Nasrani Dalam Perspektif Rahbar (Bab Pertama)
Bab Pertama: Isa al-Masih as
Utusan Allah
Kedudukan Nabi Isa al-Masih as di mata umat Islam tak kalah agungnya dengan kedudukan beliau di mata umat Nasrani. Utusan besar Ilahi ini telah menghabiskan usianya di tengah masyarakat dengan perjuangan dan menyalakan resistensi umat di depan praktik penindasan, agresi, korupsi, dan ambisi sekelompok manusia gila kekuasaan yang membelenggu masyarakat dan menyeret kehidupan dunia dan akhirat mereka ke arah neraka jahannam. Demi tujuan ini, beliau yang sejak kecil telah menerima anugerah nubuwwah rela menanggung segala beban penderitaan perjuangan maha berat ini.
Isa Utusan Allah
Umat Islam mengakui kebesaran Nabi Isa as sebagai utusan Allah Swt -sebagaimana umat Nasrani mengakui kebesaran beliau-. Sungguh tak dapat diterima klaim kaum Yahudi yang menyebut Nabi Musa as hanya milik mereka, bukan umat yang lain. Umat Nasrani juga mengakui Nabi Musa as, sebagaimana halnya umat Islam. Demikian pula hanya dengan Nabi Isa as. Umat Islam memandang beliau bukan hanya milik umat Nasrani, melainkan juga milik umat Islam. Umat Islam di Iran sangat menyintai dan menghormati beliau. Umat Nasrani di Iran, baik kelompok Ashyrian maupun umat Nasrani di kawasan utara Iran dan Orumiyeh, meyakini bahwa agama Nasrani yang otentik ada di sini, bermarkas di sini, dan dari sini pula ajarannya merebak ke seluruh penjuru dunia. Secara historis, bisa jadi mereka benar.
Hazrat Maryam, Teladan Bagi Umat Manusia
Kitab suci al-Quran tidak menampilkan figur lelaki dalam menyebutkan sosok teladan keimanan umat manusia, melainkan menampilkan figur perempuan. Allah Swt menampilkan dua figur perempuan sebagai teladan untuk seluruh manusia, bukan hanya kaum hawa. Di bidang kemanusiaan dan perfeksi spiritualitas insaniah, Allah Swt tidak memilih para nabi ataupun tokoh-tokoh keilmuan dan agama dari kalangan pria, melainkan memilih dua tokoh wanita terkemuka, yaitu [Hazrat Asiyah] isteri Fir'aun dan Haszrat Maryam binti Imran, ibunda Nabi Isa al-Masih. Maryam adalah sosok perempuan yang selalu tegar laksana gunung ketika di masa mudanya diterjang badai fitnah dan prasangka buruk dari masyarakat luas. Di masa kegadisannya nan suci, beliau menerima anugerah putera yang menjadi perwujudan dari kalimatullah dan ruhullah yang menerangi kegelapan dunia saat itu.
Hazrat Maryam, Cermin Kesucian
Pada kisah Hazrat Maryam dalam al-Quran terdapat satu poin yang sangat menarik perhatian saya. Umat Islam memandang beliau sebagai cermin dan kristalisasi kesucian, yaitu sosok yang benar-benar suci. Dalam beberapa ayatnya, al-Quran menyebutkan nama Maryam antara lain sebagai berikut;
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا
"Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami." (QS. 66.12)
Ketika menyebut nama Maryam, al-Quran selalu menekankan masalah pemeliharaan kehormatan dan kesucian wanita. Apa gerangan yang terjadi pada Hazrat Maryam? Menurut saya, ini sangat penting. Maryam adalah gadis yang sejak kecil hidup di rumah ibadah sampai dewasa. Faktor apa yang mendorong beliau memelihara kesucian dengan mengerahkan kemampuannya yang luar biasa –seandainya tidak luar biasa al-Quran tentu tidak akan memberikan penekanan sedemikian rupa- dalam menghadapi godaan sehingga al-Quran menyebutkan "yang memelihara kehormatannya". Ini sangat penting dan merupakan satu pelajaran bagi semua orang. Di saat yang sangat genting, kesucian dan resistensi beliau di depan segala godaan telah sedemikian berpengaruh dan bahkan dapat mengubah perjalanan sejarah. Hal serupa juga disebutkan oleh al-Quran ketika mengisahkan lelaki muda Nabi Yusuf as.
Keistimewaan Kisah Isa Putera Maryam as
Sejak masa remaja sampai sekarang saya sangat terkesan setiap kali membaca atau mendengar surah Maryam, sebab kejadiannya sangat luar biasa. Kejadian lahirnya Isa al-Masih pada situasi zaman dan tempat di mana fenomena ini muncul ke permukaan sejarah dan kehidupan masyarakat saat itu adalah peristiwa yang terlampau agung untuk dapat dijelaskan dengan kata-kata, kecuali dengan bahasa seni! Ini adalah peristiwa ajaib yang sukar dicarikan tandingannya. Di situ ada peranan Hazrat Maryam dan Nabi Zakaria as; ada karakteristik kondisi sosial saat itu; ada gambaran tentang terbitnya ajaran Nabi Isa as sebagai matahari yang berpijar di langit kemanusiaan dan ufuk pemikiran insani, dan perhatian pada hakikat bahwa ajaran Isa al-Masih as adalah lanjutan dari ajaran Nabi Musa as. Hal-hal demikian ini selalu ditekankan. Saat itu, para pengikut ajaran Nabi Musa as sudah jauh menyimpang dari ajaran suci ini sehingga apa yang dibawa oleh Nabi Isa as mereka pandang sebagai penyelewengan, bid'ah, dan kekafiran. Padahal ajaran Nabi Isa al-Masih juga bersumber pada wahyu Ilahi yang merupakan hulu dari ajaran Nabi Musa as. Dalam kisah ini tergambar jelas bagaimana dampak distorsi dan pengaruh kekuasaan, kekuatan, kesalahpahaman dan kesombongan.
Pengibar Panji Hidayah
Ketika manusia sedang tenggelam dalam kesesatan, kejahilan, penindasan, dan pengabaian terhadap norma-norma insani, Kalimatulllah Isa al-Masih as datang mengibarkan panji hidayah dan keselamatan bagi umat manusia. Dalam rangka ini pula, beliau bangkit melakukan perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan penindas dan berjuang membumikan keadilan, rahmat, dan Tauhid. Karena itu, sebagai umat yang beriman kepada al-Masih as, Nasrani maupun Muslim harus selalu mengingat ajaran dan jejak para nabi serta norma-norma insani yang terkandung di dalamnya demi tegaknya tatanan global yang layak.
