Home , � Cara Bijak Mengapresiasi Seni menurut pandangan Rahbar

Cara Bijak Mengapresiasi Seni menurut pandangan Rahbar

Rahbar Temui Ahmadinejad dan Kabinetnya

Pemimpin Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Senin sore (30/8/2010), bertemu dengan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad dan para anggota kabinetnya, bersamaan dengan hari syahidnya Presiden Rajaei dan Perdana Menteri Mohammad Bahonar yang diteror oleh kelompok munafik pada tahun-tahun pertama Revolusi Islam Iran. Dalam pertemuan itu, Rahbar menekankan pentingnya komitmen atas nilai-nilai, perjuangan atas keadilan dan perlawanan terhadap arogansi dunia. Menurut Rahbar, Presiden Rajaei dan Perdana Menteri Mohammad Bahonar merupakan wujud kerja keras, upaya tulus serta komitmen atas nilai-nilai dan prinsip.

Rahbar dalam pertemuan itu juga mengingatkan program jangka panjang 20 tahun Iran, dan mengatakan, "Program 20 tahun harus diperhatikan secara serius dengan mempertimbangkan fakta yang ada." Rahbar juga menyebut perhatian pada slogan dekade keempat Revolusi Islam Iran yang dalam konteks ini adalah kemajuan dan keadilan, sebagai orientasi penting pemerintah. Seraya menyinggung program lima tahun kelima yang tengah dikaji parlemen, Rahbar berharap, program itu dapat disusun dengan baik dan diratifikasi.

Dalam kesempatan itu Rahbar juga menekankan kebijakan pasal 44, dan mengatakan, "Spirit pasal 44 adalah terlibatnya investasi dan manajemen masyarakat serta privatisasi di bidang ekonomi. Untuk itu, pemerintah selain harus memperhatikan filsafat munculnya pasal ini, juga harus mengambil kebijakan, pengontrolan dan pengawasan atas pasal ini."

Rahbar juga mengapresiasi perhatian pemerintah atas masalah-masalah budaya dan langkah diplomatik. Dikatakannya, "Hal yang harus diperhatikan lebih dalam gerakan politik adalah spirit, orientasi dan kandungan diplomasi."(IRIB/AR/31/8/2010)

Cara Bijak Mengapresiasi Seni (1)‎

Hakikat Seni

Kesenian dengan segala jenisnya adalah satu anugerah ilahi. Kesenian memang ‎muncul dalam format ekspresi, tapi ekspresi saja tidak mewakili keseluruhan ‎hakikat seni. Sebelum mencapai tahap ekspresi, seni adalah suatu daya nalar dan ‎kepekaan. Setelah menangkap satu keindahan, daya tarik dan esensi yang terlihat ‎dari seribu titik - yang terkadang manusia biasa tidak akan dapat menangkap ‎satupun diantaranya- seorang seniman dengan naluri seni yang tertanam dalam ‎dirinya dapat mengekspresikan keindahan-keindahan itu secara detail dan ‎substansial. Secara utuh, kesenian adalah suatu pemahaman yang kemudian ‎tertuang dalam bentuk refleksi dan ekspresi.‎

Nilai Seni

Kesenian dalam posisinya yang sejati dan dengan nilainya yang bernas itu harus ‎disadari dan diapresiasi terutama oleh seorang seniman sendiri. Dan apresiasi ‎inipun tidak dapat dilakukan kecuali dengan menyalurkan kesenian pada jalur yang ‎patut. ‎

Imam Ali Zainal Abidin AS berkata, "Jiwa dan wujud insaniahmu adalah sesuatu ‎yang paling berharga." ‎

Jiwa insaniah sedemikian berharga sehingga tidak dapat diapresiasi kecuali ‎dengan surga yang dijanjikan Allah. Karena itu, jiwa jangan sampai digadaikan ‎dengan apapun kecuali surga. Kesenian adalah bagian yang paling bernilai dan ‎membanggakan dari jiwa insaniah. Ini harus benar-benar dihargai dan digunakan di ‎jalan Ilahi. Digunakan di jalan Ilahi tentu jangan sampai sebatas cover dan bersifat ‎hipokrit belaka.‎

