Film tentang pembebasan sandera Amerika Serikat di Iran, Argo, memperoleh penghargaan film terbaik dalam ajang Oscar tahun ini. Penghargaan itu dinilai oleh banyak pihak sebagai propaganda anti-Iran oleh Hollywood.
Argo adalah sebuah film propaganda seperti film-film Nazi karya sineas wanita Leni Riefenstahl. Sama seperti Riefenstahl, mengagungkan sebuah organisasi kriminal yang menebar kematian. Dan juga tujuan utamanya adalah untuk menciptakan kebencian dan mengubah penonton menjadi pembunuh massal.
Riefenstahl memuja Partai Nazi dan Hitler, sementara Argo mengagungkan CIA. Riefenstahl menebar kebencian lewat karya-karyanya dan memoles pandangan antisemitisme agar terlihat cantik, sementara Argo membuat provokasi Zionis melalui gerakan Islamphobia dan Iranphobia terlihat alami dan tak terelakkan.
Film-film Riefenstahl telah membantu membuka pintu untuk Perang Dunia II, yang menewaskan 70 juta orang. Argo dirancang untuk membuka peluang perang dengan Iran dan Perang Dunia III, yang bisa membunuh ratusan juta orang atau bahkan miliaran.
Sebenarnya, penghargaan yang pantas diterima oleh sutradara film Argo adalah hukuman pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, Hollywood yang dikuasai Zionis telah menyerahkan mereka Oscar untuk kategori film terbaik tahun ini. Para panitia akademi juga pantas menghadapi tuduhan kejahatan perang, tepat di samping Ben Affleck.
Affleck dan insan film di Hollywood tidak hanya bersalah atas kejahatan perang. Mereka sama-sama bersalah atas pengkhianatan terhadap fakta sejarah dan Amerika Serikat.
Hollywood hampir 100 persen dikuasai oleh Zionis. Para milyarder Zionis yang memiliki dan menjalankan Hollywood, menentukan jenis film yang harus dipasarkan ke dunia. Mereka adalah pendukung fanatik dari genosida Israel di Palestina pendudukan.
Israel ingin menyeret Amerika Serikat dalam perang melawan musuh-musuh mereka. Dan Iran adalah musuh utama rezim Zionis. Seorang komedian Yahudi, Bill Maher baru-baru ini mengakui bahwa Israel mengendalikan pemerintahan AS.
Masalah utama Israel dengan Iran bukanlah isu nuklir, sebab baik CIA maupun Mossad telah meyakinkan bahwa Tehran tidak membangun senjata nuklir. Masalah Israel adalah bahwa pemerintah Iran menawarkan dukungan ideologis dan material yang kuat untuk perlawanan Palestina.
Argo merupakan sebuah upaya apik untuk mencuci otak orang Amerika dalam melihat Iran sebagai musuh. Ia berusaha menyeret kesadaran Amerika kembali ke tahun 1979, ketika rakyat revolusioner Iran menggulingkan rezim Syah yang didukung AS.
Argo berusaha menyembunyikan fakta bahwa hari ini, Amerika dan Iran bisa memiliki hubungan yang baik, dan akan memiliki hubungan yang baik, jika Israel tidak menjalankan kebijakan luar negeri AS dan tidak mengumbar perang dan permusuhan. (IRIB Indonesia/RM/NA/Selasa, 2013 Februari 26 11:12)
Argo, Film Terbaik Oscar 2013
Pemberian penghargaan tertinggi di ajang Oscar 2013 kepada film Argo karya Ben Affleck, kembali memperlihatkan bahwa di Hollywood seni telah dikalahkan oleh politik. Argo dipilih sebagai film terbaik mengalahkan delapan pesaingnya, yakni Amour, Beasts of The Southern Wild, Django Unchained, Les Miserables, Life of Pi, Silver Linings Playbook, Zero Dark Thirty, dan pesaing terberatnya, Lincoln.
Ketika sebuah film yang sarat dengan distorsi sejarah dipilih sebagai karya terbaik, tentu akar permasalahan itu terdapat pada isu yang diangkat oleh sang sutradara dan bukan pada kreativitas seni di dalamnya.