Penyelamat Manusia dari Kezaliman
Isa al-Masih as adalah manusia yang diutus Allah Swt dengan dibekali mukjizat dan seruan Ilahi untuk membebaskan manusia dari syirik, kufur, kobodohan, dan tirani untuk kemudian membawa mereka menuju cahaya makrifat, keadilan, dan penghambaan kepada Sang Pencipta. Selama berada di tengah umat manusia beliau tidak pernah kendur dalam berjuang melawan angkara murka dan menyeru manusia kepada kebajikan. Ini merupakan pelajaran yang harus dihayati sepenuhnya oleh umat Nasrani dan umat Muslim yang meyakini kenabian beliau.
Manusia di zaman sekarang sangat membutuhkan ajaran Nabi Isa al-Masih, dan Islam yang menyempurnakan ajaran al-Masih menjadikan masalah kebaikan, kebajikan, dan kesempurnaan sebagai pedoman utama ajarannya. Manusia-manusia sesat telah menggunakan kekuatan alam tak terhingga -yang diperolehnya berkat ilmu pengetahuan– sebagai sarana untuk menggapai tujuan yang sebaliknya sehingga tugas umat beragama menjadi semakin berat. Kekuatan-kekuatan besar dunia telah membuat ruang kehidupan bangsa-bangsa tertindas menjadi semakin sempit. Mereka pun tak pernah segan berbuat lalim. Parahnya, para kekuatan besar itu justru menampakkan diri sebagai penganut ajaran al-Masih, padahal mereka buta akan perangai dan ajaran beliau.
Seruan Menuju Kesejahteraan
Hazrat Isa al-Masih as mengajak manusia ke jalan Allah Swt yang tak lain adalah jalan menuju kesejahteraan sejati. Beliau selalu mengingatkan manusia agar tidak diperbudak oleh hawa nafsu yang selalu mendorong untuk berbuat angkara, aniaya, dan keji. Tapi di lain pihak, kekuatan-kekuatan durjana dan para anteknya menghadang beliau dengan represi, tuduhan buruk, dan upaya pembunuhan. Ketika beliau diangkat dan dilindungi Allah Swt, mereka lantas memburu dan menganiaya kaum Hawariyyun dan seluruh pengikut setia ajaran beliau dengan berbagai bentuk aksi penyiksaan yang paling mengerikan. Tujuan mereka tak lain adalah menumpas ajaran al-Masih yang menolak angkara murka, tirani, syirik, pemujaan hawa nafsu, konfrontasionalisme, dan manipulasi publik. Manusia yang bermoral bejat, zalim, ambisius, pemuja kekerasan, dan gemar menipu masyarakat memang tidak akan tahan menyaksikan adanya agama Allah, utusan Allah, dan para peniti jalan Allah.
Kelahiran Isa al-Masih as
Sudah ratusan tahun kelahiran Isa al-Masih as dirayakan. Mengapa kelahiran ini sedemikian penting? Ini tak lain karena kelahiran beliau merupakan satu titik masa yang sangat krusial dan determinan dalam sejarah manusia. Artinya, ketika sejarah sedang berjalan di suatu garis tiba-tiba ia berubah haluan dan beralih ke garis lain. Setiap tahun kita ikut merayakan hari kelahiran Hazrat al-Masih as dan menyampaikan ucapan selamat kepada umat Nasrani di tanah air dan di dunia secara umum. Namun, karena menurut mayoritas umat Nasrani di Iran –termasuk umat Armenia- tanggal kelahiran al-Masih bukan 25 Desember melainkan pada 10 hari pertama Januari, maka kita tidak mengikuti tradisi yang umum; kita menunggu sampai tiba bulan Januari untuk menyampaikan ucapan selamat Natal supaya lebih sesuai dengan pendapat saudara-saudara setanah air kita yang memeluk ajaran Nasrani. Semoga hari kelahiran al-Masih membawa berkah bagi umat Kristiani dan umat Islam di seluruh dunia.
Ala kulli hal, 10 hari ini kita memperingati kelahiran Hazrat al-Masih as. Kita berharap semoga umat Islam dan umat Nasrani selalu meneladani perilaku al-Masih, mengenali keagungannya dengan benar, dan mengikuti ajarannya. (IRIB Indonesia / Khamenei / SL)
Nasrani Dalam Perspektif Rahbar (Bab Kedua)
Bab Kedua: Islam dan Nasrani
Penghormatan Nabi Muhammad Saw Kepada Penguasa Nasrani
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa delegasi raja Habasyah, Najasyi, datang ke Madinah membawa pesan untuk Rasulullah Saw, sebagaimana yang biasa terjadi dalam pergaulan antarnegara. Sebagaimana para raja dan penguasa di tempat-tempat lain, Najasyi yang bertahta di Habsyah juga beragama non-Muslim atau tepatnya Nasrani. Namun, ketika delegasi Habasyah datang, Rasulullah Saw menyambut mereka sambil berdiri sebagai tanda penghormatan. Para sahabat lantas berkata; "Wahai Rasul, biarkan kami yang melayani mereka." Tapi beliau menjawab; "Tidak, sebab ketika umat Islam hijrah ke Habasyah, mereka sangat dihormati oleh raja Habasyah. Saya ingin membalasnya." Inilah apresiasi Rasulullah Saw terhadap kebaikan orang lain.
Ibadah Dalam Islam dan Nasrani
Dalam al-Quran Allah Swt berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu." (QS.2.183)
Seperti kita ketahui, solat dan zakat bukan dikhususkan untuk umat Islam. Syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw juga mewajibkan solat dan zakat. Dalam Al-Quran disebutkan kata-kata Nabi Isa as;
وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
"Dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup." (QS.19.31)
Dalam al-Quran juga terdapat beberapa ayat lain yang senada dengan ini. Allah Swt berfirman bahwa puasa juga seperti ibadah solat dan zakat yang bukan hanya dikhususkan untuk umat Islam, melainkan juga diwajibkan bagi umat-umat dan para nabi terdahulu.
Pernyataan Bijak Hazrat al-Masih as
Dalam beberapa riwayat yang bersanad kepada Ahlul Bait as terdapat hadist yang mengutip sabda Nabi Isa al-Masih as. Riwayat-riwayat itu tertera dalam kitab-kitab hadist dan tergolong sebagai riwayat yang paling cemerlang dan bijak. Umat Nasrani sendiri tidak mengklaim bahwa sabda-sabda Nabi Isa as hanya tertera pada Injil. Selain injil-injil yang umum, masih ada injil-injil lain dan sangat mungkin apa yang ada dalam riwayat-riwayat Islam merupakan bagian yang terangkum dalam injil-injil yang kini telah tiada. Sabda-sabda yang diriwayatkan oleh para Imam Ahlul Bait patut diperhatikan dan dimanfaatkan oleh umat Nasrani, dan siapa tahu ini bisa menjadi media pendekatan antarumat beragama. Umat Islam dapat menjadikan pesan-pesan al-Masih sebagai persembahan untuk umat manusia. Sabda-sabda Nabi Isa as yang tertera dalam berbagai riwayat Islam sarat dengan hikmah dan kandungan yang sangat bernas.