Kesenian Sebagai Media

Dewasa ini, kesenian telah menjadi satu instrumen untuk menyampaikan pesan ‎kepada masyarakat, baik pesan suci (rahmani) maupun pesan kotor (syaitani). ‎Seperti instrumen-instrumen lain, seni sebagai instrumen juga harus difungsikan ‎sebagai wahana untuk meluncurkan suatu pemikiran pada garis orbit yang cermat, ‎jelas dan benar. Dalam tradisi modern sekarang, kesenian bahkan menjadi wahana ‎yang paling diandalkan untuk mengopinikan pesan-pesan batil sebagai pesan-‎pesan yang haq di tengah keluarga besar masyarakat manusia.‎

Pembentukan opini seperti ini tak dapat dilakukan kecuali melalui media seni, ‎termasuk sinema dan media visual. Berbagai jenis dan aliran seni dikerahkan ‎supaya pesan yang batil dapat diserap masyarakat sebagai pesan yang haq. ‎Dengan demikian, kesenian adalah satu instrumen yang sangat bernilai. Namun, ‎sedemkian tingginya nilai seni sehingga sebagai instrumen dan wahana terkadang ‎seni lebih dipentingkan daripada muatan yang dibawanya. Sebab, tanpanya ‎muatan seni tak dapat ditransfer ke hati orang lain.‎

Media Ekspansi Pemikiran

Seni memiliki kefasihan yang tidak dimiliki oleh lisan-lisan lain. Kefasihannya ‎melebihi lisan sains, lisan biasa dan lisan nasihat. Kesenian harus selalu ‎ditonjolkan dan diarahkan pada bentuk yang impresif dan membanggakan. Bahasa ‎seni, terutama menyangkut keindahan dan impresifitasnya, tidak tergantikan oleh ‎bahasa lain. Seni adalah media yang paling ampuh untuk membumikan suatu ‎pemikiran, baik yang benar maupun yang salah. Seni dan kelebihannya jangan ‎sampai diabaikan, apalagi disejajarkan dengan dosa, kenistaan, kesalahan dan lain ‎sebagainya. Seni bahkan adalah salah satu kreasi Ilahi yang paling menonjol, ‎bernilai dan diagungkan. Seni harus dimanfaatkan untuk semua bidang, termasuk ‎bidang propaganda.‎

Keistimewaan Seni

Secara umum, keistimewaan seni terletak pada kemampuannya menyugesti pikiran ‎audien melalui proses yang bahkan sering tidak disadari oleh narator sendiri ‎maupun audien. Pengaruh puisi, lukisan, nada dan kemerduan suara sering ‎membekas dalam diri seseorang di luar kesadarannya. Ini tentu merupakan modus ‎pemengaruhan terbaik. Allah Swt sendiri, dengan kitab suci Al-Quran-Nya memilih ‎cara terbaik ini dalam mengalirkan pesan-pesan makrifat-Nya. Bisa saja Allah Swt ‎menjelaskan pesan-pesan itu dengan cara-cara biasa, tetapi Dia memilih cara yang ‎terfasih melalui bahasa seni yang terindah. Jelas sekali apa yang ditegaskan Al-‎Quran bahwa manusia tidak dapat menyusun kata-kata sedemikian artistik seperti ‎yang terangkai dalam Al-Quran.‎

Bakat Seni

Seni tentu saja tidak terkategori dalam kelebihan yang bisa diperoleh begitu saja ‎dengan kucuran keringat dan jerih payah. Tanpa bakat sama sekali, sebesar ‎apapun upaya seseorang tetap tidak akan membawanya beranjak dari langkah ‎awal. Bakat dan talenta seni sama sekali bukan hasil jerih payah seorang seniman, ‎melainkan satu anugerah yang diberikan kepadanya. Allah SWT ‎menganugerahkan banyak nikmat kepada manusia, walaupun prosesnya bisa saja ‎melalui manusia, orang tua, lingkungan dan lain-lain. Seniman juga bersusah ‎payah, tetapi kesempatan dan ketekunannya juga merupakan anugerah dari Allah. ‎Seorang seniman harus meningkatkan keagungan seni dalam dirinya. ‎

