Home , , , , , , � Teroris vs Densus 88 Republik Indonesia, Suriah hingga Palestina

Teroris vs Densus 88 Republik Indonesia, Suriah hingga Palestina


Teroris vs Densus 88: Logika Tabrir?
Dina Y. Sulaeman
Penggerebekan terhadap ‘terduga’ teroris di Ciputat pada malam Tahun Baru oleh Densus 88 yang mengakibatkan kematian enam orang, memunculkan tuduhan bahwa Densus 88 telah melanggar HAM. Bahkan Kontras telah merilis pernyataan bahwa “Berangkat dari temuan awal dan informasi media massa, KontraS menganggap kematian enam terduga teroris; Hidayat, Nurul Haq, Fauzi, Rizal, Hendi, dan Edo- tidak wajar dan mengandung unsur-unsur pelanggaran prosedur hukum serta hak asasi manusia, termasuk hak asasi warga yang terkena dampak.”
Bahwa Densus 88 sangat berkepentingan dengan ‘proyek’ terorisme dan menerima dana asing untuk proyek ini, memang menimbulkan kecurigaan besar. Apalagi, seperti diungkapkan KontraS dalam pernyataannya, terlihat memang banyak kejanggalan dalam operasi terorisme ini.
Sayangnya, fakta kejanggalan ini kemudian ‘digoreng’ pihak-pihak tertentu untuk mengaburkan fakta soal terorisme itu sendiri. Mereka menggunakan kesalahan Densus 88 sebagai argumen bahwa: (1) korban ‘terduga’ teroris adalah orang-orang tak bersalah,  (2) korban tidak ada kaitan sama sekali dengan terorisme, (3) dan bahkan ‘teroris’ itu sendiri sebenarnya tidak ada, hanya buat-buatan Densus 88 untuk mencari dana besar dari luar negeri.
Untuk kesekian kalinya di blog ini, saya mengajak kita semua untuk menjauhilogika ‘tabrir’ (menganggap kesalahan si A sebagai bukti dari ketidakbersalahan si B). Bukankah sangat mungkin, A dan B sama-sama salah?
Selain info soal kejanggalan operasi Densus, bukankah ada info lain yang mengindikasikan bahwa memang para ‘terduga’ teroris itu ada kaitannya dengan organisasi Islam transnasional? Coba perhatikan, sebuah group di facebook bernama “Khilafah Solusinya” memposting foto ini:

“SELAMAT JALAN KAFILAH SYUHADA CIPUTAT, KAMI AKAN MENERUSKAN PERJUANGANMU”
Jadi, mereka yang tewas di Ciputat disebut syuhada dan ‘berjuang‘. Berjuang apa? Kalau mereka sekelompok orang innocent, orang biasa, apakah akan disebut ‘berjuang’ atau ‘syuhada’? Bukankah selama ini banyak juga warga biasa yang jadi korban salah tembak polisi, tapi mengapa tidak muncul spanduk semacam ini? Mengapa untuk warga-warga lain yang korban salah tembak, tidak ada pembelaan gigih yang dilakukan kelompok-kelompok Islam transnasional itu?
Selain itu, di televisi pun ditayangkan, dalam pemakaman korban penembakan Densus 88, sebagian yang hadir membawa bendera hitam khas Al Qaida. Dan bahkan, membawa spanduk juga, lagi-lagi menyebut para terduga teroris ini sebagai syuhada.

SUMBER FOTO: TRIBUNNEWS
Baiklah, katakan saja itu bendera netral, siapa saja bisa pakai. Tapi, para pemerhati konflik Timteng akan sangat familiar dengan jenis-jenis bendera. Bahkan bendera menjadi penanda yang sangat jelas, dari mana sebuah kelompok berasal. Bendera hitam yang satu  itu sedemikian khas, sangat identik dengan Al Qaida dan afiliasinya.
Di Libya, yang disebut sebagai perjuangan NATO dan rakyat Libya untuk ‘menegakkan demokrasi’ melawan rezim ‘Qaddafi yang diktator’, tak lama setelah Qaddafi terguling, bendera Al Qaida berkibar di Benghazi.

SUMBER FOTO: DAILYMAIL
Di Suriah, anak-anak direkrut jadi tentara ‘jihad’ untuk menumbangkan rezim ‘kafir’ Assad. Lihat benderanya.

SUMBER FOTO: ISLAMTIMES.COM
Di Indonesia, anak-anak pun disuruh berfoto membawa pistol, dengan latar belakang bendera hitam dan tulisan dukungan terhadap mujahidin Suriah dan Irak.