Saya sendiri dulu sering sekali membaca Injil. Banyak ungkapan-ungkapan bijak yang terkandung dalam empat Injil yang dimiliki umat Nasrani saat ini. Dari segi akidah, Umat Islam memang tidak sepaham dengan keyakinan yang terangkai dalam kitab Injil. Namun dari segi hikmah, setiap manusia pasti dapat menerima kata-kata bijak.
Mencari Titik Temu Antara Islam dan Nasrani
Menghubungkan agama dengan para pemuda dan memperluas pengaruh agama di tengah masyarakat adalah gagasan cemerlang. Agama adalah anugerah Ilahi yang mengalirkan sejuta kebaikan bagi setiap masyarakat yang mendapatkan anugerah ini. Tentunya, berinteraksi dengan kalangan pemuda adalah pekerjaan yang penuh tantangan namun hasilnya sangat baik.
Ada banyak titik persamaan antara Islam dan Nasrani atau bahkan antara Islam dan berbagai agama lainnya. Berbagai titik persamaan dapat dikaji dalam dialog dwipartit Islam dan Nasrani atau dialog multipartit Islam dengan agama-agama lain. Kalaupun pandangan Islam dan Nasrani tidak dapat didekatkan, tapi setidaknya akan dapat dikenali berbagai titik temu antara keduanya. Dialog bukan dalam rangka membuktikan kebenaran satu agama dan kebatilan agama yang lain, tetapi dalam rangka mencari titik persamaan, khususnya yang bersangkutan dengan berbagai persoalan dalam kehidupan manusia.
Kebebasan di Mata Islam dan Nasrani
Kebebasan adalah bagian dari isu kemanusiaan yang selalu ada sepanjang zaman. Apakah yang dimaksud kebebasan dan seberapa luas ruang lingkupnya? Agama berbicara banyak hal tentang ini, dan ini merupakan salah satu tema yang dapat disorot bersama oleh Islam dan Nasrani. Dalam hal ini kita menyaksikan adanya ifrath dan tafrith (dua sisi sikap ekstrim, pent). Di satu sisi, kehidupan umat manusia terusik oleh keberadaan para diktator dan unsur-unsur terbuka maupun terselubung yang merampas kebebasan masyarakat dalam berbagai bidang. Di sisi lain, ada pula kecenderungan yang mendorong manusia untuk hidup bebas tanpa batas. Di mata semua agama, dua fenomena ekstrim ini sama-sama menyimpang. Islam dan Nasrani sama-sama menolak dua fenomena tersebut. Salah satu tugas utama setiap orang yang peduli kepada nasib umat manusia dan generasi muda ialah memerangi dekadensi moral dan perilaku tanpa batas yang kian hari kian merajalela di dunia. Dalam hal ini, tentu berat tugas yang harus diemban oleh institusi keagamaan Nasrani di Eropa. Ada tangan-tangan kuat yang terus bergerilya memarakkan perilaku asusila. Karena itu, sudah selayaknya lembaga-lembaga gereja berpengaruh, khususnya Katolik, melawan fenomena yang notabene laten ini dengan serius dan rasional. Jika ini mereka lakukan, maka masyarakat di banyak negara non-Eropa akan sangat berterima kasih kepada mereka, sebab sebagian fenonema kebejatan moral menyebar dari satu tempat ke tempat lain.
Membela Keadilan dan Kaum Tertindas
Jika agama terlibat dalam perjuangan membela keadilan dan kaum tertindas, akan banyak daya tarik agama yang teraktivasi. Di manapun, para pemuda sangat antusias terhadap gerakan pro-keadilan. Agama mengajarkan keadilan. Para kampiun keadilan di dunia tak lain adalah figur-figur agamawan. Nabi Isa al-Masih sepanjang hayatnya berjuang demi keadilan. Begitu pula Nabi Besar Muhammad Saw. Para pemuka Nasrani di awal-awal masanya juga banyak berkorban demi tegaknya keadilan. Teks-teks suci agama, baik Taurat, Injil maupun AlQuran, sangat menekankan upaya penegakan keadilan. Jika isu pro-keadilan sekarang juga dikumandangkan oleh para agamawan Nasrani maupun Muslim, maka ini menjadi daya tarik yang luar biasa. Kaum Yahudi yang beriman kepada Taurat –bukan Zionis, sebab Zionis tidak memiliki keimanan apapun- juga merupakan umat yang mendambakan keadilan.
Urgensi Hubungan Dengan Tuhan Bagi Kehidupan Manusia
Manusia tidak akan bisa hidup normal tanpa ada hubungan dengan Tuhan-nya. Contohnya adalah masyarakat komunis. Semua gereja tiba-tiba disesaki umat ketika sistem Marxisme yang ateis kehilangan kekuatannya di Uni Soviet. Padahal, kaum Marxis mengira rakyat sudah tidak mungkin lagi mendatangi gereja karena Marxisme sudah 70 mengkampanyekan ateisme. Inilah kesalahan fatal mereka. Masyarakat tetap berduyun-duyun menuju gereja walaupun sudah 70 tahun mereka diasingkan dari agama. Jika sekarang Anda ke Rusia atau negara-negara Eropa Timur, Anda akan menyaksikan betapa gereja kini sudah padat jemaat. Gerakan rakyat Polandia melawan Marxisme pada prinsipnya adalah gerakan agamis Nasrani.
Spiritualitas, Titik Temu Semua Agama
Meskipun dalam banyak hal berbeda, semua agama ketuhanan tetap memiliki berbagai titik temu. Salah satu titiknya yang terpenting adalah besarnya perhatian semua agama itu kepada spiritualitas. Agama membangkitkan kesadaran manusia bahwa realitas tidak terbatas pada fenomena yang tersadap dengan perangkat inderawi. Agama menyadarkan mereka bahwa di balik semua fenomena terdapat hakikat yang jauh lebih besar dan nyata.
Sekarang spiritualitas di dunia sudah dirasakan sebagai sesuatu yang memang eksis. Sayangnya, arus yang lebih kuat justru bergerak ke arah yang berlawanan. Karena itu, sudah cukup untuk disebut sebagai satu pengabdian besar jika umat beragama berusaha melawan arus tersebut semampunya. Di sinilah Islam dan Nasrani bisa bertemu. Dialog antarpemuka agama sudah seharusnya difokuskan pada masalah ini. Agama-agama sejati tentu tidak menganjurkan masyarakat menjauh dari usaha-usaha duniawi. Agama hanya memberikan pengertian kepada umat manusia bahwa semua kegiatan duniawi bisa diarahkan sebagai bagian dari proses pendakian spiritual. Karena itu, agama menuntun jiwa mereka kepada hakikat nan cemerlang. Mengabaikan hakikat ini sama dengan menjerumuskan diri sendiri kepada kebinasaan total. Manusia masa kini sudah terlampau mengabaikan hakikat ini. Kolosalitas gerakan materialisme di seluruh belahan dunia telah menyebabkan manusia terbius dan hilang kesadaran.
