Home , , � Amerika wahini uyuh banar...gasak tarus..duit kada tapi ada...

Amerika wahini uyuh banar...gasak tarus..duit kada tapi ada...

Amerika Tinjauan dari Dalam (18 November 2010)

Barack Obama

Pekan lalu, Presiden AS Barack Obama mengikuti dua pertemuan ekonomi penting di Korea Selatan dan Jepang. Obama berusaha memanfaatkan pertemuan tingkat tinggi itu untuk kepentingan ekonomi dan perdagangan negara yang dipimpinnya. Seperti diketahui, AS saat ini sedang dililit oleh berbagai kesulitan ekonomi, perdagangan dan keuangan. Nilai tukar mata uang USD anjlok, sementara krisis ekonomi belum juga teratasi. Tak heran bila lantas Obama menekan sekutu-sekutunya untuk bisa meringankan kesulitan yang dihadapi negaranya. Di sela KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang berlangsung di Yokohama, Presiden AS memperingatkan kepada semua negara untuk tidak memfokuskan ekspor produk-produknya ke AS. Tanpa menyebut nama Cina, Obama mengatakan, "Negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dalam volume yang signifikan harus segera menghentikan kebijakan ekspor yang tidak sehat dan mengupayakan peningkatan permintaan pasar dalam negerinya."

Saat ini salah satu kesulitan ekonomi yang dihadapi Gedung Putih adalah peningkatan masuknya produk-produk dan jasa dari berbagai negara khususnya Cina ke Amerika. Akibatnya, AS mengalami defisit neraca perdagangan sampai 400 miliar USD. Angka ini merupakan angka defisit perdagangan yang tertinggi di dunia. Setengah dari angka itu adalah defisit perdagangan AS dengan Cina. Pemerintah AS sedang berupaya keras dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara ancaman untuk memaksa Cina mengurangi jarak yang lebar dalam neraca perdagangan kedua negara. Di Korea Selatan, di forum pertemuan tingkat menteri G20, delegasi AS mengusulkan penetapan volume ekspor dan impor di antara negara-negara anggota. AS mengusulkan supaya defisit perdagangan anggota G20 tidak lebih dari 4 persen dari nilai total produksi nasional brutonya. Usulan itu ditolak bukan saja oleh Cina tetapi juga oleh Jerman dan Korea Selatan. Yang jelas, selama rakyat AS suka berbelanja dan membeli produk-produk impor sementara para produsen dalam negeri tidak bisa memproduksi barang-barang berkwalitas dan berharga murah, maka masalah defisit neraca perdagangan akan tetap menghantui AS.

Pekan lalu, buku memoar mantan Presiden AS George W. Bush, berjudul "Decision Point" resmi diluncurkan. Dalam acara peluncuran buku itu, Bush kembali menyampaikan pembelaan terhadap kebijakan perangnya atas Irak dan perintahnya untuk melakukan penyiksaan terhadap para tahanan di dalam dan di luar negeri. Kebijakan itu menuai kritik dan kecaman luas. Amnesti Internasional yang berbasis di London mendesak penyelidikan kriminal terhadap mantan Presiden AS George W. Bush atas kasus penyiksaan para tahanan.

Amnesti Internasional menyatakan telah terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia terhadap para tahanan yang dilakukan aparat AS atas persetujuan Bush dengan dalih "perang melawan teror." Wawancara Bush dengan Matt Lauer dari NBC pada 8 November 2010 sudah cukup membuktikan bahwa ia telah melakukan tindak kriminal. Dalam wawancara itu, Bush mengaku menyetujui teknik penyiksaan waterboarding dan teknik-teknik interogasi lainnya terutama terhadap para tahanan "bernilai tinggi."

Tentunya, kejahatan yang dilakukan Bush tidak terbatas pada penyiksaan tahanan saja. Sebab, Presiden dari kubu Neo Konservatif itu telah memerintahkan invasi militer ke sebuah negara anggota PBB. Invasi dan perang itu telah menewaskan sedikitnya satu juta orang, melukai banyak orang dan menelantarkan sekitar empat juta warga sipil. Alasan yang digunakan untuk menyulut perang itu juga ternyata dokumen hasil rekasaya kubunya. Perang juga telah menghancurkan Irak, merusak hampir seluruh infrastrukstur negara itu dan yang lebih parah perang AS di bawah pimpinan Bush membawa Irak ke ambang perang madzhab. Apa yang dilakukan Bush Junior jelas masuk dalam kategori kejahatan perang, apalagi PBB tidak pernah mengizinkan AS menyerang Irak. Selama delapan tahun menjabat sebagai presiden, Bush telah membuat ketidakamanan di dunia dan mengakibatkan tewasnya lebih dari satu juta orang.

