Home , , , , , , , , , , , , , , , , , , , � Innocence of Muslims vs Innocence of Zionist : Di satu sisi, kenyataan ini terasa ironis. AS telah memimpin perang melawan terorisme di Afghanistan dan Irak, dengan dalih memburu Al Qaida dan Usama bin Laden. Tapi di Suriah, AS justru bekerja sama dengan Al Qaida untuk menggulingkan Assad. Bahkan lebih ironis lagi, Al Qaida didirikan dan didanai oleh AS (ini bukan teori konspirasi, Hillary Clinton sendiri sudah terang-terangan mengakuinya, rekamannya bisa didapatkan di youtube).

Innocence of Muslims vs Innocence of Zionist : Di satu sisi, kenyataan ini terasa ironis. AS telah memimpin perang melawan terorisme di Afghanistan dan Irak, dengan dalih memburu Al Qaida dan Usama bin Laden. Tapi di Suriah, AS justru bekerja sama dengan Al Qaida untuk menggulingkan Assad. Bahkan lebih ironis lagi, Al Qaida didirikan dan didanai oleh AS (ini bukan teori konspirasi, Hillary Clinton sendiri sudah terang-terangan mengakuinya, rekamannya bisa didapatkan di youtube).




Zionis adalah Kemunafikan, Zionis adalah adu domba, Zionis adalah penjajahan, Zionis adalah pemaksaan, Zionis adalah MUSUH ABADI...!!!!!!


Innocence of Muslims vs Innocence of Zionist



Oleh: Dina Y. Sulaeman*

Ada banyak analisis yang bisa ditulis terkait aksi terbaru kelompok Islamophobia yang membuat film nista berjudul Innocence Muslim. Saya ingin membahasnya dari sisi ini: "siapa yang memulainya pertama?" 

Banyak yang mengecam aksi kekerasan di Libya. Sebagian orang Islam sendiri langsung ‘setuju' dengan citra yang disebarluaskan oleh media Barat: bahwa aksi pembunuhan terhadap para diplomat AS di Libya adalah ‘balas dendam' atas pembuatan film Innocence of Muslims. Lalu lagi-lagi, muslim disalahkan dan dicitrakan sebagai penganut agama kekerasan. Sebagian muslim pun malah saling menasehati, "Marah boleh, tapi jangan membunuh dong!" atau, "Rasulullah saja kalau masih hidup pasti akan memaafkan; beliau tidak akan setuju kalau kita berbuat biadab." Pertanyaannya, siapa ‘kita' yang dimaksud? Siapa yang membunuh Dubes AS?

Bila dirunut lagi, aksi penyerangan itu diawali dengan datangnya massa ke gedung konsulat AS di kota Benghazi. Mereka melakukan demo menyuarakan protes mereka atas pembuatan film yang menghina Nabi Muhammad. Lalu,  tiba-tiba sekitar 20 militan datang dengan membawa RPG7 dan membardir gedung konsulat sehingga menewaskan Dubes AS beserta 3 stafnya. Penyerangan seperti ini jelas memerlukan persiapan. Ini bukanlah proses ‘alami' : ada demo, lalu situasi memanas, dan terjadilah aksi anarkhi. Bahkan sumber dari AS sendiri menyatakan bahwa penyerangan itu terlihat sudah direncanakan dan menjadi aksi demo sebagai pengalihan perhatian (CNN 13/9).

Lalu, siapa militan yang membawa RPG7 itu? Memang belum bisa dipastikan. Tapi, Clinton sendiri sudah menyatakan, "Mereka adalah kelompok kecil yang bengis, bukan rakyat atau pemerintah Libya."  Dan bila dilihat dari ‘sejarah'-nya, Konsulat AS di Benghazi sebelumnya (7 Juni 2012) juga pernah dibom  oleh  teroris yang memiliki link dengan Al Qaida, yaitu kelompok Omar Abdul Rahman. Para pengebom meninggalkan leaflet yang berisi pernyataan bahwa serangan itu sebagai  balasan atas tewasnya salah satu pimpinan mereka, Abu Yahya al Libi. Mereka juga menjanjikan akan melakukan serangan lagi terhadap AS. Tidak ada korban tewas dalam aksi terorisme bulan Juni itu.

Di satu sisi, kenyataan ini terasa ironis. AS telah memimpin perang melawan terorisme di Afghanistan dan Irak, dengan dalih memburu Al Qaida dan Usama bin Laden. Tapi di Suriah, AS justru bekerja sama dengan Al Qaida untuk menggulingkan Assad. Bahkan lebih ironis lagi, Al Qaida didirikan dan didanai oleh AS (ini bukan teori konspirasi, Hillary Clinton sendiri sudah terang-terangan mengakuinya, rekamannya bisa didapatkan di youtube).

Atas dasar uraian di atas, saya berpendapat aksi kekerasan di Libya perlu dipisahkan dari aksi protes di berbagai negara muslim. Aksi demo di depan kedutaan besar AS di berbagai negara muslim hendaknya dilihat sebagai bentuk kecintaan umat Islam terhadap Nabi mereka. Dan itu adalah hak mereka, yang didukung oleh resolusi PBB. Penghinaan terhadap agama tidak bisa lagi berlindung di balik ‘kebebasan bereskpresi." PBB pada tahun 2009 sudah mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa segala bentuk penghinaan terhadap agama adalah pelanggaran HAM. Sebelumnya, pada tahun 2005 PBB juga mengesahkan resolusi yang pada intinya ‘pembelaan' terhadap Holocaust dan pelarangan segala bentuk penyangkalan dan penghinaan terhadap sejarah Holocaust. Namun, ada satu poin dalam resolusi itu yang bisa diaplikasikan secara umum,  "Mengutuk tanpa kecuali segala bentuk manifestasi intoleransi agama, penghasutan, penghinaan, atau kekerasan terhadap orang-orang atau komunitas  berdasarkan etnik atau kepercayaan agama dimanapun terjadi."

Mari kita kembali kepada pertanyaan pertama: siapa yang memulai semua ini? Mengapa muslim disalahkan bila menyuarakan protes atas penghinaan agama, sementara pihak yang pertama membuat ‘gara-gara' (yaitu si pembuat film) diposisikan sebagai korban (sehingga harus dilindungi)? Bukankah secara internasional (melalui resolusi PBB) juga diakui kesalahan si penghina?

Presiden Obama dan Menlu Clinton telah mengeluarkan pernyataan resmi mengutuk penyerangan di Benghazi dan menyatakan "Make no mistake, justice will be done."Tapi, masalahnya, keadilan yang dimaksud Obama hanyalah keadilan untuk teroris di Libya. Dengan segera mereka mengirimkan dua kapal perang ke Libya untuk mengusut kasus ini. Tentu saja, kita pun sebagai muslim seharusnya juga mengutuk peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh teroris itu.

Namun, ada yang lupa untuk dikutuk oleh Obama dan Clinton: yang pertama membuat masalah, yaitu si pembuat film itu. Sebagai pemimpin negara, mereka seharusnya menegakkan keadilan dari sisi pelanggaran HAM yang dilakukan si pembuat film. Seharusnya, mereka mengambil langkah hukum untuk melarang segala bentuk aksi penghinaan agama di negara mereka. Dogma kebebasan berekspresi tidak bisa dipakai untuk isu-isu agama. Bukankah Holocaust pun sedemikian mereka lindungi dan tidak boleh ada yang menyangkalnya, apalagi menghinanya? Dogma ‘kebebasan berekspresi' memang terlihat munafik saat dihadapkan pada Holocaust. Ketika dunia muslim marah akibat pembuatan kartun Nabi Muhammad di Denmark, Barat melindungi para ‘seniman' itu atas nama kebebasan berekspresi. Lalu, saat koran Hamshahri (Iran) melakukan aksi balasan dengan membuat Lomba Melukis Karikatur Holocaust, mereka (termasuk Sekjen PBB Kofi Annan) serempak mengecamnya.

Kejadian pembantaian kaum Yahudi oleh NAZI Jerman ini dianggap peristiwa suci yang tidak boleh dipertanyakan. Sejarawan Roger Garaudy pernah dijatuhi hukuman denda $40.000 pada tahun 1998 karena menulis buku berjudul ‘Mitos dan Politik Israel' yang isinya mempertanyakan kebenaran Holocaust. Sejarawan-sejarawan lainnya, yang diistilahkan sebagai ‘revisionis', juga mengalami intimidasi (dan sebagiannya dijatuhi hukuman) karena mempelajari ulang sejarah Holocaust. Padahal yang dilakukan oleh sejarawan itu adalah kegiatan akademis, bukan ‘penghinaan'. Misalnya, Frederic Toben dalam makalahnya menulis hitung-hitungan jumlah korban Holocaust. Berdasarkan data persidangan, pembakaran mayat orang Yahudi di kamp Auschwitz tidak dilakukan terus-menerus. Setiap 8-10 jam, oven pembakaran harus dimatikan. Bila diasumsikan dalam sehari oven bekerja 9 jam dan satu oven hanya bisa membakar 3 mayat, berarti dalam sehari ada 27 mayat yang dibakar. Dan bila dijumlahkan keseluruhannya, total angka yang keluar adalah, ada sekitar 480 ribu mayat yang dibakar di Auschwitz. Tetapi, anehnya, data yang dianggap valid dan tidak boleh diganggu gugat adalah: ada 4 juta Yahudi yang dibunuh Nazi di Auschwitz.


Holocaust, bagi Barat adalah peristiwa ‘innocence' [suci, murni] yang tak boleh disangkal, apalagi dihina. Mereka menerapkan sanksi hukum untuk para penyangkal Holocaust. Tapi, Nabi Muhammad yang sangat diagungkan dan disucikan umat Islam, dianggap sah untuk dihina dan tidak ada sanksi hukum untuk para pelakunya. Sungguh sebuah kemunafikan. Padahal, pemberhalaan Holocaust telah mendatangkan tragedi kemanusiaan yang sangat besar: penjajahan Palestina, dialokasikannya anggaran dalam jumlah besar oleh negara-negara Barat untuk mendukung Israel, serta berbagai peperangan di  negara-negara muslim yang diarsiteki oleh Zionis. Ini bukan teori konspirasi. Profesor Hubungan Internasional dari Chicago University, John Mearsheimer, pernah menulis makalah tentang para lobbyist Israel yang menjadi dalang dari berbagai kebijakan luar negeri AS yang mendukung Israel; alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat AS sendiri. Tentu saja, Mearsheimer mendapatkan intimidasi hebat gara-gara keberaniannya menulis makalah itu. Bahkan kebebasan akademis pun tak dijunjung bila menggugat ‘kesucian' kaum Zionis Israel.

Terakhir, sebagai instrospeksi  buat kita, kaum muslimin, saya ingin mengutip komentar seorang non-muslim di AS di sebuah situs, "Yang membuat saya heran adalah, ingatkah Anda kejadian tentara AS membunuh lebih dari selusin orang Afghanistan, termasuk anak-anak? Saat itu sama sekali tidak ada aksi protes, apalagi sampai seperti di Libya. Tapi, seandainya ada yang berani membakar Quran, itu artinya perang!"

Ya, kita memang wajib mencintai Rasulullah dan Al Quran. Saat keduanya dihina, kita harus menunjukkan sikap protes. Tapi yang lebih esensial lagi tentunya, menunjukkan kecintaan itu bukan pada saat dihina saja, melainkan setiap saat. Apalagi, penghinaan terhadap Rasulullah dan Al Quran pada hakikatnya terjadi setiap saat, dalam bentuk penjajahan di negara-negara muslim, baik itu penjajahan fisik (pendudukan militer dan pembunuhan rakyat sipil oleh tentara Barat) maupun penjajahan ekonomi. Mari tunjukkan rasa cinta itu dengan melakukan perlawanan terhadap kezaliman. Misalnya, boikot produk Zionis, rezim yang menjadi sumber segala kezaliman di muka bumi. Atau, menolak diadu domba atas nama mazhab. Ingatlah bahwa setiap kali kaum muslim bertikai, yang tertawa dan diuntungkan justru musuh-musuh Islam. Bayangkan betapa sedihnya Rasulullah melihat umatnya saling memfitnah dan bahkan membunuh, padahal sama-sama mengaku mencintai Rasulullah. (IRIB Indonesia)

*magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate Global Future Institute

Kepekaan Tunggang Atas Penistaan Prinsip dan Sakralitas di Indonesia



Oleh: Muiz Sulistiono
"Jaman wis kuwalek"(jaman sudah terbalik). Begitu kata orang Jawa menyifati kerancuan kondisi dan keadaan. Betapa tidak, ketika orang seperti Sam Bacile dengan mudah menistakan sosok yang paling suci dan mulia dalam Islam yaitu Muhammad Rasulullah Saw, banyak negara di Eropa yang telah menentukan hukuman berat bagi siapa saja yang menyoal atau bahkan meragukan jumlah korban tewas di pihak kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua.

Barat dengan gampang merestui penistaan terhadap agama, yaitu masalah transendental yang paling fundamental dalam proses pembentukan keyakinan, watak dan karakter manusia dalam hidupnya. Lampu hijau mereka nyalakan dalam hal ini setelah didukung dengan justifikasi "kebebasan berpendapat." Namun pada saat yang sama, Barat tidak dapat menolerir asas kebebasan berpendapat ketika ada pihak yang menyoal keotentikan Holocaust. Jangankan menyoal pokok permasalahannya, meragukan jumlah korban kaum Yahudi di Perang Dunia II saja sudah cukup untuk mengundang masalah serius termasuk ancaman penjara.

Para ahli sejarah Barat di lingkungan akademis pun harus berhati-hati ketika menulis tentang Holocaust. Meski seandainya di sejumlah negara tidak ada undang-undang yang melarang pengingkaran Holocaust, akan tetapi media massa rezim Zionis di Barat memiliki kekuatan sedemikian kuat yang mampu merusak masa depan dan nasib siapa pun yang mengingkari Holocaust.

Setelah revolusi Perancis, sekulerisme menjadi salah satu pilar demokrasi paling penting di Barat sehingga batasan-batasan dalam agama dan sakralitas tidak mengekang masalah pemerintahan dan perundang-undangan. Akan tetapi sekarang, Holocaust telah menjadi isu paling sakral dan tabu di negara-negara Barat dan pengingkarannya disetarakan dengan tindak kriminal.

Dengan demikian, meski Sekulerisme telah menyingkirkan sakralitas dan kesucian agama dalam bangunan masyarakat Barat, akan tetapi sejumlah ketabuan human's made  telah sedemikian rupa mengobok-obok tatanan di sana yang bahkan tidak pernah dilakukan oleh gereja-gereja abad pertengahan.

Buktinya adalah vonis penjara terhadap mendiang Profesor Roger Garaudy, dengan tuduhan menyoal keotentikan Holocaust dalam karya tersohornya; The Founding Myths of Modern Israel. Masih banyak lagi kasus seperti ini di Barat. Vonis terhadap Garaudy tidak berbeda dengan hukuman terhadap Galileo Galilei yang berpendapat bahwa bumi berputar.

Larangan Pengingkaran Holocaust

Saat ini tercatat 16 negara yang menyisipkan larangan pengingkaran terhadap Holocaust dalam undang-undang mereka. Negara-negara tersebut konon paling pionir dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan yaitu, Austria, Belgia, Kanada, Republik Ceko, Perancis, Jerman, Hungaria, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Belanda, Polandia, Portugal, Rumania, Slovakia dan Swiss. Selain itu, rezim Zionis Israel juga telah mengharamkan pengingkaran atau bahkan keraguan pada bagian mana saja dari fakta rekayasa di era Perang Dunia II itu. 

Di Uni Eropa, di dalam undang-undang anti-rasisme disebutkan bahwa segala bentuk penolakan atau peremehan secara sengaja terhadap kejahatan genosida di seluruh negara anggotanya harus ditindak dengan pasal-pasal pidana.

Dengan demikian, 27 negara yang tidak termasuk dalam list 16 negara di atas, berkewajiban untuk menindak oknum yang menyoal keotentikan Holocaust karena Uni Eropa telah menetapkan Holocaust sebagai fakta genosida yang telah merenggut nyawa enam juta kaum Yahudi pada Perang Dunia II.

Pada Februari 2010, Hungaria menetapkan ketentuan baru bahwa segala bentuk pengingkaran Holocaust termasuk tindak kriminal dan pelaku akan diancam hukuman tiga tahun penjara.

Di Austria, dalam satu butir dalam pasal Verbotsgesetz 1947 disebutkan:

"Siapapun dalam sebuah karya cetak, siaran atau media lain, atau siapa pun jika dalam kapasitas publik yang dapat diakses oleh banyak orang,
menyangkal, melecehkan, membenarkan atau mencoba untuk membenarkan genosida Nazi atau kejahatan Nazi terhadap kemanusiaan, akan dipidana penjara selama satu hingga sepuluh tahun…"

Jika kasus peningkaran terhadap Holocaust dianggap serius, maka ancaman hukuman penjara dinaikkan hingga 20 tahun.

Di Belgia misalnya, pada butir pertama undang-undang 23 Maret 1995 disebutkan bahwa pengingkar Holocaust akan dijerat hukuman delapan hari hingga satu tahun penjara dan diwajibkan membayar denda 5.000 franc. Dan masih banyak lagi negera-negara Barat yang menetapkan vonis pidana untuk para pengingkar fakta sejarah rekayasa ini.

Vonis terhadap Robert Faurisson dan Roger Garaudy (Perancis), Germar Rudolf (Jerman), Gerd Honsik dan David Irving (Austria), adalah di antara kasus terkenal pengingkaran terhadap Holocaust.

Logika Kuwalek di Nusantara Terkait Penistaan Atas Rasulullah Saw

Kepekaan tunggang itu juga terjadi di Indonesia. Nabi Muhammad Saw, adalah manusia suci yang paling mulia dan terhormat dalam Islam. Bagi seorang Muslim, Rasulullah adalah teladan dan harga mati yang tidak bisa diganggu-gugat, diusik, apalagi dinistakan. Segala bentuk, ulah jahil terhadap sang pengemban risalah ini berarti pencorengan dan perusakan seluruh pilar-pilar keyakinan pada diri masing-masing Muslim.

Sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia, tidak heran jika sikap dari umat Indonesia atas aksi penistaan terhadap sosok Rasulullah dalam film Innocence of Muslims karya Sam Bacile, sangat gigantic, dahsyat, bombastis, fenomenal, massif, atau apapun sebutannya. Namun kali ini sangat mengherankan sekali,  menyusul tidak adanya sikap atau reaksi  seperti yang diharapkan tadi. Di kancah internasional, bangsa Muslim Indonesia seakan tidak menunjukkan ketegasan menyikapi hal ini.

Masalah ini harus ditelusuri dari sumbernya yaitu para ulama dan tokoh agama di Indonesia dan bahkan pemerintah. Sikap masing-masing pihak tersebut akan menjadi landasan pakem umat, warga, dan rakyat Indonesia. Kalau panglimanya saja sudah loyo, bagaimana mungkin para prajurit dapat tampil heroik di medan perang. Kalau pemimpinnya saja ngga'  peduli, bagaimana mungkin pengikutnya akan menunjukkan sikap tegas.

Apakah ada faktor yang membedakan antara umat Islam di Indonesia dan di Timur Tengah, sehingga reaksi dari kedua pihak berbeda? Kita tidak sedang membicarakan aksi-aksi anarkis di sejumlah negara. Umat Islam di Indonesia tidak memerlukannya apalagi dengan budaya santun bangsa ini. Akan tetapi mari kita bertanya pada diri kita, apakah sikap umat Indonesia sudah cukup merefleksikan kemarahan dan kecaman atas penistaan terhadap Rasulullah Saw?

Jumat (14/9/2012) Ketua PB NU, Said Aqil Siradj meminta agar umat Islam untuk tidak terprovokasi, munculnya film berjudul Innocence of Muslims di situs Youtube. Menurutnya umat Islam harus menahan diri agar tetap sabar dan tidak melakukan hal-hal anarkis.

Benar bahwa umat Islam jangan sampai terprovokasi dalam konteks tidak melakukan aksi-aksi anarkis. Namun, sangat disesalkan jika tokoh sekaliber Aqil Siradj, menilai aksi turun ke jalan-jalan tidak diperlukan dalam menghujat penistaan terhadap Rasulullah Saw. Pada saat yang sama, beliau tidak memberikan jalan keluar agar umat Islam dapat mengungkapkan kegeraman mereka, dengan notabene berpengaruh dan membuat para pelaku dan pihak mana pun yang terlibat dalam aksi penistaan tersebut jera.

Kalau "mengutuk" saja cukup membuat para penista itu jera, tentu saya tidak perlu menyusahkan diri turun ke jalan berdemo di bawah panas terik matahari, keringat dan terkadang sampai suara serak setelah berslogan! Anarkisme kudu dihindari, tapi jangan berdiam diri.

Perhatian media massa di manca negara, khususnya di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Afrika, nyaris tersedot pada isu penistaan terhadap Rasulullah dan reaksi umat Islam. Sebaliknya di Indonesia, masalah ini hanya menjadi bagian judul di satu atau dua berita dari sederet berita manca negara.

Yang lebih mengherankan lagi, sebelumnya isu penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang, Madura, yang solusinya sebenarnya sangat mudah, menjadi isu yang sedemikian penting dan urgen sehingga menyedot perhatian semua pihak bahkan dari pemerintah pusat, DPR, hingga pemerintah lokal. Masalah yang diklaim berawal dari percekcokan keluarga itu (Sunni-Syiah) itu, bahkan telah memaksa jajaran pejabat dalam kabinet menggelar rapat khusus. Aneh!

Di sisi lain, ketika pedoman, prinsip dan pokok keyakinan kolektif seluruh mazhab Islam dinistakan, reaksi yang muncul seakan mengesankan bahwa yang menjadi korban penistaan bukan Islam dan Rasulullah Saw, melainkan salah satu tokoh Muslim yang tidak terlalu penting di pojok terpencil dalam sejarah. 

Mari bersama-sama kita mempertajam kembali kepekaan kita! Wallahu a'lam (IRIB Indonesia)

MUI dan Mutiara Hikmah dari Peziarah



Oleh: dr.Yani Sodiqah

Meniti puluhan anak tangga menuju puncak bukit Giri bukanlah pekerjaan sederhana bagi orang Indonesia di atas usia 50 tahunan. Apalagi tawaran yang sedikit memaksa dari para penjaja cindera mata di kedua sisi tangga semen ini mendorong mereka terus berjalan, enggan berhenti walau sejenak, untuk mensupplay kembali oksigen yang dibutuhkan tubuh.

Saya membayangkan, rombongan manusia-manusia paruh baya di depan saya ini bakal terengah-engah, berlomba memecah asam laktat otot menjadi asam piruvat, karena  menaiki anak tangga adalah pekerjaan anaerob. Otot tungkai akan terasa nyeri, atau nafas tersengal-sengal, bahkan membungkuk agar supplay oksigen cepat sampai memasuki jantung.Tetapi setibanya di puncak bukit, rombongan para peziarah yang datang dari luar kota gresik ini tidak sedikitpun nampak lelah. Helaan nafas panjang mereka menyatu dengan lafaz asma Allah, seolah bersyukur dapat menjadi tamu di tempat peristirahatan Maulana ‘Ainul Yaqin, yang dikenal dengan nama Sunan Giri.

Satu persatu mereka memasuki kompleks pemakaman melalui gerbang gapura sempit sambil meniti tiga anak tangga pendek terakhir, nyaris tanpa suara bahkan terkesan menahan napas. Ucapan salam kepada ahli kubur seperti salam ketika hendak bertamu di rumah seseorang.

Imajinasi saya mulai mengembara, membayangkan tempat tinggal beliau di masa lampau, seorang alim bernama asli Joko Samudra, yang diberi gelar Raden Paku oleh gurunya Sunan Ampel. Adapun nama ‘Ainul Yaqin diperoleh dari gurunya yang lain, kala beliau telah menjadi pribadi agung karena ketinggian ilmu dan amalnya. Kisah-kisah kekaromahan beliau lebih mendominasi imajinasi saya. Tentang kekaguman ibu angkat beliau, Nyai Gede Pinatih, seorang saudagar perempuan keturunan Tionghoa, yang menyadari bahwa anak angkatnya adalah seorang wali Allah.

KIsah bermula dari perginya Joko Samudra membawa barang dagangan ke Kalimantan. Beliau tidak menjualnya, melainkan membagikan kepada fakir miskin di sana. Akibatnya, perahu yang harusnya berisi aneka barang dagangan dari kalimantan, hanya diisi batu dan pasir agar tak oleng oleh gelombang. Hampir saja Nyai Gede Pinatih marah dan memerintahkan untuk membuang semuanya ke laut. Tapi serta merta batu dan pasir itu berubah menjadi barang berharga yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Gresik, seperti rotan, lilin, dan sebagainya.

Sejak saat itu, Nyai Gede Pinatih menjadi perempuan yg solehah dan mengorbankan harta bendanya demi Islam. Itu sebabnya, pesarean (makam) perempuan ini yang terletak di pusat kota Gresik juga tak luput dari para peziarah yang mengucapkan salam, membaca surah Yaasiin, bertawassul dan bertabarruk, sebagai ucapan terima kasih atas jasa beliau yang tidak sedikit, bagi keberlangsungan ajaran Islam di tanah Jawa.

Seperti yang dilakukan para peziarah di bukit Giri ini, saya memasuki ruangan pendopo melaui pintu pendek di ujung tangga  dengan setengah berbungkuk. Di dalam pendopo, makam sang Wali masih tidak dapat dijamah, dibatasi oleh dinding kayu berukir. Kami duduk bersimpuh, membaca surah dan do'a seperti adab yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, bukan seperti prasangka kebanyakan muslim yang anti ziarah, yang khawatir dengan kemusyrikan dan menyebutnya sebagai bidah.

Meski suara rombongan peziarah yang mengeraskan bacaannya memecah konsentrasi saya, ucapan salam mereka sungguh menghargai kemuliaan sang ahli kubur dan leluhurnya sampai ke Rasulullah Saw. Lafaz tahlil, tahmid dan dan takbir bersahut-sahutan dari berbagai rombongan. Selesai membaca berbagai surah, lantunan doa mereka begitu bersahabat, mendoakan sesama Muslim, tidak sengaja saya menangkap satu kalimat doa keselamatan untuk keturunan Imam Hasan dan Imam Husein, Imam para penganut Syiah. Padahal mereka adalah warga NU yang Sunni.

Pengalaman itu membuat saya yang tadinya tidak terlalu suka dengan suara keras mereka, justru memasang kuping di tempat ziarah yang lainnya. Di Makam Maulana Malik Ibrahim, sepupu dari ayah Sunan Giri, juga di makam Sayyid Ali Murtadha (Raden Santri), saudara kandung ayah beliau, dan makam yang lainnya, tradisi tabaruk dan tawassul mereka sama persis dengan yang dilakukan oleh peziarah Syiah di Iran.

Di Makam Imam Ridha yang terletak di Mashhad, Iran, dan adik beliau, Sayidah Maksumah, Qom Iran, terdapat sumur yang airnya dapat diminum langsung oleh para peziarah, tidak berbeda dengan di Gresik. Hanya saja, pemerintah kota Gresik tidak menjamin higienitasnya, sehingga tidak semua peziarah berani meminumnya.

Di setiap makam yang saya ziarahi terdapat diagram silsilah keluarga para wali tersebut dengan nama-nama Islam mereka. Para sunan di tanah Jawa memang berada dalam kekerabatan yang dekat. Yang menarik adalah nama-nama Islam mereka sebagian sama dengan nama Imam Syiah seperti Jakfar Shadiq (Sunan Kudus), Zainal Abidin (putra Sunan Giri), dan lainnya.

Kedekatan tradisi ritual antara Sunni, terutama Jamaah NU dengan Syiah ini menjadi relevan di tengah maraknya fatwa-fatwa sesat terhadap Muslim Syiah, termasuk terhadap komunitas Syiah Sampang.Seorang pemimpin, apalagi pemimpin agama tentu harus mengetahui langsung tentang keyakinan suatu kaum, langsung dari mereka sendiri sebelum melabelinya sesat.

Pernyataan ketua MUI tentang kasus Sampang saat wawancara di Metro TV beberapa hari lalu sangat menggelikan. Kasus ini dianggap sebagai penolakan Islam Sunni sebagai mayoritas di Indonesia terhadap ajaran Syiah. Padahal ajaran yang dimaksud sudah dipraktekkan oleh warga NU, mayoritas Muslim Jawa Timur, sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan sampai detik ini telah mengakar dalam tradisi dan perilaku mereka. Jadi, sebenarnya fatwa MUI Jatim ini mewakili siapa? (IRIB Indonesia).


MERAJUT PERSAMAAN DALAM REALITAS PERBEDAAN
 Memahami Realitas Bahwa Indonesia Yang Multi Kultural.
Oleh:Ust. H.Busyairi Ali Hurian Fahmi, SH.i, MH.i**

Pasca era reformasi di negeri ini seakan masalah tak pernah berhenti, dari kasus kriminal biasa sampai kriminal kelas kakap, dari kasus maling ayam sampai kasus maling uang negara yang berjumlah triliunan rupiah, dari maraknya faksi partai politik sampai faksi mazhab aliran keagamaan, dari kasus Sampang eh tak berapa lama muncul aksi teroris di Solo kemudian seakan ikut meramaikan berita kasus aktifis Munir yang kasus kematiannya disinyalir karena diracun muncul di jejaring sosial  twiter dan merebak dukungan ratusan aktifis mahasiswa dan sosial untuk menuntut pemerintah segera mengungkap kasus kematian Munir yang tak kunjung selesai selama swindu ini dari tahun 2004-2012.
Era reformasi banyak diharapkan berbagai kalangan masyarakat sebagai angin segar perubahan bangsa ini kearah yang lebih baik, baik dalam sistem pengaturan negara, peningkatan status sosial rakyat, mutu pendidikan dan sistem pengelolaan demokrasi yang bersahaja. Alih-alih mendapatkan semuanya itu ternyata di era reformasi pornograpi merajalela, narkoba, aksi kekerasan yang bermuatan keagamaan atau aliran mazhab, budaya korupsi ditingkat birokrat bawah sampai atas seakan menjadi rahasia umum, hukum seperti pisau tajam kebawah tumpul keatas maling kakau 5 biji dan sandal jepit  di vonis tahunan sementara koruptor kelas kakap divonis tak lebih dari 2-3 tahun, krisis BBM bersubsidi, listrik, air, sandang papan dan pangan, banjir, kebakaran dll.
Mungkin tak salah jika ada yang mengatakan bahwa reformasi adalah reposisi orang dalam struktur birokrasi tanpa merubah sistem dan orang-orangnya yang mempunyai dedikasi dalam mengurus bangsa. Ibaratnya birokrasi pemerintahan hanya menukar posisi orang yang sebelumnya berada pada devisi A dipindah ke devisi B tanpa ada perubahan yang berarti, yang mengalami perubahan signifikan hanya semua orang bebas bicara dimana pada jaman ORBA rakyat dibisukan takut berbicara dan mengeritik pemerintah tapi di era reformasi ini kebebasan mengemukakan pendapat bak banjir bah yang tak terbendung, sampai-sampai pendiskriditan kepada kepala negara menjadi hal biasa.
Hal ini terjadi mungkin rakyat sudah terlalu lama didoktrin, sentralistik dan ditutup segala kreatifitasnya. Namun kebebasan bukan berarti orang boleh semaunya bicara tanpa argomentasi yang jelas.
Melihat fenomena ini dari mana kita mau melihatnya? Kemana arah negara ini? Sejuta pertanyaan terus terlontar tanpa mendapatkan jawaban yang pasti.
Sesungguhnya setiap manusia berorientasi kepada kemajuan dan perubahan yang sering menjadi kendala adalah siapa yang dapat kita jadikan teladan. Keteladan diperlukan untuk menjadi reprensi berbuat karena secara fithrah manusia memiliki kecenderungan untuk mengadobsi prilaku yang mulia.


