Imam Khomeini: Kenabian (Bagian Pertama)
Diutus Sebagai Nabi
Tuhan dunia di masa itu, di mana saja manusia hidup, menilai kebesaran dan kejayaannya bila tempat pemujaan apinya lebih besar dari yang lain dan lebih menyala atau tempat sesembahannya lebih megah dan berhala yang ada di dalamnya lebih besar dari yang lain dan dibuat dari besi yang mahal. Tuhan mereka adalah emas yang lebar dan panjangnya lebih dari yang lain dan itu petanda penting dan kejayaannya lebih besar. Bahkan mereka membawa tuhan-tuhan ini dalam perang. Sebagaimana mana penduduk Mekah membawa Hubal, patung paling besar untuk berperang dengan umat Islam.
Dalam kondisi yang demikian, Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt dengan membawa risalah. Hal pertama yang dipersembahkan kepada manusia waktu itu adalah menghancurkan tuhan-tuhan yang kalian buat dan menerima tauhid agar menjadi manusia yang selamat. "Quuluu Laa Ilaaha Illallaah Tuflihuu" (Ucapkan tidak ada tuhan selain Allah, maka kalian akan selamat).
Setelah itu secara bertahap beliau membawakan kepada manusia aturan langit yang prinsipnya berdasarkan akal yang mampu membidas semua pandangan dan anggapan bodoh mereka.
(Kasyf al-Asrar, hal 106)
* * *
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt, setan paling besar berteriak dan mengumpulkan setan-setan di sekitarnya lalu berkata kepada mereka bahwa pekerjaan kita akan semakin sulit.
(Sahifah Imam, jilid 10, hal 489)
* * *
Masalah pengutusan sebagai nabi pada dasarnya sebuah perubahan prinsip keilmuan dan irfan di alam ini. filsafat kering Yunani yang dibangun oleh para pemikir Yunani, tentu saja memiliki nilai, tapi telah diubah dengan diutusnya Rasulullah Saw menjadi sebuah irfan nyata dan sebuah penyaksian hakiki bagi mereka yang memiliki kemampuan.
(Sahifah Imam, jilid 17, hal 430) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Imam Khomeini: Kenabian (Bagian Kedua)
Dakwah Nabi Muhammad Saw
Ketika Muhammad Saw diangkat sebagai nabi dan utusan Allah Swt, beliau mulai berdakwah kepada manusia. Seorang anak berusia 8 tahun (Imam Ali as) dan seorang perempuan berusia 40 tahun (Sayidah Khadijah as) beriman kepadanya. Tidak ada yang beriman kepada beliau, kecuali dua orang ini.
Semua tahu bahwa betapa warga musyrik Mekah begitu mengganggu Rasulullah Saw. Mereka berusaha merusak apa yang dilakukan oleh beliau dan menentangnya, tapi Nabi Saw tidak berputus asa dan beliau tidak mengatakan, "Saya tidak memiliki siapapun!"
Beliau tegar menghadapi segalanya dan dengan kekuatan jiwa dan tekad yang kuat beliau mengantarkan risalah ilahi dari titik nol hingga yang bisa disaksikans aat ini. Sekarang sekitar 700 juta orang berada di bawah bendera risalahnya.
(Velayat Faqih, hal 136)
* * *
Nabi Muhammad Saw dengan al-Quran yang berada di satu tangannya dan di tangannya yang lain ada pedang sebagai simbol bahwa pedang itu untuk menumpas para pengkhianat dan al-Quran untuk memberi hidayah manusia.
Mereka yang layak untuk diberi hidayah, al-Quran akan menjadi pembimbing mereka, tapi mereka yang tidak bisa diberi hidayah, bahkan berusaha melakukan konspirasi menentang kebenaran, maka pedang dipersiapkan untuk mereka.
(Sahifah Imam, jilid 9, hal 340)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Imam Khomeini: Kenabian (Bagian Ketiga)
Dakwah Nabi Saw
Ketika Muhammad Saw diutus sebagai nabi dan memulai dakwahnya, hanya ada seorang anak berusia delapan tahun, Imam Ali as dan seorang perempuan berusia 40 tahun, Sayidah Khadijah as. Beliau tidak punya siapa-siapa kecuali dua orang ini. Semua mengetahui bagaimana orang-orang Musyrik begitu mengganggu beliau, merusak dan menentangnya. Tapi pada saat yang sama, beliau tidak pernah berputus asa. Bahkan tidak pernah mengatakan "Saya tidak punya siapa-siapa". Beliau tegar menghadapi segalanya. Dengan kekuatan jiwa dan tekad kuat yang dimilikinya beliau berhasil mengantarkan risalah mulai dari nol hingga sampai saat ini, dimana 700 juta manusia berada di bawah panjinya.
(Velayat Faqih, hal 136)
* * *
Nabi Muhammad Saw membawa al-Quran di satu tangannya dan pedang di tangannya yang lain. Pedang akan dipergunakan untuk menumpas para pengkhianat dan al-Quran untuk membimbing manusia. Mereka yang masih dapat dibimbing maka al-Quran akan menghidayahi mereka. Sementara mereka yang tidak dapat dibimbing dan melakukan konspirasi anti Islam, maka pedang akan menghadapi mereka.