Pekan lalu, tim ahli di AS menuntut Gedung Putih untuk melakukan perubahan pada strategi perang di Afghanistan. Tim kerja independen ahli ini dibentuk oleh Dewan Hubungan Luar Negeri AS untuk menyelidiki proses perang di Afghanistan. Tim ini mendesak Presiden Barack Obama untuk membatasi kebijakan perang dan mengurangi sebagian besar tentara di Afghanistan. Berdasarkan usulan ini, Obama akan mengurangi jumlah tentara di Afghanistan Juli tahun depan sesuai program, jika kebijakan dan strategi yang diberlakukan saat ini membuahkan hasil yang optimal. Namun jika strategi ini gagal maka AS harus membatasi strategi perangnya melawan teror. Dengan demikian, AS tidak memerlukan tentara dalam jumlah besar. Artinya usulan yang disampaikan tim kerja independen itu dalam dua kondisi tetap menekankan pengurangan jumlah tentara di Afghanistan.

Saat ini jumlah tentara AS di Afghanistan mencapai 100 ribu orang. Sekitar dua pertiga dari jumlah itu dikirim ke negara tersebut sejak Obama memasuki Gedung Putih. Masalah pengiriman tentara tambahan ke Afghanistan itulah yang membuat media massa AS menyebut perang Afghanistan sebagai perang Obama. Pengiriman tentara tambahan rupanya tak menyelesaikan masalah. Obama bahkan didera berbagai kesulitan lain. Perang Afghanistan ibaratnya telah membuat presiden AS itu berada di persimpangan. Dari satu sisi, strategi yang dijalankan AS sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Akibatnya, Obama harus memikirkan opsi berunding dengan Taliban. Di sisi lain, kemenangan partai Republik pada pemilu sela belum lama ini telah menempatkan pemerintahan Obama dan partai Demokrat pada kondisi yang sulit, yaitu desakan untuk meningkatkan kebijakan tangan besi di Afghanistan. Para petinggi Demokrat meyakini bahwa Obama tidak seharusnya melaksanakan janji pemilu untuk menarik tentara dari Afghanistan mulai Juli 2011.

Akhirnya, pekan lalu Departemen Kehakiman AS mengeluarkan perintah larangan pengejaran terhadap para tersangka dinas intelijen AS, CIA. Berdasarkan keputusan tersebut, kasus pelenyapan 92 kaset video rekaman interogasi para tersangka teroris diarsipkan setelah melalui penyelidikan selama tiga tahun. Kasus ini bermula dari wewenang yang diberikan Presiden Bush kepada Dinas Intelijen Pusat AS (CIA) untuk menyiksa para tahanan tersangka teroris dalam proses interogasi. Proses itu direkam dalam sejumlah kaset video. Setelah Demokrat berhasil menguasai Kongres, partai ini mendesak pemerintah untuk menyerahkan kaset-kaset rekaman tersebut dalam rangka penyelidikan.

Namun, untuk mencegah terungkapnya skandal yang jauh lebih besar dan bisa mempermalukan AS, Presiden CIA memerintahkan anak buahnya untuk melenyapkan barang bukti yang diminta Kongres. Pelenyapan barang-barang bukti itu tentu merupakan satu lagi kejahatan pemerintahan Bush yang mesti ditindaklanjuti. Karena itu, kejaksaan AS segera menyusun berkas perkara tentang kejahatan pelenyapan 92 kaset video rekaman penyiksaan tahanan. Ketika Obama memasuki Gedung Putih, para pembela hak asasi manusia (HAM) sempat menaruh harapan bahwa skandal besar ini bisa diungkap sepenuhnya. Namun lagi-lagi, ibarat pepatah setali tiga uang, pemerintahan inipun tidak bisa diharap mengungkap belang pemerintahan sebelumnya. Obama mengeluarkan instruksi larangan pengejaran terhadap para agen CIA yang terlibat kasus ini.(irib/14/11/2010)

Tags: , ,

0 comments to "Amerika wahini uyuh banar...gasak tarus..duit kada tapi ada..."

Leave a comment