Home , , , , � Gaza di serang lagi !!!!

Gaza di serang lagi !!!!




Memotret Perjuangan Imam Husein dalam Tragedi Karbala-

Memotret Perjuangan Imam Husein dalam Tragedi Karbala

Ketika saja Husain melantunkan proklamirnya dengan semboyan : (al-maut awla min ruquubil ‘aari wal ‘aaru awla min dhukhuulin naari....Ana Husaein ibn Ali .....Ana Husein ibn Ali......)

"Mati lebih utama dari hidup sengsara, dan hidup sengsara lebih utama dari masuk neraka, akulah Husain ibnu Ali ....akulah Husain ibnu Ali....."
Ali Syari'ati, 2001, menggambarkan perjuangan Imam Husain dengan "Syahadah bukanlah merupakan sarana, tetapi tujuan dari itu sendiri. Ia juga keaslian, ia adalah kesempurnaan, ia tinggi, syahadah merupakan setengah jalan menuju puncak tertinggi insani". Sayahadah merupakan undangan untuk segala usia dan generasi, Imam mengajarkan pada setiap ritmik dan kosmos yang bergerak, bahwa jihad bukan hanya untuk yang mampu, dan kemenangan adalah sebuah penaklukan. Dan syahadah bukan sekali-kali merupakan kerugian, syahadah merupakan sebuah pilihan seorang prajurit akan keyakinan menuju ambang kemerekaan, dan altar cinta serta kejayaan".

Imam Husain, dengan perjalanan syahadahnya adalah puncak pemberian pengorbanan manusia. Ia mengajarkan kepada kita akan arti, bahwa "manusia memiliki dunia yang tak terbatas, yang tak terikat pada lingkungannya, tetapi terbuka pada dunia". Berbeda dengan Abu Sofyan, Hindun, Muawiyah, Yazid yang sangat terikat pada pandangan dunia yang sempit dan terbatas, serta terikat oleh lingkungan yang fana, seperti tahta, kekuasaan, wanita, hawa nafsu dan kebinasaan, yg fenomenologi tampilannya dan figurnya tak lebih bagaikan hewan, bahkan lebih sesat dan rendah dari hewan. Jalan hidupnya terobsesi oleh perasaan jalan duniawi, dan kehidup an fana serta kompromi tuntutan-tuntutan pribadi. Jauh dibandingkan dengan Imam Husain, sebuah propotype model manusia yg dadanya penuh dengan saripati pengetahuan dan wawasan, pikirannya sangat dekat mengenal jalan-jalan ukhrawi dan makna tertingggi di balik dunia ini, yg bahkan lebih tinggi dari perasaan-perasaan luhur dan rasa spiritual yg dalam dan halus.

Dimensi Pendidikan Asyura

1. Apa artinya menjadi Manusia

John Naisbitt dan Patricia, 1990 dalam Megatrends 2000, seorang futurerolog, mengemukakan bahwa: "Terobosan paling menggairahkan pada Abad 21 terjadi bukan karena teknologi, tetapi karena perkembangan konsep mengenai apa artinya menjadi manusia"

Jauh sebelum Naisbitt, Imam Husein telah bangkit menolak ajakan untuk duduk di masjid mengajarkan teologi, filsafat, logika, fiqh, budaya yang secara bertahun-tahun dilakukan oleh kebanyakan. Oleh Muawiyah, yang saat itu mungkin dapat disepadankan oleh kebanggaan pada teknologi, dan kebanggaan terhadap saintis maupun rasionalitas semu, tanpa peduli akan makna dan hakekat manusia ataupun kemanusiaan itu sendiri, sebaliknya imam Husain tidak ingin disibukkan oleh sekedar teori, dialektika, dan wacana absurt tanpa makna, seperti kebanyakan kaum ulama dan kaum cendekia saat berakrobat intelektual dan mengayunkan ayat dan hadits, berdebat fiqh pada tataran bid'ah, sunnah, boleh dan tidak boleh, sementara kedzaliman dan kebusukan serta kediktatoran terjadi dihadapan mata, diam beribu bahasa. Majelis dzikir marak diadakan dimana-mana sementara Korupsi, manipulasi dan kepalsuan berlangsung secara sisematis, dan bahkan merajalela.

Namun Imam memilih bagaimana arti menjadi manusia, bagaimana cara hidup dan bahkan bagaimana cara mati. Kebajikan, keikhlasan, kerelaan berkurban, berkhidmat pada sesama, pengurbanan, keluhuran manusia, taqwa, kesucian, dan indahnya kenikmatan demi orang lain, dan bahkan mati itu itu, semua dipersembahkannya Imam. Jalan itu, Ia tempuh dengan cara memilih "mengikuti sunnah datu (Muhammad SAW) dan ayahnya (Ali ibn Abi Thalib)", yaitu ajaran Muhammadi,"La Ara fil mauti illassa'adah" (tidak aku perhatikan kematian kecuali sebuah kebahagiaan), kematian adalah sebuah realita yang harus dihadapi dan bahkan beliau menjemputnya dengan kerinduan, dan kecintaan secara bersamaan.

