Home , , , , , , , , , , , , , , , � Jadi warga Muslim Amerika bikin "TAKUT", sampai-sampai kita semua mesti bilang WOW Gitu.....Pemerintah Amerika DASAR MUNAFIK..!!!!! Kasian bangetz kalian wahai rakyat Amerika...!!!!!!

Jadi warga Muslim Amerika bikin "TAKUT", sampai-sampai kita semua mesti bilang WOW Gitu.....Pemerintah Amerika DASAR MUNAFIK..!!!!! Kasian bangetz kalian wahai rakyat Amerika...!!!!!!















Terorisme dan Kebijakan Mendua AS


Amerika Serikat resmi menghapus kelompok teroris Organisasi Mujahedin Khalq (MKO) dari daftar kelompok teroris di Kementerian Luar Negeri. MKO dicoret dari daftar hitam kelompok teroris di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada hari Jumat (28/9), sepekan setelah Menlu Hillary Clinton menyampaikan pesan rahasia kepada Kongres. Pemerintah Washington beralasan bahwa keputusan itu diambil setelah penutupan Kamp Ashraf dan penghentian aktivitas teroris kelompok ini sejak tahun 2003.     

MKO melarikan diri ke Irak pada 1980-an, di mana mereka menikmati dukungan dari mantan diktator Saddam Hussein dan mendirikan Kamp Ashraf di Provinsi Diyala timur, dekat perbatasan Iran. Kelompok ini  juga bekerja sama dengan Saddam dalam pembantaian suku Kurdi Irak dan dalam menekan pemberontakan tahun 1991 di Irak selatan. MKO terdaftar sebagai organisasi teroris oleh banyak masyarakat internasional dan telah melakukan tindakan teroris terhadap bangsa Iran dan Irak.

Kesepakatan yang ditandatangani antara pemerintah Irak dan MKO pada Desember 2011, menyatakan bahwa anggota MKO secara bertahap akan direlokasi ke Kamp Liberty, dekat Bandara Internasional Baghdad dan kemudian akan disiapkan pendahuluan transfer mereka ke negara lain. Operasi pemindahan anggota MKO ke Kamp Liberty telah usai dilakukan. Kamp Liberty merupakan basis terbesar Amerika selama pendudukan Irak dan kini dipakai sebagai tempat penampungan sementara bagi anggota teroris MKO.  

Pemerintah AS menggunakan isu terorisme sebagai alat untuk mencapai ambisi-ambisinya dan penghapusan MKO dari daftar hitam adalah salah satu buktinya. Metode penanganan Amerika terhadap MKO yang telah melakukan pembantaian luas, merupakan contoh sempurna tentang bagaimana mereka mendefinisikan terorisme dan membaginya ke dalam terorisme baik dan terorisme jahat.

Amerika dan beberapa negara Eropa memusuhi dan menyerang Republik Islam Iran karena penentangan negara ini terhadap kebijakan hegemonik AS. Menurut mereka, setiap manuver terhadap Iran adalah sesuatu yang dapat diterima bahkan aksi teror yang menelan banyak korban jiwa. Amerika dan sekutunya di Eropa bukan hanya tidak mengecam tindakan terorisme seperti itu, tapi sebaliknya malah memberi dukungan kepada mereka.

Keputusan Amerika menghapus MKO dari daftar teroris mendapat respon negatif dari berbagai pihak dan bahkan dari media-media Barat sendiri. Koran Guardian cetakan Inggris, menyinggung perilaku mendua Amerika dalam perang terhadap terorisme dan menulis, "Dokumen kejahatan anggota MKO telah diketahui oleh semua orang di Eropa dan Amerika. Sementara banyak Muslim Amerika mendekam di penjara-penjara negara itu atas tuduhan yang jauh lebih ringan dari kejahatan anggota MKO. Namun, kebijakan standar ganda AS telah menghapus nama organisasi itu dari daftar hitam."

Harian Guardian menyebut keputusan Kementerian Luar Negeri AS itu sebagai skandal besar bagi Washington. Seraya membandingkan perilaku pemerintah AS terhadap Muslim di negara itu, Guardian menulis, "Muslim sepanjang satu dekade terakhir di Amerika harus berurusan dengan pengadilan karena gerak-gerik kecil yang mencurigakan. Tidak berlebihan jika kita mengklaim bahwa setiap Muslim senantiasa dimata-matai bahkan mereka yang memiliki keterkaitan sangat kecil dengan sebuah kelompok yang diduga melakukan kegiatan terorisme. Banyak orang diadili di bawah tuduhan ‘terlibat kegiatan politik untuk mendukung kelompok teroris' dan kemudian mereka dipindahkan ke berbagai belahan dunia untuk menjalani kurungan penjara."

Guardian menyebut perang melawan terorisme adalah sebuah kosa kata yang tidak memiliki arti di Amerika dan menambahkan, "MKO dulu mengabdi untuk Saddam Hussein demi sebuah kepentingan dan setelah itu, mereka mengarahkan diri ke Israel dan AS." Harian itu menegaskan bahwa keputusan Amerika mencoret MKO dari daftar teroris akan ditafsirkan oleh rakyat Iran sebagai tindakan bermusuhan.

Berkenaan dengan itu, koran Israel Yediot Ahronot menulis, "Keputusan AS untuk menghapus munafikin dari daftar kelompok teroris merupakan hadiah Washington kepada MKO atas kerjasama mereka dengan Mossad dalam menganggu program nuklir Iran." Harian itu menambahkan, "MKO adalah kelompok yang didukung oleh Saddam Hussein untuk melawan penyebaran Syiah. Dengan bantuan finansial dan senjata, Saddam memanfaatkan mereka untuk menyerang Iran."

Reaksi ranah politik dan media Barat terhadap keputusan Washington itu menyiratkan pesan bahwa esensi terorisme MKO telah diketahui oleh masyarakat umum. Langkah Amerika ini telah menyingkap beberapa pesan penting dan pesan pertama adalah konsep keadilan untuk Muslim Amerika sepenuhnya berbeda dengan komunitas lain. Selama satu dekade lalu, banyak Muslim Amerika diseret ke pengadilan atas tuduhan berhubungan dengan kelompok-kelompok yang dicap sebagai teroris oleh pemerintah Washington. Mereka kadang dipenjara selama bertahun-tahun dan dikirim ke penjara-penjara yang mengerikan.

Tak heran, jika banyak Muslim enggan untuk menyalurkan bantuan kepada lembaga-lembaga amal, karena mereka takut dituding mendukung kelompok teroris. Ini adalah kondisi menakutkan yang sengaja diciptakan untuk Muslim Amerika. Sebaliknya, para pejabat Washington sepenuhnya bebas melakukan apa saja seperti, penyiksaan, waterboarding, atau mendukung dan menerima suap dari sebuah kelompok teroris.

Pesan kedua yang dapat ditangkap dari keputusan mengejutkan itu adalah perang melawan terorisme bagi pemerintah Amerika hanya sebuah instrumen untuk mengejar tujuan-tujuannya. Dalam banyak kasus, Amerika juga memanfaatkan terorisme sebagai alat dan mendukung kelompok-kelompok teroris untuk mencapai tujuan-tujuan ilegalnya. Pencantuman daftar negara-negara pendukung teroris dalam daftar hitam AS juga sangat sederhana. Sebuah negara atau kelompok dapat dimasukkan ke daftar hitam itu karena mengambil kebijakan independen terhadap Washington atau menghambat realisasi kebijakan hegemonik AS.

Namun, negara dan kelompok yang sama juga bisa saja dicoret dari daftar hitam ketika mereka bersedia mengabdi kepada Washington dan membantu merealisasikan tujuan-tujuan hegemonik Amerika. Sebagai contoh, Irak pada era Saddam dan ketika terjadi serangan ke Iran. Pemerintah Donald Regan mengeluarkan Irak dari daftar negara-negara musuh AS agar dapat menyalurkan bantuan kepada rezim Saddam. Akan tetapi, 20 tahun kemudian George W. Bush mencantumkan Irak dalam daftar negara-negara poros kejahatan supaya bisa menyerang rezim Saddam.

Pada dasarnya, daftar kelompok teroris tidak mencakup semua teroris, tapi hanya memasukkan mereka yang tidak bersedia menjadi boneka Amerika dan sekutunya, terutama rezim Zionis Israel. Hizbullah Lebanon dan Hamas Palestina, keduanya dicap sebagai kelompok teroris karena menentang Amerika dan melakukan perlawanan terhadap Israel.

Pesan ketiga terkait keputusan Amerika tersebut adalah terorisme termasuk istilah yang sama sekali tidak memiliki arti dalam kamus politik Amerika. Pemerintah Amerika bahkan menghilangkan kesan bahwa keputusannya itu tidak ada kaitannya dengan terorisme. Amerika hanya mengumumkan bahwa penghapusan MKO dari daftar teroris sebagai hadiah atas kesediaan mereka mengosongkan Kamp Ashraf. Namun, keputusan itu sama sekali tidak ada hubuangannya dengan terorisme dan daftar hitam. Pemerintah AS bahkan mengabaikan operasi teror yang dilancarkan MKO di Iran dan Irak.

Sementara pesan keempat adalah AS ingin memanfaatkan MKO untuk secara langsung menyerang Republik Islam. Selama lebih dari tiga dekade lalu, Amerika menghalalkan segala cara untuk menekan Iran dan cara terbaru adalah memberlalukan sanksi ekonomi sepihak. Kini, MKO dapat secara bebas melakukan aktivitas kotor untuk membantu pemerintah Washington. Namun demikian, esensi terorisme kelompok itu tidak akan pernah terhapus dan AS hanya memanfaatkan mereka untuk tujuan-tujuan ilegal. (IRIB Indonesia)

MKO Akan Bergabung Dengan Militan Suriah



Salah satu kelompok militan anti-pemerintah Suriah FSA, sedang mengkaji permintaan sejumlah anggota kelompok teroris Mojahedin Khalq (MKO) yang ingin bergabung dengan mereka.

Bassam al-Dada penasehat politik FSA (Free Syrian Army) mengatakan, kami sedang mengkaji dan mempertimbangkan permohonan MKO untuk bergabung dengan pasukan kami, demikian Arabi Press seperti dikutip Mehrnews (4/10).

Ia menambahkan, FSA sedang mengkajinya dan ingin memanfaatkan pengalaman tempur mereka.

Bergabungnya mereka sekalipun tanpa senjata, dengan sendirinya merupakan dukungan, terlebih mereka itu adalah prajurit-prajurit handal dan memiliki pengalaman berhadapan dengan strategi perang Pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC), tegasnya. (IRIB Indonesia/HS)   

Mafia Pernikahan Bagi Gadis-Gadis Pengungsi Suriah di Yordania



Sebagian pria Yordania memanfaatkan kondisi yang diderita para pengungsi wanita Suriah, dengan alasan keamanan dan bantuan untuk wanita-wanita malang ini mereka membentuk mafia nikah.

Al Alam (4/10) mengutip Harian Alquds Alarabi yang memuat tulisan Helmi Alasmar menulis, mafia nikah dengan wanita-wanita miskin Suriah ini berkatifitas dengan dalih keagamaan dan bantuan.

Walid Awad seorang aktifis kemanusiaan yang bekerjasama dengan dua tim dari parlemen Yordania membantu para pengungsi Suriah mengatakan, para pemuka agama Yordania menyebut aktifitas mafia nikah ini dengan istilah "Nikah Untuk Membantu" dan "Nikah Karena Terpaksa".

Awad mengakui pada kondisi tertentu, para lelaki Yordania memaksa istri-istri mereka untuk mentaatinya dengan mengancam akan menikah dengan wanita-wanita pengungsi Suriah tersebut. Majelis Fatwa Yordania sampai terpaksa ikut campur, dan meminta para lelaki Yordania untuk tidak memakai metode semacam ini.

Awad menambahkan, untuk menikahi wanita-wanita pengungsi Suriah, mereka cukup pergi ke persimpangan Amman, Ramsa, Irbid dan Karak. Harga untuk akad nikah gadis-gadis malang pengungsi itu berkisar 100 sampai 200 dinar.

Tujuan orang tua gadis-gadis ini menikahkan mereka dengan mahar yang murah dan tanpa pesta pernikahan, hanya untuk menjaga keamanan dan nyawa anak gadisnya. (IRIB Indonesia/HS) 

Bukti Keterlibatan Saudi dalam Kerusuhan di Irak



Sejumlah antek Arab Saudi kini mendekam di penjara-penjara Irak dan sebagiannya divonis mati oleh pengadilan karena terlibat dalam berbagai serangan teroris di negara itu. Banyak bukti kuat menunjukkan intervensi Riyadh dalam urusan internal Baghdad.