(Sahifah Imam, jilid 9, hal 340) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Imam Khomeini: Kenabian (Bagian Keempat)
Tujuan Dakwah
Kita orang sengsara ini seperti anak kecil yang membangkang dari hukum positif, bahkan kita menyalahkan orang-orang berakal. Kita senantiasa melawan, berperang dan berdebat dengan mereka. Sementara jiwa suci dan tenang dengan rahmat dan kasih sayangnya kepada hamba-hamba Allah, tidak pernah menghentikan dakwahnya hanya dikarenakan kebodohan kita. Beliau menyeret kita dengan paksa menuju surga dan kebahagiaan, tanpa meminta upah dari kita.
Ketika Rasulullah Saw diblokade, upahnya diambil dari "Mawaddat Dzawil Qurba"[1] Bentuk dari kecintaan ini di alam yang lain bagi kita mungkin lebih bercahaya dari bentuk yang lain. Padahal kecintaan itu sendiri lebih bermanfaat bagi kita dan agar kita mencapai kebahagiaan dan rahmat ilahi. Dengan demikian, kabar gembira beliau justru kembali kepada kita dan mendapatkan manfaatnya.
(Chehel Hadis, hal 43)
* * *
Sebab utama dari diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk mendidik manusia. Beliau membacakan ayat-ayat al-Quran. Ayat-ayat memancarkan pelbagai ilmu. Beliau membaca ayat-ayat al-Quran untuk mensucikan manusia dan jiwanya. Setelah mensucikan jiwa dan badan mereka, kemudian beliau "... Mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah ..."[2]Pendidikan sebelum mengajarkan. Bila pendidikan tidak diberikan sebelumnya, setidaknya bersama-sama. Karena posisinya harus lebih didahulukan.
(Sahifah Imam, jilid 12, hal 492)
* * *
Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sesuai dengan riwayat dan sejarah adalah ayat "Iqra' Bismirabbika".[3] Ayat ini merupakan ayat pertama yang dibaca Nabi Muhammad Saw lewat nukilan dari malaikat Jibril. Berarti sejak awal manusia telah diajak untuk membaca dan setelah itu belajar.
(Sahifah Imam, jilid 14, hal 389) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Imam Khomeini: Kenabian (Bagian Kelima, Habis)
Dakwah dan Masalahnya
Rasulullah Saw ketika diperintahkan oleh Allah Swt hanya seorang diri, "Qum Faandzir", bangkitlah dan ajak manusia! (QS. al-Mudattsir: 2) Dakwah pada mulanya dimulai dari diri beliau. Hari ketika Nabi Muhammad Saw menyatakan kenabiannya, hanya seorang perempuan dan anak yang beriman kepadanya. Tapi beliau istiqamah, sebagai kelaziman pemimpin para nabi, dan sifat ini ada pada diri beliau dalam bentuknya yang sempurna, "Wastaqim Kama Umirta", bangkitlah dan tetap beristiqamah! (QS. as-Syura: 15)
Dua sifat ini sangat berperan penting dalam menyukseskan tujuan besar Rasulullah Saw; bangkit dan istiqamah. Sifat istiqamah yang ada pada diri beliau menyebabkan beliau tidak pernah berputus asa sekalipun tidak dapat mengajak masyarakat secara terang-terangan untuk memeluk Islam. Beliau tidak pernah berputus asa sekalipun tidak memiliki apa-apa, sementara seluruh kekuatan yang ada menentangnya, sehingga di Mekah beliau tidak dapat mengajak masyarakat memeluk Islam secara terang-terangan.
Nabi Saw tidak pernah berputus asa. Yang dilakukannya adalah berdakwah secara sembunyi-sembunyi, dakwah di bawah tanah. Satu persatu dari warga Mekah berhasil diajaknya, sehingga ketika pergi ke Madinah, beliau diperintahkan oleh Allah Swt untuk bangkit, "Qul Innamaa A'izhukum Biwahidatin Antaquumuu Lillaah", katakanlah, "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu bangkit karena Allah! (QS. Saba: 46) Di sini beliau mengajak untuk bangkit. Beliau mengajak masyarakat untuk bangkit secara bersama-sama. Dan yang penting adalah bangkit karena Allah, "Qiyaam Lillaah". Kunci kemenangan pasukan Islam di permulaan Islam, sekalipun mereka tidak punya persenjataan, tapi yang ada adalah "Qiyaam Lillaah", bangkit karena Allah. Kebangkitan untuk Allah, iman kepada Allah membuat Nabi Muhammad Saw mencapai kemenangan. Beliau tidak pernah berputus asa dan istiqamah di jalan Allah, sehingga Allah Swt memberikan kemenangan kepada Nabi-Nya.
(Sahifah Imam, jilid 7, hal 244)
* * *
Orang-orang Musyrik yang kaya dan kuat tidak memberikan kesempatan Nabi Muhammad Saw untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam di Mekah. Selam bertahun-tahun beliau seperti dipenjara di Mekah, bahkan segala yang di Mekah bak penjara bagi beliau.
(Sahifah Imam, jilid 4, hal 319)
* * *
Di masa Nabi Muhammad Saw sebegitu banyak tuduhan dan hinaan yang disampaikan kepada beliau, tapi beliau tetap menyampaikan ajaran agama Islam.