Ebeling, 1982, dalam Dogmatik des Christlichen Glaubens, layak melontarkan kritiknya: "Hanya manusia dapat menjadi tidak manusiawi. Bahkan manusia yang tidak manusiawipun mempunyai tuntutan untuk diperlakukan secara manusiawi". Statemen Ebeling, di atas setidaknya cocok dan pantas untuk propotype Abu Sofyan, Hindun, Muawiyah, Yazid, dan Bani Umayyah yang tidak sadar dan tidak akan mungkin sadar akan arti bagaiamana menjadi manusia. Figur mereka, mencerminkan dimensi kerendahan dan keterpurukan bahkan kehancuran kemanusiaan, mereka tidak saja melakukan prosesi segala perilaku jahiliyah pada babakan awal masa Nubuwwah Muhammad, yang dengan bangga memerangi, memboikot, melukai, lebih dari itupun darah dan daging serta hati seorang manusia suci Hamzah paman Nabi, ia makan, ia kunya dan ditelannya, seraya berteriak "mana Muhammad... mana Muhammad ... perhatikan tubuh dan jantung pamanmu tersayat lumat ?... Yang kemudian Agama Islam mengabadikan mereka Hindun, Abu Sufyan dan kroninya dalam al-Qur'an dengan penobatkan serta gelar sebagai "antumul tulaqaa" gelar yang disandangkan sebagai mereka yang ber-Islam (beragama Islam) secara terpaksa, dan berinterst duniawi, kepasrahan dan islam yang terpenjara oleh individualismenya sendiri. "Di antara orang-orang yang beriman ada kelompok orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur. Di antara mereka ada yang menunggu. Dan mereka tidak mengubah janjinya sedikit pun juga." (QS. Al-Ahzab; 23).
Ayat diatas memetakan antara Imam Husain dan pengikutnya, yang senantiasa komitmen dan setia terhadap janji yang mereka ikrarkan, sementara Yazid, Muawiyah, Hindun dan Abu Sofyan, serta pengikutnya adalah mereka yang mengingkari terhadap janjinya.

Apa yang terjadi pada babakan Jahiliyah kedua, yaitu tokoh diperankan oleh Muawiyah, pada masa Imam Ali dan Imam Hasan, sipenggemar koleksi para gundik budak dan selir, perampas dan perampok harta negara, dan yang piawi dan mahir dalam siasat dan tipu daya, hingga ia kemas Topeng kesalehan seseorang untuk membunuh Imam Ali, dan merasuk serta membujuk si Istri untuk meracuni Imam Hasan. Babak berikut adalah New jahiliyah, dimana dua figur sentral jahiliyah sang datu dan sang ayah menyatu pada figur Yazid, ia bukan saja gemar menodai wanita, tetapi ibundanyapun kerap kali ia nodai. Ia, mengulangi kembali pragmentasi figur ibundanya sipemakan hati paman Nabi, Hamzah ibn Abi Thalib, dengan membantai seluruh aset dan sisa pengikut setia keluarga Nabi secara biadab, dari seorang kakek, ayah, wanita hamil, anak kecil hingga sang bayi, mereka bantai secara bersamaan, dan Imam Husain Sayyidusy Syuhada memberikan pengorban yang tak ternilai harganya sepanjang peradan manusia, dengan dipenggal lehernya serta diarak ribuan kilometer. Ada saat-saatnya Umat sampai pada titik lumpuh pada pemikiran , tergadai oleh oportunitas kekuasa an, tertanggalnya baju keimanan, kebajikan terasingkan, kaum muda putus asa, dan menggadai diri, para pionir Islam telah syahid, dan dibungkam seribu bahasa. Maka, saat-saat sepert penah tak boleh terpatahkan, lidah tak boleh terpotong, mulut tak boleh tersumbat, pilar-pilar keadilan, kebenaran dan kejujuran harus ditegakkan. Dan Husain, sekali llagi mengajarkan bahwa berdiam diri merupakan petaka akan kelangsungan dan kesucian ajaran Nabi, padahal Imam saat seprti itu Ia sangat dilematis, karena berdiri diantara dua ketidak mampuan, yaitu tidak mampu berdiam diri dan tidak mampu melawan. Yang bila dihadapkan pada kondisional saat kita hidup sekarang ini, berdiri diantara kedua kemampuan, tetapi tidak dapat berbuat, dan terbelenggu serta terperdaya pada kedua kemampuan tersebut. Yaitu kemampuan untuk bicara dan kemampuan untuk melawan, ******* ***** bayangkan kemampuan materi tetapi tidak dapat membantu orang yang memerlukan, kemampuan berangkat haji dan umroh untuk beberapa kali, tetapi tidak dapat memberikan subsidi pendidikan bagi anak-anak berbakat dan terlantar, kermampuan menulis dan membaca, tetapi pelu dan kaku lidah serta pena menyuarakan keadilan dan perlawanan terhadap kedzholiman, kemampuan mengajar, dan berdakwah tetapi sulit diimplementasikan diamalkan, suara-suara kritis disumbat dengan mematikan kreatifitas dan sarana untuknya.