Argo mengangkat kisah 34 tahun lalu ketika Kedutaan Besar AS di Tehran diduduki oleh mahasiswa revolusioner Iran. Film drama misi CIA ini mengisahkan tentang upaya penyelamatan enam diplomat Amerika dari Iran pada masa Revolusi Islam tahun 1979. Namun sayangnya memberikan gambaran infaktual tentang masyarakat Iran di masa itu.
Terlepas dari cerita di film itu, apa yang diangkat di Argo adalah sebuah kebohongan sejarah yang nyata dan bahkan menuai kritik dari duta besar Kanada di Tehran waktu itu, Ken Taylor dan Tony Mendez, agen CIA yang diperankan oleh Ben Affleck.
Berbeda dengan kebohongan-kebohongan film Argo, Amerika tidak memainkan peran menentukan dalam membantu pelarian para diplomat yang diculik dari Iran, tapi dubes Kanada waktu itu telah menyalahgunakan wewenangnya dan memberi paspor Kanada kepada para diplomat Amerika dan membantu pelarian mereka dari Republik Islam.
Lalu faktor apa yang membuat film Argo yang sarat dengan penyimpangan sejarah terpilih sebagai film terbaik 2013? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka di sini perlu disinggung dua ciri khas film itu.
Pertama, Argo – seperti kebanyakan karya Hollywood – adalah sebuah film Amerika yang menonjolkan heroisme mereka dan mengemban misi untuk melawan kejahatan. Ini sudah menjadi ciri khas film-film Hollywood dan bahkan jika makhluk luar angkasa menyerang bumi, maka seorang Amerika akan bergegas untuk menyelamatkan bumi dan umat manusia.
Oleh karena itu, jika operasi penyelamatan enam diplomat Amerika dari Tehran dilakukan tanpa bantuan seorang agen CIA, maka sisi heroisme Amerika tidak akan tersalurkan dan tidak akan menyedot perhatian pemirsa. Untuk itu, mereka menulis skenario Argo keluar dari realitas sejarah.
Dan kedua, film Argo menitikberatkan pada sikap anti-Iran. Saat ini, apa saja yang menyudutkan dan menyerang Iran akan laris manis dijual di Amerika dan Barat, mulai dari bahaya nuklir Iran, Iranphobia, sampai Revolusi Islam. Oleh sebab itu, peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran kembali diangkat ke layar lebar untuk menebar propaganda di saat-saat sensitif seperti sekarang ini.
First Lady Amerika, Michelle Obama bahkan secara mengejutkan tampil di ajang Oscar tahun ini dengan membacakan nominasi film terbaik. Ibu Negara AS membacakan nominasi melalui sebuah tayangan yang disaksikan langsung oleh seluruh penonton di Teater Dolby, Hollywood, Ahad, 24 Februari 2014.
Pada dasarnya, film Argo merupakan sebuah mata rantai panjang untuk menutupi kekalahan memalukan militer Amerika dalam operasi pembebasan di Gurun Tabas, Iran. Pada 25 April 1980, pemerintah Amerika yang dipimpin oleh Jimmy Carter memerintahkan militer untuk menyerang Iran. Serangan ini dilakukan di pertengahan malam oleh pasukan elit yang diperlengkapi dengan berbagai persenjataan modern dengan didukung pesawat Hercules C-130 dan sejumlah helikopter. Sekitar 90 pasukan komando yang ikut dalam operasi Eagle Claw ditugaskan untuk membebaskan para diplomat Amerika yang ditahan di Tehran.
Dalam perjalanan menuju Gurun Tabas di timur Iran, dua helikopter mengalami kerusakan teknis, namun operasi tetap dilanjutkan. Sejumlah helikopter dan pesawat mendarat di tempat yang telah ditentukan dan siap melakukan tahapan operasi berikutnya, bergerak menuju Tehran.