(Sahifah Imam, jilis 17, hal 235) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Merasa Cukup Kaya
Indra Tranggono*
Merasa cukup, itulah yang kini hilang dalam kesadaran etis bangsa ini. Menumpuk-numpuk kekayaan dan mengejar kenikmatan pun jadi "etos" baru seiring dengan maraknya korupsi. Terminologi rumongso cukup (sadar pada kecukupan) diintrodusir kritikus sastra dan budayawan Faruk. Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada itu melihat dan merasakan kaya tanpa mengenal batas telah menjadi pilihan mayoritas bangsa demi meraih berbagai kenikmatan, kenyamanan, dan "kehormatan" sosial. Kerakusan pun menjadi watak yang sepenuhnya tidak lagi dikutuk, tetapi justru dirayakan.
Masyarakat pun semakin permisif (serba boleh). Kaum koruptor pun tak lagi mendapatkan sanksi sosial yang berat, tetapi justru "dimaklumi", bahkan disambut dengan selebrasi. Siapa pun yang korupsi atau menjadi bagian dari persekongkolan penyolongan duit rakyat kini justru semakin populer dan "diterima" publik. Tanpa disadari, politik media massa—yang meletakkan negativitas sebagai basis pemberitaan—telah mengapitalisasi isu korupsi beserta aktor-aktornya menjadi komoditas.
Menjadi kaya merupakan hak setiap bangsa. Namun, kearifan Jawa memberikan peringatan:sugih tanpa ngasorake diri lan liyan (menjadi kaya tanpa harus mengorbankan kehormatan diri sendiri atau orang lain). Ini terhubung dengan ucapan pujangga Ronggowarsito: sak beja-bejane wong kang lali ising bejo wong kang eling lan waspada (kesadaran lebih utama dari lupa/khilaf).
Dari sini, dalam konteks kekayaan, perlu dikutip pelesetan yang mengatakan: sak beja-bejane wong kang sugih, isih beja wong kang duwe rasa cukup, nanging ya tetep sugih(keberuntungan orang kaya masih kalah beruntung dengan orang yang punya rasa cukup, tapi ya tetap kaya).
Meja makan
Kekayaan merupakan pencapaian diri yang sah sepanjang ia tetap dalam kontrol moral dan etik. Dengan kaya kita bisa menolong diri sendiri dan orang lain dari tekanan kemiskinan yang berpotensi menghilangkan martabat. Artinya, kekayaan bukan tujuan hidup, melainkan menjadi jalan budaya untuk membangun keberadaban manusia.
Budayawan YB Mangunwijaya mengatakan, orang bisa disebut kaya jika ia memiliki banyak kemungkinan untuk melakukan berbagai tindakan yang meluhurkan kemanusiaan. Dunia kemungkinan itu adalah nilai-nilai ideal kehidupan yang disangga secara kolektif.
Merasa cukup dalam menyikapi kekayaan merupakan konsep etik dan moral. Ia tidak hanya menghindarkan manusia dari watak tamak, tetapi juga membangun moralitas yang melekat pada kesadaran untuk selalu mau berbagi dengan orang lain. Ibaratnya, orang kaya yang berbudaya tidak akan memperlebar meja makannya hingga menggusur hak-hak orang lain. Ia merasa cukup dengan meja makannya yang kecil atau sedang sehingga masih tersedia ruang bagi orang lain untuk turut menikmati nasi dan lauk kesejahteraan.
Namun, kini yang terjadi pada mayoritas bangsa ini—terutama yang memiliki kuasa politik, ekonomi, sosial, dan budaya—justru menyelenggarakan festival kerakusan dengan ramai-ramai memperbesar meja makan masing- masing. Mereka pamer menu makanan berharga jutaan untuk sekali makan di depan orang- orang yang hanya bisa membayangkan rasa kenyang.
Dengan meja makan yang terus diperbesar, mereka tidak mengenal rasa cukup. Kekayaan yang mereka peroleh bukan menerbitkan rasa syukur melainkan justru menambah rasa lapar mereka untuk meraih kekayaan yang lebih besar, dengan cara-cara yang menyimpang moral dan melawan hukum.
Pada masa Orde Baru, orang sudah cukup syok mencuri uang negara bernilai puluhan atau ratusan juta. Akan tetapi, kini para koruptor merasa belum "berprestasi" jika belum mampu nyolong duit negara miliaran atau triliunan rupiah. Ketamakan telah merevitalisasi korupsi terkait jenis, teknik, dan capaiannya.
Imaji kebangsaan
Dalam sikap hidup yang permisif atas materi dan kenikmatan yang kini dominan dan hegemonik, mayoritas bangsa ini kian kehilangan imajinasi tentang kebangsaan. Dalam kemiskinan imajinasi dan kedangkalan cara berpikir, kebesaran bangsa tak lagi menjadi obsesi kolektif, tetapi sekadar dipahami sebagai mitos.
Konsumerisme yang diberhalakan telah mengubah kesadaran atas bangsa menjadi kesadaran atas ego pribadi dan kelompok. Kekayaan personal yang menjulang dianggap lebih mulia dibandingkan kesejahteraan yang terdistribusi bagi publik. Bangsa ini cenderung makin meng-"aku" (aku sebagai pusat kepentingan), tidak lagi meng-"kita" (kolektivitas sebagai orientasi nilai).
Kita khawatir ke depan ukuran kebangsaan bukan lagi rasa senasib, melainkan kekayaan tanpa mengenal rasa cukup. Siapa pun akan tidak diakui sebagai bagian dari bangsa ini hanya karena miskin. Cap sebagai beban negara pun disematkan kepada kaum papa.
