Menteri Pertahanan AS, Chuck Hagel mengatakan, pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat termasuk persenjataannya telah ditempatkan untuk menyerang Suriah. "Departemen Pertahanan memiliki tanggungjawab untuk menyediakan pilihan bagi presiden untuk semua keputusan genting," kata Hagel dikutip Al-Arabiya.
Hagel menolak memberi rincian posisi kapal AS, pesawat atau tentara, karena pemerintahan Obama dilaporkan masih membahas serangan rudal kepada pasukan Assad.
Sementara itu, Angkatan Laut AS memperluas kehadirannya di Mediterania dengan kapal perang bersenjata keempat karena perang sipil di Suriah. Kapal USS Mahan dijadwalkan kembali ke markasnya di norfolk, Virginia, namun Komandan AS memutuskan untuk tetap menempatkan kapal di wilayah tersebut.
Obama mengatakan, Washington harus waspada terhadap intervensi asing. "Presiden telah meminta Departemen Pertahanan untuk memberi pilihan. Seperti biasa, Departemen Keamanan bersiap dan menyiapkan untuk semua pilihan," ungkap Hagel.
Kepala Pentagon menegaskan belum ada keputusan yang diambil untuk menyerang Suriah. Konflik di Suriah sendiri telah berjalan hampir dua tahun. Baru-baru ini serangan senjata kimia di Damaskus menewaskan lebih dari 300 orang.(http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/25/ms2kij-militer-as-siapkan-senjata-serang-suriah)
Bos Mujahidin AS Serang Suriah?
Karena “Mujahidin” Zionis Letoy, maka Bosnya, Amerika Serikat mau turun langsung ke Suriah?
http://kabarislam.wordpress.com/2013/08/06/mujahidin-zionis-as
Sufy Salafy Satutubuh
nah akibat ulah – lepas benarnya tidak senjta kimia di suriah akhirnya komandannya para mujahidin datang nih,,siapa tebakk??,,jelas US ,,kasusnya mungkin akan sama dengan di irak , kalau di irak AS beralasan senjta nukliR,MAKADI SURIAH KALI ini alasan senjta kimia,,siapa biangnya ya JELAS PARA JIHADIS TAK jelas ini
Agresi Militer Jadi Opsi, AS Rapatkan Kapal Perang ke Suriah
USS Mahan disiagakan, jikalau ada perintah serang dari Gedung Putih.
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/438827-agresi-militer-jadi-opsi–as-rapatkan-kapal-perang-ke-suriahAS Siapkan Opsi Militer untuk Suriah
http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/01/mm4mwh-as-siapkan-opsi-militer-untuk-suriahIsrael Ancam Gulingkan Assad di Tahun 2010
Menlu Israel Ancam Akan Gulingkan Presiden Suriah
Ancaman Menteri Luar Negeri Israel, Avigdor Lieberman terhadap Presiden Suriah, Bashar Al-Assad membuat situasi makin panas. Suriah langsung memanggil para duta besar di Damaskus setelah Lieberman mengancam akan menggulingkan Al-Assad jika terjadi perang antara Suriah dan Israel.“Jika terjadi perang, Anda bukan cuma kalah, tapi Anda dan keluarga akan kehilangan kekuasaan,” ancam Lieberman, Kamis. (4/2).
Foto-foto Palsu Fitnah Mesir
The Girl In The Blue Bra Could’ve Been Me
December 28th, 2011
COLUMBUS, Ohio, U.S.A.– In recent weeks, Egyptian soldiers beat, dragged, humiliated and tortured women protesters on the streets of Cairo.
صحيفة عربية تكشف معلومات خطيرة حول «مجزرة السبعين»من شأن الكشف عن هذه المعلومات ان تزيد حالة الغموض التي اكتنفت العملية الانتحارية التي استهدفت قوات الأمن المركزي حيث تبادلت أطراف بارزة في نظام الرئيس اليمني السابق “علي صالح” الاتهامات حول الجهة المتورطة .
الخميس 24 مايو 2012 12:48 مساءً
Katie’s Story
Sunday, June 26, 2011
KHUSUS PENGURUSAN JENAZAH
Kalau tulisan kita muncul di headline Kompasiana, wah… pasti senang dan girang banget rasanya!
Tapi ini, justru yang muncul adalah sebuah tulisan mengenai saya, dan isinya bernada negatif pula.
Alhamdulillah.
Allah tak pernah menguji hambaNya di luar batas kemampuan kita. Insya Allah saya siap dengan cobaan ini. Sudah intropeksi diri, agar lebih hati2 lagi di lain waktu untuk men-share apapun. Dan sudah minta maaf di depan publik. Soal bully2 yang masuk, biarlah. Anggap saja kecebong hanyut. hehehe…
3 Tanggapan
Mujahidin Zionis AS?
Kita mendanai dan mempersenjatai mereka 20 tahun yang lalu. Berbagai senjata seperti Stinger kita berikan kepada mereka.
Al Qaida adalah investasi kita melawan Uni Soviet…
AS dan Al Qaida bekerjasama melawan Saddam Hussein, Qaddafi,dan Assad…
Disiarkan
kembali oleh televisi Pemerintah Suriah yang menyebutkan, adanya dua
orang yang secara tidak sengaja tampak dalam video menyuntikkan sesuatu
kedalam tubuh mayat menunjukkan korban sebelumnya dibunuh dengan cara
lain, lalu kemudian dengan suntikan zat kimia, mayat-mayat akan rusak
dan tampak seolah penyebab kematiannya akibat keracunan zat kimia.
|
"Pengklaiman
musuh mengenai penyerangan dengan menggunakan senjata kimia oleh
militer Suriah ke kawasan Gauthah bagian timur tepi kota Damaskus
adalah perang psikologis untuk memperburuk citra pemerintah Suriah di
mata internasional khususnya di depan tim investigasi PBB yang memang
sedang berada di Suriah."
|
Satu
fakta yang tidak bisa dibantah, diantara video yang konon menceritakan
kondisi korban penggunaan senjata kimia justru diupload pada tanggal
20/8, sehari sebelum kejadian.
|
Setelah Malaysia, Menhan AS Bertolak ke Indonesia
IRNA mengutip kantor berita Bernama, melaporkan, pesawat yang membawa Hagel dan delegasinya berangkat dari Pangkalan Angkatan Udara Royal Malaysia sekitar pukul 10.10 pagi tadi. Wakil Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Abdul Rahim Bakri melepas kepergian Menhan AS di pangkalan tersebut.
Setelah berhenti tiga hari di Kuala Lumpur, Hagel menuju Jakarta, untuk kunjungan dua hari (26-27 Agustus). Menhan AS akan berbincang dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Dari Jakarta, Hagel akan terbang ke Brunei Darussalam pada 27-29 Agustus untuk pertemuan para menteri pertahanan ASEAN dan negara-negara regional lainnya, termasuk Cina dan India.
Hagel akan mengakhiri kunjungan satu pekan ke Asia Tenggara di Manila, Filipina pada 29-30 Agustus dan kembali ke Washington pada 30 Agustus.
Sejumlah laporan mengatakan, kunjungan Hagel ke Malaysia atas undangan Menteri Pertahanan Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein selama pertemuan mereka pada KTT Keamanan Asia ke-12 di Singapura, Juni lalu.
Selama di Malaysia, Hagel dan Hishammuddin membahas langkah-langkah untuk lebih meningkatkan hubungan bilateral kedua negara, terutama dalam kerjasama keamanan.
Hagel juga menjanjikan bantuan di berbagai bidang kepada Malaysia. Dia mengatakan, Malaysia memainkan peran penting dalam keamanan dunia dan regional, khususnya dalam perang melawan perompak laut. (IRIB Indonesia/RM/PH)
Wakil Sekjen PBB Tiba di Tehran untuk Diskusi Penting
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Abbas Araqchi mengatakan, Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Politik akan mendiskusikan isu-isu regional, terutama Suriah, Mesir, Lebanon, dan Palestina dengan Menlu Zarif pada hari Senin.
"Suriah dan Mesir merupakan dua isu yang sangat signifikan dan penting di kawasan Timur Tengah," kata Araqchi, seperti dilansir Press TV.
Feltman, mantan diplomat Amerika Serikat, terakhir kali datang ke Tehran pada Agustus 2012 ketika Iran menjadi tuan rumah KTT Gerakan Non-Blok (GNB).
Ketika ditanya tentangkewarganegaraan Amerika Feltman, Araqchi menjelaskan, meskipun Feltman adalah mantan diplomat AS, namun kunjungannya ke Tehran tidak ada hubungannya dengan kebangsaan dan ia datang sebagai perwakilan PBB.
"Dalam pandangan kami, Feltman adalah Wakil Sekjen PBB dan bukan seorang diplomat AS," tegas Araqchi.
Selama berada di Tehran, Feltman dijadwalkan akan mengadakan pembicaraan dengan Menlu Mohammad Javad Zarif dan Wakil Menlu untuk Urusan Arab dan Afrika, Hossein Amir Abdollahian.
Suriah menjadi pusat perhatian dunia setelah muncul laporan pada 21 Agustus tentang kematian 1.300 orang dalam serangan kimia di pinggiran Damaskus.
Sementara Mesir terjebak dalam krisis politik dan bentrokan berdarah setelah militer menggulingkan pemerintahan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli lalu. (IRIB Indonesia/RM/PH)
Hubungan Iran-Oman Dinilai Penting untuk Perdamaian Regional
"Para pejabat senior kedua negara harus berusaha untuk memperluas dan memperdalam hubungan bilateral," kata presiden Iran dalam pertemuan dengan Raja Oman Sultan Qaboos bin Said Al Said di Tehran pada hari Ahad (25/8).
"Kerjasama Tehran-Muscat sangat efektif dan penting untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas regional dan Republik Islam akan menindaklanjuti kebijakan ini dengan merangkul negara-negara regional lainnya," ujar Rohani.
Di pihak lain, Raja Oman memuji hubungan damai antara Muscat dan Tehran dan menyerukan penguatan kerjasama ekonomi dan perdagangan.
Sultan Qaboos menyatakan siap untuk meningkatkan hubungan dagang dengan Iran melalui Koridor Utara-Selatan yang saat ini sedang dibentuk oleh Iran, Turkmenistan, Uzbekistan dan Afghanistan.
Dalam pertemuan itu, Presiden Rohani dan Sultan Qaboos juga membahas isu-isu regional dan internasional.
Raja Oman tiba di Tehran pada hari Ahad untuk kunjungan resmi selama tiga hari. Ia menjadi kepala negara pertama yang mengunjungi Iran sejak Rohani dilantik pada 4 Agustus 2013. (IRIB Indonesia/RM/PH)
Tangan-tangah Zionis di Ledakan terbaru Lebanon
Dalam hal ini Menteri Pertahanan, Fayez Ghosn menekankan urgensitas memerangi teroris di negara ini dan menjelaskan bahwa elit politik dan lembaga keamanan Lebanon saat ini harus sadar serta tanggap akan tanggung jawab mereka. Fayez Ghosn meminta seluruh pihak di Lebanon mengedepankan persatuan nasional dan menahan diri dari mengamini seruan berbau fitnah serta langkah provokatif kesukuan.