Sumber-sumber media menyebutkan bahwa lima warga negara Saudi divonis mati karena melakukan berbagai serangan terorisme di Irak. Bahkan tiga dari mereka akan segera dieksekusi.

Koran Okaz terbitan Saudi memuat lima nama warga Saudi yang ditangkap di Irak dan menyebutkan keterlibatan mereka dalam berbagai serangan terorisme di Negeri Seribu Satu Malam itu.

Terorisme menjadi salah satu masalah terpenting terkait keamanan dunia pada beberapa tahun terakhir. Perang melawan terorisme juga menjadi slogan para pengklaim pembela demokrasi dan bahkan menjadi alat untuk menekan sejumlah negara seperti Irak.

Perang melawan kelompok-kelompok teroris merupakan salah satu simbol utama kebijakan internasional di awal abad ke-21 sebagai buntut dari peristiwa penyerangan terhadap gedung kembar World Trade Center New York pada 11 September 2001. Kemudian masalah ini masuk ke dalam literatur kebijakan internasional dan dengan berlalunya waktu menjadi alat penting untuk memenuhi kepentingan kekuatan-kekuatan dunia dan sejumlah negara di kawasan Timur Tengah.

Irak adalah salah satu negara di Timur Tengah yang pernah diduduki oleh kekuatan-kekuatan trans-regional dengan dalih memerangi teroris dan hingga kini terorisme dijadikan sebagai alat untuk menyabotase dan menekan pemerintahan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki.

Sementara itu, Saudi menjadi pihak yang selalu dituding terlibat dalam serangan dan pemboman di Irak. Para pejabat Baghdad berulang kali memperingatkan tentang keterlibatan sejumlah negara tetangga Irak termasuk Saudi dalam operasi terorisme di negara itu.

Intervensi Saudi terhadap urusan internal Irak tampak jelas ketika pengeluaran surat perintah penangkapan terhadap Tariq al-Hashimi, Wakil Presiden Irak yang menjadi buron pemerintah Baghdad. Al-Hashimi yang didakwa terlibat dalam berbagai serangan teroris dan pengeboman di kota-kota Irak mendapat dukungan penuh dari rezim Al Saud. Bahkan dukungan itu semakin kuat ketika pengadilan Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya.  Dalam hal ini, sejumlah pangeran Saudi bekerjasama langsung dengan al-Hashimi. 

Setelah al-Hashimi melarikan diri ke Turki, Arab Saudi dengan dukungan sejumlah kekuatan trans-regional khususnya Amerika Serikat menyuplai dana dan senjata kepada para teroris untuk menyulut instabilitas di Irak supaya dapat menjegal keberhasilan pemerintahan al-Maliki. Tertangkapnya antek-antek Saudi di Irak dan vonis mati terhadap sebagian dari mereka membuktikan intervensi Riyadh dalam mengobarkan ketidakamanan di Irak.

Saudi mendukung penuh para teroris yang aktif di Irak dan bahkan mengirim antek-anteknya untuk mendukung kebijakan AS di kawasan. Dengan kata lain, Washington yang mengklaim memerangi terorisme di dunia ternyata menggunakan teroris untuk memenuhi ambisi-ambisinya. (IRIB Indonesia/RA/NA)

Target Barat Di Balik Sanksi Iran


Barat melalui sanksi-sanksi sepihaknya atas Iran, berupaya meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Republik Islam. Mereka secara agresif berusaha mengucilkan Iran dan menghancurkan perekonomiannya.

Para analis ekonomi dan masalah strategis menilai bahwa tercapainya tujuan tersebut sebagai target sanksi Barat.

Memperhatikan pengenalan Barat terhadap kemampuan Iran dalam menjawab ancaman dan potensi perang, para pemain internasional berkesimpulan bahwa Iran tidak akan mundur selangkah pun dalam mempertahankan prinsip dan hak-hak absolutnya untuk memanfaatkan energi nuklir damai. Terlebih lagi di antara opsi-opsi yang mungkin diambil terhadap Tehran, biaya perang bagi Barat jauh lebih besar ketimbang sanksi.

Barat kini mulai membuat perhitungan khusus mengenai dampak tekanan dan sanksi. Mereka berharap bisa meningkatkan tekanan dan menciptakan ketidakpuasan masyarakat Iran terhadap pemerintah sehingga menghentikan program energi nuklir Republik Islam untuk selamanya.

Meski memakan waktu lama, tapi yang penting bagi Barat adalah menyaksikan bahwa sanksi itu benar-benar berkerja dan efektif.

Di samping propaganda luas media-media Barat terkait kebijakan sanksi sepihak Barat, para pejabat Amerika Serikat mengklaim sanksi itu tidak menargetkan rakyat Iran, tapi ditujukan kepada negara dan para pejabat pemerintah. Dengan semangat ini pula, Barat memasukkan sejumlah nama pejabat pemerintah, perusahaan, dan perbankan Iran ke dalam daftar sanksi dan larangan bepergian. Lembaga-lembaga riset Iran juga tidak luput dari target ilegal Barat.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bahkan tanpa malu-malu mengklaim bahwa AS adalah pendukung bangsa Iran. Padahal, sanksi yang mereka terapkan telah mencegah pengiriman obat ke Iran dan nyawa ribuan warga Iran juga terancam akibat embargo suku cadang pesawat sipil. Barat harus bertanggung jawab atas insiden jatuhnya pesawat-pesawat sipil Iran dalam beberapa tahun terakhir.

Sekarang, kebijakan arogan itu diarahkan untuk merusak pasar valuta asing dan menciptakan gangguan dalam jaringan perbankan Iran.

Para pejabat Gedung Putih tidak ragu lagi untuk mengatakan bahwa tekanan ekonomi terhadap masyarakat bertujuan untuk mengubah rezim di Iran. Beberapa waktu lalu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Victoria Nuland mengklaim bahwa penurunan nilai tukar rial Iran merupakan dampak dari sanksi dan boikot yang diberlakukan oleh Barat.

Barat secara praktis sedang berupaya menciptakan ketidakpuasan di tengah masyarakat Iran dan membenturkan mereka dengan pemerintah. Namun, banyak pengamat ekonomi meyakini bahwa kapasitas dan potensi internal Iran untuk melewati sanksi-sanksi Barat tidak sedikit. Tentu saja, pemanfaatan kapasitas itu harus disertai dengan program jangka menengah dan jangka panjang untuk meredam tekanan ekonomi. (IRIB Indonesia/RM/NA)

Peran Antagonis Turki di Kawasan


Pelanggaran rutin jet-jet tempur Turki terhadap wilayah udara Irak telah mengundang kritik dan protes dari pemerintah Baghdad, terutama dari Komisi Keamanan dan Pertahanan Majelis Irak. Insiden itu membuka babak baru perang verbal antara Turki dan Irak.

Pemerintah Baghdad baru-baru ini menyerukan diakhirinya kehadiran pasukan militer Turki di atas wilayah udara Irak dan menuntut Ankara untuk menghentikan serangan terhadap militan Partai Pekerja Kurdi (PKK) di Irak Utara. "Kabinet memutuskan untuk menolak kehadiran setiap pangkalan atau pasukan asing di wilayah Irak," kata juru bicara pemerintah, Ali al-Dabbagh dalam sebuah pernyataan.

Dabbagh menegaskan bahwa aksi militer Turki terhadap para anggota PKK di wilayah Irak, bertentangan dengan prinsip-prinsip hubungan baik bertetangga. Ditambahkannya, kabinet Irak merekomendasikan bahwa parlemen harus membatalkan atau tidak memperpanjang setiap perjanjian yang ditandatangani di masa lalu dengan negara asing yang memungkinkan kehadiran pasukan dan pangkalan militer asing di Irak.

Hubungan antara kedua negara bertetangga itu telah tegang karena penolakan Ankara untuk mengekstradisi mantan Wakil Presiden Irak Tariq al-Hashemi, yang telah dijatuhi hukuman mati in absentia atas tuduhan teror oleh pengadilan Irak. Kunjungan mengejutkan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu ke wilayah semi-otonom Kurdistan Irak juga memicu kemarahan di Baghdad.

Namun, sejumlah pengamat politik menggambarkan dukungan Turki kepada kelompok-kelompok ekstremis di Irak dan Suriah sebagai alasan utama kerenggangan hubungan kedua negara.

Retorika Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan tentang perubahan di Suriah, ditambah dengan kebijakan mempersenjatai pemberontak, telah membuat negara Arab itu kecewa. Dukungan kuat Turki kepada kelompok ekstremis di Irak dan Salafi di Suriah, mengindikasikan rencana negara itu untuk menciptakan konflik sektarian di kawasan.

Menurut parlemen Turki, militer berwenang untuk melakukan operasi di dalam wilayah udara Irak dengan dalih menargetkan tempat persembunyian militan PKK. Operasi ini meningkat setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Irak, yang belum mampu secara maksimal mengamankan wilayah udaranya.

Turki juga berperan sebagai pintu masuk untuk mentransfer kelompok teroris ke Suriah dan Irak. Unsur-unsur teroris dari berbagai negara termasuk Pakistan, Chechnya, Maroko, dan Tunisia menyusup ke Suriah dan Irak dalam jumlah besar. Hal ini telah menciptakan tantangan keamanan bagi pemerintah Baghdad dan dianggap sebagai salah satu poin utama dari sengketa antara Irak dan Turki.

Menurut beberapa pengamat, Turki harus mengekstradisi Tariq al-Hashemi dan berhenti memicu konflik sektarian di Irak. Para pejabat Ankara juga harus mengubah pendekatan mereka terhadap perkembangan politik di kawasan. Jika tidak, prospek hubungan Ankara dengan dunia Arab, terutama dengan Irak, mungkin akan semakin suram. (IRIB Indonesia/RM/NA)

Iran, Mendidik Ilmuwan Muda Di Tengah Sanksi Barat



Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menilai tujuan utama tekanan terhadap bangsa Iran adalah untuk memaksa bangsa ini tunduk kepada kebijakan hegemonik Barat. Rahbar menegaskan, bangsa Iran tidak akan pernah menyerah terhadap segala bentuk tekanan dan musuh marah terhadap tekad bangsa ini.

Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan seribu pemuda berprestasi Iran di Tehran, menekankan pentingnya menjaga dan memperkokoh iklim hangat dan semangat saat ini di antara para pemuda berprestasi, menyediakan fasilitas bagi kemajuan sains, memperkuat semangat dan rasa bertanggung jawab mereka terhadap masa depan bangsa serta tidak merasa puas dengan kemajuan yang telah dicapai.

Menurut Rahbar, sebuah analisa yang valid terhadap kedudukan negara akan diperoleh melalui analisa yang benar terkait kemampuan dan titik kekuatan Republik Islam, tekanan front musuh, dan juga kegagalan-kegagalan front itu.

Iran menghadapi berbagai tekanan dan gangguan dari Barat pasca kemenangan Revolusi Islam. Meski demikian, para pemuda Iran mampu mengukir prestasi di berbagai bidang ilmiah dan budaya. Kemajuan Republik Islam di berbagai bidang sains dan teknologi mencapai tingkat teratas khususnya di kawasan Timur Tengah.

Dalam beberapa tahun belakangan dan di tengah gencarnya gelombang tekanan ekonomi, politik, dan propaganda Barat terhadap bangsa Iran, motivasi dan tekad para pemuda Iran untuk mencapai puncak sains dan teknologi juga semakin membara. Kebulatan tekad bangsa ini untuk maju telah menggagalkan upaya musuh untuk mencegah kemajuan Republik Islam.

Kebanyakan program pembangunan Iran di berbagai bidang ilmiah, termasuk ilmu kedokteran, nuklir, teknologi nano, industri militer, dan lainnya terealisasi dengan mengandalkan sumber daya manusia di dalam negeri.

Para pemuda Iran menghadapi tantangan sulit di tengah sanksi dan embargo Barat, akan tetapi dengan semangat resistensi mereka mampu mengidentifikasi dan menggagalkan konspirasi musuh. Semangat itu diperoleh dari rasa percaya diri dan hasil dari perlawanan panjang bangsa Iran terhadap arogansi Barat.

Selain itu, para ilmuwan dan pemikir muda Iran senantiasa menjadikan bimbingan Pemimpin Besar Revolusi Islam sebagai bekal untuk mengukir masa depan mereka.