Namun, Tabas menciptakan sebuah keajaiban. Kali ini kehendak Tuhan kembali menggagalkan kelicikan para agresor. Saat tiba di sana, satu lagi dari helikopter Amerika mengalami kerusakan teknis yang berujung pada terhentinya operasi ini. Karena operasi rahasia ini membutuhkan sedikitnya enam helikopter, Presiden Jimmy Carter memutuskan untuk menghentikan operasi Eagle Claw dan memerintahkan agar semua pesawat dan helikopter segera kembali. (IRIB Indonesia/RM/NA)
Media-media Barat dan industri film raksasa Amerika Serikat, Hollywood gencar mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan Iran dan Muslim dalam beberapa tahun terakhir. Gambaran negatif dan buruk tentang Iran dan Islam selalu menjadi fokus utama Barat untuk menyebarluaskan Iranphobia dan Islamphobia di tengah opini publik dunia. Hollywood dan media-media Barat biasanya menyerang Iran melalui klaim-klaim pelanggaran hak asasi manusia, dukungan terhadap terorisme, dan produksi senjata nuklir. Aksi terbaru Barat untuk menghantam Republik Islam adalah produksi dan pemberian penghargaan tertinggi di ajang Oscar 2013 kepada film Argo karya Ben Affleck.
Langkah itu kembali memperlihatkan bahwa di Hollywood seni telah dikalahkan oleh politik. Argo dipilih sebagai film terbaik mengalahkan delapan pesaingnya, yakni Amour, Beasts of The Southern Wild, Django Unchained, Les Miserables, Life of Pi, Silver Linings Playbook, Zero Dark Thirty, dan pesaing terberatnya, Lincoln. Ketika sebuah film yang sarat dengan distorsi sejarah dipilih sebagai karya terbaik, tentu akar permasalahan itu terdapat pada isu yang diangkat oleh sang sutradara dan bukan pada kreativitas seni di dalamnya.
Argo mengangkat kisah 34 tahun lalu ketika Kedutaan Besar AS di Tehran diduduki oleh mahasiswa revolusioner Iran. Film drama misi CIA ini mengisahkan tentang upaya penyelamatan enam diplomat Amerika dari Iran pada masa Revolusi Islam tahun 1979. Namun sayangnya memberikan gambaran infaktual tentang masyarakat Iran di masa itu. Terlepas dari alur cerita film, apa yang diangkat di Argo adalah sebuah kebohongan sejarah yang nyata dan bahkan menuai kritik dari Duta Besar Kanada di Tehran waktu itu, Ken Taylor dan Tony Mendez, agen CIA yang diperankan oleh Ben Affleck.
Ken Taylor mengkritik film itu dan mengatakan, "Sisi lucunya adalah si penulis naskah (Chris Terrio) di Hollywood tidak tahu apa yang dia bicarakan." Argo meremehkan tingkat sebenarnya dari keterlibatan Kanada yang cukup besar. Taylor mengkritik Argo dalam menggabungkan segudang kebebasan kreatif yang termasuk "hitam dan putih" penggambaran rakyat Iran dan adegan yang dibuat. Dia menambahkan bahwa Argo adalah "ciri orang dengan cara yang tidak benar."
Berbeda dengan kebohongan-kebohongan film Argo, Amerika tidak memainkan peran menentukan dalam membantu pelarian para diplomat yang diculik dari Iran, tapi dubes Kanada waktu itu telah menyalahgunakan wewenangnya dan memberi paspor Kanada kepada para diplomat Amerika dan membantu pelarian mereka dari Republik Islam. Lalu faktor apa yang membuat film Argo yang sarat dengan penyimpangan sejarah terpilih sebagai film terbaik 2013? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka di sini perlu disinggung dua ciri khas film itu.
Pertama, Argo – seperti kebanyakan karya Hollywood – adalah sebuah film Amerika yang menonjolkan heroisme mereka dan mengemban misi untuk melawan kejahatan. Ini sudah menjadi ciri khas film-film Hollywood dan bahkan jika makhluk luar angkasa menyerang bumi, maka seorang Amerika akan bergegas untuk menyelamatkan bumi dan umat manusia. Oleh karena itu, jika operasi penyelamatan enam diplomat Amerika dari Tehran dilakukan tanpa bantuan seorang agen CIA, maka sisi heroisme Amerika tidak akan tersalurkan dan tidak akan menyedot perhatian pemirsa. Untuk itu, mereka menulis skenario Argo keluar dari realitas sejarah.
