Salah satu sikap mulia yang lekat dengan pribadi Nabi Muhammad Saw adalah kejujuran dan tanggung jawab. Berkat dua hal itulah, Muhammad Saw diganjar dengan julukan Al Amin oleh masyarakat setempat, baik pengikutnya maupun yang memusuhinya. Selain bakat kepemimpinan yang menonjol, sejak belia Nabi Saw sudah terlibat gerakan moral Hilful Fudul atau sumpah keutamaan. Itulah gerakan demi membela keadilan dan kebenaran kepada siapa pun.

Jujur, berani menanggung risiko, dan bertanggung jawab itulah warisan mulia kepemimpinan Nabi Saw yang mestinya ditauladani para pemimpin dan elite kita. Faktanya, amat susah menemukan elite kita bersikap dan berperilaku mencontoh Nabi Saw. Menemukan kejujuran saja misalnya, sudah sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Padahal, kejujuran saja belum cukup untuk menjadi modal bagi pemimpin.

Fakta sulitnya menemukan kejujuran itu berbanding terbalik dengan anjuran meneladani sikap dan perbuatan Nabi Saw. Di mimbar-mimbar maupun dalam teks-teks tulisan, hampir saban waktu kita mendengar para pemimpin dan penganjur mengajak kita mencontoh sikap dan perilaku Muhammad Saw. Akan tetapi yang kita jumpai hari-hari ini justru kian lekatnya hipokrisi atas fakta yang sudah telanjang. Soal pro dan kontra penyebutan nama dalam pandangan akhir Pansus Angket Bank Century, misalnya, menunjukkan bahwa kejujuran masih terus dikalahkan oleh kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek.

Menjadi pemimpin yang menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai teladan mestinya berani mengambil risiko dan bertanggung jawab. Bukan sebaliknya, buang badan dan melemparkan tanggung jawab itu kepada anak buah. Bukan pula pemimpin yang gemar menyebut orang lain telah memfitnah, padahal yang hendak disuarakan oleh orang itu adalah kebenaran.

Maulid Nabi Saw bukan sekadar peringatan untuk seruan. Maulid Nabi Saw juga merupakan momentum untuk merenung dan mulai berbuat sesuai apa yang diajarkan dan diperbuat oleh Nabi Saw. Untuk para pemimpin di negeri ini, Maulid Nabi Saw mestinya menggerakkan mereka untuk jujur, berani mengambil risiko, dan bertanggung jawab.

6000 Pasang NIkah Siri dan Kumpul Kebo akan Dinikahkan MUI

Sementara itu, koran Republika Online hari ini (Jumat,26/2) melaporkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Temanggung, berencana hendak menikahkan 6000 pasangan nikah siri dan kumpul kebo. Terlebih lagi, walau masih belum jelas jika ada peraturan pemerintah atau undang-undang perkawinan yang akan mempidanakan pelaku kawin siri, sebagaimana yang diributkan akhir-akhir ini.

Hal itu dikemukakan KH Yakub Mubarok Ketua MUI setempat seusai menjadi pembicara dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Pendopo Pengayoman. Kata Yakub, pihaknya masih menunggu keputusan dari MUI pusat guna realisasi program ini.

"'Soal menikahkan 6.000 pasangan itu, memang masih baru dalam tahap perencanaan, kita juga akan melakukan tindakan lainnya agar masyarakat menyadari, tapi juga harus melihat bahwa aturan ini juga belum jelas nantinya, apakah disetujui atau tidak," kata Yakub menambahkan.

Yang menjadi dasar rencana tersebut, kata yakub, adalah temuan Depag. Seandainya MUI Pusat menginstruksikan agar rencana tersebut dilaksanakan, pihaknya langsung menggelar sosialisasi kepada masyarakat. Terutama yang masih menjalin hubungan nikah siri atau kumpul kebo untuk segera menikah secara resmi melalui Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.

Sosialisasi menjadi langkah awal sekaligus menentukan keberhasilan penerapan peraturan baru ini nantinya. Yakub menilai, seandainya dalam tahap sosialisasi ini berjalan lancar, maka tidak ada halangan untuk melangkah pada tahap selanjutnya, yakni menikahkan mereka secara massal. "Langkah yang diambil Depag kemarin (saat mengadakan nikah massal,red) patut kita contoh, dan itu yang akan dilakukan MUI kedepan," terangnya.