Home , , , � Pengkhianatan Terbaru Media Arab

Pengkhianatan Terbaru Media Arab



Para pemimpin Irak berhasil mengakhiri friksi tajam mereka di dunia politik dan kevakuman kekuasaanpun telah teratasi. Irak kini sudah memiliki pemerintahan baru dan jabatan-jabatan kunci telah dibagikan kepada kubu-kubu politik negara itu. Rakyat Irak pun bersuka cita dan negara-negara tetangga menyambutnya dengan gembira. Proses ini sekaligus menunjukkan kegagalan intervensi AS dan sejumlah negara Arab di kawasan yang berusaha menaikkan satu golongan tertentu ke tampuk kekuasaan.

Terpilihnya kembali Nuri Maliki sebagai Perdana Menteri berdasarkan kesepakatan kubu-kubu politik Irak menorehkan kekesalan mendalam di hati sejumlah anasir ekstrim list al-Iraqiyah. Wajar, sebab sebelum ini mereka sudah terlanjur yakin bisa berkuasa berkat dukungan kuat yang mereka dapatkan dari AS dan sejumlah negara Arab yang berpengaruh, terutama Arab Saudi. Kesepakatan yang dibuat kubu-kubu politik Irak untuk menyelesaikan masalah mereka tanpa campur tangan asing membuat AS dan Arab Saudi kecewa berat. Buktinya, Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz yang mengirimkan ucapan selamat kepada Jalal Talabani karena terpilih kembali sebagai Presiden Irak, tak bersedia mengirimkan ucapan yang sama kepada Nuri Maliki yang juga terpilih lagi menjadi PM.

Seiring dengan gagalnya skenario dan campur tangan sejumlah negara Arab tertentu di Irak, media-media massa Arab dikerahkan untuk mengesankan lemahnya pemerintahan Irak di bawah kepemimpinan Maliki. Koran Asharq Awsat hanya selang beberapa saat setelah tercapainya kesepakatan nasional kubu-kubu politik di Irak dalam sebuah analisanya meramalkan berlanjutnya konflik perebutan pos-pos penting dalam pemerintahan. Koran ini menulis, "Pasca terpilihnya tiga pemimpin (parlemen, presiden dan pemerintahan) serta pembagian kekuasaan, nampaknya Irak bakal menghadapi krisis baru setelah munculnya berbagai pernyataan dari beberapa faksi politik tentang pos-pos kementerian tertentu."

Memang kondisi sampai saat ini masih belum bisa dikatakan final. Sebab, komunikasi dan lobi antar kubu politik masih terus berlanjut. Namun dengan meramalkan hal-hal buruk terkait Irak, sebagian media Arab berusaha mengesankan bahwa Irak terjebak dalam krisis yang parah, dan tak ada jalan keluar kecuali meminta bantuan negara-negara Arab. Menurut para pengamat, langkah media-media Arab yang sejurus dengan kebijakan pemerintahnya dimaksudkan untuk mengesankan kelemahan pemerintahan Nuri Maliki di satu sisi, dan membuka jalan bagi kubu al-Iraqiya pimpinan Iyad Allawi untuk menuntut konsesi lebih besar dalam pemerintahan baru, di sisi yang lain.

Apa yang sedang terjadi menunjukkan bahwa Arab Saudi dan negara-negara yang sejalan dengannya memanfaatkan sarana media untuk mencegah tersingkirnya kubu al-Iraqiya yang pro AS dari percaturan politik. Nampaknya, media-media itu masih akan melakukan propaganda yang lebih parah pada hari-hari mendatang dengan menjadikan opini umum rakyat Irak sebagai sasarannya. Demi mencegahnya, media massa Irak harus terjun ke tengah gelanggang untuk memberi penerangan yang semestinya. (IRIB/AHF/SL/18/11/2010)

Presiden Irak Tolak Eksekusi Algojo Saddam

Presiden Irak Jalal Talabani menolak menandatangani putusan eksekusi Tariq Aziz, mantan Wakil Perdana Menteri di bawah pemerintahan diktator Irak Saddam Hussein.

Pengadilan Tinggi Irak bulan lalu menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Tariq Aziz sebagai menteri luar negeri dan penasehat dekat Saddam atas tuduhan pembunuhan yang disengaja dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Berbicara kepada televisi France-24 kemarin (Rabu,17/11/2010), Talabani mengatakan, "Tidak, saya tidak akan menandatangani hukuman semacam ini, karena saya seorang sosialis." Ditambahkannya, "Dia adalah seorang Kristen Irak dan usianya juga sudah lebih dari 70 tahun, Itu sebabnya saya tidak akan pernah menandatangani perintah eksekusi ini."

