lafaz harimau itu boleh membawa kepada makna hakiki kerana tiada sebab yang menyebabkan perlu memalingkannya kepada makna majazi.
Kedua: Makna Majazi:
Harimau memandu kereta.
dalam hal ini, ia boleh difahami dengan makna lain iaitu kiasan kerana ada sebab yang memalingkannya iaitu logik akal.
Harimau memandu kereta.
dalam hal ini, ia boleh difahami dengan makna lain iaitu kiasan kerana ada sebab yang memalingkannya iaitu logik akal.
Makna kiasannya: Seorang yang garang memandu kereta.Dari sudut ilmu bahasa, makna majazi itu lebih tepat kepada realiti sesuai dengan logik akal. Tapi, kita tak ingkar penggunaan perkataan harimau tersebut. Cuma kita kata, ia hanya kiasan.
Siapa yang kata Allah s.w.t. bertempat dengan ZatNya, maka dia telah menetapkan kejisiman dan tempat bagi Allah s.w.t., sedangkan kita perlu untuk berpegang dengan asas aqidah (iaitu Allah tidak bertempat).
Saya juga nak tanya sebelum Allah mencipta Arsy, Allah ada bagi tau Dia di mana? Ada dalil tak?
Bacalah sahih Al-Bukhari bagi habis. Nabi s.a.w. bersabda:”Sesungguhnya Allah s.w.t. itu wujud, dan tiada yang wujud bersama-sama denganNya..” (Sahih Al-Bukhari)
Al-Imam Saidina Ali bin abu thalib pernah berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t. itu tidak bertempat. Dia sekarang dalam keadaan seperti mana Dia sebelum ini (iaitu tetap qadim dan abadi tanpa bertempat)”. (Al-firaq bainal Firaq karangan Abu Mansur: 333)
Saidina Ali k.r.w.j. berkata lagi: “Sesungguhnya Allah s.w.t. menciptakan Arasy, sebagai tanda kekuasaanNya, bukan sebagai tempat untuk Dia duduki” (Al-firaq bainal firaq: 333)
Saidina Ali k.r.w.j. berkata lagi: “Sesungguhnya Allah s.w.t. menciptakan Arasy, sebagai tanda kekuasaanNya, bukan sebagai tempat untuk Dia duduki” (Al-firaq bainal firaq: 333)
Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Husein r.a. (94 H) berkata: “Sesungguhnya, Engkaulah Allah, yang tidak bertempat… Engkaulah Allah yang tidak mempunyai sebarang had” (Ittihaf Saadah Al-Muttaqin: 4/380)
Imam Ja’far As-Shadiq r.a. (148 H) berkata: “Sesiapa yang mengatakan bahawa Allah s.w.t. berada pada mana-mana tempat, atau berada atas sesuatu, atau berasal daripada sesuatu, maka dia telahpun syirik…” (risalah Al-Qusyairiyah: 6)
Allah s.w.t. wujud tidak bertempat. Dia menciptakan tempat, sedangkan Dia tetap dengan sifat-sifat keabadianNya, sepertimana sebelum Dia menciptakan makhluk. Tidak layak Allah s.w.t. berubah sifatNya atau zatNya
Imam Al-Bukhari r.a. (256 H) dalam Sahih Al-Bukhari itu sendiri menurut mereka yang mensyarahkannya, bahawasanya beliau menyucikan Allah s.w.t. daripada tempat dan sudut.
[1] Aamaal Syekh Thusi : hal 205.
[2] Al-Ra’d : 43
[3] Nur Al-Staqalain : jilid 2 hal. 523.
[4] Misbah Al-Zaair : 477.
[5] Gurar wa Durar : Hadist no. 1674
[6] Ibid : Hadist no. 7999.
[7] Nahjul Balaghah : 1
[8] Nahjul Balaghah : 186
[9] Nahjul Balaghah : 185
[10] Ibid
[11] Nahjul Balaghah : 126
[12] Nahjul Balaghah : 523, hikmah : 274.
[14] Al-Ihtijaj : 1/201 dan Bihar Al-Anwar : 4/253.
[15] Nahjul Balaghah : 279 khutbah no. 185.
[16] Nahjul balaghah :1
[17] Syarh Nahjul Balaghah : 2/57 ( Muhammad Taqi Ja’fari )
[18] Nahjul Balaghah : 1
[19] Nahjul Balaghah : 85.
7 SYAWAL : Perang Uhud Menurut Riwayat Ayatullah Jakfar Subhani
Tanggal 7 Syawal tahun ketiga Hijriah bertepatan dengan terjadinya Perang Uhud. Musyrikin Mekah yang mengalami kekalahan di Perang Badar menempatkan pasukannya di lereng gunung Uhud sebanyak lima ribu orang dengan bantuan sejumlah kabilah. Mereka berada di sana untuk membalas kekalahan mereka sebelumnya.
Benar. Perang Uhud terjadi dalam kondisi yang sangat genting bagi sistem Islam yang baru saja dibangun oleh Nabi Muhammad Saw di Madinah. Perang Uhud merupakan peristiwa yang bersejarah dan mengandung pelajaran penting. Ayatullah Jakfar Subhani dalam bukunya Furugh Velayat tentang Perang Uhud dalam sub judul "Pengorbanan Imam ali as di Perang Uhud" menjelaskan peristiwa itu seperti berikut:
Semangat perang Musryikin Quraisy akibat kekalahan di Perang Badar di bawah tekanan. Untuk membalas kekalahan materi dan non materi, serta dengan niat membalas dendam kematian keluarganya di Perang Badar, mereka kemudian mempersiapkan pasukan lengkap yang terdiri dari para jagoan perang dari sejumlah kabilah dan berjalan menuju kota Madinah.
Amr bin Ash dan beberapa orang lainnya bertugas untuk mengajak kabilah Kinanah dan Tsaqif serta meminta bantuan mereka untuk berperang melawan Muslimin. Dari dua kabilah ini, mereka berhasil menyiapkan tiga ribu petarung untuk menghadapi pasukan Muslimin.
Intelijen Islam setelah mendapat informasi ini, dengan segera mengabarkannya kepada Nabi Muhammad Saw akan keinginan Quraisy untuk berperang. Menyikapi kondisi yang ada, Nabi segera membentuk Dewan Militer untuk menghadapi musuh dan kebanyakan anggota dewan itu mengusulkan agar pasukan Islam keluar dari kota Madinah dan berperang di luar kota melawan musuh.
Setelah menyelesaikan shalat Jumat, Nabi Muhammad Saw disertai pasukan sebanyak 1000 orang keluar dari kota Madinah menuju gunung Uhud. Beliau kemudian mulai menyusun formasi pasukan dini hari 7 Syawal tahun ketiga Hijriah. Pasukan Islam menempati kawasan dimana di belakang mereka ada penghalang gunung Uhud dan secara alami melindungi mereka dari serangan musuh dari belakang.
Tapi di tengah gunung ada sedikit celah yang memberikan kemungkinan musuh melewati celah itu dan muncul dari belakang pasukan Muslimin. Untuk mencegah timbulnya bahaya itu, Rasulullah Saw menempatkan Abdullah bin Jubair bersama lima puluh pemanah di lereng gunung agar dapat mencegah masuknya musuh dari sana. Nabi Muhammad Saw mewanti-wanti agar pasukan ini tidak meninggalkan tempat itu, sekalipun pasukan Muslimin memenangkan perang dan musuh telah lari meninggalkan medan pertempuran.
Nabi Muhammad Saw kemudian memberikan bendera kepada Mushab. Karena ia berasal dari kabilah Bani Abd ad-Dar dan pemegang bendera dari pihak musuh juga berasal dari kabilah yang sama. Perang dimulai dan berkat keberanian pasukan Muslimin, tentara Quraisy banyak yang jadi korban dan sebagian lainnya melarikan diri.
Para pemanah yang berada di lereng bukit berpikiran bahwa keberadaan mereka di situ sudah tidak dibutuhkan. Oleh karenanya, dengan melanggar perintah Rasulullah Saw, mereka meninggalkan posnya dan turun untuk mengumpulkan pampasan perang. Khalid bin Walid, seorang pejuang pemberani sejak awal perang tahu bahwa celah bukit ini menjadi kunci kemenangan.
Beberapa kali ia ingin memasuki celah itu dan menyerang pasukan Muslimin dari belakang, tapi ia menghadapi para pemanah yang siap membunuh mereka dan akhirnya ia memilih untuk mundur. Tapi kali ini Khalid bin Walid melihat tempat penjagaan itu sudah tidak terjaga dan dengan cepat ia melakukan serangan tiba-tiba dari belakang pasukan Muslimin. Khalid dan pasukannya dengan segera menyerang pasukan Muslimin yang sudah tidak bersenjata lagi dan juga tidak siap menghadapi serangan tiba-tiba itu.
Kekacauan timbul di tengah-tengah pasukan Muslilmin. Pasukan Quraisy yang rencananya sedang meninggalkan medan perang, kembali menemukan semangatnya dan berbalik menyerang umat Islam. Di sini, Mushab bin Umair yang memegang bendera Islam akhirnya tewas dibunuh oleh pasukan musuh. Karena wajah Mushab tertutup, musuh yang membunuhnya menganggapnya sebagai Nabi Muhammad Saw dan dengan segera ia berteriak, "Ketahuilah bahwa Muhammad telah tewas!"
