Buku Putih Mazhab Syiah menurut Ulama Syiah yang Muktabar
Buku Paling Kontemporer dan Komprehensif yang Menjelaskan Tuduhan-tuduhan Menyesatkan tentang Syiah.
Penerbit: Ahlul Bait Indonesia
Harga: Rp.
Penerbit: Ahlul Bait Indonesia
Harga: Rp.
a. Kapan Mazhab Syiah Muncul?
Mazhab Syiah sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam pertama Mazhab Syiah) sudah muncul sejak Rasulullah SAAW masih hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan realita-realita berikut ini:
Mazhab Syiah sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam pertama Mazhab Syiah) sudah muncul sejak Rasulullah SAAW masih hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan realita-realita berikut ini:
Pertama, ketika Rasulullah SAAW mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengajak keluarga terdekatnya masuk Islam, ia berkata kepada mereka: “Barang siapa di antara kalian yang siap untuk mengikutiku, maka ia akan menjadi pengganti dan washiku setelah aku meninggal dunia”. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bersedia untuk mengikutinya kecuali Ali a.s. Sangat tidak masuk akal jika seorang pemimpin pergerakan –di hari pertama ia memulai langkah-langkahnya–memperkenalkan penggantinya setelah ia wafat kepada orang lain dan tidak memperkenalkanya kepada para pengikutnya yang setia. Atau ia mengangkat seseorang untuk menjadi penggantinya, akan tetapi, di sepanjang masa aktifnya pergerakan tersebut ia tidak memberikan tugas sedikit pun kepada penggantinya dan memperlakukannya sebagaimana orang biasa. Keberatan-keberatan di atas adalah bukti kuat bahwa Imam Ali Bin Abi Thalib KW setelah diperkenalkan sebagai pengganti dan washi Rasulullah SAAW di hari pertama dakwah, memiliki misi yang tidak berbeda dengan missi Rasulullah SAAW dan orang yang mengikutinya berarti ia juga mengikuti Rasulullah SAAW.
Kedua, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir yang dinukil oleh Ahlussunnah dan Mazhab Syiah, Rasulullah SAAW pernah bersabda bahwa Imam Ali Bin Abi Thalib KW terjaga dari setiap dosa dan kesalahan, baik dalam ucapan maupun perilaku. Semua tindakan dan perilakunya sesuai dengan agama Islam dan ia adalah orang yang paling tahu tentang Islam.
Ketiga, Imam Ali Bin Abi Thalib KW adalah sosok figur yang telah berhasil menghidupkan Islam dengan pengorbanan-pengorbanan yang telah lakukannya. Seperti, ia pernah tidur di atas ranjang Rasulullah SAAW di malam peristiwa lailatul mabit ketika Rasulullah SAAW hendak berhijrah ke Madinah dan kepahlawannya di medan perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar. Seandainya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak pernah dilakukannya, niscaya Islam akan sirna di telan gelombang kebatilan.
Keempat, peristiwa Ghadir Khum adalah puncak keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Ali Bin Abi Thalib KW Sebuah peristiwa –yang seandainya dapat direalisasikan sesuai dengan kehendak Rasulullah SAAW– akan memberikan warna lain terhadap Islam.
Semua keistimewaan dan keistimewaan-keistimewaan lain yang diakui oleh Ahlussunnah bahwa semua itu hanya dimiliki oleh Imam Ali Bin Abi Thalib KW secara otomatis akan menjadikan sebagian pengikut Rasulullah SAAW yang memang mencintai kesempurnaan dan hakikat, akan mencintai Imam Ali Bin Abi Thalib KW dan lebih dari itu, akan menjadi pengikutnya. Dan tidak menutup kemungkinan bagi sebagian pengikutnya yang memang memendam rasa dengki di hati kepada Imam Ali Bin Abi Thalib KW, untuk membencinya meskipun mereka melihat ia telah berjasa dalam mengembangkan dan menjaga Islam dari kesirnaan.
b. Mengapa Minoritas Mazhab Syiah berpisah dari mayoritas Ahlussunnah?
Dengan melihat keistimewaan dan kedudukan yang dimiliki oleh Imam Ali Bin Abi Thalib KW, para pengikutnya meyakini bahwa ia adalah satu-satunya sahabat yang berhak untuk menggantikan kedudukan Rasulullah SAAW setelah ia wafat. Keyakinan ini menjadi semakin mantap setelah peristiwa “kertas dan pena” yang terjadi beberapa hari sebelum ia meninggal dunia. Akan tetapi, kenyataan bericara lain. Ketika Ahlul Bait a.s. dan para pengikut setia mereka sedang sibuk mengurusi jenazah Rasulullah SAAW untuk dikebumikan, mayoritas sahabat yang didalangi oleh sekelompok sahabat yang memiliki kepentingan-kepentingan pribadi dengan Islam, berkumpul di sebuah balai pertemuan yang bernama Saqifah Bani Sa’idah guna menentukan khalifah pengganti Rasulullah SAAW. Dan dengan cara dan metode keji, para dalang “permainan” ini menentukan Abu Bakar sebagai khalifah pertama muslimin.
Setelah para pengikut Imam Ali Bin Abi Thalib KW yang hanya segelintir selesai mengebumikan jenazah Rasulullah SAAW, mereka mendapat berita bahwa khalifah muslimin telah dipilih. Banyak pengikut Imam Ali Bin Abi Thalib KW seperti Abbas, Zubair, Salman, Abu Dzar, Ammar Yasir dan lain-lain yang protes atas pemilihan tersebut dan menganggapnya tidak absah. Yang mereka dengar hanyalah alasan yang biasa dilontarkan oleh orang ingin membela diri. Mereka hanya berkata: “Kemaslahatan muslimin menuntut demikian”.
Protes minoritas inilah yang menyebabkan mereka memisahkan diri dari mayoritas masyarakat yang mendominasi arena politik kala itu. Dengan demikian, terwujudlah dua golongan di dalam tubuh masyarakat muslim yang baru ditinggal oleh pemimpinnya. Akan tetapi, pihak mayoritas yang tidak ingin realita itu diketahui oleh para musuh luar Islam, mereka mengeksposkan sebuah berita kepada masyarakat bahwa pihak minoritas itu adalah penentang pemerintahan yang resmi. Akibatnya, mereka dianggap sebagai musuh Islam.
Meskipun adanya tekanan-tekanan dari kelompok mayoritas, kelompok minoritas ini masih tetap teguh memegang keyakinannya bahwa kepemimpinan adalah hak Imam Ali Bin Abi Thalib KW setelah Rasulullah SAAW meninggal dunia. Bukan hanya itu, dalam menghadapi segala problema kehidupan, mereka hanya merujuk kepada Imam Ali Bin Abi Thalib KW untuk memecahkannya, bukan kepada pemerintah. Meskipun demikian, berkenaan dengan problema-problema yang menyangkut kepentingan umum, mereka tetap bersedia untuk ikut andil memecahkannya. Banyak problema telah terjadi yang tidak dapat dipecahkan oleh para khalifah, dan Imam Ali Bin Abi Thalib KW tampil aktif dalam memecahkannya.
c. Penyelewengan pada Masa Tiga Khalifah
Pada masa kepemimpinan tiga khalifah pertama muslimin, banyak terjadi penyelewengan-penyelewengan dilakukan oleh mereka dalam menjalankan pemerintahan yang tidak sesuai dengan rel Islam dan sunnah Rasulullah SAAW. Diamnya pemerintah atas pembunuhan yang telah dilakukan oleh Khalid bin Walid terhadap Malik bin Nuwairah yang berlanjut dengan pemerkosaan terhadap istrinya, pembagian harta baitul mal yang tidak merata sehingga menimbulkan perbedaan strata masyarakat kaya dan miskin, penghapusan dua jenis mut’ah yang sebelumnya pernah berlaku pada masa Rasulullah SAAW, penghapusan khumus dari orang-orang yang berhak menerimanya, pelarangan penulisan hadis-hadis Rasulullah SAAW, pelarangan mengucapkan hayya ‘alaa khairil ‘amal dalam azan, pemberian harta dan dukungan istimewa kepada Mu’awiyah sehingga ia dapat berkuasa di Syam dengan leluasa, dan lain sebagainya, semua itu adalah bukti jelas penyelewengan dan kepincangan yang terjadi pada masa tiga khalifah pertama. Semua itu jelas terjadi sehingga orang yang berpikiran jernih dan tidak dipengaruhi oleh fanatisme mazhab akan dapat menerimanya dengan menelaah buku-buku sejarah yang otentik.
Setelah Utsman bin Affan, Khalifat ketiga muslimin dibunuh oleh para “pemberontak” yang tidak rela dengan kinerjanya selama ia memegang tampuk khilafah, masyarakat dengan serta merta memilih Imam Ali Bin Abi Thalib KW secara aklamasi untuk memegang tampuk khilafah. Di antara Muhajirin yang pertama kali berbai’at dengannya adalah Thalhah dan Zubair. Hal ini terjadi pada tahun 5 H. Sangat disayangkan kekhilafahannya hanya berjalan sekitar 4 tahun 5 bulan, masa yang sangat sedikit untuk mengadakan sebuah perombakan dan reformasi mendasar.
Begitu ia menjadi khalifah, khotbah pertama yang dilontarkannya adalah sebagai berikut: “Ketahuilah bahwa segala kesulitan yang pernah kalian alami di masa-masa pertama Rasulullah SAAW diutus menjadi nabi, sekarang akan kembali menimpa kalian. Sekarang orang-orang yang memiliki keahlian dan selama ini disingkirkan harus memiliki kedudukan yang layak dan orang-orang yang tidak becus harus disingkirkan dari kedudukan yang telah diberikan kepada mereka dengan tidak benar”.