Benturan Antara Nasrani dan Islam
Benturan antara Nasrani dan Islam sesungguhnya tidak ada dan tidak akan pernah ada. Jika yang dimaksud dengan benturan antara Islam dan Nasrani ialah konflik antara negara yang bangsanya memeluk Islam di satu pihak dan negara yang bangsanya memeluk agama Nasrani di pihak lain, maka harus diingat bahwa konflik seperti ini tidak lebih besar dari konflik antarnegara yang penduduknya sama-sama beragama Nasrani. Dengan rasa prihatin harus diakui bahwa ambisi perang memang ada di tengah pergaulan antarbangsa. Dan patut diakui pula bahwa dalam 70 tahun terakhir ini dunia Nasrani telah dilanda dua peperangan yang dampaknya juga menerjang umat Islam.
Persatuan yang diserukan oleh pemerintahan Republik Islam kepada umat Islam dimaksudkan bukan untuk berkonfrontasi dengan umat Nasrani atau agama dan bangsa-bangsa lain, melainkan untuk melawan kaum agresor dan ambisius perang, menegakkan norma-norma etika, menghidupkan rasionalitas dan keadilan Islami, menggalang kemajuan di bidang sains dan ekonomi, dan membangkitkan lagi kehormatan Islam. Pemerintahan Republik Islam mengingatkan kepada khalayak dunia bahwa ketika Baitul Maqdis berada di tangan umat Islam di era Khulafa' Rasyidin, umat Nasrani dan Yahudi bisa hidup dengan aman dan tentram. Namun, ketika Baitul Maqdis diduduki oleh kaum Zionis atau Kristen-Zionis, darah umat Islam tiba-tiba dipandang halal untuk ditumpahkan!!
Agama Rahmat dan Kasih Sayang
Islam tidak memerangi agama-agama lain. Islam adalah agama yang ketika berkuasa di wilayah non-Muslim, para pemeluk agama-agama lain di sana justru mengapresiasi Islam sebagai agama yang membawa rahmat. Mereka menilai penguasa Muslim lebih santun dan ramah daripada penguasa-penguasa sebelumnya. Ketika prajurit Islam membebaskan kawasan Syam, umat Yahudi maupun Nasrani di sana mengakui keramahan umat Islam kepada masyarakat. Islam memang agama rahmat dan kasih sayang; rahmatan lil'alamin (pembawa rahmat bagi semesta alam). Kepada umat Nasrani Islam berkata;
تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
"… marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian." (QS.3.64)
Islam mengindahkan berbagai persamaan dan titik temunya dengan Nasrani. Islam tidak memelihara kebencian terhadap bangsa dan agama lain. Islam hanya menekankan perlawanan terhadap penindasan, kezaliman, antagonisme, dan ambisi-ambisi kotor. Namun, realitas ini diputar balik oleh kaum ambisius, tiran, dan arogan. Mereka mendistorsinya di depan masyarakat dunia dengan mengerahkan segenap fasilitas propagandanya, termasuk lembaga Hollywood dan lembaga-lembaga pemberitaan, serta senjata dan kekuatan militer.(IRIB Indonesia / Khamenei / SL)
Nasrani Dalam Perspektif Rahbar (Bab Ketiga)
Bab Ketiga: Nasrani di Era Modern
Ajaran Nasrani di Tengah Kita
Seandainya Nabi Isa al-Masih as sekarang ada di tengah kita, sudah pasti beliau tidak pernah kendur berjuang melawan para penindas dan kekuatan-kekuatan arogan dunia. Beliau pasti tidak akan tahan menyaksikan milyaran manusia kelaparan dan terlantar akibat ulah kekuatan-kekuatan raksasa yang membawa mereka ke arah perang, korupsi, dan kebuasan.
Inflitrasi Kaum Imperialis
Salah satu misi imperialisme di dunia ialah membasmi ideologi pengharapan dan spirit perjuangan di hati masyarakat. Mereka sudah berkali-kali berusaha memadamkan pelita ini tapi selalu gagal. Usaha mereka gencar bukan hanya di Iran, tapi juga di seluruh bagian Dunia Islam. Sudah cukup lama terbetik laporan serius bahwa kelompok-kelompok misionaris berdatangan dari Eropa ke wilayah utara Afrika dengan tujuan melicinkan misi para imperialis. Para pendeta berdatangan ke berbagai kawasan terpencil Afrika dan menetap di sana selama bertahun-tahun. Untuk apa? Mengapa Kristenisasi suku-suku di Afrika sedemikian mereka perlukan? Semua sudah mengetahui bahwa mereka sebenarnya adalah corong kaum imperialis. Tugasnya adalah mengkristenkan penduduk pribumi agar para imperialis bisa menggarap rencana-rencananya di sana dengan mulus. Para pendeta itu bukannya tidak mengetahui apa yang mereka lakukan di sana. Tapi coba perhatikan; demi tujuan ini mereka sudi hidup bersusah payah; hal yang sama sekali tidak dapat ditukar dengan harta. Di situ bahkan ada orang yang bersedia tinggal tujuh tahun, misalnya, di tempat yang dihuni oleh manusia-manusia kanibal! Ini terungkap dan tergambarkan di berbagai literatur, laporan, film, dan karya-karya roman. Saya mengetahui apa yang dilakukan oleh para imperialis selama ini.
Salah satu masalah yang paling dikeluhkan umat beragama di dunia ialah tindakan para penguasa di negara-negara Nasrani menjadikan agama sebagai kemasan untuk mengusung imperialismenya. Kelompok-kelompok misionaris menjadikan ajaran yang secara lahiriah Nasrani sebagai kedok untuk melicinkan ambisi para imperialis Eropa. Mereka mendatangi negara-negara Islam dan berbagai negara dunia lainnya kemudian mencengkeram kekuatan politik di sana. Naifnya, usaha mereka ini berhasil di banyak negara.
Berakhirnya Era Keagamaan dan Dimulainya Era Sains
Di Eropa, bermulanya kebangkitan sains identik dengan berakhirnya era keagamaan. Konon demikian dan bisa jadi memang demikian. Sebab, ajaran keagamaan di lingkungan Nasrani sarat dengan khurafat, fanatisme, dan bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan. Kondisi ketika di Eropa seorang ilmuwan dihukum penjara, cambuk atau bahkan dibakar karena menghasilkan temuan ilmiah jauh berbeda dengan kondisi kita sekarang. Sebagaimana tergambar jelas dalam literatur dan sejarah perkembangan sains di Barat, selama sekian abad ilmuwan dipandang sebagai penyihir yang layak dihukum bakar. Akibatnya, agama dipandang nista dan diperangi habis-habisan ketika sains berhasil menemukan pengaruh dan kekuatannya di tengah masyarakat. Dan era keagamaanpun berakhir. Ini wajar terjadi.
