Home � Al Quran Education, antara pro dan kontra

Al Quran Education, antara pro dan kontra


Mengkritisi Perda Pendidikan Alquran
MASYARAKAT Kalimantan Selatan perlu berbangga dengan lahirnya Perda No 3 Tahun 2009 tentang pelaksanaan Pendidikan Alquran di lembaga pendidikan formal.

Melalui perda tersebut, ke depannya diharapkan muncul generasi qurani yang tumbuh dan berkembang dari berbagai lembaga pendidikan. Generasi qurani yaitu generasi yang segala tindakan dan perilakunya berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran.

Pendidikan Alquran yang diusung dalam perda tersebut memiliki tujuan yang sangat mulia, sebagaimana yang tertuang pada Pasal 3. Pendidikan Alquran bertujuan agar setiap peserta didik selain dapat membaca dan menulis huruf Alquran secara baik dan benar, juga fasih, memahami, menghayati serta mengamalkan isinya.

Berdasarkan tujuan tersebut sangat jelas bahwa out put dari lembaga pendidikan khususnya bagi peserta didik yang beragama Islam tidak sekadar dapat membaca Alquran, tetapi lebih jauh dari itu.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu suatu prosedur dan proses yang terencana dengan baik dalam pelaksanaannya. Dan sasaran dari perda tersebut juga cukup jelas, yaitu peserta didik yang beragama Islam pada semua jalur dan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Untuk mengetahui kompetensi peserta didik tentang Alquran, maka dilakukan uji kompetensi, kemudian dikeluarkan sertifikat kompetensi bagi mereka yang dinyatakan lulus dalam uji kompetensi.

Sertifikat kompetensi hanya boleh dikeluarkan oleh satuan pendidikan formal yang terakreditasi atau lembaga sertifikat mandiri/profesi.

Waktu pelaksanaan perda tersebut diatur dalam pasal 20 yang menyatakan bahwa pendidikan Alquran dilaksanakan pada 1 Januari 2010. Mengenai waktu pelaksanaan itu perlu mendapat perhatian bersama, karena Januari adalah awal semester genap dalam proses pembelajaran di satuan pendidikan. Hal itu tentunya kurang sesuai dengan sistem pembelajaran di satuan pendidikan, di mana awal tahun pelajaran di mulai Juli.

Di sisi lain, peraturan turunan dari perda tersebut yang mengatur tentang materi pendidikan Alquran juga belum jelas keberadaannya. Di mana amanat pasal 6 ayat 2 dari perda tersebut menyatakan bahwa materi pendidikan Alquran lebih lanjut akan diatur dengan peraturan gubernur.

Pendidikan Alquran sebagaimana yang dimaksud dalam perda tersebut sangat jelas bahwa dia berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, bukan untuk diintegrasikan pada mata pelajaran lain.

Apabila berdiri sendiri sebagai mata pelajaran dan jika mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka terlebih dahulu harus disusun atau dikembangkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dari mata pelajaran pendidikan Alquran tersebut serta standar kompetensi lulusan (SKL).

SK, KD, dan SKL disusun terlebih dahulu karena hal itu merupakan cetak birunya dari Pendidikan Alquran tersebut. Dengan adanya SK, KD, dan juga SKL, maka setiap jenjang pendidikan memiliki orientasi dan tujuan yang jelas, kompetensi apa yang harus dikuasai oleh peserta didik.

Tanpa adanya standar yang jelas, tentu proses pelaksanaan pendidikan Alquran tidak dapat mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan.

Suatu misal, untuk peserta didik pada jenjang sekolah dasar atau yang sederajat, apakah dituntut untuk mampu membaca Alquran, atau mampu membaca dan menulis hurufnya, atau mampu membaca, menulis dan juga menafsirkannya (menerjemahkan)?

Kemudian bagi peserta didik di jenjang SMP atau yang sederajat, kompetensi apa yang harus mereka kuasai berkaitan dengan pendidikan Alquran, demikian juga dengan peserta didik pada jenjang SMA/SMK atau yang sederajat.

Apabila standar tersebut tidak disusun dengan jelas, maka akan sangat dimungkinkan terjadinya tumpang tindih dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebelum pendidikan Alquran itu dilaksanakan, harus disusun terlebih dahulu standarnya yaitu SK, KD, dan SKLnya. Sulit rasanya melakukan proses pembelajaran tanpa mengetahui apa yang harus dicapai.

Jika belum disusun, dinas pendidikan provinsi harus memfasilitasi tersusunnya SK, KD, dan SKL. Karena dinas pendidikan yang mempunyai wewenang penuh dalam pengembangan pendidikan di Kalimantan Selatan dan Perda No 3 itu merupakan produk hukum di tingkat provinsi.

Jika SK, KD, dan SKL sudah disusun, maka pengembangannya menjadi silabus adalah kewenangan daripada satuan pendidikan. Guru agama yang memiliki kompetensi tentang Alquran dapat menyusun silabusnya untuk kemudian diimplementasikan dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar demi tercapainya tujuan dari pendidikan Alquran. Demikian juga tentang pelaksanaan proses uji kompetensi sebagai dasar untuk memberikan sertifikat kompetensi Alquran memiliki pijakan yang jelas.

Berkaitan dengan beberapa ulasan di atas, alangkah baiknya pelaksanaan Perda No 3 Tahun 2009 tentang Pendidikan Alquran dilakukan pada awal tahun pelajaran 2010/2011, yaitu pada Juli 2010.

Pertimbangannya, peraturan gubernur tentang materi pendidikan itu dan juga SK, KD, dan SKL belum diketahui keberadaannya, sehingga ada waktu yang cukup untuk menyiapkan segala sesuatunya.

Namun apabila satuan pendidikan ingin melaksanakan di awal 2010, sebaiknya disusun dulu standarnya. Selanjutnya menyesuaikan dengan standar yang dikeluarkan pemerintah daerah provinsi/dinas pendidikan provinsi. Semoga generasi qurani menjadi suatu kenyataan.

* Oleh : Sutikno SPd, Guru SMA Negeri 6 Banjarmasin

Tags:

0 comments to "Al Quran Education, antara pro dan kontra"

Leave a comment