Home , , , , , , , , , , , , , , � Pentingnya Identifikasi Musuh Islam Sunni dan Islam Syi'ah serta Musuh Manusia yaitu IBLIS & HAWA NAFSU...!!!!

Pentingnya Identifikasi Musuh Islam Sunni dan Islam Syi'ah serta Musuh Manusia yaitu IBLIS & HAWA NAFSU...!!!!


Hanya karena percaya rukun iman dan rukun Islam tak ubahnya paket yang “turun dari langit”, banyak orang melempar tuduhan sesat pada orang atau aliran yang berbeda.


Menggugat Dogma Final

Rukun Iman dan Rukun Islam:Produk Interpretasi Sektarian atau Dogma Final? *)
Oleh Muhsin Labib*


Rukun Iman
Banyak orang menjadikan enam rukun iman sebagai salah satu kriteria pembeda antara mukmin dan sesat. Sebagian masyarakat awam menganggap rukun iman dan rukun Islam sebagai paket yang “turun dari langit” yang dipandang final dan tak layak didiskusikan, bukan sebuah produk interpretasi tentang agama dan akidah yang tentu saja spekluatif dan subjektif. Sehingga karena mindset inilah tidak sedikit tuduhan “sesat” dengan mudah dilemparkan terhadap orang atau aliran yang berbeda dalam merumuskan prinsip akidah.
Benarkah itu sudah final? Bila tidak alergi terhadap kristisisme, mari mengamati substansi dan sistematika enam rukun tersebut.
Pertama
Enam rukun iman mazhab ini didasarkan pada al-Qur’an. Yang perlu diketahui ialah perbedaan antara ‘percaya kepada’ dan ‘kepada bahwa’. Sejauh pengetahuan saya, semua item dalam rukun iman itu lebih difaokuskan pada ‘kepercayaan kepada’, bukan ‘kepercayaan tentang’. Padahal kepercayaan kepada Allah, malaikat dan lainnya adalah buah dari kepada tentang wujud Allah, malaikat dan lainnya. Inilah paradoks yang terlewat oleh banyak orang.
Kedua
Dasar pembentukan rukun iman dalam mazhab Asy’ariah adalah teks suci. Padahal menjadikan teks sebagai dasar kepercayaan yang merupakan produk spekulasi rasional kurang bisa dipertanggugjawabkan. Tapi apabila al-Qur’an dijadikan sebagai dasar keimanan kepada Allah, yang merupakan sila pertama dalam rukun iman, maka konsekuensi logisnya, kepercayaan kepada al-Quran mendahului kepercayaan kepada Allah. Bukankah al-Qur’an diyakini sebagai wahyu Allah setelah meyakini keberadaan Allah dan setelah mengimani orang yang menerimanya (nabi)? Kepercayaan akan keberadaan Allah mesti diperoleh dengan akal fitri sebelum mempercayai al-Quran. Al-Quran adalah petunjuk bagi yang telah beriman, sebagaimana ditegaskan dalam ayat-ayat suci di dalamnya. Al-Quran adalah pedoman bagi yang mengimani Allah dan nabinya. Artinya, al-Quran dijadikan sebagai dasar setelah memastikan wujud Allah dan kemestian kenabian Muhammad.
Ketiga
Dalam teologi Asy’ariyah rukun Iman mendahului rukun Islam. Padahal dalam sebuah  ayat suci melukiskan bagaimana orang-orang Arab Badui mengakui telah  beriman  tapi Nabi s.a.w. diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru ber-Islam,  sebab  iman  belum masuk  ke  dalam  hati  mereka  (lihat, QS al-Hujurât, 49: 14): “Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Keempat
Rukun pertama adalah keimanan kepada Allah. Apa maksud dari kalimat ini? Apakah meyakini keberadanNya saja ataukah keesaannya? Sekadar ‘kata kepada Allah’ masih menyimbang banyak pertanyaan.2) Apakah iman ini berhubungan dengan ‘iman kepada’ ataukah ‘iman tentang ketuhanan’? persoalan teologi tidak sesederhana yang dibayangkan oleh sebagian orang. Pernahkah kita mendengar ayat yang terjemahannya (kurang lebih), “Dan apabila kau (Muhammad) tanya mereka, siapa yang menciptakan langit dan bumi, niscaya mereka berkata, Allah”. Bukankah ini sudah memenuhi standar keimanan kepada Allah?
Kelima
Rukun kedua adalah iman kepada malaikat. Mestinya bukan iman kepada para malaikat, tapi iman tentang malaikat. ‘Iman kepada’ mestinya muncul setelah ‘iman tentang’. Selain itu, iman kepada malaikat semestinya tidak muncul setelah iman kepada Allah (iman akan wujud Allah). Bagaimana mungkin bisa meyakini wujud para malaikat lengkap dengan departemen-departemannya sebelum mempercayai al-Quran yang mewartakannya? Kemudian, alasan yang mungkin dikemukakan oleh pendukung ialah bahwa iman kepada para malaikat itu tercantum sebagai salah satu sifat mukmin dalam al-Quran. Memang benar. Tapi, bila kepercayaan kepada atau tentang wujud para malaikat dianggap sebagai rukun (keyakinan fundamental) karena tertera dalam al-Quran, maka bukankah seluruh yang diberitakan dalam al-Quran juga mesti dijadikan rukun pula. Bayangkan berapa banyak yang mesti dicantumkan dalam list rukun itu! Bukankah semua yang ada dalam al-Quran mesti diimani (dipastikan adanya)? Kalaupun keimanan kepada (tentang) para malaikat memang sebuah keharusan, tapi mestikah dijadikan rukun? Apa alasan rasional dan implikasi teologis dari keimanan kepada malaikat sehingga layak menempati urutan kedua dalam rukun iman, apalagi rukun yang mendahului iman kepada kenabian?
Keenam
Rukun ketiga adalah iman kepada (tentang) kitab-kitab suci.1) Apa yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab suci? Apakah kita mesti beriman kepada Injil, Taurat dan zabur sebagai kitab Allah? Ataukah kita mesti meyakini bahwa Injil, Taurat dan Zabur pernah menjadi kitab-kitab suci? Apakah al-Quran juga termasuk di dalamnya? Bila al-Quran juga termasuk di dalamnya? Mana mungkin kita mengimani al-Quran dari teks al-Quran? Logiskah meyakini al-Quran sebagai wahyu karena al-Quran menetapkannya demikian di dalamnya? Selain itu, mestinya keimanan tentang Injil, Taurat dan Zabur sebagai kitab suci bersumber dari al-Quran, tapi meyakini al-Quran sebagai wahyu Allah bersumber dari kenabian Muhammad saw. Padahal keimanan kepada para nabi muncul setelah keimanan kepada kitab-kitab suci. Ini benar-benar membingungkan. Lagi pula, apa urgensi keimanan kepada (tentang) kitab-kitab itu sebagai rukun? Mengimaninya memang keharusan, tapi mengapa dijadikan sebagai rukun? Lagi-lagi, bila alasannya dicantumkan dalam list rukun iman karena tertera dalam al-Quran, maka mestinya banyak hal lain dalam al-Quran yang bisa dimasukkan dalam rukun-rukun iman.
Ketujuh
Rukun keempat adalah iman kepada (tentang) para rasul. Apakah yang dimaksud dengan ‘para rasul’ itu semua utusan minus Nabi Muhammad? Bila ya, mestinya hal itu diyakini setelah meyakini kenabian Muhammad saw. Padahal keyakinan akan kenabian Muhammad mesti tidak didasarkan pada al-Quran, karena keyakinan akan kebenaran al-Quran bersumber dari keyakinan akan kebenaran klaim Muhammad saw sebagai nabi. Keimanan kepada kebenaran al-Quran sebagai wahyu adalah konsekuensi dari keyakinan akan kebenaran Muhammad sebagai nabi. Bila tidak, artinya keimanan kepada para rasul plus Muhammad, maka hal itu menimbulkan kontradiksi. Bagaimana mungkin meyakini nabi Muhammad dan para nabi yang tercantum dalam al-Quran, padahal keyakinan akan al-Quran sebagai kitab wahyu muncul setelah keyakinan akan kebenaran klaim kenabian Muhammad saw sebagai nabi.
Kedelapan
Rukun kelima adalah iman tentang ketentuan Allah, baik dan buruk. Ini salah satu paradoks teologi yang paling membingungkan. Poin kelima ini telah dikritik oleh para teolog Sunni kontemporer karena dianggap sebagai sumber fatalisme.
Kesembilan
Rukun keenam adalah iman kepada (tentang) hari akhir. Inilah poin keimanan yang letaknya paling sistematis. Ia memang pantas berada di urutan terakhir. Hanya saja, perlu diperjelas, apakah hari akhir itu hari kiamat (di dunia) atau hari setelah kebangkitan (pasca dunia).
Kesepuluh
Yang mengejutkan ialah, bahwa manusia yang mengimani enam rukun diatas, meski tidak mengucapkan dua kalimat syahadat, bisa dianggap mukmin. Mengapa?
Rukun Islam
Pertama
Rukun Iman Asy’ariyah tidak memuat dua kalimat syahadat. Ini cukup menimbulkan kebingungan. Padahal, kadar minimal dari iman yang mesti dipenuhi adalah iman kepada Allah Yang Esa, Kerasulan dan Kebangkitan. Inilah yang menuntut penerapannya secara lahir melalui shalat, puasa dan lainnya.
Sedangkan batas terbawah dari kekufuran adalah pengingkaran secara terang-terangan terhadap suatu perkara setelah menyadari kebenarannya, dan bertekad untuk menentangnya. Syirik (mengingkari tauhid) salah satu pemuncak kekufuran.
Kedua
Rukun Islam dalam teologi Asy’ariyah dimulai dengan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhamamad adalah utusan Allah. Konsekuensinya yang pertama, bila rukun iman mendahului rukun Islam, maka seseorang bisa dianggap mukmin sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat.
Konsekuensi kedua, bila dua kesaksian tersebut berdiri sejajar dengan shalat, puasa dan ibadah lainnya, maka penyebutan dua kata tersebut hanyalah bersifat fiqhiah, normatif, ta’abbudi, bukan aqidah dan produk inteleksi. Konsekuensi ini muncul sebagai akibat dari diturunkannya penyaksian ini pada rukun Islam.
Konsekuensi ketiga, kesaksian akan Allah dan kerasulan hanyalah sebuah ibadah yang masuk dalam regulasi fikih dengan hukum wajib, sebagaimana shalat dan puasa.
Konsekuensi-konsekuensi demikian sungguh membingungkan. Betapa tidak, dua kalimat syahadat itu adalah intisari dari totalitas dan iman dan Islam.
Ketiga
Dalam rumusan rukun Islam. shalat menempati urutan kedua setelah syahadat. Padahal secara sistematis, syahadat tidak berdiri sejajar dengan shalat, karena shalat memerlukan syahadat, sedangkan syahadat tidak memerlukan shalat. Mestinya shalat tidak berada dalam posisi berurutan dengan syahadat, atau syahadat semestinya tidak berada dalam satu kavling dengan shalat. Shalat bahkan tidak sah tanpa syahadat. Itu artinya, syahadat menjadi syarat bagi keabsahan shalat. Relasi antara keduanya tidak bersifat mutual. Bila diposisikan sejajar, maka ia menjadi semacam poin optional sebagai puasa dan zakat. Seseorang tetap disebut Muslim bila bersyahadat meski tidak shalat, puasa dan zakat. Sebailnya, tanpa syahadat, shalat dan puasa tak sah. Dengan kata lain, akan lebih aman secara sistematis, bila syahadat tidak menjadi salah satu bagian dalam rukun Islam.
Keempat
Menempatkan puasa sebagai bagian dari rukun Islam setelah shalat memang tepat, karena ia dan shalat sama-sama bersifat ritual dan praktis. Ini sama sekali berbeda dengan syahadat yang lebih ditekankan aspek pemikiran dan teoritikalnya. Zakat dan haji pun demikian, sudah tepat berada dalam urutan berikutnya. Hanya saja,shalat, puasa, zakat dan haji terasa lebih bersifat ritual. Akan lebih sempurna, bila ibadah sosial juga masuk di dalamnya seperti Amar makruf dan Nahi Mungkar yang bias ditafsirkan sebagai kewajiban menegakkan keadilan sosial dan memberantas kezaliman termasuk korupsi.
Interpretasi Sektarian
Rumusan Rukun Iman dan Rukun Islam adalah konsensus atau konvensi, sementara sesungguhnya banyak dasar yang menunjukkan bahwa Rukun Islam dan Rukun Iman bisa didefinisikan dan ditetapkan sebagai memiliki jumlah dan kandungan yang berbeda.
Pertama:
Rukun Iman dan Rukun Islam yang dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia hanyalah interpretasi spekulatif (pemikiran) yang tidak mewakili pandangan teologi Sunni secara menyeluruh, karena Asyariyah adalah satu satu mazhab dalam himpunan mazhab Ahlussunnah.
Mazhab teologi Almaturidiyah dan Mu’tazilah, yang notabene lebih “sunni” dari Syiah mempunyai rumusan sendiri tentang substansi rukun Iman dan rukun Islam yang berbeda dengan rumusan Asya’riyah.
Ahlulhadits dan Teologi Salafi yang mengaku menganut teologi Ahmad bin Hanbal juga memberikan rumusan detail tentang akidah yang berbeda dengan Asy’ariyah. Sejarah membuktikan adanya ketegangan berdarah antara penganut Asy’ariyah dan Ahlul-Hadits, yang sama-sama Sunni, dalam sengketa seputar Kalam Allah.
Kedua:
Rukun Iman dan Rukun Islam yang dikenal luas oleh masyarakat Muslim Indonesia sebenarnya adalah salah satu penafsiran teologis yang dirumuskan dari sebagian riwayat-riwayat dalam khazah hadis dan Sunnah.
Dalam literatur hadis Ahlussunnah sendiri terdapat banyak riwayat yang menyebutkan versi berbeda dengan Rukun Iman dan Rukun Islam yang dibakukan dalam teologi Asy’ariah.
Di bawah ini sebagian buktinya, sesuai dengan hadis-hadis sahih di kalangan Ahlus-sunnah:
Hadis sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya,1/30 Bab al Imân Ma Huwa wa Bayâni Khishalihi:
Riwayat dari Bukhari:
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi saw. muncul di hadapan orang-orang. Kemudian Jibril mendatanginya dan berkata, ‘Apakah iman itu?’ Beliau menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, percaya kepada pertemuan dengan-Nya, kepada rasul-rasul-Nya dan Anda percaya kepada yang ghaib.’”
Riwayat dari Muslim:
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi saw. muncul di hadapan orang-orang. Kemudian Jibril mendatanginya dan berkata, ‘Apakah iman itu?’ Beliau menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, percaya kepada pertemuan dengan-Nya, kepada rasul-rasul-Nya dan Anda percaya kepada yang ghaib.’”
Hadis di atas menyebutkan bahwa Rukun Iman itu hanya:
(1) Beriman kepada Allah,
(2) Kepada para malaikat,
(3) Kepada kitab-Nya,
(4) Perjumpaan dengan-Nya,
(5) Kepada para rasul.
Tidak ada sebutan apapun tentang kewajiban percaya kepada Qadha’ dan Qadar
Hadis sahih dalam  riwayat Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya,1/35 Bab al Amru Bil Imân Billah wa rasûluhi, seperti di bawah  ini:
قال امرهم بالايمان بالله وحده، وقال هل تدرون مالايمان بالله ؟ قالوا الله ورسوله اعلم، قال شهادة ان لااله الا الله وأن محمدا رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة وصوم رمضان وان تؤدوا خمسا من المغنم
“Aku perintahkan kamu agar mengesakan keimanan hanya kepada Allah! Tahukan kamu apa iman kepada Allah itu?” Mereka menjawab, ”Tidak.” Beliau bersabda, ”Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan membayar khumus (seperlima dari keuntungan/perolehan).”
Hadis di atas menegaskan bahwa inti keimanan itu sebagai berikut:
1. Bersaksi Tiada Tuhan Selain Allah,
2. Dan bersaksi Muhammad adalah rasul Allah,
3. Menegakkan shalat,
4. Membayar zakat,
5. Berpuasa di bulan Ramadhan
6. Membayar khumus.
Dengan demikian, ketiadaan unsur-unsur tertentu dalam rumusan Rukun Islam dan Rukun Iman tak boleh dipahami bahwa unsur-unsur tersebut adalah prinsip yang niscaya dalam keislaman dan keimanan seseorang.
Ketiga :
Kata “rukun iman” dan “rukun Islam” adalah rumusan yang dibuat berdasarkan interpretasi kelompok dan aliran Asy’ariyah, bukan dogma final yang “wajib” diterima tanpa bias didiskusikan oleh siapapun, sehingga tidak akan pernah absah menjadi parameter menilai sesat dan tidak sesat. Dengan kata lain, tidak mengikuti rumusan teologi Asy’ariyah yang lazim disebut “Rukun Iman” dan “Rukun Islam” tidak bisa serta merta ditafsirkan sebagai menolak prinsip-prinsip dasar akidah Islam. Menilai apalagi mensesatkan keyakinan orang yang tidak sekeyakinan dengan dasar keyakinan sendiri tidaklah bijak dan menghalangi harapan kerukunan antar Muslim.
*) Doktor Filsafat dan Teologi Islam  








Doktor Muhsin Labib: Polisi Bukan UNHCR, Relokasi Bukan Solusi Sampang!