Mendahulukan Persamaan Daripada Perbedaan Untuk Menghindari Dis-interpretasi Dogma Agama Dalam Kerangka Bernegara.
Belum lagi hilang dari ingatan kita kasus tragedy sampang tersiar kabar akan aksi teroris di Solo, sebagaimana disinyalir oleh Jakarta Kompas.com,6/9/2012: Kelompok teroris di Solo memang merencanakan melancarkan terornya terhadap kepolisian. Salah satunya adalah dengan membunuh aparat kepolisian. Menurut pengakuan terduga teroris, Bayu Setiyono (22), mereka terinspirasi membunuh polisi dari sebuah buku karangan Abdurahman.
Kenapa sasaran kami polisi? Karena salah satu pimpinan kami, Ikhwan, itu mengupas dari buku karangan Ustaz Abdurahman. Di situ dia bilang, bunuhlah aparat polisi," ucap Bayu dalam video testimoni yang diputar di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (6/9/2012).
Bayu menjelaskan, mereka para ikhwan (saudara laki-laki) menilai aparat kepolisian kerap bertindak kejam. Polisi juga telah menangkap teroris sebelumnya. Motif balas dendam berada di balik teror Solo yang terjadi selama Agustus 2012.
Bayu menjelaskan, mereka para ikhwan (saudara laki-laki) menilai aparat kepolisian kerap bertindak kejam. Polisi juga telah menangkap teroris sebelumnya. Motif balas dendam berada di balik teror Solo yang terjadi selama Agustus 2012.
Aparat polisi sering menzalimi ikhwan-ikhwan. Sering menangkap ikhwan-ikhwan yang sedang latihan,tadrib di suatu gunung atau di suatu hutan. Di situlah dia sering menganiaya ikhwan-ikhwan. Makanya, di situ pula kami merencanakan pembunuhan seorang polisi," papar Bayu.
Masih banyak lagi analisa pengamat lain tentang kronologi terjadinya aksi ada yang mengatakan karena pertarungan PILKADA kebetulan salah satu kandidatnya berasal dari Solo, ada juga yang mengatakan bahwa kasus itu sebagai strategi pengalihan isu kasus sebelumnya(strategi politik menunggu lupa) dll. Terlepas dari analisa siapa yang benar seluruh aksi kekerasan di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari daya pemahaman agama atau mazhab kemudian dituangkan pada doktrin gerakan yang mengatasnamakan agama atau politik tertentu.
Dalam pengakuan Bayu (22  ) yang telah dijelaskan sebelumnya ia terlibat dalam aksi teror kepada polisi sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa anggota polisi terinspirasi dari doktrin jihad yang disampaikan oleh ustadz Abdurrahman dalam bukunya. Bagaimana doktrin keagamaan yang salah kafrah berakibat tindakan kebegisan, hal ini perlu dipahami bahwa peranan keteladanan tokoh menjadi sentral penting bagi pencerdasan masyarakat kita, jika masyarakat kita masih menganut paham panatik buta dan tidak mengembangkan penalaran dalam setiap yang dikajinya maka hanya akan menambah faksi-faksi aliran paham yang dipahami secara sempit (baik paham agama, mazhab, politik, organisasi dll).
Pada saat duduk santai bersama keluarga  setelah sholat magrib penulis dikejutkan dengan suara penceramah di masjid dekat rumah penulis yang isi ceramahnya membahas “Sunni__Syiah” seperti komplik yang terjadi di Sampang dimana penceramah itu dengan berapi-api mengatakan bahwa Syi’ah adalah sesat, terjadinya kasus di Sampang bermula dari penyerangan orang Syi’ah kepada orangSunni yang mengakibatkan terbunuhnya orang Sunni sehingga aksi balas dendam terjadi kepada warga Syi’ah.
Menurut penulis pernyataan penceramah itu profokatif dan kalau tidak dipahami dengan benar maka akan mengundang reaksi yang negatif. Dalam melakukan komunikasi seseorang mestinya dapat mengukur bahasa yang dibahasakannya kepada siapa dia berbicara? Jika pembicaraan tentang teologi aliran keagamaan dibicarakan kepada ranah awam maka hanya menumbuh kembangkan panatisme buta tanpa orgomentasi yang jelas karena pada demensi daya serap dan daya nalar komunitas awam dan kaum intelektual berbeda. Misalnya jika kita berbicara teknologi kepada seorang petani yang buta tekhnologi dengan istilah-istilah bahasa teknologi yang terjadi adalah sang petani hanya termangu-mangu tanpa memahami sedikit pun apa yang menjadi tema pembicaraan, jika ketermanguannya di praktekan dengan bentuk aksi dapat dibayangkan bahwa akan terjadi distruktif.
Seperti halnya juga ketika seorang ustadz atau apalah namanya jika menjelaskan doktrin agama seperti jihad misalnya dengan interprestasi tekstual maka ujung dari interpretasinya tersebut akan berakibat aksi teror, arogan, eksklusif dan cenderung menyesatkan orang lain.
Agama, paham mazhab dll adalah wilayah keyakinan individual yang tidak bisa dipaksakan. Al-Qur’an sendiri mensinyalir “La Ikraaha Fiddin”  Tidak ada paksaan dalam beragama, memaksakan agama atau aliran tertentu kepada orang lain seperti halnya memaksakan cinta kepada seseorang,  tidak ada manfaatnya memaksakan agama, aliran atau pun mazhab kepada orang lain seperti gagalnya kita memaksakan cinta kepada orang lain yang jelas-jelas tidak cinta kepada sesuatu yang kita paksakan. Agama adalah logika “Addiinu Aqliyun Laa Diina Liman Laa Aqla Lahu” Agama itu logika tidak beragama orang yang tidak mempergunakan logikanya” agama juga keyakinan hati seseorang yang hanya penganutnya dan Tuhan yang tahu apa isi hatinya.
Manusia adalah makhluk dua demensi yaitu makhluk yang memiliki demensi akal dan syahwat (keinginan) begitu pula manusia memiliki demensi intelektual dan spiritual, manusia ibarat radio dua band yang bisa menangkap gelombang panjang dan pendek, jika manusia menyadari bahwa potensi itu harus dikembangkan secara seimbang maka ia tidak akan menjadi manusia bermata satu. Artinya manusia apalagi orang yang beragama semestinya meyakini akan adanya hari kembali yaitu hari akhir. Dimana oreintasi hidupnya difokuskan untuk menuju Tuhan, ajaran agama apapun tidak membenarkan aksi arogansi, terorisme, diskriminasi dan anarkisme kepada pemeluk agama tertentu.
Jika ingin menyampaikan ketidak setujuan kepada orang lain yang tidak sama keyakinannya maka bangunlah argomentasi yang santun dengan cara dialog duduk bersama mau mendengarkan pendapat orang lain kalau-kalau ternyata lebih banyak persamaannya dari pada perbedaannya, jika dalam rumpun yang sama (sama-sama beragama Islam, sama-sama rakyat Indonesia dan sama-sama manusia) maka kita akan melihat perbedaan itu dalam segi multidemensinya bukan hanya satu demensi saja, misalnya ada sepuluh masalah kemudian  berbeda tiga cabang masalah sementara sama dalam tujuh hal  maka lebih baik kita mengembangkan yang tujuh masalah tanpa mengungkit tiga masalah yang menjadi perbedaan. Contoh lain taruh saja aliran yang kita hadapi adalah benar-benar sesat maka pertanyaannya adalah adakah dogma agama atau mazhab apapun yang mentolerir aksi membakar rumah, membunuh orang tanpa alasan yang benar dan melakukan teror? Jawabannya pasti tidak ada!
Paling tidak kita sudah semestinya membiasakan melihat setiap masalah secara konfrehenshif bukan parsial, kalau orang lain tidak sama keyakinannya dengan kita maka pandanglah bahwa mereka itu adalah saudara kita sebangsa atau sisi kemanusiaannya, dalam perang yang legal saja Islam tidak mentolerir menghancurkan fasilitas-fasilitas umum, tempat ibadah, membunuh anak-anak dan orang tua serta membakar hutan.

REALITAS BANGSA INDONESIA MULTIKULTURAL BUKAN MONOKULTURAL.
Budaya merupakan salah satu sisi perbedaan manusia dengan binatang dan faktor penting pemberi identitas bagi komunitas manusia. Budaya, seperangkat institusi, struktur atau pola yang membentuk identitas spiritual masyarakat. Oleh karena itu, pentingnya mendalami budaya sebuah bangsa untuk memahami dan mengenal komunitas manusia. Pada dasarnya, budaya merupakan pembentuk utama identitas masyarakat.
Keberagaman adalah ciri khas Indonesia. Indonesia, bukanlah bangunan negara yang tunggal. Dia terdiri dari beragam suku, agama, ras dan golongan. Sehingga, sejatinya Indonesia adalah negara multikultur.
Namun keberagaman yang mestinya dirayakan dengan penuh rasa syukur ini, dalam sejarah perjalanan berbangsa, kerap menjadi persoalan. Perjumpaan antara yang berbeda, sering terjadi tidak secara akrab. Saling curiga yang berbuntut pada permusuhan dan konflik sering tak bisa dihindari.
Maka, Indonesia butuh etika bersama dalam memaknai keberagaman tersebut. Sebuah sikap dan pemikiran yang memberi tempat bagi kehadiran ”the other” dalam pergaulan publik, perlu dikembangkan. Ini bukan langkah mudah. Sebab, agama-agama atau apapun yang saling berbeda itu akan berhadapan dengan tuntutan menjaga ”kemurnian” ajaran dan keyakinannya. Meski pada hal mendasarnya, karena tuntutan itulah sehingga sikap eksklusif yang tidak menerima kehadiran ”the other” menjadi pilihan dari antara yang berbeda itu.
Belakangan muncul sebuah paradigma yang disebut dengan ”multikulturalisme”. Sebelumnya, paradigma ”pluralisme” telah banyak dibicarakan maupun diusahakan dalam merespon semakin majemuknya dunia. Multikulturalisme memang baru dalam wacana dan diskursus pemikiran. Baru sekitar tahun 1970-an gerakan multikultural ini muncul. Pada masa awalnya ini, gerakan yang memberi apresiasi terhadap keberagaman, muncul di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan menyebar di beberapa negara yang khas dengan pluralitas. Multikulturalisme sendiri dipahami sebagai sikap yang menerima dan menghargai eksistensi ”the others”, sebagai bagian dari keberagaman, dengan tidak mempersoalkan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama.
Ada pertanyaan, apakah multikulturalisme bertentangan dengan agama? Penulis, memang menganggap pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Sebab, menurut saya, masih ada kecenderungan memahami multikulturalisme sebagai sesuatu yang bukan berasal dari dalam agama, sehingga harus ditolak. Sehingga, mencari titik temu antara konsep multikulturalisme dengan agama, adalah sesuatu yang sedikit sulit dilakukan, tapi bukan mustahil.
Sehingga, tidak berarti kesulitan itu kemudian membuntukan usaha mempertemukan antara agama dengan konsep multikulturalisme. Mengutip pendapat Mun’im A Sirry,  kita akan menemukan adanya dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk mempertemukan keduanya. Pendekatan pertamaadalah dengan cara melakukan interpretasi ulang terhadap ajaran atau doktrin-doktrin keagamaan ortodoks yang pada beberapa hal telah dijadikan oleh agama-agama tersebut sebagai alasan untuk bersikap eksklusif. Ini sebagai usaha untuk membuka cakrawala agama sehingga bisa beradaptasi dengan kenyataan keragaman kultur. Pendekatan kedua, bahwa agama perlu membuka diri pada gagasan-gagasan yang modern. Perlu ada modernisasi dalam agama dan hal beragama jangan menutup pintu ijtihad.
Barangkali akan muncul pertanyaan, mengapa harus multikulturalisme? Beberapa pendapat   menunjukkan bahwa multikulturalisme memiliki visi yang mencerahkan dalam memberi petunjuk untuk memaknai agama secara benar dalam konteks masyarakat yang multikultul seperti Indonesia. Bahwa, multikulturalisme pada prinsipnya membuka ruang dalam sikap yang terbuka dengan penuh semangat persamaan bagi yang saling berbeda suku, ras, agama, golongan dan ideologi untuk hidup bersama dalam suatu arak-arakan kehidupan. Multikulturalisme juga menuntut adanya sikap keterbukaan untuk memaknai secara benar keyakinan yang dianut - tanpa harus dibenturkan dengan yang lain – dalam sebuah masyarakat yang multikultur. Visi multikulturalisme adalah terciptanya masyarakat yang  multikultur dalam sebuah persamaan hak, berkeadilan, sejahtera dan damai.
Masyarakat Indonesia sebenarnya sejak jauh-jauh hari telah memaknai semangat menerima dan menghargai perbedaan, ketika bangunan negara ini memang berpondasikan keberagaman. Bhineka Tunggal Ika, mestinya dimaknai lebih dari sekedar wacana, sebab inilah konsep multikulturalisme Indoensia yang lahir bersama kelahiran republik ini. Jika semangat multikulturalisme itu diruntuhkan dengan semangat monokulturalisme, maka hancurlah bangunan Indonesia.
Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu --kecil atau besar-- yang terikat oleh satuan, adat, ritus atau hukum khas, dan  hidup  bersama.  Demikian   satu   dari   sekian   banyak definisinya.  Ada  beberapa kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada masyarakat atau kumpulan manusia. Antara lain: qawm, ummah, syu'ub, dan qabail. Di samping itu, Al-Quran juga memperkenalkan masyarakat dengan sifat-sifat tertentu, seperti al-mala', al-mustakbirun, al-mustadh'afun, dan lain-lain.
Walaupun Al-Quran bukan kitab ilmiah --dalam pengertian umum-- namun  kitab  Suci  ini  banyak   sekali   berbicara   tentang  masyarakat.  Ini disebabkan karena fungsi utama kitab Suci ini adalah mendorong lahirnya  perubahan-perubahan  positif  dalam masyarakat,  atau  dalam  istilah  Al-Quran:litukhrija an-nas minazh-zhulumati ilan nur  (mengeluarkan  manusia  dari  gelap gulita  menuju  cahaya  terang  benderang). Dengan alasan yang sama,  dapat  dipahami  mengapa  Kitab  Suci  umat  Islam  ini memperkenalkan sekian banyak hukum-hukum yang berkaitan dengan bangun runtuhnya suatu  masyarakat.  Bahkan  tidak  berlebihan jika  dikatakan  bahwa  Al-Quran  merupakan  buku pertama yang memperkenalkan hukum-hukum kemasyarakatan. Manusia adalah "makhluk sosial". Ayat kedua dari wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad Saw., dapat dipahami sebagai salah satu ayat yang menjelaskan hal tersebut.  Khalaqal  insan  min 'alaq  bukan  saja diartikan sebagai "menciptakan manusia dari segumpal  darah"  atau  "sesuatu  yang  berdempet  di  dinding rahim", tetapi juga dapat dipahami sebagai "diciptakan dinding dalam keadaan selalu bergantung kepada pihak lain  atau  tidak dapat hidup sendiri." Ayat lain dalam konteks ini adalah surat Al-Hujurat  ayat  13.  Dalam  ayat   tersebut   secara   tegas dinyatakan  bahwa  manusia  diciptakan terdiri dari lelaki dan
perempuan,  bersuku-suku  dan  berbangsa-bangsa,  agar  mereka saling   mengenal.  Dengan  demikian  dapat  dikatakan  bahwa, menurut Al-Quran, manusia secara fitri adalah  makhluk  sosial dan   hidup  bermasyarakat  merupakan  satu  keniscayaan  bagi mereka.

LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN KONFLIK.

 Suatu konflik atau masalah yang dihadapi jika dibiarkan dan tidak segera diselesaikan bisa berubah menjadi suatu krisis dan menghambat kemajuan kelompok, organisasi, atau masyarakat. Terdapat beberapa tahapan atau langkah penyelesaian konflik yang harus dilalui oleh pihak yang berkonflik. Langkah-langkah tersebut meliputi:
1.      Mengakui Adanya Konflik
Langkah ini merupakan langkah awal untuk penyelesaian konflik, tanpa diakui adanya konflik maka masalah tidak akan terpecahkan. Setiap pihak yang terlibat dalam suatu kerjasama atau kelompok perlu mencermati dan menyadari serta membahas secara dini jika timbul masalah, kendala yang mengarah pada munculnya konflik sehingga tidak merupakan penghalang bagi keberhasilan bersama. Untuk itu diperlukan kearifan dan kaktifan dari semua pihak.
2.      Mengidentifikasi Konflik Secara Sebenarnya

Langkah ini dalam kegiatan penelitian sering disebut dengan identifikasi masalah. Kegiatan ini sangat diperlukan dan memerlukan keahlian khusus. Konflik dapat muncul dari akar masalah, tetapi juga karena masalah emosi, perlu memilah antara masalah inti dengan emosi. Masalah inti adalah masalah yang mendasari suatu konflik, misalkan ketidaksepakatan
adanya perbedaan pandangan aliran keagamaan, sedangkan isu emosional merupakan masalah yang akan memperumit masalah tersebut, sehingga apabila terjadi hal yang demikian disarankan agar masalah inti diselesaikan terlebih dahulu.
3.      Dengar Semua Pendapat
Lakukan kegiatan sumbang saran dengan melibatkan mereka yang terlibat konflik guna mengungkapkan pendapatnya, hindarilah pendapat benar dan salah. Bahas juga mengenai dampak konflik terhadap kelompok serta kinerja kelompok. Fokus pembicaraan pada fakta dan perilaku bukan pada perasaan atau unsur pribadi. Hindari mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi temukan mana yang terbaik jika dipandang dari sisi positif.
4.      Bersama Mencari Cara Penyelesaian Konflik
Dalam kegiatan ini diskusi terbuka sangat diharapkan karena dengan diskusi terbuka bisa memperluas informasi dan alternatif serta bisa mengarahkan pada rasa percaya dan hubungan yang sehat diantara yang terlibat. Dalam sebuah kerjasama kelompok atau tim yang efektif tidak seluruh anggota kelompok menyukai satu sama lain, terkadang ada anggota yang tidak menyukai anggota lain, tetapi yang utama adalah mampu bekerja sama secara efektif.
5.      Mendapatkan Kesepakatan Dan Tanggung Jawab Untuk Menemukan Solusi
Memaksakan kesepakatan akan berakibat fatal, oleh karena itu doronglah anggota kelompok untuk bekerja sama memecahkan masalah secara terbuka dan kekeluargaan. Berusaha seluruh anggota kelompok menyenangi solusi yang dihasilkan. Salah satu cara yang disarankan agar orang lain mau menerima saran yang diajukan adalah memposisikan dirinya pada peran orang lain, masing-masing anggota kelompok mempresentasikan pandangan orang lain.
6. Menjadwal Sesi tindak Lanjut Untuk Mengkaji Solusi
Pemberian tanggungjawab untuk melaksanakan komitmen sangat dihargai oleh anggota kelompok. Mengkaji resolusi sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keefektifan resolusi yang telah diberikan.

Pandangan Mono Teologi Agama Dalam Bingkai NKRI Hanya Akan Mempersempit Daya Serap dan Daya Nalar Umat.
Puluhan bahkan ratusan mungkin  komplik yang bernuansa aliran keagamaan, etnis, mazhab, politik dll telah terjadi di Indonesia. Sudah sepatutnya kita berbenah dan mengakhirinya dengan kepala dingin dan lapang dada.
Semua komplik tersebut berujung pada distruksi infrastruktur berbangsa dan beragama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai ini.
Pandangan keyakinan yang diekspresikan secara tekstual dan fanatik buta hanya akan menciptakan konstruksi daya serap agama yang rapuh yang pada gilirannya akan melahirkan lemahnya daya nalar. Pola yang semestinya didayagunakan untuk mengakhiri pandangan mono teologi keagamaan, politik, mazhab dan aliran-aliran yang lainnya adalah bagaimana kita menanamkan rasa toleransi diantara pemuluk agama, keyakinan dan haluan politik.
Pandanglah perbedaan itu sebagai rahmat bukan malapetaka yang akan memperkaya khazanah pengetahuan kita, kita adalah individu yang banyak mengetahui tentang sedikit hal dan sedikit mengetahui tentang banyak hal. Jangan-jangan orang yang kita salahkan lebih baik dari kita yang menyalahkan. Metode komunikasi juga harus diperhatikan, budaya mengkonfirmasi segala berita yang masuk kepada kita harus dioptimalkan. Kita adalah bagian dari masyarakat yang berbeda-beda tetapi tetap satu juga, akhirnya perbedaan lahir bukan melahirkan dosa tapi justeru melahirkan pahala.
Mimbar-mimbar masjid, majelis taklim, gereja, pura dan lain-lain bukan untuk tempat mengeluarkan cacian tapi seharusnya menciptakan kedamaian dan kebeningan hati karena bagi masing-masing pemeluk agama atau mazhab bersepakat bahwa cacian, intimidasi, arogansi, anarkisme dan memaksakan kehendak kepada orang lain bukan lahir dari dogma agama tetapi ia lahir dari emosi pemeluk suatu agama yang dijustifikasi keabsahannya dari interpretasi dogma agama yang dipahami secara sempit. Semoga negeri kita semakin hari semakin dewasa dan kita tidak akan terpropokasi oleh hasutan pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menjadikan bangsa ini pecah belah yaitu kearah disintegrasi bangsa.