Ke depan bangsa ini lebih membutuhkan pemimpin-pemimpin berkapasitas negarawan berkemampuan manajerial daripada penguasa-penguasa yang tak lebih dari "satuan pengaman" bagi kepentingan asing. (IRIBIndonesia/kompas/PH)
*Pemerhati Kebudayaan
Pengaruh Pendidikan yang Baik
Dalam al-Quran banyak kisah yang diceritakan mengenai para nabi dan orang-orang terdahulu. Allah Swt di beberapa tempat dalam al-Quran menyerukan agar manusia membaca kisah orang-orang terdahulu dengan teliti dan mengambil pelajaran dari apa yang menimpa mereka. Nabi Muhammad Saw juga senantiasa mengutip kisah para nabi sebelumnya.
Sekali waktu beliau berkata, "Termasuk hak anak atas kedua orang tuanya adalah mereka memilihkan nama yang baik untuknya. Mereka harus memanggil mereka dengan sebutan yang baik dan mendidik mereka dengan baik ..."
Setelah itu beliau menukil kisah Nabi Isa as:
"Suatu hari Nabi Isa as melewati pekuburan dan mengetahui kalau ada seorang yang meninggal dan dikuburkan di sana tengah diazab oleh Allah Swt. Setahun berlalu, beliau kembali melewati pekuburan itu dan mengetahui bahwa mayit tersebut sudah tidak disiksa lagi. Nabi Isa as kemudian berkata, ‘Ya Allah, setahun lalu orang yang meninggal itu dan dikuburkan di sini menderita azab, tapi tahun ini ia tidak lagi diazab. Apa yang menyebabkan demikian?'
Pada waktu itu, Allah Swt mewahyukan kepada Nabi Isa as, ‘Mayit yang meninggal dan dikuburkan di sini itu termasuk orang buruk dan layak mendapat siksa dan azab kubur. Tapi kini anaknya telah besar dan melakukan perbuatan baik. Oleh karenanya, segalah keburukannya telah diampuni." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Pelajaran Nabi Buat Orang Tua
Seorang bayi yang baru lahir dibawa kepada Rasulullah Saw. Seperti biasanya, Rasulullah meletakkan bayi itu dipangkuannya. Beliau memandang bayi itu dengan penuh kasih sayang. Setelah itu sebuah nama yang tepat dipilih oleh Nabi untuk bayi itu. Orang tuanya ingin agar beliau berdoa di telinga bayi itu.
Tapi, ketika Nabi mengangkatnya untuk berdoa di telinganya, bayi itu buang air besar di baju Nabi. Wajah kedua orang tua bayi itu langsung merah menahan malu. Mereka langsung berteriak dan maju mendekati Nabi untuk mengambil bayi itu dari tangan beliau.
Rasulullah Saw yang menyaksikan perilaku kedua orang tua itu langsung menunjukkan tidak suka. Kepada mereka Nabi Saw berkata, "Jangan bersikap keras terhadap anak-anak. Apa lagi bayi ini masih belum memahami apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, kalian tidak perlu merasa malu."
Setelah itu beliau menambahkan, "Membersihkan dan mencuci pakaian ini tidak akan menyusahkan aku." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Bermain Bersama Anak-Anak
Sifat Nabi Muhammad Saw yang penuh kasih sayang dan bersenda gurau merupakan faktor penting yang membuat masyarakat cenderung mendekatinya, bahkan orang-orang Kafir dan penentangnya.
Suatu hari Rasulullah Saw tengah melewati sebuah gang. Tiba-tiba ada beberapa anak kecil yang tengah bermain menarik-narik baju beliau sambil berkata, "Naikkan kami ke punggungmu, seperti yang engkau lakukan untuk Hasan dan Husein. Kepada keduanya engkau berlaku seperti unta, sekarang naikkan kami ke punggungmu!"
Nabi Saw dengan tersenyum memandangi mereka. Sayangnya waktu itu Rasulullah Saw ada pekerjaan yang harus segera dilakukannya. Kepada Bilal, sahabatnya yang menyertainya, Rasulullah Saw tersenyum dan berkata, "Bilal! Pergilah ke rumah dan ambil sesuatu untuk menjadi penggantiku buat anak-anak ini.!"
Bilal kemudian pergi ke rumah Rasulullah Saw dan mengambil sejumlah kacang walnut lalu memberikannya kepada beliau.
Nabi Muhammad Saw membagi kacang walnut itu kepada anak-anak dan setelah itu anak-anak itu kembali bermain.
Menyaksikan keriangan mereka, Nabi Saw kembali menebar senyumnya dan kepada Bilal beliau berkata, "Semoga Allah Swt merahmati saudaraku Yusuf as! Mereka menjualnya dengan harga murah dan sekarang anak-anak ini menjualku dengan sejumlah kacang walnut."
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Jangan Berlaku Buruk Kepada Pembantu!
Suatu hari Nabi Muhammad Saw sedang berjalan dan menyaksikan seseorang yang tengah menyiksa pembantunya. Menyaksikan peristiwa itu, Nabi Saw sangat sedih dan melangkah maju lalu berkata, "Wahai pria! Kekuasaan Allah Swt terhadapmu lebih besar ketimbang kekuasaanmu terhadap pembantumu."