Berikut transkrip Wawancara dengan Dr. Muhsin Labib, cendikiawan Muslim Indonesia terkait penyerangan Sampang dan tawaran relokasi oleh polisi untuk para pengungsi Syiah.

IRIB: Mengenai masalah yang diungkapkan oleh Jenderal Timur Pradopo bahwa solusi kerusuhan Sampang adalah relokasi korban, bagaimana pendapat bapak  Muhsin Labib?

Muhsin Labib: Begini, yang paling penting kita ketahui adalah bahwa yang berhak menentukan nasib para pengungsi adalah para pengungsi itu sendiri. Apa yang diinginkan oleh pengungsi itu sudah punya pilihan, bahwa mereka menginginkan untuk kembali ke kampung halamannya. Tempat di mana mereka hidup, tempat mereka beranak-pinak, punya lahan kerja, punya pertanian dan lain sebagainya. Mereka memilih hidup di situ.

Sementara bila kita lakukan relokasi itu, pertama berarti memisahkan mereka dari masa lalu mereka, dari kehidupannya. Membangun lagi dengan kesulitan-kesulitannya. Mereka ini bukan kelompok yang mapan secara ekonomi. Kedua, pasti akan berefek terhadap masyarakat sekitar (di tempat) yang membangun ulang. Kita tidak tahu apakah masyarakat itu menerima atau tidak. Ketiga, relokasi itu berarti bukan menyelesaikan masalah. Menyelesaikan masalah itu adalah dengan menyadarkan penyerang. Satu contoh, apabila satu orang atau sekelompok orang mencuri di rumah orang, melakukan penjarahan, kemudian polisi mengatakan kepada korban, "ya penyelesaiannya Anda meninggalkan rumah saja". Apakah itu solusi? Solusi seharusnya adalah menegakkan hukum. Siapapun (pihaknya) mayoritas atau minoritas. Apakah kelompok agama atau non-agama. Itu yang perlu. Ini (yang terjadi) bukan menegakkan hukum namanya. Akhirnya kepolisian menjadi semacam UNHCR, lembaga penanganan pengungsi, bukan lembaga hukum.

Keempat, bahwa dengan kita melakukan relokasi itu berarti pembenaran terhadap keinginan pihak-pihak tertentu yang ingin mengusir. Dan itu berarti tidak berpihak kepada korban. Ini yang perlu dihindari. Apakah kemudian polisi merasa tidak mampu, hingga punya ide untuk relokasi, ini yang perlu kita pertanyakan.

Namun yang lebih penting adalah memikirkan bagaimana kaum minoritas bukan hanya di Sampang. Ini logikanya yang dibangun adalah menyelesaikan masalah dari akibat, bukan dari sebab. Yang perlu dilakukan oleh polisi adalah menelusuri akar persamalahannya apa, sehingga terjadi kekerasan. Sehingga orang dengan leluasa membunuh, membakar (dan) menjarah. Ini yang perlu dilakukan.

Lah kalau setiap kali kejadian polisi melakukan relokasi lagi, polisi menawarkan relokasi lagi, sementara pokok persoalannya tidak diselesaikan. Nah itu tugas polisi melakukan investigasi. Di luar penghormatan kepada gagasan kapolri, menurut saya yang lebih penting, pertama negosiasi, tanyakan kepada pengungsi sendiri, apa yang mereka inginkan. Kemudian (kedua) apakah polisi sudah memberikan jaminan bahwa mereka akan mendapat hak-haknya sebagai bagain dari masyarakat.  Ketiga, bukankah penyelesaian yang lebih penting adalah mencari akar persoalannya dan menelusuri sebab-sebanya, serta menindak tegas penyebab-penyebabnya. Kalau tidak ya akan terjadi dan terulang lagi persoalannya. Ini bukan penyelesaian yang berarti komprehensif.

IRIB: Apa akar persoalannya?

Mushin Labib: Akar persoalannya, adanya ketidaksadaran yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang memang tidak memiliki komitmen terhadap NKRI, tidak memiliki keyakinan terhadap nasionalisme, bahwa negara kita itu dibangun dengan kemajemukan. Perbedaan itu adalah salah satu sumber kekayaan negara kita. Bangsa ini menjadi kaya karena punya beragam etnis, beragam agama, beragam keyakinan dan lain sebagainya. Nah,ini adalah ancaman terhadap fenomena nasionalisme, ancaman terhadap kebhinekaan, ancaman terhadap pilar-pilar negara. Ini sebetulnya.Apakah kemudian sebetulnya di baliknya ada tokoh-tokoh agama dan sebagainya, (ini adalah) tugas negara untuk melakukan penyadaranketika memang masyarakat tidak menyadari bahwa negara ini bukan properti milik kelompok tertentu tapi dibangun berdasarkan asas Pancasila yaitu kebhinekaan. Ini yang perlu dilakukan. Bukan setiap kali ada penyerangan kita melakukan relokasi. Mencari aktor-aktornya juga setengah-setengah.

Warga negara, apapun agama dan mazhabnya harus dihormati, dan harus dilindungi. Itu yang paling perlu. Bukan malah menawarkan solusi yang kayaknya malah menunjukkan kelemahannya (dan) ketidakberdayaan. Seharusnya negara menjadi pengayom dan penegak hukum di negara ini. Karena negara ini bukan milik siapa-siapa, adalah milik bangsa. Sulit rasanya kalau kita konsentrasikan setiap kelompok etnis, agama, dan aliran di satu tempat tertentu. Kita harus membaur, kita harus menggalang sosialisasi, kira harus menerima keragaman. Pelangi itu indah karena keragamannya. Itu yang perlu dipahami.

Saya kira persoalannya begini,  ini harus dilihat secara baik, jeli (dan) komprehensif, supaya tidak muncul kecurigaan-kecurigaan bahwa jangan-jangan polisi sudah kehilangan wibawa di hadapan kelompok-kelompok anarkis, kelompok-kelompok ekstrim, yang anti-kebhinekaan. Ini bisa menggerus kelompok minoritas lain. Bahaya kan? Bahaya sekali.

Jadi akar persoalannya apa? Adalah orang-orang yang menganggap beda itu sebagai musuh. Menganggap sinomimbahwa sesat dan beda itu sama. Karena itu jangan sekali-sekali siapa pun, apakah dia memiliki posisi keagamaan tertentu di tengah masyarakat atau tidak, apakah itu lembaga mengatasnamakan perkumpulan ramai atau tidak, itu tidak ada urusan. Karena yang harus dijunjung tinggi dan diutamakan adalah Pancasila, keragaman(dan) kebhinekaan itu.

Undang-undang dasar, konstitusi dan Pancasila, menurut saya itu yang harus ditawarkan. Menolak itu,berarti ekstrimis. Dan kita sudah disibukkan dengan teori-teori yang selalu menganggap negara initoghut. Mengapa? Karena mereka tidak meyakini kebhinekaan. Mereka ingin membatasi kelompok agama tersendiri. Bukan hanya untuk kelompok agama sendiri, (melainkan) hanya untuk kelompok tertentu, dan bukan agama tertentu. Dan ini berbahaya menurut saya.

IRIB: Jadi ini ancaman terhadap disintegrasi bangsa ya pak Labib?

Muhsin Labib: Ini satu fenomena, tapi yang bisa dianalisis bahwa ini adalah contoh ambruknya bangunan nasionalisme yang sudah makin terancam. Apa yang bisa dilakukan ketika dialog diganti dengan penyerbuan? Ketika kesantunan yang jadi modal kita untuk menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa sopan santun, (sudah) tidak ada?Kita sudah disibukkan dengan kerusuhan. Di Sampit, orang hanya karena beda suku, dibunuh. Di Poso, orang hanya karena berbeda agama, kemudian membakar, membunuh dan lain sebagainya. Hanya kadang-kadang beda suku atau beda kampung, di televisi juga menunjukkan itu terus setiap hari. Anak-anak sekolah berseragam membawa parang dan lain sebagainya. Ini persoalan.

Ini bukan hanya Sampang. Sampang hanya sebuah fragmen, contoh. Tapi itu harus menjadi PR bagi polisi dan penegak hukum negara ini secara umum. Tunjukkan wibawa. Mereka sudah mendapatkan mandat, mendapatkan amanat dari bangsa ini. Lakukan! Jangan setengah-setengah! Dan saya pikir para ekstrimis yang menolak keragaman, hanya segelintir orang, yang kemudian karena kepentingan-kepentingan politik sesaat memanfaatkan agama dan aliran sebagai kedok.

Mayoritas masyarakat kita cinta damai, sudah lama bergaul, dan Syiah juga bukan fenomena baru, sebetulnya sudah lama. Anehnya ketika sudah terjadi penyerangan kan mestinya ada prevensi. Mestinya ada penegakan hukum. Ini, yang melakukan penyerangan dihukum tiga bulan, malah yang jadi korban divonis dua tahun.

IRIB: Bapak tadi menyebutkan bahwa mazhab Syiah ini sudah sangat lama ya pak, bisa mungkin dijelaskan?

Mushsin Labib: Syiah ada di Aceh, Bengkulu, di Jawa, di mana-mana, dan itu menjadi perekat. Dan penelitian-penelitian yang dilakukan para ulama, para sarjanayang menunjukkan punya kaitan dengan sejarah masuknya dari Gujarat, Persia dan segala macamnya itu, menunjukkan bahwa Syiah itu jangan dikaitkan dengan Revolusi Islam Iran. Syiah itu sudah sangat lama. Nurkholis Majid mengatakan bahwa bendera merah putih itu terinspirasi dari Hasan dan Husein simbol perdamaian dan simbol pengorbanan.

IRIB: Jadi Syiah itu sudah menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia yang tidak bisa dipisahkan.

Muhsin Labib: Ada bahkan universitas menggunakan nama Syiah, apa yang harus dilakukan? Kalau mazhab Syiah itu adalah mazhab baru, mazhab baru itu adalah aliran agama ekstrim yang dibentuk setelah berdirinya sebuah negara mengatasnamakan sebuah suku atau marga. Itu baru disebut Islam yang baru. Sementara Islam yang lama, Islam yang tahlilan, Islam yang tabarruk, Islam yang ziarah. Itu yang ada. Dan makanya aneh kalau ada orang yang mengatasnamakan dirinya NU tapi kalau Syiah itu berarti penyusupan dalam NU. Jelas-jelas pemimpin NU, tokoh-tokoh, Gusdur, PBNU jelas-jelas menerima Syiah sebagai bagian dari Islam, tiba-tiba ada sekelompok orang yang mengatasnamakan NU lalu menfatwakan Syiah itu sesat. Tidak ada landasannya itu.

IRIB: Terakhir, saya tanyakan mengenai KUHP 156 berkaitan dengan pasal penodaan agama. Menurut bapak Labib sebagai cendikiawan Muslim apalagi bidang Anda adalah doktor pemikiran Islam, bagaimana Anda melihat masalah ini?

Muhsin Labib: Iya itu kembali lagi pada anatomi pemahaman agama. Memahami Islam itu satu, tapi cara memahaminya itu banyak. Umatnya satu, tapi cara memahami keumatannya berbeda-beda, ini yang tidak islami. Apakah ketika saya memahami agama dengan cara saya kemudian saya dianggap menodai? Bayangkan kalau setiap berbeda kemudian dianggap menodai agama, kemudian divonis penjara, mungkin harus menyediakan area berapa ribu hektar untuk penjara itu.

Tanpa bukti, hanya karena beberapa bisa dihadirkan jadi sanksi, kemudian orang bisa divonis menodai agama. Pemahaman agama tetap relatif, subyektif, dan tidak bisa orang memaksakan pemahamannya tentang agama. Apalagi memang masih bisa diperdebatkan. Masih bisa didialogkan. Ini yang aneh. Kalau ada Syiah disesatkan, hanya terjadi di Indonesia, terjadi di Jawa Timur, di seluruh dunia ini. Bahkan di Arab Saudi, yang sudah jelas-jelas berbeda secara teologis, secara lebih ekstrim daripada yang lain, Syiah diterima. Syiah di OKI. Iran sebagai negara yang sudah dianggap sebagai representasi negara-negara yang mayoritas Syiah, sempat memimpin OKI. Dan bayangkan kalau Syiah itu semua sesat dan dianggap menodai agama, dan sesat bahkan kafir, sah dan halal darahnya gan juga tanaman dan hewan ternaknya juga dianggap sesat akhirnya dibakar, itu berarti Masjidul Haram dan Masjid Nabawi selama ratusan tahun sudah dinodai. Dan bahkan oleh orang-orang non-Muslim, yang kafir, yang sesat, yang halal darahnya yang menodai agama. Berapa orang yang banyak menodai agama.

Ternyata bukan agama yang dimaksud. Berbeda dengan cara memahami orang. Saya memang berbeda dalam pemahaman dengan banyak orang. Bahkan antara Sunni juga berbeda. Ini negara agama, negara Pancasila. Diperjelas sejak awal, kalau memang ini negara hanya milik kelompok agama tertentu, ya memang jelas.  Tapi kalau menggunakan prinsip Pancasila, ya kembalikan merah putih, kembalikan kebhinekaan, bikn kontrak sosial itu. Wujudkan harapan para pendiri negara ini, jangan dikooptasi. Jangan dianggap jadi properti buat kelompok tertentu. Apapun alasannya, mau ulama, kiyai, pendeta, tidak ada yang bisa mengangkangi UUD Pancasila. Itu harga mati. Dan Syiah berani mati untuk mempertahankan itu. Dan adalah milik bangsa Indonesia. Jadi mereka berahadapan dengan musuh-musuh nasionalisme, ini adalah contoh kecil keragaman yang memperkaya negara ini. Jadi kalau ada orang yang menolak keberagaman, berarti berhadap-hadapan dengan negara ini. Jangan ditafsirkan masing-masing. (IRIB Indonesia/MZ/PH)

Bila ingin mendengarkan rekaman wawancara kilik di sini.

Wawancara Rahbar; Bila Orang Seusia Saya Masih Berolahraga, Anda Pasti Tahu Kewajiban Pemuda!



Salah satu aktifitas Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei adalah mendaki gunung. Beliau sering dan secara rutin mendaki puncak-puncak gunung Tehran. Berikut ini wawancara wartawan IRIB bersama Ayatullah Sayid Ali Khamenei saat melakukan pendakian gunung.