“KEPADA PAHLAWAN KAMI DI NEGARA ISLAM IRAK DAN SURIAH’, KAMI ANAK-ANAKMU DAN MENDUKUNG DARI INDONESIA; PANJANG UMUR NEGARA ISLAM”
Selain itu, bila diperhatikan apa saja pernyataan, artikel, dan pemberitaan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi radikal atau organisasi Islam transnasional Indonesia, terlihat sekali dukungan mereka terhadap aksi-aksi Al Qaida di Suriah dan Irak. Puluhan ‘mujahidin’ asal Indonesia juga telah tewas di Suriah, sementara entah berapa ribu lagi yang masih ada di sana. Perekrutan para ‘mujahidin’ itu dilakukan sangat terang-terangan di internet. Tapi pemerintah tak melakukan apa-apa. Setelah terlambat, barulah Direktur BNPT mengeluarkan pernyataan, ‘Ada kekhawatiran kepulangan mereka akan membawa konflik di Indonesia. Ini mencontoh kasus para ‘alumni’ Afghanistan yang kemudian membentuk kelompok teror di Indonesia.’
Jadi, apa masih mau berlogika “tabrir”?
Artikel berikut ini, menurut saya memuat analisis yang berimbang, dan ditulis oleh pengamat yang kompeten. Betul, Densus 88 memang layak diinvestigasi atas pelanggaran HAM. Tapi kesalahan Densus tidak bisa dijadikan argumen bahwa paham Islam radikal yang menghalalkan darah ‘thoghut’, ‘kafir Kristen’, ‘kafir Syiah’, ‘kafir liberal’, dll, hanya omong kosong belaka.
Pemberantasan Terorisme
Oleh: Masdarsada, M.Si
(alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI), Universitas Indonesia. Peneliti senior di Forum Dialog (Fordial))
Pada malam tahun baru 2014, terjadi operasi penggerebegan atas enam orang terduga teroris di rumah kontrakan di Gang H Hasan di Jalan KH Dewantoro, RT/ RW 04/07, Kelurahan Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri. Dikabarkan Kapolri Jenderal Pol Sutarman sempat mendatangi lokasi operasi, tetapi tidak ada sesuatu elaborasi atas berita ini.
Terakhir operasi dikabarkan berhasil membunuh lima orang yang diduga teroris dan satu orang ditangkap. Para terduga teroris yang digerebek ini terkait dengan penembakan polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan, dan bom di Vihara Ekayana. Para terduga juga diperkirakan punya kaitan dengan kelompok Abu Roban. Polisi menyebutkan para terduga memiliki enam rangkaian bom dan menyebutkan di rumah itu ada enam ruangan yang dapat dipakai untuk para terduga bersembunyi.
Fakta-fakta yang terjadi sebagai akibat penembakan pasukan Densus 88 terhadap sekelompok orang  yang diduga teroris, telah terjadi korban semula seorang yang berusaha melarikan diri terbunuh dan seorang tertangkap, selanjutnya ketika Densus 88 berhasil mendobrak sasaran terdapat korban yang bersembunyi dalam kamar mandi lima orang.  Jadi sesuai versi terakhir ini total ada enam orang terbunuh dan seorang tertangkap. Berita sebelumnya seluruhnya ada lima orang yang menjadi sasaran untuk titangkap, seorang terbunuh ketika akan melarikan diri dan satu tertangkap, sisanya tiga orang bersembunyi dalam sebuah rumah kontrakan. Menurut versi  pertama ini, tentunya didalam kamar mandi hanya terdapat tiga orang mayat bukan lima orang.
Diberitakan tembak menembak selama sepuluh jam, tetapi setelah gerombolan dilumpuhkan dan enam orang meninggal dan satu tertangkap tidak disebut senjata api apa yang digunakan dan dapat dirampas dari gerombolan yang digunakan utuk melawan selama sepuluh jam . Bahkan dikabarkan seorang anggota Densus 88 kakinya terluka kena tembakan. Pertempuran sepuluh jam juga dapat mengakibatkan daerah sekitar rumah kontrakansangat rawan. Disebutkan ada ledakan dan dugaan ada enam bom rakitan. Kalau benar telah terjadi ledakan bom seluruh bom pasti sudah meledak semua dan rumah tempat persembunyian hancur. Ciri bahan peledak akan ikut meledak apabila terjadi ledakan. Detonator adalah alat peledak untuk meledakan bahan peledak yang lebih besar. Polri sendiri masih ragu terhadap besarnya bom yang diduga dimiliki gerombolan yang bersembunyi dalam rumah tersebut.
Rasanya ada beberapa kejanggalan faakta-fakta yang perlu klarifikasi dalam peristiwa pnggerebegan ini  utamanya untuk memastikan siapa  lima atau enam korban jiwa yang terjadi dalam penggerebegan tersebut. Pertama, tembak menembak selama sepuluh jam tetapi tidak disebutkan senjata api satu pucukpun dalam rumah tersebut. Disebutkan gerombolan membawa senjata api, tetapi tidak jelas jenis dan macamnya (pistol, laras panjang, otomatis atau tidak dsb). Kedua, lima orang yang meninggal dalam satu kamar mandi nampaknya bersembunyi dari berondongan senjata api Densus 88, bukan dalam posisi bersembunyi untuk melawan. Ada laporan disebut yang diketemukan mati dalam kamar mandi tersebut tiga orang. Ketiga, enam bom yang disebut-sebut tidak ada konfirmasi beritanya. Kalau enam bom ini sudah meledak maka rumah itu sudah hancur, kalau ada ledakan tetapi tidak ada sesuatu yang hancur maka yang meledak bukan bom tetapi sekedar petasan. Ledakan yang tedengar ada kemungkinan suara ledakan yang dilakukan untuk menjebol dinding.
Untuk mengklarifikasi masalah yang terjadi kali ini,  BIN didalamnya BNPT harus mencari klarifikasi  atas beberapa kejanggalan tersebut. Komisioner Komnas HAM, Nurcholis kepada http://www.republika.co.id  mengatakan, Komnas HAM langsung mengirim tim khusus ke lokasi penggrebekan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, untuk mengumpulkan informasi terkait penggrebekan yang sampai menewaskan enam terduga teroris. Menurutnya, Komnas HAM mendukung pemberantasan terorisme yang dilakukan Polisi, tetapi tidak ingin tindakannya diluar prosedur.