Menarik apa yang diungkapkan oleh Yazid kepada Zainab saat menggunakan bahasa Tuhan untuk mengelaminir bahwa apa yang dilakukannya dengan membunuh Imam Husein dan seluruh pengikutnya, adalah atas izin Tuhan-Nya, seraya berkata : "Apa menurut pendapatmu atas perbuatan Tuhan bagi tewasnya saudaramu Imam Husein" Zainab, dengan penuh keyakinan menjawab: "Tidak pernah aku mendengar dan memperhatikan perkataan Allah (Firman-Nya) kecuali yang baik"

Sekali lagi Ayat Al-Quran itu dikutip Imam Husain, untuk menjelaskan keberagamaan yang hakiki dan keberagamaan yang palsu. Kita semua sedang dites oleh Imam Husain dengan sebuah tes yang sederhana tapi berat: Mana komitmenmu? Mana kesetiaanmu pada janjimu? Mana keteguhan sikapmu untuk menegakkan Islam? Jika engkau tidak lulus tes ini, kamu masih mukmin, tetapi mukmin nominal saja, mukmin sebutan saja. Kamu belum mukmin sejati, jika kamu melingkarkan serbanmu dengan ketat, tetapi melonggarkan komitmenmu kepada keadilan. Kamu cuma pamer kesalehan, jika mulutmu menggumam kan asma Allah tidak henti-hentinya, tetapi kamu menggunakan agama untuk memperkaya dirimu.

Seorang mukmin ditandai dari komitmennya pada iman. Seorang muslim ditandai dari komitmennya kepada Islam. Alm. Sayyid Husain Fadhlullah,(Tokoh Ulama Hizbullah yang amat disegani di Libanon) yang sudah menyerahkan seluruh hidupnya untuk Islam, berkata: Kita harus bertanya -Adakah perjanjian antara kita dengan Allah atau tidak? Adakah perjanjian antara kita dengan Al-Husain sampai kepada Rasulullah saw? Ketika kita mempelajari pertanyaan ini dengan sifat kita sebagai muslimin, kita akan menjawab pertanyaan itu dg mudah, bukan dengan sifat kekerabatan, kedaerahan, kesukuan atau sifat-sifat lainnya yg rendah, karena sifat Islam itulah yg membatasi sikap kedaerahan dan kesukuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekerabat an, kedaerahan, kebangsaan, kesukuan, adalah symbol yang boleh jadi bergerak bersama manusia di dunia ini. Tetapi pada hari kiamat , "Apabila sangkakala ditiup maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu dan tidak pula mereka saling bertanya" (QS. Al-Mu'minun; 101). Pada hari kiamat orang akan ditanya dari komitmennya kepada Tuhannya, Rasul-Nya dan kitab-Nya dan syariat-Nya." (Fi Rihab ahl al-Bayt alayhim al-salam, hal. 314).

Kini semangat juang Imam Husein dengan tragedi Karbalanya bangkit memberikan spirit bagi perjuangan babak selanjutnya untuk mengenyahkan Amerika dan Koalisi dari bumi Irak. Slogan "No Saddam, No Amerika, Down to Israel, Yes to Islam" Amerika dengan mata menyalak memperhatikan jutaan komunitas pencinta kesucian dan kebenaran bangkit secara terkordinir dan solid tumpah ruah saat memperingati 40 hari peristiwa pembantaian keluarga nabi di Karbala. Sebaliknya selompok laain dari Rakyat Irak, telah melupakan janjinya, mereka putuskan kesetiaannya, pada pemimpin mereka yang mereka eluhkan, selama seperempat abad, yaitu Saddam Husein. Mereka bergabung dengan kezaliman, dan menyambut hangat kedatangan tentara Amerika, bak pahlawan yang lama mereka nantikan. Mereka putuskan hubungan dengan orang yang Allah perintahkan untuk menyambungkannya. Mereka yang memutuskan perjanjian dg Allah sesudah memperkuatnya dan memutuskan apa yg Allah perintahkan menyambungkan nya dan berbuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yg merugi (QS. Al-Baqarah 27).

Yang beruntung adalah para pengikut Imam Husain, mereka menepati janjinya, mereka tegakkan keadilan walaupun langit harus runtuh. Kakinya tidak bergeser dari sikap hidup yang dipilihnya. Ada di antara kelompok ini yang sudah gugur dalam menjalankan missi hidupnya. Ada juga yang masih menunggu masa dengan tetap bergerak menuju kesyahidan mereka. Satu demi satu pengikut Imam gugur dengan tidak melepaskan kesetiaanya kepada pemimpinnya. Ketika kepala-kepala mereka terlepas, bibir-bibirnya masih menggumamkan baiat kesetiaan: La ilaha illallah.......