Apa tujuan anda melakukan pendakian gunung?

Tujuan saya adalah berolahraga.

Selain mendaki gunung, apakah anda juga melakukan olahraga lainnya?

Sekarang tidak, saya tidak sempat. Tapi sebelumnya saya sering melakukan pemanasan dan bermain bola voli. Sejak muda saya menyukai olahraga ini. Namun sekarang saya tidak banyak meluangkan waktu untuk itu. Cuma kalau ada waktu saya mendaki gunung.

Sejak kapan anda memulai olahraga mendaki gunung?

Saya suka mendaki gunung sejak masih muda. Di masa muda itulah saya selalu mendaki gunung. Namun pendakian saya ini tidak bisa dikatakan sebagai pendakian profesional. Di masa muda saya sering pergi ke puncak-puncak gunung bahkan terkadang saya menempuh pendakian siang-malam di pegunungan selama tiga sampai empat hari bahkan sekitar satu minggu. Tapi sekarang tidak demikian. Saya tidak lagi bisa melakukan hal itu karena selain usia saya yang tidak mengizinkan, saya juga tidak punya waktu untuk mendaki gunung.

Silahkan Anda memberikan pesan soal olahraga!

Anjuran saya, para pemuda hendaknya berolahraga. Setiap kali saya melihat puncak-puncak gunung bagian utara Tehran, mungkin ada sepuluh jalan yang menggabungkan deretan-deretan gunung yang besar dan menyenangkan ini, tapi masyarakat tidak memanfaatkannya, saya sangat menyayangkannya.

Setiap kali saya mendaki gunung dan saya melihat suasananya sepi, saya menyayangkan mengapa para pemuda bahkan yang bukan pemuda pun tidak menggunakan nikmat ilahi dan kesempatan yang berharga ini?

Saya sendiri telah memulai pendakian gunung ini sejak tahun baru Iran, Nouruz sampai pertengahan musim gugur, yakni ketika salju mulai membeku dan adanya bahaya tergelincir di pegunungan. Setelah itu saya tidak lagi mendaki gunung.

Pada hakikatnya dalam setahun saya meliburkannya selama lima bulan. Namun selainnya yakni selama tujuh-delapan bulan sampai pertengahan musim gugur, saya mendaki tiga kali dalam seminggu. Tapi yang sering terjadi adalah saya tidak sempat mendaki sampai tiga kali dalam seminggu, yakni dalam seminggu saya hanya mendaki dua kali atau bahkan sekali. Namun tidak pernah terjadi dalam seminggu tidak mendaki sama sekali.

Tentunya, anda bisa melihat di sini jalurnya panjang. Bagi saya jalur Kulakchal agak panjang. Oleh karena itu saya tidak selalu melewati Kulakchal. Setiap tahun hanya sekali atau dua kali saya menelusuri jalur panjang. Selain itu, biasanya saya mendaki jalur biasa yang dilalui juga oleh masyarakat atau jalur yang agak sepi, saya mendaki sekitar selama satu jam dan kembali turun lagi.

Baiklah... Anda juga harus melihat usia saya. Para pemuda yang mendaki gunung usianya sekitar tiga puluh atau tiga puluh dua tahunan atau lebih muda. Usia segitu semuanya terhitung sebagai anak-anak saya. Ketika saya dengan usia yang ada dan pelbagai macam kesibukan, menyempatkan waktu bagi saya adalah sebuah perjuangan, ketika saya bisa berolahraga dan rajin mendaki gunung di tengah-tengah banyaknya pekerjaan dan kesibukan, dengan usia yang semakin tua dan selera yang semakin berkurang, Anda tentu tahu apa sebenarnya tugas para pemuda!

Anjuran saya adalah para pemuda hendaknya melihat saya. Ketika saya mendaki gunung dan saya melihat pendaki gunung yang usianya lebih tua dari saya dengan kekuatan jasmani dan kegigihan semangatnya mendaki gunung, saya betul-betul menikmatinya.

Tentunya saya tekankan, ketika kami mengatakan para pemuda, bukan berarti olahraga hanya khusus para pemuda. Tidak. Sebagaimana olahraga perlu bagi para pemuda, bagi orang-orang yang lebih tua juga perlu. Bahkan bisa dikatakan perlu bagi para pemuda dan wajib bagi para orang tua. Anda mengerti? Karena orang-orang yang menginjak usia tua tidak berolah raga, maka ia akan cepat tua dan pasti akan mengidap efek penuaan dan tidak akan lagi bisa beraktifitas. Bila seseorang bisa bekerja dan berusaha dan melanjutkan usianya sampai sepuluh, dua puluh tahun lebih panjang dengan berolah raga, mengapa ia tidak melakukannya? Ini maksud saya!

Oleh karena itu, saya anjuran kepada semuanya untuk berolahraga. Baik para pemuda, orang tua maupun usia baya, laki-laki maupun perempuan.  

Kadang-kadang di jalur Kulakchal ini, ketika saya mendaki atau sebaliknya ketika turun, saya melihat ibu-ibu mendaki sambil memakai hijab chadur hitam. Padahal sebagian dari jalur ini sangat terjal dan menurut istilah kami orang-orang mashad Qalb. Mereka menelusuri jalan-jalan terjal itu dengan kesabaran sambil memakai chadur hitam, inilah yang disebut dengan semangat. Saya menyanjung wanita-wanita semacam ini demikian juga para orang-orang tua yang menelusuri jalur panjang ini.

Dengan demikian, saya anjurkan kepada seluruh masyarakat untuk berolahraga. Tentunya dari sekian macam olahraga saya tidak menganjurkan olahraga tertentu. Setiap orang hendaknya berolahraga sesuai dengan kesukaan, kondisi, alam dan fasilitas yang dimilikinya. Akan tetapi, olahraga yang paling murah adalah mendaki gunung. Ini sudah kami uji dan tidak ada biayanya sama sekali, meski hanya sebuah bola kecil. Seseorang memakai sepatunya, berjalan naik ke gunung dan berolah raga dan menikmati udara segar dan pemandangan alam.

Saya anjurkan jangan sampai melupakan olahraga. Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak-bapak yang ikut datang di jalan yang panjang ini sekalipun ini adalah taufik yang didapatkan secara bersama-sama untuk berolah raga. Juga berterima kasih kepada Anda, bapak-bapak kameramen dan para pendamping lainnya. (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)


Pentingnya Identifikasi Musuh: Refleksi dari Konferensi Women and Islamic Awakening, Tehran 2012



Oleh: Dina Y. Sulaeman*

"..kenali musuh Anda, kenali diri Anda sendiri, dan kemenangan Anda tidak akan terancam."
(Sun Tzu, The Art of War)

Pengantar
Pada tanggal 10-11 Juli 2012, Republik Islam Iran menyelenggarakan Konferensi Internasional bertajuk ‘Women and Islamic Awakening'. Konferensi ini termasuk dalam rangkaian konferensi Islamic Awakening yang telah diselenggarakan di Iran sejak bulan September 2011.

Pada bulan September 2011, diselenggarakan Konferensi Islamic Awakening yang dihadiri lebih dari 700 pemikir dan tokoh-tokoh muslim dari 80 negara.

Lalu, sebagai tindak lanjut dari konferensi tersebut, dibentuklah World Assembly of Islamic Awakening, dengan markas tetap di Tehran. Anggota Dewan ini terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka dari berbagai negara muslim dan yang ditunjuk sebagai Sekjen adalah Ali Akbar Velayati (mantan Menlu Iran).  Pada 10-11 November 2011, para anggota World Assembly of Islamic Awakening itu mengadakan sidang di Tehran. Dalam sidang yang dihadiri oleh 25 tokoh terkemuka dari  17 negara muslim itu, didiskusikan perkembangan terakhir terkait kebangkitan negara-negara muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Selanjutnya, pada bulan Januari  2012, diadakan Konferensi Pemuda dan Kebangkitan Islam, yang diikuti oleh lebih dari 1000 pemuda/pemudi dari 73 negara.

Yang menarik, konferensi ke-3 diselenggarakan dengan mengundang para penyair dari negara-negara muslim, sehingga tema konferensi adalah, "Islamic Awakening Poetry Congress". Menurut Velayati, peran puisi dan penyair dalam sepanjang sejarah kebangkitan Islam sangatlah signifikan. Melalui syair-syair revolusioner, para penyair mampu membangkitkan semangat rakyat untuk maju bergerak melawan tiran.

Terakhir, pada bulan Juli 2012, sekitar 1500 muslimah dari 85 negara berkumpul di Teheran untuk mengikuti Konferensi Perempuan dan Kebangkitan Islam. Penulis bersama 17 anggota delegasi Indonesia lainnya, berkesempatan hadir dalam acara tersebut.

Melalui tulisan ini, penulis  berusaha merefleksikan kembali ide utama yang ingin didiseminasi melalui rangkaian Konferensi tersebut.

Latar Belakang Konferensi Islamic Awakening

Sejak Januari 2011, kebangkitan rakyat tertindas (atau mungkin bisa diistilahkan dengan revolusi) telah menggelegak di Timur Tengah dan Afrika Utara. Diktator-diktator yang puluhan tahun berkuasa pun bertumbangan, mulai dari Ben Alidi Tunisia, Mubarak di Mesir, hingga Qaddafidi Libya. Gelombang kebangkitan itu terus menjalar. Rakyat di negara-negara monarkhi Arab pun sudah mulai berani berdemo, meskipun dihadapi dengan kekerasan, seperti di Bahrain, Arab Saudi, Jordan, atau Qatar. Di Syria, sempat terjadi aksi demo memprotes Bashar Asad, yang kemudian dibalas demo yang jauh lebih besar oleh rakyat pro-Assad. Namun, sayang sekali, karena intervensi asing (termasuk suplai dana, senjata, bahkan pasukan dari  negara-negara Arab), konflik di Syria menjadi konflik bersenjata yang sangat brutal, sehingga mengorbankan nyawa banyak rakyat sipil.

Media Barat menyebut kebangkitan rakyat Arab ini sebagai simbol kehendak rakyat untuk demokrasi. Namun, mereka tidak konsisten, karena istilah ‘demokrasi' ini hanya berlaku untuk sebagian negara. Untuk kasus-kasus seperti Bahrain, Arab Saudi, mereka sama sekali tidak menganggapnya sebagai perjuangan untuk menegakkan demokrasi; dan Barat tetap mendukung rezim-rezim monarkhi yang jelas-jelas tidak demokratis.

Sementara itu, dari Iran, terdengar suara berbeda. Para pemimpin Iran berkali-kali menyebut kebangkitan rakyat di berbagai negara muslim sebagai kebangkitan Islam. Hal ini awalnya, bagi saya, terasa agak aneh. Karena, kenyataannya, simbol-simbol Islam tidak mengemuka dalam aksi-aksi demo berbagai negara itu. Yang mengemuka adalah ide-ide demokrasi, kesetaraan, atau keadilan.

Namun, melalui Konferensi Perempuan dan Kebangkitan Islam, saya berhasil menangkap bahwa yang dilakukan Iran sebenarnya adalah upaya identifikasi gerakan kebangkitan itu. Dalam pidatonya di konferensi tersebut, Ahmadinejad mengungkapkan bahwa manusia bisa ditindas ketika kemuliaan dan harga dirinya direndahkan. Dan musuh-musuh Islam selama ini berusaha menaklukkan kaum muslimin melalui upaya penyebaran rasa rendah diri, rasa takut, lemah, dan ketidakberdayaan. Padahal, Allah menciptakan manusia bukan untuk direndahkan. Manusia adalah makhluk mulia yang bahkan mendapatkan posisi sebagai wakil Allah di bumi. Dan inilah esensi Islam dan esensi ajaran-ajaran Ilahiah yang dibawa para Nabi: membangkitkan manusia agar mampu meraih posisinya yang mulia itu. Karena itu, meskipun tidak membawa simbol-simbol Islam, kebangkitan bangsa-bangsa yang selama ini tertindas dan direndahkan oleh rezim-rezim diktator, jelas merupakan kebangkitan kemanusiaan yang Islami. Sebagaimana dikatakan oleh Ahmadinejad, "Kebangkitan ini tidak hanya perlu dilakukan oleh kaum muslimin, tapi oleh semua umat manusia karena Tuhan menciptakan manusia semua setara, tidak boleh ada yang menindas, dan tidak boleh ada yang ditindas."

Upaya identifikasi gerakan kebangkitan ini penting dilakukan untuk memberikan arah pada gerakan itu. Karena, sebagaimana sudah banyak terjadi dalam sepanjang sejarah, banyak gerakan revolusi dan reformasi yang hasilnya hanya kegembiraan sesaat, lalu rakyat kembali pada nasibnya yang lama.

Pentingnya Identifikasi Musuh
Kesadaran untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah perjuangan dalam hal yang sangat penting; termasuk juga kesadaran untuk mengidentifikasi musuh. Indonesia adalah saksi sejarah, betapa kegagalan untuk mengindentifikasi musuh telah berakibat fatal. Pada tahun 1998, rakyat Indonesia berhasil bangkit menumbangkan rezim despotik Suharto yang telah berkuasa 33 tahun. Namun, sayang sekali, agen-agen musuh justru mengambil alih kepemimpinan pasca reformasi sehingga akhirnya Indonesia tetap bergelimang di lumpur kesengsaraan yang sama, dan bahkan lebih pekat. Agaknya, kita perlu mempelajari lagi ajaran Sun Tzu dalam buku klasik legendarisnya The Art of War, "..kenali musuh Anda, kenali diri Anda sendiri, dan kemenangan Anda tidak akan terancam."

Bila kita runut lagi, siapakah musuh Indonesia sebenarnya? Suharto-kah, atau kekuatan di balik rezim Suharto? Meskipun tahun 1945 kita merdeka, namun kekuatan Barat tetap saja ingin menjajah Indonesia melalui penjajahan ekonomi. Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1967 terjadi penjajahan ekonomi yang lebih sistematis. Pada tahun itu, diadakan konferensi Investasi Indonesia di Jenewa, Swiss. Sedemikian ironisnya kejadian dalam konferensi itu, sampai-sampai  pengamat Indonesia, Jeffrey Winters, dalam film dokumenter John Pilger,  berkata,

"Situasi semacam ini belum pernah saya dengar sebelumnya di manapun. Situasi  ketika pengusaha  elit dunia bertemu dengan pejabat sebuah negara. Merekalah (para pengusaha itu) yang menentukan pra-syarat untuk berinvestasi ke negara itu. Konferensi berlangsung 3 hari.  Hari pertama wakil Indonesia tampil memberikan uraiannya. Pada hari kedua, mereka membaginya menjadi lima pertemuan sektoral,: pertambangan, jasa makanan, industri ringan, perbankan, dan keuangan. Kemudian mereka menyusun kebijakan yang menguntungkan investor itu. Mereka berkata kepada para pejabat Indonesia  itu, "Inilah yg perlu kami lakukan, ini, ini, ini.."  Kemudian mereka meyusun infrastruktur hukum untuk kepentingan investasi mereka di Indonesia."

Entahlah, apa kata-kata yang tepat untuk menilai kualitas para pejabat Indonesia yang bernegosiasi menjual kekayaan bangsa ini kepada perusahaan-perusahaan asing itu.Yang jelas, perampokan itu terus berlanjut hingga hari ini, dengan nama yang terdengar  bagus:  investasi asing. Masih dalam skema penguasaan sumber daya alam Indonesia, Indonesia pun dijerat dengan hutang dan perekonomian Indonesia diseret ke arah liberalisasi. Sesaat,  Indonesia sempat mengalami kemajuan ekonomi pesat sehingga dipuji-puji sebagai calon "Macan Asia". Banyak orang terlena, silau oleh kemegahan bangunan-bangunan dan proek-proyek yang dibangun dengan hutang. Pondasi ekonomi liberal yang dibangun Indonesia atas petunjuk IMF ternyata sangat rapuh sehingga langsung roboh saat krisis moneter 1997. Lagi-lagi, IMF pula yang datang mengulurkan dana. Kisahnya persis bak pasien sekarat yang sudah tahu bahwa dokternyalah yang selama ini memberi racun, namun tetap datang ke dokter yang sama.