Najib Mikati, perdana menteri Lebanon yang mengundurkan diri memperingatkan bahwa terlihat adanya kelompok mencurigakan yang berusaha merusak stabilitas dalam negeri Lebanon. Mikati menandaskan, tengah berjalan sebuah konspirasi nyata guna merusak stabilitas Lebanon yang bertujuan mejadikan negara ini sebagai medan balas dendam, perang saudara dan penyalahgunaan Israel atas kondisi yang ada.
Petinggi Lebanon berulang kali menekankan bahwa insiden ledakan teror dan serangan berbagai roket di wilayah negara ini merupakan pekerjaan kelompok mencurigakan dukungan Barat dan Rezim Zionis Israel guna merusak stabilitas nasional yang ada.
Konspirasi terbaru dalam masalah ini dan pergerakan Israel anti Lebanon adalah menarget sejumlah wilayah negara ini dengan dalih penembakan roket oleh kelompok tak dikenal ke Palestina pedudukan. Dakwaan tak berdasar Israel ini tentu saja menuai reaksi keras dari petinggi Lebanon.
Presiden Lebanon, Michel Sleiman langsung mengeluarkan instruksi pengaduan terhadap Israel ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sleiman hari Jumat (23/8) memerintahkan Adnan Mansour, menteri luar negeri Lebanon mengajukan pengaduan ke PBB atas ulah terbaru Tel Aviv menyerang Beirut selatan. Padahal saat ini, Lebanon masih dilanda sejumlah ledakan berdarah di Tripoli dan ratusan korban akibat insiden tersebut.
Eskalasi pergerakan terorisme Suriah dan kelompok pro mereka di Lebanon guna merusak kondisi keamanan nasional negara ini juga membangkitkan kekhawatiran opini publik khususnya rakyat Lebanon sendiri. Saat ini teroris Suriah berencana menjadikan krisis Damaskus mendunia dan menjadi isu internasional serta menutupi kekalahan mereka menghadapi militer Suriah. Kini teroris Suriah tengah melebarkan operasi teror mereka ke luar perbatasan Suriah khususnya ke Lebanon.
Disebutkan pula bahwa kelompok teroris Suriah mulai membidik milayah Lebanon untuk dijadikan pangkalan mereka dalam menggelar operasi teror ke Suriah dengan menciptakan kekalutan serta ketakutan di tengah warga Lebanon. Insiden keamanan di Lebanon mengindikasikan bahwa kekuatan imperialis berusaha melanjutkan dan memperluas konspirasi dan pengobaran fitnah mereka di Lebanon.
Dalam koridor ini, sejumlah elit politik Lebanon menekankan bahwa mereka memiliki beragam bukti keterlibatan Israel dalam ledakan terbaru di negara ini. Israel dan pendukung Baratnya serta kelompok teroris dan pengacau Suriah bersama kelompok bayaran Lebanon terlibat dalam insiden ledakan terbaru di negara ini. Sejatinya mereka setali tiga uang, sama-sama menebar konspirasi anti Lebanon. (IRIB Indonesia/MF)
Perang Media Barat atas Suriah
Ironisnya, kelompok teroris Suriah selalu meningkatkan kejahatannya setiap kali Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan membahas Suriah atau Komite internasional tiba di Suriah, dan melemparkan tuduhan kejahatan itu kepada pemerintah Damaskus. (IRIB Indonesia/HS)
Propaganda Agitatif Menghujam Suriah
Khaled Muhammad Al-Atiyeh, Menteri Luar Negeri Qatar, Sabtu (24/8) bertemu dan berunding dengan sejawatnya asal Turki, di Istanbul. Inti perundingan kedua belah pihak adalah krisis Suriah. Usai perundingan, Menteri Luar Negeri Qatar dan Turki menggelar konferensi bersama.
Menlu Qatar memprotes kinerja Dewan Keamanan PBB terkait krisis Suriah dan berpendapat bahwa untuk menggalang dukungan banyak negara, masalah ini harus dirujuk kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menlu Qatar menuding pemerintah Suriah telah menggunakan senjata kimia dan mengatakan, "Kami berharap negara-negara adidaya melaksanakan tugas mereka dalam krisis Suriah." Melalui pernyataan itu, Menlu Qatar memprovokasi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat untuk segera menindak Suriah.
Dalam beberapa hari terakhir, media massa Barat menggulirkan perang propaganda anti-Damaskus meluas soal penggunaan senjata kimia. Dalam hal ini Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Chuck Hagel, juga tidak menolak kemungkinan serangan militer ke Suriah.
Masalah serangan Amerika Serikat atau kekuatan koalisi Barat ke Suriah ini sudah sejak lama menjadi manuver Arab Saudi dan Qatar dan bahkan berulangkali mereka menuntut pemberlakuan zona larangan terbang di Suriah. Turki juga menunjukkan antusias tinggi dalam hal ini.
Doha dan Ankara, sejak tiga tahun krisis Suriah, menjadi pemain utama yang melanjutkan skenario krisis di negara itu. Dukungan Qatar dan Turki terhadap para pemberontak dan teroris, semuanya membuktikan keselarasan perspektif para pejabat Qatar dan Turki anti-Suriah.
Untuk menjelaskan besarnya permusuhan Qatar terhadap Suriah dan keharmonisan Doha dengan para penentang pemerintah Damaskus, cukup dengan menyebutkan bahwa Syeikh Tamim bin Haman Al-Thani, Emir Qatar, tidak lama setelah mewarisi tahta ayahnya, bertemu dengan ketua dewan oposisi nasional Suriah di Doha. Qatar dan Turki termasuk di antara penyuplai dana dan senjata kepada para pemberontak dan teroris Suriah.
Namun sekarang, Qatar, Turki dan Arab Saudi dibarengi sejumlah negara Eropa dan juga Amerika Serikat, sedang sibuk mempertimbangkan opsi militer untuk Suriah.
Berdasarkan laporan media Barat, saat ini muncul tiga opsi untuk Suriah. Pertama, buffer-zone di perbatasan Suriah dengan Yordania dan Turki. Kedua, pemberlakuan zona larangan terbang. Ketiga, pemusnahan senjata kimia di Suriah.
Kubu anti-Suriah di Barat dan Arab, selama berbulan-bulan melancarkan tekanan hebat kepada Damaskus melalui jalur para teroris. Bahkan beberapa kali masalah ratifikasi resolusi anti-Suriah mengemuka di Dewan Keamanan PBB, namun diveto oleh Rusia dan Cina.
Sepertinya, kemunculan masalah penggunaan senjata kimia di Suriah, menjadi pemicu dimulainya tahap baru fase agitasi dan propaganda anti-Suriah.
Menurut rencana akan digelar pertemuan militer dan keamanan yang akan dihadiri oleh para panglima tinggi dari negara-negara Barat dan Arab plus Turki pada tanggal 25-27 Agustus di kota Amman, Yordania.
Oleh karena itu, banyak pengamat yang menilai perundingan Menlu Qatar dengan para pejabat Turki adalah untuk menyelaraskan koordinasi dalam kubu anti-Suriah.(IRIB Indonesia/MZ)
Motif di balik Lawatan PM Jepang ke Timur Tengah
Diberitakan, selain akan membicarakan peningkatan kerjasama bilateral dengan petinggi negara Bahrain, Kuwait dan Qatar, Abe juga membahas metode untuk memperoleh energi dari tiga negara Arab tersebut.
Sejumlah pengamat politik menilai lawatan PM Jepang ke Timur Tengah terkait dengan prioritas program kerjanya untuk memperkuat posisi ekonomi Jepang. Desember tahun lalu Abe berhasil meraih tampuk kekuasaan dan sejak saat itu konsentrasinya dipusatkan untuk menyelesaikan masalah ekonomi Jepang.
Lepas dari itu semua, lawatan enam hari Abe ke Timur Tengah dan pertemuannya dengan petinggi negara Bahrain, Kuwait dan Qatar selain untuk menjamin pasokan energi juga memiliki kepentingan lain. (IRIB Indonesis/HS)
AS dan Barat Hanya Punya Satu Tujuan: Menghancurkan Iran Sebagai Negara Islam
Sayid Ahmad Ahmad-Dastmalchiyan, seorang pakar masalah Timur Tengah (7/8) menyatakan bahwa setiap pemerintahan yang berkuasa di Iran tidak akan berbeda di mata Amerika Serikat atau Barat, karena tujuan mereka adalah menghancurkan Islam sebagai sebuah negara Islam. Menurutnya, politik Amerika Serikat terhadap Iran adalah "politik serigala berbulu domba."(IRIB Indonesia)
Belum puas dengan hasil dari rangkaian safari promosi Trade, Tourism and Investment (TTI) Indonesia, KBRI Tehran kembali bekerjasama dengan Iran Chamber of Commerce, Industries, Mines and Agricultures (ICCIMA) mengintensifkan kegiatannya untuk mempersiapkan rencana kunjungan delegasi pengusaha Indonesia pada akhir Agustus 2013 yang dikoordinir oleh KADIN Komite Iran.
Kegagalan Islamis dan Standar Ganda AS di Mesir
Kebangkitan Mesir di musim semi Arab menandai pergeseran negeri itu menuju demokratisasi. Gerakan protes yang membahana di lapangan Tahrir melepaskan kekuatan yang tak dapat diantisipasi siapa pun. Kesadaran akan demokrasi Mesir dan kemuakan akan segudang masalah di era kediktatoran Husni Mubarak melandasi gerakan ini. Namun demikian, sebagaimana pandangan Tariq Ramadan, adalah naif bila mengesampingkan faktor kepentingan geopolitik AS dan sekutu Eropanya dalam peristiwa ini. Negara-negara adidaya itu, jauh sebelum tergulingnya Mubarak, telah turut dalam mendanai gerakan pro-demokrasi Mesir. Padahal, pada saat yang sama mereka menjalin hubungan mesra dengan Mubarak.
Lengsernya Mubarak menandai keberhasilan gerakan protes rakyat. Pada pemilu yang diadakan kemudian (Juni 2012), Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimun berhasil menang secara demokratis. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya, Mursi tampak terjebak dalam kesalahan pendahulunya. Aroma sektarian lebih mendominasi keputusan-keputusan Mursi, sebagai ganti dari merangkul pluralitas rakyatnya. Puncaknya, pada November 2012 Mursi mengeluarkan dekrit bahwa semua produk hukum yang dihasilkan parlemen—yang didominasi Ikhwanul Muslimun—tidak bisa dibatalkan pengadilan. Dekrit ini tentu saja menuai protes dari kaum sekular-liberal, karena khawatir akan produk Undang-Undang yang mengikhwanisasi Mesir. Akibatnya, mereka melakukan demonstrasi besar di lapangan Tahrir.
Terlebih lagi, dalam mengatasi permasalahan ekonomi negerinya, Mursi memilih untuk masuk dalam jebakan IMF. Sedangkan dalam kebijakan luar negerinya, Mursi tetap mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel dan menerapkan kebijakan anti-Palestina. Mursi telah menutup Gerbang Rafah dan terowongan Gaza-Mesir, yang merupakan akses penting bagi warga Palestina di Gaza untuk memperoleh kebutuhan hidup dan obat-obatan. Karena itu, tidak heran bila pejabat Israel—sebagaimana yang dilansir Ynet dan Jerusalem Post—memuji bahwa Mursi telah membangun kerjasama keamanan dan hubungan yang baik dengan Israel. Selain itu, Mursi tampak lebih mendahulukan kepentingan ideologi transnasional Ikhwanul Muslimun ketimbang kepentingan nasional Mesir. Dalam konflik Suriah misalnya, Mursi justru sibuk membantu kelompok oposisi dan mendorong warga Mesir untuk "berjihad" ke Suriah. Kebijakan-kebijakan yang kontraproduktif ini justru semakin mengobarkan api demonstrasi kelompok oposisi, yang kali ini didukung pula oleh sebagian kalangan Islamis garis keras.