Setiap seniman adalah satu dunia tersendiri, dan ini merupakan satu keistimewaan ‎yang ada dalam diri seorang seniman. Seorang seniman mampu melipur hati orang ‎lain dengan nuansa yang memukau dan indah. Dia dapat memadukan kesedihan ‎dan kebahagiaan, kecemasan dan harapan. Seni adalah permata yang sangat ‎bernilai bukan semata-mata karena daya pesonanya di depan mata dan jiwa orang ‎lain -banyak hal lain non-seni yang mampu menghasilkan efek yang sama-, ‎melainkan karena seni adalah satu nikmat dan anugerah dari Allah Swt.‎

Kewajiban Seorang Seniman

Seperti nikmat dan anugerah berharga lainnya, seni adalah satu hakikat bernilai ‎yang juga tidak bebas dari tanggungjawab. Seni adalah bagian dari anugerah Ilahi ‎yang tersisipi oleh keharusan menunaikan kewajiban (taklif). Taklif tidak selalu ‎berhulu pada agama dan syariat. Sebaliknya, tidak sedikit taklif yang berhulu pada ‎hati nurani manusia. Ketika manusia merasa memiliki suatu nikmat, yaitu kelebihan ‎yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang lain, maka akan ada taklif tersendiri ‎baginya.‎

Taklif ini tak lain bersumber pada penglihatan hati nuraninya. Ketika hati nurani ‎manusia memahaminya, agama tidak harus memberitahunya dengan ayat suci Al-‎Quran. Manusia tidak mungkin, misalnya, tidak mencela orang kaya yang enggan ‎mempedulikan dan membantu orang lain yang fakir, walaupun bisa saja si kaya ‎mengatakan bahwa kekayaannya adalah hasil jerih payahnya dan merupakan ‎miliknya sendiri. Dengan demikian, kekayaan, nikmat dan anugerah selalu disertai ‎dengan suatu taklif.‎

Seni dan Kekinian

Saya bukan orang yang mengerti banyak tentang sinema, seni visual dan lain ‎sebagainya, tapi saya bukan orang awam berkenaan dengan syair dan roman. ‎Saya membaca banyak karya sastra. Jika Anda membaca literatur Rusia, Anda ‎akan melihat ada tirai atau blok di tengahnya. Dalam dua sisi blok ini, terdapat ‎karya-karya besar dengan khas masing-masing sisi. Anda bisa melihat adanya ‎nuansa tersendiri pada karya-karya tokoh semisal Solokhov dan Alexei Tolstoi. ‎Alexei Tolstoi adalah seorang penulis produktif, penghasil karya-karya roman ‎bernas, merupakan salah satu autor revolusi Rusia dan penyaji nuansa baru dalam ‎karya tulisnya.‎

Sedangkan dalam novel "War and Peace " karya Leo Tolstoy, Anda akan ‎menyaksikan jejak-jejak kebangsaan Rusia tanpa ada jejak era 60 tahun terakhir. ‎Anda akan melihat bahwa eranya benar-benar lain. Lantas karya manakah yang ‎merepresentasikan jatidiri Rusia sekarang? Jatidiri Rusia kontemporer itu ada ‎dalam karya para penulis roman semisal Mikhail Solokhov dan Alexei Tolstoi.

Dengan demikian, seniman setiap era haruslah merupakan refleksi dari eranya itu ‎sendiri. Sedangkan orang yang berkutat pada masa lalu dan hanya ‎mendeskripsikan masa lalu maka dia bukanlah representasi literatur yang ‎berkembang pada eranya.‎ Sebagai satu contoh gamblang, patut pula saya sebutkan sebuah karya roman ‎penulis Rusia berjudul "Heart of a Dog". Meskipun merupakan satu karya fiksi ‎ilmiah, "Heart of a Dog" sama sekali tidak merepresentasikan seni kontemporer ‎saat itu, melainkan sebuah duplikat dari seni sebelumnya. Jika memang bukan ‎duplikat karya AS, Inggris dan Perancis, tetapi karya ini adalah representasi seni ‎era sebelum Revolusi Oktober. Ini juga merupakan karya kecil, tapi sangat artistik.‎