Kita pun tahu situasi selanjutnya. Ekonomi kolaps, rakyat semakin miskin, mahasiswa marah, dan kita pun beramai-ramai bangkit menggulingkan rezim Soeharto melalui berbagai aksi demonstrasitahun 1998.

Sayang, hingga kini, kita masih berkubang di lumpur yang sama. Antek-antek rezim lama masih terus bercokol dan hanya mengganti slogan. Jumlah penduduk miskin terus meningkat, hampir semua bank dan BUMN dikuasai asing, kontrak-kontrak pertambangan yang tidak adil tetap dilanjutkan (lihat kasus Freeport dan ExxonMobil). Privatisasi semakin merajalela, bahkan merambah ke bidang-bidang yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara: pendidikan, kesehatan, air minum, dan listrik. Hutang semakin menumpuk dan selalu ditambah (karena, ternyata ada fee resmi/legal untuk para pejabat yang menyetujui hutang itu). Para pemimpin pasca reformasi, ramai-ramai membungkuk kepada Barat dan manut saja saat disuruh untuk meliberalkan ekonomi Indonesia.

Inilah contoh nyata: tidak mampu mengenali musuh. Situasi Indonesia hari ini persis seperti salah satu penggalan lirik lagu band The Who, "meet the new boss, same as the old boss." Rakyat berjuang menggulingkan rezim lama, tapi rezim baru ternyata setali tiga uang meski bertopeng demokrasi dan reformasi.Rakyat tidak mampu mengenali mana yang seharusnya dilawan, dan tertipu oleh pencitraan tokoh-tokoh yang berkedok demokratis dan pejuang reformasi.

Kebangkitan Islam di negara-negara Arab, baik yang sudah berhasil menumbangkan rezim lama, seperti Tunisia, Mesir, Libya,  ataupun yang sekarang sedang dalam proses perjuangan, seperti di Bahrain, Yaman, atau Arab Saudi, agaknya perlu  belajar dari pengalaman Indonesia agar tak terjatuh dalam lubang yang sama. Mereka tak boleh membiarkan tokoh-tokoh rezim lama atau tokoh baru namun inferior terhadap musuh, menguasai pemerintahan. Reformasi ternyata tidak berhenti pada penggulingan sebuah rezim, namun bagaimana membangun rezim baru yang kokoh, yang tidak mau lagi dikibuli Barat.

Contoh Kasus: Revolusi Mesir
Revolusi Mesir, harus diakui, sangat menginspirasi dunia Islam kontemporer. Berbeda dengan proses revolusi Iran yang cenderung ditutupi media (apalagi, zaman itu teknologi telekomunikasi belum secanggih sekarang), revolusi Mesir disaksikan secara live oleh manusia di berbagai penjuru dunia. Romantisme perjuangan di Tahrir Square Kairo, mendebarkan jantung banyak orang; dan mendorong banyak orang untuk ikut berdoa demi kemenangan rakyat Mesir. Sebuah cerita menarik yang sangat berkesan buat saya, dituturkan oleh teman Mesir saya, di Tahrir Square, sempat terjadi warga Mesir non-muslim membuat barikade untuk melindungi warga Mesir muslim yang akan menunaikan sholat, agar tidak diganggu oleh militer. Betapa indahnya.

Tapi, perjalanan revolusi selanjutnya seolah-olah kehilangan arah karena tidak adanya satu figur utama yang mendominasi. Berbeda dengan revolusi Iran, yang didominasi suara Islam, di Mesir, suara yang terdengar keras adalah ‘demokratisasi'. Ini sepertinya menunjukkan keberhasilan political leveraging yang dilakukan AS selama ini. Sebagaimana dianalisis oleh Prof. Chossudovsky, selama ini AS bermain di dua kakidi Mesir. Istilahnya, "political leveraging" (politik pemanfaatan). AS mendukung diktator, tapi pada saat yang sama juga mendukung kelompok-kelompok oponen (penentang) diktator. Tujuannya, agar kelompok oponen itu bisa dikontrol dan tidak menjadi ‘liar'. Dalam kasus Mesir, biarlah Mubarak ditumbangkan asal kaum oponen tidak menganggu kepentingan AS. Bahkan, dengan "political leveraging" ini, AS bisa mengontrol kaum oponen agar saat memilih pengganti Mubarak, yang dipilih bukanlah tokoh yang membahayakan kepentingan AS (dan Israel).

 Melalui dua lembaga, Freedom House dan the National Endowment for Democracy, AS selama ini telah mendukung dan mendanai kelompok-kelompok pro-demokrasi Mesir. Bahkan para blogger pun dilibatkan dalam "political leveraging" ini. Pada 27 Feb-13 Maret 2010, Freedom House ‘mendidik' sejumlah bloger dari Afrika Utara dan Timur Tengah untuk mempelajari digital security, digital video making, message development dan digital mapping, serta membawa mereka bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi di Kongres (parlemen), Kemenlu, dan USAID.

Benar, demonstrasi di Tahrir Square adalah aksi heroik rakyat Mesir yang marah. Kehidupan 30 tahun di bawah sebuah rezim yang korup dan despotik lebih dari cukup untuk jadi pemicu kemarahan rakyat. Namun, proses "political leveraging" AS yang berjalan selama ini ternyata mampu mengaburkan kehadiran Sang Musuh Utama.Musuh yang terlihat oleh rakyat Mesir hanya satu: Mubarak. Padahal, Mubarak hanyalah boneka yang patuh menjalankan instruksi IMF untuk meliberalisasi ekonominya dan patuh menerima instruksi AS untuk terus tegak membela Israel. Dengan kata lain, dalang utama di balik penindasan rakyat Mesir itu sesungguhnya kekuatan Barat dan Israel.

Itulah sebabnya, para demonstran Mesir sepertinya tidak terpikir untuk mendemo Kedubes AS, melainkan ‘hanya' merusak gedung-gedung pemerintah. Sungguh berbeda dengan aksi-aksi demonstrasi rakyat Iran melawan Reza Pahlevi tahun 1979. Rakyat Iran saat itu tidak hanya menuntut turun Pahlevi, tetapi juga mengusir AS keluar, karena mereka tahu, AS-lah tuannya Pahlevi. Buat apa mengusir Sang Boneka, bila Sang Tuan terus bercokol dan terus menghisap darah rakyat?

Ketidakmampuan mengindentifikasi musuh inilah yang kini ditunjukkan oleh Presiden Mesir, Muhammad Mursi. Seorang teman Mesir saya berkata, "Mari kita beri Mursi sedikit waktu. Dia tidak mungkin membalikkan keadaan dalam sekejap." Ya, benar. Tetapi langkah-langkah awal Mursi menunjukkan dia sedang mengulangi kesalahan yang sama, yang dilakukan Indonesia para era reformasi. Untuk mengatasi persoalan ekonominya, Mursi telah mengajukan hutang kepada IMF. Padahal, seperti sudah diuraikan di atas, IMF adalah seburuk-buruknya lintah darat, meski  berpakaian necis dan berkantor mewah di Washington DC. Tanpa perlu membawa-bawa pasal riba (tentu, sebagai muslim kita perlu menghindari riba), dari kacamata ekonomi sekuler pun, IMF sudah dianggap sebagai lembaga jahat penghisap darah rakyat negara-negara berkembang (antara lain, baca bukunya Stiglitz, Globalization and Its Discontents).

Sekali sudah bersekutu dengan musuh dalam selimut, langkah-langkah Mursi selanjutnya bisa ditebak. Dia akan sulit untuk independen dan tidak bisa memperjuangkan kepentingan nasionalnya. Akan selalu ada kekuatan-kekuatan besar yang akan menghalangi langkahnya untuk memperjuangkan kemakmuran rakyat Mesir.

Dari sini, kembali terlihat pentingnya upaya mengenali musuh. Rakyat Mesir sudah menang melawan rezim diktator Mubarak. Tapi, seperti kata Sun Tzu, mereka perlu mengenali siapa musuh sejati agarkemenangan itu akan terancam; agar mereka tak kembali dalam kubangan lumpur yang sama.


Mengenali Diri Bagi Perempuan
Dalam konferensi Women and Islamic Awakening, saya melihat, aspek kedua Sun Tzu-lah yang didengungkan dengan jelas: kenalilah diri Anda.

Dalam pidatonya di konferensi tersebut, Ahmadinejad menjelaskan panjang lebar pentingnya posisi perempuan. Beberapa peserta konferensi yang berdialog dengan saya sempat mengakui bahwa mereka menitikkan air mata haru saat mendengar pidato Ahmadinejad. Ahmadinejad menjelaskan bahwa kunci utama perubahan nasib manusia yang tertindas adalah kebangkitan si manusia itu sendiri. Tanpa kebangkitan, tidak akan ada perubahan apapun bagi dirinya. Kebangkitan yang dimaksud adalah bangkitnya kesadaran bahwa manusia diciptakan mulia dan seharusnya hidup mulia, tidak ditindas oleh kekuatan manapun. Ahmadinejad mengatakan, dalam proses kebangkitan ini, perempuanlah yang berperan sangat besar, bahkan lebih besar. Ahmadinejad berkata,
"Dalam penciptaan asali,  manusia itu satu, namun dalam perubahan sosial, peran perempuan dan laki-laki berbeda. Saya berkeyakinan bahwa dalam perubahan sosial, peran perempuan itu lebih penting, lebih berpengaruh, dan lebih abadi dibandingkan peran laki-laki. Saya meyakini bahwa Allah menciptakan perempuan dengan keistimewaan yang luar biasa dan karena keistimewaannya inilah perempuan memiliki tanggung jawab dan misi yang sangat berat.

Apapun yang ada, semua berasal dari pangkuan dan pelukan perempuan. Lihatlah, setiap laki-laki yang sampai ke puncak kemanusiaan, pastilah berhutang budi kepada ibunya. Sangat mustahil dalam sebuah masyarakat akan terjadi perubahan sosial bila perempuan tidak dilibatkan. Setiap perubahan sosial membutuhkan bantuan perempuan. Ketika seorang perempuan bergerak, suami dan anak-anaknya akan bergerak bersamanya. Kebangkitan Islam hanya bisa diraih jika kaum muslimah sadar dimana posisinya yang tepat dan kembali meraih posisi itu. Posisi utama perempuan adalah sebagai pendidik generasi muda. Ibu yang cerdas, beriman, dan sadar akan tugas utamanya, akan melahirkan generasi-generasi pejuang yang akan memperbaiki kondisi umat Islam. Kami melihat kenyataan ini di Iran dan saat ini kami pun menyaksikannya sedang terjadi di dunia.

Mengapa Allah memberikan tugas/misi utama kepada perempuan? Alasannya adalah karena perempuan adalah manifestasi keindahan, kelembutan, dan cinta Tuhan. Hati perempuan adalah wadah tempat bergolaknya cinta, kasih sayang, dan kemanusiaan. Ketika ingin membuat kerusakan di sebuah masyarakat, langkah pertama yang dilakukan setan adalah menghapuskan peran perempuan; perempuan dijauhkan dari peran utamanya; bahkan peran perempuan itu dihancurkan olehnya. Di Eropa, wujud dan peran utama perempuan telah dihancurkan. Akibatnya yang terjadi adalah kejahatan yang merajalela. Kezaliman yang paling buruk adalah kezaliman terhadap perempuan. Di setiap masyarakat yang perempuannya bangkit, dengan segera masyarakat itu pun akan bangkit."

Identifikasi Musuh Bagi Perempuan
Perempuan hari ini di berbagai penjuru dunia, sebenarnya sedang menghadapi musuh yang sama, yaitu kekuatan-kekuatan yang ingin menjauhkan perempuan dari peran utama mereka yang sesungguhnya. Musuh itu tidak saja berupa musuh fisik, seperti tentara Zionis yang menindas bangsa Palestina, melainkan juga dalam bentuk ideologi yang menyesatkan. Dorongan untuk mencapai karir setinggi-tingginya (meskipun itu harus ditebus dengan mengabaikan keluarga), dorongan untuk menuntut persamaan (bukan kesetaraan) dengan pria, dorongan untuk tergila-gila pada konsumerisme dan mode, dorongan untuk melepaskan diri dari aturan-aturan agama yang dianggap puritan, mengekang kebebasan, dll, adalah di antara ide-ide yang sebenarnya membuat perempuan terjajah. Inilah yang disebut Shariati (dalam Shahidian, 2002) sebagai ‘bentuk penjajahan budaya' yang dilakukan oleh Barat. Barat menggunakan perempuan sebagai pasar bagi produk-produk kapitalisme. Mereka memanfaatkan perempuan untuk merusak tatanan sosial yang pada akhirnya menghancurkan diri si perempuan sendiri. Kezaliman terhadap perempuan, mulai dari pengabaian, kekerasan, pemerkosaan, eksploitasi, dll, adalah bentuk-bentuk kehancuran itu.

Sebaliknya, ketika perempuan kembali menemukan siapa dirinya yang sejati dan apa perannya yang sejati di muka bumi, mereka akan bangkit. Shahidian (2002) menyebutnya sebagai ‘heightened self-worth' (rasa harga diri yang semakin meningkat),yang akan memberdayakan perempuan dan membebaskan  mereka dari pelbagai hambatan seperti ketakutan, kerapuhan, atau egoisme. Ketika kaum perempuan mampu  mengidentifikasi peran mereka dalam masyarakat, mereka akan memiliki kekuatan untuk  memperluas aktivitas dan tanggung jawab mereka. Mereka tidak  hanya berpikir tentang rumah tangga mereka, tetapi jauh di luar itu.  Mereka inilah yang tadi disebut oleh Ahmadinejad "perempuan mengemban misi yang sangat  berat dan penting", yaitu membuat perubahan sosial ke arah yang lebih baik, ke arah kemerdekaan umat manusia dari ketertindasan.

Penutup
Sebagai penutup, saya ingin mengulangi apa yang disampaikan Ayatullah Khamenei dalam Konferensi Islamic Awakening. Menurutnya, belajar dari Perang Uhud, rasa aman dan nyaman para pejuang justru membuat mereka lengah dan akhirnya dipukul balik oleh musuh. Karena itu, bangsa-bangsa yang telah berhasil menumbangkan rezim despotik seharusnya tetap waspada karena musuh-musuh akan terus berusaha untuk kembali berkuasa atas mereka. Musuh-musuh itu akan menggunakan elemen-elemen di dalam negeri yang berusaha tetap mempertahankan kebergantungan kepada musuh sejati. Kemampuan mengindetifikasi siapa musuh yang sejati, akan sangat membantu mereka untuk terus mempertahankan kemenangan mereka itu. Bila mereka gagal melakukan hal ini, mereka akan terus terjebak dalam aksi-aksi kekerasan, perang sipil, pertikaian antarmazhab, bahkan perang dengan negara tetangga. Semua itu jelas bukan kondisi yang membawa kebaikan bagi umat.