Talabani sebelumnya menyatakan penentangannya terhadap hukuman mati dan mengatakan bahwa sudah waktunya untuk membuka lembaran baru sejarah Irak terkait hukuman mati.

"Saya pikir sejarah eksekusi harus diakhiri, kecuali terkait kejahatan yang dilakukan terhadap Gereja dan kejahatan-kejahatan terhadap para peziarah Syiah dan tempat-tempat suci," ujarnya.

Menurut konstitusi Irak, putusan eksekusi harus terlebih dulu ditandatangani oleh Presiden sebelum dilaksanakan. Penolakan Talabani ini akan memungkinkan pembatalan putusan pengadilan atas Tariq Aziz.

Pada 26 Oktober 2010 lalu, Tariq Aziz dijatuhi hukuman mati karena perannya dalam penumpasan mematikan terhadap komunitas Syiah Irak pada dekade 1980. Ia juga diadili atas keterlibatannya dalam mengusir minoritas Kurdi di utara Irak.

Mantan pejabat Irak yang dilaporkan tengah sakit parah ini, telah dipenjara sejak menyerahkan diri kepada pasukan AS pada April 2003, atau beberapa hari setelah jatuhnya Baghdad dalam invasi AS ke Irak. (IRIB/RM/18/11/2010)

Bagi-bagi Jatah Menteri di Irak Tengah Dimulai

Nashar ar-Rubai'i, anggota fraksi Aliansi Nasional Irak mengkonfirmasikan pembentukan komite bersama untuk memilih menteri yang duduk di kabinet mendatang negara ini.

Komite bersama ini beranggotakan wakil-wakil dari seluruh fraksi dan mengemban misi untuk memilih menteri di kabinet Nouri al-Maliki serta mekanisme pembagian posisi. Demikian diungkapkan ar-Rubai'i seperti dilaporkan Mehr hari ini (Rabu 17/11)

Nashar ar-Rubai'i menambahkan, komite ini bertugas untuk menentukan jatah bagi setiap fraksi berdasarkan perolehan kursi di parlemen dan berdialog dengan seluruh partai terkait pembagian posisi menteri di kabinet.

Ia menekankan, kesepakatan global soal penyerahan kursi menteri keamanan kepada kandidat independen telah tercapai dan setiap kelompok mengajukan empat kandidatnya. (IRIB/Mehr/MF/17/11/2010)

Berperang di Irak Demi Paspor Amerika Serikat

Militer Amerika memberikan paspor kewarganegaraan Amerika Serikat kepada para tentara asing yang telah berperang di Irak.

IRNA mengutip sumber pemberitaan Irak melaporkan bahwa, dalam sebuah acara yang digelar di salah satu istana mantan diktator Saddam Hossein, di timur Baghdad, militer Amerika Serikat menyerahkan paspor kewarganegaraan Amerika kepada 50 orang yang sebagian besar berasal dari Cina dan Rusia, karena mereka telah berkhidmat dalam perang Irak.

Sejak tahun 2003, Amerika Serikat memberikan status kewarganegaraan kepada kurang lebih 3.372 orang dari berbagai negara setelah mereka menyelesaikan misi di Irak. (IRIB/MZ/SL/16/11/2010)

Lagi, Aksi Teror Tewaskan 10 Warga Irak

Serangan teroris di Provinsi Nainawa, Irak utara menewaskan sepuluh orang dan menciderai tiga warga lainnya. Kantor Berita Fars melaporkan, ledakan bom mobil hari ini (Ahad, 14/11), terjadi di depan pos pemeriksaan polisi Irak di kawasan Sahel Shomal di kota Mosul, Provinsi Nainawa.

Diberitakan pula, pasukan Irak, Sabtu malam menyerang kawasan Abu Ghuraib, Baghdad barat, menewaskan empat orang bersenjata dan menangkap empat lainnya. Berdasarkan laporan tersebut, pasukan Irak juga berhasil menyita senjata yang disimpan kelompok teroris ini.

Masih mengenai aktivitas teroris di Irak, pasukan negara ini dilaporkan berhasil menangkap delapan tersangka dan lima buron di utara kota Tikrit, Provinsi Salahudien dan kawasan Al-Rasyadiah di utara Baghdad.