Berita tewasnya Nabi Muhammad Saw dengan cepat tersebar di tengah-tengah Muslimin. Kebanyakan dari pasukan Muslimin telah lari meninggalkan medan tempur, sehingga hanya tinggal beberapa orang saja di sana.
Ibnu Hisyam, sejarawan Islam menulis:
"Anas bin Nadhir, paman Anas bin Malik mengatakan, "Ketika pasukan Islam berada dalam tekanan dan tersebarnya berita kematian Nabi Muhammad Saw, kebanyakan dari pejuang Islam hanya berpikir bagaimana dapat menyelamatkan dirinya. Setiap orang mencari tempat untuk menyelamatkan dirinya.
Saya melihat segerombolan Muhajirin dan Anshar, di antara mereka ada Umar bin Khattab, Thalhah, Ubaidullah, tengah duduk di sebuah sudut dan berpikiran untuk menyelamatkan dirinya. Dengan nada marah saya berkata, "Mengapa kalian duduk di sini?"
Mereka menjawab, Nabi sudah tewas dan perang sudah tidak bermanfaat lagi."
Kepada mereka saya berkata, "Bila Nabi sudah tewas, maka kehidupan sudah tidak bermakna. Bangung dan terbunuhlah di jalannya. Dengan begitu kalian akan syahid. Bila Muhammad mati, maka Tuhannya tetap hidup."
Saya melihat apa yang saya ucapkan tidak berpengaruh dalam diri mereka. Saya kemudian mengangkat sebuah pedang dan sibuk berperang melawan musuh."
Ibnu Hisyam mengatakan, "Anas meninggal dalam perang ini dengan 70 luka dan yang menangisinya hanya saudara perempuannya."
Larinya sekelompok Muslimin dalam Perang Uhud sangat menyedihkan, sehingga para perempuan Muslim yang mengutus anak-anaknya ke medan pertempuran dengan sigap mengobati para pejuang yang terluka, memberi minum yang kehausan dan membela Nabi Muhammad Saw. Ketika seorang perempuan bernama Nasibah melihat sejumlah Muslimin lari dari medan tempur, dengan cepat ia mengambil sebuah pedang dan membela Nabi Muhammad Saw dari serangan musuh.
Sejarah juga mencatat pengorbanan seorang pejuang yang menjadi teladan pengorbanan dalam sejarah Islam. Kemenangan kembali Muslimin dalam Perang Uhud berkat perjuangannya dan ia adalah Imam Ali as.
Sebab larinya tentara Quraisy di awal perang dikarenakan pemegang bendera mereka yang berjumlah sembilan orang itu satu persatu tewas di tangan Ali bin Abi Thalib as. Akibatnya pasukan Quraisy menjadi takut dan memilih untuk lari meninggal medan tempur sebelum terbunuh.
Ibnu Atsir dalam buku sejarahnya menulis, Nabi Muhammad Saw diserbu oleh musuh dari seluruh penjuru. Setiap kelompok dari mereka yang ingin menyerang Nabi Muhammad Saw dari satu sisi, dengan sigap Imam Ali as diperintah oleh Nabi untuk menyerang mereka, sehingga mereka membubarkan dirinya. Kejadian ini terjadi berulang kali."
Sebagai penghormatan atas pengorbanan yang dilakukan Imam Ali as, malaikat Jibril turun dan memuji pengorbanan Ali bin Abi Thalib di hadapan Nabi Muhammad Saw. Ia mengatakan, "Ini adalah puncak pengorbanan yang ditunjukkan olehnya." Rasulullah Saw membenarkan apa yang disampaikan Jibril dan berkata, "Saya berasal dari Ali dan ia berasal dariku." Kemudian terdengar suara yang menyebutkan, "Laa Saifa Illa Dzul Fiqar Qa Laa Fata Illa Ali" (Tidak ada pedang seperti Dzul Fiqar dan pemuda seperti Ali) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al Uzhma Shafi Gulpaigani menyampaikan pesannya mengenai hari pemusnahan pemakaman Baqi oleh gerakan Wahabi 8 Syawal 1344 H.
Berikut teks lengkap pesan beliau:
بسم الله الرّحمن الرّحيم
قال الله تعالي: وَ ذَكِّرهُم بِأيّام اللهِ
Allah SWT berfirman, "Ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah…"
Baqi' adalah pemakaman di kawasan Madinah al-Tayyibah yang menjadi situs peninggalan penting sejarah awal Islam dan pernah dilestarikan kira-kira empat belas abad lamanya yang sentiasa membawa kenangan akan hari kebesaran Islam; dimana setiap hari kebesaran itu datang keberadaannya menjadi sangat penting sebagai bukti sejarah ketika memperkenalkan Islam dan Rasulullah saw sebagai nabi yang diutus Allah SWT. Pemeliharaan peninggalan sejarah Islam tersebut pada hakikatnya merupakan pemeliharaan dasar dakwah kepada tauhid dan al-Quranul Karim.
Peninggalan tersebut dan jejak sejarah lainnya yang terdapat di Haramain sentiasa mengandung keagungan, kesucian dan menjadi penghormatan di kalangan umat Islam. Peziarah setiap melihatnya akan membawanya pada sirah nabawiah, perjuangan Nabi, jihad-jihad Nabi bersama Ahlul Bait dan para sahabat.
Setiap tempat dari kedua haram ini menambahkan wawasan dan keimanan. Keberadaan Nabi saw, kesan dan hal-hal yang berkaitan dengan beliau dan keluarganya, (kakek Rasulullah) Abdul Mutalib, Abu Talib (paman Rasulullah), Fatimah binti Asad (isteri Abu Talib), para isterinya di Madinah, isteri kesayangan Khadijah , cucu pertamanya, cicitnya, Hamzah (paman) adalah bahagian yang sangat penting dalam sejarah Islam. Begitu juga dengan keberadaan sahabat-sahabat beliau, masjid-masjid, tempat kelahiran nabi, gunung bersejarah terletaknya gua hira (markaz bi'thah dan bermulanya dakwah), rumah Ummu Hani (tempat bermulanya Mi'raj), dan berpuluh-puluh lagi tempat suci; semua sejarah tempat-tempat ini memperkenalkan agama al-Hanif. Selain itu, Ka'abah dan Masjid al-Nabawi juga mempunyai identitas paling tinggi dengan adanya tempat-tempat ini.
Namun sangat disayangkan, kebanyakan pemandangan dan makam-makam tersebut telah dimusnahkan. Kerugian yang ditanggung oleh sejarah Islam akibat pemusnahan bukti-bukti bersejarah ini tidak dapat diganti dan situs sejarah Islam telah dihancurkan.
Dunia hari ini menunjukkan hampir semua negara serta rakyatnya berusaha menjaga budaya masa silam dan warisan kebanggaan mereka, jikalau warisan-warisan tersebut musnah maka nama mereka akan berubah. Tidak satu pun umat dan individu yang secara sadar menginginkan situs sejarahnya diselewengkan atau malah dimusnahkan.
Al-Qur'an membesarkan, memuliakan dan memperkenalkan maqam nabi Ibrahim dengan adanya ayat mengenai 'bayt' serta 'maqām Ibrahim' sebagai sebuah penghormatan (Qs. al-Imran, 96-97).
Haramain al-Sharif mempunyai maqam-maqam yang kebanyakannya bersangkut paut dengan penutup para nabi yaitu Muhammad saww. Seharusnya sudah sepatutnya maqam-maqam mulia yang berkaitan dengan Muhammad tersebut dilestarikan sepanjang zaman dan dimasyhurkan sama seperti maqam nabi Ibrahim di Makkah.
Nama nabi Muhammad, risalah ketauhidannya dan kedudukan-kedudukan baginda perlu dipelihara sebagaimana penjagaaan nama Ibrahim dan tauhid yang dibawa oleh beliau di Haramain al-Sharif.
Meskipun tempat suci Makkah dan Madinah mempunyai nama yang lain, namun semua itu adalah tempat nabi pembawa Islam serta kegemilangan baginda. Semuanya adalah saksi sempurnanya dakwah ke arah tauhid, sejarah agama tauhid, akidah tauhid, pesanan tauhid dan penguat kalimat tauhid.
Seluruh umat Islam hendaklah mengetahui makam-makam Islam dan tidak membiarkan sokongan besar sejarah Islam usang dan ditinggalkan.
Hari kedelapan Syawal merupakan hari dimulainya pemusnahan pemakaman Baqi' dan seluruh pusara suci Ahlul Bait dihancurkan, sekaligus identitas Islam juga turut diserang. Oleh itu seluruh umat Islam khususnya Syiah dan Sunni, serta berbagai mazhab yang lain hendaklah mengecam pengkhianatan mereka di hari ini. Semua orang hendaklah memperbaharui perjanjian untuk menghidupkan kembali semua jejak keagungan Islam dan menghidupkan kembali pohon Islam.