Berdasarkan pengalaman Iran dalam menghadapi masa-masa berat pasca keberhasilan menumbangkan rezim Shah yang didukung Barat, Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa kunci utama keberhasilan Iran adalah bersandar sepenuhnya kepada Allah dan tidak mempercayai sedikit pun bujukan kekuatan-kekuatan imperialis Barat. Karena itu, bangsa-bangsa yang sudah berhasil bangkit perlu menata ulang prinsip dan dasar revolusinya, serta membangun sistem yang benar, dengan tujuan utama membentuk sebuah masyarakat Islam yang bersatu dan membangun peradaban Islam yang unggul. If Allah helps us, none can overcome us. (IRIB Indonesia)

*Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran dan Research Associate Global Future Institute

Rahbar: Musuh Alami Kekalahan Memalukan di Perang Diplomasi dengan Iran




Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei saat menerima kunjungan anggota Majles Khobregan (Dewan Pakar Kepemimpinan) mengisyaratkan KTT GNB ke-16 yang digelar di Tehran baru-baru ini. Beliau mengatakan, musuh bangsa Iran dengan kedunguannya mengubah KTT ini menjadi perang diplomasi dengan Tehran dan hasilnya adalah kekalahan memalukan yang harus mereka terima.

Seperti dilaporkan Mehrnews, Rahbar Kamis pagi (6/9) saat menerima kunjungan ketua dan anggota Dewan Pakar Kepemimpinan menilai kondisi negara secara keseluruhan dalam kondisi baik dan kemajuan terus berjalan. Seraya mengisyaratkan KTT GNB ke-16 di Tehran, Rahbar menyebutnya sebagai pameran kekuatan, keagungan dan kebesaran Republik Islam Iran.

Rahbar menegaskan pentingnya sebuah kesimpulan tepat dan rasional atas kondisi nasional dan menambahkan, analisa berbagai masalah dari berbagai sudut, mengindikasikan kondisi normal negara guna menunjukkan keagungan Islam.
Ayatullah Khamenei mengingatkan, penggelaran KTT GNB ke-16 dengan sukses di Tehran merupakan salah satu contoh dari kondisi memuaskan serta kesiapan ideologi yang diberikan Republik Islam kepada dunia.

Beliau menilai penggelaran KTT GNB Tehran dari segala sudut menjadi pameran kekuatan, keagungan dan kebesaran Iran. "Sumber dari kebesaran dan keagungan ini adalah ideologi yang diciptakan Imam Khomeini di Iran dengan mengadopsi nilai-nilai Islam serta yang beliau kembangkan," tegas Rahbar.

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran menambahkan, KTT GNB di Tehran dapat digelar secara biasa seperti sidang-sidang internasional lainnya, namun kondisi politik dunia dan tempat serta waktu penyelenggaraan sidang dan kedunguan musuh-musuh Iran membuat sidang ini menjadi fenomena yang sangat berpengaruh di dunia. Selain itu, kedunguan musuh telah menjadikan KTT tersebut sebagai perang diplomasi dengan Iran.

"Ada upaya dan agitasi yang memaksa Iran untuk mensensor KTT GNB ini dan tidak mengumumkan sikapnya khususnya mengenai kebijakan anti Israel, namun sidang ternyata berjalan lancar dan penuh kejutan sehingga usaha ini pun kandas," ungkap Rahbar.

Rahbar menyebut partisipasi dua pertiga negara dunia di KTT GNB Tehran dan peluang untuk mengemukakan sikap, di mana kesempatan ini tidak terwujud di sidang internasional lainnya, merupakan poin penting lain dari sidang Tehran. Menurut Rahbar, sikap yang ditunjukkan sejumlah pemimpin negara dan delegasi yang hadir di KTT Tehran, khususnya kritik terhadap struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Dewan Keamanan serta kediktatoran yang menguasai percaturan global tidak pernah ditemukan di sidang internasional lainnya.

Hasil lain dari KTT GNB Tehran adalah gagalnya propaganda terkait sanksi anti Iran. Menurut beliau, para pemimpin negara dan delegasi di KTT GNB Tehran dari dekat menyaksikan kehidupan normal dan keceriaan rakyat di ibukota dan kota-kota lain Iran. Di sela-sela KTT para pemimpin dan delegasi negara dunia juga melakukan lobi dengan para petinggi Iran terkait berbagai kontrak bilateral.

Seraya menekankan hasil dari perang diplomasi dengan Iran adalah kekalahan memalukan musuh, Rahbar mengingatkan, keberhasilan, keagungan dan kebesaran KTT Tehran memaksa musuh dan medianya mengakui realita.

Rahbar juga mengisyaratkan berbagai tajuk yang dimuat sejumlah media Barat mengatakan, berdasarkan prinsip-prinsip al-Quran, setiap pekerjaan yang membuat musuh geram terhitung perbuatan baik dan amal saleh, oleh karena itu, penyelenggaraan besar-besaran KTT GNB Tehran juga termasuk amal saleh.

Beliau menekankan, di berbagai masalah seperti isu internal kita harus berhati-hati agar "mughalatoh" (kesesatan berfikir) tidak membuat kita tergelincir dalam kesalahan dalam menganalisa. "Analisa saya dari kondisi negara saat ini adalah secara global negara tengah mengalami kemajuan yang cukup," ungkap Rahbar.

Ayatullah Khamenei menekankan, mungkin saja di sejumlah masalah pelaksanaan dan ideologi, terdapat titik kelemahan, namun analisa dari kondisi negara saat ini diambil dengan mengacu pada poin-poin kuat dan kemajuan serta titik-titik kelemahan.

Di awal pertemuan Ketua Majles Khobregan, Ayatullah Mahdavi Kani menjelaskan pentingnya berbagai isu yang dibahas di sidang ke-12 Dewan Pakar Kepemimpinan. Ayatullah Mahdavi Kani mengatakan, sidang Dewan Pakar Kepemimpinan dari segi kwalitas dan kwantitas sangat penting karena ulama berpengaruh dari seluruh negara hadir dan mengemukakan pendapatnya mengenai berbagai masalah politik, ekonomi, budaya dan internasional.

Ayatullah Mohammad Yazdi, wakil ketua Majles Khobregan di kesempatan tersebut membacakan poin-poin penting hasil sidang. Poin-poin tersebut meliputi, penghargaan atas keberhasilan penyelenggaraan KTT GNB ke-16 di Tehran, penekanan rekonstruksi secepatnya wilayah yang dilanda gempa di Provinsi Azerbaijan timur, ekonomi resistensi dan kondisi perekonomian nasional, masalah budaya dan sosial termasuk hijab dan isu krisis Suriah. (IRIB Indonesia/MF)

File Suara Wawancara dengan Doktor Muhsin Labib, Cendekiawan Muslim Indonesia


Doktor Muhsin Labib
IRIB: Mengenai masalah yang diungkapkan oleh Jenderal Timur Pradopo bahwa solusi kerusuhan Sampang adalah relokasi korban, bagaimana pendapat bapak  Muhsin Labib?
Mushsin Labib: Begini, yang paling penting kita ketahui adalah bahwa yang berhak menentukan nasib para pengungsi adalah para pengungsi itu sendiri. Apa yang diinginkan oleh pengungsi itu sudah punya pilihan, bahwa mereka menginginkan untuk kembali ke kampung halamannya. Tempat di mana mereka hidup, tempat mereka beranak-pinak, punya lahan kerja, punya pertanian dan lain sebagainya. Mereka memilih hidup di situ.
Sementara bila kita lakukan relokasi itu, pertama berarti memisahkan mereka dari masa lalu mereka, dari kehidupannya. Membangun lagi dengan kesulitan-kesulitannya. Mereka ini bukan kelompok yang mapan secara ekonomi. Kedua, pasti akan berefek terhadap masyarakat sekitar (di tempat) yang membangun ulang. Kita tidak tahu apakah masyarakat itu menerima atau tidak. Ketiga, relokasi itu berarti bukan menyelesaikan masalah. Menyelesaikan masalah itu adalah dengan menyadarkan penyerang. Satu contoh, apabila satu orang atau sekelompok orang mencuri di rumah orang, melakukan penjarahan, kemudian polisi mengatakan kepada korban, "ya penyelesaiannya Anda meninggalkan rumah saja". Apakah itu solusi? Solusi seharusnya adalah menegakkan hukum. Siapapun (pihaknya) mayoritas atau minoritas. Apakah kelompok agama atau non-agama. Itu yang perlu. Ini (yang terjadi) bukan menegakkan hukum namanya. Akhirnya kepolisian menjadi semacam UNHCR, lembaga penanganan pengungsi, bukan lembaga hukum. (IRIB Indonesia)
 Bila ingin membaca teks lengkap klik di sini.

Doktor Muhsin Labib
KH Hasyim Muzadi: Syiah Bagian dari Islam

"Sebaiknya para ulama ini melakukan dakwah yang isinya bimbingan dan penyuluhan serta argumen-argumen yang benar, jangan pakai kekerasan. Kelompok minoritas itu kalau dikerasi justru akan tambah militan." 

 KH Hasyim Muzadi: Syiah Bagian dari Islam
Menurut Kantor Berita ABNA, Rais Syuriyah PBNU KH Hasyim Muzdi menyatakan paham Sunni maupun Syiah yang dianut oleh masyarakat di Madura itu masih menjadi bagian dari Islam. Demikian dilansir dari situs NU-online. 

Kiai Hasyim menyatakan hal itu di Malang, Sabtu, 1 September. Untuk meredam sekaligus mengupayakan penyelesaian konflik antara Sunni dengan Syiah di Sampang, katanya, akhir pekan depan (8/9) dirinya bersama PWNU Jatim akan ke Sampang. 

"Sebaiknya para ulama ini melakukan dakwah yang isinya bimbingan dan penyuluhan serta argumen-argumen yang benar, jangan pakai kekerasan. Kelompok minoritas itu kalau dikerasi justru akan tambah militan," tandasnya.

Dan, tegasnya, yang lebih penting lagi, ulama yang tidak cocok dengan ulama lain jangan menggaet umat lainnya agar perbedaan paham ini tetap bisa hidup dan berkembang secara berdampingan tanpa harus melakukan kekerasan.

"Kita berharap masalah ini secara perlahan bisa dituntaskan dengan baik," tegasnya. 

Kiai Hasyim juga mengakui, masyarakat di Madura cenderung lebih taat kepada ulama ketimbang ajaran yang termaktub dalam kitab suci (syariat). Oleh karena itu, peran ulama untuk mendamaikan dua paham yang berselisih ini sangat penting dan sentral.

"Oleh karena itu, para ulama di Sampang ini harus didukung dengan berbagai informasi yang lebih luas agar penyelesaian konflik tersebut lebih obyektif dan proporsional, apalagi ulama di Madura memiliki peran penting sebagai panutan umat," tegasnya.(





Wahabi Datang Tidak Membawa Sesuatu Selain Kebencian Mazhab

Kami juga menyampaikan pesan kami buat pemerintah dan alim ulama Indonesia: Dunia Timur adalah tempat bermukimnya pengikut-pengikut agama-agama dan berbagai mazhab. Sebuah kebanggaan sejak dulu bahwa masuknya Islam ke kawasan Asia Timur adalah melalui jalur perdamaian, persahabatan dan kekeluargaan bukan melalui kekerasan dan pemaksaan. Namun sangat disayangkan beberapa tahun terakhir Wahabi dan Salafyun datang tidak membawa hadiah bagi kawasan tersebut kecuali kekerasan dan kebencian mazhab.