Sayangnya, protes-protes yang muncul ditanggapi oleh Mursi dan Ikhwanul Muslimun dengan gaya arogan. Kelompok Salafi takfiri (suka mengafirkan pihak lain), yang mendukung mereka, memperoleh keleluasaan untuk menyebarkan propaganda kebencian melalui berbagai media. Mereka tak segan-segan menyematkan label kafir kepada kelompok oposisi Mursi, termasuk kepada institusi Al-Azhar yang juga kerap mengkritik keputusan-keputusan Mursi. Namun demikian, AS tidak pernah mempermasalahkan sikap Mursi ini, bahkan terhadap semua rezim Islamisme beraroma Salafi di berbagai negara Muslim, sekalipun rezim-rezim tersebut menentang demokrasi dan pluralisme. Sebab, mereka tidak menghalangi kepentingan politik dan ekonomi AS di kawasan, bahkan ketergantungan rezim-rezim tersebut sudah cukup bagi AS untuk tidak mengusik mereka. Puncaknya, pada Mei 2013, Menlu AS John Kerry secara diam-diam memberi bantuan militer kepada rezim Ikhwanul Muslimun Mesir sebesar 1.3 miliar dolar, meskipun melanggar keputusan Kongres AS bahwa bantuan semacam itu hanya bisa diberikan kepada negara yang benar-benar menerapkan standar demokrasi.
Pasca Mursi
Memang tidak mudah bagi Mursi untuk membereskan "sampah-sampah" yang ditinggalkan Mubarak. Namun sayangnya, menurut Kevin Barrett—seorang pakar Arabologi dan Islamologi, yang kerap menjadi narasumber Fox, CNN, New York Times, dan sebagainya—Mursi melakukan kesalahan besar dengan merangkul AS. Mursi mengira bahwa dengan mengikuti keinginan AS untuk bergabung dengan oposisi Suriah, menyerahkan nasib pada IMF, dan mengamankan kepentingan Israel, maka ia akan diberi peluang untuk mengikhwanisasi Mesir. Sebuah prasangka baik yang gegabah. Meskipun AS membantu rezim Mursi, namun aksi sektarian Mursi tetap dinilai bisa menjadi bom waktu yang mengancam kepentingan AS di kawasan.
Awalnya, gerakan Ikhwanul Muslimun (IM) sebenarnya telah berada pada jalur yang tepat selama era Mubarak. Hal ini secara cerdas dikupas oleh Carrie Wickham—profesor Ilmu Politik di Emory University—dalam bukunya Mobilizing Islam (2002). Menurutnya, tersendatnya modernisasi Mesir serta sikap otoriter Anwar Sadat dan Mubarak menjadikan banyak kalangan terdidik perkotaan bergantung pada proyek-proyek pemerintah atau menganggur. Ketidakpuasan ini pada gilirannya memberi peluang bagi gerakan IM untuk berkembang, seiring dengan sikap dan perilaku pro-aktif mereka dalam memperbesar oposisi. Ini terutama berkat aktivitas dan jaringan dakwah mereka—yang meliputi lembaga-lembaga komersial, asosiasi-asosiasi sukarela, masjid-masjid yang dioperasionalkan secara independen, dan sebagainya—yang berada di luar kontrol pemerintah.
Ini tidak saja memberi ruang bagi IM untuk bergerak dan melakukan mobilisasi, melainkan juga membuat para pesaing mereka dari kalangan sekular-liberal mengalami keterbelakangan organisasional. Temuan Wickham menunjukkan bahwa idealisme dan gagasan para tokoh IM memang memainkan peran penting. Perlakuan pemerintah Mesir yang cenderung represif dan eksklusif justru menjadikan IM memperoleh dukungan luas dari kalangan menengah terdidik, aktivis mahasiswa, dan masyarakat. Selain itu, gagasan yang dikembangkan para pemimpin IM mengenai perlunya rela berkorban dan komitmen kepada tujuan keagamaan—sebagai tanggung jawab moral seorang Muslim—berhasil meruntuhkan asumsi-asumsi yang dikembangkan kelompok pesaing mereka. Namun sayangnya, langkah yang sedemikian bagus justru menjadi porak-poranda saat IM berkuasa.
Mursi akhirnya dilengserkan melalui kudeta militer, dan pemerintahan interim pun dibentuk oleh pihak militer. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait seketika menyambut pelengseran ini dengan memberikan paket bantuan kepada pemerintahan interim Mesir sebesar 12 miliar dolar plus hibah minyak. Sementara itu, Amerika Serikat menolak penggunaan kata "kudeta" terhadap penggulingan Mursi, sembari membujuk kalangan Islamis IM untuk berlegawa menerima penggulingan tersebut dan mau mengikuti kembali proses politik. Lebih lanjut, melalui penolakannya terhadap istilah "kudeta", AS dapat meneruskan bantuan tahunannya kepada Mesir sebesar 1.5 miliar dolar, ditambah lagi dengan rencana hibah empat jet tempur F-16. Bahkan Senat AS memblokir usulan Senator Rand Paul untuk menghentikan bantuan AS ke Mesir. Paul meyakini bahwa yang terjadi di Mesir merupakan kudeta militer.
Mengapa pemerintah AS bersikeras, hal ini disebabkan bantuan tersebut menguntungkan AS dalam dua hal: pertama, memperkokoh hubungan Mesir-Israel; kedua, melanggengkan kontrak kerja antara perusahaan militer AS (Lockheed Martin dan General Dynamics) dengan pihak militer Mesir. Ini menunjukkan bahwa bantuan luar negeri AS sejatinya lebih ditujukan untuk kepentingan geopolitiknya ketimbang ideal-ideal demokrasi. Penolakan istilah "kudeta" pada pelengseran Mursi memberikan sinyal kepada masyarakat Internasional bahwa pemilu yang bebas-adil bukanlah hal yang fundamental bagi kebijakan demokrasi AS di luar negeri.
Pengamat politik dan ekonomi, Rodney Shakespeare, mengingatkan bahwa Mesir harus menyadari bahwa penggulingan Mubarak yang didukung Barat tidak menghasilkan revolusi sejati seperti yang diinginkan, karena gagal mengakhiri kontrol Barat dan Israel yang terus berlanjut di bawah pemerintahan Mursi dalam bentuk yang berbeda. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa kegagalan Mesir dalam demokrasi akan menempatkan negeri itu selalu berada di bawah bayang-bayang kapitalisme Barat. Selain itu, Mesir juga harus membatasi peran militer, sehingga kebangkitan mereka—yang mampu menggulingkan Mubarak—tidak menjadi sia-sia.[IRIB Indonesia/PH)]
* Doktor bidang Pemikiran Politik Islam.
Diskriminasi Rasial dalam Sinema AS
Dengan melihat sejarah penemuan Amerika Serikat, di mana sebelum deklarasi kemerdekaannya pada Juni 1776, undang-undang dengan nama "ras unggulan" telah diumumkan dan dilaksanakan di wilayah itu. Prinsip mengistimewakan ras kulit putih terhadap ras kulit hitam dan Indian sejak awal telah melahirkan diskriminasi rasial dan pelanggaran hak-hak etnis mayoritas di tengah masyarakat.
Diskriminasi ras berlanjut selama bertahun-tahun dan suku Indian dan warga kulit hitam hidup di bawah kondisi yang sulit dan tidak manusiawi. Meski mengalami beberapa kemajuan dalam undang-undang sipil dan politik Amerika, namun sistem perbudakan hingga abad ke-19 tidak dianggap bagian dari isu diskriminasi dan bagian dari praktek membeda-bedakan ras.
Masyarakat Amerika mengalami perubahan besar dan memasuki perang baru setelah pecahnya perang saudara Amerika Serikat (1861–1865) atau perang antar Negara Bagian dan bebasnya jutaan budak dari sistem perbudakan. Dalam perang itu, ras kulit putih tidak bersedia melepaskan kekayaan dan atribut-atribut keunggulan mereka dan tidak ingin memperlakukan para mantan budaknya seperti manusia biasa. Dari sisi lain, kaum kulit hitam juga ingin memperjuangkan hak-hak mereka yang telah dirampas oleh ras kulit putih.
Akhirnya muncul berbagai masalah baru dan hubungan antara ras kulit putih dan ras kulit hitam bukannya bertambah baik, tapi malah melahirkan permusuhan kaum kulit putih dan mendorong mereka bangkit menekan ras kulit hitam di berbagai medan seperti media dan sinema. Sejarah panjang penderitaan ras kulit hitam dan Indian Amerika telah dimulai sejak pertama kali produksi film-film, yang mengangkat isu rasial dan keunggulan ras kulit putih atas warga lain.
Novel Uncle Tom's Cabin (1852) karya Harriet Beecher Stowe yang mengisahkan derita para budak Afrika di Amerika, mendapat sambutan luas dari para penentang sistem perbudakan, namun menuai kritik dari para pendukung sistem tersebut. Beberapa pihak berpendapat bahwa novel itu menyinggung percikan-percikan perang antara Utara dan Selatan Amerika dan Abraham Lincoln berkata kepada penulis buku itu, "Jadi Anda wanita kecil yang menulis buku yang mengobarkan perang besar ini."
Novel Uncle Tom's Cabin membantu banyak orang Amerika abad ke-19 menentukan jenis negara yang mereka inginkan. Segera setelah publikasi, Uncle Tom's Cabin mendapat pujian sebagai sebuah prestasi dan celaan sebagai tidak akurat. Sebagian menilai buku itu tidak cukup kuat dalam seruan untuk segera mengakhiri perbudakan. Sementara yang lain memuji buku untuk menekankan dampak perbudakan dan membantu masyarakat memahami dan berempati dengan penderitaan para budak.
Pro-kontra perbudakan di Amerika mulai menghiasi layar-layar sinema dan memunculkan perdebatan panas di tengah masyarakat. Film pertama yang mengangkat isu diskriminasi ras adalah The Birth of a Nation karya D. W. Griffith pada tahun 1915. Film ini sukses secara komersil, namun sangat kontroversial karena menggambarkan karakteristik pria Afrika-Amerika sebagai bodoh dan agresif secara seksual terhadap perempuan kulit putih, dan penggambaran Ku Klux Klan sebagai kekuatan heroik. Ada protes luas terhadap The Birth of a Nation, dan itu dilarang di beberapa kota.
Ku Klux Klan adalah sebuah kelompok rasis ekstrim di Amerika Serikat, yang berdiri pada 24 Desember 1865. Kelompok ini berkeyakinan bahwa ras kulit putih adalah ras yang terbaik. Mereka mendirikan organisasi tersebut dengan maksud untuk memberantas kaum kulit hitam dan minoritas di AS. Ku Klux Klan gencar menjalankan aksi pembunuhan terhadap warga kulit hitam dan juga menyerang warga kulit putih yang dianggap sebagai pelindung kulit hitam.