1. Membangun akan arti budaya

Manusia sering kali disebut sebagai tool-making animal, dimana relasi manusia dengan lingkungannya atau dunianya menjadi relasi yang diperantarakan pada saat manusia menciptakan alat-alat untuk menguasai dan mengendalikan lingkungannya. Salah satu bagian dari alat tersebut adalah budaya, dan apa yang menarik dari kebudayaan ? menurut P.L. Berger, 1967, bahwa, kebudayaan tidak statis, tetapi lebih merupakan proses dialektika, terdiri atas tiga momen perkembangan eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi.

Ekternalisasi, adalah aktualisasi diri manusia dengan membangun interaksi dengan dunianya. Imam, mengantarkan pada proses ini dimana interaksi dirinya pada dunianya. Dengan mengatakan imperium korup dan ganas serta mengurita saat itu, telah membungkus jubah kesalehan, kumandang ayat, hadits, kesucian dan tauhid yang palsu. Seperti halnya pemimpin yang suka menjatuhkan kehormatan orang lain, yang senang menabur dusta dan fitnah, yang pintar membuat isu, "jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya diulurkannya lidahnya juga" (Al-A'raf 176), adalah pemimpin yang wajib kita lawan. Mengapa? Karena ia telah menghalalkan kehormatan Muslim yang jauh lebih mulia dari kehormatan Ka'bah. Jika menjatuhkan kehormatannya saja sudah menjadi dosa besar, apatah lagi menghalalkan hartanya dan darahnya.

Tugas pemimpin adalah melindungi kehormatan, harta, dan darah yang dipimpinnya. Itulah perjanjian yang mengikat pemimpin dengan pengikutnya. Itulah kontrak sosial yang pada gilirannya mengikat pengikut untuk mentaati dan mengikuti perintahnya. Jika kontrak ini dilanggar, gugurlah kewajiban mentaatinya. Sebagai penggantinya, kita harus menentangnya, melawannya, dan bahkan memeranginya. Imam Husein menyebutkan tanda kedua pemimpin yang harus dilawan: memutuskan janjinya. Menarik bila dicermati,
Saya sangat pesimis terhadap mutu hasil Pemilu Daerah dimana-mana selain terjadi money politik, bahkan calon yang terjerat sebagai terdakwa dan di selkan dengan mudahnya dapat terpilih sebagai pemenang dalam pemilukada. Disampimng terbukti dari ditemukannya oleh tim Badan Pusat Statistik, dan P4B (Pendataan Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan), dimana masyarakat banyak yang menolak untuk didaftar sebagai peserta pemilu, karena banyak rakyat yang dikecewakan oleh komitmen para pemimpin yg mereka pilih.

Bila Imam tidak menampilkan aktualisasi diri dengan berinteraksi pada dunianya, nisacaya jubah kepalsuan, kemunafikan terus bersemayam diatas bungkus jubah kesalehan, kepatuhan dan religiusitas lainnya. Obyektivasi adalah hasil yang telah dicapai (baik mental maupun fisik) dari kegiatan tersebut. Dimensi ini ditampilkan pada saat Imam keluar menghadap kemah pasukan ‘Umar ibn Sa'adalah, seraya berteriak: " hai, dengarkanlah ! luangkan sedikit waktu untuk mendengar ucapanku. Puji atas Allah dan shalawat atas nabi serta keluarnya. Telusurilah garis keturunanku, lalu renungkanlah siapa diri kalian, lalu renungkan kembali adakah sedikit alasan untuk mengalirkan darahku dimuka bumi ini ? ....." keterpaduan dan pencapaian mental dan fisik, bahwa, Imam melakukan penyadaran atas kelaliman mereka, dengan ultimatum "...kalian membaca Al-Qur'an, mengaku umat datuku Muhammad, namun kalian sunguh berani membantai putranya..., sampai pada kepada salah satu ucapan Imama sbb :

" man lahu jaddun kajaddi Mushthofa, man lahu abun kaabi haidar, man lahu ‘ammun ka'ammi hamzah man lahu ummum kaummi faathimah, man lahu akhun kaakhi mujtaba".{siapa diantara kalian (baca:tentara pasukan Yazid) yang memiliki datu (kakek) seperti datu-ku Mushtofa Muhammad SAW, siapayang diantara kalian memiliki seorang ayah seperti ayah-ku Abu Haidar (Imam Ali ibn Abi Thalib), siapa yang memiliki seorang paman seperti paman-ku Hamzah, siapa yang memiliki seorang ibu sepertii ibu suci-ku Sayyidah Fathimah, dan siapapula yang memiliki saudara (kakak) seperti saudara-ku Imam Hasan}