 Wahabi Datang Tidak Membawa Sesuatu Selain Kebencian Mazhab
Menurut Kantor Berita ABNA, berkenaan dengan peristiwa-peristiwa menyedihkan yang ditimbulkan oleh berbagai aksi kelompok teroris di berbagai tempat dibelahan dunia seperti di Indonesia dan Libiya, Majma Jahani Ahlul Bait as mengeluarkan beberapa pernyataan penting.
Diantara pernyataan penting tersebut, "Setiap darah baru yang tertumpah dari nadi umat Islam oleh kekejaman dan permusuhan musuh-musuh Islam, oleh semakin derasnya fitnah oleh kelompok Wahabi dan Salafi dan tindakan merusak mereka, bukan penghalang tumbuh berkembangnya Islam dan kaum muslimin."
Berikut teks lengkap pernyataan Majma Jahani Ahlul Bait as menyikapi kekejian dan fitnah dari kelompok Wahabi dan Salafi:
Bismillahirrahmanirrahim
"Fitnah lebih kejam dari pembunuhan."
(Qs. Al-Baqarah: 191)
Berlanjutnya permusuhan kelompok-kelompok sesat khususnya Wahabi terhadap Islam dalam beberapa bulan terakhir telah mendatangkan beberapa peristiwa duka dan menyedihkan, semakin bertambahnya korban jiwa di Pakistan, kembali terjadinya penyerangan terhadap warga Syiah di Indonesia dan pengrusakan dan upaya pemusnahan terhadap situs-situs bersejarah Islam dan beberapa tempat suci di Libya.
Mengenai berbagai peristiwa tersebut, dalam waktu yang hampir bersamaan kita membaca berita-berita hangat, "Sebuah bus yang ditumpangi peziarah Syiah Pakistan dicegat dan semua penumpangnya dibunuh", "Terbunuhnya warga Syiah Indonesia dan rumah mereka dibakar", "Pengrusakan masjid-masjid dan pemakaman ulama di Bahrain", "Pengrusakan makam suci putra Imam Husain as di Damsyik", "Pengrusakan makam cucu imam Hasan as di Libya" dan "Terbunuhnya belasan warga Syiah di Libya". Kesemua peristiwa menyedihkan tersebut bukan dilakukan atau didalangi oleh orang-orang kafir, kaum musyrikin atau Yahudi maupun Kristiani, melainkan oleh mereka yang terang-terangan mengklaim diri juga sebagai muslim.
Dengan memperhatikan semua kejadian tersebut, Majma Jahani Ahlul Bait as sebagai sebuah organisasi internasional yang beranggotakan para pemikir, cendekiawan dan agamawan dari berbagai Negara ini merasa perlu untuk mengeluarkan pernyataan sikap yang mengandung beberapa poin penting sebagai berikut:
1.     Hal terpenting yang mesti kaum muslimin sedunia menaruh perhatian padanya adalah setiap darah baru yang tertumpah dari nadi umat Islam, adanya musuh-musuh Islam yang semakin menekan umat Islam, adanya fitnah yang semakin deras dari Wahabi dan Salafi bukanlah penghambat bagi kemajauan dan semakin kuatnya Islam dan kaum muslimin. Apakah tidak mengherankan, setelah kemenangan Mujahidin Afghanistan atas rezim yang zalim, kemudian secara tiba-tiba muncul Taliban yang justru semakin membuat masyarakat semakin tertindas dan berada dalam kehidupan yang pahit?. Apakah hal ini tidak bertentangan, pasca jatuhnya Saddam Husain dan berakhirnya pemerintahan yang lalai, tiba-tiba terjadi peledakan bom dimana-mana di kawasan padat warga Syiah yang pengakunya mengaku diri sebagai Wahabi atau Salafy yang dengan itu menimbulkan ketidakamanan? Mengapa penghinaan dan kekurangajaran mereka terhadap tempat-tempat yang diagungkan kaum muslimin baru berani mereka lakukan setelah jatuhnya rezim Mubarak di Mesir dan Qhadafi di Libya yang menyulut pertikaian antar mazhab? Apakah iya tidak ada keterkaitan antara tekanan tanpa henti musuh-musuh Islam (orang-orang Kafir) terhadap Negara-negara muslim dengan kegigihan Wahabi dalam berdakwah dan dukungan materialnya setelah kemenangan revolusi rakyat di Libya dan Palestina untuk mencetuskan pertikaian mazhab? Maka jawaban yang paling memungkinkan adalah adanya kerjasama dan kesepakatan antara kutub Kafir dengan Wahabi.
2.     Harus diketahui bahwa pengkhianatan kaum Wahabi dalam menghancurkan Islam bukan hanya melalui kekerasan fisik, aksi penyerangan, pembunuhan, peledakan bom dan bukan kerusakan fisik seperti itu yang sesungguhnya menjadi tujuan mereka, melainkan rusak dan runtuhnya budaya dan peradaban ummat Islam.
Kita bisa melihat akibat dari kekejian mereka terhadap situs-situs bersejarah Islam seperti pengrusakan pemakamam Ahlul Bait, Sahabat dan para syuhada Islam di Baqi Madinah al Munawarah, pengrusakan Haram Imam Husain as di Karbala, pengrusakan secara bertahap sisa-sisa peninggalan bersejarah peradaban Islam di seluruh kawasan Hijaz, peledakan Haram Imamin Askariyan di Samara, pengrusakan makam yang dimuliakan masyarakat Mesir, upaya untuk menghancurkan makam kepala imam Husain as di Kairo, penyerangan ke Haram Hadhrat Zainab Kubra as di Damsyik, pengrusakan makam Muhsin bin al Husain di Halb dan yang terbaru adalah pengrusakan dan penghancuran makam Abdul Salam al Asmar al Hasani di Libya, kesemuanya ini menunjukkan upaya mereka dalam merusak kebudayaan dan peradaban Islam.
Mereka melakukan pengrusakan sementara orang-orang yang memiliki akal diseluruh dunia rela mengeluarkan biaya yang banyak untuk menjaga tempat-tempat bersejarah mereka, baik itu tempat agamis maupun non agamis, sebab kebudayaan dan peradaban masa silam adalah diantara kebanggaan suatu bangsa.
3.     Permasalahan penting lainnya, adalah adanya buruk sangka atau kesalahpamahan dari orang-orang Wahabi atau Salafyun mengenai pergerakan dan kebangkitan rakyat di beberapa negeri muslim yang telah menyumbangkan darah syuhada bagi suburnya kebangkitan Islam. Semua pihak mengetahui bahwa pengikut Ibnu Taimiyah dan Abdullah bin Abdul Wahab bukan hanya tidak memberikan sumbangsih apapun bagi pergerakan dan kebangkitan Islam dalam meruntuhkan rezim thagut bahkan mereka dengan kaidah-kaidah yang mereka punyai seperti "kebenaran bersama penguasa", "melawan penguasa adalah kefasikan", mereka juga menyatakan adalah kewajiban untuk taat kepada penguasa meskipun itu seperti Husni Mubarak, Qhadafi, Ali Khalifah, Ali Saud maupun rezim thagut-thagut yang lain. Mereka (kaum Wahabi) bahkan melecehkan para pemuda yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi keruntuhan rezim, mereka menyebut aksi-aksi protes dan demonstrasi menentang kezaliman penguasa adalah tasyabbuh kepada kaum kuffar dan haram hukumnya.
4.     Karenanya berkenaan dengan semua pengkhianatan kaum Wahabi atas umat Islam tersebut kami mengajukan sebuah pertanyaan, mengapa kita semua berdiam belaka? Mengapa kita membiarkan Al Qaedah dan Thaliban yang mendapat dukungan Negara-negara Barat bebas merajalela di Negara-negara muslim untuk melakukan kerusakan dan menebar kekerasan.
5.     Kami juga bertanya kepada ulama-ulama Islam seluruh dunia, sampai kapan kalian berdiam diri melihat kerusakan yang semakin merajalela yang ditimbulkan kelompok Wahabi? Apakah tumpahnya darah orang-orang yang tak berdosa oleh aksi-aksi teroris yang didukung oleh fatwa-fatwa ulama Wahabi serta sokongan material dari raja-raja Arab adalah dosa dan maksiat kecil saja? Apakah pengrusakan dan pemusnahan situs-situs bersejarah Islam tersebut hanyalah musibah yang tidak ada artinya? Apakah pembakaran kitab-kitab klasik dan peninggalan kaum terdahulu hanyalah kerusakan kecil saja? Apakah –nauzubillah- suatu waktu Salafyun di Indonesia, Pakistan dan Irak melakukan pembunuhan massal dan darah mereka yang tertumpah sampai membasahi Haramain kalian masih tetap berdiam juga? Dan jika pada akhirnya ulama mereka mengeluarkan fatwa penghancuran makam Nabi Muhammad saw apakah merekapun akan sukses melakukannya?.
6.     Kami juga menyampaikan pesan kami buat pemerintah dan alim ulama Indonesia: Dunia Timur adalah tempat bermukimnya pengikut-pengikut agama-agama dan berbagai mazhab. Sebuah kebanggaan sejak dulu bahwa masuknya Islam ke kawasan Asia Timur adalah melalui jalur perdamaian, persahabatan dan kekeluargaan bukan melalui kekerasan dan pemaksaan. Namun sangat disayangkan beberapa tahun terakhir Wahabi dan Salafyun datang tidak membawa hadiah bagi kawasan tersebut kecuali kekerasan dan kebencian mazhab.
7.     Pemerintah Indonesia harus mengetahui bahwa peristiwa Sampang adalah bukti bagi penyimpangan kaum Wahabi yang jika dibiarkan maka sama halnya membuka ruang bagi mereka menjadikan Indonesia layaknya Pakistan yang tidak ada hari tanpa terror dan peledakan bom. Sampai saat ini kami menanti pemerintah Indonesia agar secepatnya memberikan hukuman tegas kepada para pelaku pembunuhan warga Syiah di Sampang, membebaskan tokoh Syiah yang tidak bersalah dari penjara dan sesegera mungkin warga Syiah Sampang untuk kembali kepada kampung halamannya dengan jaminan keamanan dan keselamatan bagi mereka. Warga Syiah adalah warga minoritas di Indonesia sebagaimana warga minoritas lainnya yang tetap memiliki hak-hak kewarganegaraan  untuk menjalankan peribadatan dan menyelenggarakan upacara-upacara mazhab mereka.  
Terakhir, Majma Jahani Ahlul Bait as menyatakan kecaman keras atas terjadinya peristiwa pembunuhan kaum muslimin di Pakistan, Indonesia, Irak dan Libya begitupun aksi pengrusakan tempat-tempat suci di Suriah dan bagian utara Afrika dan berharap perhatian penuh dari seluruh kaum muslimin dan masyarakat agama sedunia.
Mengeluarkan kecaman ataupun pernyataan sikap tidaklah cukup. Harus ada kinerja signifikan secepatnya untuk mengakhiri semua pengkhianatan dan aksi-aksi yang mencoreng nama baik Islam dan umat Islam.
Majma Jahani Ahlul Bait as
11 Syawal 1433 H
(






Reaksi Negatif atas Kesuksesan KTT GNB Teheran Masih Berlanjut

"Rezim Zionis tidak mampu menyembunyikan kepanikan dan kekhawatirannya mengenai berhasilnya jalan konferensi tersebut."

 Reaksi Negatif atas Kesuksesan KTT GNB Teheran Masih Berlanjut
Menurut Kantor Berita ABNA, meskipun Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Gerakan Non Blok telah selesai dipenghujung bulan Agustus lalu, reaksi pihak musuh terhadap keberhasilan pertemuan tersebut belum berhenti begitu saja.  

Ketika rekan-rekan negara Republik Islam Iran, media dan pengamat politik yang netral sepakat mengenai pencapaian cemerlang KTT GNB di Tehran, pihak musuh revolusi Islam Iran dengan geram mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang telah menyimpang dari ketentuan adab diplomatik. Kenyataan tersebut dapat terlihat jelas dalam ungkapan-ungkapan para tokoh Zionis.

Pengamat politik Palestina, Amjad Shihab berkata, "Rezim Zionis tidak mampu menyembunyikan kepanikan dan kekhawatirannya mengenai berhasilnya jalan konferensi tersebut."

Pakar masalah rezim Zionis Fadhl Thahboub menegaskan, "Konferensi GNB yang dihadiri oleh negara-negara anggota ini menyebabkan rezim Zionis dirundung kecemasan."

Beliau menganggap kehadiran perwakilan dari lebih 130 buah negara anggota GNB menunjukkan kegagalan politik Zionis dan Amerika dalam menyisihkan Iran.

Thahboub berkata, "Iran telah berterus terang bahwa pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan keamanan adalah hak Iran yang sah berdasarkan undang-undang internasional."

Beliau juga percaya, kerjasama antara negara-negara anggota di dalam konferensi di Teheran akan mewujudkan gerakan baru anti-kolonialisme di kawasan tersebut. 

Sementara itu kebanyakan pengamat dan ahli politik yang lain turut mengakui konferensi di Teheran juga akan menyelesaikan kemelut krisis-krisis Negara-negara kawasan.

Pejabat Irak juga sepakat dengan kemampuan Iran dalam memimpin GNB selama tiga tahun kedepan untuk menyelesaikan krisis kawasan.

Salah seorang pejabat Negara Irak Muhammad al-'Ukli menegaskan bahwa negara-negara dunia ke-tiga dan para anggota GNB hendaklah memainkan peranan yang lebih efisien dan efektif dalam menghadapi isu-isu di Timur Tengah.

Beliau turut menyatakan harapan agar konferensi yang berjalan sukses dengan kehadiran lebih dari 120 negara tersebut ini membuahkan hasil positif untuk negara-negara Arab dan negara-negara lain di dunia.

Salah seorang pengamat politik Arab Ghalib Qandil mengatakan amanat Sayyid Ali Khamenei dalam pembukaan Konferensi GNB memberikan nafas baru bagi konferensi untuk membebaskan diri dari dominasi Barat serta menjaga bangsa-bangsa yang dizalimi.

Beliau dalam sebuah artikel terbarunya menceritakan, "Kelangsungan KTT GNB yang dihadiri negara-negara anggota di Teheran menceritakan babak kemunculan sebuah blok besar di peringkat global. Sebagian dari anggota gerakan ini mempunyai kuasa dan pengaruh yang besar di arena internasional, serta berkemampuan menyediakan  struktur "perintah baru". (




4 Teroris Tertangkap di Yordania

"Pasukan keamanan Yordania malam sebelumnya menangkap teroris yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok oposisi di Suriah."


 4 Teroris Tertangkap di Yordania
Menurut Kantor Berita ABNA, Musa al 'Abdallah wakil Perkumpulan Islam telah mengabarkan bahwa telah terjadi penangkapan terhadap 4 orang yang diduga keras sebagai teroris di Yordania dan menyatakan, "Pasukan keamanan Yordania malam sebelumnya (6/9) menangkap teroris yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok oposisi di Suriah."
"Menurut pengakuan ke empat orang tersebut, mereka hendak masuk ke Suriah dan bergabung dengan gerakan "At Tauhid" dan tentara pembebasan." Tambahnya.
Bulan sebelumnya pihak keamanan penjaga perbatasan dikabarkan menangkap 14 warga Yordania yang hendak masuk Suriah. Disebutkan kaum Wahabi dari berbagai Negara Arab mencoba masuk Suriah dan bergabung dengan tentara pembebasan yang hendak menggulingkan pemerintahan Bashar Assad dan menimbulkan terror di Negara tersebut.
(






Dari Pembebasan Palestina Hingga Persatuan Syiah dan Ahli Sunnah

Tulisan ini akan mencoba membeberkan akar masalah, motifasi, sejarah dan bentuk-bentuk tuduhan yang dilontarkan selama ini mengenai Syiah dalam sejarah perjuangan pembebasan Palestina. 

Saleh Lapadi

 Dari Pembebasan Palestina Hingga Persatuan Syiah dan Ahli SunnahSatu cara kuno namun hingga kini masih ampuh adalah upaya memecah belah umat Islam, sekaligus memperkuat front musuh dengan cara menyebarkan tuduhan terhadap teman sendiri dan gambaran tanpa dasar dalam bentuk isu. Karena solidaritas dan persatuan selamanya merugikan musuh. Di masa awal-awal munculnya Islam metode ini dengan baik digambarkan oleh al-Quran.

Kini dengan mencermati begitu sensitifnya masalah perbedaan mazhab di dunia Islam, musuh-musuh Islam memfokuskan masalah ini demi menciptakan perselisihan, perpecahan dan bahkan sampai pertumpahan darah. Jelas, bila sesama pengikut mazhab saling mengkafirkan satu sama lainnya, persatuan menjadi tidak bermakna. Dalam kondisi yang demikian, pengikut sebuah mazhab menjadi tidak peduli akan nasib politik pengikut mazhab lainnya, pendudukan negara-negara Islam oleh pihak asing bahkan terhadap pembantaian umat Islam. Memperkenalkan satu mazhab sebagai kafir merupakan isu paling santer yang ditiupkan musuh selama beberapa dekade ini. Mereka yang berada di balik proyek perselisihan antarmazhab ini senantiasa memperkenalkan Syiah sebagai Rafidhi yang kafir dan Ahli Sunnah sebagai Nashibi yang kafir.

Di antara berbagai kasus yang ada, masalah Palestina dan solidaritas umat Islam sedunia baik antara Syiah dan Ahli Sunnah dalam upaya membebaskan kiblat pertama umat Islam menjadi fokus manuver rezim Zionis Israel untuk menyebarkan isu pengkafiran sesama Muslim. Dari satu sisi mereka menakut-nakuti rakyat Palestina akan isu bernama penyebaran Syiah dan tokoh-tokoh yang punya hubungan dengan Iran sebagai kaki tangan Iran dan pendakwah Syiah di Palestina. Sementara kepada orang-orang Syiah baik di Iran maupun di mana saja berada, didoktrinkan bahwa orang-orang Palestina adalah Nashibi dan membenci Ahlul Bait Nabi Saw. Dengan isu ini diharapkan bukan hanya orang-orang Syiah tidak membantu, tapi juga meyakini bahwa kehendak Allah agar orang-orang zalim saling berperang dan orang-orang Nashibi yang lebih buruk dari Yahudi dimusnahkan oleh orang-orang Yahudi!!!

Tulisan ini akan mencoba membeberkan akar masalah, motifasi, sejarah dan bentuk-bentuk tuduhan yang dilontarkan selama ini mengenai Syiah dalam sejarah perjuangan pembebasan Palestina.

Ulama Syiah dalam Sejarah Perjuangan Melawan Israel

Bila secara sederhana merunut perjuangan ulama Syiah dalam melawan rezim Zionis Israel yang terbetik di benak seseorang adalah Imam Khomeini ra yang dengan tegas dan kokoh menghadapi Zionis Israel. Namun sebenarnya tidak demikian. Imam Khomeini ra sejatinya hanya merupakan satu bagian dari mata rantai ulama dan para pejuang Syiah yang dengan tetap mempertahankan mazhabnya dengan pemahaman yang dalam menyaksikan betapa ancaman Zionis Israel bukan hanya kepada umat Islam tapi kepada seluruh umat manusia. Dalam upaya menghadapi bahaya ini mereka menyerukan seluruh umat manusia dan memobilisasi para mustadh'afin dan orang-orang yang punya pemikiran merdeka.

Fenomena yang menarik dalam sejarah perjuangan ulama Islam dalam upaya membebaskan kiblat pertama umat Islam, ulama Syiah adalah yang paling punya peran dalam perjuangan dan memberikan dukungan kepada rakyat Palestina. Sementara ulama yang fanatik buta dan lebih memilih ikut dalam kerangka berpikir musuh Islam malah meninggalkan Palestina sendirian. Dalam sejarah tidak ditemukan para marji Syiah yang terbetik dalam benak mereka bahwa rakyat Palestina adalah Nashibi, bahkan berkali-kali menegaskan keislaman mereka.

Sebagai contoh, Allamah Syarafuddin Amili bukan hanya tokoh dalam berdialog mazhab saja tapi juga merupakan ulama pertama yang menyatakan kekhawatirannya dan memperingatkan dunia Arab akan imigrasi orang-orang Yahudi dari segala penjuru dunia ke Palestina. Dengan sigap ia menuding Inggris yang bertanggung jawab akan semua ini. Inggris memanfaatkan kevakuman kekuasaan sepeninggal runtuhnya Dinasti Ottoman Turki dengan menciptakan rezim boneka tepat di jantung dunia Islam. Allamah Syarafuddin tidak cukup dengan itu tapi meminta kepada negara-negara di dunia untuk memprotes dan menekan Inggris agar mencegah langkah orang-orang Zionis.