وَلاحول وَلا قوّهَ إلا بالله العليِّ العظيم
Syawal 1433
Lufullah Sofi
Berikut teks lengkap pesan beliau:
بسم الله الرّحمن الرّحيم
قال الله تعالي: وَ ذَكِّرهُم بِأيّام اللهِ
Allah SWT berfirman, "Ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah…"
Baqi' adalah pemakaman di kawasan Madinah al-Tayyibah yang menjadi situs peninggalan penting sejarah awal Islam dan pernah dilestarikan kira-kira empat belas abad lamanya yang sentiasa membawa kenangan akan hari kebesaran Islam; dimana setiap hari kebesaran itu datang keberadaannya menjadi sangat penting sebagai bukti sejarah ketika memperkenalkan Islam dan Rasulullah saw sebagai nabi yang diutus Allah SWT. Pemeliharaan peninggalan sejarah Islam tersebut pada hakikatnya merupakan pemeliharaan dasar dakwah kepada tauhid dan al-Quranul Karim.
Peninggalan tersebut dan jejak sejarah lainnya yang terdapat di Haramain sentiasa mengandung keagungan, kesucian dan menjadi penghormatan di kalangan umat Islam. Peziarah setiap melihatnya akan membawanya pada sirah nabawiah, perjuangan Nabi, jihad-jihad Nabi bersama Ahlul Bait dan para sahabat.
Setiap tempat dari kedua haram ini menambahkan wawasan dan keimanan. Keberadaan Nabi saw, kesan dan hal-hal yang berkaitan dengan beliau dan keluarganya, (kakek Rasulullah) Abdul Mutalib, Abu Talib (paman Rasulullah), Fatimah binti Asad (isteri Abu Talib), para isterinya di Madinah, isteri kesayangan Khadijah , cucu pertamanya, cicitnya, Hamzah (paman) adalah bahagian yang sangat penting dalam sejarah Islam. Begitu juga dengan keberadaan sahabat-sahabat beliau, masjid-masjid, tempat kelahiran nabi, gunung bersejarah terletaknya gua hira (markaz bi'thah dan bermulanya dakwah), rumah Ummu Hani (tempat bermulanya Mi'raj), dan berpuluh-puluh lagi tempat suci; semua sejarah tempat-tempat ini memperkenalkan agama al-Hanif. Selain itu, Ka'abah dan Masjid al-Nabawi juga mempunyai identitas paling tinggi dengan adanya tempat-tempat ini.
Namun sangat disayangkan, kebanyakan pemandangan dan makam-makam tersebut telah dimusnahkan. Kerugian yang ditanggung oleh sejarah Islam akibat pemusnahan bukti-bukti bersejarah ini tidak dapat diganti dan situs sejarah Islam telah dihancurkan.
Dunia hari ini menunjukkan hampir semua negara serta rakyatnya berusaha menjaga budaya masa silam dan warisan kebanggaan mereka, jikalau warisan-warisan tersebut musnah maka nama mereka akan berubah. Tidak satu pun umat dan individu yang secara sadar menginginkan situs sejarahnya diselewengkan atau malah dimusnahkan.
Al-Qur'an membesarkan, memuliakan dan memperkenalkan maqam nabi Ibrahim dengan adanya ayat mengenai 'bayt' serta 'maqām Ibrahim' sebagai sebuah penghormatan (Qs. al-Imran, 96-97).
Haramain al-Sharif mempunyai maqam-maqam yang kebanyakannya bersangkut paut dengan penutup para nabi yaitu Muhammad saww. Seharusnya sudah sepatutnya maqam-maqam mulia yang berkaitan dengan Muhammad tersebut dilestarikan sepanjang zaman dan dimasyhurkan sama seperti maqam nabi Ibrahim di Makkah.
Nama nabi Muhammad, risalah ketauhidannya dan kedudukan-kedudukan baginda perlu dipelihara sebagaimana penjagaaan nama Ibrahim dan tauhid yang dibawa oleh beliau di Haramain al-Sharif.
Meskipun tempat suci Makkah dan Madinah mempunyai nama yang lain, namun semua itu adalah tempat nabi pembawa Islam serta kegemilangan baginda. Semuanya adalah saksi sempurnanya dakwah ke arah tauhid, sejarah agama tauhid, akidah tauhid, pesanan tauhid dan penguat kalimat tauhid.
Seluruh umat Islam hendaklah mengetahui makam-makam Islam dan tidak membiarkan sokongan besar sejarah Islam usang dan ditinggalkan.
Hari kedelapan Syawal merupakan hari dimulainya pemusnahan pemakaman Baqi' dan seluruh pusara suci Ahlul Bait dihancurkan, sekaligus identitas Islam juga turut diserang. Oleh itu seluruh umat Islam khususnya Syiah dan Sunni, serta berbagai mazhab yang lain hendaklah mengecam pengkhianatan mereka di hari ini. Semua orang hendaklah memperbaharui perjanjian untuk menghidupkan kembali semua jejak keagungan Islam dan menghidupkan kembali pohon Islam.
وَلاحول وَلا قوّهَ إلا بالله العليِّ العظيم
Syawal 1433
Lufullah Sofi
Sejarah Berdarah Wahabi terhadap Kuburan Al-Baqi
Rabu 8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 mausoleum (kuburan besar yang amat indah) di Jannatul al-Baqi di Madinah diratakan dengan tanah atas perintah Raja Ibnu Saud.. Di tahun yang sama pula Raja Ibnu Saud yang Wahabi itu menghancurkan makam orang-orang yang disayangi Rasulullah Saw (ibunda, istri, kakek dan keluarganya) di Jannat al-Mualla (Mekah).
Penghancuran situs bersejarah dan mulia itu oleh Keluarga al-Saud yang Wahabi itu terus berlanjut hingga sekarang. Menurut beberapa ulama apa yang terjadi di tanah Arabia itu adalah bentuk nyata konspirasi Yahudi melawan Islam, di bawah kedok Tauhid. Sebenarnya, tujuan utamanya adalah secara sistematis ingin menghapus pusaka dan warisan Islam yang masih tersisa agar Kaum Muslim terputus dari sejarah Islam.
Asal Muasal al-Baqi
Secara harfiah “al-baqi” berarti taman pepohonan. Dikenal juga sebagai “Jannat al-baqi” karena “keramatnya” sejak keluarga dan sahabat Rasulullah dimakamkan di tempat ini.
Sahabat pertama yang dimakamkan di al-Baqi adalah Usman bin Madhoon yang wafat 3 syaban tahun 3 hijiriah. Rasulullah memerintahkan menanam pepohonan di sekitar pusaranya. Rasul juga meletakkan dua buah batu di antara makam sahabatnya itu.
Secara harfiah “al-baqi” berarti taman pepohonan. Dikenal juga sebagai “Jannat al-baqi” karena “keramatnya” sejak keluarga dan sahabat Rasulullah dimakamkan di tempat ini.
Sahabat pertama yang dimakamkan di al-Baqi adalah Usman bin Madhoon yang wafat 3 syaban tahun 3 hijiriah. Rasulullah memerintahkan menanam pepohonan di sekitar pusaranya. Rasul juga meletakkan dua buah batu di antara makam sahabatnya itu.
Tahun berikutnya putra Rasulullah Ibrahim wafat saat masih bayi. Dengan derai air mata Rasulullah memakamkan putranya tercinta itu di al-Baqi. Sejak itulah penduduk Madina ikut juga memakamkan sanak saudaranya di al-Baqi. Apalagi setelah mendengar sabda Rasulullah,” Salam sejahtera untukmu wahai orang yang beriman, Jika Allah berkenan , kami akan menyusulmu. Ya Allah, ampunilah ahli kubur al-Baqi’.
Tanah pemakaman al-Baqi perlahan pun diperluas. Tak kurang dari 7000 sahabat Rasulullah dikuburkan di sini. Termasuk juga ahlul baytnya yaitu Imam Hasan bin Ali, Imam Ali bin Husayn, Imam Muhammad Al_Baqir, dan Imam Ja’far al-Sadiq.
Selain itu saudara Rasulullah yang dimakamkan di al-baqi adalah, Bibi Safiyah dan Aatikah. Di al-baqi dimakamkan pula Fatimah binti al-Asad (Ibunda Imam Ali bin Abi Thalib).
Selain itu saudara Rasulullah yang dimakamkan di al-baqi adalah, Bibi Safiyah dan Aatikah. Di al-baqi dimakamkan pula Fatimah binti al-Asad (Ibunda Imam Ali bin Abi Thalib).
Khalifah Usman dimakamkan di luar al-Baqi namun belakangan karena perluasan makam maka ia termasuk di al-Baqi. Imam mazhab sunni yang terkenal Malik bin Anas juga dimakamkan di al-Baqi. Tak pelak al-Baqi adalah tempat amat bersejarah bagi Kaum Muslimin di seluruh jagat raya.
Al-Baqi Dalam Perspektif Ahli Sejarah
Umar bin Jubair melukiskan al-Baqi saat ia berkunjung ke Madinah berkata,” al-Baqi terletak di timur Madinah. Gerbang al-Baqi akan menyambut anda saat tiba di al-baqi. Saat anda masuk kuburan pertama yang anda lihat di sebelah kiri adalah kuburan Safiyah, bibi Rasulullah. Agak jauh dari situ terletak pusara Malik bin Anas, Salah seorang Imam Ahlus Sunnah dari Madinah. Di atas makamnya didirikan sebuah kubah kecil. Di depannya ada kubah putih tempat makam putra Rasulullah Ibrahim. Di sebelah kanannya adalah makam Abdurahman bin Umar putra Umar bin Khatab, dikenal sebagai Abu Shahma. Abu Shahma dihukum cambuk oleh ayahnya karena minum khamar. Hukuman cambuk untuk peminum khamar seharusnya tidak hingga mati . Namun Umar mencambuknya hingga ajal merenggutnya. Di hadapan kuburan Abu Shahma adalah makam Aqeel bin Abi Thalib dan Abdulah bin Ja’far al-Tayyar.Di muka kuburan mereka terbaring pusara isteri Rasul dan Abbas bin Abdul Mutalib.
