Home , � Alasan perang KOREA

Alasan perang KOREA

Ini Dia Alasan Korut Lakukan Serangan Artileri

Ketegangan semakin meningkat di Semenanjung Korea menyusul adanya ancaman serangan lebih lanjut untuk menghadapi apa yang disebut sebagai provokasi Korea Selatan.

"Korut akan melakukan serangan putaran kedua dan bahkan ketiga tanpa ragu-ragu jika para provokator perang di Korsel kembali membuat provokasi militer," Reuters melaporkan, mengutip pernyataan pihak militer Pyongyang yang disiarkan oleh kantor berita Korut, KCNA pada hari Kamis (25/11).

Ancaman terakhir itu muncul setelah Seoul dan Washington sepakat dalam pekan ini untuk memobilisasi sebuah kapal induk untuk ikut ambil bagian dalam latihan perang angkatan laut yang akan dimulai pada Ahad di Laut Kuning. Kapal induk USS George Washington telah meninggalkan Jepang dan sedang menuju ke perairan Korsel.

Seorang jurubicara Departemen Luar Negeri Korut mengeluarkan statemen kemarin yang menyatakan bahwa Korsel telah melakukan latihan perang di wilayah sekitar Pulau Laut Barat Yeonpyeong pada pukul 13:00 waktu setempat Selasa lalu.

Pyongyang juga menyalahkan AS yang telah memprovokasi saling tembak artileri antara kedua pihak yang menewaskan dua marinir Korsel dan dua warga sipil.

"AS tak bisa menghindari tanggung jawab atas bentrokan artileri" tambah pernyataan itu.

Pyongyang menyatakan bahwa saling tembak artileri mematikan dengan Korsel pecah setelah kegagalan Seoul membatalkan latihan militer di perairan yang disengketakan. (IRIB/Press TV/RM/MF/25/11/2010)


Tak Peduli Keamanan Kawasan, AS dan Korsel Gelar Manuver Perang

Ribuan tentara Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan mulai besok (Ahad 28/11) akan menggelar manuver perang gabungan di Semenanjung Korea, wilayah yang sangat sensitif. Sementara itu, Korea Utara memperingatkan bahwa keputusan ini akan membuat Semenanjung Korea menjadi wilayah perang.

AS,sang pemain utama di Semenanjung Korea telah membuat wilayah ini kian tak aman. Friksi pun semakin keruh. Di tengah kondisi seperti ini Washington malah mengirim kapal induknya ke Semenanjung Korea. Tampaknya, Washington tidak menginginkan kawasan Semenanjung Korea kembali normal. Buktinya selain mengirim kapal induk, AS juga mengerahkan puluhan ribu tentaranya ke kawasan ini. Demikian dilaporkan IRNA Sabtu (27/11).

Berbagai laporan dari media massa di kawasan menunjukkan, militer AS dan Korea Selatan disiagakan penuh. Hal ini terjadi sehari sebelum manuver perang gabungan digelar. Menurut para pengamat politik dan media, Cina menilai latihan perang ini hanya menambah instabilitas di kawasan rawan ini. Di sisi lain kian dekatnya latihan perang gabungan ini membuat para petinggi Beijing kian khawatir.

Kekhawatiran Cina mamaksa Menteri Luar Negeri, Yang Jiechi kemarin (Jum'at 26/11) terpaksa mengontak sejawatnya dari AS, Hillary Clinton dan Korea Selatan, Yu Myung-hwan. Jiechi kemarin juga menemui duta besar Korea Utara di Beijing dan membicarakan transformasi terbaru Semenanjung Korea. Ia juga merundingkan upaya untuk mendamaikan dua Korea dan menciptakan stabilitas di kawasan.

Televisi lokal Cina dalam laporannya menyebutkan, bahwa Jiechi seraya kembali mengemukakan sikap Beijing meminta kepada semua pihak untuk menjauhi hal-hal yang memperparah friksi regional. Dialog telepon antara Jiechi dan Clinton serta Myung-hwan digelar di saat Washington dan Seoul tengah bersiap-siap menggelar latihan perang bersama.

Cina kemarin juga menekankan penentangannya terhadap segala bentuk opsi militer ilegal di kawasan. Hong Lie mengemukakan hal ini menjelang latihan gabungan antara militer AS dan Korea Selatan. Ia mengatakan, sikap kami dalam hal ini sangat transparan. Kami menentang keras setiap negara yang melakukan gerakan militer ilegal di wilayah ekonomi Cina.