Ia mengadakan perombakan-perombakan secara besar-besaran, baik di bidang birokrasi maupun bidang pembagian harta baitul mal. Ia mengganti semua gubernur daerah yang telah ditunjuk oleh para khalifah sebelumnya dengan orang-orang yang layak untuk memegang tampuk tersebut dan membagikan harta baitul mal dengan sama rata di antara masyarakat. Hal ini menyebabkan sebagian sahabat sakit hati. Tentunya mereka yang merasa dirugikan oleh metode Imam Ali Bin Abi Thalib KW tersebut. Hal itu dapat kita pahami dalam peristiwa-peristiwa berdarah berikut:
Faktor utama perang Jamal adalah rasa sakit hati Thalhah dan Zubair karena hak mereka –sebagai sahabat senior– dari harta baitul mal merasa dikurangi dan disamaratakan dengan masyarakat umum. Dengan alasan ingin menziarahi Ka’bah, mereka masuk ke kota Makkah dan menemui A’isyah yang memiliki hubungan tidak baik dengan Imam Ali Bin Abi Thalib KW demi mengajaknya memberontak atas pemerintahan yang sah. Slogan yang mereka gembar-gemborkan untuk menarik perhatian opini umum adalah membalas dendam atas kematian Utsman. Padahal, ketika Utsman dikepung oleh para “pemberontak” yang ingin membunuhnya, mereka ada di Madinah dan tidak sedikit pun usaha yang tampak dari mereka untuk membelanya. A’isyah sendiri adalah orang pertama dan paling bersemangat mensupport masyarakat untuk membunuhnya. Ketika ia mendengar Utsman telah terbunuh, ia mencelanya dan merasa bahagia karena itu.
Faktor utama perang Shiffin adalah rasa tamak Mu’awiyah atas khilafah, karena ia telah disingkirkan oleh Imam Ali Bin Abi Thalib KW dari kursi kegubernuran Syam. Perang ini berlangsung selama 1,5 tahun yang telah memakan banyak korban tidak bersalah. Slogan Mu’awiyah di perang adalah membalas dendam atas kematian Utsman juga. Padahal, selama Utsman dalam kepungan para “pemberontak”, ia meminta bantuan dari Mua’wiyah yang bercokol di Syam demi membasmi mereka. Dengan satu pleton pasukan lengkap, Mu’awiyah berangkat dari Syam ke arah Madinah. Akan tetapi, di tengah perjalanan mereka sengaja memperlambat jalannya pasukan sehingga Utsman terbunuh. Setelah mendengar Utsman terbunuh, mereka kembali ke Syam dan kemudian bergerak kembali menuju ke Madinah dengan slogan “membalas dendam atas kematian Utsman”. Akhirnya pecahlah Shiffin.
Anehnya, ketika Imam Ali Bin Abi Thalib KW syahid dan Mu’awiyah berhasil memegang tampuk khilafah, mengapa ia tidak mendengung-dengungkan kembali slogan “membalas dendam atas kematian Utsman”?
Setelah perang Shiffin berhasil dipadamkan, perang Nahrawan berkecamuk. Faktornya adalah ketidakpuasan sebagian sahabat yang disulut oleh Mu’awiyah atas pemerintahan Imam Ali Bin Abi Thalib KW dan atas hasil perdamaian yang dipaksakan oleh mereka sendiri terhadap Imam Ali Bin Abi Thalib KW yang menghasilkan pencabutannya dari kursi khilafah dan penetapan Mu’awiyah sebagai khalifah muslimin. Tapi akhirnya, Imam Ali Bin Abi Thalib KW juga berhasil memadamkan api perang tersebut.
Tidak lama berselang dari peristiwa Nahrawan, Imam Ali Bin Abi Thalib KW syahid dengan kepala yang mengucurkan darah akibat tebasan pedang Abdurrahman bin Muljam di mihrab masjid Kufah.
d. Keberhasilan-keberhasilan Pemerintahan Imam Ali Bin Abi Thalib KW
Meskipun Imam Ali Bin Abi Thalib KW tidak berhasil memapankan kembali situasi masyarakat Islam yang sudah bobrok itu secara sempurna, akan tetapi, dalam tiga segi ia dapat dikatakan berhasil:
Pertama, dengan kehidupan sederhana yang dimilikinya, ia berhasil menunjukkan kepada masyarakat luas, khususnya para generasi baru, metode hidup Rasulullah SAAW yang sangat menarik dan pantas untuk diteladani. Hal ini berlainan sekali dengan kehidupan Mu’awiyah yang serba mewah. Ia a.s. tidak pernah mendahulukan kepentingan keluarganya atas kepentingan umum.
Kedua, dengan segala kesibukan dan problema sosial yang dihadapinya, ia masih sempat meninggalkan warisan segala jenis ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai penunjuk jalan untuk mencapai tujuan hidup insani yang sebenarnya. Ia mewariskan sebelas ribu ungkapan-ungkapan pendek dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan rasional, sosial dan keagamaan. Ia adalah pencetus tata bahasa Arab dan orang pertama yang mengutarakan pembahasan-pembahasan filosofis yang belum pernah dikenal oleh para filosof kaliber kala itu. Dan ia juga orang pertama dalam Islam yang menggunakan argumentasi-argumentasi rasional dalam menetapkan sebuah pembahasan filosofis.
Ketiga, ia berhasil mendidik para pakar agama Islam yang dijadikan sumber rujukan dalam bidang ilmu ‘irfan oleh para ‘arif di masa sekarang, seperti Uwais Al-Qarani, Kumail bin Ziyad, Maitsam At-Tammar dan Rusyaid Al-Hajari.
e. Masa Sulit bagi Mazhab Syiah
Setelah Imam Ali Bin Abi Thalib KW syahid di mihrab shalatnya, masyarakat waktu itu membai’at Imam Hasan a.s. untuk memegang tampuk khilafah. Setelah ia dibai’at, Mu’awiyah tidak tinggal diam. Ia malah mengirim pasukan yang berjumlah cukup besar ke Irak sebagai pusat pemerintahan Islam waktu itu untuk mengadakan peperangan dengan pemerintahan yang sah. Dengan segala tipu muslihat dan iming-iming harta yang melimpah, Mu’wiyah berhasil menipu para anggota pasukan Imam Hasan a.s. dan dengan teganya mereka meninggalkannya sendirian. Melihat kondisi yang tidak berpihak kepadanya dan dengan meneruskan perang Islam akan hancur, dengan terpaksa ia harus mengadakan perdamaian dengan Mu’awiyah. (Butir-butir perjanjian ini dapat dilihat di sejarah 14 ma’shum a.s.)
Setelah Mu’awiyah berhasil merebut khilafah dari tangan Imam Hasan a.s. pada tahun 40 H., –sebagaimana layaknya para pemeran politik kotor– ia langsung menginjak-injak surat perdamaian yang telah ditandatanganinya. Dalam sebuah kesempatan ia pernah berkata: “Aku tidak berperang dengan kalian karena aku ingin menegakkan shalat dan puasa. Sesungguhnya aku hanya ingin berkuasa atas kalian, dan aku sekarang telah sampai kepada tujuanku”.
Dengan demikian, Mu’awiyah ingin menghidupkan kembali sistem kerajaan sebagai ganti dari sistem khilafah sebagai penerus kenabian. Hal ini diperkuat dengan diangkatnya Yazid, putranya sebagai putra mahkota dan penggantinya setelah ia mati.
Mua’wiyah tidak pernah memberikan kesempatan kepada para pengikut Mazhab Syiah untuk bernafas dengan tenang. Setiap ada orang yang diketahui sebagai pengikut Mazhab Syiah, ia akan langsung dibunuh di tempat. Bukan hanya itu, setiap orang yang melantunkan syair yang berisi pujian terhadap keluarga Ali a.s., ia akan dibunuh meskipun ia bukan pengikut Mazhab Syiah. Tidak cukup sampai di sini saja, ia juga memerintahkan kepada para khotib shalat Jumat untuk melaknat dan mencerca Imam Ali Bin Abi Thalib KW Kebiasaan ini berlangsung hingga masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz pada tahun 99-101 H.
Masa pemerintahan Mu’awiyah (selama 20 tahun) adalah masa tersulit bagi Mazhab Syiah di mana mereka tidak pernah memiliki sedikit pun kesempatan untuk bernafas.
Mayoritas pengikut Ahlussunnah menakwilkan semua pembunuhan yang telah dilakukan oleh para sahabat, khususnya Mu’awiyah itu dengan berasumsi bahwa mereka adalah sahabat Nabi SAWW dan semua perilaku mereka adalah ijtihad yang dilandasi oleh hadis-hadis yang telah mereka terima darinya. Oleh karena itu, semua perilkau mereka adalah benar dan diridhai oleh Allah SWT. Seandainya pun mereka salah dalam menentukan sikap dan perilaku, mereka akan tetap mendapatkan pahala berdasarkan ijtihad tang telah mereka lakukan.
Akan tetapi, Mazhab Syiah tidak menerima asumsi di atas dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, tidak masuk akal jika seorang pemimpin yang ingin menegakkan kebenaran, keadilan dan kebebasan dan mengajak orang-orang yang ada si sekitarnya untuk merealisasikan hal itu, setelah tujuan yang diinginkannya itu terwujudkan, ia merusak sendiri cita-citanya dengan cara memberikan kebebasan mutlak kepada para pengikutnya, dan segala kesalahan, perampasan hak orang lain dengan segala cara, serta tindakaan-tindakan kriminal yang mereka lakukan dimaafkan.
Kedua, hadis-hadis yang “menyucikan” para sahabat dan membenarkan semua perilaku non-manusiwi mereka berasal dari para sahabat sendiri. Dan sejarah membuktikan bahwa mereka tidak pernah memperhatikan hadis-hadis di atas. Mereka saling menuduh, membunuh, mencela dan melaknat. Dengan bukti di atas, keabsahan hadis-hadis di atas perlu diragukan.
Mu’awiyah menemui ajalnya pada tahun 60 H. dan Yazid, putranya menduduki kedudukannya sebagai pemimpin umat Islam. Sejarah membuktikan bahwa Yazid adalah sosok manusia yang tidak memiliki kepribadian luhur sedikit pun. Kesenangannya adalah melampiaskan hawa nafsu dan segala keinginannya. Dengan latar belakangnya yang demikian “cemerlang”, tidak aneh jika di tahun pertama memerintah, ia tega membunuh Imam Husein a.s., para keluarga dan sahabatnya dengan dalih karena mereka enggan berbai’at dengannya. Setelah itu, ia menancapkan kepala para syahid tersebut di ujung tombak dan mengelilingkannya di kota-kota besar; Di tahun kedua memerintah, ia mengadakan pembunuhan besar-besaran di kota Madinah dan menghalalkan darah, harta dan harga diri penduduk Madinah selama tiga hari kepada para pasukannya; Di tahun ketiga memerintah, ia membakar Ka’bah, kiblat muslimin.