Ahad lalu (7/11), Nouri al-Maliki kembali ditunjuk oleh parlemen Irak untuk menjabat perdana menteri selama empat tahun ke depan. Ali ad-Dabbagh, juru bicara pemerintah Irak menekankan, para pemimpin fraksi politik Irak sepakat menunjuk Maliki untuk memimpin negara ini selama empat tahun lagi.

Setelah delapan bulan pasca pemilu legislatif di Irak, pemerintahan baru di negara ini juga belum terbentuk karena intervensi asing dan friksi antar kubu yang memperebutkan jatah di pemerintahan. Kondisi ini menimbulkan protes dari warga dan para marji' agama di Irak. Kondisi tidak menentu membuat kelompok teroris terus melakukan aktivitas di negara ini. Dengan terbentuknya pemerintah Irak, terorisme diharapkan dapat berkurang. (IRIB/Fars/AR/MF/14/11/2010)

Penarikan Pasukan dari Afghanistan kembali Molor

Pasukan NATO pimpinan AS menyatakan bahwa penyerahan masalah keamanan kepada pasukan Afghanistan bisa berlangsung jauh melampaui target yang direncanakan pada tahun 2014 terutama di beberapa daerah di Afghanistan.

Mark Sedwill, wakil sipil NATO di Afghanistan mengatakan, transisi dapat berjalan pada tahun 2015 atau di luar itu di beberapa daerah yang masih menghadapi masalah keamanan. Demikian dilansir Reuters kemarin (Rabu,17/11).

Pernyataan dirilis karena masalah Afghanistan dijadwalkan menjadi salah satu prioritas utama yang akan dibahas dalam KTT tahunan NATO di Lisbon, Portugal pekan ini.

Seorang pejabat senior AS baru-baru ini menegaskan bahwa pasukan Amerika akan tetap berada di Afghanistan setidaknya empat tahun lagi. Padahal Presiden Barack Obama telah berjanji melakukan penarikan pasukan dalam jumlah besar dari negara itu pada Juli 2011.

Pekan lalu, Karzai mengecam keras kebijakan militer Gedung Putih dan menyerukan pengurangan operasi militer oleh AS dan sekutunya di Afghanistan. Ia juga meminta pasukan pimpinan AS untuk mengurangi intensitas operasi militer di Afghanistan dan mengakhiri serangan di malam hari.

"Sudah tiba saatnya untuk mengurangi operasi militer," kata Karzai dalam sebuah wawancara dengan koran The Washington Post, Ahad lalu. "Kini saatnya mengurangi campur tangan dalam kehidupan sehari-hari Afghanistan," tambahnya.

Pernyataan itu dikeluarkan karena lebih dari 100.000 warga Afghanistan tewas sejak perang pimpinan AS dimulai pada Oktober 2001. (IRIB/RM)

Barack Obama

Pekan lalu, Presiden AS Barack Obama mengikuti dua pertemuan ekonomi penting di Korea Selatan dan Jepang. Obama berusaha memanfaatkan pertemuan tingkat tinggi itu untuk kepentingan ekonomi dan perdagangan negara yang dipimpinnya. Seperti diketahui, AS saat ini sedang dililit oleh berbagai kesulitan ekonomi, perdagangan dan keuangan. Nilai tukar mata uang USD anjlok, sementara krisis ekonomi belum juga teratasi. Tak heran bila lantas Obama menekan sekutu-sekutunya untuk bisa meringankan kesulitan yang dihadapi negaranya. Di sela KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang berlangsung di Yokohama, Presiden AS memperingatkan kepada semua negara untuk tidak memfokuskan ekspor produk-produknya ke AS. Tanpa menyebut nama Cina, Obama mengatakan, "Negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dalam volume yang signifikan harus segera menghentikan kebijakan ekspor yang tidak sehat dan mengupayakan peningkatan permintaan pasar dalam negerinya."