Umar bin Jubair melukiskan al-Baqi saat ia berkunjung ke Madinah berkata,” al-Baqi terletak di timur Madinah. Gerbang al-Baqi akan menyambut anda saat tiba di al-baqi. Saat anda masuk kuburan pertama yang anda lihat di sebelah kiri adalah kuburan Safiyah, bibi Rasulullah. Agak jauh dari situ terletak pusara Malik bin Anas, Salah seorang Imam Ahlus Sunnah dari Madinah. Di atas makamnya didirikan sebuah kubah kecil. Di depannya ada kubah putih tempat makam putra Rasulullah Ibrahim. Di sebelah kanannya adalah makam Abdurahman bin Umar putra Umar bin Khatab, dikenal sebagai Abu Shahma. Abu Shahma dihukum cambuk oleh ayahnya karena minum khamar. Hukuman cambuk untuk peminum khamar seharusnya tidak hingga mati . Namun Umar mencambuknya hingga ajal merenggutnya. Di hadapan kuburan Abu Shahma adalah makam Aqeel bin Abi Thalib dan Abdulah bin Ja’far al-Tayyar.Di muka kuburan mereka terbaring pusara isteri Rasul dan Abbas bin Abdul Mutalib.
Makam Imam Hasan bin Ali, terletak di sisi kanan dari gerbang al-Baqi. Makam ini dilindungi kubah tinggi . Di sebelah atas nisan Imam Hasan adalah makam Abbas bin Abdul Muthalib. Kedua makam diselimuti kubah tinggi. Dindingnya dilapisi bingkai kuning bertahtakan bintang indah. Bentuk serupa juga menghias makam Ibrahim putra Rasulullah. Di belakang makam Abbas berdiri rumah yang biasa digunakan Fatimah binti Rasulullah as. Biasa disebut “Bayt al-Ahzaan” (rumah duka cita). Di tempat ini putri Rasulullah biasa berkabung mengenang kepergian ayahnya tercinta rasulullah SAWW. Di ujung penghabisan al-Baqi berdiri kubah kecil tempat Usman di makamkan. Di dekatnya terbaring ibunda Ali bin Abi Thalib Fatimah binti Asad”.
Satu setengah abad kemudian pengelana terkenal Ibnu Batutah mengunjungi al-Baqi dan menemukan al Baqi tidaklah berbeda dengan yang dilukiskan Ibnu Jubair. Ia menambahkan,” Al-Baqi adalah kuburan sejumlah kaum Muhajirin dan Anshar dan sahabat nabi lainnya. Kebanyakan mereka tidaklah dikenal’.
Berabad-abad lamanya al-Baqi tetap keramat dengan berbagai perbaikan bangunan yang diperlukan. Semuanya berakhir diabad 19 kala Kaum Wahabi muncul. Mereka menajiskan pusara mulia dan menunjukkan sikap kurangajar pada para syahid dan para sahabat nabi yang dimakamkan di sana. Muslim yang tidak sependapat dicap sebagai kafir dan dikejar-kejar untuk dibunuh.
Berabad-abad lamanya al-Baqi tetap keramat dengan berbagai perbaikan bangunan yang diperlukan. Semuanya berakhir diabad 19 kala Kaum Wahabi muncul. Mereka menajiskan pusara mulia dan menunjukkan sikap kurangajar pada para syahid dan para sahabat nabi yang dimakamkan di sana. Muslim yang tidak sependapat dicap sebagai kafir dan dikejar-kejar untuk dibunuh.
Penghancuran Pertama al-Baqi
Kaum Wahabi percaya menziarahi makam dan pusara Nabi, Imam dan para syuhada adalah pemujaan terhadap berhala dan pekerjaan yang tidak Islami. Mereka yang melakukanya pantas dibunuh dan harta bendanya dirampas. Sejak invasi pertama ke Irak hingga kini, faktanya, Kaum Wahabi, dan penguasa Negara teluk lainnya membantai Kaum Muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Tak pelak lagi seluruh dunia Islam sangat menghormati pemakaman al-Baqi. Khalifah Abu Bakar dan Umar bahkan menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di dekat makam Rasulullah.
Kaum Wahabi percaya menziarahi makam dan pusara Nabi, Imam dan para syuhada adalah pemujaan terhadap berhala dan pekerjaan yang tidak Islami. Mereka yang melakukanya pantas dibunuh dan harta bendanya dirampas. Sejak invasi pertama ke Irak hingga kini, faktanya, Kaum Wahabi, dan penguasa Negara teluk lainnya membantai Kaum Muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Tak pelak lagi seluruh dunia Islam sangat menghormati pemakaman al-Baqi. Khalifah Abu Bakar dan Umar bahkan menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di dekat makam Rasulullah.
Sejak 1205 Hijriah hingga 1217 Hijriah Kaum Wahabi mencoba menguasai Semenanjung Arabia namun gagal. Akhirnya 1217 Hijriah mereka berhasil menguasai Thaif dengan menumpahkan darah muslim yang tak berdosa. Mereka memasuki Mekah tahun 1218 Hijriah dan menghancurkan semua bangunan dan kubah suci, termasuk kubah yang menaungi sumur Zamzam.
Tahun 1221, Kaum Wahabi masuk kota Madinah dan menajiskan al-Baqi dan semua mesjid yang mereka lewati. Kaum Wahabi bahkan mencoba menghancurkan pusara Rasulullah , namun entah dengan alasan apa usaha gila itu dihentikan. Di tahun-tahun berikutnya jemaah haji asal Irak, Suriah dan Mesir ditolak untuk masuk kota Mekah untuk berhaji. Raja al-saud memaksa setiap muslim yang ingin berhaji harus menjadi wahabi atau jika tidak akan dicap sebagai kafir dan dilarang masuk kota Mekah.
Al-Baqi pun diratakan dengan tanah tanpa menyisakan apapun, termasuk nisan atau pusara .Belum puas dengan tindakan barbarnya Kaum Wahabi memerintahkan tiga orang kulit hitam yang sedang berziarah ke pusara Nabi untuk menunjukkan tempat persembunyian harta benda. Raja Ibnu Saud merampas harta benda itu untuk dirinya sendiri.
Ribuan Muslim melarikan diri dari Mekah dan Madinah . Mereka menghindari kejaran Kaum Wahabi. Muslim seluruh dunia mengutuk tindakan Saudi dan mendesak khalifah kerajaan Otoman menyelamatkan situs-situs bersejarah dari kehancuran.
Dibawah pimpinan Muhammad Ali Basha mereka menyerang Hijaz , dengan bantuan suku-suku setempat, akhirnya mereka menang.lalu ia mengatur hukum dan pemerintahan di Hijaz, khususnya Mekah dan Madinah. Sekaligus mengusir keluarga al-Saud. Muslim di seluruh dunia bergembira. Di Mesir perayaan berlanjut hingga 5 hari! Tak diragukan lagi kegembiraan karena mereka bisa pergi haji dan pusara mulia pun diperbaiki lagi.
Ribuan Muslim melarikan diri dari Mekah dan Madinah . Mereka menghindari kejaran Kaum Wahabi. Muslim seluruh dunia mengutuk tindakan Saudi dan mendesak khalifah kerajaan Otoman menyelamatkan situs-situs bersejarah dari kehancuran.
Dibawah pimpinan Muhammad Ali Basha mereka menyerang Hijaz , dengan bantuan suku-suku setempat, akhirnya mereka menang.lalu ia mengatur hukum dan pemerintahan di Hijaz, khususnya Mekah dan Madinah. Sekaligus mengusir keluarga al-Saud. Muslim di seluruh dunia bergembira. Di Mesir perayaan berlanjut hingga 5 hari! Tak diragukan lagi kegembiraan karena mereka bisa pergi haji dan pusara mulia pun diperbaiki lagi.
Tahun 1818 Masehi Khalifah Ottoman Abdul Majid dan penggantinya Abdul Hamid dan Mohammad, merekonstruksi semua tempat suci, memperbaiki semua warisan Islam yang penting. Dari 1848 hingga 1860, biaya perbaikan telah mencapai 700 ribu Poundsterling. Sebagian besar dana diperoleh dari uang yang terkumpul di makam Rasulullah.
Tindakan Barbar Kedua Kaum Wahabi
Kerajaan Ottoman telah mempercantik Madinah dan Mekah dengan memperbaiki semua bangunan keagamaan dengan arsitektur bercita rasa seni tinggi. Richard Burton, yang berkunjung ke makam rasulullah tahun 1853 dengan menyamar sebagai muslim asal Afghanistan dengan nama Abdullah mengatakan Madinah dipenuhi 55 mesjid dan kuburan suci. Orang Inggris lain yang dating ke Madinah tahun 1877-1878 melukiskan keindahan yang setara dengan Istambul. Ia menulis tentang dinding putih, menara berhias emas dan rumput yang hijau.