Karya ini sudah diterjemahkan dan diterbitkan di Iran. "Heart of a Dog" adalah ‎sebuah karya roman kontra-revolusi yang ditulis sekitar tahun 1925 atau 1926, ‎yaitu pada periode pertama revolusi Rusia. Penulisnya mengecam dan ‎memperolok revolusi dan tindakan-tindakan terkait revolusi, persis seperti apa yang ‎juga kita saksikan di negara kita. Karya ini sama sekali bukan bagian dari literatur ‎Rusia. Karya ini sebenarnya bisa saja go international. Jangan katakan bahwa ‎kegagalan karya ini untuk go international lantaran adanya kekuasaan tangan besi ‎di Rusia, termasuk pada masa kekuasaan Stalin. Tapi mengapa karya tidak go ‎international di luar Rusia? Mengapa karya ini tidak terangkat sebagai karya ‎terkemuka di dunia seperti novel "And Quiet Flows The Don" (karya Mikhail ‎Solokhov, pent) yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Jawabannya ‎adalah karena novel yang kedua adalah karya revolusi.‎
Sumber: www.khamenei.ir

Cara Bijak Mengapresiasi Seni (2)‎

Komitmen Seni

Komitmen Kemanusiaan

Sebagian orang beranggapan bahwa dalam jargon "seni yang berkomitmen" ‎terdapat kontradiksi antara "seni" dan "komitmen". Menurut mereka, seni adalah ‎dunia yang berbasis kebebasan fantasi manusia, sedang komitmen adalah ‎belenggu sehingga keduanya tidak mungkin bisa dipertemukan. Persepsi demikian ‎tentu tidak benar. Sebab, tanggung jawab dan komitmen seorang seniman berhulu ‎kepada jatidirinya sebagai manusia sebelum bermuara pada statusnya sebagai ‎seniman. Seniman bagaimanapun juga adalah sosok manusia sebelum dia ‎menyandang status seniman. Manusia tidak mungkin lepas dari tanggung jawab. ‎Dan tanggung jawab pertama sosok seniman adalah tanggungjawabnya terhadap ‎sesama manusia. Manusia tentu bertanggungjawab terhadap lingkungan dan alam ‎semesta, tapi tanggungjawabnya yang lebih besar adalah terhadap sesama ‎manusia.‎

Komitmen Kepada Performa Seni

Seorang seniman juga harus memiliki komitmen menyangkut bentuk dan konten ‎keseniannya. Orang yang memiliki bakat seni tidak boleh merasa cukup dengan ‎kualitas seadanya. Seniman yang malas meningkatkan kualitas karya seninya atau ‎enggan berkreasi pada hakikatnya telah melanggar komitmen performa seninya. ‎Seniman tidak boleh berhenti berusaha. Memang, bisa jadi seseorang terkadang ‎merasa sudah mencapai satu titik upaya maksimal. Namun, selagi masih mampu ‎dia harus tetap berusaha meningkatkan performa seninya. Semua ini berkenaan ‎dengan komitmen pada performa seni. Komitmen ini tidak akan terlaksana tanpa ‎antusiasme, minat dan komitmen. Antusiasme, minat dan komitmen ini sendiri ‎merupakan satu perangkat motivasi kuat yang mendorong seseorang untuk tidak ‎bermalas-malasan dan berhenti berkarya.‎

Komitmen Kepada Konten

Manusia yang luhur dan mulia adalah manusia yang hati dan pikirannya juga luhur ‎dan mulia. Manusia demikian tidak patut sembarangan menyajikan sesuatu kepada ‎audiennya hanya karena audien cuma duduk diam sebagai penikmat. Audienpun ‎harus melihat apa yang hendak disajikan oleh seorang seniman. Semua ini ‎temanya adalah etika dan moral. ‎

Saya pernah tertarik pada satu poin yang seingat saya berasal dari penulis ‎Perancis Romain Rolland (26 Januari 1866 - 30 Desember 1944). Disebutkan ‎bahwa dalam karya seni terdapat 1 persen seni dan 99 persen moral, atau -untuk ‎lebih berhati-hati- katakanlah bahwa 10 persen seni dan 90 persen moral. Sepintas ‎lalu ungkapan ini cermat dan tepat. Namun, jika saya yang ditanya soal ini maka ‎saya akan menjawab 100 persen seni dan 100 persen moral. Sebab tidak ada ‎kontradiksi antara keduanya. Jadi, suatu karya harus ditampilkan dengan ‎kreativitas seni 100 persen dan dengan muatan yang juga 100 persen agung dan ‎luhur. Hal yang memprihatinkan kalangan peminat seni sejati ialah tindakan banyak ‎kalangan seniman melangkahi norma-norma etika dan moral dengan dalih ‎kebebasan berekspresi, kebebasan berkarya seni; dalih yang sesungguhnya ilusif ‎belaka. Dengan demikian, "seni yang berkomitmen" adalah satu jargon yang ‎realistis.‎