Dan kedua, film Argo menitikberatkan pada sikap anti-Iran. Saat ini, apa saja yang menyudutkan dan menyerang Iran akan laris manis dijual di Amerika dan Barat, mulai dari bahaya nuklir Iran, Iranphobia, sampai Revolusi Islam. Oleh sebab itu, peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran kembali diangkat ke layar lebar untuk menebar propaganda di saat-saat sensitif seperti sekarang ini. First Lady Amerika, Michelle Obama bahkan secara mengejutkan tampil di ajang Oscar tahun ini dengan membacakan nominasi film terbaik. Ibu Negara AS membacakan nominasi melalui sebuah tayangan yang disaksikan langsung oleh seluruh penonton di Teater Dolby, Hollywood, Ahad, 24 Februari 2013.
Argo adalah sebuah film propaganda seperti film-film Nazi karya sineas wanita Leni Riefenstahl. Sama seperti Riefenstahl, mengagungkan sebuah organisasi kriminal yang menebar kematian. Dan juga tujuan utamanya adalah untuk menciptakan kebencian dan mengubah penonton menjadi pembunuh massal. Riefenstahl memuja Partai Nazi dan Hitler, sementara Argo mengagungkan CIA. Riefenstahl menebar kebencian lewat karya-karyanya dan memoles pandangan antisemitisme agar terlihat cantik, sementara Argo membuat provokasi Zionis melalui gerakan Islamphobia dan Iranphobia terlihat alami dan tak terelakkan.
Hollywood hampir 100 persen dikuasai oleh Zionis. Para milyarder Zionis yang memiliki dan menjalankan Hollywood, menentukan jenis film yang harus dipasarkan ke dunia. Mereka adalah pendukung fanatik dari genosida Israel di Palestina pendudukan. Israel ingin menyeret Amerika Serikat dalam perang melawan musuh-musuh mereka. Dan Iran adalah musuh utama rezim Zionis. Seorang komedian Yahudi, Bill Maher baru-baru ini mengakui bahwa Israel mengendalikan pemerintahan AS. Masalah utama Israel dengan Iran bukanlah isu nuklir, sebab baik CIA maupun Mossad telah meyakinkan bahwa Tehran tidak membangun senjata nuklir. Masalah Israel adalah bahwa pemerintah Iran menawarkan dukungan ideologis dan material yang kuat untuk perlawanan Palestina.
Pada dasarnya, film Argo merupakan sebuah mata rantai panjang untuk menutupi kekalahan memalukan militer Amerika dalam operasi pembebasan di Gurun Tabas, Iran. Pada 25 April 1980, pemerintah Amerika yang dipimpin oleh Jimmy Carter memerintahkan militer untuk menyerang Iran. Serangan ini dilakukan di pertengahan malam oleh pasukan elit yang diperlengkapi dengan berbagai persenjataan modern dengan didukung pesawat Hercules C-130 dan sejumlah helikopter. Sekitar 90 pasukan komando yang ikut dalam operasi Eagle Claw ditugaskan untuk membebaskan para diplomat Amerika yang ditahan di Tehran.
Dalam perjalanan menuju Gurun Tabas di timur Iran, dua helikopter mengalami kerusakan teknis, namun operasi tetap dilanjutkan. Sejumlah helikopter dan pesawat mendarat di tempat yang telah ditentukan dan siap melakukan tahapan operasi berikutnya, bergerak menuju Tehran. Namun, Tabas menciptakan sebuah keajaiban. Kali ini kehendak Tuhan kembali menggagalkan kelicikan para agresor. Saat tiba di sana, satu lagi dari helikopter Amerika mengalami kerusakan teknis yang berujung pada terhentinya operasi ini. Karena operasi rahasia ini membutuhkan sedikitnya enam helikopter, Presiden Jimmy Carter memutuskan untuk menghentikan operasi Eagle Claw dan memerintahkan agar semua pesawat dan helikopter segera kembali.
Seorang kritikus budaya Kim Nicolini mengatakan, "Argo merupakan bagian dari propaganda liberal konservatif yang dibuat oleh Hollywood untuk mendukung politik konservatif pemerintahan liberal Barack Obama saat kita bergerak menuju pemilihan presiden. Ini juga bilangan prima roda perang Amerika yang mendukung serangan Israel terhadap Iran." Nicolini mengecam Argo karena benar-benar mengabaikan cerita versi Iran, dan mencatat bahwa film ini adalah versi yang menghapus peristiwa sebenarnya. Dia berargumen bahwa tidak ada yang otentik tentang manipulasi film peristiwa bersejarah, dan film ini sebagai propaganda politik murni.