Dalam pandangan Rahbar, semangat seperti itu harus dilestarikan dan dikembangkan di tengah para pemuda, khususnya generasi muda berprestasi. Mempertahankan semangat ini akan membuahkan keuntungan bagi negara dan bangsa dalam memanfaatkan kemampuan para pemuda berprestasi. (IRIB Indonesia/RM/NA)

Parlemen Turki Bahas Draf Erdogan Untuk Serang Suriah



Pemerintahan Rajab Tayeb Erdogan mengajukan rancangan undang-undang ke majelis Turki terkait upaya mendapatkan legalitas berjangka setahun invasi militer Suriah.

Anggota majelis Turki hari ini akan menghadiri Sidang Umum untuk mengkaji dan melakukan voting terkait hal ini, demikian IRNA (4/10) melaporkan.

Berdasarkan UUD Turki, pengiriman pasukan ke luar negeri dan masuknya pasukan luar negeri ke Turki harus mendapat persetujuan majelis.

Menyusul tembakan meriam dan granat ke wilayah-wilayah perbatasan Turki-Suriah yang mengakibatkan 5 orang meninggal dan 9 lainnya luka-luka, beberapa wilayah Suriah menjadi sasaran artileri pasukan Turki.

Sebagian media Turki mangklaim, suara ledakan meriam yang ditembakkan dari dalam Turki ke wilayah Suriah terdengar hingga dini hari tadi. Dalam laporan yang keluarkan kantor PM Turki, disebutkan bahwa sesuai dengan peraturan internasional, negara ini memiliki hak untuk membalas serangan tersebut, dan setelah balasan ini, setiap aktifitas yang mengancam keamanan nasional tidak akan dibiarkan.

Insiden penembakan meriam ke wilayah Akcakale Turki yang diduga dari dalam Suriah, dinilai para analis negara ini sebagai langkah mencurigakan untuk menarik Turki ke dalam perang melawan Suriah.

Para analis Turki ini juga meyakini penembakan meriam ini bisa saja dilakukan oleh kelompok militan anti-pemerintah Suriah, karenanya pemerintah Turki harus berhati-hati menyikapi masalah ini. (IRIB Indonesia/HS)   

Pengadilan Amerika Vonis Iran Bayar Ganti Rugi Korban 11 September


Sebuah pengadilan di Amerika memvonis Iran, Hizbullah Lebanon, Al Qaeda dan Taliban untuk membayar ganti rugi korban peledakan gedung WTC 11 September.

Harian Krone terbitan Austria mengangkat berita soal langkah aneh yang diambil pengadilan kota New York ini.

Krone menulis, pengadilan kota New York memvonis Iran, Hizbullah Lebanon, Al Qaeda dan Taliban bertanggungjawab atas peledakan gedung kembar WTC 11 September dan diharuskan membayar ganti rugi kepada keluarga korban.

George Daniels hakim pengadilan ini mengeluarkan putusan hukum yang aneh dan tanpa pertimbangan rasional, Iran dan beberapa kelompok lain divonis untuk membayar ganti rugi sebesar 6 milyar dolar kepada 47 keluarga korban kejadian 11 September.

Hakim ini mengklaim, Iran membantu Al Qaeda dengan menyusun rencana peledakan gedung kembar WTC. (IRIB Indonesia/HS)

Ribuan Hadiri Pemakaman 3 Warga Syiah yang Dibunuh Militer

Menyusul meninggalnya tiga warga Syiah dalam sebuah aksi brutal pihak keamanan yang hendak membubarkan para pengunjuk rasa beberapa hari sebelumnya, ribuan warga Saudi di kota Awamiyah di provinsi timur Arab Saudi menghadiri prosesi pemakaman para korban. Para pelayat mengungkapkan kemarahannya dengan meneriakkan slogan-slogan mencela Keluarga Saud atas penumpasan brutal tersebut.



 

 Ribuan Hadiri Pemakaman 3 Warga Syiah yang Dibunuh Militer
Menurut Kantor Berita ABNA, menyusul meninggalnya tiga warga Syiah dalam sebuah aksi brutal pihak keamanan yang hendak membubarkan para pengunjuk rasa beberapa hari sebelumnya, ribuan warga Saudi di kota Awamiyah di provinsi timur Arab Saudi menghadiri prosesi pemakaman para korban. Para pelayat mengungkapkan kemarahannya dengan meneriakkan slogan-slogan mencela Keluarga Saud atas penumpasan brutal tersebut.
Kematian terbaru tersebut menjadikan jumlah pengunjuk rasa yang tewas menjadi lima belas sejak demonstrasi anti-rezim meletus di Provinsi Timur tahun lalu. 
Sejak Februari 2011, pengunjuk rasa telah mengadakan demonstrasi serentak di beberapa titik di Arab Saudi, terutama di Qatif dan Awamiyah di Provinsi Timur, menyerukan pembebasan semua tahanan politik, kebebasan berekspresi dan berkumpul, dan mengakhiri diskriminasi yang meluas terhadap warga Syiah. 
Para aktivis mengatakan ada lebih dari 30.000 tahanan politik di Arab Saudi. Kebanyakan dari mereka ditahan tanpa dakwaan. Kelompok hak asasi manusia telah menuduh Keluarga Saud memenjarakan para pembangkang politik tanpa pengadilan. 
Menurut Human Rights Watch, rezim Saudi "secara rutin merepresi ekspresi kritis terhadap pemerintah." 

Pada tanggal 13 Agustus, Menteri Pertahanan Swedia, Karin Enstrom mengkritik pelanggaran hak asasi manusia di Arab Saudi, menggambarkan kerajaan sebagai "rezim otoriter dan monarki absolut, di mana kejahatan hak asasi manusia yang serius terjadi." [IT]
 
Kemungkinan Kudeta di Negara-Negara Teluk Persia Semakin Menguat

Beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Qatar, Syeikh Hamad bin Jasim bin Jabir al-Khalifa menyatakan bahwa Qatar sedang mengupayakan penggulingan pemerintah Arab Saudi dan menegaskan bahwa pada suatu hari Qatar akan menginjakkan kaki di Qatif dan al-Syarqiyah, Saudi. Pasca pernyataan itu, hubungan Saudi dan Qatar semakin meregang.

 

 Kemungkinan Kudeta di Negara-Negara Teluk Persia Semakin Menguat
Menurut Kantor Berita ABNA, masalah sosial, penumpasan protes warga dan tidak adanya demokrasi, menjadi faktor-faktor munculnya instabilitas dan berbagai peristiwa termasuk kudeta militer di negara-negara monarki Teluk Persia.
Fars News (2/10) melaporkan, beberapa bulan lalu televisi al-Arabiya yang menjadi corong pemerintah Arab Saudi, mengkonfirmasikan gagalnya kudeta militer anti-pemerintahan Hamad bin Khalifa al-Thani di Qatar. Televisi Saudi itu menyinggung kudeta oleh sejumlah perwira militer tinggi negara ini untuk menggulingkan Emir Qatar. Dalam prosesnya terjadi bentrokan di luar istana antara 30 tentara dan pengawal emir yang didukug Amerika Serikat. Setelah kudeta itu berhasil digagalkan, para perwira yang terlibat dalam kudeta ditangkap. Helikopter Amerika Serikat merelokasi Emir Qatar dan istrinya ke tempat yang tidak diketahui.
Beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Qatar, Syeikh Hamad bin Jasim bin Jabir al-Khalifa menyatakan bahwa Qatar sedang mengupayakan penggulingan pemerintah Arab Saudi dan menegaskan bahwa pada suatu hari Qatar akan menginjakkan kaki di Qatif dan al-Syarqiyah, Saudi. Pasca pernyataan itu, hubungan Saudi dan Qatar semakin meregang.
Muncul berbagai indikasi jelas tentang instabilitas di negara-negara Dewan Kerjasama Teluk Persia. Di antaranya terdapat para buruh asal India dan Pakistan yang bekerja dengan upah sedikit dan pejabat negara-negara tersebut tidak mempedulikan demokrasi. Penguasa Bahrain adalah kelompok Sunni, sementara mayoritas warga di negara itu adalah Syiah. Arab Saudi adalah sebuah pemerintahan kejam yang saat ini sedang menghadapi berbagai masalah termasuk protes warganya atas ketidakpuasan mereka terhadap kinerja pemerintah, buruknya kondisi hidup.
Keamanan adalah Rukun Penting Masyarakat Islam

Ayatullah Nuri Hamadani menegaskan bahwa keamanan adalah rukun terpenting dari sebuah masyarakat. Masyarakat hanya akan mengalami kemajuan jika dalam keadaan aman. Menurut beliau, kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari sejauh mana bangsa tersebut menjaga keamanan sosialnya.
 
 Keamanan adalah Rukun Penting Masyarakat Islam
Menurut Kantor Berita ABNA, Hadhrat Ayatullah Husain Nuri Hamadani, ulama marja taqlid dalam pertemuannya dengan pejabat dan petinggi satuan keamanan Negara senin (1/10) menyatakan, "Dalam keadaan keamanan Negara terjamin, maka Negara tersebut akan mengalami kemajuan dan dengan mudah bergerak kearah yang direncanakan bersama. Demikian pula dalam mencapai kemajuan tekhnologi dan sains."
Ayatullah Nuri Hamadani dalam penjelasannnya mengenai keamanan yang memiliki beberapa unsur penting menambahkan, "Kesatuan militer dan keamanan harus menjaga semua unsur-unsur warga Negara secara umum, keselamatan jiwa, harta, dan kebebasan berpikit. Dan militer harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang diembannya."
Berkaitan dengan keberhasilan Iran menjadi tuan rumah pada konferensi tingkat tinggi Negara-negara Gerakan Non Blok di Teheran beberapa waktu lalu, Ayatullah Nuri Hamadani mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang tinggi terhadap kesatuan militer, kepolisian dan satuan keamanan secara umum karena mampu menjalankan tugas dengan baik, sehingga sampai berakhirnya penyelenggaraan acara tidak terdapat kejadian yang tidak diinginkan. "Kelancaran jalannya pertemuan tingkat internasional tersebut terwujud karena terjaminnya keamanan oleh satuan militer yang telah bersungguh-sungguh menjalankan tugasnya." Ungkap ulama marja taqlid tersebut.
Dalam lanjutan pesannya, Ayatullah Nuri Hamadani mengatakan, "Pihak militer dan kepolisian hendaklah menjalin hubungan erat dan kerjasama dengan masyarakat. Aktivitas militer terhitung amal ibadah. Sehingga jika dilakukan dengan penuh rasa ikhlas dan ketika berinteraksi dengan masyarakat didasari budi pekerti dan akhlak islami, niscaya tugas-tugas dalam menjaga keamanan akan lebih mudah, sebab interaksi yang didasari dengan akhlak Islam akan memberi pengaruh besar."
Ayatullah Nuri Hamadani turut menegaskan bahwa keamanan adalah rukun terpenting dari sebuah masyarakat. Masyarakat hanya akan mengalami kemajuan jika dalam keadaan aman. Menurut beliau, kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari sejauh mana bangsa tersebut menjaga keamanan sosialnya.

Bangsa Iran Tidak Akan Menyerah

Berkat inayah Allah Swt dan dengan mengandalkan kekayaan sumber daya manusianya berupa para pemuda yang berpotensi dan resistensi menghadapi semua tekanan, bangsa Iran akan berhasil melalui semua ganjalan yang ada untuk mencapai puncak kejayaan." 
 Bangsa Iran Tidak Akan Menyerah
Menurut Kantor Berita ABNA, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menilai tujuan utama eskalasi represi terhadap bangsa Iran adalah untuk memaksa bangsa ini menyerah. "Bangsa Iran tidak akan pernah bersedia menyerah terhadap segala bentuk tekanan dan yang membuat musuh marah adalah tekad bangsa Iran ini," tegas Rahbar.

Menurut laporan Fars News, Rahbar Rabu pagi (3/10) saat bertemu dengan seribu pemuda berprestasi Iran menekankan pentingnya menjaga dan memperkokoh iklim hangat dan semangat saat ini di antara para pemuda berprestasi, menyediakan fasiliatas bagi kemajuan sains mereka yang berprestasi, memperkuat semangat dan rasa bertanggung jawab para pemuda berprestasi terhadap masa depan bangsa serta tidak merasa puas dengan kemajuan yang telah dicapai.

"Berkat inayah Allah Swt dan dengan mengandalkan kekayaan sumber daya manusianya berupa para pemuda yang berpotensi dan resistensi menghadapi semua tekanan, bangsa Iran akan berhasil melalui semua ganjalan yang ada untuk mencapai puncak kejayaan," tegas Rahbar.