Pendapat senada dikemukakan Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila kepadahttp://www.tempo.co.id menilai tewasnya enam terduga teroris Ciputat sebagai hal yang wajar, karena para teroris melakukan perlawanan. Komnas HAM membentuk tim untuk memantau kerja tim Densus 88 agar tidak asal tembak, karena selama ini banyak yang diduga teroris, tidak membawa senjata, ditembak di tempat meski tidak ada perlawanan. Laila menyarankan agar Densus 88 melakukan pendekatan persuasif dan komunikatif, agar tidak ada salah tembak.
Menurut catatan penulis, sebenarnya Densus 88 tidak asal menembak mati teroris, karena mereka berkepentingan menangkap teroris hidup-hidup, karena berdasarkan data sejak tahun 2002, dari 900 teroris yang dibekuk, hanya 90 teroris yang ditembak mati.
Sementara itu, Polri berusaha mengulangi berbagai berita yang sudah tersiar dalam media massa dalam upaya meluruskannya pada 1 Januari 2014 siang dan sore hari. Penjelasan Polri yang dimaksudkan untuk meluruskan berita-berita yang menimbulkan berbagai pertanyaan sebelumnya. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, semua jenazah terduga teroris ditemukan di ruangan paling depan rumah kontrakan yang mereka tempati. Hal itu dikatakan Boy saat melihat lokasi penggerebekan di kawasan Kelurahan Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (1/1/2014).  “Ditemukan semuanya di ruangan paling depan setelah terjadi baku tembak dengan petugas,” kata Boy, kepada wartawan, Rabu.
Menurut Boy, semua terduga teroris itu ditembak petugas tim Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri setelah menolak menyerahkan diri. Saat permohonan penyerahan diri itu ditolak, katanya, petugas tim Densus 88 menembaki rumah kontrakan dalam keadaan gelap. Pernyataan Boy itu meluruskan informasi sebelumnya yang menyatakan para terduga teroris ditemukan di kamar mandi. Disebutkan bahwa tembok kamar mandi, tempat jenazah terduga teroris itu ditemukan, hancur. Diduga, ada sebagian dari para teroris yang tewas akibat tertimpa reruntuhan tembok. Namun, ada pula yang tewas akibat terkena tembakan.
Berbicara mengenai kejanggalan, ternyata  mereka yang diduga teroris hanya bersenjata beberapa pistol dan revolver, sehingga daya tembaknya sangat rendah dibanding senjata milik Densus 88 yang bersenjata senapan laras panjang otomatik. Tembak menembak sangat tidak seimbang, para teroris sangat mudah dilumpuhkan dengan tembakan senapan laras panjang. Banyak kalangan mempertanyakan, mengapa Densus 88 tidak menembakan granat asap supaya terduga teroris yang bersembunyi atau tidak mau menyerah dapat keluar.
Ancaman Terorisme
Terlepas dari cara Densus 88 Anti Teror Mabes Polri ataupun BNPT dalam meminimalisir ancaman terorisme, namun faktanya ancaman terorisme masih cukup tinggi dapat terjadi di Indonesia sewaktu-waktu. Walaupun, harus diakui juga akibat operasi dan kegiatan penggalangan yang dilakukan jajaran intelijen khususnya BIN, maka kalangan teroris juga semakin sulit untuk melancarkan serangannya, karena sudah mendapat cegah dini dan antisipasi secara dini.
Menurut pengamat masalah terorisme, Noorhuda Ismail, sejumlah pelaku teror masih akan muncul, baik dari Mujahidin Indonesia Barat maupun Mujahidin Indonesia Timur. Noorhuda menilai, terduga teroris yang digrebek di Ciputat adalah teroris generasi baru, yang mekanisme perekrutannya diawali dengan debat di salah satu situs jejaring sosial, sehingga karena proses perekrutannya sangat instan, maka loyalitas mereka sangat kurang.
Sedangkan, Ali Fauzi yang juga adik kandung terpidana mati kasus terorisme Bom Bali I, Amrozi dan Ali Gufron alias Muchlas, tidak ada aksi teror selama perayaan Natal menandakan kekuatan teroris di Indonesia sudah melemah, yang disebabkan karena empat faktor yaitu melemahnya kelompok radikal dalam 5 tahun belakang, kelompok garis keras kekuatannya sudah jauh menurun, meskipun tetap melakukan kaderisasi, kelompok teroris kesulitan mendapatkan alat pemicu bom atau detonator, disebabkan karena pasokan detonator dari luar negeri semakin menipis, juga karena lokasinya dijaga ketat Polisi dan diawasi oleh BIN ataupun aparat intelijen lainnya, sehingga jalurnya mulai terhambat.
Menurut catatan BNPT, masih ada sekitar 100 orang yang berpotensi menjadi teroris, sedangkan menurut catatan penulis dari informasi berbagai kalangan, masih ada sekitar 200 orang menjadi teroris yang belum tertangkap, walaupun sepanjang 2012 ada sebanyak 100 orang teroris tertangkap, serta 87 teroris diringkus selama 2013.
Menurut penulis, para teroris telah bermetamorfosis menjadi seperti masyarakat kebanyakan, tidak lagi menonjolkan simbol-simbol khusus seperti yang sudah-sudah. Para teroris hadir kian susah dan nyaris tidak dikenali, tapi tiba-tiba merancang aksi yang besar. Ancaman terorisme tetap ancaman yang nyata. (sumber: The Global Reviewhttp://dinasulaeman.wordpress.com/2014/01/06/teroris-vs-densus-88-logika-tabrir/#more-1845