Seorang analis politik mengatakan, Argo membuka kedok skema rumit Amerika untuk mempekerjakan setiap media guna melancarkan propaganda dan menghasut Iranphobia di seluruh dunia. Seorang akademisi Iran Doktor Salami Ismail mengatakan, "Argo adalah turunan dari Hollywoodism yang keterlaluan. Pada kenyataannya, itu adalah upaya lain untuk memicu Iranphobia tidak hanya di Amerika tetapi di seluruh dunia."
Dalam sebuah wawancara dengan Press TV, pejabat tinggi Iran Masoumeh Ebtekar yang terlibat langsung dalam peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS pada tahun 1979, mengatakan, awalnya mengira bahwa film tersebut akan menjadi representasi seimbang tentang kejadian, tapi setelah menyaksikannya, dia mengatakan itu tidak menceritakan kisah pendudukan yang sebenarnya. Ebtekar mengatakan, "Kelompok yang mengambil alih Kedubes Amerika adalah sekelompok pemuda, pria dan wanita yang sangat tertib dan cukup tenang. Adegan yang Anda lihat di Argo sama sekali tidak benar."
Kritikus film Iran Masoud Foroutan mengatakan bahwa Argo adalah "politik-termotivasi." Dia mengatakan, "Pembuatan film dari aspek teknis bagus, tapi cerita ini tidak otentik. Cerita ini custom-made (dibuat-buat) dan Anda bisa melihat di mana itu akan berakhir. Film ini adalah sesuatu yang bermotif politik." Sementara itu, kantor berita Mehr menyebut penganugerahan Oscar untuk Argo adalah sebuah langkah politik. Sebab, Ibu Negara Michelle Obama ikut membacakan nominator dan pemenang kategori film terbaik itu lewat sambungan video dari Gedung Putih.
Menteri Kebudayaan Iran Mohammed Hosseini mengatakan, Hollywood tengah "memelintir" sejarah dan sejumlah pejabat Iran lainnya menyebut film itu adalah sebuah "perang lunak" terhadap budaya Iran. Dengan seluruh upaya dan propaganda Barat terhadap Iran, masyarakat dunia menyaksikan bahwa mereka selain tidak mencapai tujuannya, dalam beberapa kasus bahkan memiliki dampak yang merugikan mereka sendiri. (IRIB Indonesia)
Oscar 2013, Seni Jadi Korban Politik
Media-media Barat dan industri film raksasa Amerika Serikat, Hollywood gencar mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan Iran dan Muslim dalam beberapa tahun terakhir. Gambaran negatif dan buruk tentang Iran dan Islam selalu menjadi fokus utama Barat untuk menyebarluaskan Iranphobia dan Islamphobia di tengah opini publik dunia. Hollywood dan media-media Barat biasanya menyerang Iran melalui klaim-klaim pelanggaran hak asasi manusia, dukungan terhadap terorisme, dan produksi senjata nuklir. Aksi terbaru Barat untuk menghantam Republik Islam adalah produksi dan pemberian penghargaan tertinggi di ajang Oscar 2013 kepada film Argo karya Ben Affleck.
Langkah itu kembali memperlihatkan bahwa di Hollywood seni telah dikalahkan oleh politik. Argo dipilih sebagai film terbaik mengalahkan delapan pesaingnya, yakni Amour, Beasts of The Southern Wild, Django Unchained, Les Miserables, Life of Pi, Silver Linings Playbook, Zero Dark Thirty, dan pesaing terberatnya, Lincoln. Ketika sebuah film yang sarat dengan distorsi sejarah dipilih sebagai karya terbaik, tentu akar permasalahan itu terdapat pada isu yang diangkat oleh sang sutradara dan bukan pada kreativitas seni di dalamnya.