Allamah Kasyif al-Githa yang dikenal karena melayangkan surat kepada Raja Arab Saudi yang isinya mengkritik pemikiran takfiri Muhammad bin Abdul Wahhab, termasuk ulama terdepan dalam perjuangan melawan Zionis Israel. Ia banyak melakukan perjalanan mengelilingi negara-negara Islam dan saat bertemu para pemikir ia berusaha membangkitkan kesadaran mereka akan konspirasi dunia Barat. Dalam perjalanan bersejarahnya ke Palestina tahun 1350 Hq, ia ikut dalam sebuah acara yang diselenggarakan bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad Saw dan berpidato di sana. Allamah Kasyif al-Githa membeberkan berbagai sebab kemunduran dunia Islam, keharusan menjauhi sikap ganda dan bahaya Zionis Israel bagi dunia Islam. Setelah berpidato ia lalu mengunjungi kota Haifa, Nablus dan Yafa.

Setelah terbentuknya rezim Zionis Israel dan kekalahan militer negara-negara Arab, Allamah Kasyif Al-Githa mengecam kepala-kepala negara Islam karena bersalah dalam perjuangan dan memobilisasi rakyat. Ia menolak undangan ketua Asosiasi Amerika dan Pecinta Timur Tengah agar mengikuti kongres yang mengkaji pelbagai solusi kerjasama Islam dan Kristen. Dan dalam sebuah surat panjang dan terbuka dengan nama "al-Kalimah al-‘Ulya Fi al-Islam Laa Fi Bahmadun" ia membuktikan bahwa fitnah asli bagi seluruh agama dan mazhab adalah Amerika dan Barat, bukan komunis.

Ayatullah Sayid Abdulkarim Zanjani, seorang faqih Najaf al-Asyraf sama seperti Allamah Kasyif al-Githa banyak melakukan perjalanan ke negara-negara Islam di jalan kemuliaan Islam dan membela Palestina. Saking banyaknya membantu, ia bahkan dituduh sebagai Ahli Sunnah. Padahal dari perjalanan yang dilakukannya banyak membantu orang-orang Syiah di negara-negara Arab. Beliau berkunjung ke Palestina atas undangan Sayid Amin Huseini, Mufti Palestina dan di sana ia menyampaikan pidato yang berapi-api, sehingga Mufti Palestina setelah pidatonya berkata, "Keuntungan yang diraih dari pelajaran Anda di Masjidul Aqsha lebih baik ratusan kali mempersiapkan tentara bagi rakyat Palestina, Arab dan Muslimin."

Ayatullah al-Hakim satu lagi marji Syiah Najaf al-Asyraf yang banyak mengirimkan tim ilmuwan ke pelbagai konferensi dan menjawab fatwa senantiasa mendukung perjuangan rakyat Palestina dan bahkan berada di garis perjuangan melawan Zionis Israel. Sementara para ahli fiqih kontemporer Syiah seperti Ayatullah Kashani, Ayatullah Boroujerdi, Imam Khomeini ra, Ayatullah Taleqani, Allamah Thaba'thaba'i, Ayatullah Golpaigani, Ayatullah Najafi Marashi, Ayatullah Behbahani, Ayatullah Sayid Abdullah Shirazi, Syahid Murtadha Muthahhari dan lain-lainnya semuanya punya sikap transparan mendukung rakyat Palestina dan mengikis setiap isu mengenai apakah orang-orang Palestina Nashibi atau bukan. Mereka juga membuktikan betapa mereka yang mengakui isu ini lebih Katolik dari Paus dan lebih Syiah dari para marji.

Cara Busuk Zionis Israel

Saat Imam Khomeini ra memulai perjuangannya melawan rezim Zionis Israel dan menuntut embargo minyak ke Zionis Israel dan pemutusan hubungan dengan rezim ini, Imam terus menegaskan bahwa faktor yang membuatnya menentang Shah Pahlevi adalah hubungannya dengan Israel. Zionis Israel selalu berusaha melontarkan isu untuk menutupi perjuangan orang-orang Syiah menentang rezim buatan ini.

Isu ini semakin gencar terutama setelah fatwa Imam Khomeini ra pada tahun 1968 saat menjawab permintaan fatwa (istifta) perwakilan kelompok Fatah. Dalam menjawab istifta tersebut Imam Khomeini ra membolehkan para pejuang Palestina memanfaatkan sebagian dari uang khumus dan zakat sesuai dengan kebutuhan di jalan perjuangan melawan Israel. Padahal bila kita mencermati sejumlah surat di buku Shahifah an-Nur saat memberikan izin kepada para wakil syar'inya dalam memanfaatkan unag khumus dan zakat, Imam tampak begitu berhati-hati. Namun sekaitan dengan perjuangan melawan Zionis Israel, masalahnya sedemikian pentingnya perjuangan ini, sehingga Imam dengan segenap kehati-hatiannya memberikan izin penggunaan uang khumus dan zakat, kepada kelompok-kelompok sekalipun punya kecenderungan nasionalis dan bukan Islam.

Untuk mengenal lebih jauh mengenai pandangan jauh ke depan Imam Khomeini ra, menelusuri teks istifta dan fatwa Imam akan menambah informasi untuk membandingkan dengan mereka yang menyebarkan isu bahwa rakyat Palestina adalah Nashibi yang membenci Ahlul Bait.

Empat Istifta Faksi Fatah dan Jawaban Imam Khomeini ra

Waktu : 19 Mehr 1347 / 18 Rajab 1388 / 11 Oktober 1968.

Tempat: Najaf Al-Asyraf, Irak.

Tema : Kewajiban perjuangan melawan Zionis Israel dan solidaritas Palestina.

Kepada: Wakil Fatah.

Soal: Pemimpin pejuang, tolong jelaskan pandangan Anda mengenai pemberian zakat dan saham Imam (khumus) kepada para pejuang pemberani yang berada di bawah komando Fatah yang tengah berjuang di medan kehormatan?

Jawab: Bimillahirrahmanirrahim. Sangat ditekankan bahkan wajib untuk menyisihkan secukupnya dari zakat dan khumus kepada para pejuang di jalan Allah. Kepada para pejuang yang berada di lini perang, berkorban demi menghancurkan Zionis kafir anti kemanusiaan, demi menghidupkan kembali kemuliaan Islam yang telah hilang dan demi memperingati sejarah kegagahan Islam. Wajib kepada setiap muslim, yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang mengerahkan segala daya dan upaya di jalan ini bakal mencapai Ihdal Husnayain; syahadah atau kemenangan dan kepada kalian yang berperang di medan pertempuran demi menghapuskan nokta hitam ini, kemenangan cemerlang telah menanti kalian dengan bantuan Allah. Berikan kabar gembira kepada orang-orang Mukmin bahwa Allah senantiasa berada di belakang setiap kehendak para ksatria yang menuntut kebenaran dan haknya. Saudara-saudara kami yang dengan bantuan Allah Yang Maha Perkasa bakal meraih kemenangan akhir, yakni para pejuang Fatah dan teman-teman seperjuangan mereka pasukan ‘Ashifah dan para pejuang lain di jalan Allah. Membantu mereka dengan segala kekuatan dan fasilitas hukumnya wajib. Wallahu Waliyyu Al-Taufiq.

Soal: Setelah api revolusi suci semakin berkobar di tanah air Palestina dan keberhasilan luar biasa yang diraih di bawah kepemimpinan Fatah, apa pandangan Anda mengenai saudara-saudara kami yang berjuang di Palestina pendudukan?

Jawab: Bimillahirrahmanirrahim. Pandangan pertama dan terakhir saya tentang saudara-saudara pejuang kami agar mereka terus melanjutkan perjuangan tak kenal lelah mereka. Karena kehidupan yakni akidah dan perjuangan di jalan akidah "Inna al-Hayata Aqidatun wa Jihadun". Tidak diragukan bahwa dalam pemikiran Islam, kematian lebih baik dari kehidupan penuh kehinaan. Dalam kondisi kekinian, kita tidak punya pilihan lain kecuali melanjutkan perjuangan ini dengan segala kekuatan dan fasilitas yang dimiliki sampai berhasil mengembalikan kemuliaan kita dan generasi masa depan kita dalam sejarah penuh keagungan Islam.

Allah berfirman, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu" (QS. 8: 60), "Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu" (QS. 47: 7), "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman" (QS. 3: 139) dan "Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan" (QS. 4: 104).

Soal: Mengenai perjuangan bersenjata yang tengah berlangsung di Palestina dan aksi kekerasan Zionis Israel terhadap warga Arab dan Islam tolong sampaikan pendapat Anda agar seluruh umat Islam di seluruh dunia memobilisasi seluruh kekuatan materi dan non materinya serta ikut dalam jihad suci ini?

Jawab: Bismillahirrahmanirrahim. Sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya, dalam kondisi kekinian setelah tunduk pada undang-undang suci Islam, tidak ada masalah yang lebih wajib dari membela jiwa dan harta di jalan meninggikan Islam. Ketika kalian menyaksikan darah saudara dan saudari tidak berdosa kalian mengalir di tanah air suci Palestina dan saat kalian menyaksikan tanah air kita diduduki dan rumah-rumah kita dihancurkan oleh tangan-tangan Zionis Israel, dalam kondisi yang demikian tidak ada jalan lain kecuali jihad dan kepada seluruh umat Islam wajib hukumnya memberikan bantuan dalam perjuangan ini baik materi maupun non materi. Allah berada di balik kehendak ini. Wallahu Min Warai Al-Qashd.

Soal: Kini pengaruh Zionis Israel telah merasuk ke dalam kehidupan orang Iran yang muslim. Menurut pandangan Anda, apa hal paling mendasar bagi bangsa Iran untuk memutuskan pengaruh Israel di Iran, sehingga saudara-saudara Iran kami juga ikut berjuang dengan para pejuang Palestina?

Jawab: Bismillahirrahmanirrahim. Solusi mendasar adalah rakyat Muslim Iran harus memutuskan hubungan dengan kaki tangan Israel dan agen-agen imperialis lainnya, menekan mereka dari sisi materi dan kejiwaan dan menekan segala kebutuhan vital mereka. Intinya harus melakukan perang ekonomi dengan mereka dan juga berperang di pelbagai bidang lainnya, sehingga mereka terpaksa memutuskan seluruh hubungannya dengan Iran dan seluruh umat Islam. Akhirnya, bangsa Iran mampu membantu baik secara materi dan spiritual kepada mujahidin Palestina.

Dalam kondisi saat ini, merupakan suatu keharusan bagi setiap Muslim untuk mengerahkan segala daya dan upaya untuk membebaskan Palestina dan membalas dendam terhadap para penjajah.

Wallahu Waliyyu Al-Taufiq.

Tidak boleh ragu bahwa kewajiban seorang muslim yang hidup di daerah paling terpencil dan jauh sekalipun dari Palestina sama dengan seluruh masyarakat Palestina yang muslim. Umat Islam seperti satu tubuh dan dalam tanggung jawab umum berada dalam satu barisan. Tidak ada itu yang namanya memecah belah dan rasialis. Di antara bangsa-bangsa Islam tidak ada sedikit pun keistimewaan, kecuali takwa dan yang paling dimuliakan di hadapan Allah adalah kalian yang paling bertakwa.

Hasbunallahu Wa Ni'malwakil. (IRIB Indonesia) 











Kesalahan Penerjemahan Pidato Mursi Dimanfaatkan Barat Memfitnah Iran

Pada 30 Agustus, pidato yang ditunggu-tunggu Presiden baru terpilih Mesir mengatakan bahwa mereka yang sedang berjuang untuk kebebasan adalah "Palestina dan Suriah." Namun, pidatonya itu salah salah diterjemahkan dengan "Palestina dan Bahrain." Kesalahan tersebut segera dimanfaatkan media Barat menyebut Iran berbuat culas. 

 Kesalahan Penerjemahan Pidato Mursi Dimanfaatkan Barat Memfitnah Iran
Menurut Kantor Berita ABNA, Ketua Radio dan Televisi Republik Islam Iran (IRIB), Ezzatollah Zarghami menerima kesalahan dalam terjemahan ketika Presiden Mesir, Muhammad Mursi berpidato pada KTT ke-16 Gerakan Non-Blok (GNB) di Tehran.

"Kekurangan itu hanya dalam kasus salah menerjemahkan nama untuk Suriah menjadi Bahrain di salah satu saluran televisi [IRIB]," kata Zarghami pada hari Minggu.

Ditambahkannya bahwa kesalahan terjemahan pada pidato Presiden Mesir Muhammad Mursi, itu adalah kesalahan teknis yang terjadi pada siaran langsung Saluran 1 IRIB. Penerjemah yang membuat kesalahan itu telah diganti, demikian dilaporkan kantor berita Mehr.

Zarghami mengatakan, media Barat segera memanfaatkan kekeliruan tersebut.

Ditegaskannya, "Jaringan Berita Republik Islam Iran (IRINN) bertanggung jawab atas siaran konferensi puncak," seraya mengatakan bahwa proses konferensi itu disiarkan "baik di dalam negeri dan di luar negeri [termasuk] salah terjemahan."

Zarghami menekankan bahwa " Liputan media Iran [acara] itu begitu luas dan sempurna" media Barat memanfaatkan kekurangan tersebut.

Pada 30 Agustus, pidato yang ditunggu-tunggu Presiden baru terpilih Mesir mengatakan bahwa mereka yang sedang berjuang untuk kebebasan adalah "Palestina dan Suriah." Namun, pidatonya itu salah salah diterjemahkan dengan "Palestina dan Bahrain. "

Pada hari Sabtu (1/9), pemerintah Bahrain mengeluarkan statemen bahwa Manama telah mengajukan keluhan resmi terhadap Iran atas kekeliruan tersebut.(IRIB Indonesia)
(










 Pengkhianatan Arab Saudi Kepada Kaum Muslimin

Waktu jugalah yang akan menjawab apa sebenarnya di balik kemungkinan kesepakatan rahasia antara pengkhianat dan munafik umat Islam dengan Rezim Zionis Israel. 