Aksi Ku Klux Klan memuncak pada dasawarsa 1950-1960-an yang akhirnya memunculkan gelombang perlawanan dari kalangan kulit hitam Amerika dan tokoh-tokoh yang menyerukan persamaan hak dan anti rasisme seperti Malcolm X dan Martin Luther King. Namun demikian, hingga kini pemerintah AS dianggap belum pernah melakukan usaha serius untuk memberantas kelompok yang dikategorikan berbahaya ini. Kekejaman Ku Klux Klan dapat disaksikan dari film dokumenter Missisipi Burning.
Para sutradara yang menentang perbudakan dan diskriminasi bahkan menolak memberikan peran utama kepada kelompok kulit hitam. Mereka hanya setuju mengubah peran warga kulit hitam sebagai pelayan yang baik dan setia atau peran-peran antagonis. Akan tetapi, sutradara dan produser ternama, Stanley Kramer memproduksi sebuah film The Defiant Ones 1958, yang menceritakan kisah dua tahanan yang melarikan diri, satu putih dan satu hitam. Mereka diborgol bersama dan harus bekerja sama untuk bertahan hidup.
Meskipun ada kebencian timbal balik di antara mereka, tapi mereka dipaksa untuk bekerja sama, karena mereka dirantai bersama-sama. Pada awalnya, kerjasama mereka dimotivasi oleh upaya mempertahankan hidup, namun secara bertahap, mereka mulai menghormati dan saling menyukai.
Sejalan dengan perkembangan baru, sejumlah warga kulit hitam juga mulai berkecimbung di dunia perfilman dan menjadi aktor terkenal di dunia baru itu. Aktor-aktor kulit hitam itu antara lain, Sir Sidney Poitier, Denzel Washington, Will Smith, Eddie Murphy, dan Hattie McDaniel. Sidney Poitier bahkan menjadi aktor non kulit putih pertama yang memenangkan Piala Oscar - anugerah paling bergengsi dalam industri film di Amerika Serikat. Poitier menjadi aktor berkulit hitam yang mencuri perhatian surga perfilman Hollywood dalam peran murni, tanpa melibatkan nyanyian dan tarian.
Industri perfilman Amerika khususnya di Hollywood dinominasi oleh kelompok kulit putih. Diskriminasi terhadap kulit hitam sebenarnya suatu yang telah menjadi tradisi Hollywood. Ini adalah persepsi Amerika terhadap kulit hitam yang membentuk persepsi yang serupa kepada pelanggan-pelanggan film Hollywood di seluruh dunia.
Denzel Washington mengisahkan perjuangan panjangnya untuk bisa masuk ke Hollywood. Mengenai kondisi kerjanya, Denzel mengatakan, "Setiap manusia punya satu warna dan manusia tidak boleh diukur menurut warna kulit. Kami sebagai warga kulit hitam harus bekerja dua kali lipat dari warga kulit putih untuk bisa membuktikan kemampuan kami, ini adalah sesuatu yang tidak adil. Kami telah membuktikan kemampuan kami di banyak bidang dan memaksa orang lain untuk menerima kehadiran kami. Padahal, pekerjaan-pekerjaan itu sungguh sangat sulit."
Denzel lebih lanjut mengatakan, "Hollywood tidak bisa meremehkan kami dan akhirnya terpaksa mengakui karya warga kulit hitam. Kami semua telah bekerja keras untuk membuktikan bahwa kami sejajar dengan seniman kulit putih. Hollywood selama bertahun-tahun berusaha meremehkan kami dan peran-peran pembantu diberikan kepada kami. Akan tetapi, kami sukses tampil sebagai pemeran utama di sinema sebagaimana kehadiran dominan kami di tengah masyarakat."
Sekarang, warga kulit hitam telah membuktikan kesuksesan mereka di dunia sinema dan aktif di berbagai bidang. Namun, kehadiran itu bukan karena persamaan kondisi kerja, tapi karena kerja keras dan perjuangan tiada henti kaum kulit hitam. (IRIB Indonesia)
Krisis di Dunia Islam Perspektif Rahbar
Namun, sayangnya beberapa negara Timur Tengah sedang menyaksikan pergolakan hebat dan ketegangan politik internal. Mesir tengah bergerak menuju perang saudara dan Palestina masih terus menghadapi arogansi rezim Zionis Israel. Sementara di Irak, musuh-musuh kemanusiaan gencar mengobarkan konflik sektarian antara Syiah dan Sunni serta antara Kurdi dan Arab. Sisa-sisa anasir Partai Bath dan kelompok Takfiri dengan leluasa melancarkan serangan mematikan terhadap warga dan membunuh ratusan orang.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam pidato terbarunya, menyoroti transformasi di Timur Tengah dan menyebutnya sebagai perkembangan yang memprihatinkan. Rahbar secara khusus mengulas pergolakan di Mesir, Palestina, dan Irak. Ayatullah Khamenei percaya bahwa selama kondisi politik Mesir tidak mencapai titik stabil, maka potensi perang saudara semakin terbuka lebar. Perang saudara akan menjadi alasan yang sangat tepat untuk intervensi kekuatan-kekuatan asing di negara tersebut, sebagaimana yang sedang berlangsung di Suriah.
Ayatullah Khamenei mengajak seluruh rakyat Mesir, kelompok serta tokoh-tokoh politik dan ulama untuk memikirkan dampak berbahaya dari situasi saat ini. Rahbar mengatakan, "Apakah tidak bisa dipahami pengaruh kondisi Mesir, dampak sangat berbahaya perang saudara dan efek-efek buruk lain dari kehadiran antek-antek Barat, Israel juga teroris di wilayah-wilayah dunia Islam?"
Ayatullah Khamenei mengecam keras pembunuhan warga sipil di Mesir dan menegaskan, "Bahasa kekerasan setiap kelompok dalam menghadapi kelompok lain benar-benar tidak ada gunanya dan jika perang saudara terjadi, maka akan tercipta alasan bagi kehadiran kekuatan asing dan rakyat Mesir akan ditimpa bencana yang besar." Rahbar lebih lanjut menyinggung pentingnya untuk memperhatikan demokrasi. Ia menuturkan, "Masalah Mesir harus diselesaikan oleh rakyat, kelompok-kelompok politik-agama, para tokoh dan ulama negara itu dan jangan memberi peluang bagi intervensi asing."
Di bagian lain pidatonya, Ayatullah Khamenei menyinggung penindasan rutin rezim Zionis Israel terhadap bangsa Palestina, dan mengatakan, "Salah satu musibah dunia sekarang adalah dukungan para pengklaim pembela hak asasi manusia dan demokrasi terhadap kejahatan nyata rezim Zionis." Berbicara tentang masalah dimulainya negosiasi damai pemerintah Otorita Ramallah Palestina dengan Israel, Rahbar menjelaskan, "Seperti perundingan-perundingan sebelumnya, negosiasi kali ini pun pasti akan berujung dengan diinjak-injaknya hak rakyat Palestina dan bertambahnya motivasi untuk melakukan penindasan dan kejahatan yang lebih besar."
Menurut Ayatullah Khamenei, salah satu petaka dunia modern adalah munculnya orang-orang yang secara terang-terangan mendukung kejahatan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Penindasan bangsa Palestina oleh Zionis akan terus berlanjut dengan dukungan Amerika Serikat dan Barat. Rahbar menambahkan, "Setelah lebih dari 65 tahun dari pendudukan Palestina, hingga sekarang penindasan dan perampasan hak-hak bangsa Palestina belum berhenti. Mereka masih menyaksikan perusakan rumah-rumah, penangkapan tanpa sebab, dan pemisahan paksa antara orang tua dan anak-anaknya."
Lembaga-lembaga internasional sampai sekarang juga belum mampu berbuat banyak atau justru sengaja membiarkan penindasan itu. Ayatullah Khamenei menyampaikan empati yang mendalam atas krisis Palestina dan mengatakan, dunia Islam memikul tugas penting terhadap masalah Palestina. Rahbar menandaskan, "Kami percaya bahwa dunia Islam tidak akan mengabaikan isu Palestina dan mengecam rezim penjajah dan para pendukung mereka."
Para pejabat Otorita Palestina telah mengikuti sejumlah perundingan dengan harapan bisa mencapai jalan damai dengan Israel. Mereka berpikir bisa mengakhiri krisis Palestina dengan mengajak Israel duduk di satu meja dan berjabat tangan. Para analis menilai perundingan damai selama lebih dari dua dekade lalu tidak membuahkan hasil apapun bagi Palestina dan bangsa-bangsa Arab, kecuali perluasan pembangunan distrik Zionis dan semakin meningkatnya tekanan Israel terhadap Palestina.
Washington dan Tel Aviv memanfaatkan perundingan damai itu sebagai sarana untuk menjustifikasi eskalasi penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mempersoalkan posisi Amerika Serikat sebagai mediator perundingan dan menegaskan, "AS secara terang-terangan memihak Zionis, dan tentunya perundingan dengan cara itu hanya akan merugikan pihak Palestina."
Konspirasi Barat dan Arab Saudi juga menyasar Irak sejak negara itu memutuskan membentuk pemerintahan demokratis. Sekarang nyaris tiada hari tanpa kekerasan dan insiden berdarah di Irak. Dalam beberapa hari dan pekan terakhir, nyaris setiap hari terjadi aksi teror atau ledakan bom mobil di Irak. Sejumlah warga Irak menjadi tumbal insiden tersebut. Kelompok krisis internasional yang bermarkas di Brussel dalam laporannya menyatakan, "Kekerasan di Irak telah meningkat dan bahkan lebih buruk dari Suriah."
Disebutkan pula dalam laporan itu bahwa serangan Al Qaeda ke penjara Al Taji dan Abu Ghuraib, yang mengakibatkan pelarian para narapidana, serta serangan anasir Al Qaeda ke berbagai wilayah yang berpopulasi Syiah semakin memperburuk kondisi krisis Irak. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bulan Juli sebagai fase paling berdarah di Irak dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan pengumuman PBB, lebih dari 900 orang tewas dan 1.567 lainnya terluka hanya pada bulan Juli lalu.
Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki menuding beberapa negara Arab membantu para teroris dalam mengacaukan Irak. Tanpa menyebutkan nama negara yang dimaksud, Maliki memperingatkan mereka dan mengatakan, "Giliran mereka yang merusak kawasan ini akan tiba. Negara-negara yang ingin mengekspor tindak kejahatan ke Irak, cepat atau lambat mereka juga akan terjebak kemunkaran mereka sendiri."
Dalam kabel rahasia AS tahun 2009, Arab Saudi diketahui selalu mendanai operasi-operasi teror di Irak sejak tahun 2003. Selain itu, Saudi pada dekade 1980 mendukung rezim Saddam Hussein untuk menyerang Iran dengan bantuan dana dan militer. Tak heran jika kebanyakan pengamat politik menganggap Arab Saudi sebagai pendukung utama terorisme dan eksekutor kebijakan Amerika Serikat dan Barat di wilayah Timur Tengah. Dalam beberapa dekade terakhir, Saudi memainkan peran sebagai penyokong dana terbesar untuk kegiatan Al Qaeda dan beberapa kelompok militan lain.
Menyebut kondisi Irak saat ini sebagai kondisi yang memprihatinkan, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengatakan, "Di Irak ada pemerintahan yang terbentuk dengan suara rakyat. Tapi pemerintahan itu tidak disukai oleh kubu adidaya dunia dan rezim-rezim reaksionis di kawasan." Ayatullah Khamenei menambahkan, "Serangan teror, insiden, dan pembunuhan warga sipil di Irak sudah pasti didukung secara finansial dan politik oleh sejumlah negara kawasan dan lintas kawasan untuk merusak kedamaian rakyat Irak dan supaya rakyat di sana tidak bisa menyaksikan kedamaian dan kemakmuran di negeri mereka."