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan akrab itu, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyampaikan ucapan selamat kepada para pemuda elit berprestasi atas taufik yang dicapai dalam rangka aktualisasi potensi dan kemampuan yang ada. Kepada para pemuda, beliau menandaskan, "Kalian semua, para pemuda yang tercinta, tidak semestinya puas dengan prestasi yang sudah dicapai. Yang mesti dilakukan adalah menjadikan benih yang sudah ditanam ini menjadi tunas kokoh yang di semua kondisi akan memberikan buahnya yang manis yang bisa dinikmati oleh negara dan bangsa ini, juga sejarah dan akhirnya semua umat manusia."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung pandangan dan usulan yang disampaikan beberapa pemuda berprestasi di awal pertemuan itu seraya menyebutnya sebagai pandangan dan pemikiran yang cermat dan didasari oleh pemikiran yang mendalam, kejujuran dan kesucian. Beliau mengimbau para pejabat negara untuk memperhatikan pandangan-pandangan tersebut dan mempelajarinya dengan seksama.

"Ketika para pemuda sedemikian bersemangat, optimis, bernas dan penuh rasa tanggung jawab dalam menyampaikan pandangan mereka tentang kemajuan dan masa depan negara, maka terciptalah kondisi yang sangat menarik. Semangat seperti ini harus ditubuhkembangkan di tengah para pemuda khususnya kalangan muda berprestasi," imbuh beliau.

Rahbar mengingatkan pesan Imam Khomeini (ra) setelah kemenangan yang diraih pasukan Islam dalam operasi militer Tariq al-Qods di masa Perang Pertahanan Suci, seraya menambahkan, "Dalam pesan itu, Imam Khomeini menyebut pendidikan para pemuda yang sudah berhasil mengukir kemenangan di saat-saat yang sangat sulit itu sebagai ‘fathul futuh' atau kemenangan terbesar revolusi Islam. Kini, semangat dan rasa tanggung jawab para pemuda berprestasi akan masa depan negara juga bisa disebut fathul futuh revolusi Islam."
Seraya menyatakan bahwa mempertahankan semangat ini akan membuahkan keuntungan bagi negara dan bangsa dalam memanfaatkan kelebihan para pemuda berprestasi, beliau mengatakan, "Ketika seorang pemuda elit berprestasi dengan semangat dan motivasi seperti ini mengarungi perjalanan untuk kemajuan keilmuan berarti telah menjadikan modal pribadinya yang berupa prestasi menjadi modal kekayaan bagi negara yang akan dimanfaatkan oleh semua."

Akar Terorisme Zionis (Bagian 1)



Sudah menjadi rahasia umum kiranya, terbentuknya Israel dilakukan lewat cara-cara kekerasan dan teror. Bahkan hingga kinipun, rezim zionis masih terus mengandalkan terorisme sebagai cara untuk mempertahankan eksistensinya. Ironisnya, rezim zionis Israel dan sekutu Baratnya justru memutarbalikkan istilah terorisme dan menyebut perjuangan rakyat Palestina sebagai bentuk nyata terorisme.

Salah satu bidah terbesar sejarah kontemporer saat ini adalah pencitraan Israel sebagai pihak yang dizalimi sementara perlawanan sebuah bangsa menentang penjajahan selama bertahun-tahun malah disebut sebagai aksi terorisme. Sampai-sampai kelompok-kelompok pejuang Palestina pun dicantumkan dalam daftar kelompok-kelompok teroris.

Sejatinya, isu terorisme yang kini gencar dipromosikan Barat sebagai ancaman bagi keamanan global dan menjadi dalih bagi mereka untuk menyokong terorisme negara rezim zionis, merupakan kebohongan besar terhadap bangsa-bangsa di dunia. Bila ditelusuri lebih jauh, sebenarnya AS dan sekutu Eropanya merupakan pelopor model baru terorisme sebagaimana yang dipraktekkan rezim zionis.

Terorisme yang marak saat ini pada dasarnya berakar dari pemikiran dan tindakan pemerintah negara-negara Barat dalam beberapa dekade terakhir. Kalaupun kini terorisme disebut-sebut sebagai ancaman bagi keamanan global, hal itu tak lain sekedar trik untuk memuluskan politik intervensi Barat di negara-negara sasaran.

Sebelum kami ajak Anda menelisik lebih jauh persoalan ini, ada baiknya jika kami perjelas lebih dahulu pengertian terorisme dan zionisme. Setelah itu kami paparkan bagaimana aksi-aksi teror yang dilancarkan kalangan zionis menjelang terbentuknya rezim zionis Israel di Palestina.

Teror dan terorisme merupakan dua istilah dari bahasa Perancis yang sepadan dengan istilah "Irhab" dalam bahasa Arab bermakna takut, menakut-nakuti ataupun menciptakan ketakutan. Hingga kini belum ada kesepakatan bulat dan devinisi yang jelas mengenai terorisme. Namun secara umum bisa disimpulkan bahwa terorisme adalah penggunaan segala bentuk kekerasan ilegal ataupun ancaman pengunaan cara-cara tersebut untuk menciptakan ketakutan sebagai upaya mempengaruhi ataupun menguasai pihak sasaran. Langkah itu dilakukan untuk menarget tujuan tertentu yang dikehendaki".

Terorisme sebenarnya bukan isu yang baru. Hanya saja, seperti halnya istilah-istilah strategis lainnya seperti kebebasan, hak asasi manusia, dan demokrasi kerap dimanfaatkan Barat untuk kepentingan politiknya. Sebagai kekuatan yang senantiasa ingin menguasai dunia, Barat terutama AS tak segan-segan menghalalkan segala cara untuk meraih ambisi hegemoniknya termasuk dengan cara-cara teror.

Belakangan, Barat menjadikan isu pemberantasan terorisme sebagai dalih untuk melegitimasi aksi-aksi arogannya. Salah satu bentuk nyata dari standar ganda AS dan sejumlah negara Eropa adalah penggunaan istilah terorisme yang diterapkan dalam konflik Israel-Palestina.

Selama ini AS dan negara-negara Eropa kerap mengklaim dirinya sebagai pembela hak asasi manusia. Anehnya justeru mereka juga yang menjadi penyokong utama penjahat HAM seperti rezim zionis Israel. Sebuah rezim penjajah yang dibangun di atas darah dan penderitaan rakyat Palestina lewat aksi-aksi teror yang paling kotor. Sejarah perjuangan rakyat Palestina dan pembentukan rezim zionis Israel penuh dengan aksi-aksi teror yang dilakukan kalangan zionis. Rangkain aksi-aksi brutal itu sebagian besar dimotori oleh sejumlah tokoh yang menjadi pimpinan rezim zionis. Sayangnya, akibat dukungan luas Barat terhadap rezim zionis, banyak kasus terorisme zionis yang tidak terungkap oleh media. Sementara di saat yang sama propaganda media-media Barat kerap mengesankan zionis sebagai pihak yang terzalimi untuk menutup-nutupi kebiadaban Israel terhadap rakyat Palestina.

Untungnya dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran publik semakin meningkat dan jatidiri terorisme negara rezim zionis makin terkuak. Meningkatnya arus informasi dan hubungan internasional membuat mesin-mesin propaganda Barat tak mampu membendung penyebaran berita-berita yang menyibak kejahatan Israel.

Bila kita mundur lagi ke belakang sekitar 6 dekade lalu, tampak jelas bahwa rezim zionis Israel dirintis dan ditubuhkan melalui serangkaian aksi terorisme. Bisa dikata, pondasi utama zionisme berdiri diatas doktrin dan praktek terorisme. Tak heran jika pemikiran zionisme dianggap sebagai aliran politik yang paling sadis dan dibenci di dunia.

Istilah Zionisme berakar dari nama sebuah bukit di Baitul Maqdis yang disebut Bukit Zion, sebuah bukit yang disucikan oleh umat Yahudi. Para perancang rezim penjajah itu sengaja memilih nama tersebut untuk menamai organisasinya guna meraup dukungan kaum yahudi di seluruh dunis supaya hijrah ke Palestina. Organisasi yang lahir dipenghujung abad ke-19 itu bercita-cita untuk menciptakan sebuah negara Yahudi.

Gagasan untuk mendirikan negara Yahudi itu untuk pertama kalinya dicetuskan oleh Theodor Herzl, seorang wartawan Yahudi kelahiran Hongaria. Herzl dalam pidatonya di Kongres Pertama Zionis Sedunia pada tahun 1897 menyatakan, "Zionisme sejatinya merupakan gerakan bangsa Yahudi untuk mencapai Palestina". Dengan demikian, zionisme menjadi nama sebuah gerakan nasionalis yahudi yang bertujuan mendirikan negara yahudi di Palestina.

Langkah yang ditempuh Herzl itu menunjukkan bahwa ia telah mengubah suatu istilah keagamaan yahudi menjadi sebuah strategi politik jangka panjang. Ia meyakini, dengan adanya tekanan asing, kaum yahudi bakal terpaksa menerima didirikannya negara nasional mereka di Palestina.

Dalam Kongres Pertama Zionis Sedunia di Kota Basel 1897, kaum zionis secara resmi mendeklarasikan rencananya untuk menubuhkan negara yahudi di Palestina. Sejak saat itu aktifitas pegerakan zionis dipusatkan di Wina, Austria dan kongres pun digelar setiap tahun di sana. Namun sejak tahun 1901, kongres zionis sedunia hanya digelar dua tahun sekali.

Kala itu di kalangan kaum yahudi, kelompok zionis terbilang sebagai kubu minoritas. Kelompok tersebut hanya didukung oleh komunitas yahudi dari Eropa Timur dan Tengah. Di sisi lain, jauh sebelum terbentuknya zionisme, di kalangan Yahudi Eropa telah berkembang gerakan pencerahan dan sekularisasi yang disebut Haskala. Gerakan ini muncul sekitar abad ke-17. Haskala muncul sebagai reaksi atas kondisi kaum Yahudi Eropa saat itu yang sangat ortodoks dan hidup terpisah dari komunitas Eropa lainnya. Karena itu Haskala mengupayakan terintegrasikannya kaum yahudi ke dalam kebudayaan dan peradaban Eropa.

Secara umum, Haskala menginginkan sebuah budaya baru Yahudi yang sebangun dengan budaya modern Eropa. Namun di mata Herzl, ide yang diusung Haskala tak sepenuhnya bisa direalisasikan. Ia memang setuju dengan gerakan pencerahan yang pelopori Haskala, namun soal cita-cita untuk membaurkan kaum Yahudi ke dalam masyarakat Eropa, Herzl menolaknya mentah-mentah. Lantaran ia menilai bahwa sentimen anti-Yahudi di Eropa sudah parah. 

Di sisi lain, kendati Zionisme hanya sekedar kelompok minoritas. Namun mereka memiliki kekuatan dan dukungan finansial yang besar serta terorganisir dengan baik. Mereka memiliki banyak koran yang diterbitkan dalam berbagai bahasa. Propaganda luas dan kampanye cerdas kalangan zionis merupakan faktor penting keberhasilan misi mereka. (IRIB Indonesia)

Akar Terorisme Zionis (Bagian 2)



Sebelumnya telah kita bahas bersama pengertian terorisme dan Zionisme. Dan kali ini kami ajak Anda untuk menelaah lebih jauh bagaimana sejarah terbentuknya rezim Zionis Israel terutama mengenai upaya Theodor Herzl, pendiri ideologi Zionisme, dalam merebut tanah Palestina dan menghimpun kaum Yahudi dunia ke sana.

Untuk merealisasikan cita-cita besarnya, Herzl mula-mula membujuk penguasa Khilafah Utsmani, Sultan Abdul Hamid untuk memberikan status otonomi khusus bagi Palestina. Upaya itu dimaksudkan untuk mempersiapkan kehadiran kaum Yahudi ke Palestina. Namun Sultan Abdul Hamid menolak mentah-mentah tuntutan tersebut, sehingga Herzl pun lantas meminta bantuan Inggris.

Menjawab permintaan Herzl tersebut, Inggris kemudian memberikan sebidang wilayah tak berpenghuni di Uganda. Namun hanya sekelompok minoritas Zionis yang menyetujui wilayah tersebut dijadikan sebagai negeri masa depan Yahudi. Sementara Herzl dan mayoritas lainnya bersikukuh tetap menghendaki Palestina sebagai cikal bakal negara Yahudi. Keputusan Herzl itu pun lantas dikukuhkan dalam Kongres Zionis Sedunia pada tahun 1905. Kongres tersebut menafikan secara resmi rencana pendirian negara Yahudi di luar wilayah Palestina.