 Pengkhianatan Arab Saudi Kepada Kaum Muslimin
Apakah bungkamnya para pejabat Arab Saudi di saat militer Israel melakukan kebiadabannya bagian dari kesepakatan rahasia Arab Saudi dan Israel dalam masalah proyek jembatan dari pulau Tiran? Terlebih lagi setelah sejumlah pakar menyebut-nyebut adanya sumber minyak di pulau Tiran dan Sanafir.
Negara-negara Arab hingga kini tetap anteng menjalankan propaganda strategi asing terkait kunjungan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ke pulau Abu Musa, Iran, Teluk Persia. Indikasi tersebut jelas, sebab para pemimpin berigal Arab tetap bungkam dan menggerendel mulutnya mengenai pendudukan Israel atas kepulauan Tiran dan Sanafir milik Arab Saudi.
Sementara terkait tiga pulau milik Iran, enam negara Teluk Arab akan bertemu di ibu kota Saudi, Riyadh, membahas kepemilikan ketiga pulau yang diklaim oleh Uni Emirat Arab (UEA), kata Gulf News Jumat, 13/04/12.
Para menteri luar negeri dari anggota Dewan Kerja sama Teluk (GCC), yaitu Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, UAE dan Oman, akan bertemu pada Rabu ini, 18/04/12 untuk pertemuan darurat guna menentukan strategi bersama berkaitan dengan Iran.
Menurut laporan itu, Sekretaris Jenderal GCC Abdul Latif Al Zayani mengecam perjalanan Ahmadinejad itu sebagai “pelanggaran yang jelas atas kedaulatan UEA” dan “tidak sejalan dengan kebijakan GCC menjaga hubungan bertetangga baik dengan Iran.”
Hebatnya mereka. Soal kepulauan milik Iran, mereka kompak menyudutkan Iran, namun ironisnya Arab Saudi dan para pemimpin Arab berigal, tidak pernah mempermasalahkan dua pulau; Tiran dan Sanafir yang sampai saat ini tetap diduduki oleh Rezim Zionis Israel.
Secara historis, pasukan Israel menduduki kedua pulau tersebut sejak tahun 1967 tetapi raja Saudi tidak pernah mempersoalkan atau bersuara merebut kembali kedua wilayah yang diduduki oleh Israel tersebut.
Dua pulau tersebut awalnya oleh Saudi Arabia disewakan kepada Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser, untuk keperluan logistik dalam Perang Enam Hari tahun 1967 dengan pasukan Israel. Namun, pulau-pulau tersebut malah dicaplok tentara Tel Aviv sejak Mesir mengalami kekalahan.
Anehnya, Uni Emirat Arab tanpa memiliki bukti kuat ngotot dan mengklaim tiga pulau Abu Musa, Tunb Kecil dan Tunb Besar sebagai miliknya. Bahkan Uni Emirat Arab memanfaatkan isu Arabisme dan propaganda internasional untuk mengusik ketiga pulau ini.
Urgensi Pulau Tiran dan Sanafir
Pelabuhan Elat yang terletak di Teluk Aqabah sangat strategis bagi Rezim Zionis Israel, karena sebagian besar aktivitas ekspor dan impor rezim Zionis melalui pelabuhan ini. Pelabuhan Elat menjadi penghubung Israel dengan pesisir timur dan selatan Afrika dan negara-negara selatan dan barat daya Asia.
Pelabuhan ini dihubungkan dengan pelabuhan Asqalan pesisir timur Laut Mediterania lewat jalur pipa minyak dan jalur darat. Dengan memiliki pelabuhan ini, Israel sudah tidak lagi membutuhkan Terusan Suez, dan kenyataannya menunjukkan strategis pelabuhan Elat bagi rezim penjajah ini.
Namun apakah satu-satunya jalur hubungan Israel dengan laut melalui Selat Tiran?
Selat Tiran adalah pulau yang menghubungkan Teluk Aqabah dengan Laut Merah. Mulut Selat Aqabah adalah pulau Tiran dan Sanafir. Mantan Duta Besar Rezim Zionis Israel untuk Amerika Ishaq Rabin pernah mengatakan, “Pulau Tiran dan Sanafir sangat strategis. Pertikaian tiga orang bersenjata saja mampu menutup selat ini.”
Sebegitu strategisnya selat ini hingga banyak pengamat menilai salah satu pemicu perang Arab-Israel tahun 1967 adalah sikap Mesir menutup selat ini bagi armada laut Israel.
Kronologi Sejarah Urgensi Pulau Tiran dan Sanafir
Mesir pada tahun 1949 menutup Terusan Suez untuk kapal-kapal Rezim Zionis Israel. Sikap Mesir ini secara otomatis mengangkat posisi Pelabuhan Elat menjadi sangat strategis bagi Israel. Karena dengan ditutupnya Terusan Suez tanpa memiliki pelabuhan tersebut, itu berarti kapal-kapal dagang rezim Israel setelah melakukan transaksi untuk kembali ke asaknya, harus memutari Afrika Selatan terlebih dahulu.
Pada tanggal 13 September 1955, Mesir mengeluarkan peraturan bagi kapal-kapal yang ingin melewati Teluk Aqabah harus mendapat izin negaranya. Sebaliknya, Israel melihat kendala dalam upayanya untuk mengakses laut bebas.
Saat Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir menasionalisasikan Terusan Suez, negara-negara Perancis, Inggris dan Rezim Zionis Israel menyerang Mesir. Hasil dari perang ini adalah terealisasinya keinginan Rezim Zionis Israel dengan dibukanya kembali Selat Tiran dan ditempatkannya pasukan internasional di Teluk Aqabah dan Gurun Sina.
Pulau Sanafir untuk pertama kalinya diduduki Rezim Zionis Israel dalam perang tahun 1956 selama 10 bulan. Sebelum perang tahun 1967 Mesir menyewa pulau ini dari Arab Saudi dengan tujuan menutup Selat Tiran untuk armada kapal Israel. Namun setelah perang pulau ini menjadi jajahan Israel.
Sebelum terjadi perang, Mesir menuntut penarikan pasukan penjaga perdamaian PBB dari garis gencatan senjata dengan Israel. Pasukan perdamaian PBB pada tanggal 23 Mei 1967 menarik pasukannya dari sana. Mesir tetap menutup Selat Tiran bagi armada kapal Rezim Zionis Israel.
Pendudukan ilegal Pelabuhan Elat di kawasan Umm Al-Rashrash oleh Rezim Zionis Israel setelah gencatan senjata tahun 1949, Luas Teluk Aqabah lebih banyak dimiliki oleh Mesir dan keyakinan negara ini bahwa Selat Tiran bukan kawasan bebas menjadi alasan Mesir untuk menutup selat ini.
Langkah yang dilakukan Mesir menunjukkan negara ini telah siap untuk melakukan perang paling menentukan dengan Rezim Zionis Israel. Namun Rezim Zionis Israel mendahului Mesir dengan lampu hijau yang diberikan Amerika, pagi hari tanggal 5 Juni 1967 membombardir 9 bandar udara Mesir selama 3 jam dan setiap kalinya selama 10 menit.
Pasukan darat rezim ini siang hari itu juga menyerang perbatasan Mesir dan kemudian merangsek maju mendekati terusan Suez. Sore hari kedua perang (6 Juni), Panglima Tertinggi Militer Mesir Abdul Hakim Amir memerintahkan pasukannya segera mundur dari Gurun Sina. Menyusul perintah ini, Mesir pada tanggal 7 Juni menerima dihentikannya perang dan menginformasikannya kepada Sekjen PBB, sementara militer Israel pada tanggal 8 Juni tengah berusaha untuk menduduki Gurun Sina secara keseluruhan.
Ada sejumlah capaian penting Rezim Zionis Israel setelah berakhirnya perang ke-3 tahun 1967 antara Arab dan Israel. Hasil-hasil itu sebagaimana berikut:
1.      Rezim Zionis Israel tetap menguasai dan menduduki daerah-daerah seperti Tepi Barat Sungai Jordan, Jalur Gaza, Gurun Sina milik Mesir, Dataran Tinggi Golan milik Suriah dan pulau Tiran dan Sanafir milik Arab Saudi;
2.      Sekitar 330 ribu warga Palestina menjadi pengungsi;
3.      Rezim Zionis Israel menguasai sumber air Sungai Jordan dan Selat Tiran dan Teluk Aqabah terbuka bagi armada kapal rezim ini;
4.      Rezim Zionis Israel berhasil menciptakan garis pertahanan baru yang strategis untuk menghadapi serangan asing;
5.      Sejumlah daerah telah diduduki Rezim Zionis Israel. Setelah ini tujuan Arab hanya berusaha untuk mengembalikan tanah-tanah yang telah diduduki baik tahun 1948 atau 1967;
6.      Kekuatan militer Mesir, Yordania dan Suriah telah hancur;
7.      Ketidakmampuan para pemimpin Arab, ketidakkompakan dan ketidakseriusan mereka untuk membebaskan Palestina semakin tampak jelas;
8.      Perlawanan Palestina muncul dan dari hari ke hari semakin menguat. Menyusul ketidakmampuan dunia Arab, bangsa Palestina menemukan jati dirinya dan berusaha dengan melakukan berbagai inovasi untuk membebaskan tanah airnya.
Perang tahun 1967 bukan akhir dari perseteruan Arab-Israel. Karena pada tahun 1973 perang kembali terjadi yang menjadi pendahuluan terjadinya Perjanjian memalukan Camp David yang ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Rezim Zionis Israel Menachem Begin pada tanggal 17 September 1978. Dalam perundingan itu tidak disebutkan mengenai pulau-pulau milik Arab Saudi dan kawasan Umm Ar-Rashrash milik Mesir sebelum perang 1967 yang diduduki Rezim Zionis Israel.
Pengkhiatan Arab Saudi atas Cita-Cita Palestina dan Umat Islam
Mencermati kronologi pendudukan pulau Tiran dan Sanafir milik Arab Saudi oleh Rezim Zionis Israel dan bungkam pemerintah Arab Saudi atas kenyataan ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Apakah mungkin ada kesepakatan rahasia antara pemerintah Arab Saudi dan Rezim Zionis Israel?
Perlu diketahui bahwa satu tahun setengah sebelum terjadinya perang Gaza, Arab Saudi menyakan akan membangun jembatan yang menghubungkan kedua negara ini dari Ra’s Al-Sheikh Hamid, Arab Saudi hingga Sharm Al-Sheikh, Mesir. Pernyataan ini kontan direaksi keras oleh Rezim Zionis Israel. Kerasnya pernyataan Israel ini dapat ditelusuri dalam tulisan yang dimuat dalam Situs Debka bahwa pembangunan jembatan itu dapat memicu perang besar di Timur Tengah. Alasan perang tahun 1967 antara Arab dan Israel dibesar-besarkan agar para pejabat Arab Saudi segera menarik kembali keputusannya itu.
Jembatan dengan panjang 50 kilometer itu diperkirakan akan menghabiskan biaya sebesar 3 miliar dolar dan direncanakan akan selesai selama tiga tahun. Hampir dua tahun dari pengumuman rencana dan peletakan batu pertama dilakukan, namun sampai kini tidak ada informasi baru mengenai kemajuan proyek ini.
Agresi brutal militer Rezim Zionis Israel dan bungkamnya Arab Saudi menyaksikan kebiadaban rezim ini membuat opini umum dunia bertanya-tanya. Apakah bungkamnya pejabat Arab Saudi dan para pemimpin Arab berigal saat militer Israel melakukan kebiadaban terhadap bangsa tertindas Palestina adalah bagian dari kesepakatan rahasia Arab Saudi dan Israel dalam masalah proyek jembatan pulau Tiran?
Terlebih lagi setelah sejumlah pakar menyebut-nyebut adanya sumber minyak di pulau Tiran dan Sanafir.
Waktu jugalah yang akan menjawab apa sebenarnya di balik kemungkinan kesepakatan rahasia antara pengkhianat dan munafik umat Islam dengan Rezim Zionis Israel.
Saat menulis surat kepada Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniyah, Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatullah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei mengatakan; “Para pengkhianat Arab juga harus tahu bahwa nasib mereka tidak akan lebih baik dari orang-orang Yahudi dalam perang Ahzab”, sambil menyebut ayat ke-26 surat Al-Ahzab yang berbunyi, “Dan dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.” Wallahu a’lam.
[Islam Times/on/SL]

http://www.islamtimes.org/vdcfemdy1w6dtca.,8iw.html














Bantahan atas Berita Dusta BBC London

 Bantahan atas Berita Dusta BBC London
Menurut Kantor Berita ABNA, Pejabat Penasihat Hubungan Internasional Rahbar Doktor Ali Akbar Velayati malam Senin (3/9) lalu mengeluarkan pernyataan yang membantah berita dusta yang disiarkan Media Inggris BBC London dan juru bicara PBB Martin Nesirky  yang menafikan pengakuan Ban Ki Moon tentang peranan Ayatullah Khamenei di timur Tengah.
Berikut adalah pernyataan dari pejabat Dr. Velayati: 
Dengan Nama Allah Ta'ala
Apa yang Dr. Velayati nukilkan dari ucapan Sekjen PBB ketika pertemuannya bersama pemimpin revolusi Islam Iran sebenarnya adalah kata-kata pribadi Ban Ki moon . Selain itu audio visual pertemuan yang dihadiri para wartawan ini juga telah merekamnya.
Dalam pertemuan tersebut, Sekjen PBB menyatakan kepada Ayatullah Ali Khamenei seperti berikut:
"Sebagai pemimpin tertinggi dan pemimpin agama yang bukan hanya di Iran, bahkan di daerah kawasan ini, anda mampu memainkan peranan yang sangat penting."
Pada bagian lain perkataanya, Ban Kii-moon menyatakan:
Anda mempunyai peranan penting, anda telah memainkan peranan dalam situasi di Lebanon dan Irak. Saya tahu anda memberikan banyak tumpuan terhadap situasi di Bahrain.
Ini semua kawasan yang telah dimainkan peranan oleh Iran, dan Iran juga akan memainkan peranan pentingnya di masa depan.
Hari ini saya ingin memusatkan perhatian terhadap Suriah. Salah satu tujuan kedatangan saya bertemu dengan anda adalah untuk meminta anda menggerakkan pengaruh sebanyak mungkin untuk menyelesaikan krisis di Suriah.
Saya rasa dalam kawasan ini, hanya Iran yang dapat memainkan peranan yang sangat penting tersebut..."
Para pegawai PBB sepatutnya memahami nasihat pemimpin tertinggi revolusi agar tidak menuruti kata-kata Amerika Serikat, dan tidak menafikan kenyataan jelas Sekjen PBB ini.
Pejabat Dr. Ali Akbat Velayati
Penasihat Bidang Hubungan Internasional Pemimpin Tertinggi (Rahbar)
Dr. Ali Velayati setelah Konferensi GNB berkata, "Sekjen PBB tidak hanya mengeluarkan pernyataan bahwa Ayatullah Khamenei adalah pemimpin Iran, bahkan beliau juga mengatakannya sebagai pemimpin agama Islam di seluruh dunia."
Media Barat yang tidak mampu mencegah berlangsungnya pertemuan KTT GNB di Tehran, telah mengambil langkah mengurangi jam siaran dan memberikan informasi yang tidak benar mengenai jalannya pertemuan GNB agar masyarakat internasional kurang memberi perhatian terhadapnya. 
(



















Tidak Membayar Kewajiban, Kalian Akan Mengeluarkannya Dua Kali Lipat untuk Maksiat




















روی عن الصادق قال: «مَنْ مَنَعَ حَقّاً لِلَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ اَنْفَقَ فِی بَاطِلٍ مِثْلَیْهِ» (وسائل الشیعه، ج 9 ص 43 روایت 11480 –کافی ج 3 ص506)

Diriwayatkan, Imam Ja'far as-Sadiq as berkata, "Orang yang tidak melaksanakan hak-hak Allah maka dia akan membayarnya dua kali lipat di jalan kebatilan."

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan hadis tersebut dan mengatakan, "Misalnya dalam urusan finansial, dalam bab infaq wajib maupun mustahab, jika seseorang tidak mengeluarkan seribu rupiah dalam melakukan apa yang seharusnya menjadi hak Allah, maka dia harus mengetahui bahwa dia akan mengeluarkan uang dua kali lipat di jalan kebatilan. Karena dia telah menolak untuk melaksanakan tugasnya di jalan kebenaran."

"Ada banyak riwayat seperti ini. Imam Musa Kadzim as mengatakan, 

«إِیَّاکَ اَنْ تَمْنَعَ فِی طَاعَةِ اللَّهِ، فَتُنْفِقَ مِثْلَیْهِ فِی مَعْصِیَةِ اللَّهِ»(بحارالانوار ج75،ص320)

Berhati-hatilah kalian dengan apa yang harus kalian keluarkan di jalan Allah, dan kalian tidak melakukannya! Mengapa? Karena kalian akan mengeluarkan dua kali lipatnya di jalan kebatilan, dalam maksiat. Ini harus diperhatikan. Dalam sistem qadha ilahi, telah ditetapkan demikian. Jangan lalu kalian anggap bahwa ketika kalian tidak mengeluarkan uang tersebut maka kalian telah menyimpan atau menabungnya. Tidak! Allah akan menyiapkan lubang-lubang untuk kalian. Dan lubang-lubang jebakan itu adalah maksiat." (IRIB Indonesia/MZ)

0 comments to "Pentingnya Identifikasi Musuh Islam Sunni dan Islam Syi'ah serta Musuh Manusia yaitu IBLIS & HAWA NAFSU...!!!!"

Leave a comment