Setelah masa Yazid dengan segala kebrutalannya berlalu, Bani Marwan yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Bani Umaiyah menggantikan kedudukannya. Mereka pun tidak kalah kejam dan keji dari Yazid. Mereka berhasil berkuasa selama 70 tahun dan jumlah khalifah dari dinasti mereka adalah sebelas orang. Salah seorang dari mereka pernah ingin membuat sebuah kamar di atas Ka’bah dengan tujuan untuk melampiaskan hawa nafsunya di dalamnya ketika musim haji tiba.
Dengan melihat kedzaliman yang dilakukan oleh para khalifah waktu itu, para pengikut Mazhab Syiah makin kokoh dalam memegang keyakinan mereka. Di akhir-akhir masa kekuasaan Bani Umaiyah, mereka dapat menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa mereka masih memilliki eksistensi dan mampu untuk melawan para penguasa lalim. Di masa keimamahan Imam Muhammad Baqir a.s. dan belum 40 tahun berlalu dari terbunuhnya Imam Husein a.s., para pengikut Mazhab Syiah yang berdomisili di berbagai negara dengan memanfaatkan kelemahan pemerintahan Bani Umaiyah karena tekanan-tekanan dari para pemberontak yang tidak puas dengan perilaku mereka, datang ke Madinah untuk belajar dari Imam Baqir a.s. Sebelum abad ke-1 H. usai, beberapa pembesar kabilah di Iran membangun kota Qom dan meresmikannya sebagai kota pemeluk Mazhab Syiah. Beberapa kali para keturunan Imam Ali Bin Abi Thalib KW karena tekanan yang dilakukan oleh Bani Umaiyah atas mereka, mengadakan pemberontakan-pemberontakan melawan penguasa dan perlawanan mereka –meskipun mengalami kekalahan– sempat mengancam keamanan pemerintah. Realita ini menunjukkan bahwa eksistensi Mazhab Syiah belum sirna.
Dikarenakan kedzaliman dinasti Bani Umaiyah yang sudah melampui batas, opini umum sangat membenci dan murka terhadap mereka. Setelah dinasti mereka runtuh dan penguasa terkahir mereka (Marwan ke-2 yang juga dikenal dengan sebutan Al-Himar, berkuasa dari tahun 127-132 H.) dibunuh, dua orang putranya melarikan diri bersama keluarganya. Mereka meminta suaka politik kepada berbagai negara, dan mereka enggan memberikan suaka politik kepada para pembunuh keluarga Rasulullah SAAW tersebut. Setelah mereka terlontang-lantung di gurun pasir yang panas, mayoritas mereka binasa karena kehausan dan kelaparan. Sebagian yang masih hidup pergi ke Yaman, dan kemudian dengan berpakaian compang-camping ala pengangkat barang di pasar-pasar mereka berhasil memasuki kota Makkah. Di Makkah pun mereka tidak berani menampakkan batang hidung, mungkin karena malu atau karena sebab yang lain.
f. Mazhab Syiah Pada Abad Ke-2 H.
Di akhir-akhir sepertiga pertama abad ke-2 H., karena kedzaliman dinasti Bani Umaiyah, muncul sebuah pemberontakan dari arah Khurasan, Iran dengan mengatasnamakan Ahlu Bayt a.s. Pemberontakan ini dipelopori oleh seorang militer berkebangsaan Iran yang bernama Abu Muslim Al-Marwazi. Dengan syiar ingin membalas dendam atas darah Ahlu Bayt a.s., ia memulai perlawanannya terhadap dinasti Bani Umaiyah. Banyak masyarakat yang tergiur dengan syiar tersebut sehingga mereka mendukung pemberontakannya. Akan tetapi, pemberontakan ini tidak mendapat dukungan dari Imam Shadiq a.s. Ketika Abu Muslim menawarkan kepadanya untuk dibai’at sebagai pemimpin umat, ia menolak seraya berkata: “Engkau bukanlah orangku dan sekarang bukan masaku untuk memberontak”.
Setelah mereka berhasil merebut kekuasaan dari tangan Bani Umaiyah, di hari-hari pertama berkuasa mereka memperlakukan para keturunan Imam Ali Bin Abi Thalib KW dengan baik, dan demi membalas dendam atas darah mereka yang telah dikucurkan, mereka membunuh semua keturunan Bani Umaiyah. Bahkan, mereka menggali kuburan-kuburan para penguasa Bani Umaiyah untuk dibakar jenazah mereka. Tidak lama berlalu, mereka mulai mengadakan penekanan-penekanan serius terhadap para keturunan Imam Ali Bin Abi Thalib KW dan para pengikut mereka serta orang-orang yang simpatik kepada mereka. Abu Hanifah pernah dipenjara dan disiksa oleh Manshur Dawaniqi dan Ahmad bin Hanbal juga pernah dicambuk olehnya. Imam Shadiq a.s. setelah disiksa dengan keji, dibunuh dengan racun dan para keturunan Imam Ali Bin Abi Thalib KW dibunuh atau dikubur hidup-hidup.
Kesimpulannya, kondisi para pengikut Mazhab Syiah pada masa berkuasanya dinasti Bani Abasiah tidak jauh berbeda dengan kondisi mereka pada masa dinasti Bani Umaiyah.
g. Mazhab Syiah Pada Abad Ke-3 H.
Dengan masuknya abad ke-3 H., para pengikut Mazhab Syiah Imamiah mendapatkan kesempatan baru untuk mengembangkan missi mereka. Mereka dapat menikmati sedikit keleluasaan untuk mengembangkan dakwah di berbagai penjuru. Faktornya adalah dua hal berikut:
Pertama, banyaknya buku-buku berbahasa Yunani dan Suryani dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan masyarakat bersemangat untuk memperlajari ilmu-ilmu rasional dengan antusias. Di samping itu, peran Ma`mun Al-Abasi (195-218 H.) juga tidak patut dilupakan. Ia menganut mazhab Mu’tazilah yang sangat mendorong para pengikutnya untuk mengembangkan dan mempelajari argumentasi-argumentasi rasional. Oleh karena itu, ia memberikan kebebasan penuh kepada para pemikir dan teolog setiap agama untuk menyebarkan teologi dan keyakinan mereka masing-masing. Para pengikut Mazhab Syiah tidak menyia-siakan kesempatan ini. Mereka mengembangkan jangkauan Mazhab Syiah ke berbagai penjuru kota dan mengadakan dialog dengan para pemimpin agama lain demi mengenalkan keyakinan Mazhab Syiah kepada khalayak ramai.
Kedua, Ma`mun Al-Abasi mengangkat Imam Ridha a.s. sebagai putra mahkota. Dengan ini, para keturunan Imam Ali Bin Abi Thalib KW dan sahabat mereka terjaga dari jamahan tangan para penguasa, dan menemukan ruang gerak yang relatif bebas.
Akan tetapi, kondisi ini tidak berlangsung lama. Karena setelah semua itu berlalu, politik kotor dinasti Bani Abasiyah mulai merongrong para keturunan Imam Ali Bin Abi Thalib KW dan pengikut mereka kembali. Khususnya pada masa Mutawakil Al-Abasi (232-247 H.). Atas perintahnya, kuburan Imam Husein a.s. di Karbala` diratakan dengan tanah.
h. Mazhab Syiah Pada Abad ke-4 H.
Pada abad ke-4 H., dengan melemahnya kekuatan dinasti Bani Abasiyah dan kuatnya pengaruh para raja dinasti Alu Buyeh yang menganut Mazhab Syiah di Baghdad (pusat khilafah Bani Abasiyah kala itu), terwujudlah sebuah kesempatan emas bagi para penganut Mazhab Syiah untuk mengembangkan mazhab mereka dengan leluasa. Dengan demikian, –menurut pendapat para sejarawan–mayoritas penduduk jazirah Arab, seperti Hajar, Oman, dan Sha’dah, kota Tharablus, Nablus, Thabariah, Halab dan Harat menganut Mazhab Syiah kecuali mereka yang berdomisili di kota-kota besar. Antara kota Bashrah sebagai pusat mazhab Ahlussunnah dan kota Kufah sebagai pusat Mazhab Syiah selalu terjadi gesekan-gesekan antar mazhab. Tidak sampai di situ, penduduk kota Ahvaz dan Teluk Persia di Iran juga memeluk Mazhab Syiah.
Di awal abad ini, seorang mubaligh yang bernama Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Hasan bin Ali bin Umar bin Ali bin Imam Husein a.s. yang dikenal dengan sebutan Nashir Uthrush (250-320 H.) melakukan aktifitas dakwahnya di Iran Utara dan berhasil menguasai Thabaristan. Lalu ia membentuk sebuah kerajaan di sana. Sebelumnya, Hasan bin Yazid Al-Alawi juga pernah berkuasa di daerah itu.
Pada abad ini juga tepatnya tahun 296-527 H., dinasti Fathimiyah yang menganut Mazhab Syiah Isma’iliyah berhasil menguasai Mesir dan mendirikan kerajaan besar di sana.
Sangat sering terjadi gesekan-gesekan antar mazhab di kota-kota seperti Bahgdad, Bashrah dan Nisyabur antara mazhab Ahlusunnah dan Mazhab Syiah, dan di mayoritas gesekan antar mazhab tersebut, Mazhab Syiah berhasil menang dengan gemilang.
i. Mazhab Syiah Pada Abad ke-5 hingga Abad ke-9 H.
