Dialog Islam-Kristen di era Paus Paulus II sempat berkembang pesat. Namun dengan mangkatnya beliau, pada April 2005 dan terpilihnya Paus Benediktus XVI sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik, dialog Islam-Kristen mengalami kemandegan.
Pernyataan Paus Benediktus pada September dua tahun lalu (2008) yang secara tidak langsung menyebut
Islam sebagai irrasional dan kekerasan menyulut reaksi luas umat Islam dan terputusnya perundingan di antara kedua pihak. Namun setelah Vatikan mengambil hati umat Islam dan menyatakan ketertarikannya untuk melanjutkan dialog dengan dunia Islam, maka
konferensi Islam-Kristen pun kembali digelar.Agenda pembicaraan yang dibahas oleh para pemimpin umat Islam dan Kristen menyangkut beragam hal baik di skala nasional maupun internasional.
Sebagai misal, beberapa pekan lalu,
di Irak dan Suriah diselenggarakan perundingan antara masyarakat muslim dan nasrani. Pertemuan itu digelar untuk menggalang solidaritas yang lebih erat, terutama pasca serangan teroris terhadap umat kristiani di kota Mosul, utara Irak.
Di Afrika Selatan, rencananya juga akan diselenggarakan konferensi
"Sikap Anti-asing dalam Islam dan Kristen" pada 17 November 2010 nanti. Konferensi digelar oleh atase kebudayaan Republik Islam Iran.
Selama ini, Republik Islam Iran dikenal senantiasa aktif dalam menghidupkan dialog antar agama. Tanggal 3 November 2009 lalu, di Tehran diadakan
konferensi bertemakan
keluarga dalam pandangan Islam dan Kristen. Keluarga merupakan institusi sosial terpenting yang belakangan ini mulai melemah, khususnya di kalangan masyarakat Barat, sehingga menyebabkan meningkatnya krisis sosial. Oleh karena itulah, para pemimpin agama-agama Islam dan Kristen berupaya untuk mengembalikan lagi nilai-nilai dan posisi institusi keluarga. Terkait hal ini, seraya menekankan pentingnya posisi keluarga di mata Islam dan Kristen,
deklarasi konferensi Tehran menyebutkan,
sekulerisme dan globalisasi menyebabkan runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan dan terguncangnya pondasi keluarga serta memberikan dampak yang buruk terhadap umat manusia". Deklarasi tersebut juga menyinggung krisis spiritual dan moral dunia modern,
"Kini, umat manusia tengah didera oleh suatu krisis. Penyebab utama krisis ini lantaran adanya kontradiksi antara nilai-nilai materialistik dengan nilai-nilai ilahi serta melemahnya nilai-nilai agama dan moral".
Sejatinya, sikap berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan dan keutamaan moral serta menentang tindakan asusila merupakan hal yang diyakini oleh semua agama-agama samawi. Hal itu dikarenakan seluruh agama-agama tersebut bersumber dari Tuhan yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Semua agama-agama samawi itu diturunkan untuk mengantarkan umat manusia
menuju kesempurnaan materi dan spiritual.Sebaliknya, ideologi semacam
sekulerisme lebih mengutamakan
nilai-nilai materialistik dan membebaskan manusia melakukan tindakan amoral.Sebagai upaya untuk mencapai kesepahaman di antara masyarakat muslim dan kristiani, baru-baru ini tanggal 4-5 November 2009 lalu digelar
Dialog Islam-Kristen lainnya di
Vatikan. Tema utama konferensi ini adalah
"Cinta kepada Tuhan, Cinta kepada Sesama". Tema ini merupakan penjelas titik utama kesamaan agama-agama samawi, yaitu cinta kepada Tuhan dan cinta kepada sesama manusia.
Masyarakat muslim yang hadir dalam konferensi Vatikan diwakili oleh kelompok muslim yang dikenal sebagai
kelompok Kalimatun-Sawa' atau kalimat yang sama. Menyusul pernyataan anti-Islam Paus Benediktus XVI pada September 2006 lalu, 138 ilmuwan muslim melayangkan surat protes kepada pemimpin tertinggi umat Katolik itu dan menilai ucapan semacam itu bisa mengancam perdamaian global. Dalam surat itu juga disebutkan
titik-titik kesamaan yang dimiliki Islam dan Kristen,
"Kami sebagai umat muslim dan kristiani menyatakan bahwa kami tidak menentang mereka dan Islam pun tidak menentang mereka."
Setahun setelah surat itu dilayangkan kepada Paus Benediktus XVI dan para pemimpin Kristen lainnya, situasi kondusif untuk menggelar dialog Islam-Kristen pun tercapai sehingga terbuka kesempatan untuk membicarakan point-point kesamaan yang diakui oleh kedua agama.
Dalam Konferensi Cinta kepada Tuhan, Cinta kepada Sesama di Vatikan ini, cinta kepada sesama manusia dinilai berkaitan erat dengan cinta kepada Tuhan.