Internalisasi adalah penyerapan kembali realitas keyakinan dan kedirian ini oleh manusia suatu proses transformasi struktur dunia obyektif ke dalam kesadaran subyektif. Melalui eksternalisasi kebudayaan menjadi produk manusia, Melalui obyektivasi kebudayaan menjadi realitas sui generic. Ketika Imam Husein disuruh untuk berbaiat kepada Yazid, ia menegaskan bahwa Yazid tidak layak menerima kepatuhan rakyat. "Yazid seorang fasik, peminum khamar, dan penumpah darah yang diharamkan," kata Imam Husein. Ketika orang-orang menyebut hubungan kekerabatan antara Imam Husein dengan Yazid -"Anzil ‘ala hukmi ibni ‘ammik- Imam berkata, "Tidak, demi Allah, aku tidak akan menyerahkan kepada kalian tanganku dengan kepasrahan seorang yang rendah; aku tidak akan memberikan pengakuan dengan pengakuan budak." La, wallah, la u'thikum biyadi i'thaa al-dzalil wa la uqirru iqraral ‘abid. Sebuah deklarasi revolusioner untuk kebebasan manusia! Anda bisa saja dipaksa untuk melakukan apa pun, tetapi hati nurani Anda masih punya kebebasan berkehendak. Dalam situasi apa pun, bahkan di kamp konsentrasi sekali pun, kata Viktor Frankl, Anda masih memiliki kebebasan memilih. Tubuh Anda boleh jadi sudah menyerah, tetapi hati Anda masih bebas memilih antara menyerah dan membangkang . Pembangkangan batin tidak dapat dihilangkan oleh kawat berduri sekali pun.

Imam Husein mengajarkan kepada kita bahwa sebelum kita "menuliskan tanda tangan" kepatuhan pada perjanjian kita dengan pemimpin, kita harus mengetahui dahulu kualitas pemimpin itu.

Sayyid Husein Fadhlullah QS menjelaskan kalimat Imam Husein di atas sebagai berikut: "Kepada siapa Anda berbaiat? Kepada siapa Anda berjanji? Kepada siapa Anda menjalin kontrak? Sebelum Anda meletakkan Anda pada tangan siapa saja, pelajarilah kepribadiannya, pelajarilah perjalanan hidupnya, pelajarilah sikapnya kepadamu, pelajarilah alat-alat penindasan yang dimilikinya terhadapmu. Setelah itu, berhatilah-hatilah untuk meletakkan tanganmu di atas tangan seorang manusia yang mempunyai semua alat untuk menindas karena ikatan perjanjian antaramu dgn dia menjadi sebuah perjanjian yg memberikan peluang kpada yg kuat untuk menindas yg lemah.

"Jangan letakkan tanganmu pada tangan seorang manusia yang mengingin kan agar tangannya berada di atas tanganmu, untuk memaksa kamu mene rima syarat-syarat yang tidak kamu setujui. Jika kejadiannya seperti itu, hendaknya kamu segera menarik tanganmu. Persoalannya adalah apakah kehormatan masih ada padamu atau tidak, apakah kamu dalam keadaan hina atau tidak.
"Imam Husein mengatakan kalimat di atas karena mereka berkata kepadanya: Tunduklah kepada hukum putra pamanmu. Tunduklah pada hukum Yazid, supaya ia menetapkan kamu seperti yang ia kehendaki. Tunduklah pada hukum Ibnu Ziyad supaya ia menentukan kamu seperti yang ia kehendaki. Kami berjanji padamu bahwa kamu akan memperoleh perlakuan yang adil, karena putra pamanmu tidak pernah memperlakukan mu kecuali dengan kebaikan.

"Pada saat itulah Imam berkata: Tidak, demi Allah, aku tidak akan menye rahkan kepada kalian tanganku dengan kepasrahan seorang yang rendah; aku tidak akan memberikan pengakuan dengan pengakuan budak. Tidak mungkin tanganku bersalaman denganmu atau berjanji padamu. Tidak mungkin aku berjalan bersamamu dalam keadaan apa pun selama keadaan itu menunjukkan penghinaan seorang mukmin atau penghinaan perilaku mukmin. Aku tidak akan memberikan pengakuan dengan pengakuan budak. "Imam Husein ingin mengajar semua orang dalam sabdanya seakan-akan ia berkata: Jika kamu ingin mengakui sesuatu atau menyatakan satu pernyataan hendaklah pengakuan itu keluar dari kebebasan kehendakmu, dari pusat keyakinanmu. Engkau hanya mengakui sesuatu yang engkau percayai, karena engkau yakin bahwa sesuatu itu adalah kebenaran, sehingga kamu mampu mengucapkan ‘ya' pada saat kamu mampu mengucapkan ‘tidak'.