Argo mengangkat kisah 34 tahun lalu ketika Kedutaan Besar AS di Tehran diduduki oleh mahasiswa revolusioner Iran. Film drama misi CIA ini mengisahkan tentang upaya penyelamatan enam diplomat Amerika dari Iran pada masa Revolusi Islam tahun 1979. Namun sayangnya memberikan gambaran infaktual tentang masyarakat Iran di masa itu. Terlepas dari alur cerita film, apa yang diangkat di Argo adalah sebuah kebohongan sejarah yang nyata dan bahkan menuai kritik dari Duta Besar Kanada di Tehran waktu itu, Ken Taylor dan Tony Mendez, agen CIA yang diperankan oleh Ben Affleck.
Ken Taylor mengkritik film itu dan mengatakan, "Sisi lucunya adalah si penulis naskah (Chris Terrio) di Hollywood tidak tahu apa yang dia bicarakan." Argo meremehkan tingkat sebenarnya dari keterlibatan Kanada yang cukup besar. Taylor mengkritik Argo dalam menggabungkan segudang kebebasan kreatif yang termasuk "hitam dan putih" penggambaran rakyat Iran dan adegan yang dibuat. Dia menambahkan bahwa Argo adalah "ciri orang dengan cara yang tidak benar."
Berbeda dengan kebohongan-kebohongan film Argo, Amerika tidak memainkan peran menentukan dalam membantu pelarian para diplomat yang diculik dari Iran, tapi dubes Kanada waktu itu telah menyalahgunakan wewenangnya dan memberi paspor Kanada kepada para diplomat Amerika dan membantu pelarian mereka dari Republik Islam. Lalu faktor apa yang membuat film Argo yang sarat dengan penyimpangan sejarah terpilih sebagai film terbaik 2013? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka di sini perlu disinggung dua ciri khas film itu.
Pertama, Argo – seperti kebanyakan karya Hollywood – adalah sebuah film Amerika yang menonjolkan heroisme mereka dan mengemban misi untuk melawan kejahatan. Ini sudah menjadi ciri khas film-film Hollywood dan bahkan jika makhluk luar angkasa menyerang bumi, maka seorang Amerika akan bergegas untuk menyelamatkan bumi dan umat manusia. Oleh karena itu, jika operasi penyelamatan enam diplomat Amerika dari Tehran dilakukan tanpa bantuan seorang agen CIA, maka sisi heroisme Amerika tidak akan tersalurkan dan tidak akan menyedot perhatian pemirsa. Untuk itu, mereka menulis skenario Argo keluar dari realitas sejarah.
Dan kedua, film Argo menitikberatkan pada sikap anti-Iran. Saat ini, apa saja yang menyudutkan dan menyerang Iran akan laris manis dijual di Amerika dan Barat, mulai dari bahaya nuklir Iran, Iranphobia, sampai Revolusi Islam. Oleh sebab itu, peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran kembali diangkat ke layar lebar untuk menebar propaganda di saat-saat sensitif seperti sekarang ini. First Lady Amerika, Michelle Obama bahkan secara mengejutkan tampil di ajang Oscar tahun ini dengan membacakan nominasi film terbaik. Ibu Negara AS membacakan nominasi melalui sebuah tayangan yang disaksikan langsung oleh seluruh penonton di Teater Dolby, Hollywood, Ahad, 24 Februari 2013.
Argo adalah sebuah film propaganda seperti film-film Nazi karya sineas wanita Leni Riefenstahl. Sama seperti Riefenstahl, mengagungkan sebuah organisasi kriminal yang menebar kematian. Dan juga tujuan utamanya adalah untuk menciptakan kebencian dan mengubah penonton menjadi pembunuh massal. Riefenstahl memuja Partai Nazi dan Hitler, sementara Argo mengagungkan CIA. Riefenstahl menebar kebencian lewat karya-karyanya dan memoles pandangan antisemitisme agar terlihat cantik, sementara Argo membuat provokasi Zionis melalui gerakan Islamphobia dan Iranphobia terlihat alami dan tak terelakkan.