Di bagian akhir khutbahnya, Ayatullah Khamenei mengimbau kepada para elit politik dan berbagai lapisan masyarakat Irak dari kalangan Syiah, Sunni maupun Kurdi dan Arab supaya menyadari akan akibat buruk dari konflik internal. Perang saudara akan meluluhlantakkan infrastruktur yang ada dan akan menghancurkan masa depan bangsa. (IRIB Indonesia)
Buat ibu-ibu peserta World Conference on Women and Islamic Awakening, film ini juga bisa buat nostalgia (terutama saat lihat foto kota Isfahan, wanita-wanita Iran, juga lobby hotel Esteghlal, pemandangan kota Tehran dari jendela hotel, makanannya.. dan inget gak, itu lho minuman kayak susu yang rasanya aseeem banget )
Thank’s buat M. Fahdillah Rhani yang sharing video ini, dengan mengutipkan kata-kata Mark Twain’s : “Travel is fatal to prejudice, bigotry, and narrow-mindedness, and many of our people need it sorely on these accounts. Broad, wholesome, charitable views of men and things cannot be acquired by vegetating in one little corner of the earth all one’s lifetime.”
dan ini film dokumenter yang dibuat Steves:
About (http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/08/24/rick-steve-travelwriter-on-iran/)
Sebenarnya, bahwa ada Zionis di balik berkepanjangannya konflik di Suriah (juga Mesir, Lebanon, Irak, dll), juga bisa dibaca dari artikel saya yang ini: The Oded Yinon’s Plan
Sebenarnya, saya juga sudah panjang lebar mengungkap berbagai rekayasa informasi soal Suriah dan bagaimana cara memandang konflik ini dengan benar, di buku saya Prahara Suriah.
Sebenarnya, saya juga sudah posting ulang ‘Kumpulan Pemalsuan Data Foto Konflik Suriah’
Tapi, ketika kemarin (Rabu) muncul berita tentang penggunaan senjata kimia di Suriah, tetap saja para pendukung mujahidin merasa perlu mengintimidasi saya dengan mengirim inbox di FB, seolah-oleh senang sekali, bisa menyodorkan bukti kekejaman Assad.
Saya sungguh heran. “Mereka” ini sekarang sudah merasakan bagaimana jadi korban pemalsuan informasi, bagaimana foto-foto dibuat secara manipulatif untuk menyudutkan kelompok “mereka” (dan di saat yang sama, “mereka” juga melakukan cara serupa, memanipulasi foto untuk menyudutkan lawan “mereka”). “Mereka” sudah merasakan bagaimana presiden yang mereka puja dan sah secara demokratis dikudeta semena-mena. “Mereka” gemar sekali berteriak-teriak ‘tabayun!’ Tapi tetap saja, pengalaman itu tidak membuat pikiran “mereka” terbuka. Terhadap pihak yang “mereka” benci, “mereka” berkeras tak mau bertabayun dan terus memakai kaca mata kuda.
Buat yang ingin mencari perimbangan info soal kasus terbaru di Suriah ini, bisa klik link-link berikut (saya tidak mau repot-repot menerjemahkannya).
http://www.liveleak.com/view?i=8da_1377112216#Y0kFdP9lmB9at2gQ.99
http://www.islamicinvitationturkey.com/2013/08/22/photo-al-jazzera-reuter-published-the-news-of-massacre-in-east-ghouta-damascus-one-day-before-the-massacre-happened-by-assad/
http://www.ibtimes.co.uk/articles/500506/20130821/syria-chemical-attack-accident-caused-free-syrian.htm
http://www.globalresearch.ca/was-the-syria-chemical-weapons-probe-torpedoed-by-the-west/5333671
atau ini ada yang berbahasa Indonesia: http://vendraminda.wordpress.com/2013/08/22/tidak-semua-orang-suka-informasi-atas-bukti-penggunaan-senjata-kimia-oleh-fsa/#more-729
Isu senjata kimia ini bukan hal baru. Pada tahun 2012 pun tuduhan serupa sudah dilemparkan para pemberontak (dan negara-negara Barat pendukung mereka) kepada Assad, tapi lalu berhasil dimentahkan. Bisa baca di sini:
http://rt.com/news/syria-chemical-weapons-plot-532/
Bahkan, pada bulan Mei 2013, pejabat PBB, Carla Del Ponte, sudah menyampaikan hasil penyelidikannya bahwa yang menggunakan senjata kimia di Suriah justru para pemberontak. Baca di sini: http://www.dailymail.co.uk/news/article-2320223/UN-accuses-Syrian-rebels-carrying-sarin-gas-attacks-blamed-Assads-troops.html
Dan masih banyak lagi, silahkan cari sendiri.
Apa tujuan pihak pemberontak melemparkan tuduhan penggunaan senjata kimia (dan bahkan mengorbankan warga sipil Suriah dalam aksi itu)? Tak lain tak bukan, ingin menggolkan persetujuan PBB untuk mengirim pasukan internasional menggulingkan Assad, sebagaimana dulu Barat telah menggulingkan Saddam atau Qaddafi. (Ingat, Saddam juga dituduh memiliki senjata biologis; dan setelah Saddam tewas dan Irak diduduki AS, terbukti bahwa itu berita bohong belaka).
Tapi saya akan kembali mengingatkan saja, mudah-mudahan ‘mereka’ ini bisa tersadarkan. Kalau tidak, ya apa boleh buat. Bahkan Rasulullah pun tugasnya hanya menyampaikan, apalagi saya yang sekedar blogger. Saya ulangi lagi kalimat yang entah berapa kali saya tulis, musuh umat Islam adalah Zionis, bukan yang lain.
Dan Zionis sangat cerdas, tak akan menyerang terang-terangan. Mereka menggunakan berbagai tipu daya, termasuk dengan membodoh-bodohi sebagian kaum muslimin, sehingga kaum muslimin saling berperang, sementara Zionis dan sekutunya santai-santai menonton sambil minum teh.
Berikut kutipan Dr. Mahatir Muhammad: “Kita ummat Islam memiliki 1,3 milyar penduduk yang seharusnya tidak bisa diabaikan begitu saja. Tapi kita tak bisa mengalahkan 6 juta Yahudi yang didukung AS dan Eropa karena Yahudi memerintah dunia melalui kaki-tangan mereka (proxy). Yahudi membuat kita berkelahi satu sama lain dan mati untuk mereka.”
NB: untuk facebooker, silahkan ikuti page Berita Harian Suriah atau Syria News Indonesia untuk mendapatkan informasi penyeimbang soal Suriah.
Update:
Berikut tulisan berbahasa Indonesia, dari kantor berita ABNA:
Bantahan Berita, Rezim Suriah Gunakan Senjata Kimia
Satu fakta yang tidak bisa dibantah, diantara video yang konon menceritakan kondisi korban penggunaan senjata kimia justru diupload pada tanggal 20/8, sehari sebelum kejadian.
Menurut Kantor Berita ABNA, Media-media asing dan Arab memuat berita pernyataan pemimpin kelompok oposisi Koalisi Nasional Suriah, George Sabra, yang mengklaim sebanyak 1.300 orang tewas akibat serangan senjata kimia oleh militer Suriah ke pangkalan militan di Ain Tarma, Zamalka dan Jobar di pinggiran Damaskus Rabu (21/8).
Diwakili Menteri Penerangan, Omran Al-Zaaby, Pemerintah Suriah telah membantah tudingan dan pengklaiman tersebut dan menyatakan video-video dan foto-foto yang disebar mengenai korban senjata kimia adalah infaktual dan rekayasa. Dalam wawancaranya dengan Alalam (21/8), Al-Zaaby mengatakan, laporan yang beredar di sejumlah jaringan pemberitaan Arab dan Barat yang tendensius tentang penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah di Rif Dimashq, merupakan propaganda yang memang telah disiapkan untuk merongrong pemerintah Suriah dan militernya.
Ditambahkannya, tidak terjadi serangan dengan menggunakan senjata kimia di Suriah dan militer negara ini melainkan hanya menggelar operasi di berbagai wilayah guna memberantas para teroris.
Al-Zaaby mengatakan, klaim infaktual tersebut dikemukakan pada hari pertama aktivitas tim PBB untuk menyelidiki penggunaan senjata kimia di Suriah. Sementara tim tersebut diundang langsung oleh pemerintah Suriah untuk menyelidiki penggunaan senjata kimia di negara ini.
Lebih lanjut dijelaskannya, militer Suriah beroperasi di wilayah Al-Ghoutah di Rif Dimashq serta terlibat bentrokan dengan para anasir teroris, oleh karena itu tidak mungkin militer Suriah menggunakan senjata kimia di area operasinya.
Berikut beberapa analisa membantah berita penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah:
1. Sudah lama pemerintah Suriah dituding memiliki senjata kimia. Karenanya pemerintah Suriah mengundang tim PBB untuk menyelidiki penggunaan senjata kimia di negara tersebut untuk membersihkan diri dari tuduhan. Anehnya, kalau memang benar, yang menggunakan serangan senjata kimia adalah pemerintah Suriah logiskah itu dilakukan justru di hari pertama tim investigasi PBB melakukan tugasnya di Suriah? Apa keuntungannya? Bukankah itu justru memberikan bukti di depan mata pada tim PBB bahwa pemerintah Suriah memang memiliki senjata kimia dan menyalahgunakannya untuk membunuhi rakyat sipil? Logiskah pemerintah Suriah melakukan tindakan konyol itu untuk membuat diri sendiri semakin tersudutkan dimata internasional?
2. Militer Suriah banyak meraih kemenangan gemilang dalam menghadapi kelompok oposisi bersenjata dukungan asing, lantas sangat gegabah menggunakan senjata kimia dalam kondisi yang tidak terdesak dan tidak begitu penting.
3. Yang diuntungkan oleh penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah jika benar adanya adalah pihak pemberontak, apalagi yang terbunuh konon lebih banyak dari kalangan sipil Suriah sendiri. Lantas logiskah melakukan hal yang dapat memberi keuntungan pada pihak musuh?
4. Senjata kimia yang berupa gas atau virus tidak dapat digunakan di tempat terbuka, atau berada dikawasan pemukiman penduduk. Sebab senjata kimia penularannya dapat melalui udara yang dapat menjangkau puluhan kilometer dari lokasi pengeboman. Bagaimana mungkin senjata tersebut digunakan di atas kawasan Moadamiah yang terletak kurang dari 5 kilometer dari kawasan Mezzeh, yang penduduknya dari kalangan sipil dan militer Suriah dan sedang dalam kondisi aman?.
5. Kawasan yang kononnya diserang oleh senjata kimia itu tidak mungkin dapat dimasuki dengan segera melainkan setelah beberapa jam lamanya, minimal antara 12 dan 36 jam dan maksimal memerlukan 4 hingga 7 hari. Kecuali jika dimasuki dengan menggunakan pakaian khusus. Karenanya sulit diterima, jika hanya dalam beberapa menit pasca penyerangan senjata kimia telah beredar foto dan video-video amatir para korban yang diambil oleh orang-orang yang tidak menggunakan pakaian khusus anti senjata kimia.