Dari abad ke-5 hingga abad ke-9 H., sistematika perkembangan Mazhab Syiah tidak jauh berbeda dengan sistematika perkembangannya pada abad ke-4. Perkembangannya selalu didukung oleh kekuatan pemerintah yang memang menganut Mazhab Syiah. Di akhir abad ke-5 H., Mazhab Syiah Isma’iliyah berkuasa di Iran selama kurang lebih satu setengah abad dan ia dapat menyebarkan ajaran-ajaran Mazhab Syiah dengan leluasa. Dinasti Al-Mar’asyi bertahun-tahun berkuasa di Mazandaran, Iran. Setelah masa mereka berlalu, dinasti Syah Khudabandeh, silsilah kerajaan Mongol memeluk dan menyebarkan Mazhab Syiah. Dan kemudian, raja-raja dari dinasti Aaq Quyunlu dan Qareh Quyunlu yang berkuasa di Tabriz dan kekuasaan mereka terbentang hingga ke daerah Kerman serta dinasti Fathimiyah di Mesir berhasil menyebarkan Mazhab Syiah ke seluruh masyarakat ramai.
Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Setelah dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran dan dinati Alu Ayyub berkuasa, para pengikut Mazhab Syiah mulai terikat kembali dan mereka tidak bebas menyebarkan mazhab mereka. Banyak para tokoh Mazhab Syiah yang dipenggal kepalanya pada masa itu. Seperti Syahid Awal dan seorang faqih kenamaan Mazhab Syiah, Muhammad bin Muhammad Al-Makki dipenggal kepalanya pada tahun 786 H. di Damaskus karena tuduhan menganut Mazhab Syiah, dan Syeikh Isyraq, Syihabuddin Sahruwardi dipenggal kepalanya di Halab karena tuduhan mengajarkan filsafat.
j. Mazhab Syiah Pada Abad ke-10 hingga ke-11 H.
Pada tahun 906 H., Syah Isma’il Shafawi yang masih berusia 13 tahun, salah seorang keturunan Syeikh Shafi Al-Ardabili (seorang syeikh thariqah di Mazhab Syiah dan meninggal pada tahun 153 H.), ingin mendirikan sebuah negara Mazhab Syiah yang mandiri. Akhirnya, ia mengumpulkan para Darwisy pengikut kakeknya dan mengadakan pemberontakan dimulai dari daerah Ardabil dengan cara memberantas sistem kepemimpinan kabilah yang dominan kala itu dan membebaskan seluruh daerah Iran dari cengkraman dinasti Utsmaniyah dengan tujuan supaya Iran menjadi negara yang tunggal. Dan ia berhasil mewujudkan cita-citanya tersebut sehingga sebuah kerajaan Mazhab Syiah Imamiah terbentuk dan berdaulat kala itu. Setelah ia meninggal dunia, kerajaannya diteruskan oleh putra-putranya. Mazhab Syiah kala itu memiliki legistimasi hukum yang sangat kuat sehingga semua organ pemerintah menganut Mazhab Syiah. Pada masa kecemerlangan dinasti Shafawiyah di bawah pimpinan Syah Abbas yang Agung, kuantitas pengikut Mazhab Syiah mencapai dua kali lipat penduduk Iran pada tahun 1384 H.
k. Syiah Pada Abad ke-12 hingga ke-14 H.
Di tiga abad terakhir ini, Mazhab Syiah berkembang dengan sangat pesat, khususnya setelah ia menjadi mazhab resmi Iran setelah kemenangan Revolusi Islam. Begitu juga di Yaman dan Irak, mayoritas penduduknya memeluk Mazhab Syiah. Dapat dikatakan bahwa di setiap negara yang penduduknya muslim, akan ditemukan para pemeluk Mazhab Syiah. Di masa sekarang, diperkirakan bahwa pengikut Mazhab Syiah di seluruh dunia berjumlah 300.000 .000 lebih.(DarutTAqrib/sa/tokobukucemerlang)
Kang Jalal Dialog di Kemenag Bersama 50 Doktor Hadis dan Ahli Sejarah
Salam wa rahmah. Berikut ini ada kabar dari Facebook Anggota IJABI bahwa pada Kamis, 13 September 2012, telah berlangsung Dialog Sunni-Syiah di Kemenag (Kementerian Agama).
Dialog ini dihadiri 50 doktor ahli hadis dan sejarah dengan narasumber Ustdaz Jalaluddin Rakhmat dari IJABI (Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia).
Ustadz Jalal atau yang biasa disapa Kang Jalal menjelaskan bagaimana ilmu Jarh wa Ta’dil dihadapan para ahli hadis dan ahli sejarah dari seluruh Indonesia yang hadir.
Ustadz Jalal menyampaikan hadis-hadis Ghadir Khum dan memberikan informasi link-link website untuk para peneliti yang akan mempelajarinya. Acara berjalan dengan baik. Tidak ada bantahan yang bersifat keras. Malah mereka meminta link dan e-book referensi hadis-hadis tentang Islam Syiah.
Sebuah informasi yang bagus. Memang yang harus didahulukan adalah dialog dan beradu argumenatsi bukan serangan fisik atau hujatan. Inilah yang saya kira termasuk dalam program kesepakatan bersama dengan pemerintah: MUI, Kemenag, Kemdagri, dan ormas IJABI, ABI, dan PBNU.
Salah satu poin dari kesepakatan yang ditandatangani pada Senin, 10 September 2012 di Kemdagri Jakarta Pusat itu adalah bahwa “Semua pihak sepakat melakukan dialog-dialog secara terus-menerus menciptakan hubungan harmonis internal umat Islam.”
Dan… Kemenag membuktikannya dengan menggelar dialog perdana bersama Ustadz Jalal. Saya berharap nanti bakal muncul dialog-dialog yang mencerahkan yang difasilitasi pemerintah yang mengedepankan ilmiah dan ukhuwah. Bravo…. dan tegaklah Ukhuwah Islamiyyah di Indonesia. [ahmad sahidin, pembaca buku/http://regional.kompasiana.com/2012/09/13/kang-jalal-dialog-di-kemenag-bersama-50-doktor-hadis-dan-ahli-sejarah/]
Hasil Kesepakatan di Mendagri Senin 10 September 2012
Pada hari senin 10 Agustus 2012 Gubernur Jawa Timur, Bupati Sampang, Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pimpinan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) dan
Pimpinan Ahlul Bait Indonesia (ABI) menyatakan kesepakatan. Yang tertera dalam surat sebagai berikut.
Operasi Intelijen Hitam dalam Isu Terorisme
Posted by KabarNet pada 11/09/2012
Oleh: Harits Abu ulya
(Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA)
(Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA)
Banyak media online yang sempat memuat berita statemen Ansyad Mbai (Ketua BNPT) terkait pandangan-pandangan para pengamat (pemerhati) dalam bidang terorisme. Diantaranya Ansyad Mbai mengatakan, para pengamat teroris yang tidak berada di lapangan justru memperkeruh situasi. Ia meminta para pengamat teroris hendaknya berbicara sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. “Langsung tinjau TKP dan mengumpulkan data, jangan jadi pengamat di belakang meja yang asal bunyi seperti itulah,”.
Bisa jadi seorang Ansyad gerah dengan kritik karena kritik tersebut adalah kebenaran tersembunyi. Atau karena kritik tersebut tidak sejalan dengan kemauan BNPT atas pengelolaan isu terorisme. Mengingat dilapangan juga ada “pengamat pesanan” yang bercerita mengikuti alur yang dikembangkan oleh BNPT dan tidak lagi obyektif.
Dalam beberapa kesempatan saya sampaikan aparat BNPT dan Densus88 kurang profesional bahkan tidak jarang melakukan tindakan arogan. Dalam ranah publik, media lebih banyak mengakomodir cerita-cerita sepihak dari aparat Densus88 dan BNPT terkait semua cerita terorisme. Dan nyaris tidak ada pembanding yang proporsional dan obyektif mendedah persoalan.
Di sini ingin saya buka satu contoh dari sekian fakta lapangan yang tidak terungkap di media dan bukan didapat dari balik meja. Karena kita juga sadar 100% bahwa berita-berita terkait terorisme yang sudah dipublish media sudah tidak lagi steril dari interprestasi media yang bersangkutan. Kerap kali, media tidak membeber fakta tapi sudah full dengan opini dan persepsi atas realitas dan fakta. Bahasa mudahnya, pak Ansyad Mbai ada benarnya bahwa kita akan tersesat dihutan belantara opini dan propaganda jika hanya dibalik meja dan mengikuti alur lalu lintas berita fakta dari sumber sekunder (yang terpublish media).
Apalagi kalau sumber berita media itu dari satu pihak yaitu BNPT atau Densus88, masyarakat bisa dimanipulasi sedemikian rupa seperti yang dikehendaki.
Kalau intens memonitoring berita “terorisme” maka khalayak akan ingat tentang penemuan senjata di TMII. Berikut lengkapnya: “Seorang pegawai Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Cipayung, Jakarta Timur, bernama Samit (36) menemukan sepucuk senjata api jenis FN bersama ratusan butir pelurunya. Tak jelas milik siapa, senjata api beserta peluru tersebut kemudian diamankan di Mapolsektro Cipayung.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Dian Perri membenarkan penemuan senjata api di tepi Danau Museum Air Tawar, TMII, tersebut. Meski demikian, dia enggan merinci senjata api yang diamankan dengan alasan tengah dalam penyelidikan.
“Ya, benar, kemarin sore ditemukan. Senjata itu memang yang dimiliki anggota TNI, tetapi kami belum tahu itu siapa yang taruh. Pistolnya sudah diamankan di Polsektro Cipayung,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/9/2012) siang.
Berdasarkan data yang beredar di Polsektro Cipayung, senjata api jenis FN tersebut ditemukan saat Samit tengah membersihkan sampah di sekitar danau. Tak sengaja, ia menemukan plastik putih mencurigakan. Setelah diperiksa, ternyata plastik tersebut berisi senjata api lengkap bersama pelurunya. Perangkat yang ditemukan, antara lain, adalah satu pucuk pistol jenis FN tanpa magasin, plip kokang dan pelatuk, slot kokang dan peluru pistol yang terdiri dari tiga butir kaliber 45 mm, dua butir kaliber 30 mm, 22 butir kaliber 38 mm, 19 butir kaliber 9 mm dan 147 butir peluru laras panjang kaliber 65 mm.