**Penulis adalah Dosen Fakultas Agama Islam UNISKA Banjarmasin, Pembina Forum Kajian Keislaman (FK2) Kal-Sel, Pembina Majelis Ta’lim Al-Mukhlishin Banjarmasin dan aktifis Sosial.


Ini Dia Solusi Krisis Suriah Menurut Presiden Assad



Utusan Khusus PBB untuk Suriah Lakhdar Brahimi memperingatkan pada hari Sabtu (15/9) bahwa konflik di Suriah akan mengancam kawasan dan dunia pada umumnya.

Komentar itu disampaikan Brahimi setelah pertemuannya dengan Presiden Bashar al-Assad di Damaskus, Mehr News melaporkan.

"Krisis ini berbahaya dan semakin parah, dan itu adalah ancaman bagi rakyat Suriah, kawasan dan dunia," kata Brahimi, yang menggantikan mantan Sekjen PBB Kofi Annan.

"Ada kebutuhan bagi semua pihak untuk menyatukan upaya mereka guna menemukan solusi bagi krisis, mengingat kepentingan strategis Suriah ... dan pengaruh krisis ini bagi seluruh wilayah," kata Brahimi.

"Solusi ini hanya bisa datang dari rakyat Suriah," tegasnya.

Di pihak lain, Assad mengatakan dialog merupakan satu-satunya solusi untuk mengakhiri konflik di Suriah dan meminta negara-negara asing untuk berhenti memasok senjata ke pemberontak.

"Langkah politik akan berhasil jika mampu menekan negara-negara yang membiayai dan melatih teroris, dan yang menyelundupkan senjata ke Suriah, sampai mereka berhenti melakukannya," tegas Assad.

Pada kesempatan itu, Assad menandaskan pemerintahnya akan bekerja sama dengan semua langkah untuk memecahkan krisis, asalkan upaya itu netral dan independen.

Brahimi pada hari Jumat bertemu tokoh oposisi Suriah yang mengatakan dia membawa "ide-ide baru" untuk upaya perdamaian. (IRIB Indonesia/RM)

Di Hadapan Rabbi Yahudi, Obama Tolak Garis Merah untuk Iran



Presiden AS Barack Obama di hadapan lebih dari 1.200 rabbi Yahudi Amerika mengatakan, "Saya tidak akan menetapkan gari merah untuk Iran, dan Netanyahu juga tidak akan melakukan itu, sebab tidak ada pemimpin di dunia yang akan mengikat tangannya sendiri."

Komentar Obama datang di tengah ketegangan antara AS dan Israel dalam beberapa hari terakhir pada apakah Amerika akan menetapkan garis merah untuk Iran dan akan mengambil tindakan militer jika Tehran tidak menghentikan kegiatan nuklirnya. Demikian dilaporkan Mehr News pada Sabtu (15/9).

Netanyahu telah mendesak penetapan tenggat waktu yang jelas terhadap Iran.

Obama juga mengatakan tidak ada friksi antara Amerika dan Israel terkait program nuklir Iran, dan para pemimpin Tehran tidak perlu ragu mengenai perubahan pandangan Washington dalam masalah itu atau hak Tel Aviv untuk membela diri.

Obama lebih lanjut menandaskan bahwa mungkin ada saatnya ketika kita harus mengambil tindakan militer, namun masih ada waktu untuk diplomasi. (IRIB Indonesia/RM)

Apa Tujuan AS Kirim Dua Kapal Perang ke Libya ?



Buntut dari terbunuhnya Duta Besar Amerika Serikat di Libya, John Christopher Stevens ternyata masih panjang. Setelah mengirim pesawat tanpa awak ke Libya atas instruksi Presiden Barack Obama yang kemudian disusul dengan langkah Pentagon mengirim satu regu marinir ke Benghazi, kini Negeri Paman Sam ini mengirim dua kapal perangnya ke Libya.

Sumber di pemerintah AS mengatakan, dua kapal perang yang dikirim adalah USS Laboon dan USS McFaul. Kapal-kapal itu adalah jenis kapal perusak rudal dengan sekitar 50 unit marinir. Juru bicara Departemen Pertahanan AS, George Little, mengatakan pengerahan militer itu merupakan langkah pencegahan. Dalam kondisi seperti saat ini, ia mengeklaim langkah tersebut merupakan langkah yang logis dan tepat.

USS Laboon yang tengah bersandar di Pulau Kreya, Yunani, bisa dikirim hanya dalam hitungan jam. Sementara USS McFaul berjarak beberapa hari dari perairan Libya. Kedua kapal perang itu memiliki persenjataan lengkap, termasuk rudal Tomahawk yang banyak digunakan saat NATO membantu oposisi Libya menumbangkan Kolonel Muammar Gaddafi.

Salah seorang petinggi militer Amerika yang tidak bersedia disebutkan identitasnya menyatakan bahwa misi dari kedua kapal tersebut hingga kini masih belum jelas. Tak hanya Pentagon yang langsung mereaksi peristiwa tewasnya Dubes Stevens di Libya, FBI juga diberitakan ingin mengirim tim pencari fakta untuk menyelidiki kasus ini.

Dalam pandangan Amerika, tewasnya Stevens beserta tiga stafnya serta serangan terhadap gedung konsulatnya di Banghazi bukan aksi sporadis, namun lebih mengarah ke aksi terorganisir. Menurut mereka sepertinya aksi ini didalangi oleh kelompok Islam radikal yang menamakan dirinya "Pengikut Syariat". Sejumlah laporan menyebutkan keterlibatan sayap al-Qaeda di Afrika Utara dalam serangan terhadap konsulat Amerika ini.

Sementara itu, Barack Obama bersumpah akan mengejar dan membawa para pembunuh Duta Besar John Christopher Stevens ke muka hukum. "Keadilan akan ditegakkan," kata Obama saat menyampaikan pernyataan resminya di Rose Garden, Gedung Putih.

"Sangat tragis bahwa Chris Stevens tewas di Benghazi, di kota yang dia coba selamatkan," ujar Obama sambil memuji peran Stevens dalam proses penggulingan Gaddafi.

Pernyataan Obama ini sekaligus menepis kritikan rivalnya dalam pemilihan presiden, Mitt Romney. Kandidat Partai Republik itu mengatakan, pemerintahan Obama terlihat bersimpati pada pelaku serangan di Benghazi.

Sikap Obama Terhadap Pembakaran Bendera AS di Mesir
Barack Obama belum mengambil sikap terkait pembakaran bendera Amerika Serikat oleh pengujuk rasa di Mesir. Menurut dia, atas insiden tersebut, Mesir tidak dapat dikategorikan sebagai musuh maupun sekutu AS.

"Saya pikir kami tidak memandang mereka sebagai sekutu. Tapi kami juga tidak memandang mereka sebagai musuh," kata Presiden AS itu. Ia menambahkan, pemerintah AS masih memantau apa yang terjadi di Mesir pasca insiden di kedutaan AS di Kairo itu. "Kami akan terus melihat bagaimana mereka merespon terhadap insiden ini. Dalam situasi ini, yang kami harapkan adalah mereka merespon sikap kami bahwa kedutaan adalah di bawah perlindungan kami dan para personel (diplomat) juga dilindungi," ujarnya.

Sebelumnya, ribuan warga Mesir melakukan aksi protes di kedutaan AS atas film 'Innocence Muslim' yang dinilai menistakan Nabi Muhammad SAW. Unjuk rasa sempat diwarnai kericuhan ketika para demonstran memanjat gerbang kedutaan dan membakar bendera AS. Petugas keamanan kedutaan sempat merespon represif dengan melepaskan tembakan.

Kini demo atas pembuatan film yang menistakan Nabi Muhammad SAW ini terus melebar. Setelah di Kairo dan Libya, umat Islam di Iran, Sudan, bahkan di Palestina pendudukan pun bergerak memprotes aksi bejat ini. (IRIB Indonesia/MF)

Mursi Didesak Putuskan Hubungan dengan AS



Kelompok-kelompok politik Mesir meminta Presiden Muhammad Mursi untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan mengadopsi sikap tegas terhadap Washington atas film yang menghina Nabi Muhammad Saw.

Mereka menuntut agar Mursi mengambil sikap tegas terhadap penodaan kesucian Islam, menutup kedutaan AS di Kairo dan memanggil pulang dubes Mesir untuk Washington. Demikian dilaporkan Press TV pada Sabtu (15/9).

Para aktivis Mesir mengatakan bahwa film tersebut dibuat untuk membuka peluang bagi penyebaran pasukan AS di negara Afrika Utara itu. "Jika satu tentara Amerika menginjak tanah Mesir, kita akan menghancurkan mereka semua," kata Sheikh Saber Gamal, koordinator gerakan Hazimoun.

"Kami tidak akan tinggal diam ketika mereka menghina Nabi Saw. Puluhan ribu warga Mesir akan melanjutkan demonstrasi menentang AS dan rezim Israel," tegas Saber.
Demonstrasi menentang film Innocence of Muslims dimulai di Kairo pada 11 September, di mana pasukan keamanan bentrok dengan demonstran dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.

Protes serupa juga pecah di seluruh dunia Muslim, di mana para pengunjuk rasa menyerbu kedutaan AS dan membakar bendera negara itu.

Demonstran di Iran, Sudan, Mesir, Yaman, Tunisia, dan banyak negara Muslim lainnya turun ke jalan-jalan setelah shalat Jumat, mengutuk film yang melecehkan Islam itu.

Juru bicara Pentagon George Little mengatakan, Menteri Pertahanan Leon Panetta telah meminta mitranya dari Mesir Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, untuk memperhatikan pentingnya menjamin keselamatan dan keamanan misi diplomatik AS.

"Sehubungan dengan protes yang sedang berlangsung di Mesir, al-Sisi menegaskan kembali komitmen Mesir untuk mengamankan fasilitas diplomatik dan para staf AS," kata Little. (IRIB Indonesia/RM)

Penistaan Terhadap Rasulullah akan Kontraproduktif

Mereka harus tahu bahwa sekarang lebih dari satu setengah milyar umat Muslim di seluruh penjuru dunia rela berkorban untuk membela nilai-nilai kesucian Islam dan propaganda musuh tidak akan mampu mencegah perluasan agama Islam." 

 Penistaan Terhadap Rasulullah akan Kontraproduktif
Menurut Kantor Berita ABNA, Khatib shalat Jumat Tehran (14/9), Ayatullah Ahmad Jannati mengecam produksi dan penayangan film yang menistakan kesucian Nabi Muhammad Saw dan mengatakan, "Aksi penistaan ini akan berdampak kontraproduktif karena sekarang sejarah sedang bergulir menguntungkan Islam dan sedang mengalami perubahan besar…"

IRNA melaporkan, Ayatullah Ahmad Jannati dalam khutbah kedua shalat Jumat Tehran menyinggung aksi penistaan terhadap Rasulullah Saw dalam film yang diproduksi di Amerika Serikat dan mengatakan, "Film itu diproduksi oleh Amerika Serikat dan didanai oleh rezim Zionis serta merupakan aksi penistaan yang paling keji dan memalukan terhadap Islam."

Menurutnya, salah satu faktor di balik layar produksi film penistaan ini adalah membendung perluasan gelombang kecenderungan terhadap Islam dan penyebaran hakikat Islam di dunia. "Mereka harus tahu bahwa sekarang lebih dari satu setengah milyar umat Muslim di seluruh penjuru dunia rela berkorban untuk membela nilai-nilai kesucian Islam dan propaganda musuh tidak akan mampu mencegah perluasan agama Islam," tuturnya.  

Ditujukannya kepada seluruh umat islam, imam shalat Jumat sementara Tehran  ini menegaskan, "Jika kalian menginginkan perubahan besar dan sejarah masa lalu yaitu sejarah kezaliman, kekuatan adidaya dan penistaan terhadap bangsa-bangsa. Maka perubahan tersebut sedang terjadi karena bangsa-bangsa sekarang lebih menyadari esensi Islam yang anti-kezaliman dan mengandalkan logika, keadilan dan kebebasan."

Majma Menyerukan Umat Islam Unjuk Rasa Kecam Film Anti-Islam

Majma' Ahlul Bait menyeru umat Islam di seluruh dunia khususnya pengikut Ahlul Bait agar melangsungkan demonstrasi dan mengeluarkan pernyataan kecaman serta protes mereka terhadap aksi penghinaan ini. Sekurang-kurangnya berusahalah untuk membendung film ini untuk tidak tersebar di samping memblokir gerakan permusuhan mereka.
 Majma Menyerukan Umat Islam Unjuk Rasa Kecam Film Anti-Islam
Menurut Kantor Berita ABNA, berkenaan dengan pembuatan film yang menghina dan melecehkan kemuliaan Nabi Muhammad saw oleh warga Amerika Serikat, Majma Jahani Ahlul Bait as mengeluarkan pernyataan keras mengecam tindakan tersebut.  
Dalam pernyataan tersebut Majma' menegaskan bahwa aksi penghinaan terhadap Nabi Saw dan kedudukan suci beliau, tokoh-tokoh yang dihormati oleh agama-agama dan mazhab-mazhab tidak dapat diterima oleh semua ajaran keyakinan, "Penghinaan terhadap Nabi sebelum-sebelumnya disebabkan kejahilan dan ketidaktahuan mengenai hakikat sebenarnya dari ajaran-ajaran Ilahi dan al-Qur'an, namun gerakan yang terakhir ini sebagaimana pengakuan dari pembuat film dalam wawancara dari media AS dan Israel benar-benar sengaja sebagai agenda politik untuk merusak citra Islam.  
Pernyataan tersebut ditujukan langsung kepada warga AS yang melakukan aksi-aksi penghinaan tersebut dan menjelaskan, "AS mencoba berlepas tangan dari aksi penghinaan terhadap Nabi ini. Bisakah kita percaya bahwa Gedung Putih tidak mendapat informasi apapun dan tidak bertanggung jawab mengenai film yang diproduksi dengan modal 5 juta."
Dalam pernyataan selanjutnya Majma' Jahani Ahlul Bait menyeru kepada setiap semua umat Islam di seluruh dunia dan pencinta Nabi Saw agar menyertai demonstrasi dan mengeluarkan pernyataan kecaman. Setidaknya sebagai upaya membendung penyebaran film tersebut agar maksud pembuatnya tidak tercapai.
Pernyataan Majma' Jahani Ahlul Baity as adalah sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحیم
Firman Allah SWT:
إنَّكَ لا تُسمِعُ المَوتَى وَلا تُسمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاء إِذَا وَلَّوْا مُدبِرِين 
"Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati itu menerima ajaranmu, dan tidak dapat menjadikan orang-orang yang tuli itu mendengar seruanmu, apabila mereka berpaling ke belakang (disebabkan keingkarannya). "
Betapa terdesak dan putus asanya musuh-musuh kemanusiaan terhadap kebangkitan umat Islam, sekali lagi mereka menunjukkan permusuhna terhadap agama Islam dengan jalan yang paling tidak beradab. Kali ini seorang sutradara film Zionis mencoba menambah besar dosanya dengan memprodukdi film yang menghina Nabi Saw dan Islam.
Dengan kerjasama Yahudi Zionis, pelarian Koptik di AS dan pendeta gila, film ini dihasilkan di AS di mana penghinaan-penghinaan terhadap Nabi dan Islam tidak dapat diterangkan dengan lisan.
Sebagai reaksi terhadap kebiadaban ini, Majma' Ahlul Bait sebagai lembaga internasional yang beranggotakan ratusan ilmuan dan cendekiawan agama dengan ini menyatakan beberapa perkara penting untuk mendapat perhatian oleh penduduk dunia:
1. Penghinaan terhadap Nabi, kesuciannya dan tokoh-tokoh yang dihormati oleh agama-agama dan mazhab-mazhab tidak dapat diterima oleh semua ajaran. Oleh karena itu barangsiapa yang melakukan penghinaan terhadap Nabi Saw tidak termasuk dalam kalangan pengikut agama dan ajaran keyakinan manapun, bahkan mereka adalah pengikut Syaitan.
2. Sebagaimana yang telah diketahui pemikiran Islam-fobia memuncak sejak peristiwa 11 September dengan menunjukkan aksi-aksi dalam bentuk seni, lukisan karikatur, pembakaran al-Quran dan penghasilan film. Meskipun penghinaan sebelum ini terhadap Nabi Saw disebabkan kejahilan terhadap realitas ajaran-ajaran hikmah Ilahi dan al-Quran, namun gerakan terkini (sebagaimana yang dinyatakan oleh sutradara film tersebut dalam wawancara bersama media Amerika Serikat dan Israel) benar-benar jelas, secara sengaja mempunyai agenda politik untuk merusak citra Islam.
3. Selain adegan-adegan yang tidak bermutu sama sekali, salah satu hal aneh dalam film tersebut adalah memperkenalkan umat Islam sebagai individu-individu tukang siksa dan haus darah. Mereka tanpa segan mengaitkan semua terror dan pembunuhan kepada umat Islam padahal hakikatnya kebanyakan pembunuhan dan pembantaian  dalam film tersebut dilakukan oleh militer Amerika, Zionis dan Barat terhadap rakyat Palestina, Irak dan Afghanistan beberapa tahun belakangan ini termasuk juga kekejian mereka di penjara Guantanamo dan Abu Ghraib. Meskipun demikian Islam adalah agama damai dan Nabi Saw adalah rahmat bagi seluruh alam (sebagaimana kesaksian Allah Swt dalam al-Quran).
4. Dengan itu tangan umat Islam sejatinya tidak pernah tercemar dengan provokasi, penyiksaan dan keganasan; melainkan kelompok-kelompok bertopengkan Islam Takfiriyah dan Wahabi sebenarnyalah yang aktif melakukan terror dan keganasan yang justru mendapat dukungan Amerika dan Barat, secara moril dan material.
5. Penyediaan dan penayangan film tersebut oleh individu-individu yang berkaitan dengan negara-negara yang baru menggerakkan revolusi di Utara Afrika (seperti Mesir), menunjukkan kemarahan Amerika dan Zionis terhadap musim semi kebangkitan Islam di Negara-negara kawasan. Pihak Zionis dan Amerika melihat kepentingan mereka di kawasan tersebut sudah hilang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengembalikannya.
6. Pemerintah Amerika Serikat sadar tentang kemarahan umat Islam dan berusaha untuk berlepas diri dari aksi-aksi penghinaan tersebut. Namun akan kita mudah percaya bahwa Gedung Putih tidak mendapat informasi apapun dan tidak bertanggung jawab tentang produksi film yang bermodalkan 5 juta dolar termasuk aksi mereka yang tidak waras tersebut?
7. Meskipun kita tidak menekankan terjadinya pembunuhan dan penyerangan diplomat politik, namun Amerika dan Zionis sudah tahu bahwa pembunuhan staf-staf Amerika di Libya, atau serangan kedutaan Amerika di Mesir mencerminkan reaksi yang pasti akan terjadi oleh umat Islam karena penghinaan tersebut. Jika pemerintah AS mendiamkan diri dalam tindakan pembakaran al-Quran oleh paderi Terry Jones, atau menghukum militer mereka yang menghina kesucian Islam di Bagram Afghanistan, niscaya mereka tidak akan menyaksikan diplomat dan rakyat mereka menjadi korban.
8. Oleh karena itu Majma' Ahlul Bait menyeru umat Islam di seluruh dunia khususnya pengikut Ahlul Bait agar melangsungkan demonstrasi dan mengeluarkan pernyataan kecaman serta protes mereka terhadap aksi penghinaan ini. Sekurang-kurangnya berusahalah untuk membendung film ini untuk tidak tersebar di samping memblokir gerakan permusuhan mereka.
Selain itu umat Islam perlu mengontrol diri masing-masing agar tidak melakukan aksi kekerasan seperti melakukan penyerangan dan pengrusakan yang dapat menelan korban jiwa. Hendaklah protes dilakukan secara rasional dan aman dengan bersungguh-sungguh dan berkelanjutan.
9. PBB, institusi-institusi dan badan hak asasi manusia diharap dapat membendung kezaliman kebudayaan yang anti-kemanusiaan ini agar tidak terulang kembali. Mustahil pertumpahan darah dapat dihentikan jika penghinaan terhadap akidah-akidah (atas nama kebebasan) tidak dicegah.
10. Terakhir, kepada para pejabat baru negara-negara revolusi sekawasan: Amerika Serikat dan Barat sekarang ini berusaha menggulingkan revolusi rakyat, darah syuhada dan kalian menjadi seperti tentara upahan sebagaimana orang sebelum kamu dengan janji-janji uang dan kekuasaan politik. Namun sebagai mana yang kamu lihat hari ini, mereka bukanlah sahabat Islam dan umatnya. Oleh karena itu dengarkanlah seruan Islam dan tuntutan rakyat kamu dan jangan jual kepercayaan rakyat kepada AS dan sekutunya. Ketahuilah kekuasaan yang sejati adalah Iman kepada Allah SWT dan mengabdi kepada umat Islam.
Majma' Jahani Ahlul Bait
13 September 2012
 Sunni dan Syiah Bersatu Kecam Film Anti-Islam