6. Menurut kesaksian pejabat Suriah. Militer Suriah beroperasi di wilayah Al-Ghoutah di Rif Dimashq serta terlibat bentrokan dengan para anasir teroris, oleh karena itu tidak mungkin militer Suriah menggunakan senjata kimia di area operasinya.
7. Satu fakta yang tidak bisa dibantah, diantara video yang konon menceritakan kondisi korban penggunaan senjata kimia justru diupload pada tanggal 20/8, sehari sebelum kejadian. Berikut link video yang terpublish justru sehari sebelum kejadian: http://www.youtube.com/watch?v=MVUGow5atNg&bpctr=1377159809
Fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa berita mengenai militer Suriah menggunakan senjata kimia menyerang kelompok pemberontak yang menyebabkan jatuhnya seribuan korban dari warga sipil Suriah adalah tidak benar dan merupakan rekayasa pemberontak untuk memperburuk citra pemerintah Suriah di mata internasional.(http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/08/22/senjata-kimia-di-suriah/#more-1560)
Lalu bagaimana kita (bangsa Indonesia) musti bersikap? Tulisan berikut ini dengan jernih memberikan jawabannya,
Oleh: Ahmad Sadzali
(mahasiswa Universitas al-Azhar, Kairo, asal Martapura)
Berbicara soal kudeta di Mesir mungkin tidak akan ada habisnya. Banyak sekali fenomena dan pelajaran yang dapat kita ambil. Salah satu fenomena dan pelajaran yang paling penting dari krisis Mesir ini adalah terbuktinya ukhuwah Islamiah yang sangat kuat di antara sesama umat Islam.
Melihat presiden Mesir Dr Muhammad Mursi dari kelompok Islamis Ikhwanul Muslimin dikudeta militer Mesir, hampir serentak umat Islam di berbagai penjuru dunia mengecam kudeta tersebut.
Terlebih lagi ketika melihat kedzaliman yang dilakukan oleh militer Mesir dengan menembaki pendukung Mursi hingga ratusan korban jiwa telah berjatuhan, umat Islam semakin geram dengan ulah militer tersebut. Sebagai sesama Muslim, kita tentu pasti membela saudara kita yang tengah didzalimi.
Namun ada hal yang sangat disayangkan di sini yaitu ketika ukhuwah Islamiah yang begitu kuat itu dipolitisi untuk ambisi politik. Kisruh di Mesir yang aslinya adalah murni krisis politik, lantas dihubungkan dengan agama Islam, dengan alasan ukhuwah, solidaritas, jihad, dan lain sebagainya.
Perkembangan pola pikir seperti ini tentunya tidak baik dan tidak sehat bagi ukhuwah umat Islam itu sendiri. Genderang solidaritas, apalagi jihad yang ditujukan kepada sesama Muslim hanya akan memperburuk kondisi umat Islam saja. Hasilnya, umat Islam akan semakin terpecah-belah.
Sangat riskan jika selanjutnya terdapat tuduhan bahwa yang mengkudeta Mursi itu adalah musuh umat Islam. Apa kita lupa bawah rakyat Mesir yang mendukung kudeta itu juga beragama Islam? Bahkan di belakangnya juga ada kelompok Islamis seperti Salafi dan institusi keagamaan terbesar, al-Azhar. Lantas apakah kita sudah menganggap sesama Muslim sendiri sebagai musuh?
Oleh karena itulah, ulama-ulama al-Azhar lantas dengan tegas menyatakan bahwa kisruh politik Mesir saat ini tidak ada sangkut-pautnya dengan agama Islam. Jadi jangan sampai membawa simbol-simbol Islam dalam perkara itu, hanya untuk mencari simpati dari kekuatan ukhuwah Islamiah. Itu murni urusan politik dan perebutan kekuasaan.
Namun pernyataan ulama-ulama al-Azhar itu lantas banyak yang diselewengkan dan tidak dipahami secara benar. Untuk itulah penting sekali pernyataan seperti itu dijelaskan secara baik, sehingga tidak terjadi salah paham.
Sikap ulama-ulama Al-Azhar sebenarnya bukan pro-militer, tapi mengedepankan maslahat dan benar-benar berpegang teguh pada prisip syariat Islam. Pernyataan bahwa urusan Ikhwanul Muslimin dan krisis di Mesir sekarang memang benar tidak ada sangkut pautnya dengan agama Islam. Itu adalah masalah politik dan perebutan kekuasaan, tidak ada sangkut pautnya dengan agama.
Namun sayangnya, terkadang di poin ini tidak sedikit orang-orang yang salah memahaminya. Mendengar bahwa politik tidak ada hubungannya dengan agama, lantas pernyataan itu dinilai sekular atau liberal. Padahal yang dimaksud bukan demikian.
Politik dan agama Islam itu sangat erat hubungannya. Bahkan tidak bisa dipisahkan. Konsep politik Islam selalu berlandaskan nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Bukan hanya politik saja, melainkan seluruh aspek kehidupan manusia telah diatur oleh Islam. Jadi, sangat tidak mungkin jika konsep politik dalam Islam justru terlepas dari Islam.
Akan tetapi, yang dimaksud para ulama al-Azhar dengan pernyataan tersebut adalah, kasus yang terjadi sekarang di Mesir, bukan perjuangan agama apalagi perang agama, melainkan perjuangan perebutan kekuasaan.
Dr Muhammad Imarah pernah mengatakan soal hubungan negara dan agama Islam. Hubungan antara agama dan negara biasanya antara dua bentuk: 1) penggabungan agama dan negara, yaitu menjadi negara teokrasi, seperti era Kegelapan Eropa dulu ketika negara dikuasai institusi gereja; 2) sekuler, dimana agama dipisahkan dari negara. Sedangkan dalam Islam, sebenarnya tidak mengenal keduanya secara mutlak.
Untuk yang sekuler, dalam Bahasa Arab biasanya disebut fashlu din ‘an daulah (pemisahan agama dari negara). Yang benar dalam Islam itu, menurut Dr Imarah, adalah tamyiz din ‘an daulah. Istilah tamyiz seperti ini memang susah jika dicari terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia. Namun intinya yang dimaksud dengan tamyiz adalah filter atau memilah-milih mana yang termasuk urusan agama dan sekaligus urusan negara atau politik, dan mana yang murni urusan politik saja tanpa ada sangkut-pautnya dengan agama, atau sebaliknya.
Jadi, pendapat ulama al-Azhar tentang kasus politik di Mesir adalah bagian dari tamyiz din ‘an daulah. Jadi tidak semua urusan politik lantas dikaitkan dengan Islam. Apalagi masalah kepentingan perebutan kekuasaan seperti ini yang lantas mengatasnamakan agama untuk mendapat dukungan dan simpati politik, jelas keliru.
Jadi intinya, harus dibedakan antara kasus dan konsep. Secara konsep, jelas Islam tidak terpisah dari negara dan politik. Tapi ini adalah kasus, yaitu kasus perebutan kekuasaan.
Salah satu contoh turunan dari perkara ini adalah, isu syariat Islam dibawa-bawa sebagai alasan untuk mendukung Ikhwanul Muslimin. Stigma yang muncul selanjutnya adalah, Ikhwanul Muslimin perlu dibantu karena mereka memperjuangkan Syariat Islam.
Memang benar Ikhwanum Muslimin memperjuangkan Syariat Islam. Tapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apa benar hanya Ikhwanul Muslimin yang memperjuangkan Syariat Islam di Mesir?
Stigma seperti ini artinya pengerucutan isu bahwa perjuangan Syariat Islam hanyalah milik Ikhwanul Muslimin. Stigma tersebut tentu tidak berdasar dan menimbulkan logical fallacy dalam pemikiran umat Islam. Sebab stigma ini setidaknya sudah menafikan dan tidak menganggap peranan al-Azhar dan ulamanya serta peranan kelompok Salafi dalam penerapan Syariat Islam di Mesir.
Selama ini, urusan Syariat Islam di Mesir sangat dikawal ketat oleh al-Azhar dan kelompok Salafi juga turut menyetujui konstitusi berlandaskan Syariat Islam yang sudah direferendum pada masa kepresidenan Mursi.
Namun faktanya, ketika Presiden Mursi dikudeta, al-Azhar dan kelompok Salafi yang juga memperjuangkan Syariat Islam juga turut menyetujui kudeta tersebut. Logikanya, seandainya Ikhwanul Muslimin digulingkan karena Syariat Islam yang mereka perjuangkan, tentu al-Azhar dan kelompok Salafi tidak akan merestui kudeta tersebut.
Lantas perlukan kita mendukung Ikhwanul Muslimin di Mesir?
Selama mereka menjadi korban kedzaliman dan keganasan militer Mesir, maka sebagai sesama Muslim harus menolong dan mendukung mereka. Walau bagaimanapun kita tidak dapat membiarkan kedzaliman. Jika militer bersikap biadab.
Namun jika terkait urusan politik Ikhwanul Muslimin yang ingin merebut kembali kekuasaan mereka, maka kita tidak perlu turut campur dalam urusan politik dalam negeri Mesir tersebut. Itu adalah murni urusan politik mereka.
Sikap seperti inilah yang diperankan oleh al-Azhar. Ketika pendukung Mursi didzalimi, al-Azhar mengecam keras tindakan militer. Al-Azhar bahkan berkali-kali mengimbau petinggi Ikhwanul Muslimin dibebaskan sebagai bentuk persamaan hak politik. Namun soal perebutan kekuasaan, al-Azhar sama sekali tidak mau ikut campur. (*)
Note: sebelumnya, saya sudah menulis tentang konflik Mesir, klik di sini: Pemetaan Konflik Mesir (http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/08/14/perlukah-mendukung-im-ahmad-sadzali/#more-1545)
Pada hari Rabu, hanya beberapa jam setelah pembunuhan massal ratusan orang Suriah dengan senjata kimia, Menteri Militer [karena tidak cocok diterjemahkan jadi ‘Menteri Pertahanan’, mereka tidak bertahan tapi menjajah] Israel, Moshe Yaalon, mengklaim bahwa dia tahu siapa pelaku pembunuhan missal itu: pemerintah Suriah.
Para pemimpin dunia lainnya, termasuk President AS, Barack Obama, tidak tergesa-gesa memberi penilaian. Mereka ‘hanya’ mengimbau PBB untuk menyelidiki. Banyak ahli, termasuk Frank Gardner dari BBC, mantan inspektur senjata PBB Rolf Ekeus, dan ahli senjata kimia Swedia, Ake Sellstrom, menertawakan atau meragukan tuduhan bahwa Presiden Suriah, Assad, akan melancarkan serangan senjata kimia pada saat bersamaan dengan keberadaan para penyelidik PBB di Suriah. Sementara itu, Perdana Menteri Rusia, menyebut bahwa serangan senjata kimia itu sebagai ‘provokasi yang sudah direncanakan sebelumnya’
Tapi, Direncanakan Oleh Siapa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu bertanya pula: bagaimana mungkin Israel langsung tahu siapa pelaku serangan senjata kimia itu?
Selama ini, para pemimpin Israel memang memiliki kemampuan yang ‘mengagumkan’ dalam urusan ‘meramal’. Kapan saja ada kejadian serangan teror besar yang mengubah sejarah, orang Israel langsung tahu, siapa pelakunya. Belum lagi asap mereda, mereka sudah berdiri dan mengatakan kepada dunia apa yang sedang terjadi dan menyediakan ‘naskah’ kepada dunia supaya bereaksi sebagaimana yang mereka inginkan.