artikel terkait:


Penghancuran Situs Kuno: dari Suriah hingga Yogya

Dina Y. Sulaeman
Robert Fisk, jurnalis dari The Guardian secara rutin menyampaikan laporan perkembangan konflik Suriah. Akhir Desember yang lalu, ada yang menarik dalam laporannya. Pemberontak Suriah yang berafiliasi dengan Al Qaida (Jabhah Al Nusra) rupanya telah menghancurkan situs-situs bersejarah. Patung penyair Abu Tammam Habib ibn Aws di Daraa, diledakkan. Patung penyair al-Ma’arri, dipenggal kepalanya. Fisk berusaha menganalisis, mungkin karena syair-syair keduanya dianggap sesat oleh Al Nusra. Patung Harun Al Rasyid di Rakaa pun tak luput dari ‘pembantaian’ mereka, juga makam salah satu sahabat Rasulullah, Hujr ibn Adi di pinggiran Damaskus. Sebatang pohon tua berusia 150 tahun di kota Atmeh pun menjadi korban: ditebang habis. Seorang pemberontak mengatakan kepada wartawan Perancis bahwa pohon itu ditebang karena sudah jadi sesembahan warga. Inilah jihad mereka. Selain menggorok leher orang-orang ‘kafir’ Suriah, mereka pun membasmi patung, makam, dan pohon.
Lalu Fisk menulis, “Tetapi, bukankah ini cerita lama? Bukankah dulu Taliban juga menghancurkan patung Buddha di Bamiyan, sebagaimana rezim Saud membongkar bangunan-bangunan kuno di Mekah; seperti juga para ‘Islamis’ yang menghancurkan makam-makam di Pakistan? Belum lagi bila kita sebut penghancuran di Timbuktu.”
Sebentar. Timbuktu? Ada apa di Timbuktu?
Setiap penggemar Donald Bebek akan ‘mengenal’ Timbuktu. Donald selalu menjadikan kota ini sebagai tempat menenangkan diri dari rasa stress. Tak heran bila di facebook terkadang muncul status frustasi, should I pack my things and going to Timbuktu? Kamus Collins menyebut bahwa Timbuktu telah menjadi metafora bagi ‘suatu tempat yang sangat jauh’. Timbuktu memang bagai kota yang entah dimana, tempat menjauhkan diri dari berbagai tekanan dunia modern. Kota khayalan yang diperkenalkan oleh Donald. Bila Anda browsing kata Timbuktu, akan muncul pertanyaan di Yahoo! Answer: is Timbuktu a real place? Survei tahun 2006 mendapati bahwa 66% anak muda Inggris menilai Timbuktu adalah sebuat tempat mistis, sementara 34%-nya menganggap Timbuktu tidak benar-benar ada.
Tentu saja, Timbuktu adalah kota yang nyata. Terletak di Mali, Afrika utara, dan memiliki sejarah peradaban yang sangat panjang. Pelancong bernama Leo Africanus dalam bukunya ‘Description of Africa’ (1550) menulis bahwa Timbuktu pada masa itu adalah pusat perdagangan yang sangat ramai. Kerajaan Mali sangat kaya, berlimpah emas, dan berperadaban.  Jonathan Jones dari The Guardian  menulis bahwa orang Timbuktu menulis sendiri kitab-kitab sejarah dan hukum, serta menyimpan dengan baik naskah-naskah puisi dan prosa karya orang-orang Afrika Utara.  Ketika Eropa menjajah Afrika, termasuk Timbuktu, pada abad ke-19, mereka berusaha menggambarkan bahwa Afrika sebagai benua terbelakang dan tak mengenal aksara. Koleksi manuskrip di Timbuktu membuktikan kisah sebaliknya. Di kota ini, selain perpustakaan-perpustakaan yang resmi dikelola pemerintah (dan dibantu oleh UNICEF), juga ada sekitar 80 perpustakaan pribadi yang menyimpan naskah-naskah kuno.
manusrip kuno timbuktu jadi abu
SEBAGIAN MANUSKRIP KUNO DI PERPUSTAKAAN TIMBUKTU KINI JADI ABU (SUMBER FOTO: NPR)
Pada akhir abad ke-19, Perancis mengalahkan suku Tuareg (suku asli pendiri peradaban Islam di Timbuktu) dan praktis sejak itu Mali jatuh ke tangan Perancis. Tahun 1960, Mali meraih kemerdekaan. Namun suku Tuareg tetap disingkirkan dan selalu mendapatkan perlakukan represif dari pemerintah Mali. Tak heran bila pemberontakan suku Tuareg tak pernah padam. Namun sejak 2012, pemberontakan mereka dibajak oleh sekelompok pemberontak yang menamakan diri Ansar Dine (Ansharud-din) bersekutu dengan Al Qaida in The Land of Islamic Maghreb (AQIM) yang berbasis di Aljazair.
Sebagaimana Al Qaida di Afgan, Libya, Suriah, Irak, dan Lebanon, pemberontak Al Qaida Mali menggunakan ‘gaya’ barbar: penculikan, bom bunuh diri, dan pembantaian massal.  Kehadiran Al Qaida di Mali, menjadi dalih bagi Perancis (dibantu Kanada, Jerman, Belgia, dan tentu saja AS) untuk mengirim pasukannya ke Mali. Alasan mereka tentu saja untuk memberantas teroris. Namun siapapun tahu, tak mungkin Perancis dan kawan-kawan repot-repot membawa pasukan ke Mali bila saja negeri itu tak berlimpah minyak, emas, uranium, berlian, dan berbagai mineral berharga lainnya.