Komitmen Kepada Pemikiran

Seniman harus berkomitmen kepada kebenaran, terlepas dari soal taraf ‎intelektualitas dan tingkat kemampuannya memahami kebenaran. Tentu, semakin ‎tinggi tingkat pemikiran, intelektualitas dan daya nalar seorang seniman semakin ‎tinggi pula kemampuannya meningkatkan kualitas pemahaman dan naluri seninya. ‎Hafez Shirazi, penyair kesohor Iran abad ke-7 Hijriah, bukan semata-mata seorang ‎seniman melainkan juga merupakan sosok pemikir papan atas. Kata-katanya yang ‎sarat makrifat diperoleh bukan dari nalurinya sebagai seniman, melainkan dari ‎ketekunannya sebagai filsuf dan pemikir tulen.‎

Jadi, intelektualitas harus menjadi landasan pacu yang mendukung naluri dan ‎ekspresi seni, meskipun kemampuan setiap seniman tidak berada dalam satu level. ‎Ini berlaku untuk semua jenis kesenian, termasuk seni arsitektur, lukis, pahat, ‎sinema, teater, syair, musik dan lain-lain. Jadi, dalam karya seni arsitektur, ‎misalnya, Anda bisa melihat ada yang berbasis pemikiran di dalamnya dan ada ‎pula yang hampa pemikiran dan entitas. Jika masing-masing hendak merancang ‎suatu bangunan, maka sketsanya akan kontras satu sama lain. Begitu pula jika ‎keduanya diserahi proyek pembangunan sebuah kota; separuh kepada seniman A ‎dan separuhnya lagi kepada seniman B. maka yang terjadi bentuk separuh kota ‎akan berbeda jauh dari separuh lainnya.‎

Komitmen Kepada Tujuan

Harus diakui, kesenian yang berkomitmen adalah sesuatu yang realistis. Tidak bisa ‎seseorang menekuni seni begitu saja tanpa motivasi yang sehat lalu namanya ‎akan berkibar. Sebab, euforia yang ada dalam diri seniman -seniman memang ‎memiliki euforia tersendiri dan jauh berbeda dengan kesenangan-kesenangan ‎biasa serta tidak dimiliki oleh orang lain non-seniman- hanya akan benar-benar ada ‎jika ia termotivasi oleh suatu tujuan atau mengerti apa yang harus dilakukannya ‎supaya ia puas dengan kemampuan seninya. Nah, di sinilah seorang seniman ‎harus terpikat pada norma-norma kemanusiaan, etika dan keluruhan makrifat ‎religi.(IRIB/Khamenei)‎

Cara Bijak Mengapresiasi Seni (3)‎

Seni dan Religi

Definisi Seni Religius

Seni religius adalah kesenian yang mampu mengekspresikan pesan-pesan agama ‎‎- dalam hal ini Islam tentu adalah agama yang paling kaya dengan pesan-pesan ‎religi-. Yaitu pesan-pesan yang menyerukan kebahagiaan, hak-hak spiritualitas, ‎keagungan, ketakwaan insani dan keadilan masyarakat manusia. Hanya saja, seni ‎religius jangan sampai dipersepsikan dengan seni yang hanya bersifat artifisial ‎maupun kaku dan jumud. Seni religius tidaklah identik dengan artifisialitas dan ‎hipokritas keagamaan. Dan seni religius tidak harus ditandai dengan jargon-jargon ‎agama. Sangat mungkin suatu karya seni sepenuhnya bernafaskan agama ‎meskipun kosong sama sekali dari jargon dan ilustrasi-ilustrasi keagamaan. Jangan ‎kira bahwa seni religius berarti harus, misalnya, membawakan narasi keagamaan ‎atau berbicara tentang materi keagamaan, keruhaniaan dan lain sebagainya. ‎