Hollywood hampir 100 persen dikuasai oleh Zionis. Para milyarder Zionis yang memiliki dan menjalankan Hollywood, menentukan jenis film yang harus dipasarkan ke dunia. Mereka adalah pendukung fanatik dari genosida Israel di Palestina pendudukan. Israel ingin menyeret Amerika Serikat dalam perang melawan musuh-musuh mereka. Dan Iran adalah musuh utama rezim Zionis. Seorang komedian Yahudi, Bill Maher baru-baru ini mengakui bahwa Israel mengendalikan pemerintahan AS. Masalah utama Israel dengan Iran bukanlah isu nuklir, sebab baik CIA maupun Mossad telah meyakinkan bahwa Tehran tidak membangun senjata nuklir. Masalah Israel adalah bahwa pemerintah Iran menawarkan dukungan ideologis dan material yang kuat untuk perlawanan Palestina.
Pada dasarnya, film Argo merupakan sebuah mata rantai panjang untuk menutupi kekalahan memalukan militer Amerika dalam operasi pembebasan di Gurun Tabas, Iran. Pada 25 April 1980, pemerintah Amerika yang dipimpin oleh Jimmy Carter memerintahkan militer untuk menyerang Iran. Serangan ini dilakukan di pertengahan malam oleh pasukan elit yang diperlengkapi dengan berbagai persenjataan modern dengan didukung pesawat Hercules C-130 dan sejumlah helikopter. Sekitar 90 pasukan komando yang ikut dalam operasi Eagle Claw ditugaskan untuk membebaskan para diplomat Amerika yang ditahan di Tehran.
Dalam perjalanan menuju Gurun Tabas di timur Iran, dua helikopter mengalami kerusakan teknis, namun operasi tetap dilanjutkan. Sejumlah helikopter dan pesawat mendarat di tempat yang telah ditentukan dan siap melakukan tahapan operasi berikutnya, bergerak menuju Tehran. Namun, Tabas menciptakan sebuah keajaiban. Kali ini kehendak Tuhan kembali menggagalkan kelicikan para agresor. Saat tiba di sana, satu lagi dari helikopter Amerika mengalami kerusakan teknis yang berujung pada terhentinya operasi ini. Karena operasi rahasia ini membutuhkan sedikitnya enam helikopter, Presiden Jimmy Carter memutuskan untuk menghentikan operasi Eagle Claw dan memerintahkan agar semua pesawat dan helikopter segera kembali.
Seorang kritikus budaya Kim Nicolini mengatakan, "Argo merupakan bagian dari propaganda liberal konservatif yang dibuat oleh Hollywood untuk mendukung politik konservatif pemerintahan liberal Barack Obama saat kita bergerak menuju pemilihan presiden. Ini juga bilangan prima roda perang Amerika yang mendukung serangan Israel terhadap Iran." Nicolini mengecam Argo karena benar-benar mengabaikan cerita versi Iran, dan mencatat bahwa film ini adalah versi yang menghapus peristiwa sebenarnya. Dia berargumen bahwa tidak ada yang otentik tentang manipulasi film peristiwa bersejarah, dan film ini sebagai propaganda politik murni.
Seorang analis politik mengatakan, Argo membuka kedok skema rumit Amerika untuk mempekerjakan setiap media guna melancarkan propaganda dan menghasut Iranphobia di seluruh dunia. Seorang akademisi Iran Doktor Salami Ismail mengatakan, "Argo adalah turunan dari Hollywoodism yang keterlaluan. Pada kenyataannya, itu adalah upaya lain untuk memicu Iranphobia tidak hanya di Amerika tetapi di seluruh dunia."
Dalam sebuah wawancara dengan Press TV, pejabat tinggi Iran Masoumeh Ebtekar yang terlibat langsung dalam peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS pada tahun 1979, mengatakan, awalnya mengira bahwa film tersebut akan menjadi representasi seimbang tentang kejadian, tapi setelah menyaksikannya, dia mengatakan itu tidak menceritakan kisah pendudukan yang sebenarnya. Ebtekar mengatakan, "Kelompok yang mengambil alih Kedubes Amerika adalah sekelompok pemuda, pria dan wanita yang sangat tertib dan cukup tenang. Adegan yang Anda lihat di Argo sama sekali tidak benar."