Agama yang diberontak oleh para intelektual Eropa memang tidak sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat. Agama demikian, yaitu ajaran yang telah menghukum mati ilmuwan Galileo dan para ilmuwan yang lain, jelas berbau khurafat. Dosa mereka adalah menghasilkan temuan ilmiah! Ajaran ini jelas bukan ajaran Nasrani yang sesungguhnya. Jadi yang patut dipersoalkan memang bukan pemberontakan sains terhadap agama, melainkan perlawanan terhadap tindakan yang memisahkan sisi spiritualitas dan etika dari sains, politik, tatanan hidup dan pergaulan individual dan sosial.
Ketidak Berimanan Kepada Al-Masih
Sekarang tak perlu disangsikan lagi bahwa doktrin keagamaan yang terkemas dalam demokrasi dan HAM bukanlah faktor yang mendorong ambisi mayoritas –kalau bukan semuanya- penguasa Barat. Polos sekali jika kita menduga bahwa semangat kekerasan yang menghasilkan pembantaian umat Muslim Bosnia oleh milisi Serbia dan pembantaian umat Islam di kawasan-kawasan lain bersumber pada keimanan al-Masih. Orang-orang yang gigih memusuhi Islam dan alergi terhadap segala bentuk gerakan kaum Muslim sama sekali tidak beriman kepada ajaran al-Masih yang sesungguhnya. Mereka hanya beriman kepada doktrin monopoli kekuasaan dan kepentingan, hawa nafsu, dan kebenciannya yang meluap-luap kepada siapapun yang berani mengusik ambisi mereka! Celakanya, tangan mereka yang sudah berlumur darah itu berhasil menjalankan skenario Nasrani versus Islam. Padahal semangat permusuhan terhadap Islam muncul hanya dari luapan ambisi mereka sendiri.
Anti Spiritualitas
Di tengah kehidupan dunia yang sudah bercorak materialisme ini, pemerintahan Republik Islam Iran berdiri justru dengan basis spiritualitas. Inilah yang patut diperhatikan terlebih dahulu sebelum menyorot soal apakah pemerintahan itu Islami atau Nasrani. Yang penting adalah terkikisnya arus yang menggiring masyarakat dunia, tak terkecuali kalangan agamawan ke arah kontra-spiritualitas! Agamawan memang tak luput dari arus despiritualisasi. Sebuah geraja, misalnya, bisa terpaksa disiasati sedemikian rupa agar memiliki daya tarik di mata kaum remaja dengan cara membuat event-event hiburan seperti disko. Umat Nasrani mestinya sulit membayangkan betapa keadaan sudah sedemikian runyam sehingga event-event seperti itu bisa diadakan oleh seorang pastur!
Seorang penulis kesohor Arab dalam sebuah karya tulisnya mengatakan, "Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri seorang pastur ada di sebuah acara disko di tengah pasangan muda mudi laiknya seorang event organizer. Dia memperhatikan apakah penerangan, misalnya, sudah cukup sesuai atau tidak dengan suasana acara. Dia sendiri yang menata lampu dan mengatur pencahayaan agar tidak terlalu terang. Kemudian dia menyuruh pelayan gereja supaya semua pintu ditutup setelah para pengunjung bubar. Setelah itu dia baru bisa beristiarahat."
Penulis Arab tadi menambahkan, "Esok atau lusanya saya mendatangi gereja dan bertanya; ‘Tuan Pastur, kondisi sepertinya sudah sedemikian berubah?' Pastur menjawab, ‘Bukan begitu, ini adalah cara kami menyiasati para pemuda supaya tertarik datang ke gereja. Bukankah Anda sudah melihat bagaimana muda-mudi berdatangan ke gereja?!'"
Kisah ini menggambarkan adanya arus penjauhan dari spiritualitas yang bahkan menerpa kalangan agamawan. Bukankah pendeta tadi adalah rohaniwan Nasrani?! Contoh-contoh serupa juga ada pada kalangan agamawan Islam, baik Syiah maupun Sunni. Di tengah momen historis sedemikian rupa, peristiwa spektakuler tiba-tiba terjadi; sebuah negara berbasiskan spiritualitas berdiri. Pemerintahan ini mengkampanyekan norma-norma spiritual dan menjadikannya sebagai asas dalam menjalankan pemerintahan, menentukan perang atau damai, menyusun anggaran, dan membuat kebijakan politik. Mungkin bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan seperti ini hanya pernah ada pada penggalan-penggalan kecil sejarah. Rezim-rezim teokratis dengan konsepsi masing-masing tentang pemerintahan teokratis tentu selalu ada di berbagai belahan dunia, terutama di dunia Nasrani. Namun, sistem dan pemerintahan Islam Iran berbeda dengan semua itu. Sebab yang ditampilkan oleh rezim-rezim tersebut bukanlah kedaulatan nilai-nilai agama dan spiritual, melainkan kekuasan sosok agamawan.
Ketidakpedulian Gereja Terhadap Isu Keadilan
Institusi-institusi kegamaan Nasrani sekarang boleh dikata tidak peduli kepada persoalan yang paling krusial bagi umat manusia. Ketidak-adilan kini sedang melanda dunia, tapi apa yang diperbuat oleh kalangan Nasrani untuk menghadapi fenomena ini? Mereka meneriakkan slogan perdamaian! Slogan perdamaian tentu saja sangat menarik bagi umat manusia, tapi ini saja masih belum cukup. Slogan perdamaian harus dibarengi dengan slogan keadilan. Manusia sekarang terbelenggu oleh ketidak-adilan. Ada kekuatan-kekuatan besar sedang menindas berbagai bangsa dan umat manusia. Orang-orang Eropa mengumandangkan slogan perdamaian, padahal mereka sendirilah yang mengobarkan berbagai peperangan besar.
Sekarang sudah puluhan tahun tidak ada perang seperti itu, tapi isu perdamaian mereka jadikan pretensi. Padahal, yang dibutuhkan oleh umat manusia sekarang adalah keadilan. Tragisnya, slogan keadilan tidak pernah meluncur dari gereja dan dari lisan Paus. Kalangan gereja hanya menonton dan membiarkan apa yang terjadi! Pemerintahan Islam di Iran sama sekali tidak bisa menerima sikap gereja tersebut terhadap arogansi Barat. Tanggungjawab gereja jauh lebih besar dari sekedar mengkampanyekan perdamaian. Saya sudah melayangkan pesan kepada Paus supaya mengedepankan isu keadilan. Semua agama sekarang harus mengedepankan pesan penegakan keadilan, yaitu pesan utama Nabi Musa as, Nabi Isa as, dan Nabi Besar Muhammad Saw.