Misalnya saja, dalam kasus terror di gedung WTC (peristiwa 9-11). Jurnalis Christopher Bollyn mengatakan, “Hanya dalam hitungan menit setelah pesawat menabrak gedung WTC pada 9/11, Ehud Barak (pendiri dan pemimpin satuan operasi militer rahasia Israel, the Sayeret Matkal) berada di London, di studio BBC, siap menyediakan penjelasan yang ‘masuk akal’ (dan politis) kepada dunia. Barak, yang sebenarnya merupakan arsitek 9/11, justru orang pertama yang menyebutkan ‘Perang Melawan Terorisme’ dan seruan intervensi AS di Afghanistan Timur Tengah.”
Dan seperti Ehud Barak beberapa menit setelah 9/11, Moshe Yaalon berdiri hanya beberapa jam setelah tragedi pembantaian dengan senjata kimia; dan menyampaikan narasi yang terlihat sudah disiapkan.
Fox News (Channel Televisi AS) Menyebarkan ‘Naskah’ Israel:
“Di Suriah, rezim telah menggunakan senjata kimia dan ini bukanlah pertama kalinya,” Menteri Militer Israel, Yaalon, mengatakan kepada koresponden kami di Israel. “Ini adalah perjuangan hidup-mati antara rezim Alawi yang minoritas melawan oposisi Muslim Sunni yang terdiri dari beberapa faksi berbeda, sebagian anggota Ikhwanul Muslimin, sebagian lagi anggota al-Qaeda. Kami tidak melihat perang ini akan berakhir, bahkan jatuhnya Al Assad tidak akan menyelesaikan konflik ini, konflik berdarah akan terjadi dalam waktu yang lama,” menteri Yaalon menambahkan. “Kita bisa melihat ‘ledakan’ berikutnya, dengan Alawi yang mengontrol sebelah barat, wilayah pantai, dan koridor menuju Damaskus – dan warga Kurdi dan Sunni mengontrol timur dan utara.”
Ceramah Yaalon itu bukan analisis. Ini sebuah program aksi. Inilah yang diinginkan Israel untuk terjadi. Argumen dari pernyataan ini adalah sbb.
Pertama, Israeli menghendaki agar dunia mau saja menelan tuduhan bahwa pemerintah Suriah cukup gila untuk melancarkan serangan senjata kimia bertepatan dengan datangnya para penyelidik PBB. Mereka ingin dunia mempercayai bahwa pemerintah Assad, setelah semua keberhasilan besarnya akhir-akhir ini dalam menangani para pemberontak, berani menanggung resiko dan melakukan pembantaian senjata kimia. Tujuan Israel adalah agar dunia menyetujui intervensi militer Barat di Suriah.
Kedua, Israeli ingin dunia melihat konflik Suriah sebagai pertarungan tanpa akhir antara Sunni dan Alawi. Kata-kata Yaalon “tidak melihat akhir dari perang ini” bermakna Israel tidak ingin perang berakhir. Bahkan mereka akan melakukan apa saja agar perang terus berlangsung, termasuk dengan melancarkan serangan ‘false-flag’ (bendera palsu) seperti pembantaian dengan senjata kimia. Tujuan Israel pun sudah terlihat dari pernyataan Yaalon, yaitu penghancuran Suriah, “Kita bisa melihat ‘ledakan’ berikutnya, dengan Alawi yang mengontrol sebelah barat, wilayah pantai, dan koridor menuju Damaskus – dan warga Kurdi dan Sunni mengontrol timur dan utara.”
Penghancuran Suriah akan menjadi titik kulminasi dari proyek Israel sejak beberapa dekade lalu, yaitu ‘Rencana Oded Yinon’ yang ingin mem-Balkanisasi Timur Tengah. Sejak tahun 1970-an, para ahli strategi Israel telah berencana untuk memecah negara-negara Timur Tengah menjadi negara-negara mungil berdasarkan etnis dan sekte (mazhab).
Rencana Oded Yinon kemudian pada tahun 1996 diadopsi menjadi Rencana ‘Clean Break’ (Pemecahan dengan rapi) Netanyahu. Untuk mencapai tujuan penghancuran negara-negara tetangga Israel, tim Netanyahu, yang dipimpin oleh Richard Perle, yang dijuluki “Pangeran Kegelapan” mendesain jebakan untuk AS agar melakukan pekerjaan kotor Israel. Pada September 2000, Perle, Wolfowitz, dan tokoh Zionist yang tergabung dalam Project for a New American Century (PNAC) menyerukan adanya ‘new Pearl Harbor.’ Setahun kemudian, pada 11 September 2001 (9/11), ‘Pearl Harbor baru’ menjadi kenyataan. Tujuan mereka adalah melancarkan perang tanpa akhir antara AS melawan musuh-musuh Israel.
Dan sejak itulah, kita melihat Perang Melawan Terorisme yang tak kunjung usai. Israel dan kaki-tangannya, Amerika, telah menghancurkan Irak, Libya, dan Sudan. Sekarang, mereka sedang menargetkan Suriah dan Mesir, dua negara yang wilayahnya ingin dicuri Israel, demi mewujudkan ‘Israel Raya’ yang membentang dari Nil hingga Sungai Furat (Irak).
Tak lama sebelum operasi ‘bendera palsu’ (false-flag) berupa serangan senjata kimia di Suriah, Israeli telah mendalangi kudeta fasis di Mesir. Jenderal al-Sisi, seorang tentara yang sepanjang karirnya telah menjadi pion Israel, selama berhari-hari sebelum dan selama kudeta, menelpon ‘majikan’ Israelnya.
Sebagaimana di Suriah, tujuan Israel di Mesir adalah “tidak melihat akhir dari perang.” Inilah mengapa Israel meyakinkan al-Sisi untuk membebaskan diktator-kriminal, Hosni Mubarak. Langkah ini diperkirakan akan membangkitkan kemarahan rakyat Mesir dan dengan demikian, pembantaian yang dilakukan rezim al-Sisi pun akan terus berlangsung.
Rakyat Suriah dan Mesir harus berjuang agar tidak jatuh ke dalam jebakan Israel ini.
Dan dunia harus mengenali bahwa semua ‘serangan teror’ terbesar dan paling spektakuler sepanjang sejarah yang dituduhkan kepada Arab dan Muslim (musuh Israel) – mulai dari the Lavon Affair, hingga the USS Liberty, hingga the Achille Lauro dan pembajakan Entebbe, hingga pengeboman di London dan Buenos Aires, hingga 9/11 dan operasi-operasi lanjutan di Bali, Madrid, London, Mumbai dan tempat-tempat lainnya- adalah operasi ‘bendera palsu’ yang disponsori Israel. []
Catatan Dina:
-Operasi ‘bendera palsu’ Israel artinya, dilakukan oleh sekelompok orang tertentu, namun sebenarnya dalangnya adalah Israel. Karena itu, kita lihat misalnya, aksi bom Bali, memang dilakukan oleh Amrozi dan timnya, tapi dalam hal ini, mereka adalah pion yang tanpa sadar dimainkan dalam operasi bendera palsu ini. Amrozi sendiri dalam pengakuannya, heran, mengapa bom yang diledakkannya sedemikian besar ledakannya. Dia merasa berjihad (dan entah siapa yang mendoktrinnya, bahwa meledakkan bom adalah jihad), namun dia tidak sadar, ada pihak lain yang ‘menyetirnya’. Pihak lain itulah yang menaruh bom mikronuklir (C4) yang hanya dimiliki oleh Israel, Amerika, Inggris, atau Australia.
-Di Mesir, Al Sisi memang pion Zionis (seperti ditulis Dr. Barret), tapi tidak membuat Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai pihak yang protagonis (benar). IM justru sama seperti Amrozi, merasa sedang berjihad, tetapi sebenarnya sedang menari bersama genderang lawan. IM Suriah mengira mereka sedang habis-habisan berjihad, padahal sesungguhnya sedang melaksanakan rencana Israel untuk memecah belah Suriah. IM Mesir pun bersekutu dengan IM Suriah dalam mengobarkan perang saudara di Suriah. Kini, IM Mesir sedang menjalani ‘takdir’ sebagai korban, mereka dibunuh atau ditangkap tentara. Seharusnya, situasi ini membuat para simpatisan IM (khususnya di Indonesia) sadar, siapa sebenarnya yang menjadi musuh mereka. Untuk mengetahui lebih jauh, bisa baca tulisan saya sebelumnya, Pemetaan konflik Mesir
-Mungkin ada yang menilai tulisan Dr Barret adalah teori konspirasi belaka (untuk mendiskreditkan analisis anti-Israel, dalam dunia akademis memang disebarluaskan paham bahwa segala sesuatu yang menyebutkan adanya Israel sebagai ‘dalang’ adalah teori konspirasi yang tidak bermutu). Namun bahwa lobby Israel telah sedemikian mencekam AS dan berhasil membuat AS melakukan langkah-langkah yang justru berlawanan dengan kepentingan nasionalnya sendiri sudah dianalisis dalam paper karya dua pakar Hubungan Internasional dari Chicago University, Prof Mearsheimer dan Walt. Bisa download di sini.
-Soal senjata kimia Suriah, bila memang ingin menggali lebih jauh, bisa baca postingan saya sebelumnya di sini
(http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/08/22/tangan-israel-di-suriah-dan-mesir/#more-1568)
Agaknya, banyak orang yang masih ingat betapa hebohnya perang kata-kata yang dilontarkan para netter, blogger, dan facebooker kepada Malaysia pada tahun 2009. Saat itu, tersiar kabar, kapal perang Malaysia dari jenis fast attack craft Malaysia KD Baung-3509 nekad memasuki perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut. Padahal, wilayah itu sudah dijaga ketat oleh tujuh kapal perang TNI AL dari jajaran Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim).[1] Meskipun akhirnya KRI Untung Suropati berhasil menghalau kapal perang Malaysia itu keluar dari wilayah NKRI, kejadian ini dinilai publik sebagai provokasi terang-terangan. Tak heran bila kata-kata ‘perang’, ‘hajar’, dan berbagai makian lainnya ditulis oleh para blogger (dan para komentator) Indonesia. Demo-demo pun merebak di berbagai kota.
Kasus tahun 2009 itu sebenarnya lanjutan dari kehebohan sebelumnya di Ambalat. Pada bulan April tahun 2005, Kapal Diraja Malaysia “Rencong” bertabrakan dengan Kapal “Tedong Naga” milik Republik Indonesia di perairan Ambalat. Antara tahun 2007-2009, tercatat sudah lebih 100 kali kapal Malaysia masuk ke wilayah kedaulatan RI. Konflik semakin memanas ketika pada Februari 2009, Petronas (perusahaan minyak milik Malaysia) memberikan konsesi pengeboran minyak di blok tersebut kepada Shell (perusahaan milik Inggris dan Belanda). Padahal, berdasarkan UU RI no 4/1960 yang dikuatkan oleh Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, Ambalat merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Ambalat, wilayah laut di sebelah timur wilayah Kalimantan Timur ini memang seksi. Cadangan minyak bumi dan gas alam yang dikandungnya ditaksir bernilai 40 miliar dolar Amerika Serikat.[2] Tak heran bila Malaysia sedemikian ingin menguasainya. Malaysia mengklaim Ambalat sebagai bagian dari kedaulatannya sesuai peta wilayah yang dibuatnya secara sepihak pada 1979. Peta ini menurut Marty Natalegawa (saat menjabat Jubir Kemenlu tahun 2005), tidak hanya diprotes Indonesia, namun juga oleh negara-negara ASEAN lainnya karena mengubah perairan ASEAN.[3]
Nah, apa hubungan kasus ini dengan Komunitas ASEAN? Jelas banget, ini menunjukkan bahwa Komunitas ASEAN merupakan sebuah cita-cita sepertinya terasa sulit untuk diwujudkan. Betapa tidak, di antara Indonesia dan Malaysia yang serumpun saja, dengan bahasa dan etnis yang sama, sulit dihindarkan adanya konflik dan konfrontasi, bagaimana dengan negara-negara lain?