"Apabila keadaannya tidak seperti yang engkau yakini, menurut arah yang tidak engkau setujui, atau untuk mengakui hanya karena orang lain berkata kepadamu, ‘Berusahalah untuk memberikan pengakuan" sambil memaksa kamu dengan ancaman, penindasan, atau paksaan; pada saat itu yang terjadi padamu adalah pengakuan seorang budak yang tidak memiliki kemampuan untuk berkehendak. Mengapa? Karena orang lainlah yang menghendaki atau tidak menghendakinya." (Fi Rihab Ahl al-Bayt, 338-339). Dalam konteks KPU, BPS dan P4B, sebenarnya secara tidak langsung sedang disadarkan akan arti sebuah ucapan ya' pada saat rakyat Indonesia mampu mengucapkan ‘tidak'. Secara singkat, Imam Husein berpesan: Taatilah seorang pemimpin atau penguasa selama kamu yakin bahwa ketaatanmu kepadanya didasarkan pada hati nuranimu, pada kebenaran yang kamu yakini. Bila ia memaksamu untuk melakukan sesuatu yang tidak kamu yakini sebagai kebenaran, wajib bagimu melakukan perlawanan. Imam Husein juga menegaskan bahwa kamu juga wajib melawan penguasa -siapa saja dia: sejak suami atau atasan kamu sampai kepada orang yang memegang pemerintahan baik eksekutif, legislatif, atau judikatif- bila dia menentang sunnah Rasulullah saw.

Masih dalam khutbahnya yang sama, Imam Husein memperinci karakteristik pemimpin yang menentang sunnah Rasulullah saw: Mereka menimbulkan kerusakan melecehkan hukum, mendahulukan kekayaan, menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkannya. Tugas seorang pemimpin ialah memperbaiki rakyatnya secara ruhaniah dan jasmaniah. Konon, menurut Rousseau, pada zaman dahulu manusia terus menerus berkelahi karena masing-masing memperjuangkan kepentingannya. Akhirnya mereka memilih pemimpin untuk menyelesaikan pertikaian di antara mereka. Dibuatlah perjanjian sosial, le contrat social. Tetapi dalam perjalanan sejarah, seringkali pemimpin malah merusak rakyatnya secara ruhaniah dan jasmaniah.

Melalui internalisasi manusia menjadi produk kebudayaan, menurut P.L. Berger, The Sacred canopy. Elements of Sociological Theory of Religion, proses internalisasi Imam Husein , adalah penyerapan akan realitas dimana datunya pernah mengatakan :"Husein minni wa ana min Husein" , bahwa darah daging, keyakinan, ajaran dan perjuangan Husain adalah implikasi serta implementasi dari datunya Muhammad, tetapi kemudian transformasi struktur tadi menegaskan bahwa ajaran, keyakinan, risalah, serta nubuwwah datunya Muhammad, hanya dapat diselamatkan dan ditegakkan oleh dan dengan pribadi serta perjuangan Imam Husain, jadi ini yang menarik dari filosofis "Ana min Husein" kesadaran Imam Husain ini yang menjadi pilar serta cerminan yang dipostulatkan pada cultur (budaya) bagi para penegak kebenaran, keadilan serta kesucian sepanjang masa dan zaman. Dalam artian Islam dating dibawah oleh datunya Muhammad, dan dikekalkan serta diabadikan oleh pengorbanan Husein. Sehingga analisis perjuangan Imam adalah kehendak nafsu dan egoisme serta kecerobohan belaka dengan sendirinya dapat dipatahkan dan dimentahkan, oleh akal dan logika apapun.

1. Mengangkat Potensi Transendensi

Dimensi transendensi manusia mengungkapkan diri dalam kebebasan, kreatifitas, hubungan antar pribadi, pengharapan dan pengalaman religius. Transendensi adalah "menjadi lebih" bukan dalam konteks kuantitatif, tetapi lebih dalam konteks kualitatif, suatu pendalaman, pemekaran, dan penghayatan hidup atau suatu humanisasi. Hal ini terindikasikan ketika Imam Husein mempersilahkan, para pengikutnya untuk meninggalkan beliau, seraya berkata : "hari ini saat mereka tentara Yazid, sedang lelap dalam kantuknya, dan hari cukup gelap, dibawah saksi bintang gemintang dan rembulan, kuizinkan kalian untuk meninggalkan kami, tiada beban dan kewajiban yang menyebabkan kalian menanggung dosa, atas kami silakan...kalian meninggalkan kami, niscaya Allah dan Rasul senantiasa melindungi kepergian kalian ...!