Sebagaimana juga Al Qaeda di Afghan menghancurkan patung Budha kuno Bamiyan, atau rezim donatur-nya (Rezim Saud) menghancurkan jejak-jejak peninggalan Rasulullah di Mekah, para ‘mujahidin’ Al Qaida Mali pun melakukan hal serupa. Pada awal tahun  2013, Al Qaida membakar perpustakaan-perpustakaan di Timbuktu;  menghancurkan  jutaan naskah kuno Islam yang tak ternilai harganya. Mereka juga menghancurkan 300 makam para sufi di kota itu.
Masjid Sidi Yahya yang dibangun pada abad ke-14, salah satu tujuan wisata paling terkenal di Timbuktu, pun tak luput dari kebengisan mereka. Milisi Al Qaida datang ke masjid itu membawa kapak, lalu membobol masjid sambil berteriak-teriak Allahu Akbar. Beberapa orang yang menyaksikan kejadian ini pun menangis. (Telegraph, 3/7/2012) .
Al Qaida sedang hancurkan masjid kuno di Timbuktu (sumber photo: Telegraph)
AL QAIDA SEDANG HANCURKAN MASJID KUNO DI TIMBUKTU (SUMBER PHOTO: TELEGRAPH)
Dari Lebanon, baru-baru ini (4 Januari 2014) diberitakan bahwa sebuah perpustakaan kuno juga dihancurkan oleh kelompok teror. Perpustakaan itu dimiliki oleh sebuah gereja ortodoks dan 2/3 dari 80.000 buku dan manuskrip kuno di dalamnya hangus dibakar. Alasan yang dipakai para teroris atas aksinya itu adalah ‘ditemukan adanya pamflet penghinaan terhadap Islam di perpustakaan itu’.
Kejadian ‘mirip’ pun pernah terjadi di Jogja dan Solo. Pada bulan September 2013, kompleks pemakaman keluarga Keraton Yogyakarta dirusak oleh sejumlah orang bercadar. Selain merobohkan sejumlah nisan, mereka mencorat-coret komplek makam dengan tulisan syirikharam.
Semua kejadian ini, menunjukkan satu perilaku khas: ahmaq (bodoh). Hanya orang bodoh yang tidak mampu menghargai situs bersejarah, buku, manuskrip kuno, lalu menghancurkannya dengan membawa-bawa nama Allah. Parahnya, kebodohan ini merembet ke banyak hal lainnya: kebencian pada pihak lain yang mereka anggap sesat, penghalalan darah, aksi teror, bom bunuh diri. Mereka mengobarkan kebencian setiap saat, melalui ceramah, facebook, twitter. Bahkan kalau perlu dengan berbohong dan memfitnah (termasuk menyebarkan foto-foto palsu, misalnya foto ulama Syiah mencium tangan anjing, yang dengan sangat mudah akhirnya terbukti itu foto rekayasa; atau foto mantan Presiden Iran sedang memeluk anak gadis disebut sedang zina; padahal, dengan sangat mudah ditemukan sumber aslinya, ternyata itu foto Khatami dengan putri kandungnya sendiri). Korban kebencian mereka tidak hanya Syiah, tentu saja, melainkan semua yang mereka anggap bukan golongan mereka, termasuk Kristen, sekuler, ataupun Aswaja. Keutuhan NKRI sedang mereka koyak dengan menebarkan api kebencian.
anak-anak kecil yang sedang dididik jadi agen perang kebencian
ANAK-ANAK KECIL YANG SEDANG DIDIDIK JADI AGEN PERANG KEBENCIAN
anak-anak pendukung teroris Ciputat (salah satu teroris itu ternyata punya paspor dan sedang bersiap ke Suriah)
ANAK-ANAK PENDUKUNG TERDUGA TERORIS CIPUTAT (SALAH SATU TERORIS ITU TERNYATA PUNYA PASPOR DAN SEDANG BERSIAP KE SURIAH)
Sebagian pihak berusaha menyebarluaskan konsep “Islam itu Cinta” untuk meredam aksi-aksi kebodohan semacam itu. Namun, Emha Ainun Najib mengatakan:
Anda ngomong cinta sama mereka, ya tidak nyambung. Mereka itu tidak ngerti dan pastinya menolak cinta. Jangankan cinta, mereka bahkan tidak mengerti apa yang mereka lakukan kok. Namanya juga al ahmaq (orang pandir), mana bisa diajak dialog.
Nabi Isa as saja “menyerah” dengan penyakit ahmaq ini kok. Beliau bisa saja menyembuhkan lepra, menyembuhkan orang buta, bahkan membangkitkan kembali orang yang sudah meninggal, tapi urusan al ahmaq ini, Nabi Isa “menyerah”, ini sudah urusan Allah. Begitu juga Ali ra, beliau bilang al ahmaq ini merupakan jenis penyakit yang tak ada obatnya kecuali kematian. Orang-orang yang terkena ahmaq ini tidak akan mau diajak berdialog. Mereka tidak tahu bahwa mereka tak tahu. Satu-satunya penyakit yang pengidapnya memutuskan tak mau sembuh ya ahmaq ini.
Lalu, bagaimana mengatasi persoalan ini? Bangsa Indonesia yang masih waras tentu tak ingin negeri ini berubah jadi Suriah, Afghan, Lebanon, atau Timbuktu kan? Menurut Cak Nun, jalan keluarnya adalah:
… diperlukan suatu kepemimpinan Indonesia yang tegas. Bukan saja tegas terhadap kelompok-kelompok itu, tapi juga tegas terhadap negara yang mendukung gerakan mereka. [Arab Saudi--pen]
Tidak perlu takut, kita ini punya posisi tawar politik yang kuat. Kita goyang saja mereka dengan ancaman boikot haji, bisa panik mereka. Sayang pemerintah kita sekarang ini enggak ngerti kelebihan-kelebihan itu. Maunya cari untung sendiri.
——–
-Wawancara dengan Cak Nun bisa dibaca di sini
-Penghancuran situs kuno di Mekah, bisa baca di sini.
- Tentang terorisme di Indonesia: benarkah, tidak ada teroris?