Seni religius adalah seni yang didedikasikan untuk turut membumikan makrifat ‎keagamaan, khususnya Islam, yang telah diperjuangkan dengan mempertaruhkan ‎nyawa insan-insan yang suci. Makrifat keagamaan adalah hakikat-hakikat agung ‎yang telah diperjuangkan dengan susah payah oleh para nabi di tengah kehidupan ‎umat manusia. Kita tidak boleh menyalahkan atau apatis terhadap perjuangan ‎manusia-manusia istimewa berupa nabi, reformis dan mujahidin. Seni religius ‎harus ikut andil dalam penyebaran norma-norma agama, misalnya dengan ‎mempopularkan nilai-nilai keadilan, walaupun karya seni Anda sama sekali tidak ‎membawa-bawa nama agama atau menyebutkan ayat al-Quran maupun hadits ‎tentang keadilan. Untuk dapat disebut religius, sinema atau teater juga tidak harus ‎menampilkan dialog, jargon atau performa agama. Tentang keadilan, misalnya, ‎silahkan Anda berkreasi dengan teknik-teknik penuturan seimpresif mungkin dalam ‎seni drama. Jika ini terpenuhi maka Anda telah konsen pada seni religius.‎

Arah Seni Religius
Sebagian orang beranggapan bahwa kesenian identik dengan apatisme, ketidak ‎beragamaan dan kebebasan tanpa batas. Namun, hal yang menjadi konsen seni ‎religius ialah kesenian jangan sampai didedikasikan untuk melayani dorongan ‎syahwat, kekerasan, amoralitas dan penegasian jatidiri manusia dan masyarakat. ‎Seni adalah salah satu manifestasi keindahan kreasi ilahiah dalam diri manusia. ‎Kenaifan yang ada dalam dunia seni dan ini selalu diwanti oleh manusia-manusia ‎bijak ialah arahnya yang salah. Seni menjadi sesuatu yang nista jika dibaktikan ‎untuk mengeksplorasi birahi, hawa nafsu dan apatisme terhadap rambu-rambu ‎etika. Padahal seni merupakan salah satu fenomena yang paling terpuji dalam diri ‎manusia.‎

Al-Quran Sebagai Puncak Kesenian
Rasulullah Saw adalah sosok yang lebih mengandalkan seni sebagai wahana ‎untuk mengorbitkan ajarannya daripada instrumen-instrumen lainnya. Tak hanya ‎itu, al-Quran yang dibawanya adalah satu karya seni teragung. Salah satu rahasia ‎kesuksesan kitab suci ini bahkan terletak pada impresivitas seninya. Al-Quran ‎adalah puncak karya seni yang luar biasa dan bahkan menjadi acuan seni yang ‎amat memukau dan tak terbayangkan dapat dilakukan oleh manusia. Jika kitab ‎suci ini, begitu pula hadits-hadits Nabi Saw, dicermati secara utuh maka yang ‎terlihat adalah tauhid dan perlawanan sengit terhadap syirik, berhala dan syaitan ‎yang merupakan perwujudan dari segala kenistaan. Seandainya Rasulullah Saw ‎tidak menggunakan bahasa seni dalam berbicara dengan masyarakat, maka ‎meskipun beliau tetap bisa mendapatkan pengikut tetapi tidak akan pernah tercipta ‎badai dan gelegar yang sedemikian memukau umat manusia. Semua ini terjadi ‎berkat kedahsyatan seni. Inilah pengaruh yang dihasilkan oleh ‎seni.(IRIB/Khamenei)‎

Cara Bijak Mengapresiasi Seni (4)‎

Seni dan Politik

Eksploitasi Politik Terhadap Seni
Kesenian telah menjadi obyek eksploitasi permainan politik global. Ini bahkan ‎sudah berlangsung sejak dulu. Sebuah dokumen yang dirilis oleh Kementerian ‎Luar Negeri Amerika Serikat mengenai kudeta 28 Mordad (19 Agustus) telah ‎diterjemahkan dan diberikan kepada saya. Peristiwa kudeta 28 Mordad tentu terjadi ‎ketika saya masih usia kanak-kanak yaitu sekitar 14-15 tahun sehingga tidak ‎banyak hal yang saya ingat dari peristiwa itu. Tapi saya mendengar banyak hal ‎tentang itu dari lisan ke lisan serta dari berbagai tulisan. Namun, semua itu tidak ‎sedetail dokumen tersebut. Dokumen ini disusun oleh para aktor kudeta itu sendiri ‎lalu dikirim ke Kemlu AS dan dinas rahasia negara ini, CIA. Jadi, dokumen ini ‎berasal dari AS sendiri. Dokumen ini juga memperlihatkan kemitraan antara AS ‎dan Inggris. ‎