Dialog transendensi terjadi keluar dari bibir suci Imam Husein, namun apa yang didapati dari jawaban pengikutnya. "Tidak,.....tidak,...dan tidak...! Kami senantiasa selalu bersamamu Imam, maka muka serta wajah yang bagaimana kami harus menghadapkan dihadapan baginda Rasulillah, sementara kami membiarkan engkau wahai Imam rela dibunuh oleh ratusan tentara Yazid, pemengang agama yang korup. Transendensi versus doktrin Hitler berhadapan diantara kita, bandingkan keimanan dan kepatuhan pengikut Imam Husein dengan doktrin perang salib yang dikobarkan oleh Thariq ibn Ziyad, dengan cara membakar sampan dan perahu kaum muslimin, kemudian membakar semangat mereka kaum muslimin dengan tidak ada pilihan mati ditelan ombak atau ikut berjuang melawan kaum kuffar. Sehingga perjuangan yang dipaksakan, apalagi dengan iming serta janji palsu, akan lahir seperti apa yang kita alami saat ini, di bumi Indonesia yang berpenduduk ratusan juta ummat mengalami krisis kepemimpinan yang memiliki komitmen terhadap apa yang mereka janjikan, serta miskin akan pemimpin yang layak dan patut diteladani.

Bahrudin pemerhati pendidikan dan sosio keagamaan
Kepsek SMA Unggulan Dai Annur
Mantan kepsek SMP Islam Plus Azzahra
Dosen Madina Ilmu

sumber:irib/19/12/2010

Asyura dan Tradisi

Kebangkitan Imam Husein as pada hari Asyura merupakan fenomena heroik. Fenomena itu telah mencerminkan nilai-nilai mulia sepanjang masa. Pada hari Asyura, Imam Husein as bersama para sahabatnya yang berjumlah sedikit, menghadapi ribuan pasukan lalim. Imam Husein dan sahabat-sahabat setianya mampu mencerminkan pemandangan luar biasa yang kemudian menjadi cermin perjuangan dari masa ke masa. Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala dengan tujuan mulianya mampu menegaskan bahwa kematian lebih baik dari pada hidup di bawah kehinaan.

Kebangkitan Imam Husein as dilandasi tujuan-tujuan mulia yang tercerminkan dalam berbagai pidatonya di Karbala. Perilaku Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala mencerminkan kemuliaan, kehormatan manusia dan perlawanan anti-kezaliman. Perlawanan para pejuang Karbala juga menunjukkan aspek kecintaan, pengorbanan, kesabaran dan kegigihan yang tentunya mengandung pesan budaya yang luar biasa dari masa ke masa.

Kemudian bagaimana budaya Asyura dapat bertahan dari masa ke masa? Apa yang dilakukan para seniman dalam rangka menghidupkan kebangkitan Imam Husein as?

Maqtal

Salah satu cara menghidupkan kebangkitan Imam Husein as adalah pembacaan maqtal. Maqtal adalah kronologi perjalanan Imam Husein as di Karbala yang mengandung aspek moral, politik dan sosial. Peristiwa Karbala menggambarkan dua sudut yang bertolak belakang. Sudut pertama ada di pihak kebenaran yang diperankan oleh Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia, sedangkan sudut lainnya adalah Bani Umayah dan pasukan-pasukan bengisnya. Kecintaan dan kebencian tergambar jelas dalam peristiwa Karbala.

Maqtal-maqtal Imam Husein as ditulis hingga abad kelima hijriah yang juga termasuk salah satu catatan sejarah yang dekat dengan masa peristiwa Asyura. Karena dekat dengan masa peristiwa Karbala, catatan-catatan yang dituangkan dalam maqtal itu sedikit cacat sejarah. Maqtal Abi Mikhnaf yang juga dikutip dalam kitab Tarikh Thabari dan sejumlah kitab sejarah lainnya, merupakan salah satu maqtal yang diakui. Maqtal Abi Mikhnaf itu ditulis pada abad kedua hijrah.

Syair

Cara lain untuk menghidupkan peristiwa Asyura adalah syair. Dalam peristiwa Karbala, syair yang disampaikan para penyair dapat menjadi penyampai pesan gerakan ini. Syair-syair seringkali disampaikan di berbagai acara peringatan Asyura guna membangkitkan semangat Huseini.

Setelah peristiwa Asyura sekitar tiga abad, syair kebangkitan dan religius berkembang secara diam-diam di tengah para pengikut Ahlul Bait as karena penguasa saat itu melarangnya. Akan tetapi setelah Muiz al-Dien Ahmad Daylami berkuasa di sejumlah wilayah seperti Irak, Khozestan dan Fars di pertengahan abad keempat hijrah, peringatan Imam Husein as diperingati di tempat-tempat umum. Muiz al-Dien Ahmad Daylami saat itu mengeluarkan perintah bahwa peringatan Imam Husein as dapat dilaksanakan di khalayak umum.

Setelah itu, peringatan Asyura bukan lagi disebut sebagai tindakan yang melawan hukum, bahkan dijadikan sebagai perintah yang harus dilaksanakan di berbagai tempat. Sejak itu pula, peringatan kepahlawanan Imam Husein as di Karbala digelar tanpa rasa takut dan khawatir. Syair Huseini untuk pertama kali dituangkan dalam bentuk tulisan oleh Kesa'i Marouzi.