Kerajaan Ottoman telah mempercantik Madinah dan Mekah dengan memperbaiki semua bangunan keagamaan dengan arsitektur bercita rasa seni tinggi. Richard Burton, yang berkunjung ke makam rasulullah tahun 1853 dengan menyamar sebagai muslim asal Afghanistan dengan nama Abdullah mengatakan Madinah dipenuhi 55 mesjid dan kuburan suci. Orang Inggris lain yang dating ke Madinah tahun 1877-1878 melukiskan keindahan yang setara dengan Istambul. Ia menulis tentang dinding putih, menara berhias emas dan rumput yang hijau.
Tahun 1924 Wahabi masuk ke Hijaz untuk kedua kalinya Untuk kedua kalinya pula pembantaian dan perampasan dilakukan. Orang-orang di jalan dibantai. Tak terkecuali perempuan dan anak-anak jadi korban. Rumah-rumah diratakan dengan tanah.
Awn bin Hashim menulis: lembah-lembah dipenuhi kerangka manusia, darah kering berceceran di mana-mana. Sulit untuk menemukan pohon yang tidak ada satu atau dua mayat tergeletak di dekat akarnya.
Madinah akhirnya menyerah setelah digempur habis Kaum Wahabi. Semua warisan Islam dimusnahkan. Hanya pusara Nabi Saw yang tersisa.
Ibnu Jabhan (Ulama Wahabi) memberikan alasan mengapa ia merasa harus meratakan makam Nabi Saw, ” Kami tahu nisan di makam Rasulullah bertentangan dengan akidah dan mendirikan mesjid di pemakamannya adalah dosa besar’.
Ibnu Jabhan (Ulama Wahabi) memberikan alasan mengapa ia merasa harus meratakan makam Nabi Saw, ” Kami tahu nisan di makam Rasulullah bertentangan dengan akidah dan mendirikan mesjid di pemakamannya adalah dosa besar’.
Pusara Sang Syahid Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) beserta syahid perang Uhud lainnya dihancurkan. Masjid Nabi dilempari. Setelah protes dari Kaum Muslim dunia Ibnu saud berjanji akan memperbaiki bangunanbersejarah tersebut. Namun janji itu tidak pernah ditempati. Ibnu saud juga berjanji Hijaz akan dikelola pemerintahan multinasional, khsusnya menyangkut Madinah dan Mekah. Namun janji itu tinggalah janji.
Tahun 1925 giliran Janat al-Mulla pemakaman di Mekah dihancurkan. Ikut juga dihancurkan rumah tempat Rasulullah dilahirkan. Sejak itulah hari duka untuk semua muslim di jagat raya.
Tidakkah mengherankan Kaum Wahabi menghancurkan makam, pusara mulia dan semua tempat-tempat bersejarah bagi dunia islam (semuanya diam tak bergerak), sementara itu Raja-raja Saudi dijaga dengan ketat mengabiskan jutaan dolar?
Tidakkah mengherankan Kaum Wahabi menghancurkan makam, pusara mulia dan semua tempat-tempat bersejarah bagi dunia islam (semuanya diam tak bergerak), sementara itu Raja-raja Saudi dijaga dengan ketat mengabiskan jutaan dolar?
Hujan Protes
Tahun 1926 protes massal Kaum Muslim bergerak di seluruh dunia. Resolusi diluncurkan dan daftar kejahatan wahabi dibuat. Isinya di antaranya adalah:
Tahun 1926 protes massal Kaum Muslim bergerak di seluruh dunia. Resolusi diluncurkan dan daftar kejahatan wahabi dibuat. Isinya di antaranya adalah:
1. Penghancuran dan penodaan tempat suci ,di antaranya rumah kelahiran Nabi, pusara Bani Hasyim di Mekah dan Jannat al-Baqi (Madinah), penolakan wahabi pada muslim yang melafalkan al-fatihah di makam-makam suci tersebut.
2. Penghancuran tempat ibadah di antaranya Masjid Hamzah, Masjid Abu Rasheed, dan pusara para Imam dan sahabat.
3. Campurtangan pelaksanaan ibadah haji
3. Campurtangan pelaksanaan ibadah haji
4. Memaksa muslim mengikuti inovasi wahabi dan menghapus aturan atas keyakinan yang diajarkan para Imam mazhab
5. Pembantaian para sayid di Thaif, madina, Ahsa dan Qatif
6. Meratakan kuburan para Imam di al-Baqi yang sangat di hormati kaum Syiah
Protes yang sama bermunculan di Iran, Irak, Mesir, Indonesia dan Turki. Mereka mengutuk tindakan barbar Saudi Wahabi. Beberapa ulama menulis traktat dan buku untuk mengabarkan dunia fakta-fakta yang terjadi di Hijaz adalah konspirasi karya Yahudi melawan Islam dengan berkedok Tauhid. Tujuan utama adalah menghapus secara sistematis akar sejarah Kaum Muslim sehingga nantinya Kaum Muslim kehilangan asal-usul keagamaannya.
5. Pembantaian para sayid di Thaif, madina, Ahsa dan Qatif
6. Meratakan kuburan para Imam di al-Baqi yang sangat di hormati kaum Syiah
Protes yang sama bermunculan di Iran, Irak, Mesir, Indonesia dan Turki. Mereka mengutuk tindakan barbar Saudi Wahabi. Beberapa ulama menulis traktat dan buku untuk mengabarkan dunia fakta-fakta yang terjadi di Hijaz adalah konspirasi karya Yahudi melawan Islam dengan berkedok Tauhid. Tujuan utama adalah menghapus secara sistematis akar sejarah Kaum Muslim sehingga nantinya Kaum Muslim kehilangan asal-usul keagamaannya.
Tindakan barbar Kaum Wahabi boleh jadi menginspirasi peristiwa bersejarah lainnya.Sejarah perang dunia kedua mengingatkan kita akan kekejaman Nazi Jerman. Orang-orang Yahudi melarikan diri setelah dikejar-kejar untruk dibunuh Nazi. Kekejaman Hitler diperingati dunia (Khususnya Jerman dan sekutunya). Kini Nazi dilarang dan orang yang mengusung simbol-simbolnya bisa dihukum dan diusir dari Jerman. Hitler dan Nazi Jerman membantai jutaan Yahudi (versi Ahmadinejad tidak mungkin sebanyak itu). Hitler tidak merusak bangunan karya Yahudi. Hitler tidak merusak kuburan. Bandingkan dengan tindakan Kaum Wahabi yang tidak saja membunuh dan mengusir orang hidup tapi juga orang-orang yang sudah wafat juga ikut “dibunuh’!!!”
Berikut ini daftar makam dan tempat yang juga dihancurkan Kaum Wahabi;
- Pemakaman al-Mualla di Mekah termasuk pusara isteri tercinta Nabi, Sayidah Khadijah binti Khuwailid , Makam Ibunda Rasul Siti Aminah binti Wahhab, makam pamananda Rasul Abu Thalib (Ayahanda Ali bin Abu Thalib) dan makam kakek Nabi Abdul Muthalib
- makam Siti Hawa di Jedah
- makam ayahanda Rasul Abdullah bin Abdul Muthalib di Madinah
- rumah duka (baytl al-Ahzan) Sayidah Fatimah di Madinah
- Masjid Salman al_Farisi di Madinah
- Masjid Raj’at ash-Shams di Madinah
- Rumah Nabi di Madinah setelah Hijrah dari Mekah
-Rumah Imam Ja’far al-Shadiq di Madinah
-Komplek (mahhalla) bani Hasyim di Madinah
-Rumah Imam Ali bin Abi Thalib tempat Imam Hasan dan Imam Husein dilahirkan
-Makam Hamzah dan para syuhada Uhud di gunung Uhud
Berikut ini daftar makam dan tempat yang juga dihancurkan Kaum Wahabi;
- Pemakaman al-Mualla di Mekah termasuk pusara isteri tercinta Nabi, Sayidah Khadijah binti Khuwailid , Makam Ibunda Rasul Siti Aminah binti Wahhab, makam pamananda Rasul Abu Thalib (Ayahanda Ali bin Abu Thalib) dan makam kakek Nabi Abdul Muthalib
- makam Siti Hawa di Jedah
- makam ayahanda Rasul Abdullah bin Abdul Muthalib di Madinah
- rumah duka (baytl al-Ahzan) Sayidah Fatimah di Madinah
- Masjid Salman al_Farisi di Madinah
- Masjid Raj’at ash-Shams di Madinah
- Rumah Nabi di Madinah setelah Hijrah dari Mekah
-Rumah Imam Ja’far al-Shadiq di Madinah
-Komplek (mahhalla) bani Hasyim di Madinah
-Rumah Imam Ali bin Abi Thalib tempat Imam Hasan dan Imam Husein dilahirkan
-Makam Hamzah dan para syuhada Uhud di gunung Uhud
*diterjemahkan dari HISTORY OF THE CEMETERY OF JANNAT AL-BAQI
Penghancuran Situs-situs Sejarah Oleh
Kaum Wahhabi Saudi
Oleh: Syaikh Hisyam Kabbani
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah pembangunan Bayt al-Maqdis di Yerusalem dan penghancuran Yatsrib (Madinah). Sebuah hadits dari Mu’âdz ibn Jabal, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata (bahwa di antara tanda-tanda akhir zaman adalah),“Pembangunan kembali Bayt al-Maqdis, penghancuran Yatsrib dan penghancuran Yatsrib, munculnya pembantaian dan pertempuran dahsyat atau pertikaian berdarah, penaklukan Konstantinopel dan kemunculan Dajjal.”
Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menepuk paha Mu’âdz sambil berkata, “Sungguh, itu merupakan kebenaran, seperti halnya kenyataan bahwa kamu sedang duduk saat ini.”
Kita mungkin akan berpikir bahwa untuk membangun Yerusalem (Al-Quds) berarti membangun gedung-gedung tinggi beserta tampilan peradabannya yang bisa kita saksikan saat ini, dan bahwa di Madinah tidak akan ada “peradaban” semacam itu.
Namun, di Madinah telah dibangun gedung-gedung tinggi, pusat-pusat perbelanjaan, hotel-hotel, terowongan-terowongan menuju masjid, dan perluasan masjid. Semua ini tampaknya bertolak belakang dengan hadits yang menyebutkan bahwa Madinah akan hancur.
Ketika kita cermati hadits itu lebih dalam, kita melihat bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak menyebutkan bahwa seluruh kota Yerusalem akan dibangun, tetapi Bayt al-Maqdis akan diperbaiki. Al-Quds mencakup seluruh Yerusalem, dan Bayt al-Maqdis adalah kawasan suci tempat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam naik ke langit dalam rangka Isra’ dan Mi’raj.
Ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak mencakup seluruh bangunan di Yerusalem, seperti yang disebutkan dalam hadits, “pemugaran kembali Bayt al-Maqdis,” yang secara khusus menyebutkan bayt (rumah) untuk menekankan bangunan yang akan dipelihara dan dipugar, termasuk bangunan di sekelilingnya, seperti monumen dan benda-benda sejarah.
Kawasan tersebut telah dijaga selama berabad-abad, dan dipelihara dalam bentuknya yang asli. Melalui pengetahuannya yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallamtelah melukiskan peristiwa itu 1400 tahun yang lalu. Seperti yang disebutkan terdahulu, situasi Madinah saat ini, dengan bangunan-bangunannya modern, tampak bertolak belakang dengan hadits yang menyebutkan bahwa Madinah akan mengalami penghancuran.
Namun, dengan pencermatan yang lebih saksama, kita mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam secara khusus menyebutkan bahwa Yatsrib, bukan Madinah, akan dirusak.
Pernyataan Nabi yang sangat akurat itu mengungkapkan makna yang bisa dipahami dalam konteks modern. Yatsribadalah kota Nabi tempat munculnya cahaya pengetahuan yang menyinari dunia. Ia merupakan tempat berdirinya pemerintahan Islam yang pertama, dan sumber banyak prestasi para sahabat.
Kharâb Yatsrib berarti bahwa peradaban kota tua Madinah (yang dulu dikenal dengan nama Yatsrib) akan rusak. Dampaknya adalah bahwa segala peninggalan klasik dan tradisional dalam Islam akan dihancurkan pada masa-masa sebelum datangnya Kiamat.
PENGRUSAKKAN BANGUNAN MONUMENTAL ISLAM OLEH KAUM WAHHABI
Pengrusakkan itu dilakukan oleh sekelompok orang yang menyebarkan versi Islam dengan pemahaman yang dangkal, yang mendiskreditkan dan meremehkan tradisi-tradisi klasik. Kini, kita menyaksikan kemunculan sekelompok orang yang menentang setiap aspek Islam tradisional, Islam arus utama, yang telah dipelihara oleh umat Islam selama lebih dari 1400 tahun. Kelompok tersebut ingin mengubah seluruh pemahaman keagamaan dengan menawarkan Islam “modernis” mereka.
Orang-orang tersebut merupakan kelompok minoritas di tubuh umat Islam. Gagasan-gagasan mereka yang penuh penyimpangan telah disanggah dan ditolak dari berbagai sisi oleh para ulama Islam, seperti yang telah banyak ditulis orang. Tidak ada yang namanya Islam itu dimodernkan, diperbaiki, ataupun dibenahi. Islam adalah agama yang sempurna, sejak pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hingga Hari Kiamat.
Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan atasmu nikmatku, dan telah Kuridai Islam menjadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah 5:3)
Islam adalah pesan terakhir dan pastilah mampu mengakomodasi semua kehidupan manusia hingga akhir masa. Islam dapat merangkul semua jenis kebudayaan tanpa sedikit pun menambah atau mengurangi makna Islam itu sendiri. Oleh karena itu, tidak ada reformasi, renovasi, penambahan, atau pengurangan dalam Islam.
Sementara Islam sendiri tidak mengenal reformasi, orang-orang Islam sendiri-lah yang perlu mereformasi diri sehingga mereka dapat memahami dan melaksanakan Islam dengan benar. Dalam kesempurnaannya, Islam mirip dengan bulan purnama: bulatnya tidak kurang dan tidak lebih.
Kharâb (Penghancuran) Yatsrib disebutkan 2 kali dalam hadits di atas. Kali pertama adalah penghancuran peradaban pengetahuan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yaitu pengrusakan agama dalam bentuk penyimpangan terhadap pesan-pesan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Mereka (kaum Wahhabi) yang mengklaim diri sebagai “pembaharu Islam” berusaha menyuguhkan hal-hal baru untuk menggantikan dan menghapus hal-hal klasik dan tradisional dalam Islam.
Aliran Wahhabi inilah yang pertama kali mengajukan pemahaman yang sepenuhnya baru tentang Islam, dengan kedok “pemurnian” Islam.
Ideologi Wahhabisme ini telah merusak Islam tradisional atas nama “pemurnian” Islam, seakan-akan semua orang Islam sebelum munculnya Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb telah tersesat.
Alih-alih membawa pemurnian, ia justru telah menghancurkan ilmu-ilmu dan praktik keislaman yang telah berakar selama berabad-abad. Semua hal yang telah diwariskan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan generasi Islam sepeninggal beliau tiba-tiba dicap sebagai bentuk penyembahan berhala (syirik) yang harus dimusnahkan.
Orang-orang Islam yang melaksanakan ibadah haji dijejali dengan bahan-bahan bacaan dan propaganda mereka, sehingga para jemaah itu menganggap bahwa keyakinan dan praktik tradisional mereka bertentangan dengan Islam. Sekte Wahhabi meragukan tradisi keilmuan yang telah berusia 1400 tahun, dan melontarkan tuduhan kufur, syirik, bidah, dan haram terhadap berbagai praktik dan pemahaman tradisional.
Kerusakan pertama yang menimpa Yatsrib adalah ketika Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb menghancurkan ilmu-ilmu “keislaman” dengan cara meracuni pemahaman orang-orang Islam terhadap agama mereka.
Ungkapan Kharâb Yatsrib yang kedua merujuk pada penghancuran fisik terhadap bangunan dan monumen yang berasal dari masa Nabi di Yatsrib, kota Madinah klasik. Di Madinah memang telah terjadi perluasan Masjidil Haram, tetapi kenyataan tersebut tidak bertolak belakang dengan ungkapan “Kharâb Yatsrib” karena hadits tersebut merujuk pada kota tua Madinah yang dikenal dengan Yatsrib, dan semua yang mewakilinya.
Segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan Nabi telah dipelihara oleh orang-orang Islam selama bertahun-tahun, apakah masjid tua, benda-benda sejarah, atau makam rasul, para sahabat, istri, dan anak-anaknya.
Meskipun orang-orang Islam selama berabad-abad sepakat bahwa situs-situs tersebut merupakan bagian penting dalam sejarah dan tradisi Islam, semuanya dihancurkan oleh aliran Wahhabi dengan menggunakan dalih bahwa “semua itu bukan lagi Islam”.
Pemahaman mereka yang dangkal terhadap Islam mengakibatkan penghancuran sejumlah benda peninggalan sejarah dan monumen. Kharâb berarti “penghancuran,” tetapi kata ini juga bermakna peruntuhan.”
Memang, kantong-kantong tradisi klasik masih ada, dan hendak dibangun kembali oleh umat Islam, tetapi mereka tidak diperkenankan membangunnya kembali, sehingga yang tersisa hanyalah reruntuhan dan puing-puing bangunan.
Tidak ada lagi orang yang mengetahui lokasi kuburan para sahabat. Di Gunung Uhud dekat Madinah, kita bisa menyaksikan puing-puing bangunan yang awalnya merupakan makam yang dilengkapi dengan kubah dan hiasan-hiasan indah. Dengan makam yang terlihat jelas, bangunan suci itu mengenang para sahabat yang gugur bersama Hamzah di Gunung Uhud.
Kini, hanya ada reruntuhan dinding yang diabaikan oleh para pengunjung. Demikian pula halnya, sudah tidak ada lagi bekas-bekas yang menunjukkan makam para syuhada Badar. Juga, tidak ada lagi tanda kuburan istri Nabi, Khadîjah al-Kubrâ di Jannat al-Mu’ala, Mekah.