Palestina di Penghujung 2013 dan Rasionalitas Hamas

Laporan akhir tahun Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyebutkan bahwa Israel selama tahun 2013 telah melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina sebanyak 300 kali. Antara lain, menewaskan puluhan warga Palestina dan menciderai 3753 lainnya dalam berbagai serangan terhadap wilayah Palestina. Para pemukim Zionis sepanjang tahun ini juga merusak lebih dari 10 ribu pohon zaitun milik warga Palestina. Angka ini naik 25% bila dibandingkan dengan tahun 2012.
Selama tiga tahun terakhir, perhatian dunia kepada Palestina memang banyak teralihkan oleh pemberitaan soal ‘jihad’ Suriah. Bahkan perundingan damai Palestina-Israel pun sudah lama terhenti.  Meski bulan Juli tahun 2013 ini, proses perundingan diupayakan kembali, namun lagi-lagi, dunia tak terlalu hirau. Menteri Perang Israel pun dengan pongahnya berkata, “Jika Israel tidak aman, maka Gaza tidak akan pernah merasakan ketenangan” menyusul aksi bombardier jet-jet tempur Israel ke Bait Laia dan Khan Yunis baru-baru ini (IRIB 24/12/13).
Apa Kabar Hamas?
Perjuangan bersenjata melawan Israel sejak tahun 1980-an dilakukan oleh dua milisi utama, Hizbullah dan Hamas. Keduanya selain berjuang dengan senjata, juga terlibat dalam proses politik di negara masing-masing, Lebanon dan Palestina. Hamas dan Hizbullah mendapat dukungan besar dari Iran dan Suriah. Keempatnya membentuk satu-satunya front perlawanan terhadap Israel, sementara negara-negara Arab di kawasan justru berdamai dengan negara Zionis itu.