Hanya saja, Herzl pada tahun 1904 terlanjur meninggal dunia lebih awal. Pusat pergerakan Zionis di Wina akhirnya dipindahkan ke Koln, Jerman. Setelah itu berpindah lagi ke Berlin dan akhirnya menetap di London.

Sebelum pecahnya Perang Dunia I, para pendukung Zionisme adalah kalangan minoritas Yahudi dari Rusia dan Eropa Timur, terutama Polandia. Namun sebagian besar pimpinannya berasal dari kalangan Yahudi Jerman dan Austria.

Sementara itu, kekalahan Revolusi Rusia pada tahun 1905 dan meningkatnya tekanan rezim Tsar mendorong kalangan muda Yahudi di Rusia untuk hijrah ke Palestina. Pada tahun 1914 terdapat sekitar 90 ribu pemukim Yahudi di Palestina sementara imigran Yahudi berjumlah kurang lebih 13 ribu jiwa. Mereka kebanyakan tinggal di pelbagai kawasan permukiman Yahudi. Sebagian besar para imigran Yahudi tersebut hijrah ke Palestina lewat dukungan finansial Baron Rothschild, seorang konglomerat Yahudi asal Perancis.

Selain Theodor Herzl, Rothschild juga memiliki peranan penting dalam lahir dan berkembangnya pergerakan Zionisme. Sampai-sampai ia pun dijuluki sebagai "Bapak Pemukim Yahudi di Palestina". Pemberian gelar tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa besar Rothschild dalam membeli tanah-tanah milik orang Arab Palestina untuk dijadikan sebagai kawasan permukiman Yahudi dan bantuan yang ia keluarkan sebesar 1,6 juta Lira untuk membiayai proyek permukiman bagi imigran Yahudi di Palestina. Terkait langkah besarnya itu, Rosthchild menyatakan, "Tanpa saya, orang-orang Zionis tidak akan bisa berbuat apapun!".

Ketika Perang Dunia I berkobar, pergerakan Zionisme berkembang sangat pesat. Tampuk kepemimpinan gerakan Zionis lantas dikuasai oleh orang-orang Yahudi kelahiran Rusia yang tinggal di Inggris. Haim Wiezman, pemimpin Zionisme di masa itu memainkan andil yang sangat besar dalam mengembangkan pergerakan Zionisme, sampai-sampai ia berhasil memaksa pemerintah Inggris berkomitmen untuk menciptakan negara Yahudi di Palestina. Boleh dibilang, Wiezman merupakan pemimpin Zionis paling berpengaruh setelah Herzl. Setelah menggantikan Herzl sebagai pemimpin Organisasi Zionisme Internasional, Wiezman lantas dipilih sebagai pimpinan agen Yahudi di Palestina dan akhirnya dinobatkan sebagai presiden pertama rezim Zionis Israel.

Wiezman juga memiliki andil besar dalam meloloskan Deklarasi Balfour. Pada tahun 1917 James Balfour, Perdana Inggris di masa itu mengeluarkan sebuah deklarasi berisi komitmen dan dukungan Pemerintah Inggris untuk menciptakan negara Yahudi di Palestina. Deklarasi yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour inilah yang menjadi nutfah pertama kelahiran sebuah rezim penjajah dan teroris bernama Zionis Israel.

Meletusnya perang antara Khilafah Utsmani dan Inggris pada Perang Dunia I ternyata justru menguntungkan kalangan Yahudi Zionis. Setelah Perang Dunia I usai, imperium kekhalifahan Utsmani pun runtuh dan mandat kekuasaan Palestina diserahkan kepada Inggris. Dengan demikian, realisasi Deklarasi Balfour pun semakin mendekati kenyataan.

Sementara itu di Palestina, gelombang hijrah imigran Yahudi semakin meningkat dan proyek permukiman Yahudi pun kian berkembang pesat. Bersamaan dengan itu, tumbuh pula pelbagai organisasi swadaya masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan Yahudi. Pada tahun 1925, penduduk Yahudi Palestina berjumlah sekitar 108 ribu jiwa. Namun pada tahun 1933, angka tersebut melonjak menjadi 238 ribu jiwa atau sekitar 20 persen dari total penduduk Palestina.

Hingga sebelum munculnya kekuatan Nazi Jerman pimpinan Adolf Hittler, arus perpindahan kaum Yahudi ke Palestina relatif berjalan pelan. Namun seiring dengan kian meningkatnya tekanan Nazi Jerman terhadap warga Yahudi, laju imigrasi pun semakin meningkat.

Menyikapi terus meningkatnya gelombang perpindahan kaum Yahudi ke Palestina, warga Arab Palestina pun mulai menyadari munculnya ancaman Yahudi dan dampak dukungan kuat Inggris terhadap Zionis. Sepanjang tahun 1929 hingga 1939, rakyat Palestina berkali-kali menyuarakan protes dan penentangannya terhadap ekspansi Yahudi Zionis di Palestina, sehingga pemerintah Inggris pun akhirnya merasa kewalahan. Namun berkat lemahnya konsolidasi internal di kalangan para pejuang Palestina dan minimnya dukungan negara-negara Arab dan muslim, maka perjuangan rakyat Palestina menentang rezim Zionis Israel tak banyak membuahkan hasil.

Sementara itu di kancah global, kalangan Zionis berusaha memanfaatkan situasi Perang Dunia II. Terjadinya kasus pembantaian warga Yahudi oleh nazi Jerman yang dikenal sebagai Holocaust menjadi modal bagi Zionis untuk menampilkan kaum Yahudi sebagai pihak yang selalu terzalimi. Tentu saja, politik pencitraan itupun akhirnya berhasil menyerap banyak dukungan. Semenjak itu, dukungan para konglomerat AS pun semakin meningkat dan mulai saat itu AS menjadi salah satu pendukung utama Zionisme.

Pasca Perang Dunia II, saat konflik antara Palestina dan Yahudi Zionis makin memuncak, Inggris lantas menyerahkan persoalan tersebut kepada PBB dan mengusulkan dibentuknya negara Arab dan Yahudi di wilayah tersebut. Sementara Baitul Maqdis ditetapkan sebagai kota internasional. Atas pengaruh tekanan AS dan negara-negara Eropa, PBB akhirnya menerima keputusan tersebut dan mengesahkannya dengan merilis sebuah resolusi.

Segera setelah resolusi tersebut disahkan, negara Zionis bernama Israel pun didirikan. Rezim penjajah itu dilahirkan pada bulan Mei 1948. Dengan demikian, rezim Zionis Israel pun akhirnya terwujud sekitar 50 tahun semenjak digelarnya Kongres Pertama Zionis Sedunia.

Tak seberapa lama setelah Israel mendeklarasikan berdirinya negara Zionis, Harry Truman, Presiden AS di masa itu segera mengakui negara penjajah tersebut dan menyatakan dukungan penuhnya. Washington menggelontorkan bantuan militer dan ekonomi besar-besaran kepada Tel Aviv. Uni Soviet sebagai pemimpin Blok Timur juga tercatat sebagai negara ketiga yang mengakui keberadaan Israel, bahkan turut memberikan bantuan besar.

Setelah Israel terbentuk, rezim Zionis pun makin gencar mempromosikan supaya kaum Yahudi di seluruh dunia hijrah ke Israel. Namun ambisi puak-puak Zionis tak hanya sebatas itu, mereka pun merancang terbentuknya negara Yahudi Raya yang terbentang dari sungai Nil, Mesir hingga Eufrat, Irak.

Aset-aset kekayaan rakyat Palestina pun direbut. Kampung-kampung dan tempat-tempat suci warga muslim Arab juga dihancurkan. Sehingga banyak warga Palestina yang akhirnya menyelamatkan diri dan mengungsi ke negara-negara tetangga.

Namun demikian, terbentuknya negara Zionis tidak mudah begitu saja terjadi. Banyak darah dan nyawa rakyat Palestina yang dijadikan sebagai tumbal dan korban ambisi penjajahan rezim Zionis. Kekerasan dan teror adalah perangkat utama bagi gerakan Zionis untuk merealisasikan tujuan-tujuan imperialismenya. Sejalan dengan rencana pembentukan negara Israel di Palestina, kalangan Zionis telah membentuk satuan teroris yang khusus bertugas untuk membunuh, mengancam, dan memaksa orang-orang Palestina kabur dari negerinya sendiri.

Haganah adalah kelompok teroris pertama Zionis di Palestina yang dibentuk untuk memaksa warga Palestina menjual tanah dan meninggalkan rumahnya. Saturan teror itu didirikan pada tahun 1921 dan bergerak secara rahasia. Tak lama kemudian, Haganah berubah menjadi sayap militer non-resmi Agen Yahudi. Misi satuan tersebut ditugaskan untuk menyerang warga Arab Palestina.

Dalam perkembangan berikutnya, Haganah lantas membentuk dinas intelijen tersendiri dengan nama Shai. Kemudian pada tahun 1931, sejumlah aktifis Haganah dan Beitar mendirikan sebuah organisasi teroris baru bernama Irgun. Organisasi ini lantas dipimpin oleh Menachem Begin, yang nantinya menjadi perdana menteri Israel. Ia memiliki andil besar dalam pembantaian massal dan pengusiran rakyat Palestin hingga terbentuknya Israel. Slogan dan lambang yang diusung Irgun adalah "Hanya Senjata", slogan itu ditegaskan kembali dalam tulisan yang tertera di bawah lambang senjata organisasi tersebut, berbunyi: "Hanya Ini". Namun, dengan dicetuskannya pembentukan negara Zionis Israel pada tahun 1948, Haganah pun akhirnya dibubarkan. (IRIB Indonesia)

Akar Terorisme Zionis (Bagian 3)



Sebelumnya sudah disinggung tentang regu-regu teror Zionis dengan nama Haganah, Irgun, dan Stern. Regu-regu teror haus darah itu dipimpin oleh tokoh-tokoh zionis berdarah dingin semisal Menachem Begin, Ariel Sharon, Yitzhak Shamir dan Moshe Dayan. Mereka inilah yang kelak di kemudian hari menduduki posisi penting di rezim ilegal Israel. Dengan mengantongi dukungan dan bantuan negara-negara Barat mereka melakukan segala bentuk kejahatan untuk memaksa orang-orang Palestina meninggalkan kampung halaman mereka.

Dalam melakukan pembantaian terhadap warga Palestina orang-orang Zionis mengusung ideologi yang tidak mengakui hak apapun bagi rakyat Palestina. Salah satu pemikiran dasar Zionisme adalah penafian keberadaan bangsa yang bernama Palestina. Pemikiran inilah yang melandasi segala kejahatan Zionis. Koran Sunday Times pada tanggal 15 Juni 1969 mengutip pernyataan Perdana Menteri Israel Golda Meir yang mengatakan, "Tidak ada orang Palestina. Salah jika kita beranggapan ada bangsa bernama Palestina yang tinggal di negeri Palestina. Lalu kami datang mengusir mereka dan merampas negeri mereka. Sebab, yang benar adalah tidak ada bangsa itu."

Benzion Dinur orang yang pertama menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional di rezim ilegal Israel pada tahun 1954 di pembukaan buku berjudul ‘Sejarah Haganah' menulis demikian, "Di negeri kita tidak ada tempat bagi selain Yahudi. Kita akan katakan kepada orang-orang Arab, enyahlah kalian! Jika menolak dan melawan kami akan mengusir mereka secara paksa."

Dengan pemikiran ektrim seperti ini, para pemimpin Zionis menggelar pesta teror pada dekade 1920 dan 1930-an untuk memaksa warga Palestina meninggalkan negeri nenek moyang mereka. Dalam aksinya regu-regu teror Zionis tak segan melakukan pembantaian massal. Salah satu tragedi yang dicatat sejarah adalah pemboman Juli 1946 di King David Hotel di kota Beitul Maqdis oleh Irgun dengan korban tewas 91 orang. Aksi teror lainnya terjadi di Semiramis Hotel di kota yang sama yang menewaskan 30 orang.