Di Jannat al-Baqî’ (permakaman yang bersebelahan dengan makam dan Masjid Nabi di Madinah), makam ‘Utsmân, ‘Â’isyah dan sejumlah sahabat telah dipelihara oleh penguasa ‘Utsmani hingga awal abad ke-20, namun jejak-jejaknya kini telah dihilangkan. Hal itu merupakan pengrusakan fisik terhadap peradaban Islam yang ada sejak Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tinggal di Yatsrib.
Dengan perlahan-lahan dan diam-diam, para pengikut sekte Wahhabi telah melenyapkan semua hal yang terkait dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Islam tradisional, sehingga saat ini nyaris tak tersisa. Di samping Ka’bah di Mekah al-Mukarramah terdapat Maqâm Ibrâhîm, yang memuat jejak kaki Nabi Ibrâhîm ketika beliau membangun Ka’bah. AllahAzza wa Jalla berfirman:
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan Baitullah sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian Maqâm Ibrâhîm sebagai tempat shalat.” (QS al-Baqarah 2:125)
Meskipun demikian, otoritas keagamaan Wahhabi atau salafi di Mekah pernah mencoba melenyapkan Maqâm Ibrâhim. Itu terjadi pada masa almarhum Syekh Mutawallî al-Sya’râwî dari Mesir yang memberi tahu Raja Faisal tentang rencana mereka, sehingga raja memerintahkan mereka agar membiarkan Maqâm Ibrâhîm di tempatnya semula.
Raja berdiri menentang mereka dalam persoalan serius itu, tetapi banyak kejadian serupa di mana beliau hampir mustahil menahan gelombang pengrusakan terhadap benda-benda peninggalan dan tradisi Islam. Hingga 1960-an, makam ayah Nabi di Madinah ditandai dengan tulisan di dinding sebuah rumah dekat Masjid Nabawi, tetapi tanda itu kini sudah lenyap.
Di Masjid Nabawi, semua dinding dan tiang masjid awalnya dihiasi dengan puisi-puisi pujian terhadap Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Para pengikut aliran Wahhabi kemudian menghilangkan hiasan-hiasan itu, baik dengan mengganti dinding marmer itu, atau menghapusnya hingga tidak terlihat lagi hiasan puisi yang tersisa.
Satu-satunya hal yang tidak dapat mereka lenyapkan adalah tulisan di depan mimbar pada mihrab (tempat salat imam) yang berisi pujian kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallamdan 200 nama beliau. Pada tahun 1936, orang-orang Wahhabi bahkan berusaha memisahkan Masjid Nabawi dari makam Nabi, tetapi negara-negara Muslim bersatu menentang rencana tersebut dan berhasil menggagalkannya, sebuah keberhasilan yang sangat jarang terjadi.
Di depan gerbang menuju makam Nabi (al-muwâjihâh al-syarîfah), pada awalnya terdapat tulisan: Yâ Allâh! Yâ Muhammad!
Pengikut aliran Wahhabi kemudian menghapus huruf yâ’ dalam ungkapan Yâ Muhammad, sehingga hanya tersisa huruf alif, Â Muhammad, atau Muhammad saja.
Belakangan, mereka melangkah lebih jauh lagi dengan menempatkan kembali huruf yâ’ pada kata Yâ Muhammad, dan juga menambahkan titik di bawah huruf hâ’ sehingga menjadi huruf jim (ﺝ), dan menambahkan dua titik (di bawah huruf mîm) sehingga menjadi huruf yâ’. Dengan begitu, mereka telah mengubah nama Muhammad menjadi Majîd, salah satu asma Allah. Kini, tulisan tersebut menjadi: Yâ Allâh! Yâ Majîd! Persis seperti ketika melenyapkan makam para sahabat dan keluarga Nabi, mereka kini juga telah menghapus nama Nabi dari makamnya sendiri. Ini bertentangan dengan kenyataan bahwa Allah telah memuliakan Nabi saw. dengan menempatkan nama beliau bersanding dengan nama-Nya dalam kalimat syahadat, Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûl Allâh.
Khârab Yatsrib yang disebutkan 2 kali dalam hadits di atas telah terpenuhi.
Pertama, dari segi ideologi oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb dan para pengikutnya. Dan kedua, dengan kerusakan fisik yang terus berlangsung terhadap sisa-sisa Islam tradisional. Pembangunan kembali Bayt al-Maqdis, yang hanya sekali disebut, juga sedang berlangsung.
Ungkapan ‘Umrân Bayt al-Maqdis berarti pembangunan kembali peninggalan-peninggalan klasik di Yerusalem, sementara ungkapan Kharâb Yatsrib berarti penghancuran terhadap cara-cara dan peninggalan klasik di kota Yatsrib
Kesaksian Penerjemah :
Saya hanya ingin menambahkan sedikit saja tentang kehancuran Kota Madinah, yang baru-baru saya saksikan secara langsung ketika mengunjungi kota Madinah Al-Munawwaroh 17-20 Juli 2005.
Itung-itung cerita ini sebagai oleh-oleh dari Madinah ya…Dari segi kemajuan tekhnologi tata ruang bangunan dan interior sebuah kota, saya menilai Madinah sangat cantik dan modern serta memiliki kemajuan yang sangat pesat sekali, terutama bangunan-bangunan diseputar Masjid Nabawi dan tempat-tempat sekitar radius 5-10 kilometer dari Masjid Nabawi.
Namun dari sudut pandang sejarah, kota ini seakan-akan tidak memiliki lagi latar belakang sejarah kegemilangan Islam di masa lalu. Secara pribadi saya amat sangat menyayangkan situs-situs sejarah banyak yang dihilangkan oleh pemerintah KSA yang berfaham Wahhabi, seakan-akan kota ini ingin dirubah seperti newyork atau ala singapura. Perubahan ini terjadi dimulai sejak era tahun 1990-an, dimana kebetulan tahun 1993 saya juga pernah mengunjungi kota ini selama 9 hari.
Perubahan yang terjadi dari hasil pengamatan saya adalah :
1. Pemakaman syuhada baqi, kalau dulu tahun 1993 kita masih bisa ziarah dan memandang ke makam baqi dengan hanya berdiri seperti halnya bila kita berdiri diluar tempat pemakaman umum di Indonesia.
Tapi perubahan yang sekarang adalah, pemakaman baqi tidak bisa dilihat atau diziarahi hanya dengan berdiri karena pemakaman itu sekarang sudah dikurung dengan tembok berlapis marmer setinggi kira-kira 6-10 meter tingginya, sehingga kalau kita mau berziarah dan melihat makam syuhada baqi harus menaiki anak tangga dulu sekitar 5 meter.
Disamping itu kalau dulu kita bebas berziarah kapan saja waktunya sesuai dengan keinginan kita, tapi sekarang tidak sembarang waktu bisa kita lakukan, kecuali antara pkl 07.00 sampai pkl.8.30 pagi waktu setempat. walaupun kita terlambat 5 menit saja, jangan berharap anda bisa menaiki anak tangga karena diujung anak tangga sudah di tutup pintu besi setinggi 3 meter-an, dan bilamana sudah pkl.08.30 anda masih saja berada di atas sana, askar2 kerajaan akan segera menarik-narik badan anda untuk segera keluar dari sana. Jadi memang sekarang sangat dibatasi ruang maupun waktu dalam menziarahi maqam baqi ini.
Dan yang mengenaskan saya adalah, dibawah tembok setinggi 6-10 meter itu sekarang sudah dibuat kios-kios kecil sebagai tempat usaha para pedagang menjajakan barang dagangannya.
Entahlah… mungkin 15-20 tahun kedepan Maqam baqi mungkin sudah tidak ada lagi dan areal pemakamannya sudah dijadikan gedung pasar yang modern. Menurut penilaian saya, penutupan areal pemakaman dengan tembok setinggi 6-10 meter saat ini hanya sebagai awal saja, dengan maksud supaya orang tidak lagi secara bebas berziarah kesana, sehingga lama-kelamaan orang akan lupa untuk berziarah ke maqam Baqi ini. Akhirnya setelah orang melupakan areal ini, generasi berikut tak ada lagi yang mengetahui dimana areal pemakaman baqi, selanjutnya mungkin akan dijadikan gedung pertokoan, siapa tahu…?
2. Masjid Qiblatain, (masjid 2 kiblat), dulu tahun 1993 masjid ini memiliki 2 mimbar, satu menghadap Makkah, satu lagi menghadap Baytul Maqdis.Pada mimbar baytul maqdis tertulis dengan berbagai bahasa termasuk dalam bahasa indonesia, yang menceritakan bahwa mimbar ini sebelumnya digunakan sebagai mimbar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ketika shalat menghadap baqtul maqdis, namun setelah turun ayat (al-Isra..?) yang memerintahkan untuk merubah qiblat dari menghadap masjidil aqsha ke masjidil harom, RasulullahShallallahu 'Alaihi wa Sallam berpindah ke mimbar yang sekarang menghadap Masjidil harom (mimbar ke 2).Tapi sekarang ; mimbar yang menghadap Masjidil Aqso sudah dihilangkan sehingga tidak ada tanda lagi bahwa masjid ini memiliki 2 kiblat, sehingga sudah hilang nilai sejarahnya. “Masjid qiblatain” hanyalah tinggal sebuah nama saja, mimbarnya tinggal 1, sepantasnya namapun berubah menjadi Masjid Qiblat, karena mimbarnya hanya satu.