Cina senantiasa menentang kehadiran kapal perang dan jet tempur negara asing di kawasan dan perairan di dekat negara ini. AS yang tidak pernah menghiraukan keberatan Cina, kali ini pun tanpa mengindahkan kekhawatiran Cina mengirim kapal induknya ke perairan Semenanjung Korea.

Sementara itu, rencana AS dan Korsel untuk menggelar latihan perang gabungan dilontarkan di saat kedua Korea Selasa lalu saling menembakkan artileri. Serangan tersebut sedikitnya menewaskan empat orang dan menciderai 13 lainnya. Jubir Deplu Cina mengatakan, kami optimis dengan persaudaraan berbagai friksi di kawasan dapat diselesaikan. Sebaliknya negara kawasan dapat mempertahankan rasa persahabatan dan merealisasikan perdamaian serta stabilitas.

Di sisi lain, Korea Utara kemarin memperingatkan bahwa latihan perang gabungan AS dan Korsel menjadikan kawasan Semenanjung Korea kian rentan perang. Setiap harinya pihak yang menentang latihan perang ini semakin bertambah. Mereka juga khawatir dengan kehadiran Kapal Induk USS George Washington di perairan Korea yang akan dilibatkan dalam latihan tersebut.

Para pengamat politik dan media menyakini, latihan perang ini merupakan ajang mata-mata bagi zona udara dan laut di dekat Cina. Latihan ini hanya menghasilkan friksi dan eskalasi kebencian warga Cina terhadap AS dan Washington sepertinya tidak menginginkan hal ini terjadi. Para pengamat juga menilai bahwa kehadiran 28.500 militer AS di kawasan dan puluhan manuver perang AS serta Korsel hanya menghasilkan instabilitas keamanan. Hal ini juga membuat Korea Utara semakin giat meningkatkan kemampuan sistem anti rudal nuklirnya dari ancaman AS. (IRIB/IRNA/MF/SL/27/11/2010)


AS-Korsel Mulai Latihan Perang

Manuver militer besar-besaran antara Amerika Serikat dan Korea Selatan dimulai hari ini (Ahad/28/11) di Laut Kuning, kurang dari sepekan setelah serangan mematikan Korea Utara ke pulau Yeonpyeong.

Latihan militer ini direncanakan berlangsung sampai hari Rabu. Kapal induk bertenaga nuklir USS George Washington yang membawa lebih dari 6.000 pelaut dan 75 pesawat tempur turut berpartisipasi dalam manuver ini.

Latihan tersebut ditentang oleh Cina dan Korea Utara telah memperingatkan bahwa aksi provokasi seperti itu bisa menghasilkan konsekuensi yang tak terduga.

Militer Korea Selatan juga telah memutuskan untuk memperkuat kekuatannya di lima pulau yang berdekatan dengan Korea Utara sebagai langkah antisipasi apabila terjadi bentrokan bersenjata. Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak telah meminta para menteri dan pembantunya untuk bersiap menghadapi "provokasi" baru Pyongyang pada saat berlangsungnya latihan itu.

"Ada kemungkinan bahwa Korea Utara akan melakukan beberapa tindakan yang tak disangka-sangka, jadi harap bersiap dengan sungguh-sungguh menghadapinya melalui kerjasama dengan pasukan gabungan Korea-AS," kata Lee sebagaimana dikutip oleh jurubicaranya.

Laporan ini menambahkan bahwa Seoul berencana untuk melakukan diplomasi aktif dengan AS, Cina, dan negara-negara lain di Semenanjung Korea guna mencari bentuk hukuman yang tepat terhadap Pyongyang atas serangan artileri Selasa lalu. (IRIB/Press TV/RM/28/11/2010)

AS-Korsel Gelar Manuver, Korut Siagakan Rudal

Korea Utara telah menempatkan rudal di dekat perbatasannya dengan Korea Selatan seiring dengan dimulainya manuver militer antara AS dan Korea Selatan. Situs ABC News, Ahad (28/11) melaporkan, AS dan Korea Selatan tengah menggelar latihan perang di perairan barat Semenanjung Korea.