Ulama Sunni dan Syiah Bahrain bersatu mengutuk film kontroversial "Innocence of Muslims". Mereka akan menggelar aksi protes bersama selepas shalat Jumat.
 Sunni dan Syiah Bersatu Kecam Film Anti-Islam
Menurut Kantor Berita ABNA, Ulama Sunni dan Syiah Bahrain bersatu mengutuk film kontroversial "Innocence of Muslims". Mereka akan menggelar aksi protes bersama selepas shalat Jumat.

Ketua Dewan Agama Bahrain, Sayed Majeed Al-Mishal mengatakan film tersebut secara terang-terangan menghina Nabi Muhammad SAW. Karena itu, umat Islam harus menyatakan sikapnya.

"Jelas, kami sangat marah," kata dia seperti dikutip gulfnews.com, Jumat (14/9).

Terkait kerjasama Sunni dan Syiah, Sayed berharap kelompok Sunni dan Syiah dapat terus bekerja sama guna melindungi Islam dari penghinaan dan pelecehan.

"Ada perbedaan, tapi kewajiban kita sama," kata dia.

Sementara itu, mantan anggota parlemen Bahrain dan aktivis pro-Palestina Nasser Al Fadhala mengatakan para ulama Sunni telah sepakat untuk menggelar aksi unjuk rasa serentak di seluruh negeri selepas shalat Jumat.

Para khatib juga berencana untuk memberikan ceramah soal masalah itu. Al Fadhala mengatakan film ini memang sengaja dibuat untuk menciptakan permusuhan.

Sudah jelas, ada upaya menjauhkan umat Islam dari Nabi Muhammad SAW. "Yang pasti itu tidak akan berhasil," papar dia.

Sumber: Republika

Aktris Film Anti-Islam Innocence of Muslims Trauma

"Sutradara bilang (saat syuting), ini hanya film biasa berlatar Mesir 2.000 tahun yang lalu," ujar aktris asal Bakersfield, California. Dalam film itu, ia memainkan peran kecil sebagai wanita yang menyerahkan anaknya pada Nabi Muhammad untuk dinikahi 
 Aktris Film Anti-Islam Innocence of Muslims Trauma
Menurut Kantor Berita ABNA, Aktris Cindy Lee Garcia tak menyangka film yang dibintanginya,Innocence of Muslims, akan memicu protes berdarah di sejumlah negara. "Ini membuatku gila," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Gawker, Rabu, 12 September 2012.
Film kontroversial ini dianggap kurang ajar karena mendiskreditkan sosok Nabi Muhammad. Akibatnya, sejumlah masyarakat muslim marah. Dalam unjuk rasa terkait film ini di Benghazi, Libya, empat diplomat Amerika tewas mengenaskan karena kantornya diroket dan dibakar.
"Sutradara bilang (saat syuting), ini hanya film biasa berlatar Mesir 2.000 tahun yang lalu," ujar aktris asal Bakersfield, California. Dalam film itu, ia memainkan peran kecil sebagai wanita yang menyerahkan anaknya pada Nabi Muhammad untuk dinikahi.
"Dalam film, bukan Muhammad peran yang kutahu, tapi Master George," ujarnya.
Nama Muhammad sendiri dialihsuarakan oleh sang sutradara pada proses pasca-produksi. Mengetahui itu, ia merasa amat geram pada sang sutradara dan produser karena merasa dimanfaatkan. Dampaknya, ia merasa trauma. "Seseorang terbunuh karena film yang kubintangi," ujarnya.
Hasil editing final film tersebut diakuinya amat mengerikan. Terlebih setelah melihat dampak yang ditimbulkan dari film yang diketahuinya berjudul Desert Warriors tersebut. Film yang telah diedit tersebut kemudian diunggah cuplikannya ke dalam situs YouTube. Cuplikan inilah yang membuat kaum muslim marah besar. Selain Libya, di Mesir juga tercatat unjuk rasa besar-besaran memprotes film ini.
Sumber: Tempo
 Sutradara Film Hina Nabi Mantan NAPI

Diwawancarai The Wall Street Journal, Sam Bacile (52) yang mengaku sebagai pengembang dari California keturunan Israel-Amerika itu menyebut, Innocence of Muslim sebagai upaya politik untuk menarik perhatian terhadap kemunafikan Islam. “Islam adalah kanker dan film ini adalah film politik bukan film agama..". Ungkapnya.

 Sutradara Film Hina Nabi Mantan NAPI
Menurut Kantor Berita ABNA,Penegak hukum telah mengidentifikasi Nakoula Basseley Nakoula sebagai otak di belakang film Innocence of Muslims, film anti-Islam yang banyak dicerca oleh umat muslim di seluruh dunia saat ini.
Dilansir dari AP, Nakoula pernah mengatakan kalau dirinya memiliki peran dalam pembuatan film itu. Namun, dia bersikeras menyanggah kalau dia bukanlah sutradaranya. Sebelumnya, Sam Bacile diduga berperan penting dalam pembuatan film tersebut, tapi banyak keraguan ketika melihat identitas Bacile. 
Dalam wawancara dengan The Associated Press di luar Los Angeles, Nakoula Basseley Nakoula mengakui keterlibatannya di film tersebut hanya di bagian logistik untuk memenuhi kebutuhan selama proses produksi film yang menghina umat Islam dan Nabi Muhammad itu.
Latar belakang Nakoula ternyata tidak bersih. Pria 55 tahun ini beberapa kali pernah terbentur masalah hukum. Pada 1997, menurut sumber terdekat dari kantor kejaksaan Los Angeles, Nakoula Basseley Nakoula pernah ditahan oleh Departemen Sheriff Negara, Los Angeles, pada 27 Maret 1997. Dia didakwa karena memproduksi metamfetamin.
Saat itu Nakoula mengaku bersalah dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan tiga tahun masa percobaan pada 3 November 1997. Kantor Kejaksaan mengatakan ia melanggar masa hukuman percobaan pada 8 April 2002 dan kembali dimasukkan ke bui selama satu tahun.
Pada 2010, Nakoula melakukan penipuan yang melibatkan rekening bank palsu yang digunakan untuk mencuri nomor jaminan sosial. Saat itu Nakoula dijatuhi hukuman penjara 21 bulan dan harus membayar denda US$ 790.000.
Diwawancarai The Wall Street Journal, Sam Bacile (52) yang mengaku sebagai pengembang dari California keturunan Israel-Amerika itu menyebut,  Innocence of Muslim  sebagai upaya politik untuk menarik perhatian terhadap kemunafikan Islam. “Islam adalah kanker dan film ini adalah film politik bukan film agama.." ungkapnya.

Kepada koran itu dia juga mengaku didanai donor Yahudi yang memberikan sumbangan lima juta dolar AS untuk membuat film itu. Namun, tak ada konfirmasi yang mendukung pernyataannya.

Kementerian luar negeri Israel sebaliknya justru mengatakan tidak ada catatan Sam Bacile sebagai warga negara Israel. "Orang ini benar-benar anonim. Pada titik ini tidak ada yang bisa mengkonfirmasi dia warga negara Israel dan bahkan jika dia tidak terlibat," kata juru bicara kementerian Yigal Palmor.

Steve Klein seorang aktivis anti-Muslim yang mengaku sebagai konsultan script pada film itu kepada CNN mengatakan bahwa Bacile bersembunyi. “Dia sangat tertekan, dan benar-benar sedih.”  kata Klein kemarin. "Aku bicara dengannya pagi ini, dan dia mengatakan bahwa dia sangat prihatin dengan yang terjadi pada duta besar."

Sementara kepada The Atlantic, Klein menyebut Sam Bacile adalah nama samaran, dan dia tak tahu nama aslinya.

Klein dikenal di Southern California sebagai aktivis oposisi yang menolak pembangunan sebuah masjid di Temecula di sebelah tenggara Los Angeles tahun 2010 silam. Dia juga mengepalai Warga Peduli untuk Amandemen Pertama, kelompok yang berpendapat Islam adalah ancaman bagi kebebasan Amerika.

Ditipu Produser

Innocence Muslim awalnya dimulai dari sebuah iklan lowongan casting yang terbit Juli 2011 di majalahBackstage. Pengiklan mengaku mereka membutuhkan pemeran untuk sebuah film berjudul Desert Warrior yang akan menggambarkan sejarah petualangan di Gurun Arab.

Namun 80 pemain dan anggota kru yang terlibat dalam pembuatan film itu, seperti dilansir CNN mengaku tertipu dengan pembuat film.  "Seluruh cast dan kru sangat marah dan mereka merasa ditipu oleh produser," kata mereka dalam sebuah pernyataan kepada CNN.
Para aktor yang terlibat di film Innocence of Muslims mengatakan kalau mereka telah ditipu oleh pria yang mengaku bernama Sam Bacile. Mereka mengatakan, ketika ditawarkan, naskah film tersebut tidak menceritakan tentang Islam. Salah satu aktris mengklaim semua referensi dan naskah yang disodorkan memiliki judul Laskar Desert.
Seorang aktris dalam film, yang meminta untuk tidak diidentifikasi, mengatakan naskah asli sama sekali tidak menyertakan karakter Nabi Muhammad. Dia bilang dia dan aktor lainnya mengeluh bahwa naskah mereka telah diubah sama sekali.


Wanita juga mengaku telah berbicara dengan produser, yang diidentifikasi dalam iklan sebagai Sam Bassiel. "Dia bilang dia menulis ulang naskah karena dia ingin umat Islam berhenti membunuh," katanya. "Saya tidak tahu dia melakukan semua ini."

Seorang anggota staf produksi yang bekerja pada film itu dan memiliki salinan naskah asli menguatkan keterangan wanita. Dalam naskah itu sama sekali tak disebutkan tentang Muhammad atau Islam.

Menurut Los Angeles Times film diputar pertama kali bulan Juni di sebuah teater yang tidak disebut lokasinya dan hanya ditonton oleh 10. Judul film kemudian diubah menjadi Innocence Bin Laden.  

Klein kepada The Los Angeles Times menyebut film ini ditampilkan di Hollywood dengan harapan menggambarkan ekstremis Islam.

Nama Sam Bacile muncul pada bulan Juli ketika seseorang memposting preview film berurasi 14-menit di YouTube. Film ini telah diposting di bawah beberapa judul, termasuk Mohammed Trailer dan Muslim Innocence.

Pada awalnya film ini hanya menarik beberapa pengunjung di situs itu. Namun ketika film itu diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan segera film memicu kemarahan kalangan Islam konservatif di Mesir yang berujung pada penyerangan keduataan AS di Mesir. 

Dari Mesir kemarahan merembet ke Libya di Benghazi, Sanaa dan beberapa tempat lain di Arab. Di Benghazi, massa yang marah bahkan menewaskan Dubes AS di Libya, Cristopher Stevens dan tiga staf lainnya pada Kamis, 13 September 2012.

Menghina Nabi adalah Tindakan Teror yang Tak Termaafkan

Sungguh mengejutkan apabila Amerika Serikat bukan hanya tidak mengecam perbuatan ini, bahkan ada yang menganggap demonstrasi di depan kedutaan mereka sebagai terror dan keganasan padahal merekalah yang sesungguhnya teroris karena telah melakukan penghinaan terhadap kesucian umat Islam tanpa sebab serta menciptakan konflik dan huru hara di seluruh dunia.

 Menghina Nabi adalah Tindakan Teror yang Tak Termaafkan
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al-Uzhma Makarim Shirazi mengeluarkan pernyataan mengecam pembuatan film anti-Islam yang menghina Nabi Muhammad Saw oleh warga Amerika Serikat.  
Berikut teks pernyataan ulama marja taqlid tersebut:

بسم الله الرحمن الرحيم

Tangan-tangan yang ternodai gerakan Zionis dan beberapa pendeta ekstrim Amerika Serikat masih juga melampiaskan niat jahat mereka untuk melecehkan kehormatan Islam. Jika sebelumnya mereka berambisi untuk membakar al-Qur'an di depan umum sekarang mereka menghasilkan film yang menghina Nabi Muhammad Saw.
Perbuatan keji ini dan hina ini menunjukkan bahwa mereka sangat khawatir dengan kebangkitan dunia Islam dan tersebarnya agama Allah di alam semesta.
Syukr Alhamdulillah, umat Islam merespon beredarnya film anti-Islam tersebut dengan kecaman dan reaksi keras. Beberapa negara Arab dan negara muslim menunjukkan reaksi keras bahwa perbuatan keji ini tidak akan didiamkan begitu saja.
Menjadi sebuah kewajiban bagi umat Islam di negara-negara lain menyuarakan protes dan kecaman kepada konspirasi Zionis-Amerika secara serentak dan bersama-sama.
Sungguh mengejutkan apabila Amerika Serikat bukan hanya tidak mengecam perbuatan ini, bahkan ada yang menganggap demonstrasi di depan kedutaan mereka sebagai terror dan keganasan padahal merekalah yang sesungguhnya teroris karena telah melakukan  penghinaan terhadap kesucian umat Islam tanpa sebab serta menciptakan konflik dan huru hara di seluruh dunia.
Kami mengutuk keras penghinaan yang tidak pernah terjadi sebelum ini sambil menyerukan kepada umat Islam di seluruh dunia untuk memberikan reaksi sepatutnya serta memberikan hukuman yang dapat memberi mereka efek jera untuk tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut selama-lamanya.
"Mereka sentiasa berusaha hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, sedangkan Allah tetap menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir tidak suka." (Qs. Al-Saf ayat 8)
Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam

Januari silam, saya mendatangi Karang Gayam dan Bluuran, Sampang, Jawa Timur untuk mencari tahu penyebab konflik Syiah-Sunni menyusul pembakaran rumah-rumah orang-orang Syiah dan pengusiran mereka. Inilah hasil reportase dan wawancara saya dengan sejumlah tokoh, kiai, pejabat Pemda Sampang, yang mudah-mudahan bisa membantu menjelaskan mengapa konflik Syiah-Sunni di Sampang tak kunjung berhenti, hingga kemarin harus ada yang tewas sia-sia. 
Rusdi Mathari

 Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam
Mendatangi lokasi rumah-rumah orang-orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran, Sampang, Jawa Timur yang dibakar massa pada Kamis 29 Desember 2011, ternyata bukan pekerjaan mudah. Bukan saja letak lokasi kejadian yang cukup jauh dari pusat kota Sampang, melainkan yang terutama, sudah berkembang kecurigaan di masyarakat setempat kepada setiap pendatang.
Rumah-rumah itu terletak di dua desa dan kecamatan berbeda. Rumah Tajul Muluk di Dusun Nangkernang, Karang Gayam, Kecamatan Omben; dan rumah Iklil Al Milal di Bluuran, Kecamatan Karang Penang. Iklil dan Tajul adalah kakak-beradik dan dikenal sebagai ustad Syiah. Sejak kasus pembakaran rumah-rumah dan pengusiran orang-orang Syiah dari Omben, Januari silam; Tajul lalu dipersalahkan. Dia ditahan, diadili lalu divonis penjara dua tahun oleh majelis hakim PN Sampang, Juli silam karena dianggap mengajarkan aliran sesat.
Dari jalan raya Trunojoyo [arah Sampang-Ketapang], dua desa itu terletak di sebelah timur. Jaraknya sekitar 20-an kilometer ke arah utara kota Sampang. Kendaraan roda empat harus berhenti di tepi jalan raya Sampang-Ketapang itu karena jalan kecil menuju dua desa bisa dilalui hanya oleh kendaraan roda dua atau berjalan kaki. Ada sebatang sungai yang melintas di jalan kecil itu, dan rumah Tajul Muluk dan Iklil berada di sisi timur sungai.