Dampak Keterjauhan Dari Ajaran al-Masih as
Orang-orang Eropa dan terlebih lagi orang-orang AS berminat pada agama, label-label agama, dan cover-cover keagamaan. Namun, perilaku mereka memperlihatkan kedangkalan dalam mempersepsikan agama. Mereka tidak melihat adanya kontradiksi antara pengharapan mereka kepada al-Masih atau Bunda Maria, misalnya, dengan berbagai perilaku amoral dan maksiat yang biasa mereka lakukan. Kemudian, doktrin permohonan mereka juga tidak berlandaskan argumentasi-argumentasi logis. Doktrin Nasrani –sesuai yang umum- didasarkan pada kecintaan dan perdamaian. Tapi Barat sendiri ternyata paling banyak dilanda perang, kekerasan, pengkhianatan, dan kriminalitas. Padahal di saat yang sama di sana terdapat keyakinan kepada doktrin Nasrani. Ini lantas menandakan bahwa sekularisme memang sudah menjadi fondasi peradaban di sana.
Sesuai data mereka sendiri, usia rata-rata pecandu narkoba di sana terus menurun; dari yang semula 17 tahun turun menjadi 15 tahun dan kini anjlok ke usia 13 tahun! Rasio yang sama terjadi pada kasus-kasus kriminal dan apatisme terhadap keluarga, ayah, ibu dan tradisi. Ini adalah akibat dari sekularisme. Sebenarnya tidak mustahil manusia menemukan energi atom, misalnya, tapi tidak menggunakannya untuk membuat senjata pemusnah massal. Ini tidak mustahil seandainya orang-orang yang menguasai sains di bidang ini patuh kepada norma-norma etika, menjaga keimanannya kepada agama. Tapi mereka tidak demikian sehingga naiflah apa yang mereka suguhkan kepada bangsa-bangsa dunia. Sudah sekitar setengah abad silam bom atom diciptakan kemudian diledakkan, tapi sampai sekarang keberadaan bom ini masih sangat dan semakin meresahkan. Tidak ada kemungkinan keresahan ini akan menurun.
Beberapa waktu lalu sebuah lembaga Nasrani dunia mengumumkan data bahwa pada abad terakhir ini, jumlah warga Nasrani yang menjadi korban pembunuhan telah mencetak rekor. Saya lantas ingin bertanya kepada pihak yang mengajukan data ini; siapa yang membunuhi warga Nasrani itu? Apa orang Islam yang membunuh mereka? Apakah umat Budha? Atau pembunuhnya adalah orang-orang Nasrani sendiri?! Siapa yang membunuh penduduk Eropa dalam Perang Dunia I dan Perdang Dunia II? Mereka dibantai oleh orang-orang Nasrani sendiri, orang-orang Eropa dan Barat sendiri. Dan banyak pula warga non-Nasrani dan non-Barat yang tewas di tangan mereka!
Kondisi minus spiritualitas menimbulkan akibat yang sangat fatal dan tak berkesudahan untuk umat manusia. Pemerintah Republik Islam bercita-cita menampilkan sebuah generasi teladan yang dapat membuktikan kepada dunia bahwa generasi ini mampu menguasai sains dan teknologi serta memanfaatkan anugerah Ilahi di alam semesta dan dalam diri manusia sendiri ini secara maksimal meskipun mereka adalah generasi masyarakat yang salih dan berkomitmen kepada norma-norma etika dan spiritual.
Klaim Bohong
Banyak orang mengaku sebagai pengikut al-Masih as, tapi dalam praktiknya mereka tidak demikian. Isa al-Masih as menggiring manusia kepada penghambaan kepada Allah Swt serta mengajarkan kepada mereka perlawanan terhadap para Fir'aunis. Namun, sekarang tak sedikit orang yang mengaku sebagai pengikut beliau justru berada di posisi para Fir'aunis yang diperangi oleh beliau. Kekuatan-kekuatan besar sering mengesankan diri mereka sebagai kaum yang beriman kepada ajaran al-Masih as. Namun, makna ajaran al-Masih as sebagai sebuah agama ketuhanan dan etika tidak pernah dimengerti oleh para gembong kekuatan politik yang dominan di kalangan yang selama ini gemar menebar kezaliman, arogansi, agresi dan kejahatan. Semua itu dilakukan dengan mengerahkan kehebatan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sekarang ada di tangan pihak-pihak yang buta akan nilai-nilai kemanusiaan. Sains dan teknologi mereka gunakan untuk tujuan-tujuan yang sepenuhnya merugikan masyarakat manusia dan hanya menguntungkan para pemodal, para penimbun kekayaan, dan para imperium. (IRIB Indonesia / Khamenei / SL)
Nasrani Dalam Perspektif Rahbar (Bab Keempat, Habis)
Bab Keempat: Republik Islam Iran dan Warga Minoritas Nasrani
Pengaruh Revolusi Islam di Dunia Nasrani
Revolusi kita bukan hanya mengalirkan spirit umat Islam untuk kembali kepada Islam, tetapi juga membuahkan pengaruh positif untuk kalangan Nasrani. Terimbas oleh pengaruh revolusi Islam, masyarakat berbagai negara yang sekian lama terasing dari agamanya, Nasrani, akhirnya ikut bersemangat untuk kembali kepada spiritualitas dan agama. Kondisi ini menjadi satu pendahuluan bagi kehancuran imperium Timur dan konstruksi doktrin marxisme di dunia. Ini adalah peristiwa yang amat menakjubkan dan sangat fenomenal. Kemudian, posisi Republik Islam Iran juga terangkat oleh kedahsyatan resistensinya terhadap kekuatan-kekuatan raksasa yang lahir dari rahim doktrin materialisme, yaitu doktrin yang sama sekali tidak apresiatif terhadap etika, spiritualitas, dan agama.
Kerukunan Hidup di Iran
Pemerintahan Republik Islam Iran ada di sebuah negara yang memang terhiasi oleh kerukunan hidup antarumat beragama. Umat Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Islam bisa hidup berdampingan di bawah pemerintahan Islam. Mereka kooperatif dan ikut berkiprah dalam pemerintahan. Karena itu, tentu ada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintahan Islam terhadap mereka. Pemerintahan Islam tidak pernah mengeluhkan perilaku warga minoritasnya. Bahkan, ketika musuh-musuh Republik Islam mencoba mengusik Iran dengan isu penindasan warga Yahudi, ternyata warga Yahudi sendiri angkat bicara membela pemerintahan Islam Iran. Ketika hal serupa terjadi berkenaan dengan warga Nasrani, pembelaan terhadap Republik Islam juga dilakukan warga Kristen Armenian dan beberapa sekte Nasrani lainnya. Semua ini jelas merupakan kebanggaan bagi Republik Islam.