Sementara kantor berita Yonhap menulis, Korea Utara telah menempatkan rudal-rudal dari darat ke udara SA-2 di dekat garis perbatasan kedua Korea. Rudal yang mirip dengan rudal-rudal Uni Soviet itu memiliki jarak tembak antara 8-30 kilometer.

Kantor berita resmi Korea Utara, KCNA memperingatkan tindakan balasan Pyongyang jika wilayahnya dilanggar. "Kami akan memberikan pukulan militer yang brutal pada setiap provokasi yang melanggar perairan teritorial kami," tulis KCNA.

KCNA juga memperingatkan bahwa jika AS menempakan kapal induknya di pantai Barat, maka tidak ada yang bisa memprediksikan tentang dampak-dampaknya. (IRIB/RM/28/11/2010)

Korsel Minta Wartawan Tinggalkan Yeonpyeong

Korea Selatan hari ini (Ahad,28/11) memperingatkan para wartawan terkait kelanjutan kehadiran mereka di pulau Yeonpyeong yang menjadi sasaran tembakan artileri Korea Utara pada Selasa lalu.

Kantor berita AFP melorkan dari Seoul, pejabat resmi Korea Selatan seraya mengkhawatirkan aksi "provokasi Korea Utara," meminta para wartawan untuk meninggalkan pulau itu hari ini.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan dalam statemennya menyatakan, "Mengingat adanya latihan militer antara AS dan Korea Utara, maka sama sekali tidak ada jaminan terhadap keselamatan para wartawan yang tetap berdiam di pulau itu."

Menurut laporan Yonhap, saat ini ada sekitar 400 wartawan di pulau Yeonpyeong.

Pyongyang menilai Washington sebagai penanggung jawab ketegangan di kawasan dan memperingatkan dampak-dampak manuver militer itu. (IRIB/RM/28/11/2010)

Irak Tidak Butuh Amerika !

Perdana Menteri Irak, Nouri Maliki menyatakan bahwa pasukan keamanan Irak mampu menjaga keamanan negaranya sendiri. Ditegaskannya, Baghdad tidak membutuhkan tentara AS setelah tahun 2011.

Maliki dalam statemennya menyatakan bahwa nota kesepakatan keamanan Washington-Baghdad (SOFA) hingga kini masih berlaku dan tidak ada alasan untuk mengubahnya.

Pernyataan perdana menteri Irak ini mengemuka di saat Wakil Presiden Irak, Joe Biden mendesak berlanjutnya keberadaan tentara AS di Irak. Biden mengatakan, pasukan Amerika akan tetap bercokol di Irak melampaui batas waktu 2011, dengan alasan pasukan keamanan Irak belum siap sepenuhnya mewujudkan stabilitas dan keamanan negaranya sendiri. Biden mengungkapkan, "Itulah sebabnya, bahkan pada saat kondisi ekonomi sulit seperti sekarang ini, kami meminta Kongres untuk memenuhi permintaan anggaran guna mendukung keterlibatan lanjutan AS di Irak, termasuk rencana modernisasi pasukan keamanan negara ini dan pembiayaan program pelatihan polisi."

Dengan alasan melatih tentara Irak, AS saat ini masih menempatkan 50 ribu pasukannya di Negeri 1001 Malam ini. Berdasakan nota kesepakatan keamanan Washington-Baghdad, AS harus menarik pasukannya dari Irak hingga akhir tahun 2011. Berbagai bukti menunjukkan bahwa gedung Putih sedang mempersiapkan berlanjutnya pendudukan Irak setelah tahun 2011.

Bercokolnya sejumlah korporasi jasa keamanan swasta di Irak merupakan salah satu trik bagi Washington untuk melanjutkan kehadirannya di Irak. Selain itu, para pejabat Gedung Putih melanjutkan pendudukannya di Irak setelah tahun 2011, dengan alasan menjaga keamanan Irak.

Sejak beberapa waktu lalu lalu, para pejabat tinggi AS menggulirkan isu perubahan isi nota kesepakatan keamanan Washington-Baghdad, terutama poin mengenai penarikan pasukan AS dari Irak. Para pejabat Irak sendiri hingga kini tetap menolak desakan Gedung Putih tersebut. PM Maliki secara terang-terangan menyatakan menolak segala bentuk perubahan isi SOFA. Pemerintah Baghdad, terutama para pejabat tinggi keamanan negara ini berulangkali menegaskan penerapan penuh kesepakatan SOFA sesuai waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Para pejabat tinggi Irak menilai masalah besar yang menimpa negara ini dipicu oleh berlanjutnya kehadiran militer asing. Mereka mendesak Gedung Putih secepatnya menarik pasukan AS dari Irak. Penegasan urgensi penarikan tentara AS dari Irak berkaitan erat dengan pasal tujuh Piagam PBB, yang berimplikasi pada independensi Irak.