Saat ini salah satu kesulitan ekonomi yang dihadapi Gedung Putih adalah peningkatan masuknya produk-produk dan jasa dari berbagai negara khususnya Cina ke Amerika. Akibatnya, AS mengalami defisit neraca perdagangan sampai 400 miliar USD. Angka ini merupakan angka defisit perdagangan yang tertinggi di dunia. Setengah dari angka itu adalah defisit perdagangan AS dengan Cina. Pemerintah AS sedang berupaya keras dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara ancaman untuk memaksa Cina mengurangi jarak yang lebar dalam neraca perdagangan kedua negara. Di Korea Selatan, di forum pertemuan tingkat menteri G20, delegasi AS mengusulkan penetapan volume ekspor dan impor di antara negara-negara anggota. AS mengusulkan supaya defisit perdagangan anggota G20 tidak lebih dari 4 persen dari nilai total produksi nasional brutonya. Usulan itu ditolak bukan saja oleh Cina tetapi juga oleh Jerman dan Korea Selatan. Yang jelas, selama rakyat AS suka berbelanja dan membeli produk-produk impor sementara para produsen dalam negeri tidak bisa memproduksi barang-barang berkwalitas dan berharga murah, maka masalah defisit neraca perdagangan akan tetap menghantui AS.

Pekan lalu, buku memoar mantan Presiden AS George W. Bush, berjudul "Decision Point" resmi diluncurkan. Dalam acara peluncuran buku itu, Bush kembali menyampaikan pembelaan terhadap kebijakan perangnya atas Irak dan perintahnya untuk melakukan penyiksaan terhadap para tahanan di dalam dan di luar negeri. Kebijakan itu menuai kritik dan kecaman luas. Amnesti Internasional yang berbasis di London mendesak penyelidikan kriminal terhadap mantan Presiden AS George W. Bush atas kasus penyiksaan para tahanan.

Amnesti Internasional menyatakan telah terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia terhadap para tahanan yang dilakukan aparat AS atas persetujuan Bush dengan dalih "perang melawan teror." Wawancara Bush dengan Matt Lauer dari NBC pada 8 November 2010 sudah cukup membuktikan bahwa ia telah melakukan tindak kriminal. Dalam wawancara itu, Bush mengaku menyetujui teknik penyiksaan waterboarding dan teknik-teknik interogasi lainnya terutama terhadap para tahanan "bernilai tinggi."

Tentunya, kejahatan yang dilakukan Bush tidak terbatas pada penyiksaan tahanan saja. Sebab, Presiden dari kubu Neo Konservatif itu telah memerintahkan invasi militer ke sebuah negara anggota PBB. Invasi dan perang itu telah menewaskan sedikitnya satu juta orang, melukai banyak orang dan menelantarkan sekitar empat juta warga sipil. Alasan yang digunakan untuk menyulut perang itu juga ternyata dokumen hasil rekasaya kubunya. Perang juga telah menghancurkan Irak, merusak hampir seluruh infrastrukstur negara itu dan yang lebih parah perang AS di bawah pimpinan Bush membawa Irak ke ambang perang madzhab. Apa yang dilakukan Bush Junior jelas masuk dalam kategori kejahatan perang, apalagi PBB tidak pernah mengizinkan AS menyerang Irak. Selama delapan tahun menjabat sebagai presiden, Bush telah membuat ketidakamanan di dunia dan mengakibatkan tewasnya lebih dari satu juta orang.

Pekan lalu, tim ahli di AS menuntut Gedung Putih untuk melakukan perubahan pada strategi perang di Afghanistan. Tim kerja independen ahli ini dibentuk oleh Dewan Hubungan Luar Negeri AS untuk menyelidiki proses perang di Afghanistan. Tim ini mendesak Presiden Barack Obama untuk membatasi kebijakan perang dan mengurangi sebagian besar tentara di Afghanistan. Berdasarkan usulan ini, Obama akan mengurangi jumlah tentara di Afghanistan Juli tahun depan sesuai program, jika kebijakan dan strategi yang diberlakukan saat ini membuahkan hasil yang optimal. Namun jika strategi ini gagal maka AS harus membatasi strategi perangnya melawan teror. Dengan demikian, AS tidak memerlukan tentara dalam jumlah besar. Artinya usulan yang disampaikan tim kerja independen itu dalam dua kondisi tetap menekankan pengurangan jumlah tentara di Afghanistan.

Saat ini jumlah tentara AS di Afghanistan mencapai 100 ribu orang. Sekitar dua pertiga dari jumlah itu dikirim ke negara tersebut sejak Obama memasuki Gedung Putih. Masalah pengiriman tentara tambahan ke Afghanistan itulah yang membuat media massa AS menyebut perang Afghanistan sebagai perang Obama. Pengiriman tentara tambahan rupanya tak menyelesaikan masalah. Obama bahkan didera berbagai kesulitan lain. Perang Afghanistan ibaratnya telah membuat presiden AS itu berada di persimpangan. Dari satu sisi, strategi yang dijalankan AS sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Akibatnya, Obama harus memikirkan opsi berunding dengan Taliban. Di sisi lain, kemenangan partai Republik pada pemilu sela belum lama ini telah menempatkan pemerintahan Obama dan partai Demokrat pada kondisi yang sulit, yaitu desakan untuk meningkatkan kebijakan tangan besi di Afghanistan. Para petinggi Demokrat meyakini bahwa Obama tidak seharusnya melaksanakan janji pemilu untuk menarik tentara dari Afghanistan mulai Juli 2011.