Warga Minoritas Nasrani Iran
Berikut ini adalah Pesan Rahbar Dalam Pertemuan Dengan Uskup Agung Kristen Armenian dan Para Wakil Rakyat Armenian di Majelis Shura Islam;
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Kami merasa bahagia atas kesejahteraan, ketentraman, dan kebahagiaan saudara-saudara kami setanah air dari kalangan Nasrani, begitu pula atas adanya sebagian dari mereka yang ikut mengabdi kepada negara. Ini sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Kita sama-sama menghendaki warga penganut agama minoritas di negeri kita ini, baik Nasrani, Yahudi, maupun Zoroaster, ikut menikmati keamanan, ketenteraman, dan semua haknya sebagai warga negara. Dan –alhamdulillah- harapan ini terpenuhi.
Kami juga perlu menyampaikan apresiasi kami atas simpati dan duka cita saudara-saudara yang mulia atas bencana gempa bumi Bam, walaupun simpati Anda ini memang sudah sewajarnya. Di era Perang Pertahanan Suci selama delapan tahun pun warga Kristen Armenian Iran juga ikut berkiprah besar di bidang logistik dan teknis, sebab warga Armenian di Tehran maupun di tempat-tempat lain banyak yang mahir di bidang teknik. Bahkan sejak sebelum kemenangan revolusi Islam, saya sendiri tahu persis kemahiran warga Armenian di bidang teknik semisal teknik otomobil. Saat kita dilanda perang, mereka datang kepada kami dan menyatakan siap memainkan peranan.
Sekitar tahun 1359 – 1360 (1980-1981) mereka bergegas ke Ahvaz dan mendirikan kamp-kamp di sana. Saya sempat meninjau kamp-kamp mereka. Di kesempatan lain ketika saya berada di Tehran saya didatangi sekitar 100 orang warga Armenian yang menyatakan keinginannya untuk ikut berperang. Mereka minta dikirim ke medan laga. Saya lantas menginstruksikan supaya mereka diberangkatkan dengan pesawat terbang. Karena itu, bukanlah sesuatu yang mengejutkan ketika Anda turut berbelasungkawa atas tragedi Bam.
Saya tentu menjalin hubungan silaturahim sebaik dan sedekat mungkin dengan keluarga-keluarga Armenian dan Ashuri di Tehran yang telah ikut mempersembahkan anggota keluarganya sebagai martir di medan pertempuran. Saya memahami kebaikan hati dan jiwa mereka. Semoga Allah memberi kita kemampuan bergerak di jalan yang benar. Semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih sayang dan petunjuk-Nya kepada kita semua. Salam sejahtera saya untuk segenap warga Armenian atas tibanya tahun baru dan hari raya kelahiran al-Masih as.
Kecintaan dan Kedekatan
Saya bersimpati dan merasa dekat dengan warga Armenian Iran. Kami bersimpati kepada umat Nasrani. Sepanjang era revolusi dan perang, mereka telah banyak membantu kami. Anda tentu mendengar kiprah mereka, tapi saya mengetahuinya dari dekat. Di berbagai medan pertempuran saya sering berjumpa dengan prajurit Armenian Iran yang ikut berjuang membantu kami di tengah kecamuk serangan bom dan peluru musuh. Tentunya yang saya maksud adalah mereka yang datang ke medan perang secara sukarela bukan karena kewajiban militer.
Kami memperlakukan warga penganut agama minoritas di Iran seperti saudara-saudara kami yang lain. Karena itu kami juga bersilaturahim ke rumah-rumah mereka tanpa terbersit pikiran bahwa mereka berbeda agama dengan kami atau bahwa mereka tidak menerima ajaran Islam. Saya sendiri biasanya setiap tahun selalu bertamu ke rumah-rumah keluarga para martir kita dari kalangan Nasrani, baik dari aliran Ashuri maupun aliran Armenian. Saya duduk beramah tamah dengan putera-puteri dan isteri para martir dan menikmati jamuan mereka. (IRIB Indonesia / Khamenei / SL)
Hj.Irena Handono – Inilah Sejarah Natal
Posted by KabarNet pada 26/12/2012
Menyoal Lukisan Maria & Bayi Yesus di Dinding Ka’bah
By Karen Armstrong*
Pada 632 M, setelah lima tahun peperangan yang hebat, Kota Mekkah di Hijaz, Semenanjung Arabia, secara sukarela membuka gerbang untuk pasukan Muslim. Tidak ada darah ditumpahkan dan tidak ada orang yang dipaksa untuk menjadi Muslim, tetapi Nabi Muhammad saw memerintahkan penghancuran seluruh berhala dan patung Ketuhanan. Terdapat sejumlah lukisan dinding pada dinding-dinding bagian dalam Ka’bah, tempat suci kuno di tengah Mekkah, dan salah satunya, konon diriwayatkan, menggambarkan Maria dan bayi Yesus. Segera, Muhammad saw menutupinya dengan jubahnya dengan penuh hormat, memerintahkan agar semua lukisan yang lain dihilangkan kecuali yang satu itu.
Kisah ini boleh jadi akan mengejutkan orang-orang di Barat, yang kadung memandang Islam sebagai musuh yang tidak dapat didamaikan dengan Kristen sejak Perang Salib. Namun, adalah sangat konstruktif untuk mengingat kisah tersebut, terutama selama Natal, ketika kita dikepung oleh gambar-gambar yang serupa tentang Sang Perawan dan Anak Sucinya. Kisah itu mengingatkan kita bahwa apa yang disebut “benturan peradaban” sama sekali bukan tidak bisa dielakkan. Selama berabad-abad, Muslim mencintai figur Yesus yang dihormati di dalam al-Quran sebagai salah satu nabi terbesar dan, di dalam tahun-tahun perkembangan Islam, menjadi salah satu bagian utama dari identitas Muslim.
Terdapat pelajaran penting di sini, baik bagi orang Kristen maupun Muslim—terutama barangkali pada saat-saat Natal seperti ini. Al-Quran tidak meyakini Yesus sebagai tuhan tetapi ia mempersembahkan lebih banyak ruang bagi kisah tentang konsepsi dan kelahiran sucinya dibandingkan apa yang dikisahkan Perjanjian Baru. Al-Quran menyajikannya dengan kekayaan simbolis mengenai kelahiran Roh Kudus di dalam setiap manusia (QS. 19:17-29; 21:91). Seperti para nabi agung lainnya, Maria menerima Roh Kudus dan mengandung Yesus, yang pada gilirannya akan menjadi sebuah bukti (ayat): sebuah pesan perdamaian, kelembutan, dan kasih sayang kepada dunia.