Menurut budaya Islam, seorang mukmin harus memikirkan dan membantu saudara seagamanya maupun yang berlainan agama. Selain itu, kehormatan manusia di mata Islam begitu penting dan harus dimuliakan, dan tak ada siapapun yang berhak mengabaikannya.
Titik temu Islam dan Kristen lainnya adalah
penentangan terhadap kekerasan. Kini, lantaran perilaku keji dan aksi kekerasan sekelompok radikal yang mengaku dirinya muslim, umat Islam dunia menjadi sasaran tudingan dan hinaan pemerintah dan media-media Barat yang mengklaim dirinya umat kristiani. Islam yang senantiasa mengajak kepada persaudaraan dan perdamaian dituding sebagai agama yang mengajarkan kekerasan.
Bahkan Paus Benediktus XVI termakan oleh propaganda tersebut. Karena itulah penegasan para pemikir muslim dan kristiani untuk mendukung perdamaian dan hidup rukun serta menjauh dari kekerasan, sejatinya merupakan langkah maju.
Isu lain yang dibahas dalam
Konferensi Vatikan adalah
perlunya kebebasan beragama. Saat ini di berbagai wilayah dunia, terjadi upaya pembatasan bagi umat beragama untuk melaksanakan ibadah dan ritus keagamaannya. Pasca tragedi 11 September, khususnya di negara-negara Barat, aktifitas keagamaan masyarakat minoritas muslim banyak dibatasi. Bahkan simbol-simbol suci mereka pun menjadi sasaran hinaan dan penistaan.
Pada dasarnya isu penistaan terhadap simbol-simbol suci inilah yang menjadi masalah utama yang mendera umat Islam dan Kristen. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah politisi dan orang-orang fanatik melecehkan dan menghina nilai-nilai suci agama lewat media massa. Sebagian ada juga yang membikin buku atau filem-filem yang berusaha melancarkan desakralisasi terhadap Islam. Karuan saja, umat beragam yang sadar niscaya akan mereaksi aksi fanatik semacam itu. Karena itulah para pemikir muslim dan lembaga-lembaga keislaman berusaha menerapkan langkah yang tepat untuk mencegah terulangnya kembali aksi tercela semacam itu.
Meski dialog antara agama, khususnya antara Islam dan Kristen sudah sering digelar, namun muncul pula kritikan terhadap metode dan strategi dialog tersebut.
Kritikan pertama adalah menyangkut terlalu tersebarnya isu yang diangkat dalam konferensi yang ada. Terkait hal ini, Ketua Dewan Kepausan Dialog Antara Agama, Kardinal Jean-Louis Tauran menuturkan,
"Jumlah dialog dunia makin meningkat, namun peningkatan tersebut tidak disertai dengan terciptanya dialog yang terorganisir". Adnan Makrani, peneliti asal Tunisia dalam Konferensi Vatikan juga menegaskan,
"Kita harus menerapkan metode yang memungkinkan tercapainya perundingan yang bisa lepas dari putaran tertutup tradisional sehingga perundingan tersebut bisa bermanfaat juga bagi masyarakat". Tampaknya dengan didirikannya suatu pusat untuk mengorganisir dan mengatur dialog Islam-Kristen bisa membuat dialog yang sangat bermanfaat dan lebih efektif.
Adanya beragam mazhab dan aliran dalam Islam dan Kristen merupakan persoalan lainnya yang dihadapi oleh dialog antara Islam-Kristen. Sebagai misal, konferensi yang digelar di Vatikan baru-baru ini
hanya diikuti oleh kalangan Katolik saja, sementara perwakilan dari Protestan dan Kristen Ortodoks tidak hadir. Karena itu, sebelum digelarnya dialog, masing-masing perwakilan agama harus menjalin kesepakatan internal terlebih dahulu mengenai isu yang akan dibicarakan. Sebagaimana yang terjadi di Konferensi Vatikan awal november ini, baik perwakilan dari Islam sunni maupun syiah keduanya turut hadir.
Persoalan penting lainnya adalah menjauhkan dialog semacam itu dari polemik politik dan propaganda media massa. Pembicaraan para pemikir muslim dan kristiani dalam dialog Islam-Kristen merupakan kajian tingkat ahli dan ilmiah. Jika media massa memanfaatkan isu tersebut secara tendensius, maka hal itu bisa menyulut sensitifitas dan gesekan di kalangan umat. Selain itu, masuknya para politisi dalam dialog semacam itu bisa melencengkan jalannya perundingan dari jalur yang sebenarnya. Yang jelas dunia saat ini lebih memerlukan dialog, pengertian, dan kerjasama di antara para penganut agama-agama ilahi demi tersebarnya perdamaian, spiritualitas, dan keadian.
(sumber: www.aktualpress.com/Wednesday, 30 June 2010 13:20 Saleh Lapadi)