Polisi dan beberapa tentara dari Koramil/Kodim Sampang terlihat berjaga, mulai dari jalan kecil itu hingga lokasi rumah Tajul dan Iklil. Beberapa penduduk yang ditemui di sekitar lokasi memandang curiga kepada setiap pendatang. Apalagi pendatang dengan penampilan yang berbeda dari warga sekitar. Mereka kuatir yang masuk ke desa mereka adalah penyusup; intel yang sedang mencari tahu pelaku pembakaran; atau orang-orang Syiah yang sedang mengumpulkan informasi. “Sampean Syiah ya Mas? Kok pintar ngomong? Sampean bisa lihat sendiri di sini aman. Saya heran kenapa orang-orang Jakarta meributkan kasus ini,” kata Hali.
Dia anak muda, berbadan gempal. Munif, bapaknya adalah tokoh masyarakat yang disegani di Karang Gayam dan masih kerabat jauh [paman] dari Tajul dan Iklil. Dari Hali pula diperoleh informasi, warga di Karang Gayam banyak yang tidak suka dengan Syiah yang diajarkan Tajul. “Mereka mengagung-agungkan Sayidinah Ali tapi memaki-maki tiga sahabat Nabi yang lain. Siti Aisyah disebut pelacur. Itu disiarkan lewat pengeras suara,” kata dia.
Hali akan tetapi mengaku, tidak mendengar langsung soal itu melainkan hanya dari yang dia dengar dari orang lain. “Kakak ipar saya tetangga Iklil, dia tahu persis dan bisa bercerita,” katanya.
Kakak ipar Hali bernama Dailami. Wajahnya terlihat tua dari usia yang diakuinya, 35 tahun. Dia antara lain bercerita, ajaran Syiah yang dibawa Tajul dan Iklil membolehkan berhubungan badan meskipun istri sedang datang bulan, dan melakukan salat hanya tiga waktu. “Tapi saya juga hanya mendengar dari orang,” katanya.
Dailami menyarankan untuk menghubungi Ahmadussowi alias Sowi di Bluuran. Dia anak muda, usianya baru 28 tahun lewat 3 bulan. Rumahnya di Bluuran berada persis di sebelah timur-utara rumah Iklil. Berjarak kurang-lebih 200-an meter. Orang tua Sowi [bapak] dan orang tua Iklil dan Tajul masih sepupu.
Sama seperti Hali dan Dailami, Sowi pun bercerita tentang ajaran Syiah yang dianggapnya menyimpang dari ajaran Islam. Kata dia, Syiah mengharamkan tarawih dan tadarus Alquran. Ketika ditanya apakah dia mendengar langsung ajaran seperti itu disampaikan oleh Tajul atau Iklil, dia menjawab mendengar langsung dari Muhammad Nur. “Dia pengikut Syiah, tapi sekarang jadi anak buah Rois,” kata Sowi.
Nur yang dimaksud Sowi, bertemu dengan saya di kantor Radar Madura, Jalan Diponegoro, Sampang. Dia datang menemani Roisul Hukamah alias Rois, yang datang menemui saya untuk wawancara. Rois adalah adik Iklil dan Tajul, dan disebut-sebut paling menentang ajaran Syiah yang diajarkan kakak-kakaknya. Dia mengenalkan Nur sebagai eks ustad Syiah yang sudah kembali ke Sunni.
Dari mulut Nur inilah, meluncur banyak cerita menyangkut tata cara ritual ajaran Syiah. Orangnya cenderung demonstratif dan pintar berbicara. Dia mengaku ikut Syiah sejak 2006 dan baru keluar empat tahun silam [2008] karena katanya, ajaran Syiah tidak sesuai dengan ajaran Islam. “Saya saksi hidup,” kata Nur.
Iklil yang dikonfirmasi soal pengakuan Nur itu, hanya tertawa. Dia membenarkan, Nur sebelumnya adalah pengikut Syiah. “Saya bilang ke dia, kalau mau ikut Syiah jangan karena Abah,” kata Iklil.
Abah yang dimaksud Iklil adalah KH Makmun, bapaknya. Dia kiai besar yang pernah hidup dan berpengaruh di Omben dan Karang Penang. Makmun punya 13 anak, tapi yang hidup hanya delapan, yaitu Iklil, Tajul, Rois, Ummu Kulsum, Hani, Fatimah, Achmad, dan Bujur. Delapan bersaudara itu kini pecah karena soal paham Sunni-Syiah. Tajul, Iklil dan Hani satu kelompok [Syiah], Rois dan Ummu Kulsum, kelompok lainnya [Sunni]. Achmad, Bujur dan Fatimah tidak jelas ikut yang mana. Dari pengakuan Rois, Achmad kini stres karena perseteruan keluarga itu.
Iklil bercerita, Nur keluar dari kelompok Syiah bukan karena soal benar-salahnya ajaran Syiah seperti yang selalu dia ceritakan ke mana-mana melainkan karena faktor ekonomi. Seingat Iklil, suatu hari Nur pernah mengutarakan maksud untuk memondokkan anaknya di pesantren tapi tidak punya biaya. Dia mengutarakan hal itu kepada Iklil. Lalu oleh Iklil, Nur diminta bersabar menunggu giliran karena iuran yang dikumpulkan dari jemaah terbatas. Sayangnya Nur tidak sabar dan malah memutuskan keluar dari kelompok Syiah. “Saya tahu siapa Nur,” kata Iklil.
Sunni-Syiah di Madura
Seorang kiai pengasuh pondok pesantren di Kajuk, Sampang menjelaskan, orang Madura yang NU adalah pengikut ahlus sunnah wal jamaah atau Sunni. “Madura itu ya NU. Orang Madura itu toleran. Kalau ada keyakinan di luar itu, silakan. Yang penting tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” katanya.
Dia lalu bercerita tentang pengikut Syiah di Tanjung Bumi, Bangkalan [sebelah barat Sampang] yang dianut oleh keluarga kiai terpandang. Mereka tetap bisa menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka dan tidak ada masalah dengan warga sekitar. Awalnya, kiai itu menyekolahkan anak-anaknya ke Timur Tengah. Ketika anak-anaknya itu pulang ke Tanjung Bumi, mereka mengajarkan Syiah lewat pesantren milik orang tuanya. Para santri dan warga sekitar yang tahu, anak-anak kiai itu mengajarkan Syiah yang dianggap berbeda dengan ajaran Sunni, menarik anak-anak mereka dan meninggalkan pesantren itu.
“Tidak ada kejadian apa-apa tapi para santri dan masyarakat yang tidak setuju dengan ajaran Syiah, satu per satu keluar dari pesantren, dan menjauh. Ini bukti, masyarakat Madura tidak ada persoalan dengan perbedaan. Kalau memang mau mempersoalkan Syiah, mestinya Syiah di Tanjung Bumi, Bangkalan itu sudah lebih dulu ‘meletus’ karena lebih dulu muncul sebelum Syiah di Omben,” kata dia.
Pengikut Syiah di Tanjung Bumi yang dimaksud adalah Keluarga Haidar Syarif dan Habib Ibrahim. Belum jelas benar, kapan mereka mulai mengajarkan Syiah di Tanjung Bumi. Sepekan setelah rumah-rumah orang-orang Syiah di Omben dibakar dan para pengikutnya diusir, pengikut Syiah di Bangkalan diundang Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron ke pendopo kabupaten. Mereka diajak bermusyawarah dengan para kiai di Bangkalan agar kejadian di Karang Gayam dan Bluuran tidak merembet ke Tanjung Bumi.
Dari cerita Iklil, Syiah mulai masuk ke Karang Gayam sekitar 1979 menyusul Revolusi Islam Iran. Orang tuanya [KH Makmun], waktu itu mendapat kiriman bacaan dan buletin tentang Syiah, juga poster-poster bergambar Khomeini. Sejak itu, orang tuanya menjadi pengikut Syiah. Keterangan Iklil dibenarkan Fanan Hasyib, Wakil Bupati Sampang yang juga seorang kiai.
Fanan menerangkan, Makmun [ayah Iklil, Tajul dan Rois] adalah penganut Syiah tapi keyakinan Makmun tidak diajarkan kepada orang lain. Fanan mengaku sudah sering mendengar sepak terjang Makmun termasuk dalam hal ibadah. Salah satunya tidak pernah salat Jumat. Alasan Makmun kata Fanan, seseorang yang akan menunaikan salat Jumat harus bersih dan wangi sehingga tidak ada alasan bagi orang yang kotor dan bau untuk menunaikan salat Jumat. “Celakanya, Kiai Makmun sejak Rabu sudah tidak mandi sehingga punya alasan untuk tidak salat Jumat,” katanya.
Dia menerangkan, ajaran Syiah yang dianut Makmun lantas ditularkan kepada anak-anaknya.
Lalu Iklil [yang tertua], Tajul dan Rois disekolahkan ke pesantren Yayasan Pesantren Islam atau YAPI di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, yang oleh warga Omben dikenal sebagai pesantren Syiah. Lulus dari YAPI, kakak-beradik itu disekolahkan ke Timur Tengah.  “Rois dan Tajul itu masih bersaudara, begitu juga ulama-ulama di Karang Gayam, semua masih berkerabat,” kata dia.
Dari catatan Pemda Sampang, Tajul bersekolah ke Arab Saudi dan menikah dengan Ummu Kulsum asal Malang Jawa Timur. Ketika kembali ke Karang Gayam pada 1999, Tajul dan keluarganya mulai berdakwa tentang Syiah dan mendirikan pesantren Misbahul Huda. Mulanya Rois juga ikut dan bergabung dengan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia atau IJABI yang diketuai oleh Jalaluddin Rakhmat. Ada kabar, Rois bahkan sempat menjadi bendahara IJABI Sampang tapi Rois membantah hal ini. “Saya hanya menjadi penasihat,” kata Rois.
Iklil bercerita, justru Rois yang paling aktif dan mewakili mereka ke acara-acara yang diselenggarakan oleh IJABI termasuk ketika organisasi mengadakan kongres di Makassar. Rois mengaku keluar dari Syiah, karena menilai ajaran Syiah melenceng dari ajaran Islam. Dia menyebutkan sejumlah alasan. Antara lain soal pernyataan Tajul tentang Alquran yang dianggap sudah tidak otentik. Namun, “Saya tidak pernah mendengar langsung, juga tidak ada saksi,” kata Rois.
Dan menurut Tajul, Rois keluar dari kelompok Syiah karena merasa tidak mendapat posisi dan kesempatan. “Dia itu ditaruh di depan tidak mau, ditaruh di belakang menyeruduk,” kata Tajul.
Di Karang Gayam dan Bluuran, para pengikut Syiah disebut kompolan [kumpulan]. Di masyarakat Madura, sebutan ini diberikan kepada sekelompok orang yang rajin mengikuti acara pengajian. Suatu kegiatan yang sebetulnya jarang dilakukan oleh para santri di pesantren NU. Dengan sebutan itulah, para pengikut Syiah hidup di tengah-tengah masyarakat Omben dan Karang Penang yang mengagungkan kiai dan dikelilingi  ratusan pesantren.
Di Omben dan di kecamatan sekitarnya, warga setempat memang hidup dengan petuah kiai dan syariat Islam yang ketat. Sebagian besar dari mereka, hanya bisa berbahasa Madura dan Arab. Ada sebuah madrasah yang murid-muridnya bahkan tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tidak tahu cara melaksanakan upacara bendera. “Sampang itu NU, dan Omben adalah pusarnya NU,” kata Hamid, tokoh pemuda dan eks petugas Pencatat Pemilih di Kecamatan Omben.
Cincin akik dan dua hokum
Di Omben dan sekitarnya, masjid dan pesantren memang seperti berbaris di sepanjang jalan Sampang-Ketapang. Itu belum termasuk yang ada di pelosok, di balik-balik perbukitan yang jauh dari jalan raya Sampang-Ketapang. Bila waktu salat tiba, sebelum azan akan terdengar suara orang mengaji yang diputar dari recorderdan disiarkan lewat pengeras suara, seolah sahut-menyahut antara masjid yang satu dengan masjid yang lain. Di masjid-masjid itu, orang-orang yang salat akan tetapi bisa dihitung dengan jari, hanya satu-dua orang.
Sunardi Hamid, Ketua Pusat Kajian HAM dan Lingkungan di Pamekasan menjelaskan, salah satu ciri orang Madura yang NU adalah suka mengenakan cincin akik, membaca qunnut bila subuh, suka tahlilan dan membawa jimat. “Kalau sudah seperti itu, sampean NU sejati, dan kalau ada yang mengatakan jimat itu syirik, itu bukan NU dan pasti dicap Muhammadiyah,” katanya.
Laki-laki yang juga menjadi ketua Himpunan Petani Garam Indonesia dan ketua Lembaga Pertanian NU Pamekasan itu bercerita, di Madura, saat ini banyak politik kepentingan yang dijalankan para kiai. Karena kepentingan itu, seseorang atau kelompok bisa dengan mudah dicap sesat atau alim.
Misalnya jika kepentingan seseorang atau kelompok tertentu berbenturan dengan kepentingan kiai, maka seseorang atau kelompok itu bisa dicap sesat, atau kiai itu akan mengeluarkan fatwa haram. Sebaliknya bila menguntungkan dan mendukung kepentingan kiai, seseorang atau kelompok bisa dicap alim, atau para kiai itu akan mengeluarkan fatwa halal.
“Di dunia ini, siapa yang kuat itu yang menang. Meski pun saya melihat kuning benar, tapi karena orang banyak bilang merah yang benar, saya bisa kalah,” katanya.
Kenyataan itu kata Sunardi berbeda dengan zaman ketika dia masih muda. Dulu para kiai masih menggunakan empat hukum: halal, haram, makruh, dan mubah. Sekarang yang digunakan hanya dua hukum: halal dan haram, dan tidak ada yang membantah. Paham orang lain lalu dengan mudah dicap kafir, dan paham yang mereka anut dianggap paling benar.
Maka tidak usah heran, jika ada warga NU yang suka tahlilan, meski pun tidak pernah salat bisa dianggap sebagai orang alim. Sebaliknya kalau ada orang Muhammadiyah atau yang lain, yang rajin salat dan menjalankan semua ritual ibadah Islam tapi tidak suka tahlilan dan tidak suka jimat, mereka bisa dicap sesat atau kafir. “Semua karena kepentingan dan kebutuhan hidup,” kata Sunardi.
Celakanya, politik kepentingan dan hubungan kiai-umat seperti itu kemudian dipraktikkan oleh umat dengan serta-merta. Contohnya bila ada orang yang meninggal dunia.
Kebiasaan orang Madura bila ada tetangga yang ditimpa musibah kematian, akan membawa segantang beras atau sebungkus gula sebagai tanda ikut berduka. Lalu ketika pulang, pihak keluarga yang berduka akan menitipkan bingkisan berupa nasi dan sebagainya. Kalau ada pihak keluarga yang berduka lupa, atau tidak memberikan bingkisan kepada orang-orang yang ikut melawat, maka dengan mudah orang-orang akan memberi cap keluarga yang berduka itu sebagai pengikut Muhammadiyah, sesat atau kafir. “Saya pernah mencoba menjelaskan bahwa jangan mudah menuduh orang, tapi kiai dan ulama tidak mendukung, saya mau apa?” kata Sunardi.
Pak Ong, sopir yang mengantar saya berkeliling Sampang membenarkan cerita Sunardi. Dia mengaku, di hari ketiga pamannya meninggal, keluarga besarnya sudah menghabiskan tiga ekor sapi untuk selamatan. “Saya tidak tahu, bagaimana nanti kalau selamatan tujuh hari,” katanya.
Pak Ong bukan asli Sampang. Dia berasal dari Sumenep. Dia menetap di Kedungdung, Sampang [tetangga kecamatan Omben] karena istrinya berasal dari Kedungdung.
Dari Pak Ong pula keluar cerita tentang bagaimana perilaku kiai, pada saat bulan Maulid. Di Sampang, kata dia, acara memperingati hari ulang tahun Nabi Muhammad saw. diperingati bukan hanya di masjid atau musala melainkan di setiap rumah penduduk. Dalam satu hari, bahkan bisa ada 11 rumah yang mengadakan maulid meski waktunya tidak bersamaan.
Setiap istri dan setiap ibu, lalu sibuk memasak untuk menjamu undangan dan kiai, tapi makanan yang sudah dimasak oleh mereka pada akhirnya menjadi sia-sia karena tidak ada yang makan. “Bagaimana mau dimakan, dalam satu hari, setiap orang harus menghadiri acara maulid di banyak tempat,” katanya.
Musim Maulid itu biasanya juga menjadi musim panen bagi para kiai. Setiap rumah seolah berlomba-lomba mengundang para kiai, yang tentu saja harus diberi diberi uang saku. Dari uang saku yang diberikan oleh umat itu, para kiai minimal bisa membeli sepeda motor. Namun yang menyedihkan kata Pak Ong, umat yang tidak punya cukup uang untuk merayakan Maulid akan meminjam uang ke tetangga [atau bahkan ke kiai], tentu berikut bunganya meskipun dikemas dengan cara lain.
Tak usah heran jika kemudian, banyak warga yang kemudian terjebak utang hingga musim Maulid tahun berikutnya. “Itulah keadaannya di Sampang. Menyedihkan. Makanya ada orang yang sudah mulai berani bilang, lebih enak ikut Muhammadiyah atau Syiah, tidak repot-repot,” kata Pak Ong.
Muqtadir, aktivis muda NU Sampang punya cerita lain soal hubungan kiai dan umat. Dia adalah salah satu satu santri seorang kiai di Sampang yang dianggap netral melihat kasus Syiah di Omben dan Karang Gayam. Kata dia, di Sampang, banyak kiai yang tidak mau datang bila diundang oleh orang-orang miskin, termasuk pada saat acara kematian. Sebaliknya bila yang mengundang orang kaya, mereka akan datang dan memimpin doa.
Persoalan utamanya adalah uang saku atau bingkisan yang akan diterima oleh para kiai: orang kaya dianggap pasti memberi uang saku lebih banyak, sementara orang miskin akan memberi bingkisan sekadarnya. Tentu tdak semua kiai berperilaku seperti itu, tapi Muqtadir memastikan, hal semacam itu sudah menjadi gejala umum di Sampang dan daerah lain di Madura.
“Kalau ada undangan bersamaan, para kiai akan mengutamakan undangan dari si kaya ketimbang si miskin. Padahal hal itu dilarang oleh agama, karena yang harus diutamakan adalah undangan yang lebih dulu datang,” kata Muqtadir.
Sunardi Hamid mengungkapkan, besar-kecilnya uang saku untuk para kiai itu juga ditentukan oleh kendaraan yang digunakan para kiai. Uang saku untuk kiai yang datang hanya dengan menggunakan sepeda motor misalnya, akan berbeda dengan uang saku yang diterima para kiai yang menggunakan mobil. Kiai yang bermobil pun ada kelas-kelasnya. Kalau mobilnya jelek, uang sakunya akan lebih sedikit. Kiai yang datang dengan mobil yang lebih mahal atau mewah, uang sakunya akan semakin tebal. “Kiai sekarang beda mas dengan kiai-kiai dulu,” kata Sunardi.
Dia memberi contoh. Dulu, jika pemerintah membantu pondok pesantren untuk membangun kelas atau lokal madrasah, katakanlah dua kelas, maka kiai akan menjual sapi atau harta benda lainnya agar bantuan pemerintah bisa berwujud menjadi enam kelas. Sekarang, jika kiai dibantu membangun dua kelas, yang dibangun hanya satu kelas. “Sisanya masuk ke kantong kiai,” katanya.
“Dengan kejadian di Karang Gayam ini, Syiah jadi pusat perhatian. Kalau tidak ada kejadian, Syiah tidak akan naik. Para kiai itu sekarang tidak ada yang berani ngomong, tapi kalau ngomong proyek Rp 100 juta mereka mau. Mereka itu maunya kan menambah istri dan beli mobil baru,” kata Hamid.
Pilkada dan asal-usul konflik
Isu NU dan non-NU di Sampang memang menjadi isu sensitif dan bisa dijadikan alat kepentingan. Di kota itu, bahkan seorang bupati hari-harinya harus disibukkan oleh unjuk rasa dari para demonstran yang mengatasnamakan NU. Gara-garanya, perkataan Noer Tjahja. Bupati Sampang itu dituding telah melecehkan NU. Noer yang sewaktu musim Pilkada berpasangan dengan Fanan Hasyib, lalu dituding sebagai pengikut Muhammadiyah. Asal-usul keturunannya juga dipersoalkan. Dianggap bukan keturunan Panji, bangsawan dari Sampang. 
“Kalau satu kali mungkin dia salah omong, dua kali dimaklumi. Kalau berkali-kali, pasti ada sesuatu. Muhammadiyah di Sampang ini tidak ada pengikutnya. Dulu masjid Muhammadiyah di sini dilempari batu,” kata Fanan sembari menganggap Noer sudah berkali-kali melecehkan NU.
Fanan dan Noer memang tidak akur. Beberapa pegawai di Pemda Sampang menuturkan, keduanya bahkan sudah tidak kompak setelah enam bulan mereka dilantik 26 Februari 2008. Fanan kini lebih banyak tinggal di rumah dinasnya, dan praktis bisa dikatakan tidak bekerja sebagai wakil bupati. Pada musim Pilkada 2013, Fanan berniat maju sebagai calon bupati, menantang Noer, dan KH Sholahurrobbani [sepupu Fanan] yang dikabarkan juga akan maju sebagai calon bupati.
Fanan menuturkan, dirinya mengikuti berita kasus pembakaran rumah-rumah pengikut Syiah di Karang Gayam dan Bluuran. Sebagai pemimpin di daerah, dia mengaku pembakaran itu bertentangan dengan HAM, tapi sebagai pengikut Sunni dia menentang keras ajaran Syiah berkembang di Sampang.
Dia bahkan setuju, kalau pengikut Syiah seluruhnya dipulangkan ke Iran. “Seperti kata Habib Tohir dari Pekalongan, sebaiknya orang-orang Syiah itu dikembalikan saja ke Iran. Selesai. Tidak usah diajarkan di [Sampang] sini,” kata Fanan.
Di tengah masyarakat dan kiai di Sampang yang mudah memberi cap kepada orang lain yang tidak sepaham sebagai kafir dan sesat itulah, muncul Tajul dengan Syiah. Habib Umar Albayyiti, dari Desa Temoran, Omben, menggambarkan Tajul sebagai orang yang alim, dan suka membantu. “Wajahnya ganteng. Pintar. Dia banyak tamunya, dan punya banyak santri. Kiai lain, sepi. Kiai-kiai di Karang Gayam itu sebetulnya masih kerabat semua dengan Tajul,” kata Umar.
Umar bercerita, apa yang menimpa Tajul dan pengikutnya sebetulnya bisa jadi dipicu oleh faktor cemburu dari para kiai setempat. Tajul dianggap merongrong pamor para kiai yang mulai kehilangan wibawa. Kejadian itu kata dia mirip dengan yang menimpanya pada awal 1999.
Saat itu tengah malam, ratusan orang mendatangi rumah Umar di Temoran. Massa yang membawa obor dan senjata tajam berteriak-teriak meminta Umar keluar dari rumahnya. Umar yang kebetulan berada di sebuah warung yang tak jauh dari rumahnya, segera mendatangi kerumunan massa itu. Dia menanyakan maksud kedatangan orang-orang itu, yang lalu dijawab dengan tuduhan: Umar menyembunyikan maling di rumahnya. Umar mempersilakan orang-orang yang marah itu masuk ke rumahnya untuk memeriksa tapi mereka tidak menemukan yang dicari.
Sampai sekarang Umar mengaku tidak tahu, mengapa orang-orang itu datang ke rumahnya dengan marah. Dia hanya bisa menduga, kedatangan orang-orang ke rumahnya malam itu bisa jadi karena dipicu oleh rasa cemburu dari para kiai di sekitar rumahnya. Pemicunya, rumah Umar sering dan banyak kedatangan tamu. Dari mana saja. Ada yang minta tolong, ada yang cuma silaturahmi dan macam-macam.
“Kejadian [pembakaran rumah-rumah dan pengusiran orang-orang Syiah] di Karang Gayam itu, saya kira juga demikian. Ada faktor kecemburuan dari salah satu pihak. Siapa yang iri? Dari cerita Husein kepada saya, Rois itu yang cemburu,” kata Umar.
Husein yang dimaksud Umar adalah salah satu orang kepercayaan Tajul yang menurut Umar sering datang berkunjung ke rumah Umar. Namun menurut Munif, terlalu jauh kalau dikatakan para ulama dan kiai di Omben tersinggung karena Tajul punya banyak pengikut.
Feri Ferdiansyah, Kepala Biro Radar Madura di Sampang menuturkan, Tajul memang beda dengan Rois adiknya. Bukan saja lebih pintar, tapi penampilan Tajul juga lebih tenang. “Nanti kalau bertemu dengan keduanya, sampean bisa lihat sendiri,” kata Feri.
Secara tidak langsung, Mas’udi Cholili Sekretaris PCNU Sampang juga mengakui perilaku dan kepintaran Tajul. Pernah dalam sebuah perdebatan dengan para ulama di Omben, Tajul bahkan hampir mematahkan semua argumen para kiai yang menyesatkan Syiah. Tajul kata Mas’udi menjawab semua pertanyaan kiai, tapi tidak bisa menjawab satu hal. Mas’udi mengaku lupa, satu hal yang tidak bisa dijawab Tajul.
Umar bercerita, suatu hari dirinya menerima undangan dari para kiai di Omben untuk melakukan musyawarah. Undangan itu berkali-kali disampaikan ke Umar tapi Umar tidak pernah memenuhinya karena musyawarah yang diadakan di rumah mendiang Haji Sa’bi [tokoh masyarakat Omben] dinilainya hanya bertujuan untuk mendesak Tajul agar kembali ke Sunni. “Kiai-kiai yang tidak mau ikut dianggap sama dengan Tajul, tapi saya tidak pernah datang. Saya tidak mau,” kata Umar.
Umar tidak ingat kapan pertemuan di rumah Sa’bi dilakukan tapi dari keterangan yang disampaikan Zainal Hambali, Sekretaris Intelijen Daerah Sampang; pertemuan di rumah Sa’bi, kali pertama terjadi pada 20 Februari 2006. Konon hadir para kiai se-Madura dan pejabat Muspika. Penggagasnya adalah KH Ali Kharrar Sinhaji, pengasuh PP Darul Tauhid di Propon, Sampang. Dia masih terbilang paman dari Iklil, Tajul dan Rois.
Belum jelas, mengapa para kiai itu berkumpul di rumah Sa’bi kecuali dengan satu alasan: ajaran Syiah yang dibawa Tajul dianggap telah meresahkan masyarakat. Juga tidak terang mengapa Ali Kharar menggagas pertemuan itu dan Sa’bi kemudian bersedia menjadi tuan rumah pertemuan. Iklil melarang saya menghubungi Ali Kharar.
Satu hal yang agak jelas, pertemuan di rumah Sa’bi itu adalah pertemuan pertama yang khusus menyoal Tajul dan Syiah di Omben dan Karang Penang. Hasil dari pertemuan itu adalah para kiai sepakat untuk meminta Tajul kembali ke Sunni dan melarangnya melakukan aktivitas dakwah [Syiah] untuk sementara waktu. Tajul diberi waktu seminggu untuk menjawab keputusan para kiai itu dan diharuskan datang ke rumah Sa’bi.
Tanggal 26 Februari 2006, Tajul tidak datang ke rumah Sa’bi seperti yang diminta para kiai. Dia mewakilkan dirinya kepada Busry dan KH. Wahab [pamannya]. Dua orang yang mewakili Tajul itu membawa pesan, Tajul bersedia kembali ke Sunni. Selesai.
Masalah muncul kembali pada musim Maulid 2007. Saat itu Tajul berniat mengundang beberapa ustad untuk berceramah di acara Maulid di rumahnya, tapi sebelum acara berlangsung, massa sudah lebih dulu mendatangi rumah Tajul dan meminta para penceramah tidak berceramah di desa mereka. Tajul tidak mengerti,  alasan warga menolak para penceramah Maulid yang didatangkan olehnya.
Di bulan puasa dua tahun kemudian, terjadi kasus ancam-mengancam antara pengikut Tajul dan Rois. Dari catatan Zainal, pemicunya adalah ancaman dari Mat Siri, salah seorang pengikut Tajul kepada Amin. Nama yang terakhir adalah seorang ustad yang berniat mengadakan pengajian Ramadan. Rumah Amin kebetulan berdekatan dengan Mat Siri. Kepada tetangganya itu, Mat Siri kabarnya menyampaikan ancaman, kalau pengajian di rumah Amin menyinggung-nyinggung soal ajaran Syiah, maka dia dan yang lain akan berunjuk rasa ke rumah Amin.
Kasus Mat Siri itu tidak ada kelanjutannya, tapi sebulan kemudian muncul perselisihan antara Zainul Jakfar [anak asuh Rois] dan Mudawi [anak asuh Tajul]. Konon, Mudawi mengacungkan celurit kepada Zainul. Kejadian itu disaksikan oleh para tetangga, sehingga hampir memicu bentrok antara pengikut Rois dan Tajul.
Lalu entah apa hubungannya, FPI Pamekasan dan Ikatan Santri Karang Gayam melaporkan Tajul ke Polwil Madura pada 16 Oktober 2009. Alasan laporan mereka, ajaran Syiah yang dibawa Tajul telah membuat resah masyarakat. Laporan FPI ke polisi itu disertai ancaman, jika polisi tidak memberikan keputusan soal Tajul dan ajarannya, maka mereka akan berunjuk rasa mendatangi kediaman Tajul. Karena laporan FPI itu, kapolres Sampang bersama pejabat lain di Sampang membuat lima keputusan, yang intinya melarang Tajul menyebarkan ajaran Syiah.
Kasus berikutnya muncul 21 Januari 2011 di Bluuran. Gara-garanya, seorang ibu bernama Mitsirah menolak pemberian Rustami, anaknya yang Syiah. Rustami tersinggung dan kabarnya mengucapkan kata-kata yang intinya memutuskan hubungan silaturahmi antara orang tua dengan anak. Saudara Rustami bernama Mistari, yang mendengar ucapan Rustami kepada ibunya, tidak terima. Dia mengancam membunuh Rustami. Para tetangga datang untuk melerai tapi kasus itu tidak berkelanjutan, hingga terjadi kasus pada Kamis 29 Desember 2011: rumah-rumah dibakar dan orang-orang Syiah diusir.
Sembilan Perempuan