Tidak diragukan lagi, pemerintah dan rakyat Irak tengah menghitung hari keluarnya tentara asing dari negara ini. Bahkan Juru Bicara pemerintah Baghdad, Ali al-Dabbagh menegaskan, kami tidak akan mengizinkan seorang tentara AS pun berada di Irak setelah tahun 2011. (IRIB/PH/SL/28/11/2010)

Membongkar Ambisi Militer AS di Asia Timur

Manuver perang Korea Selatan

Tak kurang dari sepekan semenjak meletusnya peristiwa baku tembak antara Korea Utara dan Korea Selatan di pulau Yeonpyeong, ketegangan di Semenanjung Korea kini tak juga redam. Amerika Serikat dan Korea Selatan, Ahad pagi (28/11) mengelar latihan perang besar-besaran di perairan Laut Kuning. Tak tanggung-tanggung, dalam latihan kali ini AS mengerahkan USS George Washington, kapal induk bertenaga nuklir yang dilengkapi 75 pesawat tempur dan lebih dari 6 ribu prajurit. Kapal induk AS itu juga disertai oleh 4 kapal perang lainnya.

Karuan saja, Korea Utara dan sekutu dekatnya, China segera menyebut manuver militer AS dan Korea Selatan itu sebagai provokasi yang bisa menyeret situasi di kawasan ke arah perang dan meminta latihan tersebut dibatalkan. Parahnya, Washington dan Seoul tak juga menggubris seruan itu. Kedua negara itu bahkan beralasan, latihan perang tersebut ditujukan untuk menghalau ancaman Korea Utara.

Namun sebagian analis militer dan politik punya tafsiran lain soal manuver militer AS di Laut Kuning. Mereka menilai, AS hanya menjadikan Korea Utara sebagai alat dan batu loncatan untuk menancapkan kekuatan militernya di kawasan sebagai upaya untuk menandingi dominasi kekuatan regional China yang kian menguat.

Selama ini Washington merasa meningkatnya kedigdayaan ekonomi dan pengaruh politik Beijing di Asia Timur bisa menjadi ancaman serius bagi kepentingan ekonomi dan eksistensi militer AS di kawasan. Karena itu, AS berusaha merusak stabilitas regional dan menciptakan friksi di antara negara-negara di kawasan. Dengan cara itu, Washington berusaha menggiring modal negara-negara regional, khususnya China ke arah investasi militer dan mencegah terwujudnya Uni Asia Raya.

Sebagaimana dilontarkan oleh sejumlah pakar, Washington sangat berambisi untuk mewujudkan pakta pertahanan militer semacam NATO di kawasan Asia Pasifik dengan AS sebagai ujung tombaknya. Hasrat kuat AS untuk mempertahankan kehadiran militernya di Korea Selatan dan Jepang, serta bujukan Pentagon terhadap kedua negara itu untuk menggalang kerjasama dengan Australia mewujudkan sistem pertahanan anti-rudal di Asia Timur merupakan bagian dari skenario politik Paman Sam di kawasan. Karena itu, digelarnya rangkaian latihan militer AS dan sekutu-sekutunya di perairan Laut Kuning bisa dinilai sebagian bagian penting dari skenario tersebut.

Dengan merujuk pada realitas tersebut, banyak analis yang meyakini bahwa AS tak akan segan-segan menggunakan beragam cara untuk mewujudkan ambisinya itu termasuk dengan memprovokasi kemarahan Korea Utara atau bahkan menebar peperangan terbatas di kawasan. Upaya itu sekaligus merupakan trik untuk memunculkan kesiapan opini publik regional terhadap munculnya skenario militer AS yang lebih besar lagi. (IRIB/LV/NA/28/11/2010)

Peran AS dalam Krisis di Semenanjung Korea

Peran AS dalam Krisis di Semenanjung Korea

Media massa internasional Selasa (23/11) lalu mengabarkan berita menggegerkan mengenai munculnya kembali krisis di Semenanjung Korea. Hari itu, Korea utara membombardir pulau Yeonpyeong Korea Selatan di dekat kawasan laut yang dipersengketakan.