3. Parit (Khandaq) – yang pernah digunakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menghalau musuh dalam peperangan Khandaq atau Ahzab- pada tahun 1993 masih ada berupa gundukan tanah yang digali seperti lobang saluran air yang panjang, tapi kini Khandaq hanya tinggal nama, lokasinya sudah diuruk rata.
4. “Tanah basah” tempat dimana Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib terbunuh pada perang Uhud, sekarang sudah ditutup dengan aspal yang tebal dan dijadikan lokasi parkir kendaraan. Tapi anehnya, walupun sudah dilapisi dengan aspal, aspalnya tetap basah hingga sekarang walaupun sudah 14 abad terpanggang sinar matahari. Konon tanah ini tetap menangis selama-lamanya karena ditumpahi darah. Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib ra, adalah seorang yang sangat gagah berani di medan Uhud, dan mati syahid dibunuh oleh budak Hindun, isteri Abu Sufyan, dan ibu dari Muawiyyah.
5. Kota Madinah sebetulnya memiliki sebuah sumur abadi seperti halnya sumur zam-zam di Makkah, perbedaannya kalau sumur zam-zam itu asalnya adalah peninggalan Nabi Ibrahim AS, ketika Siti Hajar istrinya mencarikan air untuk memberi minum putranya Nabi Ismail AS.
Tapi kalau di Madinah adalah peninggalan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yang masih tetap mengeluarkan air hingga sekarang. Namanya adalah sumur “Tuflah”, lokasinya dipinggiran kota Madinah. Tuflah asal katanya berarti air ludah, konon kata kuncen penjaga sumur ini, sumur ini dibuat semasa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam perjalanan menuju kota Madinah, namun ketika itu kehabisan persediaan air.
Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan mu’jizatnya meludahi dengan air ludahnya sendiri suatu tempat di padang pasir yang gersang itu, dan saat itu juga tanah itu mengeluarkan air dan hingga sekarang dijadikan sebuah sumur yang airnya sangat jernih sejernih zam-zam, dan tetap mengalirkan air hingga sekarang. Saya mencoba minum dan berwudhu dari air sumur ini, memang terasa sangat nikmat bagaikan meminum air zam-zam.
Tapi sangat disayangkan, sumur ini sudah jelas sebagai peninggalan sejarah dimasa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, tidak dilestarikan sama-sekali bahkan dibiarkan saja oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia yang beraliran Wahhabi sehingga nampak kusam dan tidak terurus sama-sekali. Mungkinkah kaum Wahhabi tidak terlalu suka pada peninggalan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam?
Kata kuncen penjaga, kebanyakan orang-orang yang mengunjungi sumur ini adalah orang-orang Ahlus-Sunnah yang mencintai Ahlul-Bayt, termasuk Anda, Anda dari Indonesia?, katanya…Tapi maaf, disini anda tidak boleh berlama-lama melancong, karena setiap 2 jam sekali ada patroli dari Askar kerajaan dan mata-matanya (spionase) yang mengawasi orang-orang yang berkunjung kesini. Saya khwatir anda ditangkap oleh tentara Wahhabi. Maka bila anda sudah minum dan berwudhu silakan anda segera pergi dari sini.
Wa min Allah at Tawfiq.
Wahabi Penghancur Peradaban Islam??? !!!
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَأْمِنَا اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي يَمَنِنَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَفِي نَجْدِنَا قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَأْمِنَا اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي يَمَنِنَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَفِي نَجْدِنَا فَأَظُنُّهُ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ رواه البخاري، والترمذي، وأحمد وابن حبان في صحيحهDaripada Abdullah Ibn Umar r.a., beliau berkata: Rasulullah SAW menyebut: Ya Allah! Berkatilah kami pada Yaman kami dan berkatilah kami Ya Allah! pada Syam kami.Maka sebahagian sahabat berkata: Dan pada Najd kami Ya Rasulallah! Rasulullah pun bersabda: Ya Allah! Berkatilah kami pada Yaman kami dan berkatilah kami Ya Allah! pada Syam kami.Maka sebahagian sahabat berkata: Dan pada Najd kami Ya Rasulallah!Dan aku menyangka (seingat aku) pada kali ketiga Rasulullah SAW bersabda: Di sanalah berlakunya gegaran-gegaran, fitnah-fitnah dan di sanalah terbitnya tanduk Syaitan.Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam al-Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban dan lain-lain.
Akankah ini dibiarkan terus oleh mayoritas umat Islam dunia ?
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata: “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H/ 1792 M.
sumber:http://www.akhirzaman.info/islam/saudi-dan-wahhabi/1739-wahabi-penghancur-peradaban-islam.html
Kubu Istikbar Berusaha Mengkaburkan Isu Palestina
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Ahad (19/8) dalam pertemuan dengan para pejabat tinggi negara, duta besar dan perwakilan negara-negara Islam serta berbagai kalangan masyarakat menekankan perlunya mengenal dengan baik kondisi regional yang sensitif saat ini, seraya mengimbau untuk pandai dalam menyikapi konspirasi dunia arogansi yang sangat sistematis.
Beliau mengatakan, "Masalah paling krusial dan mendesak bagi Dunia Islam adalah masalah al-Quds al-Sharif dan Palestina yang tertindas. Berkat arus kebangkitan Islam masalah ini menjadi semakin mengemuka. Pemerintahan, para elit politik dan budaya di Dunia Islam harus waspada menghadapi konspirasi berbahaya yang hendak mengkaburkan masalah Palestina dan menonjolkan isu-isu palsu dengan menebar perselisihan di tengah umat Islam."
Seraya menyinggung kelalaian bangsa-bangsa dan Negara-negara Islam yang cukup lama seiring dengan berkuasanya kekuatan-kekuatan hegemoni atas nasib mereka dan munculnya kanker ganas Zionis di tengah Dunia Islam, Ayatollah a-Udzma Khamenei menandaskan, "Hari ini berkat kebangkitan Islam dan transformasi penting di kawasan, tabir kelalaian ini sudah tersingkirkan, dan peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik."
Mengenai isu Palestina dan al-Quds al-Sharif, beliau mengatakan, "Masalah utama ini jangan sampai dilalaikan dan diketepikan. Sebab sebagian besar problema Dunia Islam muncul karena keberadaan rezim ilegal Zionis."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menambahkan, "Berkat arus kebangkitan Islam, tahun ini bangsa-bangsa di kawasan mengungkapkan sikap tegas mereka dalam peringatan hari al-Quds sedunia tahun ini."
Seraya mengingatkan kembali untuk waspada menghadapi konspirasi sistematis musuh yang ingin mengkaburkan masalah utama umat Islam, beliau menegaskan, "Sekarang, kekuatan-kekuatan arogansi kembali menggunakan modus yang sama yaitu ‘tebar pertikaian lalu kuasai'. Karena itu negara-negara Islam dan bangsa-bangsa Muslim khususnya kalangan elit politik dan budaya serta para cendekiawan dan ulama harus tampil menjelaskan fakta yang sebenarnya kepada umat Islam."
Menurut Rahbar, Zionisme adalah ancaman yang berbahaya bagi seluruh umat manusia. "Ketika musuh berusaha keras untuk menonjolkan isu perbedaan alami seperti etnis, ras dan madzhab di tengah umat Islam untuk menciptakan pertikaian serta memutarbalikkan fakta untuk mengesankan adanya ancaman palsu, umat Islam harus berusaha keras mengamalkan ajaran Islam serta menjaga dan memperkuat persatuan dan persaudaraan sekaligus menolak kehendak kekuatan adidaya dunia khususnya Amerika Serikat (AS)," ungkap beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan bahwa perselisihan di tengah umat Islam adalah racun yang sangat mematikan.
"Umat Islam harus selalu mengedepankan tolok ukur bahwa posisi musuh harus jelas. Ketika front kebatilan jelas maka yang berseberangan dengannya adalah front kebenaran," tegas beliau.
Di awal pertemuan, Presiden Repubik Islam Mahmoud Ahmadinejad dalam kata sambutannya menyebut bulan suci Ramadhan sebagai kesempatan istimewa untuk melatih diri dalam beribadah, meninggikan sisi spiritualitas di hadapan Allah Swt, dan jalan untuk membersihkan jiwa dari noda dan ketergantungan kepada dunia. Ramadhan adalah kesempatan untuk kembali kepada fitrah Ilahi, kesempurnaan insani dan medan untuk melatih diri menjauhi dosa.
Seraya menyatakan bahwa bangsa Iran tak pernah ragu untuk membangun negeri dan membela hak-haknya yang utama, Ahmadinejad mengatakan, "Kaum arogansi sedang menukik menuju ke lembah kemerosotannya. Sikap yang bersikeras dengan ambisi, kezaliman dan penistaan hak bangsa-bangsa lain tak akan bisa menyelamatkan mereka."
0 comments to "KONTRAVERSI..!!!!! : Orangtua Nabi MUHAMMAD Saw ABDULLAH & AMINAH, hingga ABU THALIB serta ayah Nabi IBRAHIM "KAFIR" ( 7 Syawal Perang UHUD dan 8 Syawal "PENGHANCURAN" pemakaman BAQI )"