Akhirnya, pekan lalu Departemen Kehakiman AS mengeluarkan perintah larangan pengejaran terhadap para tersangka dinas intelijen AS, CIA. Berdasarkan keputusan tersebut, kasus pelenyapan 92 kaset video rekaman interogasi para tersangka teroris diarsipkan setelah melalui penyelidikan selama tiga tahun. Kasus ini bermula dari wewenang yang diberikan Presiden Bush kepada Dinas Intelijen Pusat AS (CIA) untuk menyiksa para tahanan tersangka teroris dalam proses interogasi. Proses itu direkam dalam sejumlah kaset video. Setelah Demokrat berhasil menguasai Kongres, partai ini mendesak pemerintah untuk menyerahkan kaset-kaset rekaman tersebut dalam rangka penyelidikan.(irib/18/11/2010)

Namun, untuk mencegah terungkapnya skandal yang jauh lebih besar dan bisa mempermalukan AS, Presiden CIA memerintahkan anak buahnya untuk melenyapkan barang bukti yang diminta Kongres. Pelenyapan barang-barang bukti itu tentu merupakan satu lagi kejahatan pemerintahan Bush yang mesti ditindaklanjuti. Karena itu, kejaksaan AS segera menyusun berkas perkara tentang kejahatan pelenyapan 92 kaset video rekaman penyiksaan tahanan. Ketika Obama memasuki Gedung Putih, para pembela hak asasi manusia (HAM) sempat menaruh harapan bahwa skandal besar ini bisa diungkap sepenuhnya. Namun lagi-lagi, ibarat pepatah setali tiga uang, pemerintahan inipun tidak bisa diharap mengungkap belang pemerintahan sebelumnya. Obama mengeluarkan instruksi larangan pengejaran terhadap para agen CIA yang terlibat kasus ini.(irib/14/11/2010)

Perang Afghanistan Picu Perpecahan NATO

Kolumnis Foreign Policy In Focus, Conn Hallinan meyakini bahwa perang Afghanistan telah menciptakan friksi dan perpecahan yang sangat lebar di kalangan negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Conn dalam wawancaranya dengan Press TV menyinggung soal merosotnya popularitas NATO di kalangan negara-negara Eropa sembari menyatakan, upaya untuk mengusung NATO ke kancah internasional dengan menggelar operasi di Afghanistan ternyata telah gagal dan dengan kegagalan ini, maka NATO tidak layak lagi dianggap sebagai aliansi global.

Mengomentari pernyataan sebelumnya Presiden AS Barack Obama soal penarikan pasukan asing dari Afghanistan pada tahun 2011, Conn Hallinan menandaskan, pernyataan akhir para pejabat NATO mengenai penarikan pasukan mereka dari Afghanistan pada tahun 2014 sejatinya menyalahi apa yang dikatakan Obama sebelum ini.

Kolomnis institut penelitian politik yang berpusat di Washington itu menegaskan, NATO tidak akan mundur dari Afghanistan pada 2014, dan dengan mengusung dalih-dalih baru mereka akan memperpanjang kembali misi militernya di negeri yang porak-poranda dilanda perang ini.

Conn menambahkan, digelarnya sidang NATO di Lisabon, Portugal sejatinya bertujuan untuk menjaring dukungan publik di Kanada, AS, dan Eropa sehingga sulit rasanya untuk mengharapkan pasukan Barat ditarik keluar dari Afghanistan.(irib/20/11/2010)

Lembaran Baru NATO di Lisbon

Para pemimpin 28 negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) hari ini bertemu di Lisbon ibukota Portugal, dalam sebuah pertemuan tahunan tingkat tinggi. Pertemuan yang berlangsung di penghujung dekade pertama abad ke-21 ini akan menjadi ajang pembahasan soal strategi baru NATO untuk dekade berikutnya. Namun yang menjadi kendala adalah gesekan kepentingan di antara negara-negara anggota, yang tentunya menghambat pakta pertahanan ini dalam mengambil keputusan bersama.