Kritikus film Iran Masoud Foroutan mengatakan bahwa Argo adalah "politik-termotivasi." Dia mengatakan, "Pembuatan film dari aspek teknis bagus, tapi cerita ini tidak otentik. Cerita ini custom-made (dibuat-buat) dan Anda bisa melihat di mana itu akan berakhir. Film ini adalah sesuatu yang bermotif politik." Sementara itu, kantor berita Mehr menyebut penganugerahan Oscar untuk Argo adalah sebuah langkah politik. Sebab, Ibu Negara Michelle Obama ikut membacakan nominator dan pemenang kategori film terbaik itu lewat sambungan video dari Gedung Putih.
Menteri Kebudayaan Iran Mohammed Hosseini mengatakan, Hollywood tengah "memelintir" sejarah dan sejumlah pejabat Iran lainnya menyebut film itu adalah sebuah "perang lunak" terhadap budaya Iran. Dengan seluruh upaya dan propaganda Barat terhadap Iran, masyarakat dunia menyaksikan bahwa mereka selain tidak mencapai tujuannya, dalam beberapa kasus bahkan memiliki dampak yang merugikan mereka sendiri. (IRIB Indonesia)
Semua Kekacauan Sosial Lahir dari Akhlak yang Buruk
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al Uzhma Jawadi Amuli dalam lanjutan kelas akhlak yang diasuhnya di kota suci Qom Republik Islam Iran menyampaikan ucapan bela sungkawa kepada seluruh kaum muslimin berkaitan dengan hari peringatan syahadah Sayyidah Fatimah Ma'sumah sa dan atas meninggalnya guru akhlak Ayatullah Khusvaqt. Beliau berharap agar ruh ulama besar yang meninggal saat sedang berziarah di Haramain Arab Saudi tersebut dimuliakan dan ditinggikan kedudukannya oleh Allah SWT.
Ayatullah Jawad Amuli dalam pembahasan akhlaknya menyatakan bahwa akhlak sangat berperan penting dalam mewujudkan kehidupan sosial yang bahagia dan sejahtera, tidak hanya berkaitan dengan kebaikan di dunia namun juga kebahagiaan di akhirat kelak. Beliau berkata lebih lanjut, "Jika seseorang beragama tanpa disertai dengan pemahaman dan kaidah ilmu yang memadai, maka orang itu akan menemui banyak masalah yang membahayakan eksistensinya. Ia akan memusuhi para ilmuan sebagaimana pernah terjadi dimasa kegelapan, dan sebagaimana yang ditunjukkan Taliban dan Al Qaedah masa kini yang hanya akan merusak citra agama dan menebarkan kepahitan karena agama yang dianutnya tanpa ilmu dan pemahaman yang baik. Namun jika seseorang berilmu namun tidak beragama, tinggal menunggu waktu yang tidak lama, perang dunia pertama dan kedua akan kembali terjadi."
Guru besar Hauzah Ilmiah Qom yang juga salah satu ulama marja taklid tersebut kemudian melanjutkan bahwa semua persoalan yang dihadapi di dunia saat ini bersumber dari penerapan akhlak yang buruk. "Semua yang semestinya tidak terjadi kemarin dan hari ini lahir dari akhlak yang buruk umat manusia. Jika umat manusia dalam tingkah laku dan kehidupan kesehariannya meniru akhlak Ilahi maka tidak satupun problema sosial yang akan timbul. Maka satu-satunya cara menyelesaikan semua persoalan yang muncul akibat dari penerapan akhlak yang buruk adalah menerapkan akhlak yang baik dalam semua lini kehidupan."
Ayatullah Jawad Amuli kemudian menekankan pentingnya penegakan akhlak yang mulia, sebab akhlak mulia menurutnya adalah diantara tujuan utama diutusnya para Anbiyah dan inti dakwah dari para Aimmah as. "Kalau kita menelaah dengan seksama, khutbah-khutbah, surat-surat dan hikmah-hikmah Imam Ali as yang terangkum dalam Nahjul Balaghah kesemuanya bermuara pada penekanan untuk menegakkan akhlak yang mulia." Ujar ulama yang juga dikenal sebagai mufassir Al-Qur'an tersebut.
0 comments to "Oscar untuk Argo; Sebuah Kejahatan Kemanusiaan, Oscar 2013, Seni Jadi Korban Politik : Semua Kekacauan Sosial Lahir dari Akhlak yang Buruk"