Korea Utara memperingatkan akan melanjutkan kembali serangan jika Korea Selatan masih saja melakukan provokasi dan menerobos wilayah negaranya. Sebagaimana dilaporkan AFP, media-media resmi Korea Utara, Selasa (23/11) menyebut Seoul sebagai pemicu ketegangan dan yang memulai tembakan.
Panglima Tinggi Militer Korea Utara menegaskan, "Pasukan revolusi kami niscaya akan melanjutkan serangan militer tanpa ampun jika negara boneka itu (Korsel) menerobos tanpa izin walau hanya berjarak 0,0001 milimeter ke dalam perairan kami".

Tak mau kalah, pemerintah Seoul juga memperingatkan seteru utaranya itu dan bertekad untuk menyerang balik jika Pyongyang masih melanjutkan operasi militernya. Seperti dikutip AFP, Kantor Kepresidenan Korea Selatan dalam pernyataannya yang dirilis Selasa, (23/11) menegaskan kesiapan negaranya untuk menghadapi segala bentuk tindakan provokatif baru Korea Utara.

Seoul menyebut serangan artileri Korea Utara sebagai provokasi militer yang tidak bisa diampuni, dan mendesak negara jirannya itu untuk bertanggung jawab. Korea Selatan juga menilai aksi serangan itu merupakan bentuk pelanggaran nyata atas perjanjian gencatan senjata kedua negara tahun 1953.

Serangan artileri Korea Utara ke Pulau Yeonpyeong sedikitnya menewaskan dua tentara Korea Selatan dan menciderai 15 lainnya. Serangan itu juga menghancurkan belasan rumah penduduk di pulau tersebut. Serangan itu terjadi bersamaan dengan kunjungan seorang utusan Amerika Serikat ke kawasan Asia Timur Laut. Washington dan Seoul menuding Pyongyang sedang melakukan pengayaan uranium yang diklaim sebagai tahap penting untuk membuat bahan senjata atom.

Sebelumnya, kapal perang Cheonan milik Korea Selatan tenggelam dekat kawasan perairan yang diperselisihkan dua Korea pada tanggal 26 Maret lalu. Sontak Seoul dan Washington menuding Pyongyang sebagai pemicunya. Sementara itu Cina dan Rusia menolak mengecam Korea Utara dan mendesak dibentuknya tim pencari fakta internasional mengenai kasus tersebut. Sejumlah analis dan intelejen Cina terang-terangan menyebut AS sebagai penyebab tenggelamnya kapal Cheonan. Selisih pandangan yang tajam antara kedua pihak ini menyebabkan Dewan Keamanan PBB tidak bisa memutuskan kata sepakat mengenai peristiwa itu.

Tak kurang dari sepekan semenjak meletusnya peristiwa baku tembak antara Korea Utara dan Korea Selatan di pulau Yeonpyeong, ketegangan di Semenanjung Korea kini tak juga redam. Amerika Serikat dan Korea Selatan, Ahad pagi (28/11) mengelar latihan perang besar-besaran di perairan Laut Kuning. Tak tanggung-tanggung, dalam latihan kali ini AS mengerahkan USS George Washington, kapal induk bertenaga nuklir yang dilengkapi 75 pesawat tempur dan lebih dari 6 ribu prajurit. Kapal induk AS itu juga disertai oleh 4 kapal perang lainnya.

Sontak, Korea Utara dan sekutu dekatnya, Cina segera menyebut manuver militer AS dan Korea Selatan itu sebagai provokasi yang bisa menyeret situasi di kawasan ke arah perang dan meminta latihan tersebut dibatalkan. Parahnya, Washington dan Seoul tak juga menggubris seruan itu. Kedua negara itu bahkan beralasan, latihan perang tersebut ditujukan untuk menghalau ancaman Korea Utara.

Mengenai sengketa terbaru kedua Korea, tampaknya tidak mudah memutuskan siapa yang lebih dahulu memulai serangan. Namun dengan menganalisis motif serangan kedua pihak, kita bisa mengetahui pihak mana pemicu dimulainya serangan tersebut.