Kini, senjata api berikut pelurunya telah diamankan di Mapolsektro Cipayung. Pihak kepolisian tengah menyelidiki siapa penaruh senjata yang menjadi senjata resmi anggota TNI tersebut. Baca Kompas: Karyawan TMII Temukan Senjata TNI dan Ratusan Peluru
Nah, dibalik berita diatas ada satu tragedi yang menimpa seorang aktifis dakwah salah satu gerakan Islam yang sangat eksis di Indonesia. Jumat tgl 8 agustus 2012 sekitar Pukul 10.00 Wib seorang bernama Herman pulang mengantar istrinya dari tempat kerja, saat di jembatan tol muncul ada 2 orang dengan berkendaraan motor meminta kepada Herman untuk menepi dengan mengatakan “minggir dulu Tadz”, setelah menepi Herman ditodong senjata api (pistol) dan diancam akan dibunuh jika tidak mau ikut.
Herman dibawa ke taman Mini Indonesia Indah (TMII) di pinggir danau. Di sana sudah ada 3 orang yang menunggu, sehingga seluruhnya ada 5 orang 7 mengaku anggota Densus88. Di pinggir danau tersebut Herman ditunjukkan senjata laras panjang dan diminta mengakui senjata itu miliknya, namun Herman tidak mau. Herman diminta menghubungi pimpinan gerakan Islam dimana Herman menjadi bagian didalamnya, agar Pimpinan Herman bisa datang dan membelanya. Saat itu Herman hanya SMS ke salah satu kawannya di daerah Ciracas yaitu Ustad Ilham bahwa dia telah ditangkap Densus 88. Ustad Ilham yang saat itu sedang bekerja meminta salah seorang aktifis yang lain keberadaan Herman, setelah dicek memang Herman tidak ada di rumah.
Herman diintimidasi dan mendapatkan kekerasan fisik karena tidak mau mengakui memiliki senjata api, anggota Densus 88 mengatakan kalau tidak mengakui senjata tersebut miliknya nanti bisa saja Herman ditembak, kemudian dituduh teroris dengan barang bukti senjata yang ada, karena masih tidak mau mengakui Herman di-injak kakinya dan di-pukul di bagian punggungnya. Hal itu terus berlanjut hingga sekitar Pukul 14.00 Wib, sehingga Herman tidak sholat Jumat.
Karena Herman tidak mau juga mengakui, anggota Densus88 mencoba memancing emosi Herman dengan menjelek-jelekkan Islam, mulai dari menghina Nabi Muhammad, Al-Quran, dan lainya. Namun Herman diam saja, justru menurut penuturan Herman, dari 5 orang tersebut ada seorang yang muslim dan menyatakan tidak setuju kalo mengintimidasi dengan menghina-hina agama Islam, karena merasa dirinya muslim. Sehingga terjadi debat antara anggota Densus88, dan akhirnya anggota Densus yang muslim memerintahkan Herman pulang dan mengatakan biar teman-temannya menjadi urusan dia. Herman kemudian pulang dan diminta jangan keluar rumah selama 3 hari dan terus diintimidasi bahwa dia akan mati.
Dihari itu juga diberitakan telah ditemukan beberapa senjata api jenis FN dan pelurunya di pinggir danau museum air tawar TMII dan sedang diselidiki siapa pemiliknya. Lalu, bagaimana nasib Herman? Seorang aktifis yang menjadi korban, ditinggalkan begitu saja kehormatannya sebagai seorang manusia setelah di injak-injak harga diri dan fisiknya oleh orang yang ngaku Densus88 dan bahkan kemudian dimasa trumanya masih dalam “ancaman” untuk tidak membeberkan kasus ini.
Nah, BNPT bisa saja membantah kasus ini mungkin dilakukan Densus88 gadungan atau apalah. Tapi ini adalah fakta di balik berita yang tidak terungkap. Contoh kasus seperti ini memberikan indikasi, betapa rentannya isu terorisme menghadirkan operasi-operasi intelijen hitam. Melakukan kriminalisasi terhadap aktifis dakwah dan digiring kepada target tertentu.Dan masih banyak contoh lain, yang benar-benar khalayak tau Densus88 melakukan operasi dan bukan operasi tertutup sehingga orang-orang yang dekat dengan TKP meyaksikan arogansi dan kurang profesional dalam menangani masalah terorisme.
Saya kira seorang Ansyad Mbai tidak perlu panik dengan pandangan dari para pengamat, biarkan waktu yang akan menguji kebenaran semua analisa yang ada. Jika ada kritik kepada BNPT itu betul-betul salah, ngapain juga Ansyad Mbai seperti kebakaran jenggot? Masih banyak contoh kasus lain yang bisa kita beber jika mau.Wallahu a’lam bisshowab [KbrNet/arrahmah.com]
2600 Pesantren NU Siap Lawan BNPT!
Posted by KabarNet pada 10/09/2012
Malang – KabarNet: Dua ribu enam ratus pondok pesantren di Kabupaten Malang, Jawa Timur, siap melawan BNPT jika usulan sertifikasi ulama direalisasikan. Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua PCNU Kabupaten Malang-Jatim, KH Abdul Mujib Syadzili, seperti diberitakan Kompas.com, Senin (10/9/2012).
“NU Malang tegas menolak wacana itu. Jika sampai terealisasi, sebanyak 2.600 pesantren yang ada di Kabupaten Malang dibawah naungan NU, siap melakukan perlawanan,” tegas kiai yang juga menjabat Wakil Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Kornas) Banser.
Menurut Gus Mujib wacana yang dilontarkan BNPT itu adalah sikap gegabah dan tidak bisa dibenarkan. “Apa yang diwacanakan BNPT jelas sikap gegabah dan tidak bisa dibenarkan. Yang utama saat ini, bukan soal sertifikasi kiai atau ustadz. Tapi bagaimana cara menuntaskan gurita terorisme yang masih sering mengancam Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, jika ada santri atau alumni pesantren diketahui menjadi teroris, jangan kemudian menyalahkan pesantren dan kiainya. “Kalau pesantren ada tikusnya, silahkan saja tikusnya yang dibakar. Jangan lumbungnya yang dibakar dan disalahkan,” katanya.
Kalaupun ada pesantren yang diketahui nyata-nyata sarang teroris, itu hanya beberapa pesantren saja. “Jangan kemudian menuduh semua pesantren jadi sarang teroris,” katanya.
Wacana sertifikasi ustadz atau ulama itu, katanya, jelas sikap atau kebijakan yang akan memperkeruh masalah terorisme, bukan menyelesaikannya. “Wacana sertifikasi itu akan mengerdilkan gerak-gerik kiai dan ustadz,” katanya.
Idealnya, tegas KH Abdul Mujib, tak ada agama yang mengajarkan kekerasan, apalagi agama Islam. Dinilai tidak benar jika melakukan kekerasan atas nama agama Islam. “Islam itu cinta akan kedamaian. Karenanya, jangan Islamnya yang disalahkan. Tapi, individunya yang melakukan kekerasan yang tidak sepenuhnya memahami Islam,” katanya.
Titel atau pangkat ustadz atau kiai itu bukan pemerintah yang memberikannya. “Tapi titel ustadz atau kiai itu diberikan oleh masyarakat. Mengapa titel ustadz dan kiai itu harus diberikan oleh BNPT? Ini kan sudah tidak benar,” tegasnya.
Gus Mujib meminta pihak BNPT harus turun ke semua pesantren yang ada di berbagai daerah di Indonesia. “Bahkan kalau perlu, harus tinggal beberapa hari di pesantren agar tahu apa yang diajarkan pesantren pada santrinya, diajari terorisme atau patriotisme? BNPT harus mengerti hal itu,” tegas pria yang akrab disapa Gus Mujib ini.
Dalam waktu dekat tambah Gus Mujib, tepatnya pada 16 September mendatang, PCNU Kabupaten Malang akan menggelar pertemuan antara PWNU Jawa Timur dan seluruh MWC NU yang ada di Kabupaten Malang. “Salah satunya akan menyikapi wacana sertifikasi ustadz dan kiai oleh PBPT itu,” tegasnya.[KbrNet/Slm]
Source: Suara-Islam.COM
Renungan Politik
Posted by KabarNet pada 10/09/2012
Oleh: Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
Ini hanya sebuah catatan kecil dari hasil interaksi penulis dengan berbagai kalangan akar rumput masyarakat Jakarta. Bukan analisa mendalam, apalagi kajian ilmiah. Namun bisa menjadi bahan renungan politik cukup menarik.
Sejumlah Lembaga Survey tingkat nasional ternama “disewa” dengan biaya mahal untuk pemenangan Foke dalam Pilkada DKI Jakarta. Lalu laporan para pendekar survey “sewaan” tersebut membuat Foke yakin menang satu putaran. Foke pun tidak turun dalam kampanye terbukanya, cukup diwakilkan dengan cawagubnya. Faktanya, Foke kalah dalam putaran petama, walau masuk putaran kedua. Selanjutnya, para pendekar survey tersebut mengeluarkan sejuta dalih agar tidak disalahkan.
Tugas utama sebuah Lembaga Survey “Bayaran” dalam suatu Pemilu, baik tingkat pusat mau pun daerah, bukan hanya menghitung dan memprediksi hasil pemilu, tapi juga harus mampu membentuk opini positif bagi kepentingan pihak yang membayarnya untuk menang.
Dalam upaya pembentukan opini positif, Lembaga Survey seharusnya mampu memberi masukan dan arahan kepada Tim Sukses kliennya untuk melakukan terobosan-terobosan menarik dan simpatik. Lembaga Survey dan Tim Sukses harus sinergis, karena keduanya merupakan Tim Pemenangan, hanya bedanya yang satu “Tim Gelap” sedang yang lainnya “Tim Terang”. Namun faktanya kampanye Foke di putaran pertama tidak menarik, bahkan sebagian besar iklan kampanyenya di media tidak simpatik.
Tim Survey dan Tim Sukses Foke harus terampil dan cekatan dalam mencegah apa saja yang berpotensi merugikan sang klien di mata publik. Karena itu, semestinya jangan membiarkan sejumlah orang yang “bermasalah” tampil dalam baliho atau iklan atau panggung kampanye Foke. Apalagi orang yang ditengarai terlibat korupsi atau dekadensi moral lainnya. Itu akan jadi “musibah besar” buat Foke.