Salah satu silang pendapat di tubuh NATO berhubungan dengan masalah pendanaan. AS, yang memandang NATO sebagai alat untuk mengukuhkan hegemoni dan kekuasaannya di dunia mendukung program penambahan bujet pertahanan NATO. AS berharap, negara-negara anggota yang lain ikut ambil bagian dalam soal pendanaan NATO. Harapan itu tentu berseberangan dengan negara-negara Eropa yang saat ini sedang didera krisis moneter dan ekonomi. Anggota NATO dari Eropa umumnya menolak usulan untuk menambahkan iuran dana NATO sampai 2 persen dari nilai total produksi nasional brutonya.

Isu lain yang juga menjadi bahan perdebatan adalah program penempatan sistem perisai anti rudal di Eropa. Jerman dan Perancis, dua anggota NATO yang cukup berpengaruh, punya pandangan berbeda soal sistem pertahanan ini. Jerman yang tidak memiliki senjata nuklir berpendapat bahwa penempatan sistem perisai anti rudal di Eropa tidak semestinya meliputi senjata nuklir. Kanselir Jerman Angela Merkel yang dikenal sebagai pemimpin yang anti senjata nuklir dalam suratnya kepada Presiden AS Barack Obama menuntut pelenyapan 200 hulu ledak nuklir milik AS yang ada di Eropa. Sementara, Perancis yang memiliki senjata nuklir justeru berpendapat bahwa senjata nuklir adalah bagian sistem pertahanan yang diperlukan dan harus masuk dalam sistem perisai anti rudal.

Isu ketiga yang ikut memanaskan bursa polemik di tubuh NATO adalah menyangkut perang Afghanistan. Sebagian anggota mendesak agar NATO segera memulangkan 120 ribu tentaranya dari Afghanistan dalam waktu empat tahun. Pendapat itu ditentang oleh AS yang memang berpentingan di sana. AS justeru mengusulkan supaya tentara NATO tetap dipertahankan di Afghanistan sampai masa yang lebih panjang. Menjelang keberangkatan Barack Obama ke Lisbon, juru bicara Departemen Pertahanan AS, Geoff Morrel, kepada para wartawan mengatakan, "Washington setuju dengan penentuan jadwal waktu penarikan tentara NATO dari Afghanistan sebab hal itu akan menjadi berita gembira bagi rakyat dan pemerintah Afghanistan. Akan tetapi, penentuan waktu tersebut tidak mengikat NATO untuk menepatinya."

Selain isu-isu tadi, masih ada banyak topik lainnya yang menuntut 28 anggota NATO untuk bisa menyatukan pandangan. Masalah lainnya adalah keterlibatan Rusia dalam pertemuan NATO. Tentang Rusia, NATO mungkin menyatukan pandangan. Sebab, meski antara NATO dan Rusia sudah ada pembicaraan untuk bekerjsama, namun di mata kesemua anggota NATO, Rusia tetap dipandang sebagai ancaman. (IRIB/AHF/19/11/2010)

Gates Bantah Gesekan dengan Karzai

Menteri Pertahanan AS Robert Gates membantah rumor bahwa Presiden Afghanistan semakin bertentangan dengan Washington terkait strategi perang AS. Ditambahkannya, AS akan terus bermitra dengan Karzai soal perang Afghanistan.

Pekan lalu, Karzai mengecam keras kebijakan militer Gedung Putih dan menyerukan pengurangan operasi militer oleh AS dan sekutunya di Afghanistan. Ia juga meminta pasukan pimpinan AS untuk mengurangi intensitas operasi militer di Afghanistan dan mengakhiri serangan di malam hari.

"Sudah tiba saatnya untuk mengurangi operasi militer," kata Karzai dalam sebuah wawancara dengan koran The Washington Post, Ahad lalu. "Kini saatnya mengurangi campur tangan dalam kehidupan sehari-hari Afghanistan," tambahnya.

Komentarnya itu memantik kecaman keras dari NATO dan para pejabat militer AS. Komandan pasukan AS dan NATO di Afghanistan, Jenderal David Petraeus menegaskan misi operasi militer di negara itu untuk menangkap dan membunuh komponen utama milisi Taliban.

Ratusan warga sipil tewas dalam serangan udara yang dipimpin AS dan operasi darat di berbagai wilayah Afghanistan selama beberapa bulan terakhir. (IRIB/RM/17/11/2010)

0 comments to "Pengkhianatan Terbaru Media Arab"

Leave a comment