Salah satu kejahatan paling keji yang dilakukan orang-orang Zionis terhadap warga Palestina adalah pembantaian massal desa Deir Yassin pada tanggal 9 April 1948, atau kurang satu bulan sebelum deklarasi berdirinya rezim Zionis Israel. Kisah pembantaian Deir Yassin adalah kisah tragis bagi semua orang yang berhati nurani, tanpa peduli agama dan kepercayaannya. Saat itu, regu teror Irgun yang dipimpin Menachem Begin menyerang Deir Yassin dan membantai ratusan warganya yang terdiri dari laki-laki, perempuan, tua, muda dan anak-anak. Para penyerang memasukkan sebagian jenazah korban kebiadaban mereka ke dalam sumur dan sebagian lagi dipajang di dekat sumur tersebut.  Dengan cara itu, orang-orang Zionis ingin menyampaikan pesan peringatan kepada rakyat Palestina agar segera meninggalkan kampung halaman dan negeri mereka.

Menachem Begin dalam bukunya tentang sejarah Irgun menulis demikian, "Tanpa kemenangan di Deir Yassin pemerintahan Israel tidak akan pernah terbentuk." Pembantaian Deir Yassin direaksi secara luas di seluruh dunia. Albert Einstein, ilmuan kenamaan bersama sejumlah ilmuan terkemuka Yahudi dalam sebuah surat mengecam pembantaian itu. Surat itu dimuat di koran New York Times tanggal 28 Desember 1948. Para penandatangan surat itu menyatakan kekhawatiran mereka yang mendalam atas ide pembentukan Israel.

Di awal surat itu disebutkan, "Salah satu isu politik yang paling mencemaskan di abad ini adalah pembentukan Israel. Yang lebih buruk dari itu adalah pembentukan partai bernama Partai Keadilan yang mengusung ide dan kebijakan yang sangat mirip dengan kelompok Nazi dan Fasis… Sulit dipercaya, orang-orang yang rajin menebar pengakuan menentang fasisme di dunia dan mengenal baik kinerja dan ambisi politik Begin, mengapa memilih berada dalam daftar pendukung partainya?"

Di bagian lain, surat itu menyinggung serangan ke desa-desa Arab dan kejahatan yang dilakukan Partai Kebebasan terhadap warga Palestina di desa Deir Yassin dan menambahkan, "Sepak terjang orang-orang Israel di desa yang terpencil dan tertinggal itu menunjukkan gambaran apa yang akan mereka lakukan di masa mendatang. Tragedi Deir Yassin telah mengungkap jatidiri orang-orang Israel khususnya partai pimpinan Menachem Begin."

Akan tetapi, surat para ilmuan dan cendekiawan besar dunia tidak berhasil mencegah berlanjutnya aksi-aksi teror kelompok zionis. Berkat dukungan Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Baratnya, Zionis telah melakukan kejahatan di Palestina pendudukan. Setelah tragedi Deir Yassin dan kejahatan serupa di berbagai daerah di Palestina pada tahun 1948 yang umumnya disertai dengan penghancuran desa-desa dan permukiman warga, lebih dari satu juta orang Palestina terusir dan terpaksa mengungsi ke berbagai negara Arab tetangga. Proses seperti ini terus berjalan sampai PBB menunjuk Count Folke Bernadotte untuk menangani masalah Palestina dan pengungsi Palestina.

Bernadotte yang dikenal netral telah melakukan banyak hal untuk membantu kepulangan para pengungsi Palestina ke kampung halaman mereka. Tapi usahanya gagal setelah orang-orang Zionis mengganjal misinya. Dalam laporan terakhirnya, Bernadotte menyatakan, "Menentang kepulangan warga yang tak berdosa ke rumah mereka adalah pelanggaran nyata terhadap prinsip dasar kemanusiaan." Bernadotte menambahkan, "Penentangan ini terjadi di saat para imigran Yahudi berbondong-bondong datang ke Palestina. Padahal, kehidupan warga Muslim Palestina di sana sudah mengakar kuat sejak beberapa abad."

Pendudukan Palestina sarat dengan modus kejahatan dan kekejian yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Dokumen sejarah memperlihatkan bahwa di tahun 1948 tahun lahirnya rezim ilegal Israel, kekayaan dan harta benda jutaan warga Palestina dirampas dan dikuasai oleh orang-orang Zionis. Apa yang terjadi di sana adalah kisah perampasan harta benda dan tanah yang paling besar dan dalam skala paling luas dalam sejarah. Count Folke Bernadotte dalam hal ini menulis, "Saat terjadi serangan orang-orang Zionis, para pengungsi Palestina umumnya pergi meninggalkan harta benda. Mereka tak sempat mengumpulkan benda-benda berharga yang mereka miliki. Bahkan, mereka bahkan hanya membawa serta pakaian yang melekat di badan saat meninggalkan rumah dan kampung halaman."

Tanggal 16 September 1948 Bernadotte menyerahkan laporan tentang perampasan yang dilakukan orang-orang zionis kepada PBB. Sehari setelahnya ia bersama pembantunya asal Perancis, Kolonel Andre P. Serot tewas dibunuh oleh regu teror Zionis, Stern di wilayah Beitul Maqdis yang diduduki Israel. Regu teror dipimpin oleh Yitzhak Shamir yang kelak menjadi salah satu pemimpin rezim Zionis. Menurut orang-orang Zionis,Bernadotte harus disingkirkan karena laporan-laporan yang dibuatnya telah menimbulkan masalah bagi Zionisme. (IRIB Indonesia)

Akar Terorisme Zionis (Bagian 4)



Sebelum terbentuknya rezim ilegal Israel, orang-orang zionis membentuk regu-regu teror yang bertugas menebar ketakutan di tengah warga Palestina guna memaksa mereka meninggalkan negeri nenek moyang mereka. Berkat dukungan penuh negara-negara Barat khususnya Inggris di zaman itu, kaum regu-regu teror Zionis tak segan melakukan kejahatan dalam bentuk apapun. Setelah berakhirnya Perang Dunia I dan runtuhnya kesultanan Ottoman, Liga Bangsa-Bangsa yang berada di bawah pengaruh Inggris memberlakukan sistem mandat untuk Palestina dan menyerahkannya kepada Inggris. Inggrislah yang memberikan kebebasan kepada orang-orang Zionis untuk melakukan apa saja di Palestina demi memudahkan mereka membentuk negara Yahudi' di negeri ini.

Antara PD I sampai berakhirnya PD II, yang memakan masa sekitar tiga dekade, regu-regu teror melakukan banyak kejahatan di Palestina. Pada pembahasan yang lalu sudah dijelaskan tentang regu-regu teror yang dipimpin para tokoh Zionis seperti Menachem Begin dan Yitzhak Shamir, juga pembantaian tragis desa Deir Yassin dan pembunuhan wakil PBB Count Folke Bernadotte oleh regu teror Stern. Dalam menjalankan aksinya, teru-regu teror itu bahkan menjadikan orang-orang Inggris dan warga Yahudi sebagai sasaran dengan tujuan menunjukkan ketidakamanan di sana. Hal itu dimaksudkan untuk meyakinkan Inggris agar menyetujui imigrasi besar-besaran kaum Yahudi ke Palestina.

Salah satu aksi teror yang sering dilakukan Zionis terhadap warga Arab Muslim adalah pengeboman bus-bus dan lokasi-lokasi tempat warga Muslim berkumpul. Aksi-aksi teror itu terjadi antara dekade 1930-1940 di berbagai kota. Salah satunya adalah pengeboman di sebuah pasar sayuran tanggal 25 Juli 1938 yang menewaskan 39 orang dan melukai 64 lainnya. Sebulan setelahnya, aksi teror serupa terjadi di lokasi yang sama menewaskan 32 warga Palestina dan melukai 30 lainnya. Selain pengeboman, regu-regu teror Zionis sering kali menembaki kendaraan-kendaraan sipil Palestina. Kejahatan itu menewaskan banyak warga Palestina dengan mayoritas korban perempuan dan anak-anak.

Bukan hanya bus, kereta api juga menjadi sasaran teror orang-orang Zionis, yang puncaknya terjadi pada tahun pembentukan rezim Israel yaitu tahun 1948. Antara bulan Februari dan Maret 1948, terjadi beberapa kali pengeboman kereta api yang menewaskan lebih dari 90 warga Palestina dan melukai lebih dari 150 lainnya. Secara umum, regu-regu teror Zionis memang mengemban misi untuk mengoptimalkan kondisi teror di tengah rakyat Palestina untuk memaksa mereka meninggalkan kampung halaman mereka.

Tanggal 5 Januari 1948, hotel Semaramis milik seorang warga Arab Palestina di Beitul Maqdis diledakkan oleh regu teror, Haganah. Dalam insiden itu, lebih dari 20 orang termasuk Konsul Spanyol tewas. Dalam aksi teror lainnya, Zionis menyerang bekas pangkalan militer Inggris Tel Litvinsky, tempat penampungan warga Arab Palestina. Serangan itu menewaskan 90 warga Arab. Seiring dengan itu, desa-desa Palestina menjadi sasaran serangan Zionis. Misalnya, tanggal 13 maret 1948 desa Kfar Husainiyah diserang regu teror Haganah dengan korban tewas 60 warga. Bulan April terjadi pembantaian Deir Yassin. Tanggal 11 dan 12 Juli tahun yang sama, di kota al-Lad zionis melakukan pembantaian massal. Dengan intruksi Moshe Dayan, orang-orang Zionis menembaki warga kota itu secara massal. Warga yang tinggal di dalam rumah pun tak selamat dari pembantaian ini. Selain menewaskan sedikitnya 250 warga Palestina, aksi teror itu juga melukai warga dalam jumlah besar.

Sebulan menjelang deklarasi berdirinya Israel, regu-regu teror Zionis kian meningkatkan aksi tebar maut di Palestina. Tanggal 22 April 1948, Zionis menyerang kota Haifa dan membunuh 500 warga Palestina. Warga yang berusaha melarikan diri lewat pelabuhan Haifa tak lepas dari serangan. 100 orang tewas dan 200 luka-luka dengan mayoritas korban perempuan dan anak-anak.

Seperti yang sudah disinggung sebelum ini, bahwa korban teror Zionis bukan hanya warga Arab Palestina, tapi juga warga Inggris dan orang-orang Yahudi. Bedanya, warga Arab menjadi sasaran teror secara langsung dengan tujuan memaksa mereka meninggalkan Palestina karena cekaman rasa takut. Sementara pembunuhan terhadap warga Yahudi dan Inggris dilakukan secara sistematis dengan tujuan memperoleh insentif besar dari Inggris.

Misalnya, tahun 1939, Kerajaan Inggris mengumumkan bahwa imigran Yahudi yang masuk ke Palestina tanpa izin tidak berhak menetap di negara ini. Untuk melaksanakan aturan itu, pada tanggal 25 November 1940, aparat keamanan Inggris menaikkan ratusan imigran Yahudi ilegal ke kapal Patria untuk dikirim ke salah satu wilayah koloni. Lembaga Yahudi yang bertugas mengkoordinasi imigrasi Yahudi dari berbagai negara ke Palestina menentang aturan itu. Dengan kerjasama regu-regu teror Haganah meledakkan kapal tersebut. Kapal Patria dengan 1900 imigran Yahudi itu meledak di pelabuhan Haifa, menewaskan 140 orang.

Peristiwa serupa terjadi pada bulan Februari 1942 saat regu teror Zionis meledakkan dan menenggelamkan kapal Struma yang mengangkut 769 imigran ilegal Yahudi. Kapal ini diledakkan dan ditenggelamkan oleh Haganah setelah pemerintah Inggris tidak memberikan izin kepada kapal itu di pelabuhan Istanbul untuk bertolak ke Palestina. Peristiwa itu menewaskan seluruh penumpangnya. Lembaga Yahudi menyebut kejadian itu sebagai bunuh diri massal untuk memprotes keputusan Kerajaan Inggris. Akibat desakan itu, Inggris akhirnya menyetujui imigrasi kaum Yahudi ke Palestina.

Semua aksi teror yang dilakukan Zionis adalah upaya langkah demi langkah untuk menduduki negeri Palestina. Akhirnya apa yang mereka impikan pun terwujud setelah Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara Barat di PBB pada tahun 1948 menyatakan mendukung dan mengakui eksistensi Israel. Tapi bukan berarti kekerasan, teror dan ambisi kaum Zionis sudah berakhir. Dengan berlalunya masa, orang-orang Zionis tidak puas dengan pendudukan Palestina. Mereka mulai mengembangkan ide Israel Raya dengan luas wilayah yang membentang dari Nil hingga Eufrat. Tak heran jika agresi dan aksi perluasan wilayah terus berjalan. Setelah menduduki sebagian besar wilayah Palestina, mereka berambisi menduduki wilayah-wilayah lainnya di Dunia Arab.