Sejumlah negara termasuk AS dan Korea Selatan menuding Korea Utara sebagai pihak yang memulai serangan itu. Mereka menilai Pyongyang menyerang tetangganya sendiri untuk menutupi transisi kekuasaan di Korea Utara,
dan pamer kekuatan negara ini. Namun tampaknya tudingan ini tidak terlalu beralasan. Pertama, tidak ada bukti mengenai transisi kekuasaan di Korea Utara dari Kim Jong-il, setidaknya hingga saat ini. Kedua, jika serangan tersebut sebagai bentuk Show of Force Pyongyang, tampaknya juga tidak logis. Karena Korea Utara 10 hari sebelumnya menunjukkan sebuah instalasi nuklir yang lebih canggih dari sebelumnya kepada seorang pakar AS.

Sebaliknya, Korea Utara menyebut tetangganya Korea Selatan sebagai pihak yang memulai serangan itu. Namun dengan mudah tudingan ini segera runtuh, karena kondisi ekonomi Korea Selatan dan kondisi politik Incumbent Seoul sendiri tidak mendorong terjadinya serangan tersebut.

Di luar kedua pandangan ini, ada tesis yang paling kuat mengenai pihak yang paling berperan dalam serangan itu. Washington adalah pemicu utama meletusnya krisis baru di Semenanjung Korea. AS memprovokasi Korea Utara dan mengirimkan signal keliru ke pihak Korea Selatan untuk memulai serangan. Sejatinya, memuncaknya krisis di Asia Timur dan kondisi semi perang ini hanya memunculkan seorang pemenang yaitu AS. Gedung Putih mengeruk keuntungan besar dari kemelut di berbagai wilayah di dunia termasuk di Semenanjung Korea. Tujuan Washington menancapkan pengaruhnya di Korea Selatan dalam rangka menghadapi Cina. Manuver AS dalam beberapa bulan terakhir di timur dan tenggara Asia, termasuk kamp militer di wilayah itu dalam rangka mendukung Vietnam menghadapi Cina. Manuver AS ini guna mempersempit ruang gerak Beijing di kawasan.

AS dalam kondisi saat ini tidak bisa meningkatkan posisinya di Asia Timur, karena negara-negara di wilayah tersebut menilai Washington sebagai pemicu friksi di kawasan. Untuk mewujudkan ambisinya itu, AS membutuhkan adanya krisis baru guna mengokohkan posisinya di Asia Timur. Tidak mengherankan, Washington menghalalkan segala cara untuk menciptakan krisis di kawasan, termasuk memicu perang di Semenanjung Korea.

Selama ini Washington merasa meningkatnya kedigdayaan ekonomi dan pengaruh politik Beijing di Asia Timur bisa menjadi ancaman serius bagi kepentingan ekonomi dan eksistensi militer AS di kawasan. Karena itu, AS berusaha merusak stabilitas regional dan menciptakan friksi di antara negara-negara di kawasan. Dengan cara itu, Washington berusaha menggiring modal negara-negara regional, khususnya Cina ke arah investasi militer dan mencegah terwujudnya Uni Asia Raya.

Sebagaimana dilontarkan oleh sejumlah pakar, Washington sangat berambisi untuk mewujudkan pakta pertahanan militer semacam NATO di kawasan Asia Pasifik dengan AS sebagai ujung tombaknya. Hasrat kuat AS untuk mempertahankan kehadiran militernya di Korea Selatan dan Jepang, serta bujukan Pentagon terhadap kedua negara itu untuk menggalang kerjasama dengan Australia mewujudkan sistem pertahanan anti-rudal di Asia Timur merupakan bagian dari skenario politik Paman Sam di kawasan. Karena itu, digelarnya rangkaian latihan militer AS dan sekutu-sekutunya di perairan Laut Kuning bisa dinilai sebagai bagian penting dari skenario tersebut.

Dengan merujuk pada realitas tersebut, banyak analis yang meyakini bahwa AS tak akan segan-segan menggunakan beragam cara untuk mewujudkan ambisinya itu termasuk dengan memprovokasi kemarahan Korea Utara atau bahkan menebar peperangan terbatas di kawasan. Upaya itu sekaligus merupakan trik untuk memunculkan kesiapan opini publik regional terhadap munculnya skenario militer AS yang lebih besar lagi. (IRIB/PH/SL/29/11/2010)

Tags: ,

0 comments to "Alasan perang KOREA"

Leave a comment