Tim Survey dan Tim Sukses Foke mesti kreatif dan inovatif dalam mensosialisasikan keunggulan kliennya. Apalagi klien yang diperjuangkan pemenangannya adalah calon incumbent yang selama kepemimpinannya tentu banyak prestasi yang diraihnya, walau pun ada banyak kekurangan yang tidak bisa dipungkiri. Tugas Tim Survey dan Tim Sukses membuka “kelebihan” sang klien, bukan membuka “kekurangan” sang klien.
Tim Survey dan Tim Sukses Foke mestinya mengangkat dan menginformasikan seluas-luasnya berbagai prestasi Foke sejak menjadi Sekda hingga Gubernur DKI Jakarta dalam iklan-iklan kampanye di media cetak mau pun elektronik, walau dalam durasi singkat, tapi dalam frekwensi penayangan sesering mungkin. Karenanya, muncul sejumlah pertanyaan terhadap Tim Survey dan Tim Sukses Foke tentang hal tersebut.
Pertama, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak mengangkat dalam bentuk iklan dokumenter singkat tentang peristiwa banjir besar dan parah di Jakarta pada tahun 2006 / 2007? Dimana berkat kerja keras Pemda DKI Jakarta dengan percepatan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) dan Banjir Kanal Barat (BKB) bisa teratasi, sehingga sampai saat ini tidak pernah terulang lagi peristiwa tersebut, kecuali banjir lokal di beberapa tempat karena BKT dan BKB belum selesai. Setidaknya menginformasikan kepada publik tentang keseriusan Foke mengatasi banjir.
Kedua, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak juga mengangkat dalam iklan dokumenter singkat tentang keterlibatan Foke sejak menjabat Sekda hingga Gubernur DKI dalam penutupan sejumlah lokalisasi pelacuran seperti Kramat Tunggak dan Boker serta lainnya? Padahal, ini point penting untuk menunjukkan bahwa Foke punya perhatian serius untuk mengentaskan lokalisasi pelacuran dari Jakarta.
Ketiga, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak membuat film dokumenter singkat tentang kepedulian Pemda DKI Jakarta dalam program pemberian jaminan makan bagi jama’ah haji Jakarta selama musim haji mulai beberapa tahun terakhir?
Keempat, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak juga membuat iklan dokumenter singkat tentang program Pemda DKI Jakarta terkait sertifikasi guru, bantuan sekolah dan madrasah, bantuan biaya kesehatan, pembangunan masjid, serta kedekatannya dengan para Habaib dan Kyai, dan sebagainya?
Kelima, kenapa pula Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak memproduksi iklan animasi tiga dimensi tentang Jalan Layang, Monorel dan MRT serta lainnya yang memberi gambaran jelas bahwa Foke sedang bekerja keras untuk mengatasi kemacetan ?
Nah, dengan tidak diangkat secara serius masalah-masalah di atas oleh Tim Survey dan Tim Sukses Foke, padahal serangan lawan politik Foke justru berputar dalam permasalahan tersebut, membuat publik “curiga”. Jangan-jangan ada yang “menggunting dalam lipatan” dalam Tim Survey dan Tim Sukses Foke, sehingga tidak serius memenangkan kliennya ?! Akibatnya, Foke selama ini hanya beli mimpi dari mereka dengan harga sangat mahal ! Wallaahu A’lam.
Kini di tengah masyarakat terbentuk stigma bahwa Foke “sombong”, sedang lawannya “tawadhu”, sehingga si sombong dihalang dan si tawadhu digadang. Maka, kini saatnya Foke harus segera mengubur dalam-dalam “kesombongannya” dan menggantinya dengan sikap tawadhu yang tulus dan ikhlas.
Untuk itu, Foke harus berjanji kepada masyarakat untuk membangun pemerintahan yang bersih tanpa korupsi. Foke harus berkomitmen kepada umat untuk gusur ma’siat, bukan gusur rakyat. Foke harus bertekad jadikan Jakarta sebagai Kota Religius sebagaimana cita-cita Fatahillah saat mendirikan Jakarta dengan nama Jayakarta yang artinya “Kemenangan Nyata” yang diambil dari ungkapan Al-Qur’an yaitu “Fathan Mubiinan”. Foke harus lebih memperhatikan nasib Guru dan Buruh, serta terus memperjuangkan kesejahteraan yang pantas dan layak bagi mereka.
Selain itu, Foke masih punya lima utang besar kepada umat Islam Ibukota, yaitu : Pertama, pelarangan Ahmadiyah. Kedua, penarikan saham Pemda DKI dari pabrik Bir. Ketiga, pembersihan wilayah Sentra Ekonomi Mancanegara Tanah Abang dari pelacuran. Keempat, melenyapkan patung Dewa Hindu Bali di pintu gerbang Ibukota Jakarta dari arah Bandara Soekarno-Hatta dan menggantinya dengan tugu Mush-haf Al-Qur’an, karena Jakarta kota umat Islam yang didirikan oleh Fatahillah dan Ulama. Kelima, membangun Masjid Agung Jakarta, karena Istiqlal itu Masjid Agung Negara sedang Masjid Agung Jakarta belum ada hingga kini. Karenanya, Foke harus tancapkan niat dan bulatkan tekad untuk melunasi utang ini demi memenangkan dan memuliakan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang memenangkan dan memuliakan Allah SWT dan Rasul-Nya, niscaya Allah SWT pasti akan memenangkan dan memuliakannya. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak memenangkan dan memuliakan Allah SWT dan Rasul-Nya, niscaya Allah SWT pasti tidak akan memenangkan dan memuliakannya.
Semoga catatan ini menjadi perhatian bagi Foke dan Tim Survey serta Tim Suksesnya. Selamat berjuang, semoga menang !.. [KbrNet/Suara-Islam]
Jokowi Pemimpin Fenomenal Dambaan Rakyat
Posted by KabarNet pada 12/09/2012
Jakarta – KabarNet: Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi yang penuh dengan keteladanan. Kepemimpinannya di Indonesia sangat langka dan patut dijadikan contoh dalam memimpin bangsa ini. Pemimpin Indonesia saat ini termasuk pejabat negara, bupati, gubernur, para Menteri termasuk kepempimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini kebanyakan omong kosong belaka, jarang terlihat wujud riil dari program yang terkait dengan kepentingan rakyat. Kita lihat banyak pejabat negara yang hidup dalam hedonisme dan kemewahan dari hasil uang rakyat dan uang negara yang digunakan untuk kepentingan diri sendiri.
Joko Widodo menjadi sosok teladan yang patut ditiru pejabat publik lainnya di Indonesia, bukan malah tindakan Jokowi yang memiliki integritas tinggi dan moralitas yang baik terhadap rakyatnya, itu sebaliknya dicibir pejabat lainnya, bahkan sampai dihina, dibodoh-bodohkan, apalagi dikatakan untuk pencitraan. Misal, tindakan Jokowi menggunakan mobil dinas dari hasil karya anak bangsa Ini adalah contoh nyata, bahwa dia mencintai produk Indonesia, bukan munafik seperti pejabat negara lainnya. Jokowi menunjukkan integritasnya bahwa setiap pernyataan yang muuncul dari seorang pejabat negara harus sama dengan aksi nyata di lapangan.
Sosok Jokowi ini dapat membawa perubahan bagi bangsa Indonesia, di tengah para pemimpin bangsa yang hidup dalam hedonisme dan materialisme. Sifat-sifat dan karakter kepemimpinan Jokowi harus dijadikan contoh bagi para pemimpin bangsa Indonersia lainnya. Kepemimpinan model Jokowi ini sangat didambakan seluruh masyarakat Indonesia, sekaligus memunculkan harapan bahwa ternyata di Indonesia masih ada sosok pemimpin yang bisa dipercaya untuk memangku jabatan secara amanah dan jujur. Kini Jokowi menjadi tokoh dambaan rakyat yang mengharap perubahan.
Jokowi seorang birokrat yang kreatif, responsif, merakyat dan tentu saja disenangi masyarakat. Bagi masyarakat kota Solo sendiri, kredibilitas dan kapabilitas Jokowi sudah tidak mereka ragukan lagi. Sebab Jokowi sudah kedua kalinya dipilih sebagai Walikota Solo. Yang signifikan dari keterpilihannya yaitu suara rakyat Solo yang diberikan kepada Jokowi dalam Pilkada periode kedua, nyaris sempurna. Yaitu mencapai 96%.
Sorotan terhadap Jokowi cukup fenomenal. Sorotan lebih banyak bersifat apresiasi. Bukan hujatan. Sorotan tidak lagi menyindir para pejabat pemerintah yang gemar melakukan korupsi tetapi sekadar mengatakan, tirulah cara Walikota Solo.
Dampak dari apresiasi itu, Jokowi sangat layak menduduki jabatan yang lebih tinggi semisal menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Seninya, walau pun Jokowi diuji, disanjung dan dianggap sebagai sosok yang mampu merestorasi Jakarta sebagai ibukota NKRI, tetapi Jokowi tetap merendah. Jokowi adalah potret pemimpin masa kini yang tidak membayar media untuk pencitraannya.
Tapi apa pun sorotan dan apresiasi terhadap Jokowi, substansinya, adalah rakyat Indonesia saat ini merasakan adanya kekosongan pemimpin yang bisa diteladani. Apresiasi terhadap Jokowi merupakan potret paradoksal dari banyak kejadian di tanah air.
Lihat saja di Papua, Papua Barat, Sampang dan Kaimantan Tengah, rumah para pemimpin (Gubernur dan Bupati) di daerah itu dibakar massa secara beramai-ramai. Tragisnya tidak ada yang membela para pemimpin itu. Aparatur kepolisian yang seharusnya menjaga ketertiban masyarakat, tidak mampu mencegah emosi massa yang berbondong-bondong membakar rumah para pemimpin di daerah itu.
Sorotan terhadap Jokowi terjadi di saat para pemimpin formal baik yang ada di eksekutif, legislatif dan yudikatif, terus berlomba melakukan korupsi, pembohongan kepada publik dan memprioritaskan kepentingan pribadi. Pemimpin yang ada di tingkat nasional mulai dari Presiden, tidak lagi dianggap sebagai tokoh yang bisa diteladani.