Mendiang Syekh Ahmad Yasin (Hamas) dan Ayatullah Khamenei
MENDIANG SYEKH AHMAD YASIN (HAMAS) DAN AYATULLAH KHAMENEI
Mendiang Yaser Arafat dan Imam Khomeini
MENDIANG YASER ARAFAT DAN IMAM KHOMEINI
Khaled Mashal dan Ayatullah Khamenei
KHALED MASHAL DAN AYATULLAH KHAMENEI
Namun sejak tahun 2011, Hamas membelot dari kubu ini. Seiring dengan pecahnya konflik Suriah, Khaled Mashal yang selama bertahun-tahun berkantor di Damaskus (karena inilah satu-satunya kota aman bagi dirinya yang terus-menerus diincar agen-agen Mossad), diam-diam pindah ke Qatar pada Januari 2012. Emir Qatar (yang juga salah satu donatur utama pemberontak Suriah) rupanya tiba-tiba berbaik hati, menawarkan perlindungan dan uang kepada Hamas. Segera setelah itu, pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, mengumumkan dukungannya terhadap pemberontak Suriah. Tak heran bila Assad menyindir perilaku orang-orang Hamas ini, “Sekelompok warga Palestina memperlakukan Suriah seperti layaknya hotel.”
Khaled Mashal (sebelum berkhianat) dan Bashar Assad
KHALED MASHAL (SEBELUM BERKHIANAT) DAN BASHAR ASSAD