Rudy Setiadhi, Kepala Bakesbangpol Pemkab Sampang menjelaskan, kasus pembakaran di Karang Gayam dan Bluuran hanya puncak dari perseteruan panjang antara satu keluarga: Tajul dan Rois. Kali ini yang menjadi akar masalah adalah perempuan. “Bukan cuma satu perempuan, tapi masih ada sembilan perempuan. Halimah itu salah satunya. Dia itu masih anak-anak, masih SD. Rois itu suka kawin cerai, begitulah. Tajul itu tahu kebiasaan Rois, dan Rois tahu isi dapur Syiah,” kata Rudy.
Dia menjelaskan, pihaknya sudah berkali-kali berusaha mendamaikan keduanya, tapi perseteruan terus berlangsung. Beberapa hari setelah Lebaran tahun lalu, keduanya bahkan dipertemukan di ruang kerja Rudy. “Saya bilang ke mereka, ‘Ayolah rukun, tak usah berantam, kalian kan bersaudara’,” kata Rudy.
Rois mengaku tidak tahu persis, penyebab atau pemicu pembakaran rumah-rumah milik saudaranya, di Kamis yang nahas itu. Dia hanya mengatakan, penyebabnya banyak. “Saudara saya Tajul sering mengkhianati perjanjian musyawarah dengan pemerintah dan masyarakat,” katanya.
Terakhir, kata Rois perjanjian itu dibuat di Kecamatan Omben, 17 Desember 2011 atau 12 hari sebelum terjadi pembakaran. Pihak Tajul diwakili oleh Iklil. Isinya berupa pernyataan dari Tajul yang berjanji tidak akan mengadakan aktivitas dakwah demi kemaslahatan umat. Tajul mengonfirmasi surat pernyataan yang dibuat di Kantor Kecamatan Omben sebagai tulisannya, tapi menolak mengakui pernyataan-pernyataan lain karena dianggap rekayasa dan dibuat sepihak oleh orang-orang yang tidak senang kepada dirinya.
Rois akan tetapi tidak menolak, masalah kali ini bisa jadi juga dipicu soal perempuan bernama Halimah yang disebutkan oleh Rudy. Halimah adalah putri Mat Badri. Rois mengaku, perempuan itu telah dipinangnya karena permintaan istrinya Kholifah. Sewaktu dipinang, usia Halimah baru 12 tahun, masih duduk di bangku SD. “Saya sudah tidak mau, tapi istri saya yang meminta agar saya menikahi Halimah,” kata Rois.
Kholifah membenarkan bahwa Halimah sudah dipinang olehnya untuk suaminya. Belakangan, menurut Rois, Tajul meminta dirinya untuk melepaskan Halimah karena mau dinikahi oleh Tajul. “Saya mengalah,” katanya.
Tentu saja cerita Rois dan Kholifah dibantah oleh Tajul, Iklil, dan Mat Badri [orang tua Halimah]. Tajul menjelaskan, Halimah sebetulnya hanya diminta membantu di rumah Rois, bukan dipinang. Karena Rois dikenal sebagai kiai, orang tua Halimah mengizinkan anaknya ikut Rois.
Suatu hari, Tajul didatangi Zainal yang meminta tolong agar meminangkan Halimah untuk Dul Azid, anaknya. Tajul memenuhi keinginan Zainal tersebut dan pinangannya diterima oleh Mat Badri. Karena mengetahui Halimah telah dipinang oleh orang lain, Rois tidak terima dan memanggil Mat Badri, Zainal dan Dul Azid.
Sebelum memenuhi panggilan Rois, tiga orang itu meminta pendapat Tajul: apakah memenuhi panggilan Rois atau tidak. Tajul menyarankan agar tidak memenuhi panggilan Rois, dengan alasan Rois adalah orang yang temperamental dan suka memukul orang. “Saya kuatir mereka dipukul, dan mereka tidak memenuhi panggilan Rois,” kata Tajul.
Kini Halimah tinggal bersama suaminya di Surabaya. Iklil meminta anak perempuan itu tidak usah diekspos, karena kuatir mengganggu sekolahnya.
Preman dan adu jangkrik
Rudy menjelaskan, pembakaran rumah-rumah orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran juga diprovokasi oleh Rois. Dari catatan Zainal yang intel dari Pemda Sampang itu, Rois selama ini memang sering memutar rekaman video soal ajaran Syiah dan mempertontonkannya kepada warga yang ikut pengajian rutin di rumahnya. Rekaman video itu, antara lain berisi soal pembantaian pengikut Sunni oleh pengikut Syiah, dan ritual salat yang konon dilakukan pengikut Tajul di sebuah gereja di Malang.
 Dari cerita Iklil, pembakaran atas rumahnya, rumah Tajul dan rumah Saiful adik ipar Iklil [suami Hani] terjadi sistematis. Awalnya dia mendapat kabar dari Bu Misnawi bahwa ada sekelompok orang bersenjata tajam yang menuju rumah Tajul. Itu sekitar jam 9 pagi. Misnawi adalah tetangga Tajul, dia mendapat informasi dari Bu Ali yang melihat ada sekelompok orang bergerombol di jalan menuju rumah Tajul.
 Mereka pura-pura memperbaiki jalan, tapi menurut Iklil, sebetulnya justru merusak jalan. Tujuannya agar polisi tidak segera tiba  ke lokasi. “Saat itu saya sudah berusaha menghubungi kapolsek Omben tapi tidak ada di tempat. Saya lalu menghubungi kapolsek Karang Penang agar segera datang ke Karang Gayam. ‘Tolong ke sini, karena saya mendengar informasi ada orang-orang yang hendak datang ke rumah Tajul’,” kata Iklil.
 Upaya Iklil sia-sia, karena massa sudah muncul di rumah Tajul dan langsung merusak dan membakarnya. Dari jarak 20 meter, dia melihat dan mengenali beberapa orang yang ikut membakar. Antara lain Hosen dan Hasbullah. Orang-orang itu mengacungkan celurit kepada Iklil.
Di rumah Saiful yang juga ikut dibakar, Iklil mengenali Arifin, Sahrudin, Hudali, Masdi sebagai orang yang ikut membakar. Mereka semua menghunus celurit. Sebelum dibakar, tiga anak Saiful masih berada di dalam rumah. Berkat pertolongan tetangga, tiga anak itu bisa diselamatkan.
Hamid, tokoh pemuda Omben itu bercerita, sebelum massa membakar rumah Iklil, pada siang harinya, rumah itu sebetulnya sudah dijaga 13 polisi tapi karena kalah jumlah dengan massa, polisi itu tidak berdaya. Kapolres Sampang yang datang ke lokasi pada saat kejadian, bahkan juga ikut diancam. Hamid mengaku mengetahui semua itu dari cerita iparnya yang polisi dan ikut berjaga di rumah Iklil. Sementara Munif menjelaskan, salah seorang anak Rois juga ikut membakar.
Hali dan Daila
mi bercerita, orang-orang yang membakar itu mengenakan tutup wajah. Mereka tiba-tiba muncul dari balik bukit. Munif mendengar, anak Rois ikut pula membakar.
Umar menduga, mereka yang membakar rumah Tajul dan saudaranya bukan hanya berasal dari Karang Gayam, melainkan juga dari Karang Penang. “Mereka itu bukan santri. Itu para bromocorah. Mana ada, santri bawa-bawa celurit dan membakar rumah orang?” kata Umar.
Seorang pengurus PCNU Sampang punya cerita lain soal pelaku pembakaran. Dia mendengar, KH Syafiuddin Wahid, Rois Syuriah PCNU menyampaikan kasus pembakaran itu ada indikasi berhubungan dengan pembebasan Gunjeg dari tahanan polisi. Syafiuddin tak mau memberi penjelasan.
Gunjeg adalah tokoh preman. Dia warga Kecamatan Camplong, Sampang yang ditangkap polisi karena kasus judi sabung ayam. Kono, beberapa politisi berusaha membebaskan Gunjeg dari tahanan tapi Kapolres Sampang, Solehan bersikukuh tak mau melepaskan Gunjeg. Entah bagaimana ceritanya, Gunjeng kemudian bebas. Itu terjadi beberapa hari sebelum peristiwa pembakaran rumah-rumah milik orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran.
Seorang tokoh di Omben yang rumahnya sering dijadikan tempat berkumpul kepala desa mengungkapkan, setidaknya ada delapan kepala desa yang berpatungan masing-masing Rp 5 juta untuk membebaskan Gunjeng, tapi dia tidak melihat ada hubungan Gunjeg dengan kasus pembakaran di Karang Gayam dan Bluuran. Tajul dan Rois mengaku tahu siapa Gunjeg, tapi Rois menolak keras anggapan dirinya kenal dan berkawan dengan Gunjeg. Iklil mengungkapkan kebiasaan Rois adalah mengadu jangkrik.
Munif punya cerita berbeda. Dia mengaku pernah diminta untuk mendamaikan Rois dan Tajul oleh pihak kepolisian, tapi dia menolak. Alasannya, perseteruan kakak-beradik itu sudah ditunggangi kepentingan politik menjelang Pilkada 2013.
Kiai dari Kajuk Sampang, juga berpendapat, kasus di Karang Gayam dan Bluuran itu telah menjadi dagangan banyak pihak. Dari semula hanya persoalan keluarga, lalu ditarik atau digiring menjadi isu Syiah dan Sunni. Dengan menggiring perselisihan keluarga menjadi isu Syiah-Sunni, ada yang berharap mendapat dukungan.
Dia bercerita, kasus antara Rois dan Tajul sebetulnya sudah berkali-kali dicoba didamaikan tapi tidak selesai, dan sekarang menjadi semakin terbuka. Maka ketika persoalan keluarga ditarik menjadi persoalan paham, yang diuntungkan kata dia, adalah pihak yang selama ini tidak diuntungkan dari sengketa keluarga itu.
“Saya menduga Rois mendapat keuntungan. Dia tahu, masyarakat Madura adalah Sunni. Ini bombastis. Kalau kami, para kiai di Sampang sudah tahu dan paham ada perbedaan antara Syiah dan Sunni, tapi masyarakat yang awam sekarang mulai bertanya-tanya: Syiah itu apa, dan apa perbedaannya dengan Sunni?” kata dia.
Kasus [pembakaran] rumah-rumah orang-orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran kata dia sudah diprovokasi. “Sudah ada dan terjadi penggiringan opini kepada masyarakat dan berhasil. MUI Sampang, kemarin sudah menyatakan Syiah ajaran sesat. Loh, kenapa baru sekarang setelah terjadi pembakaran?” katanya.
NU dan Albayyinat
Menyusul kasus pembakaran rumah-rumah orang-orang Syiah dan pengusiran mereka, MUI dan PCNU Sampang, juga PWNU Jawa Timur mengambil kesimpulan dan menyebutkan ajaran Syiah sesat. Benar, PCNU dan PWNU tidak secara khusus menyebut Syiah dan hanya menyebutkan ajaran yang dibawa Tajul. Namun pernyataan itu hanya permainan semantik, yang intinya menolak Syiah karena faktanya Tajul adalah pengikut paham Syiah.
Seorang pengurus PCNU pernah mendengar, ada kesepakatan antara PWNU Jatim dan kapolda Jatim untuk tidak lagi menyebut Syiah melainkan hanya akan menyebut ajaran sesat. Informasi ini belum dikonfirmasi. “Kalau menyebut Syiah, itu berbahaya karena ada organisasinya,” katanya.
PCNU dan PWNU mengaku punya alasan mengeluarkan pernyataan ajaran Tajul sesat. M Faidhol, Ketua Tanfiziah PCNU Sampang yang ditunjuk menjadi juru bicara menjelaskan, alasan PCNU antara lain karena masyarakat luas menunggu, pendapat dan sikap NU terhadap ajaran dan provokasi Tajul. Alasan lainnya, agar tidak memperluas wilayah konflik akibat ajaran sesat Tajul dan provokasinya di masyarakat. “Kami meminta Pemkab Sampang mengeluarkan perda sesat karena tujuannya, agar tidak ada keresahan dan konflik atas nama agama,” kata Faidhol.
Dia menyampaikan hal itu dalam pertemuan di pendopo kabupaten Sampang, Selasa 3 Januari 2012. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain, Irjen Hadiatomo [Kapolda Jatim], Palty Simanjuntak [Kajati Jatim], Noer Tjahja [Bupati Sampang], Kapolres Sampang, KH. Abdus Samad Bukhori [Ketua MUI Jatim], KH. Miftahul Akhyar [Rois Syuriah PWNU Jatim], KH. Mutawakil Alallah [Ketua PWNU Jatim], KH. Muhaimin Abdul Bari [Ketua PCNU Sampang], dan Faidol Mubarok [pengurus PCNU Sampang.
Miftahul Akhyar menjelaskan, PWNU Jatim memang mendukung pernyataan PCNU Sampang. Dia mengaku, sudah menurunkan tim ke Sampang untuk mencari tahu akar masalah. Hasilnya: Tajul dinilai mengajarkan aliran sesat, karena antara lain mengajarkan salat hanya 3 kali sehari semalam, mengecam para auliya Batu Ampar Madura, ulama dan kiai dianggap anak zina. “Ini hasil sebagian investigasi Tim kami. Manakala ada kesalahan, kurang akurat, kami siap memperbaiki,” kata Miftah.
Dia menolak anggapan, PCNU dan PWNU sedang berpolitik dalam kasus ini. Dia juga membantah, bahwa PWNU mendapat dukungan dana dari al Bayyinat. “Tolong sebutkan, siapa yang menfitnah tentang dukungan dana itu? NU lebih kaya daripada al Bayyinat. Boleh diaudit, kalau perlu diperiksa KPK. Kebenaran tetap kebenaran. Anda dapat cerita darimana?” katanya.
Al Bayyinat adalah organisasi yang dipimpin Achmad Zein Alkaf. Dia juga pengurus di PWNU Jawa Timur. Kelompok Syiah di Indonesia menuding, organisasi itu sangat anti-Syiah dan paling aktif menggalang dukungan untuk menentang Syiah.
Lewat wawancara melalui email, Zein tidak menjawab soal dukungan dana kepada NU. Namun, apakah al Bayyinat dirancang khusus untuk mewaspadai dan menentang Syiah di Indonesia?
“Para pendiri al Bayyinat kebanyakan alumni Mesir, Mekah, Madinah, Yaman dan dari dalam negeri, didukung tokoh tokoh habaib di Indonesia dan luar Indonesia. Kami berkewajiban melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar [mengajak kebaikan dan mencegah perbuatan keji], ” kata Zein.
Dia pun menolak anggapan bahwa mengusir Syiah dari Indonesia dan menyatakannya sebagai aliran sesat bertentangan dengan Pansila dan UUD 1945. “Yang berbahaya bagi Pancasila dan UUD 45 adalah Syiah, karena mereka patuh hanya kepada Imam mereka di Iran,” kata Zein.
Dari semua teori dan penyebab konflik, kemarin kembali pecah kerusuhan di Karang Gayam dan Bluuran. Dua pengikut Syiah tewas, 3 luka-luka. Di kelompok penyerang, dikabarkan 2 orang luka berat. Orang-orang Syiah itu diserang ketika bersikeras kembali ke kampung halaman mereka untuk berlebaran dan bersilaturahmi dengan sanak famili, setelah terusir sekian bulan.
Karena kasus di Omben dan Karang Gayam itu, kini warga  awam pun mulai dengan mudah memberi cap orang-orang Syiah sebagai penganut aliran sesat. Mereka menilai paham mereka benar, sementara paham orang lain yang tidak sama adalah keliru dan kafir. Seperti kata Zein, mereka juga mengaku mengajak ke kebaikan dan mencegah kekejian.
Padahal kata seorang kiai di Omben, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tentu dan pasti tidak membakar, tidak merusak, dan tidak membunuh. Dalam ungkapan bahasa Madura, kiai itu berkata: emok ngetong jhelenna ajem, kaloppae sokona dhibhik niddhek tamaccok [mereka hanya sibuk menghitung langkah ayam, tapi lupa kaki mereka justru menginjak tahi ayam].