Mendengar ucapan Rasulullah Saw, pria itu langsung menyadari kesalahannya yang dilakukannya dan menyesalinya perbuatannya. Ia berkata, "Wahai Rasul Allah! Budak ini aku bebaskan di jalan Allah."
Nabi Saw berkata, "Bila engkau tidak melakukannya, sudah pasti jilatan api nerakan akan membakarmu."
Di waktu yang lain, Nabi Saw melewati sebuah daerah dan menyaksikan seseorang yang tengah memukul pembantunya, sementara pembantunya hanya bisa bersumpah agar tuannya tidak memukulnya. Tapi tuannya tidak peduli dan tetap memukulnya. Ketika pembantu pria itu menyaksikan Rasulullah Saw, ia segera berkata kepada tuannya, "Saya bersumpah demi Rasul Allah agar tidak memukulku."
Pria itu menghentikan pukulannya. Nabi Saw berkata kepadanya, "Budak ini telah meminta perlindungan kepada Allah, tapi engkau tidak mempedulikannya. Tapi ketika ia meminta perlindungan kepadaku, engkau melindungi dan tidak memukulnya. Apakah tidak lebih baik, bila engkau memberikan perlindungan kepada orang yang meminta perlindungan kepada Allah?"
Pria itu malu dan berkata, "Wahai Rasul Allah! Saya membebaskan budak ini sebagai tebusan atas dosaku."
Nabi Saw kemudian berkata, "Demi Allah yang mengutusku sebagai Nabi! Bila engkau tidak membebaskan hamba ini, sudah pasti api neraka akan membakar badanmu." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Perempuan Tua yang Meninggal Sendirian
Nabi Muhammad Saw dengan segala kesibukan dan tanggung jawabnya masih tetap memikirkan umat Islam, bahkan boleh dikata beliau tidak pernah melupakan mereka. Setiap kali beliau pergi ke masjid, di sana hal pertama yang dilakukannya adalah menanyakan keadaan para sahabatnya. Bila mereka merasa ada di antara sahabatnya yang perlu dibantu, maka dengan segera setelah selesai shalat beliau membantu mereka. Bila ada yang sakit, beliau langsung menjenguknya dan bila ada yang bepergian, beliau mendoakannya.
Di masjid tempat Nabi Saw melaksanakan shalat, ada seorang perempuan tua yang miskin dan hidup sendirian tengah membersihkan masjid. Ia menyapu lantai masjid dan di malam hari ia tidur di sana. Untuk makan ia hanya bisa berharap dari orang-orang yang datang ke masjid untuk melaksanakan shalat sambil membawa makanan untuknya.
Suatu hari Nabi Saw datang ke masjid untuk melaksanakan shalat, tapi beliau tidak menemukan perempuan tua itu. Nabi Saw segera menanyakan keberadaan perempuan itu kepada para jamaah shalat. Mereka mengabarkan bahwa perempuan tua itu telah meninggal kemarin malam dan tidak ada yang mengabarkannya kepada Nabi Saw.
Mendengar berita itu, Nabi Saw terlihat begitu sedih. Beliau memrotes sikap para sahabat yang tidak mengabarinya agar beliau dapat ikut dalam acara pengebumiannya.
Para sahabat meminta maaf kepada beliau dan Nabi Saw berkata, "Sekarang kita pergi ke tempat dikuburkannya perempuan tua itu dan setelah membacakan al-Fatihah untuknya, kita kembali lagi ke masjid dan melaksanakan shalat jamaah."
Seorang sahabat selaku penunjuk jalan berjalan lebih dahulu dan kemudian diikuti oleh Rasulullah Saw. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Pahala Menghormati Tamu
Suatu hari Salman al-Farisi pergi ke rumah Nabi Muhammad Saw. Ketika tiba, Nabi Saw dengan penuh kasih sayang menemuinya dan mempersilahkannya masuk. Salman masuk dan duduk di ruangan. Nabi Saw memberikan sandaran yang biasa dipakainya kepada Salman untuk dipakai bersandar. Salman merasa tidak enak dan berkata, "Sandara ini milik Anda. Saya tidak berani menerimanya dan meletakkannya di punggungku."
Nabi Saw berkata, "Apakah engkau tetap bersikeras dengan pendapatmu, sekalipun engkau tahu bahwa dengan perbuatanku ini Allah Swt menghapus dosa-dosaku?"
Salman kemudian mengambil sandaran yang ditawarkan Nabi Saw.
Setelah itu Nabi Saw berkata, "Allah Swt akan mengampuni dosa orang yang berlaku baik kepada tamunya dan akan menambah rezekinya." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Saya Tidak Rela Padanya!
Berita sampai kepada Rasulullah bahwa ada seorang pemuda yang tengah menghadapi kematiannya,tapi ia begitu menghadapi azab. Itulah mengapa keluarga terdekatnya merasa khawatir melihat apa yang tengah dideritanya. Nabi Muhammad Saw tiba di rumahnya dan mendekati pembaringannya. Beliau mengetahui bahwa pemuda ini tengah menghadapi sakaratul maut dan berkata, "Wahai pemuda, kematian itu merupakan kebenaran. Ucapkanlah dua kalimat syahadah, sehingga engkau dapat menjumpai kebenaran tanpa masalah dan kesulitan."
Tapi pemuda itu tidak dapat mengucapkan dua kalimat syahadah.