Setelah deklarasi pembentukan rezim Zionis Israel, regu-regu teror dilebur ke dalam militer atau dinas intelijen rezim, Mossad. Setelah lahirnya rezim ilegal Israel, dunia menyaksikan fenomena terorisme dalam bentuknya yang baru yaitu terorisme negara.  Terorisme ini bukan melibatkan pribadi atau kelompok tetapi negara yang dibentuk secara ilegal. Sasarannya adalah orang-orang Palestina baik di dalam wilayah Palestina atau di luar, bahkan orang yang bukan warga Palestina di negara-negara lain. Namun,  meski sudah melakukan banyak kejahatan bahkan dalam bentuknya yang paling keji, Israel belum pernah dikecam secara serius oleh negara-negara Barat. Yang menarik, justeru para pejuang Palestinalah yang oleh para pemimpin Barat disebut teroris karena melawan kejahatan kaum Zionis. (IRIB Indonesia)

Akar Terorisme Zionis (Bagian 5)



Pada pembahasan sebelumnya, telah disinggung tentang sebagian kejahatan dan aksi terorisme yang dilakukan orang-orang zionis dalam rentang waktu antara dua Perang Dunia. Akibatnya, ratusan ribu warga Palestina terusir dari negeri mereka yang lantas diikuti oleh imigrasi besar-besaran ratusan ribu Yahudi dari berbagai negara ke Palestina. Dengan tindakan ilegal dan tanpa perikemanusiaan itu, dan berkat dukungan Barat yang memanfaatkan pengaruhnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), akhirnya pada bulan Mei1948 zionis mendeklarasikan berdirinya Israel di negeri Palestina. Berdirinya Israel bukan berarti berakhirnya aksi teror dan kejahatan orang-orang zionis. Setelah berhasil menduduki sebagian besar wilayah Palestina, mereka berambisi negara-negara Islam dan Arab lainnya.

Pemikiran rasis dan klaim diri sebagai kaum yang terpilih melandasi ambisi orang-orang zionis untuk bermimpi mewujudkan negeri yang terbentang dari Nil hingga Eufrat. Tak heran jika kejahatan yang dilakukan kelompok ini tidak terbatas hanya di negeri Palestina. Setelah terbentuknya Israel secara tidak sah, badan-badan teror zionis dilebur ke dalam korps ketentaraan atau dinas intelijen bernama Mossad. Sejak itulah dunia mulai mengenal satu bentuk terorisme bernama terorisme negara. Terorisme negara bukan dilakukan secara individual atau oleh kelompok tertentu, tapi dilakukan dan diorganisir secara tidak sah oleh negara. Korbannya bukan hanya orang Palestina, tapi juga non Palestina yang bahkan terjadi di negara-negara lain.

Salah satu regu teror di dalam korps teror dan ketentaraan Israel adalah regu yang dinamakan Unit 101. Di bawah komando Ariel Sharon, mereka banyak melakukan kejahatan dengan alasan menangkis ancaman yang datang dari negara-negara Arab yang bertetangga dengan Palestina. Salah satu kejahatan yang mereka lakukan adalah serangan ke desa Beit Jala pada 11 Januari 1952. Desa yang menjadi sasaran serangan mereka itu terletak di dekat Baitul Maqdis, di kawasan Yordania. Dalam serangan itu, 4 anak kecil, 2 perempuan dan seorang pria tewas. Di akhir bulan yang sama, Unit 101 menyerang dua desa lain bernama Palame dan Rantis. Kebanyakan korban serangan itu adalah anak-anak dan perempuan.

Bulan Oktober tahun 1953, Unit 101 melakukan pembantaian massal di desa Qibya, Yordania. Dalam aksinya mereka meledakkan 41 rumah dan sebuah sekolah serta membunuh 42 orang. Dua jam setelah kejahatan itu terjadi pengamat PBB meninjau lokasi pembantaian. Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB mereka menyatakan, mayat-mayat dengan kondisi tubuh tertembus peluru dan bekas tembakan yang nampak di dinding dan jendela rumah-rumah yang hancur menunjukkan bahwa para korban dipaksa berada di dalam rumah mereka lalu rumah itu dihancurkan di atas kepala para penghuninya.

Laporan ini menambahkan, berdasarkan penyaksian kami di malam yang mencekam ini  tentara Israel menyerbu desa dan meledakkannya dengan dinamit-dinamit, menembaki rumah dan jendela dengan senapan otomatis dan melemparkan granat ke dalam rumah-rumah warga.

Di kemudian hari, saat berbicara tentang kejahatan yang dilakukan regu yang dipimpinnya ini, Ariel Sharon ini dalam sebuah wawancara dengan bangga mengatakan, "Mereka harus dibantai dan terus dibantai. Orang-orang teroris itu harus dibantai di manapun berada." Tentunya, yang dimaksud dengan kata teroris oleh Ariel Sharon adalah orang-orang Palestina. Sharon menambahkan, "Baik di Israel atau di negara-negara Arab maupun di tempat lain, saya tahu bagaimana membunuh mereka dan saya sudah membunuh mereka."

Sejak awal menduduki Palestina, rezim pendudukan menyebut rakyat Palestina yang tertindas sebagai teroris. Sementara orang Yahudi zionis sendiri menyebut dirinya sebagai orang-orang yang tertindas dan terzalimi. Dengan cara itu, mereka berharap bisa menjustifikasi kejahatan yang mereka lakukan termasuk pembantaian anak-anak kecil dan perempuan dengan alasan memerangi teroris. Dengan argumentasi ini, mereka tidak mengenal batas dalam membunuh warga Palestina secara massal. Setelah terbentuknya Israel secara ilegal, desa-desa Palestina bahkan kamp-kamp pengungsi berulang kali menjadi sasaran serangan tentara zionis.

Tanggal 28 Agustus 1953, kamp pengungsi al-Buraij di Gaza yang dikelola oleh badan bantuan PBB diserang tentara zionis. Mereka melemparkan granat lewat jendela-jendela gubuk di kamp tersebut. Ketika penghuni melarikan diri keluar untuk menyelamatkan diri dari ledakan granat, tentara zionis memberondong mereka dengan senapan. Serangan itu menewaskan 20 warga Palestina dan melukai 62 lainnya.

Orang-orang zionis menggunakan segala cara dalam menjalankan aksi teror. Mereka bahkan menemukan cara-cara yang sama sekali baru yang salah satunya adalah bom surat. Tanggal 13 Juli 1956, Kolonel Mustafa Hafiz, seorang perwira Mesir di Jalur Gaza tewas setelah membuka surat yang berisi bom. Sehari setelahnya terjadi peristiwa serupa yang menimpa Kolonel Salah Mustafa, Atase Militer di Amman. Salah Mustafa mengalami luka serius dan akhirnya meninggal dunia. Tewasnya atase militer Mesir ini, tidak memberikan keuntungan kepada Israel, sebab menyusul peristiwa itu, Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser, semakin bertekad untuk menasionalisasi Terusan Suez.

Tahun 1956 adalah tahun dimulainya babak baru kejahatan dan aksi ekspansionisme rezim Zionis. Impian mendirikan negara Israel Raya dengan wilayah yang terbentang dari sungai Nil hingga sungai Eufrat mendorong kaum Zionis untuk memperluas daerah pendudukan. Negara pertama yang mereka lirik adalah Mesir yang saat itu dipimpin oleh tokoh kharismatik bernama Gamal Abdul Nasser. Dengan slogan-slogan nasionalismenya, ia telah menggoncang kepentingan 2 negara imperialis Inggris dan Perancis. Israel sendiri merasa terancam dengan naiknya orang-orang nasionalis ke tampuk kekuasaan di Mesir.

Kebijakan Nasser menasionalisasi Terusan Suez membuat berang Perancis dan Inggris. Sebab kanal Suez ibarat urat nadi bagi aktivitas perairan bangsa-bangsa Eropa. Sementara di dunia Arab, khususnya di Mesir, kebijakan itu disambut dengan suka cita dan rasa bangga. Menurut masyarakat Arab, penguasaan terusan Suez oleh orang-orang asing adalah warisan zaman penjajahan yang harus dihapus. Nasionalisasi Suez adalah kebijakan yang pertama diambil oleh seorang pemimpin Arab untuk kepentingan bangsa Arab, bukan untuk bangsa asing. Menyusul kebijakan itu, pada tanggal 21 Oktober 1956, para petinggi politik dan militer Inggris, Perancis dan Israel berkumpul di Paris untuk menyusun strategi serangan ke Mesir. Untuk mengalihkan perhatian negara-negara Arab, rezim Zionisme melakukan kejahatan dalam bentuknya yang sangat keji di desa Kafr Qasim di perbatasan Yordania. (IRIB Indonesia)

Akar Terorisme Zionis (Bagian 6)



Setelah berhasil menguasai sebagian besar negeri Palestina, para pemimpin Zionis berkhayal untuk mewujudkan Israel Raya dengan luas wilayah yang membentang dari sungai Nil di Mesir hingga Eufrat di Irak. Impian itu dilanjutkan dengan penyusunan program kerja dan ditindaklanjuti dengan berbagai tindakan termasuk aksi teror dan kejahatan. Kaum Zionis yang mengatasnamakan gerakan Yahudi ini menganggap diri mereka sebagai kaum pilihan Tuhan yang telah diberi hak atas negeri Palestina. Dengan klaim sebagai kaum pilihan itulah mereka merasa berhak melakukan apa saja. Akibatnya, mereka tak segan melakukan penyiksaan, pembantaian, teror, penangkapan, pengusiran paksa, penjarahan, perampasan hak bangsa lain dan berbagai kejahatan lain yang kesemuanya terabadikan dalam lembaran-lembaran sejarah gerakan terorisme ini.

Salah satu aksi teror yang dilakukan Zionis dengan mengusung pemikiran rasialis ini adalah tragedi pembantaian yang terjadi di desa Deir Yassin tanggal 9 April 1948. Dalam peristiwa itu sebanyak 254 warga desa termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua dibantai secara massal oleh regu teror Zionis bernama Irgun yang dipimpin Menachem Begin. Dalam melakukan aksi, selalu ada alasan yang dijadikan dasar pembenaran tindakan mereka. Kali ini yang mereka usung adalah misi rasisme untuk membangun sebuah peradaban baru.

Pada tanggal 29 Oktober 1899, beberapa waktu setelah berlangsungnya kongres Zionis, salah seorang tokoh Zionis dalam suratnya kepada Theodore Herzl menyatakan, "Sebelum terlambat, saya ingin mengingatkan Anda untuk sering-sering merujuk program Israel Raya. KonferensiBalfourharus memasukkan kata ‘Israel Raya' atau ‘Israel dan negeri-negeri tetangganya'. Sebab, jika tidak program ini tak ada artinya. Karena, Anda tak akan bisa memberi tempat bagi 10 juta warga Yahudi di negeri yang hanya memiliki luas wilayah 25 kilometer persegi.

Pernyataan yang lebih jelas diungkapkan oleh Ben Gurion, Perdana Menteri pertama Rezim Zionis Israel. Dia mengatakan, "Yang menjadi permasalahan kita bukan mempertahankan kondisi yang ada, tapi kita memikul tugas untuk menciptakan pemerintahan yang bergerak untuk menjadi semakin besar." Dengan pemikiran inilah, kaum Zionis tidak puas hanya dengan menduduki Palestina,karena Yordania, Mesir, Suriah dan Lebanon pun diincar dan sebagian wilayah negara-negara itu pun telah dicaplok.

Seperti yang sebelum ini sudah disinggung, menyusul kebijakan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser yang menasionalisasi terusan Suez, orang-orang Zionis yang dibantu Inggris dan Perancis menggelar aksi teror untuk memuluskan jalan bagi program agresi dadakan ke Mesir. Untuk memalingkan perhatian, Rezim Zionis mengerahkan tentaranya ke perbatasan Yordania. Penempatan pasukan itu berhasil memalingkan perhatian pemerintah Mesir sehingga tak menaruh perhatian pada perbatasannya dengan Palestina. Pada tahap berikutnya, Zionis melakukan pembantaian di sebuah desa dekat perbatasan Yordania.

Israel membuat pengumuman darurat militer di perbatasan. Salah satu desa yang berada di wilayah ini adalah desa Kfar Qasim.  Kepala desa yang mengetahui keputusan Israel itu hanya 30 menit sebelum pelaksanaan darurat militer tak memiliki waktu yang cukup untuk memberitahu seluruh warga desa untuk kembali ke rumah masing-masing sebelum matahari terbenam. Kondisi itu dilaporkan oleh komandan lokal Zionis kepada atasannya untuk meminta pendapat apa yang mesti dilakukan. Jenderal Zionis saat menjawab pertanyaan bawahannya mengatakan, "Saya tidak suka dengan rasa iba... jika itu kejadiannya maka itu sudah menjadi takdir buruk mereka."