Semakin banyak Indonesia memiliki tokoh fenomenal seperti Jokowi, semakin baik bagi masa depan bangsa. Sebab kelak, ketika Indonesia harus mencari dan memilih pemimpin, tidak akan ada kesulitan. Indonesia bisa memilih pemimpin yang terbaik di antara yang terbaik. Bukan yang terbaik di antara yang terburuk. Indonesia perlu stok pemimpin yang kreatif dan dicintai rakyat seperti Jokowi.
Benar apa yang dikatakan oleh Syahrul Kirom, salah seorang mahasiswa alumnus Program Master Filsafat, UGM, bahwa bangsa Indonesia saat ini memang telah mengalami krisis kepemimpinan, krisis teladan yang baik dan miskin moral para pejabat negaranya. Mereka banyak menggunakan fasilitas negera, untuk kehidupan yang mewah demi memenuhi hawa nafsu dan keinginannya. Kebanyakan pejabat negara tidak mampu mengontrol diri dan terjerumus ke gaya hidup mewah. Sikap sederhana mulai hilang dalam nalar pikiran pejabat publik.
Krisis moral itu muncul akibat kejahatan yang dilakukan pemimpin bangsa. Mereka memahami bahwa kejahatan seperti korupsi, perampokan dan peristiwa amoral lainnya telah dianggap biasa. Hati nurani manusia seolah-olah tidak digunakan, hati nurani telah mati. Padahal tindakan manusia itu telah menyalahi kodrat dan tatanan normatif dengan nilai-nilai kemanusiaan. Krisis moral melanda pemimpin bangsa seperti praktik ketidakjujuran atau kebohongan publik dan praktik korupsi, melainkan juga sebagai upaya mengikis sikap opurtunis, krisis kepercayaan yang sesungguhnya telah menghancurkan peradaban bangsa Indonesia.
Praktik korupsi sampai sekarang ini masih terus berjalan, mulai dari dilakukan menteri, gubernur, bupati, walikota, anggota DPR/DPRD, pejabat birokrasi, pejabat perbankan, kepabeanan dan pegawai pajak beramai ramai melakukan korupsi. Itu menunjukkan adanya dominasi pertimbangan yang tidak etis di kalangan pejabat. Degradasi moral telah melanda pemimpin bangsa, karena mereka tidak mampu menjalankan prinsip-prinsip kejujuran dan tidak memiliki integritas moral yang tinggi.
Krisis keteladanan, pejabat negara biasanya hanya berpidato secara normatif melalui pernyataan-pernyataan yang tanpa makna. Pejabat publik tidak pernah turun ke lapangan melihat kondisi nyata penderitaan dan kemiskinan rakyat.
Jokowi adalah walikota Solo yang telah memberikan contoh dalam kinerja untuk turun langsung di hadapan rakyatnya dan berdialog untuk mendengarkan keluh kesah rakyatnya, sehingga bisa membuat kebijakan yang langsung menyentuh kepentingan mereka.
Dalam konteks persoalan bangsa Indonesia, tentang kekuasaan yang sudah semestinya digunakan untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia. Ini sebenarnya panggilan hati nurani pemimpin. Akan tetapi, hati nurani telah diputarbalikkan. Manusia sering kali menyalahgunakan kekuasaan hanya untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Hal ini tentunya melanggar dari suara hati, dengan begitu hati nurani berperan dalam menuntut bagaimana manusia berpikir dalam mengambil tindakan yang baik dan buruk. Hati nurani adalah sumber kewajiban yang menuntut manusia ke jalan kebenaran dan kebaikan.
Perilaku baik dalam bentuk kesederhanaan, kejujuran, kedisiplinan telah dicontohkan oleh Jokowi sebagai pejabat publik yang penuh dengan nilai-nilai moralitas, memperhatikan betul nasib rakyatnya demi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh kepentingan rakyat Indonesia. Dengan demikian, cara dan sistem kinerja yang contohkan Jokowi ini adalah upaya membangun moralitas dan kesederhanaan dari seorang pejabat pejabat. Sangat baik jika apa yang dilakukan Jokowi dalam menjalankan kinerjanya bisa diwujudkan oleh pejabat negara lainnya.
Semoga saja dengan munculnya pejabat atau pemimpin daerah seperti Jokowi, dapat menyadarkan semua pihak untuk melakukan restrospeksi. Harapan yang lebih tinggi, semoga saja pemimpin sekaliber Jokowi dapat lahir di berbagai tempat di Indonesia. [KbrNet/Slm]
Ansyaad Mbai Diminta Jaga Mulut!
Posted by KabarNet pada 10/09/2012
Jakarta – KabarNet: Ancaman bom terhadap simbol-simbol negara seperti Gedung Parlemen senayan, perlu dibuktikan secara data dan barang bukti. Sebab, hal itu telah menciderai simbol pemerintahan Indonesia. Lantaran informasi mentah, terkait data intelejen yang dikonsumsi publik, dapat berdampak buruk, seperti terjadi kepanikan, keresahan dan ketakutan pada masyarakat. Sosok Ansyaad Mbai dianggap terlalu banyak menyampaikan opini atau pun informasi yang kurang tepat dikonsumsi publik.
Pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai bahwa 86 persen mahasiswa di 5 kampus ternama di Jawa menolak Pancasila sebagai dasar negara, hal itu diungkapakan dalam rapat kerja BNPT dengan Komisi III DPR. Pernyataan ini mendapat pertentangan dari angkatan muda Golkar.
Sekretaris Jenderal Angkatan Muda Majelis Dakwah Indonesia (AM-MDI) Partai Golkar Ton Abdillah Haz menilai, Ansyaad terlalu mengeneralisir masalah itu. Namun, Ton yang sebelumnya menjabat Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), ini justru melihat sebaliknya. Ia mengklaim nasionalisme dan penolakan terhadap gerakan radikalisme di kampus justru sedang menggeliat. “Coba lihat saja kongres-kongres mahasiswa. Semuanya mengangkat tema nasionalisme,” katanya, di Jakarta.
Ton tidak menampik ada sejumlah mahasiswa yang tertarik untuk masuk dalam gerakan jihad. Namun, tidak semua dan hanya segelintir saja. “Tidak tepat mengatakan 86 persen mahasiswa menolak Pancasila. Kami mempertanyakan itu,” pintanya.
Menurut dia, rasa nasionalisme di kalangan mahasiswa tetap terjaga. Bisa terlihat dari aksi-aksi penolakan mereka terhadap perilaku korup para elit. “Bahkan obrolan warung kopi pun tentang nasionalisme,” terangnya.
Apa yang disampaikan Ansaad, baginya justru membahayakan kehidupan akademis. Banyak orang tua yang khawatir dan justru menghindari ketika anaknya aktif di Jamaah Masjid kampus. Padahal, agama terutama Islam, tidak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa dan kehidupan berbangsa dari era jelang kemerdekaan hingga sekarang. “Ini sangat berbahaya bagi Jamaah kampus, orang tua mahasiswa akan memilih tidak memasukkan anak-anaknya,” katanya.
Juga termasuk akan merusak reputasi organisasi kepemudaan terutama yang berlandaskan agama. “Ini juga membuat orang tua melarang anaknya gabung di HMI, PMII maupun IMM. Kami (generasi muda, red) mendukung 4 pilar kok,” pungkas Ton, seperti dikutip arrahmah.com, (07/09/2012).
BNPT Membuat Takut Masyarakat Sipil dan DPR
Direktur CIIA (The Community of Ideological Islamic Analyst) Haris Abu Ulya menyesalkan pernyataan Ketua BNPT terkait isu sasaran bom terhadap gedung DPR, karena akan menciptakan ketakutan di masyarakat. Menurutnya, pernyataan Ansyaad Mbai itu hanya sebatas informasinya dan masih bersifat kemungkinan. Bila informasi tersebut memang valid, seharusnya disampaikan kepada Densus 88 atau Tim Jihandak, sehingga bisa menjadi antisipasi.
Direktur CIIA (The Community of Ideological Islamic Analyst) Haris Abu Ulya menyesalkan pernyataan Ketua BNPT terkait isu sasaran bom terhadap gedung DPR, karena akan menciptakan ketakutan di masyarakat. Menurutnya, pernyataan Ansyaad Mbai itu hanya sebatas informasinya dan masih bersifat kemungkinan. Bila informasi tersebut memang valid, seharusnya disampaikan kepada Densus 88 atau Tim Jihandak, sehingga bisa menjadi antisipasi.
“Pernyataan Ansyaad itu hanya informasi intelijen, bisa salah bisa juga benar. Namun, saya sangat prihatin pejabat publik justru suka mengumbar dugaan yang tanpa disadari telah melahirkan teror kepada orang-orang sipil. Orang-orang jadi paranoid, gelisah dan sikapnya jadi tidak proporsional,” katanya di Jakarta, Jum’at (07/09).
Lanjut Haris, seharusnya Ansyaad tidak sibuk membangun opini dan propaganda dengan isu terorisme, karena akan kontraproduktif. “Banyak hal yang masih diperdebatkan, radikalisme versi Ansyaad sendiri perlu di perjelas,” ujarnya
Pria yang juga salah satu pengurus pusat Hizbut Tahrir Indonesia ini, juga mengkhawatirkan pemahaman radikalisme yang ditolak BNPT, karena ia nilai berangkat dari sikap yang sekularistik. “seorang Ansyaad yang lahir dan tumbuh dalam kultur sekulerisme memberikan konotasi tentang radikalisme secara serampangan dan tendensius,” papar Haris.
Lebih dari itu menurut Haris, Paradigma mendasar dalam membaca masalah korelasi radikalisme agama dengan terorisme yang dipegang Ansyaad sangat bermasalah. “Jadi makin hari, Ansyaad makin banyak bicara makin ketahuan kapasitasnya memahami Islam dan sikap dia terhadap Islam dan kaum muslimin. Umat sudah pandai menilai, jadi pesan saya Ansyaad harus hati-hati,” tutupnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Pimpinan Majlis Tarbiyyah An-Nabawiyyah, H.Salim Syarief di jakarta, saat KabarNet menanyakan tentang reaksi umat terhadap pernyataan Ansyaad, ia menyampaikan bahwa umat islam tidak perlu bereaksi terlalu keras terhadap situasi ini, hanya saja Ansyaad diminta untuk jaga mulut dan tidak serampangan dalam berbicara.