Bagian yang menarik perhatian saya ialah pengakuan Kim Roosevelt bahwa ketika ‎datang ke Tehran dia membawa tas koper besar berisikan karikatur dan artikel-‎artikel yang siap diterjemahkan dan dimuat di koran-koran! Bayangkan, lembaga ‎CIA telah menggunakan berbagai sarana, termasuk kesenian, untuk menjatuhkan ‎suatu pemerintahan yang tidak sejalan dengan interes AS, padahal pemerintahan ‎itu dibentuk secara sah dan demokratis sehingga berbeda sepenuhnya dengan ‎kabinet-kabinet lain era dinasti Pahlevi.‎

AS berusaha menggulingkannya hanya dengan dalih bahwa tidak tertutup ‎kemungkinan pemerintahan itu akan terperangkap dalam atmosfir Uni Soviet. Di ‎Iran saat itu tampaknya tidak ada karikaturis yang sepaham dan bisa dipercaya ‎oleh mereka sehingga mereka membawa sendiri karikatur-karikatur yang siap ‎dipublikasikan! Dokumen itu menyebutkan bahwa seksi kesenian CIA telah ‎diinstruksikan supaya menyediakan materi-materi sedemikian rupa. ‎

Kebetulan, dua atau tiga tahun lalu Italia menerbitkan sebuah buku yang juga ‎sudah diterjemahkan ke bahasa Persia. Buku ini juga menyebutkan adanya seksi ‎kesenian di CIA dengan berbagai kegiatannya. Beginilah politik telah ‎mengeksploitasi kesenian.‎

Kesenian di Tangan Imperialis
Secara ironis sekali, pihak-pihak yang memusuhi Islam, Iran, kehormatan dan ‎martabat kita juga memanfaatkan kesenian sampai sekarang. Mereka ‎menggunakan syair, lukisan, novel, film, drama dan berbagai aliran seni lainnya ‎untuk memberangus moralitas dan spiritualitas Islam dan menggusurnya dengan ‎paham kebendaan dan gaya hidup materialis. Sinema sebagai performa seni yang ‎paling mutakhir kini bertakhta di Hollywood. Anda melihat Hollywood bekerja untuk ‎apa, kepentingan siapa, demi paham apa.‎

Sinema telah didedikasikan untuk menebar amoralitas, nihilisme, deidentitas, ‎kekerasan dan adu domba antarbangsa supaya kalangan papan atas bisa hidup ‎tenang. Lembaga perfilman raksasa tempat berkumpulnya puluhan mega ‎perusahaan film, sutradara, produser, artis dan investor ini bergerak untuk suatu ‎tujuan tertentu yang erat dengan misi imperialisme AS. Ini bukan perkara sepele.‎

Mereka mengatakan kesenian harus bebas dari warna politik, tapi perilaku mereka ‎tidak demikian. Para kekuatan arogan dunia telah menjadikan dunia seni, sinema, ‎perfilman, penulisan, pemikiran, argumentasi dan filsafat sebagai koridor untuk ‎mengusung kepentingan imperialisme mereka.‎

Inilah yang kini menemukan wujudnya dalam fenomena kapitalisme global yang ‎secara militer dibeking oleh militerisme AS dan secara ekonomi didukung oleh ‎raksasa-raksasa ekonomi yang juga dikomandani oleh rezim AS. Mereka ‎menggunakan berbagai macam cara dan fasilitas untuk menyajikan suatu model ‎bagi bangsa-bangsa lain yang kebetulan tidak memiliki model yang berasal dari ‎entitas mereka sendiri. (IRIB/Khamenei)‎

Tags: ,

0 comments to "Cara Bijak Mengapresiasi Seni menurut pandangan Rahbar"

Leave a comment