 Film Anti Islam, Langkah Putus Asa Musuh-musuh Islam

Wahai saudara-saudaraku kaum Muslim harus anda ketahui bahwa ini adalah langkah putus asa musuh Islam yang melihat Kebangkitan Islam yang terus tumbuh dan meningkat.



 Film Anti Islam, Langkah Putus Asa Musuh-musuh Islam
Menurut Kantor Berita ABNA, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyikapi penghinaan musuh-musuh Islam terhadap kesucian dan kemuliaan Nabi Muhammad Saw mengeluarkan pernyataan tertulis mengecam perbuatan tersebut dan menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah langkah putus asa musuh-musuh Islam untuk menghentikan kebangkitan Islam yang terus tumbuh dan meningkat.
Rahbar menyatakan dalam pesannya bahwa jika para politisi AS jujur bahwa pemerintah AS tidak terlibat dalam pembuatan film tersebut maka mereka harus membawa para pelaku kejahatan dan penghinaan tersebut ke meja pengadilan untuk mendapat hukuman yang setimpal.
Berikut matan pesan Rahbar tersebut yang ditujukan kepada bangsa Iran:
“Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang

Wahai bangsa Iran, Bangsa Islam yang besar

Tangan kotor dari musuh-musuh Islam sekali lagi telah melakukan kejahatan besar dengan cara menghina Nabi Agung, Muhammad saw. Cara yang mereka tempuh ini sangat menyedihkan. Tapi walaupun demikian, sesungguhnya Mereka sedang menampakkan ketakutan, frustasi dan kemarahannya karena melihat perkermbangan serta kemajuan Islam yang demikian pesat dari hari ke hari.

Adapun mengenai celaan ini, kita jangan merasa aneh karena film tersebut cukup untuk mengatakan bahwa mereka telah menargetkan satu hal yang paling suci dan sakral di dunia ini dan ingin menggantinya dengan kekotoran dan kebusukan.

Di balik semua ini sesungguhnya terdapat niat jahat Amerika Serikat dan zionis yang menerapkan kebijakan antagonis yang ingin merobohkan kesucian Islam dari posisi tinggi. Niat jahat tersebut tidak lain adalah delusi yang sia-sia.

Tujuan yang mereka lakukan adalah untuk menghilangkan kesadaran beragama dalam diri para generasi muda Islam kini. Tapi itu tidak akan berhasil.

Sebelum mereka, telah ada Salman Rushdie, kartunis Denmark, dan pendeta AS yang membakar Al-Qur'an (John Terry). Mereka melakukan rekayasa untuk memproduksi puluhan film anti-Islam yang didanai oleh perusahaan-perusahaan kapitalis Zionis. Sungguh hal ini adalah dosa besar dan tidak dapat dimaafkan.

Para tersangka utama dalam kejahatan ini adalah Zionisme dan pemerintah AS. Jika para politisi AS itu jujur dalam klaim mereka yang menyatakan ketidakterlibatannya dalam produksi film tersebut, mereka harus membawa para pelaku kejahatan ini dan pendukung finansial mereka - yang telah melukai hati umat Muslim- menghadapi hukuman yang sebanding dengan kejahatan besar mereka.

Wahai saudara-saudaraku kaum Muslim harus anda ketahui bahwa ini adalah langkah putus asa musuh Islam yang melihat Kebangkitan Islam yang terus tumbuh dan meningkat.”


Sayyid Ali Khamenei
13 September 2012

"Semua Akan Hilang dari Kalian, Jangan Terlalu Bersedih dan Bergembira"



روی عن علی «علیه‌السّلام» قال:
يَا ابْنَ آدَمَ لَا تَأْسَفْ‌ عَلَى‌ مَفْقُودٍ لَا يَرُدُّهُ إِلَيْكَ الْفَوْتُ وَ لَا تَفْرَحْ بِمَوْجُودٍ لَا يَتْرُكُهُ فِي يَدَيْكَ الْمَوْت

Diriwayatkan Imam Ali as berkata: "Wahai anak Adam! Jangan kalian menyesali atas sesuatu yang hilang darimu dan tidak akan kembali padamu, dan jangan kalian bergembira (secara berlebihan) atas sesuatu yang kau miliki dan kematian tidak membiarkannya tetap di tanganmu."

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan hadis tersebut dan mengatakan, "Seluruh masalah duniawi berporos pada dua hal yaitu al-faut (terlepas) dan al-maut (kematian). Dalam al-faut, kalian yang kehilangannya dan dalam al-maut kalian sendiri yang hilang atau mati. Tidak ada bedanya dalam hal ini. Intinya adalah kalian kehilangan sesuatu tersebut, dan yang harus kalian pikirkan adalah apa yang kalian miliki."

"Imam Ali menjelaskan masalah duniawi dengan dua kata al-faut dan al-maut. Jika kalian tidak kehilangannya yakni sesuatu itu pergi darimu, maka kalian sendiri yang akan hilang atau meninggalkannya. Tidak terlepas dari dua kondisi ini. Imam Ali ingin menjelaskan bahwa untuk apa kalian bersedih atau bergembira (secara berlebihan) atas sesuatu yang pada akhirnya akan hilang dan pergi meninggalkan kalian. Jika bukan karena hilang maka pada akhirnya kematian akan merampasnya dari kalian. Lebih baik memikirkan apa yang akan kalian bawa dan tidak pernah meninggalkan kalian yaitu amal saleh. Maka jangan membuang tenaga dan pikiran untuk meratapi sesuatu yang telah hilang atau meninggalkan kalian dan jangan terlalu bergembira dengan apa yang kalian miliki saat ini, karena pada akhirnya itu juga akan hilang. Perhatikan hal ini!"
مجموعه ورّام ج 2 ص 114












0 comments to "Innocence of Muslims vs Innocence of Zionist : Di satu sisi, kenyataan ini terasa ironis. AS telah memimpin perang melawan terorisme di Afghanistan dan Irak, dengan dalih memburu Al Qaida dan Usama bin Laden. Tapi di Suriah, AS justru bekerja sama dengan Al Qaida untuk menggulingkan Assad. Bahkan lebih ironis lagi, Al Qaida didirikan dan didanai oleh AS (ini bukan teori konspirasi, Hillary Clinton sendiri sudah terang-terangan mengakuinya, rekamannya bisa didapatkan di youtube)."

Leave a comment