Ketegangan Hizbullah-Hamas semakin memuncak saat Hizbullah memutuskan terjun langsung ke dalam medan pertempuran Suriah. Pada pertengahan tahun 2013, Hizbullah mengirimkan pasukannya ke Qusayr di perbatasan Lebanon-Suriah, yang menjadi basis pasukan pemberontak. Di Qusayr, tentara Hizbullah terpaksa berperang melawan pasukan Hamas yang rupanya membantu para pemberontak.
Di titik inilah Hamas telah kehilangan rasionalitasnya. Aktor rasional, dalam terminologi politik, adalah aktor yang mampu memilih keputusan yang paling menguntungkan dirinya. Secara rasional, Hamas seharusnya mengabaikan masalah mazhab, mengingat selama ini yang membantunya adalah negara atau kelompok yang tidak memperdulikan masalah mazhab dalam membela Palestina (bahkan masyarakat Barat pun aktif membantu Palestina). Yang harus diperjuangkan Hamas seharusnya adalah kemerdekaan Palestina. Namun mereka malah mencurahkan energi untuk menumbangkan Assad yang selama ini menjadi teman seperjuangan dalam melawan Israel. Alasannya hanya satu, karena (salah satu faksi) pemberontak Suriah adalah Ikhwanul Muslimin, yang rupanya satu ‘aliran’ dengan Hamas. Pertimbangan keputusan Hamas hanyalah didasarkan pada sentimen mazhab. Hamas memilih berpihak pada rezim Sunni-Wahabi di Qatar, Turki, dan Saudi untuk menggulingkan Assad yang dianggap rezim Syiah.
Padahal, sekali lagi, perjuangan melawan Israel tidaklah melibatkan mazhab. Hamas sejak 2006 menerima bantuan dana 1,5 juta poundsterling per bulan dari Iran (yang bermazhab Syiah). Sikap Hamas yang mengkhianati front perjuangan melawan Israel telah membuat Iran menghentikan bantuan dananya kepada Hamas. Akhirnya,  Hamas mengaku kesulitan keuangan. Sebagaimana dikutip The Telegraph (31/5), Ghazi Hamad, Wakil  Menlu dari Hamas menyatakan, “Saya tidak bisa memberikan angka tepatnya [bantuan Iran]. Untuk mendukung revolusi Suriah, kami sudah kehilangan [dana] sangat banyak. Sejak tahun 2006 Iran mendukung Hamas dengan uang dan banyak hal lainnya. Tetapi situasinya tidak seperti di masa lalu.”
Bukan cuma Hamas sebagai organisasi yang tidak rasional. Orang-orang Palestina pun (meski tak mengatasnamakan organisasi) banyak juga yang kehilangan orientasi: melupakan Israel dan Suriah sebagai medan jihad. Mereka mau saja direkrut oleh pasukan pemberontak untuk berperang di Suriah, antara lain tergabung dalam battalion Aknaf Bayt al-Maqdis.
Pengeboman Kedubes Iran di Beirut pada 19 November lalu juga bentuk kehilangan akal ini. Pengeboman yang menewaskan sekitar 25 orang dan melukai sekitar 150 orang lainnya itu dilakukan oleh orang Palestina bernama Adnan Mousa Muhammad. Hamas tak berkomentar atas kejadian ini. Namun, pejabat Otoritas Palestina segera menyatakan perilaku Adnan adalah aksi individual dan pengecut yang tidak merepresentasikan pemerintahan Palestina (MaanNews, 24/11). Pemerintahan Palestina pun sebenarnya mendua, sebagian berada di bawah Otoritas Palestina (didominasi oleh Fatah) yang berkuasa di Tepi Barat. Sementara warga Jalur Gaza berada di bawah kekuasaan Hamas. Antara Fatah dan Hamas pun selama ini saling berseteru.
Adnan tergabung dalam “Brigade Abdulllah Azzam” yang mengaku bertanggung jawab atas pengeboman itu. Dalam pernyataan yang dirilis Brigade ini,  alasan pengeboman adalah agar Iran berhenti mendukung pemerintah Suriah. Brigade ini didirikan tahun 2004 sebagai cabang Al Qaida di Irak. Abdullah Azzam adalah nama salah satu pendiri Hamas yang tewas di Pakistan pada tahun 1989. Sikap tidak rasional mereka terlihat dari target jihad mereka: mengapa medan jihadnya justru di Suriah atau Lebanon, bukan Israel?
Sebaliknya, rasionalitas tetap ditunjukkan Hizbullah. Pada November tahun 2012, Israel rupanya melancarkan serangan masif ke Gaza selama delapan hari, namun dunia tak banyak menggubris. Hizbullah tetap membantu Hamas dalam mengusir tentara Israel. Pemimpin Hizbullah pada saat itu mengatakan, “Banyak pihak yang menyatakan bahwa Israel tengah menghukum Hamas, yang ditinggalkan oleh Iran, Suriah dan Hizbullah. Tetapi pada kenyataannya, Iran, Suriah dan Hizbullah tidak akan menyerah mendukung Gaza dan perlawanannya. Ini adalah kewajiban moral dan agama serta kemanusiaan.” Nasrallah bahkan mengkritik Qatar dan Arab yang aktif mempersenjatai pemberontak Suriah, namun tidak membantu Hamas (AFP,20/11/2012).

Kembalinya Rasionalitas Hamas?
Setelah perang Suriah berlalu lebih dua tahun, agaknya Hamas mulai kembali berpikir rasional. Assad dan tentara Suriah tidak berhasil digulingkan Ikhwanul Muslimin, Hizbuttahrir, maupun kelompok-kelompok jihad lain yang berafiliasi dengan Al Qaida. Kekuatan Ikhwanul Muslimin di Mesir –yang diharapkan Hamas akan menjadi patron pengganti Iran—ternyata juga ringsek digulung kudeta militer Mesir. Qatar mulai berbaik-baik dengan Iran dan tak kunjung merealisasikan bantuannya ke Hamas. Hamas pun kembali terisolir. Tak heran bila pemimpin Hamas mulai cuci tangan.
Dalam wawancara dengan televisi Al Mayadeenyang pro-Assad pada bulan Oktober 2013, Wakil Kepala Politbiro Hamas, Abu Marzouk, mengatakan bahwa dukungan Khaled Mashal kepada oposisi Suriah tak mewakili sikap resmi Hamas. Sebelumnya, pada bulan Juni 2013, Abu Marzouk bahkan bertemu dengan Hizbullah dan pejabat Iran di Lebanon, berusaha menjalin kembali perdamaian di antara mereka. Marzouk berusaha meredakan ketegangan setelah Hizbullah berencana menutup kantor Hamas di Lebanon. Pejabat Hamas di Lebanon, Rafat Murra juga menegaskan bahwa Hamas hanya akan berkonsentrasi melawan Israel. Sebagian pihak menuding bahwa salah langkah Hamas dalam konflik Suriah terletak di tangan Mashal dan Haniyah, bukan pada Hamas secara organisasi. Bila hal demikian benar, tentunya Hamas harus bertindak tegas terhadap Mashal dan Haniyah. Rasionalitas memang tetap harus dikedepankan dalam perjuangan.(IRIB Indonesia/PH) http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/12/27/palestina-di-penghujung-2013-dan-rasionalitas-hamas/#more-1804



0 comments to "Teroris vs Densus 88 Republik Indonesia, Suriah hingga Palestina"

Leave a comment