Menyaksikan kondisi yang seperti itu, Nabi Saw memalingkan wajahnya dan melihat orang-orang yang di sekelilingnya sambil berkata, "Apakah ibu pemuda ini ada disini?"
Ibu pemuda yang berada di bagian kepala anaknya itu menjawab, "Iya, saya adalah ibunya."
Rasulullah Saw berkata, "Apakah engkau rela kepada anakmu?"
Ibu itu menjawab, "Tidak, ya Rasulullah! Ia menyakiti hatiku dan selama beberapa waktu ia marah dan tidak mau berbicara denganku."
Nabi Saw kemudian berkata, "Wahai ibu! Ia adalah anakmu dan berbuat zalim kepadamu, tapi sekarang ini relakan dirinya, sehingga Allah Swt merelakannya. Jangan biarkan anakmu merasakan azab lebih dari yang ada saat ini!"
Ibu pemuda itu berkata, "Saya menghalalkannya demi engkau."
Nabi Saw berkata, "Wahai ibu, semoga Allah Swt juga merelakanmu."
Pada waktu itu, orang-orang yang ada meminta pemuda yang tengah menghadapi sakaratul maut itu untuk mengucapkan dua kalimat syahadah, tapi tetap saja itu tidak mampu.
Nabi Saw berkata padanya, "apa yang engkau lihat?"
Pemuda itu menjawab, "Saya melihat ada seorang pria yang sangat buruk dan menakutkan sedang menekan leherku."
Nabi Saw berkata, "Baca doa ini bersamaku, sehingga Allah Swt rela kepadamu."
Pemuda mengikuti bacaan Rasulullah:
"Wahai Tuhan, Zat yang menerima amal perbuatan yang sedikit dan memaafkan dosa yang besar.
Wahai Tuhan, Zat yang menerima amal perbuatan yang sedikit dan memaafkan dosa yang besar.
Ampunilah dosa-dosaku yang banyak. Karena Engkau adalah Maha Pengampun dan Penyayang.
Ampunilah dosa-dosaku yang banyak. Karena Engkau adalah Maha Pengampun dan Penyayang."
Setelah itu Nabi Saw berkata, "Sekarang apa yang engkau lihat?"
Pemuda itu menjawab, "Saya melihat seorang pria yang sangat putih dan tampan. Badannya berbau wangi dan memperlakukan saya dengan baik."
Setelah itu bibirnya mengembangkan senyum dan meninggalkan dunia yang fana ini. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Siapa yang Lebih Layak?
Ada seorang pemuda yang datang menemui Rasulullah Saw. Setelah berada di depan beliau, anak muda itu berkata, "Wahai Rasulullah! Bila saya ingin melakukan perbuatan baik kepada seseorang, maka siapa yang paling layak mendapatkannya?"
Rasulullah Saw menjawab, "Ibumu yang lebih layak."
Pemuda itu bertanya lagi, "Setelah ibuku, siapa yang paling layak?"
Nabi Saw menjawab, "Ibumu yang lebih layak."
Pemuda itu kembali bertanya, "Setelah dia, siapa yang paling layak?"
Jawaban Nabi Saw masih tetap sama, "Ibumu yang lebih layak."
Pemuda itu masih belum puas dan kembali mengulangi pertanyaannya, "Setelah dia, siapa yang paling layak?"
Kali ini Nabi Saw berkata, "Ayahmu yang lebih layak." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Kasih Sayang, Poros Agama Tuhan
Islam adalah agama kasih sayang dan rahmat bagi semesta alam. Allah Swt dalam al-Quran memperkenalkan Nabi Muhammad Saw sebagai rahmat bagi sekalian alam. Menurut perspektif Islam, kasih sayang memainkan peran dominan dalam mengatur masyarakat ideal. Imam Ali as menilai Islam sebagai agama yang membangun pilar-pilarnya atas landasan cinta kepada Tuhan. Dalam khutbah 198 Nahjul Balaghah, Imam Ali as berkata, "Islam adalah agama yang dipilih oleh Allah Swt untuk dirinya dan pilar-pilarnya dibangun atas pondasi cinta."
Cinta yang bersumber dari lubuk hati merupakan sebuah kekuatan besar yang merekatkan umat manusia dan mengumpulkan mereka pada satu poros. Oleh karena itu, kitab suci al-Quran dan hadis dipenuhi oleh pesan-pesan cinta dan kasih sayang. Sebagai contoh, Tuhan dalam surat Ali Imran ayat 76 berfirman, "… Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa." Dalam ayat 134 surat yang sama, Allah Swt berfirman, "Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." Sementara pada ayat yang lain disebutkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang sabar. Imam Muhammad al-Baqir as berkata,"Agama adalah cinta dan cinta adalah agama."