Sebentar, Komunitas ASEAN itu apa sih?
Informasinya bisa disimak melalui video animasi berikut ini (sangat cocok juga buat anak-anak):
Untuk menyelesaikan konflik Ambalat, Malaysia menyuarakan ‘tantangan’ untuk membawa kasus Ambalat ke Mahkamah Internasional. Usulan ini ditolak Indonesia karena Indonesia pernah punya pengalaman buruk: lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia berdasarkan vonis Mahkamah Internasional tahun 2002. Seharusnya, persoalan Ambalat dibawa ke forum ASEAN, sehingga dengan semangat persaudaraan ASEAN, negara-negara anggota ASEAN lainnya diajak berembuk mencari jalan keluar. Namun, Malaysia pun menolak usulan ini karena bisa dipastikan Malaysia akan kalah suara. Hal ini disebabkan Malaysia juga punya konflik perbatasan dengan beberapa negara lain, yaitu Singapura, Thailand, Filipina, Brunei, dan Vietnam.
Tahun-tahun sesudahnya pun, berbagai isu silih berganti memanaskan hubungan Indonesia-Malaysia. Para blogger (dan para komentatornya) berperan penting dalam meluaskan sentimen kemarahan terhadap negara jiran itu. Pemerintah kedua negara berusaha menyelesaikan konflik melalui diplomasi, dengan diiringi protes dan demo dari publik. Namun, khusus untuk Ambalat, situasi bisa tenang setelah Indonesia melakukan strategi balancing of power (penyeimbangan kekuatan). Kini, tak ada lagi kapal perang atau pesawat Malaysia yang mendekat, setelah TNI AL melengkapi kapal perang RI yang bertugas di Ambalat dengan rudal Yakhont buatan Rusia yang mampu menghajar sasaran sejauh 300 km. Konon, belum ada kapal perang lain di ASEAN yang lebih canggih daripada rudal Yakhont.[5] Artinya, faktor power (kekuatan) masih dikedepankan, bukan persaudaraan.
Peran Blogger
Jadi, haruskah kita berputus asa dan menilai bahwa Komunitas ASEAN tidak akan terwujud? Tentu tidak demikian. Pengalaman kita soal Ambalat justru bisa dipandang sebagai bukti dibutuhkannya Komunitas ASEAN. Bayangkan bila konflik bersenjata merebak di ASEAN sehingga kita semua terjebak perang regional seperti di Timur Tengah. Ngeri! Situasi ASEAN yang rentan oleh konflik dan konfrontasi justru menjadi alasan utama, mengapa Komunitas ASEAN perlu didukung.
Hanya saja, kita musti melihat dulu, apa sih syarat terbentuknya sebuah komunitas? Archarya[6] menyebutkan bahwa bila negara-negara ingin bersatu dalam sebuah komunitas keamanan, harus ada sebuah karakter bersama dan perasaan ‘kekitaan’ (we feeling). Karakter bersama ini akan menjadi acuan bagi negara-negara untuk menyesuaikan kepentingan nasional masing-masing agar selaras dengan tujuan bersama. Dengan adanya identitas bersama ini, negara-negara akan melepaskan diri dari logika ‘struggle for power’ (perjuangan meraih kekuatan/kekuasaan) dan akan mengedepankan kepentingan bersama.
Secara real, kita melihat bahwa perbedaan di antara negara-negara anggota cukup besar, baik dari sisi ras, etnis, bahasa, agama, ideologi negara, maupun sejarah bangsa. Namun, bila belajar dari Timur Tengah yang kini tak habis-habisnya dilanda konflik berdarah, kita pun melihat bahwa kehomogenan ras dan bahasa juga tidak menjamin terciptanya komunitas regional yang damai.
Di sinilah para blogger memiliki peluang untuk berperan secara signifikan. Blogger memiliki kekuatan besar untuk mendiseminasikan sebuah gagasan dan paradigma. Istilahnya, people to people diplomacy, diplomasi yang dilakukan orang per orang. Ide-ide dan suara-suara persaudaraan ASEAN perlu dilakukan orang per orang, tidak melulu disampaikan dalam pidato-pidato para pejabat. Bahkan, dalam upaya pembentukan komunitas regional, justru yang dibutuhkan adalah konstruksi sosial yang dibangun mulai dari level individu. Para blogger di ASEAN pun menyadari peran penting ini dan membentuk Komunitas Blogger ASEAN.
Karena itu, mari kita mulai memperbanyak blogging soal kesamaan, harmoni dalam perbedaan, dan di saat yang sama, menjauhi provokasi. Kritik tentu tetap penting, namun mengkritik dengan dilandasi rasa cinta akan jauh lebih bermakna dibanding kritik yang didasari kebencian.
Download Kumpulan Pemalsuan Data / Foto Konflik Suriah
Source(s):
Pappe,Itan. “The Ethnic Cleansing of Palestine” (Oxford,2003).
Amnesty Internation Annual Report (years 2000-2007).
Hass,Amira. “Drinking the Waters at Gaza” (1996).
http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20081022123518AAdoiTI
Lalu para Pemberontak Suriah menyebar foto2 dan video wanita dan anak2 yang jadi korban sebagai korban kekejaman rezim Assad ke seluruh dunia.
Ini buktinya dari berbagai media termasuk Arrahmah yang amat mendukung para pemberontak Suriah:
Pemberontak Suriah Pakai Sandera untuk Tameng
Teraspos – Pemberontak Suriah menahan sedikitnya 200 warga sipil Kurdi, termasuk perempuan anak-anak dan menggunakannya sebagai tameng hidup di Suriah timur.
http://internasional.teraspos.com/read/2013/07/24/55739/pemberontak-suriah-pakai-sandera-untuk-tameng
SOHR : Mujahidin tangkap 200 warga etnis Kurdi di Suriah
“Pejuang Jabhah an-Nushrah dan Daulah Islam Irak telah menguasai desa Tall Aren di Aleppo dan mengepung desa lain di dekatnya, Tall Hassel. Mereka menyandera sekitar 200 orang dari dua desa,” klaim Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di London, seperti dilansir Al Arabiya.
http://www.arrahmah.com/news/2013/08/01/sohr-mujahidin-tangkap-200-warga-etnis-kurdi-di-suriah.html
500 × 333 – Jan 6, 2009 - Wounded Palestinian children arrive for treatment at Shifa Hospital in Gaza City, after an Israeli strike early Monday, Jan. 5, 2009.AFP.
-
In Pictures: the slaughter of Gazan children - :: www.uruknet.info …
http://www.uruknet.info/?p=m50434
500 × 333 – Jan 5, 2009 - In Pictures: the slaughter of Gazan children. Victims of the Israeli occupation forces in the tenth day of their attacks onGaza Strip – January 5, …
Syria Care – IndonesiaHanya terjadi di Syria. Seorang wanita digilas kendaraan lapis baja. Sungguh mengecewakan, kenapa masih ada yang diam membisu dan mendukung rezim Assad.
SADIS !
Laknat Allah ke atas rezim Assad atas kezaliman yang mereka lakukan.
Ciuman terakhir seorang ayah untuk anaknya yang menjadi korban rezim Basyar Assad.
This unspeakable, gruesome photo is of a father kissing the body of his two-year-old son, Akeel Faisal Ghazi, who was killed in a minibus bombing in the Huriya district of Baghdad on Tuesday. The blast, which killed 51 people, was the deadliest to hit the capital in three months. [Above photo by Karim Kadim/Associated Press]
http://countmeblue.blogspot.com/2008_06_01_archive.html
Padahal ini cuma dusta, fitnah.
Tapi dgn Fitnah ini, 100 ribu nyawa melayang di Suriah termasuk 40 ribu tentara Suriah.
Berbagai foto di Iraq, Gaza, Kabul, dsb diklaim sbg foto2 kekejaman Rezim Assad di Suriah.
Tapi kan Perang di Suriah benar2 terjadi!
Data dari pemfitnah dan Data asli dari pihak lain diberikan.
http://kabarislam.wordpress.com/2013/07/18/kumpulan-pemalsuan-data-foto-konflik-suriah/
http://newsle.com/article/0/67191600/
Foto-foto Palsu Pembantaian di Suriah oleh Assad:
Hendaknya kita senantiasa menjadi orang yang senang membuat perdamaian. Karena ISLAM itu seakar dengan kata SALAM / DAMAI.
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (An-Nisa: 114)
Ingat di video tsb tidak terlihat siapa pembunuhnya. Apakah pemberontak/tentara Suriah.
Dari 100 ribu korban ternyata 42 ribu lebih adalah dari pihak pemerintah (tentara, polisi, dan milisi). Apa 42 ribu pihak pro pemeritah tsb adalah saudara SCI sehingga diklaim jadi korban tentara Suriah juga?
Lembaga Observatori Hak Asasi Manusia Suriah yang berkedudukan di London, Inggris, mengungkapkan sekitar 100.191 orang tewas sejak perang saudara berkecamuk dua tahun lalu. Sekitar sepertiga dari jumlah korban tewas adalah warga sipil.
Utusan Khusus PBB Kutuk Serangan Bom Damaskus yang Menewaskan 100 Orang
sumber:http://kabarislam.wordpress.com/2013/07/18/kumpulan-pemalsuan-data-foto-konflik-suriah/
“Foto pertama di atas adalah kejadian di Mesir Desember 2011. Saat Demo Menentang Mubarak.”
Tampaknya memang benar bahwa foto itu diambik dari demo bulan Desember 2011 tapi jelas itu bukan demo menentang Mubarak karena pada bulan itu Mubarak sudah jatuh. Kemudian dalam komentar dari Cak Wasito disebutkan:
“Militer di gambar tersebut memang dari Mesir, terlihat dari selempang yang mereka gunakan, namun foto tersebut bukan korban pambantaian militer yang menentang Mursi melainkan korban dari bom bunuh diri yang terjadi Mei 2012.”
Tentara yang menjadi korban tewas dalam foto itu bukan tentara Mesir tapi tentara Yaman. Selempang yang mereka kenakan bukan bendera Mesir tapi bendera Yaman. Memang bendera Yaman mirip dengan bendera Mesir, hanya bedanya pada bendera yaman tidak ada lambang burung seperti pada bendera Mesir.
Fotonya memang Demo Desember 2011.
Kemudian foto yg lain adalah FOTO TENTARA YAMAN.
Fitnah dengan Mengungkap Sebagian Fakta
https://twitter.com/Sandrine_Jigsaw/status/367692811816017920/photo/1
sumber:http://kabarislam.wordpress.com/2013/08/24/fitnah-dengan-mengungkap-sebagian-fakta/