Al-Quran dikejutkan oleh klaim-klaim Kristen bahwa Yesus adalah “putra Allah”, dan kemudian dengan bersemangat melukiskan Yesus demi menyangkal ketuhanannya dalam upaya “membersihkan” dirinya dari proyeksi-proyeksi yang tidak layak tersebut. Berkali-kali, al-Quran menekankan bahwa, seperti juga Muhammad sendiri, Yesus adalah seorang manusia biasa yang sempurna dan bahwa orang Kristen sama sekali telah salah dalam memahami teks-teks suci mereka sendiri. Namun, al-Quran juga mengakui bahwa orang-orang Kristen yang paling setia dan terpelajar—terutama adalah para pendeta dan imam—tidak meyakini ketuhanan Yesus; dari semua hamba Tuhan, merekalah yang paling dekat dengan Muslim (QS. 5:85-86).
Harus dikatakan bahwa beberapa orang Kristen mempunyai pemahaman yang sangat sederhana dari apa yang dimaksud dengan penjelmaan. Ketika para penulis Perjanjian Baru, Paulus, Matius, Markus, dan Lukas menyebut Yesus sebagai “Anak Allah”, mereka tidak memaksudkan bahwa Yesus adalah Tuhan. Mereka menggunakan istilah itu dalam makna Ibraninya: di dalam Alkitab Ibrani, sebutan tersebut biasa dianugerahkan kepada manusia biasa yang fana, seperti seorang raja, imam, atau nabi—yang telah diberi tugas khusus oleh Allah dan menikmati keakraban yang tidak biasa dengan-Nya. Di seluruh Injilnya, Lukas justru selaras dengan al-Quran, sebab ia secara konsisten menyebut Yesus sebagai seorang nabi. Bahkan Yohanes, yang memandang Yesus sebagai penjelmaan Firman Allah, membuat suatu pembedaan, sekalipun hanya dalam satu ungkapan yang sangat bagus, antara “Firman” dengan Allah Sendiri—seperti halnya kata-kata kita yang terpisah dari esensi keberadaan kita.
Al-Quran menekankan bahwa semua agama yang benar dan terbimbing berasal dari Allah, dan Muslim diwajibkan untuk mengimani wahyu-wahyu dari setiap kata para utusan Allah: Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri” (QS. 3:84). Dan, Yesus—yang juga disebut Mesiah—Sang Firman dan Roh Kudus—mempunyai status khusus.
Yesus, bagi al-Quran, mempunyai hubungan yang dekat dengan Muhammad, dan telah meramalkan kedatangannya (QS. 61:6), sama seperti para nabi Ibrani yang dipercaya oleh orang Kristen sebagai telah menubuatkan kedatangan Kristus. Al-Quran menolak bahwa Yesus telah disalibkan dan memandang kenaikannya ke surga sebagai pernyataan keberhasilan dari misi kenabiannya. Dengan cara yang serupa, Muhammad suatu ketika secara mistik naik ke Singgasana Tuhan. Di samping Muhammad, Yesus juga akan memainkan suatu peran yang sentral dalam drama eskatologis pada hari akhir.
Selama tiga abad pertama dari Islam, Muslim telah menjalin hubungan yang dekat dengan orang Kristen di Irak, Syiria, Palestina, dan Mesir, dan mulai mengoleksi ratusan riwayat dan perkataan yang berhubungan dengan Yesus; suatu koleksi yang tidak ada bandingannya di dalam agama non-Kristen manapun. Sebagian ajaran tersebut dengan jelas berasal dari Injil—terutama Khotbah di atas Bukit yang sangat populer tetapi ditampilkan dengan gaya Muslim. Yesus digambarkan melakukan ritual haji, membaca al-Quran, dan melakukan sujud dalam doanya.
Dalam riwayat-riwayat yang lain, Yesus mengartikulasikan secara terperinci apa yang menjadi perhatian Muslim. Dia telah menjadi salah satu teladan agung bagi para sufi Muslim, yang mengajarkan hidup sederhana, kerendahan hati, dan kesabaran. Kadang-kadang Yesus memihak satu kelompok dalam sebuah perselisihan teologis atau politis: membariskan dirinya bersama mereka yang mendukung kehendak bebas di dalam perdebatan mengenai takdir; memuji Muslim yang berdamai dengan prinsip politiknya (“Ketika para raja memberikan kebijaksanaan kepada kalian, maka sebaiknya kalian tinggalkan dunia untuk mereka”); atau mengecam para ulama yang melacurkan ajarannya demi keuntungan politis (“Janganlah kamu hidup dari Kitab Tuhan”).
Yesus telah diinternalisasi oleh Muslim sebagai teladan dan inspirasi dalam pencarian spiritual mereka. Muslim Syiah merasa bahwa ada suatu koneksi kuat antara Yesus dengan imam-imam mereka yang menerima ilham, memiliki kelahiran-kelahiran yang ajaib, dan mewarisi pengetahuan propetik dari ibu-ibu mereka. Para Sufi terutama mengabdikan diri mereka kepada Yesus dan menyebutnya sebagai “nabi cinta”. Mistikus ternama Abad ke-12 M, Ibn al-Arabi, menyebut Yesus sebagai “penutup orang-orang kudus”—secara sengaja disandingkan dengan Muhammad sebagai “penutup para nabi”.
Cinta Muslim kepada Yesus adalah contoh yang luar biasa dari cara bagaimana sebuah tradisi dapat diperkaya oleh tradisi yang lain. Ini tidak berarti bahwa orang-orang Kristen harus membayar pujian tersebut. Sementara Muslim mengoleksi riwayat-riwayat mereka mengenai Yesus, sarjana-sarjana Kristen di Eropa justru menghujat Muhammad sebagai seorang pemuja seks dan penipu ulung, yang sangat menyukai kekerasan. Namun, pada hari ini, baik Muslim maupun orang Kristen sama bersalahnya atas sikap fanatik semacam itu dan seringkali juga lebih suka untuk melihat hanya bagian terburuk dari satu sama lain.
Cinta Muslim kepada Yesus menunjukkan bahwa hal itu tidak harus selalu menjadi situasinya. Pada masa lalu, sebelum terjadinya kekacauan politik dari modernitas, Islam selalu mampu melakukan koreksi diri. Tahun ini, pada hari kelahiran Jesus, mereka mungkin dapat bertanya kepada diri mereka sendiri bagaimana mereka dapat menghidupkan kembali tradisi panjang mereka berkaitan dengan pluralisme dan penghargaan kepada agama-agama yang lain. Ketika merenungi empati Muslim terhadap iman mereka, orang-orang Kristen sebaiknya melihat kembali masa lampau mereka sendiri dan mempertimbangkan apa yang mungkin dapat mereka lakukan untuk membalas rasa hormat ini.
* Artikel ini dikutip dari harian Inggris the Guardian edisi 23 Desember 2006.
* Karen Armstrong adalah penulis buku Muhammad: a Prophet for Our Time.
0 comments to "Hukum Mengucapkan Selamat Natal kepada Umat Kristiani dan Nasrani Dalam Perspektif Rahbar (Menyoal Lukisan Maria & Bayi Yesus di Dinding Ka’bah)"