Salah satu bentuk cinta yang paling utama adalah mencintai Allah Swt. Islam memberikan berbagai kiat dan amalan untuk menanamkan dan memperkuat rasa cinta kepada Sang Pencipta. Ibadah wajib dan sunnah serta doa dan munajat merupakan faktor efektif untuk memperkuat kasih sayang dan cinta kepada Allah Swt. Manusia yang secara alamiah menghargai keutamaan, keindahan, dan kesempurnaan niscaya ia akan mencintai Allah Swt. Dalam surat Ali Imran ayat 31, Allah Swt berfirman, "Katakanlah! Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat tersebut menjelaskan bahwa mengikuti Nabi Muhammad Saw merupakan bukti kecintaan seseorang kepada Allah Swt. Kecintaan ini akan dijawab oleh Tuhan dengan menjadikan manusia sebagai sosok yang dicintai oleh-Nya dan diampuni dosa-dosanya. Cinta ini lebih tinggi derajatnya dari semua jenis cinta dan juga sumber bagi semua cinta. Rasul Saw bersabda, "Kecintaan seorang mukmin kepada sesama termasuk dari tanda-tanda utama iman. Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, maka ia termasuk dari orang-orang pilihan Tuhan."
Hawa nafsu dan naluri kebinatangan dalam diri manusia memainkan peran besar dalam menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan seseorang dan masyarakat. Manusia perlu mengendalikannya dengan memanfaatkan kekuatan akal dan cinta. Akal dengan sendirinya tentu saja tidak dapat membendung gejolak hawa nafsu yang menyeret manusia ke lembah kehinaan. Oleh sebab itu, ajaran Islam menjadikan cinta kepada Allah Swt sebagai instrumen untuk mengontrol hawa nafsu dan kecenderungan-kecenderungan duniawi.
Kecintaan dan keimanan hakiki kepada Allah Swt akan membentuk sebuah bendungan raksasa untuk melawan dorongan hawa nafsu dan sifat-sifat tercela dalam diri manusia. Para pecinta sejati akan tenggelam dalam keagungan dan keindahan Tuhan, seakan-akan ia telah menyatu dengannya dan tidak ada dzat lain di hatinya. Nabi Yusuf as dengan ketampanan yang luar biasa telah menjadi pusat perhatian para wanita bangsawan Mesir. Namun, dengan kecintaan dan keimanan hakiki, ia mampu melawan semua godaan mereka dan bahkan ia lebih memilih penjara daripada istana yang megah demi menjaga kesuciannya.
Naluri cinta diri sendiri juga termasuk modal penting yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Naluri ini merupakan salah satu landasan penting untuk pendidikan agama di tengah masyarakat. Tentu saja, kecintaan yang berlebihan terhadap diri sendiri akan melahirkan sikap sombong dan egoisme. Begitu juga dengan cinta kepada anak. Hal ini merupakan sesuatu yang baik, tapi yang lebih penting adalah cara mencintai; bagaimana dan seberapa kadarnya. Di sini, semuanya bergantung pada keahlian orang tua untuk memainkan perannya. Kasih sayang yang berlebihan tentu saja tidak benar. Orang tua tidak boleh menunjukkan kasih sayangnya kepada anak tanpa alasan yang jelas, dan begitu juga tidak boleh menghukuminya karena perkara-perkara kecil. Menunjukkan kasih sayang yang tidak pada tempatnya juga tidak benar, begitu pula dengan janji yang tidak pernah ditepati.
Orang tua mampu menciptakan perubahan dalam fisik dan jiwa anak. Mereka juga bisa membangun karakter sang anak. Pendidikan merupakan proses yang tidak pernah berhenti dan orang tua dituntut untuk mendidik putra-putrinya agar menjadi pribadi yang baik. Orang tua dapat menjauhkan anaknya dari segala keburukan, kemunafikan, dan sifat buruk lainnya dan menggantikannya dengan cinta, kesenangan, kebaikan, dan sifat baik lainnya. Mereka punya peran penting dalam pembentukan kepribadian anak dalam segala kondisi.
Dalam pandangan Islam, mengajarkan pengertian-pengertian agama kepada anak-anak merupakan masalah yang penting. Berdasarkan bimbingan Nabi Saw dan Ahlul Bait as, pengajaran pengertian-pengertian agama telah dimulai sejak bayi lahir dan pendidikan di masa kanak-kanak menjadi dasar bagi pendidikan di masa depan. Imam Ali as menyebut alasan terpenting dimulainya pendidikan di masa kanak-kanak dikarenakan hati dan jiwa mereka masih suci dan polos. Hal itu dikarenakan hati mereka belum terpolusi oleh dosa dan keburukan. Imam Ali as berkeyakinan bahwa dalam hati anak-anak yang masih suci ini dengan mudah menanam benih iman dan kejujuran, begitu juga benih kekufuran, kebohongan dan riya.
Kecintaan kepada ayah dan ibu juga memiliki pengaruh penting dalam perkembangan moral dan spiritual manusia. Agama mengajarkan manusia untuk menghormati kedua orang tua dan taat kepada mereka. Berbakti kepada ayah dan ibu akan mendatangkan banyak kebaikan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah Saw bersabda, "Jika seseorang melewati malam sampai pagi dalam keadaan diridhai oleh ayah dan ibunya, maka Allah akan membukakan dua pintu surga baginya. Namun jika ia melewatkan malam sementara ia mendapat keridhaan dari satu di antara ayah dan ibunya, maka Allah akan membukakan baginya satu pintu surga."