“Seharusnya Ansyaad bisa menjaga lisannya, hati-hati dalam berbicara dan tidak serampangan dalam melontarkan pernyataan, agar tidak memancing kemarahan umat yang lebih besar. Seperti kata pepatah “Keselamatan Manusia tergantung dari lisannya” atau pepatah yang lebih populer “Mulutmu adalah harimaumu”, katanya singkat, Ahad (09/09/2012).
Bukan hanya persoalan itu saja, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Irfan Idris, juga mengusik perasaan umat Islam. Ia mengusulkan agar para pemuka agama (ulama) mendapatkan sertifikasi dari pemerintah. Alasan Irfan Idris, sertifikasi da’i dan ustad adalah salah satu cara mencegah ajaran radikal.
Tentu saja usulan yang mengundang geram umat Islam ini mendapat kecaman dari berbagai kalangan tokoh Islam. Salah satunya adalah Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab. Menurutnya, usulan yang dilontarkan oleh Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris, tentang perlunya sertifikasi ulama dengan motivasi deradikalisasi agama islam merupakan penghinaan terhadap Ulama bahkan penistaan terhadap agama Islam.
“BNPT sudah kebablasan, mereka tidak paham kesucian Agama Islam dan mereka tidak tahu kemuliaan Ulamanya. BNPT ingin memposisikan islam dan ulamanya sebagai musuh, sehingga mereka ingin punya justifikasi dan legitimasi untuk “mengerjai” islam dan ulamanya”, kata Habib Rizieq, Sabtu, (08/09/2012).
Oleh karenanya, Habib Rizieq menyerukan agar segenap komponen Ulama menolak keras usulan gila BNPT itu. Jika BNPT menjadikan Islam dan ulama sebagai musuh, dia juga menyerukan umat Islam bersiap diri untuk melakukan perlawanan.
“Saya serukan segenap ulama untuk menolak keras usulan gila dan rencana edan tersebut. Dan saya serukan segenap umat Islam untuk siapkan diri melawan BNPT dan Densus 88 nya, jika mereka menjadikan Islam dan Ulamanya sebagai musuh. Hidup mulia atau mati Syahid. Allahu akbar !”, tegas Habib.
Hal seirama juga diutarakan oleh Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad Al Khaththath, menurutnya usulan sertifikasi ulama dan da’i jelas-jelas merupakan usulan dari orang-orang bodoh yang tidak tahu Islam atau usulan orang-orang jahat yang ingin mengkerdilkan Islam dan mendangkalkan akidah.
“Pengusul ini harus diadili oleh sidang para ulama, mubaligh, dan tokoh umat apakah ada unsur-unsur asing yang terselip dalam usulannya dan mereka harus diminta mencabut usulan dan tobat karena hendak merusak tatanan Islam dan umat Islam yang sudah baku,” kata Al Khaththath, Sabtu (08/09), seperti dikutip suara-islam.com.
Tak salah jika KH Athian Ali mengatakan, pernyataan direktur BNPT itu membuat kita semakin optimis bila terorisme tidak akan pernah hilang dari negeri ini. Keadaan akan semakin keruh dan masalah akan semakin rumit karena ditangani oleh orang-orang yang menurut Joe Vialls (ahli bom & pengamat independen Australia) memiliki ‘ANALISA IDIOT MURNI’!. [KbrNet/Slm]
Skenario Barat Dibalik Kontra Terorisme
Posted by KabarNet pada 10/09/2012
Barat telah menghadapi ancaman kebangkrutan ideologi yang nyata akibat rusaknya nilai dan aturan yang mereka adopsi. Kemerosotan moral dan kerusakan tatanan sosial masyarakat Barat melahirkan jutaan aborsi setiap tahunnya. Paham feminisme mendorong wanita mengejar karir sedangkan pasangan umur produktif enggan memiliki anak. Sementara itu, pergaulan bebas dan pornografi tidak hanya menyuburkan perzinaan tetapi juga maraknya kawin sesama jenis yang tentu saja tidak mungkin menyebabkan kelahiran.
Akibatnya, secara alami pertumbuhan penduduk Barat sangat minim dengan angka kelahiran di bawah ambang batas minimum bertahannya sebuah peradaban. Ke depan mayoritas penduduk negara-negara Barat adalah kaum jompo dengan jumlah umur produktif yang minim. Umur produktif yang minim juga berarti semakin minimnya pemuda yang dapat direkrut menjadi tentara dan polisi. Artinya ke depan kekuatan personil militer dan pertahanan Barat akan semakin berkurang.
Di samping itu, Barat juga menghadapi kehancuran ekonomi dengan krisis keuangan yang datang silih berganti. Krisis mengakibatkan semakin bengkaknya angka pengangguran dan kemiskinan di Barat. Kondisi ini menjadi faktor pendorong meningkatnya kriminalitas dan kejahatan. Masalah yang tidak kalah penting lainnya adalah semakin banyaknya pengangguran dan kemiskinan menciptakan bom waktu ketidakpuasan terhadap sistem dan pemerintahan negara-negara Barat. Ini menjadi pemicu kerusuhan dan krisis sosial-politik.
War on terrorism (WOT) atau perang terhadap terorisme yang secara masif dicanangkan oleh Amerika sejak serangan WTC 11 September 2001 adalah sebuah dalih untuk mengongkosi kebangkrutan ekonomi Amerika.
Melalui WOT Presiden AS George W Bush mengalihkan keresahan rakyat AS dari himpitan ekonomi dengan mengetuk semangat patriotisme/heroik rakyatnya. Dengan cara ini juga Bush memberikan kesempatan kepada para korporat pendukungnya dalam pemilu untuk meraih keuntungan finansial dari kontrak minyak, logistik perang, industri senjata, dan proyek rekonstruksi Irak. Tragis untuk mencapai hal ini Amerika Serikat mengobarkan perang dan membunuh jutaan rakyat Irak dan Afghanistan.
Di samping motif ekonomi, faktor fundamental yang melahirkan WOT adalah perang ideologi. Di tengah kebangkrutan ideologi Kapitalisme, kebangkitan Islam semakin nampak. Semakin banyak kaum Muslim yang menghendaki diterapkannya syariah Islam dalam semua aspek kehidupannya. Semakin intens penentangan dan pembongkaran atas makar dan penjajahan Barat di dunia Islam. Tidak aneh jika Presiden Bush pun saat itu mengatakan perang terhadap terorisme adalah lanjutan dari perang salib (the crusade).
Hal ini semakin mengancam ideologi Kapitalisme dan eksistensi penjajahan Barat sedangkan penjajahan adalah metode Barat untuk mempertahankan ideologi dan kemakmuran negaranya. Barat menciptakan WOT yang sesungguhnya tidak didesain untuk memerangi teroris melainkan memerangi ulama dan kelompok yang membangkitkan kesadaran Islam di tengah umat untuk tegaknya syariah. Sebaliknya Barat menciptakan kelompok-kelompok teroris dan merekayasa berbagai serangan teror.
Barat menciptakan propaganda dan opini terorisme untuk membenarkan tindakan mereka, sebagaimana dalih AS dalam invasi Irak untuk mencegah jatuhnya senjata pemusnah massal ke tangan teroris yang hingga sekarang tidak pernah terbukti. Presiden Bush menempatkan negara-negara di dunia pada 2 pilihan, apakah ikut bersama AS memerangi terorisme ataukah bersama teroris.
Meski pemimpin negara-negara Barat telah berganti, WOT tidak pernah berhenti. Barat secara kuat dan terus-menerus memobilisasi terciptanya opini terorisme sebagai musuh dunia, memaksa banyak negara melahirkan perangkat hukum dan organ negara yang secara khusus menindak terorisme.
Barat akan selalu mengkaitkan dan menjadikan radikalisme sebagai sumber terorisme dengan ciri utama:
Umat Islam yang berpegang teguh pada al-Qur’an,
Umat Islam yang berupaya mendakwahkan syariah Islam sebagai solusi dan aturan yang harus ditegakkan,
Sehingga mempropagandakan opini bahwa umat yang melakukan dua langkah tersebut sebagai teroris dan musuh dunia.
Sesungguhnya tanpa syariah umat Islam tidak akan menjadi umat yang terbaik. Tanpa syariah kita tidak akan pernah dapat menuntaskan kriminalitas, korupsi, kebodohan, kemiskinan, dan ketimpangan. Tanpa syariah setiap waktu kita dihina, difitnah, dan dianiaya oleh Barat tanpa adanya pembelaan dan perlindungan.
Namun Syariah adalah ancaman bagi eksistensi penjajahan Barat atas dunia termasuk penjajahan mereka terhadap negeri kita Indonesia. Hal ini dengan jelas diungkapkan Menteri Dalam Negeri Inggris, Charles Clarke pada 6 Oktober 2005, “Tidak akan ada negosiasi mengenai kewajiban menerapkan hukum syariah”, seperti dikutip harian online heritage.org.
Sementara itu, dalam laporan terbaru yang berjudul Sharia a Danger to US, Security Pros Say, sebuah panel ahli keamanan nasional Amerika Serikat memberikan rekomendasi radikal kepada pemerintahan Obama bahwa syariah Islam adalah ancaman bagi negara tersebut. Panel ini juga menyampaikan sangat pentingnya keamanan AS dan peradaban Barat untuk mendukung tokoh dan kelompok Islam moderat seperti diberitakan oleh washingtontimes.com,14/9/2010) silam. Islam moderat adalah istilah yang digunakan Barat terhadap kelompok dan intelektual yang anti terhadap agamanya sendiri, anti al-qur’an, dan syariah Islam. Istilah lainnya adalah Islam liberal. [kbrNet/suara-media]
0 comments to "Hasil Kesepakatan di Mendagri Senin 10 September 2012 : Buku Putih Syi'ah menurut Ulama Syiah yang Muktabar"