Dengan diterapkannya jam malam dan darurat militer, warga desa Kfar Qasim yang tak tahu apa-apa harus berhadapan dengan pasukan Zionis bersenjata lengkap yang hanya menanyakan apakah mereka warga desa Kfar Qasim? Jika jawabannya positif mereka akan segera diterjang peluru tanpa belas kasihan dengan alasan melanggar aturan jam malam. Hanya dalam waktu satu jam antara pukul 17-18 petang 49 warga desa Kfar Qasim tewas di tangan tentara Zionis, termasuk diantara korban adalah perempuan dan anak-anak. Dalam melakukan kejahatan kaum Zionis  mengusung slogan, ‘Lakukanlah tanpa perasaan, Tuhan akan merahmatimu'. Slogan seperti ini muncul dari keyakinan akan keunggulan mereka di atas bangsa-bangsa lain sebagai kaum pilihan Tuhan.

Seiring dengan kejahatan itu, tentara Zionis bergerak memasuki Mesir. Setelah menduduki gurun Sinai mereka bergerak maju ke arah terusan Suez.  Empat hari setelah invasi tersebut tanggal 2 November 1956, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Israel dan Mesir untuk menyepakati gencatan senjata. Saat itu, gurun Sinai dan Jalur Gaza telah dikuasai oleh tentara Zionis. Perang ini adalah pertama yang terjadi antara zionis dengan negara-negara tetangga Palestina.

Setelah kobaran perang Suez reda dan tragedi pembantaian desa Kfar Qasim terungkap masyarakat internasional mengecam aksi tersebut. Kuatnya tekanan memaksa Israel menyeret 11 tentara dan perwira militer di perbatasan ke meja hijau dengan tuduhan pembantaian di desa Kfar Qasim. Proses pengadilan ini tercatat sebagai salah satu humor sejarah yang paling menyakitkan. Semua yang terlibat divonis dengan ‘gaji tambahan 50 persen'.

Pada tahap berikutnya, akibat tekanan opini umum dunia, Israel menyeret memvonis dua perwira dalam tragedi Kfar Qasim Mayor Samuel Malinky dan Letnan Gabriel Dahan dengan hukuman 17 dan 15 tahun penjara. Akan tetapi mahkamah tinggi militer memutuskan untuk memberi keringanan kepada kedua perwira tersebut atas vonis pengadilan yang dinilai berat. Setahun kemudian keduanya dibebaskan. Sembilan bulan setelah bebas, Dahan diangkat menjadi perwira militer yang bertanggung jawab tentang urusan bangsa Arab di Ramallah, sementara Malinky yang memanfaatkan pengaruah militer berhasil memperoleh izin membuka pusat wisata di selatan Palestina. Dengan demikian, berkas perkara pembantaian desa Kfar Qasim pun ditutup.

Saat menyerang Mesir, tentara Zionis juga melakukan sejumlah aksi pembantaian. Empat hari setelah tragedi Kfar Qasim,  tentara Zionis menyerang kamp pengungsi Khan Yunis di selatan Gaza. Korban tercatat sebanyak 500 orang antara tewas dan luka-luka. Sembilan hari berikutnya tanggal 12 November 1956, tentara Zionis kembali menyerang Khan Yunis dan membunuh 275 orang. Di hari yang sama, Rafah 100 warga Palestina tewas di tangan tentara Zionis.

Catatan-catatan hitam ini menunjukkan bahwa pembantaian dan kejahatan adalah hal yang biasa bagi orang-orang Zionis. Setiap satuan militer Zionis mengantongi agenda untuk menebar maut di tengah rakyat Palestina. Sedemikian besarnya kejahatan yang mereka lakukan sehingga diperliukan waktu yang cukup panjang untuk membicarakan satu persatu. Yang lebih menyakitkan adalah bahwa mayoritas korban aksi-aksi kejahatan itu adalah perempuan dan anak-anak. Semua itu dilakukan tanpa khawatir akan dipermasalahkan di dunia. sebab, Israel yakin bahwa sekutu-sekutunya yang notabene adalah negara adidaya dunia bakal membelanya.(IRIB Indonesia)

Akar Terorisme Zionis (Bagian 7)


Dengan ambisinya untuk membentuk Israel Raya, kaum Zionis menggelar agresi ke sejumlah negara lain termasuk Mesir yang dibantu oleh angkatan bersenjata Inggris dan Perancis. Dalam agresi ini, mereka melakukan pembantaian massal. Saat menyerang perbatasan Yordania, tentara  Zionis menciptakan tragedi baru di desa Kfar Qasim untuk memalingkan perhatian Mesir dari serangan massal yang dilakukan pasukan gabungan zionis, Inggris dan Perancis. Tak hanya itu, regu-regu teror Zionis juga membantai warga Palestina di Gaza. Dengan berakhirnya perang terusan Suez, orang-orang Zionis semakin memperluas aksi teror dan agresinya di kawasan termasuk teror terhadap sejumlah ilmuan Jerman.

Di awal dekade 1960, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser menjalin kerjasama dengan sejumlah ilmuan asal Jerman dalam proyek pembuatan rudal jarak jauh darat ke darat. Dalam satu jumpa pers, Gamal Abdel Nasser mengatakan bahwa rudal buatan Mesir akan mampu menjangkau ibukota Lebanon, Beirut. Pernyataan itu dianggap sebagai ancaman serius bagi Zionis. Yitzak Shamir dan orang-orangnya di dinas intelijen Mossad pun lantas menyusun rencana untuk menggagalkan proyek pembuatan rudal itu dengan cara membunuh para ilmuan yang bekerjasama dalam program rudal ini. Sejumlah paket bom pun dikirim ke alamat para ilmuan itu di Mesir dan Eropa. Memang, paket bom tidak menewaskan satupun ilmuan Jerman tetapi berhasil menggagalkan program tersebut karena menewaskan enam ilmuan militer Mesir.

Seiring dengan itu, Rezim Zionis melakukan tindakan-tindakan yang membatasi ruang gerak Mesir dan Yordania demi mencegah kemungkinan  terjadinya serangan militer dari kedua negara Arab itu. Untuk itu, pada bulan Juni 1967, Israel menggelar perang besar-besaran ke sejumlah negara Arab.  Hanya dalam enam hari, Israel melakukan serangan mendadak yang berhasil melumpuhkan angkatan bersenjata negara-negara Arab. Gencatan senjata pun diumumkan setelah militer Mesir, Yordania dan Suriah menderita kekalahan telak. Perang Juni 1967 merupakan kisah paling tragis dalam sejarah perang Arab-Zionis.  Sebelum terjadinya perang, 14 negara Arab menyatakan siap membentuk satu kekuatan besar untuk mengalahkan Rezim Zionis. Akan tetapi serangan dadakan yang dilakukan Israel telah melumpuhkan barisan kekuatan Arab dan Zionis berhasil menduduki sejumlah wilayah Arab termasuk gurun Sinai di Mesir, dataran tinggi Golan di Suriah dan kawasan timur sungai Jordan.

Kekalahan tahun 1967 juga telah menghancurkan semangat juang negara-negara Arab. Setelah tahun 1967, tak ada perang berarti yang terjadi antara Arab dan Israel. Meski demikian, para pejuang Palestina tetap berada di medan perang walau tanpa dukungan dari negara-negara Arab. Menghadapi para pejuang Palestina, rezim Zionis semakin brutal dalam melakukan aksi teror dan pembantaian. Sejarah mencatat terjadinya berbagai tragedi kemanusiaan di Palestina yang mengerikan antara tahun 1967 sampai tahun 1970.

Pada bulan November 1967 dan Februari 1968 pesawat-pesawat tempur rezim Zionis membombardir kamp pengungsi Palestina Karamah di Yordania. 28 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam dua serangan itu. Korban kebanyakan perempuan dan anak-anak. 15 Februari 1968 pesawat tempur Zionis menjatuhkan bom-bom pembakar Napalm di 15 desa dan kamp-kamp pengungsi di sepanjang sungai Jordan yang menewaskan dan melukai puluhan pengungsi Palestina. Berbagai agresi, teror dan aksi pembantaian yang dilakukan Zionis setelah perang Enam Hari ditujukan untuk memaksa warga Palestina meninggalkan tempat tinggal mereka.

Rezim Zionis Israel tak pernah segan untuk melakukan aksi teror dan pembantaian baik di dalam wilayah negeri Palestina maupun di luar. Cara itu dilakukan untuk melemahkan gerakan anti zionisme di kawasan. Tak hanya membantai, Israel juga berusaha menjalin hubungan dengan sejumlah negara Arab. Yordania adalah negara Arab pertama yang menjalin hubungan diplomatik secara resmi dengan Israel. Hubungan ini sangat bernilai di mata Zionis mengingat Yordania adalah negeri yang menampung ribuan pengungsi Palestina dan menjadi markas gerakan perjuangan Palestina rezim Zionis. Dengan menjalin hubungan diplomatik ini Israel bisa meminta Yordania untuk membantunya mengontrol gerakan para pejuang Palestina.

Permintaan Israel itu disambut dengan tangan terbuka oleh Raja Husein, penguasa Yordania. Raja Husein bahkan ikut melakukan pembantaian terhadap warga Palestina yang salah satunya adalah peristiwa September Kelabu. Tanggal 17 September 1970, sekelompok pejuang Palestina yang memprotes pembelaan Amerika terhadap kejahatan Israel membajak tiga pesawat komersial. Setelah menurunkan seluruh penumpang dan awaknya, para pejuang itu meledakkan pesawat tersebut di gurun Zarqa di utara ibukota Yordania,Amman.  Raja Husein menyebut aksi itu sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Yordania.

Dengan alasan membalas aksi itu, dia mengerahkan tentara dalam sebuah operasi yang ditujukan melumpuhkan kekuatan perjuangan Palestina secara penuh di negara itu. Selama 13 hari, tentara dan pasukan pengawal kerajaan melakukan pembantaian massal terhadap 20 ribu warga Palestina di sejumlah kamp pengungsian. Peristiwa tragis itu dikenal sebagai Pembantaian September Kelabu. Setelah pembantaian itu para pengungsi Palestina terpaksa meninggalkan Yordania menuju Lebanon dan Suriah.

Usai melakukan pembantaian sadis terhadap para pengungsi Palestina, tentara Yordania ditempatkan di sekitar wilayah timur sungai Jordan untuk mengamankan Palestina seperti yang dimaukan Israel. Setelah peristiwa September 1970, Raja Husein meyakinkan pihak Israel bahwa tak akan ada lagi serangan ke Israel melalui Yordania. Husein bin Talal telah menunjukkan jatidirinya yang sesungguhnya bahwa dia adalah salah satu kaki tangan Zionis di Dunia Arab. Peristiwa September Kelabu adalah aksi pembantaian yang skenarionya disusun oleh orang-orang Zionis dan pelaksanaannya diserahkan ke tangan rezim Amman. Sejak saat itu, rakyat Palestina tak hanya berhadapan dengan kaum Zionis tetapi juga dengan rezim Yordania.

Setelah berhasil menggaet dan menundukkan Raja Husein, Israel mulai memperluas agresinya ke negara-negara Arab tepatnya Lebanon dan Suriah. Untuk membenarkan agresi itu, Israel mengaku bahwa misi operasi militer ini adalah menumpas para pejuang Palestina demi menjamin keamanan Israel. Tanggal 12 Mei 1970, pasukan Israel bergerak memasuki Lebanon. Dalam serangan itu puluhan warga Lebanon dan Palestina tewas. Rezim Zionis mengetahui  dengan baik bahwa Lebanon tak akan mudah ditundukkan seperti Yordania mengingat demografi kependudukannya yang khas. Lebanon adalah negeri bagi berbagai agama, madzhab, dan etnis.  Untuk mendukung programnya, kaum Zionis menebar isu-isu sektarian di tengah warga Lebanon. Israel memperkuat kubu Kristen Maronit untuk menekan kelompok Muslim dan pengungsi Palestina. Langkah itulah yang menyulut pecahnya perang saudara di Lebanon.(IRIB Indonesia)















0 comments to "Jadi warga Muslim Amerika bikin "TAKUT", sampai-sampai kita semua mesti bilang WOW Gitu.....Pemerintah Amerika DASAR MUNAFIK..!!!!! Kasian bangetz kalian wahai rakyat Amerika...!!!!!!"

Leave a comment