Anak dituntut untuk mencintai kedua orang tuanya dengan setulus hati dan menunjukkan cinta itu kepada mereka. Allah Swt sangat mengagungkan kedudukan orang tua dan memerintahkan anak supaya merendah di hadapan mereka, berbuat baik kepada mereka dan membuat mereka ridha kepadanya. Di dalam al-Quran surat al-Isra ayat 24, Allah Swt berfirman, "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." Nabi Isa as tatkala hendak mengenalkan dirinya, juga menyinggung tentang pentingnya ketaatan kepada sang ibu. Hal itu diabadikan oleh Allah Swt dalam surat Maryam ayat 32.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw menghubungkan antara keridhaan dan kemurkaan Allah Swt dengan keridhaan dan kemurkaan kedua orang tua. Beliau bersabda, "Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua. Dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orang tua."Begitulah Allah Swt dan Rasul-Nya memberikan kedudukan yang sangat istimewa terhadap orang tua sehingga berbuat baik kepada keduanya merupakan suatu kewajiban dan kemuliaan. Sedangkan durhaka kepada keduanya adalah sebuah kemaksiatan dan dosa besar yang sangat hina.
Rasulullah Saw bersabda, "Memberi sedekah pada tempatnya, berbuat baik kepada orang tua, dan silaturahmi akan mengubah kesengsaraan menjadi kebahagiaan, memanjangkan umur, dan mencegah kematian yang buruk." (IRIB Indonesia)
Sepuluh Dalil, Mengapa Kita Membutuhkan Nabi?
|
Bismillahirrahmanirrahim
Pertanyaan: Mengapa umat manusia butuh akan kenabian?
Jawaban:
Pertama, karena banyak hal yang tidak diketahui oleh manusia, karenanya membutuhkan guru dan pembimbing, dan Nabi adalah guru bagi umat manusia. Manusia adalah makhluk yang jahil dan kejahilan bisa diatasi dengan bantuan seorang guru.
Kedua, karena manusia dalam banyak hal sering lalai dan lupa, karenanya membutuhkan pengingat dan yang senantiasa menasehati. Kita sebagaimana seorang anak kecil yang dibekali uang untuk membeli sesuatu, namun kita lupa dengan tugas kita karena lebih memilih bermain, karenanya butuh kepada sang pengingat.
Ketiga, karena manusia adalah pekerja dan butuh pada bimbingan dan arahan agar kerja manusia menghasilkan sesuatu sebagaimana yang diharapkan. Seorang pekerja, harus mengetahui apa yang menjadi kewajiban dan tugasnya untuk kemudian dia kerjakan dengan sebaik-baiknya. Manusia bukanlah kerikil disungai, yang ketika air sungai mengalir deras dia akan terhanyut kemana air membawanya, dan ketika air sungai kembali tenang, ia pun berhenti bergerak. Manusia bukanlah makhluk yang tidak memiliki agenda dan tugas melainkan memiliki janji yang harus ia tunaikan. Nabilah yang menyampaikan apa janji itu dan bagaimana memenuhinya.
Keempat, karena manusia senantiasa mengalami perkembangan, karenanya membutuhkan keteladanan. Tumbuhan hanya bertumbuh tidak berkembang dan mengalami peningkatan karenanya tidak memerlukan contoh dan keteladanan dari yang lainnya. Sementara manusia makhluk yang mengalami peningkatan dan perkembangan karenanya agar tepat dalam perkembangannya manusia membutuhkan keteladanan dan Nabilah teladan terbaik bagi umat manusia.
Kelima, karena manusia harus mengetahui apa yang akan terjadi. Manusia adalah makhluk yang penasaran akan masa depannya. Manusia melakukan banyak aktivitas, memulai dengan belajar, setelah itu mendapat gelar dan ijazah, digunakan untuk bekerja, kemudian menikah, membina keluarga namun setelah itu apa? Akhir dari semua aktivitas kehidupan itu apa? Anbiyahlah yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Keenam, manusia hendak mengetahui informasi mengenai alam gaib, dan selain para utusan Allah, tidak ada yang mengetahui informasi detail mengenai alam gaib tersebut. Karena itulah umat manusia butuh informasi dari Nabi.
Ketujuh, karena manusia sangat mendambakan tegaknya hukum yang adil ditengah-tengah masyarakat, karenanya manusia membutuhkan hukum dan penegak yang adil. Selain Nabi tidak ada yang mampu membawa hukum-hukum dan aturan yang adil di tengah-tengah masyarakat, karena manusia memiliki keterbatasan sehingga tidak mampu membuat hukum dan aturan yang universal dan memenuhi nilai-nilai keadilan secara sempurna.
Kedelapan, karena manusia mendambakan hakim dan pemimpin yang mencintainya. Kita bisa saja ragu apakah dokter yang mengobati penyakit kita mencintai dan menyayangi kita atau tidak?. Kita semua mendambakan keyakinan yang mantap bahwa yang membawa aturan dan memimpin kita adalah orang yang mengenal dan benar-benar mencintai kita dengan sepenuhnya.
Kesembilan, karena manusia mendambakan pemimpin yang maksum, yang suci dari kesalahan dan kekhilafan.
Kesepuluh, karena manusia membutuhkan insan yang rela berkorban, yang demi perbaikan tidak gentar untuk mengorbankan nyawanya. Karenanya dalam Al-Qur'an kita menemukan kisah Anbiyah yang rela berkorban demi tegaknya kehidupan yang lebih baik dalam masyarakat.
0 comments to "KENABIAN : ...... (KONTRAVERSI : Pernah Bermuka Masam, Pernah Kena Sihir, Dicuci Hatinya, Menawar 9 X ketemu ALLAH supaya Sholat Jadi 5 kali saja....)"