Di antara penyair besar yang seringkali melantunkan syair-syair peristiwa Asyura adalah Muhtasham Kashani. 12 butir Muhtasham Kashani tetap menjadi penggerak di dunia syair pada era kontemporer. Dalam konteks syair Asyura harus diperhatikan aspek-aspek kebangkitan Imam Husein as dan peristiwa Karbala. Syair-syair Asyura harus berlandaskan nilai dan semangat gerakan Imam Husein as.

Takziyah

Takziyah adalah salah satu pentas seni yang sarat dengan nilai-nilai ideologi, budaya dan politik. Takziyah adalah tradisi bangsa Iran untuk mengenang perjuangan Imam Husein as. Meski Takziyah sudah ada sebelum kemunculan Islam, namun setelah peristiwa Asyura tahun 61 hijriah, tradisi itu berubah menjadi ajang untuk mengenang kebangkitan Imam Husein as.

Takziyah secara konvensional dapat diartikan sebagai pentas yang menceritakan tokoh-tokoh yang menampilkan kepahlawanan dalam peristiwa Karbala. Takziyah adalah sebuah pentas agamis-Syiah dan tradisional Iran.

Dari sisi bahasa, takziyah mempunyai arti menghibur dan mengingatkan kesabaran kepada keluarga yang ditinggal. Takziyah dapat dikategorikan sebagai acara belasungkawa religius yang mulai populer di Iran sejak masa Aali Buyeh pada abad sembilan dan sepuluh masehi.

Di masa Aali Buyeh, takziyah dikenal sebagai tradisi duka cita kalangan Syiah. Di masa Safaviyeh, takziyah dikenal sebagai ajang syair bagi para penyair seperti Muhtasham Kashani. Adapun di masa Qajar, takziyah berubah menjadi ajang pentas dan dibangun tempat yang bernama Tikiyeh.

Tradisi Takziyah di Iran dipandu dengan syair Persia dan musik tradisional Persia, yang tentunya juga dilandasi dengan keyakinan mazhab Ahlul Bait as. Tradisi ini mempunyai sejarah panjang di Iran.

Para pementas dalam tradisi Takziyah menunjukkan semangat heroik dan religius. Selain itu, mereka juga pandai memeragakan alat-alat musik tradisional Iran. Dalam tradisi Takziyah, para pementas berdialog dengan lantunan syair yang disesuaikan dengan peran mereka.

Kondisi Asyura dalam tradisi Takziyah digambarkan secara penuh. Di pentas tradisional itu, ada tempat air, sungai, tempat lalu-lalang pasukan, tokoh serta warna-warni pakaian dan bendera. Di sana juga digambarkan manusia-manusia suci yang kehausan di tengah kepungan para musuh.

Sidang ke-5 Komite Antar-Pemerintah tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (Inter-Governmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (IGC-ICH) yang berlangsung di Nairobi, Kenya, pada 16 November 2010, mengukuhkan Takziyah sebagai warisan budaya Iran.

Pada umumnya, Takziyah dipentaskan pada bulan Muharam dan Safar di seluruh pelosok Iran. Tradisi itu bahkan digelar tempat-tempat terbuka yang tentunya tidak memerlukan gedung dan aksesoris mahal. Para penonton pentas itu berasal dari semua kalangan, termasuk dari kelompok Sunni.

Pardeh Khani

Pardeh Khani adalah salah satu tradisi Iran lainnya untuk mengenang kebangkitan Imam Husein as di Karbala. Pardeh Khani sama seperti wayang beber. Disebut Pardeh Khani karena berupa lembaran yang menceritakan para tokoh Karbala. Dalam Pardeh Khani ada pendalang yang berfungsi menceritakan lembaran-lembaran gambar yang juga diiringi dengan musik Iran.

Pada intinya, Pardeh Khani terdiri dari pendalang dan kain lembaran yang menceritakan alur cerita. Topik utama dalam pentas Pardeh Khani itu adalah Karbala. Dalam alur cerita dikisahkan pihak yang benar dan pihak yang salah. Perlawanan Imam Husein as terhadap pasukan Yazid bin Muawiyah benar-benar digambarkan secara gamblang sehingga para penonton mengutuk pihak batil yang tega membantai keluarga Rasulullah Saw secara keji.

Pada umumnya, pedalang bercerita dengan suara lantang. Selain itu, pedalang juga menggunakan tongkat kayu sebagai pengarah alur cerita. Kisah kepahlawanan Imam Husein as dalam pentas Pardeh Khani diceritakan secara urut.(irib/11/12/2010)

Al-Sajjad, Penerus Misi Asyura

Syahadah Imam Sajjad as

Pada hari Asyura tahun 61 hijriah, padang Karbala saat itu menyaksikan peristiwa heroik yang ditampilkan oleh cucu kesayangan Rasulullah Saw, Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia. Pada saat yang sama, Imam Ali Zainal Abidin as, putra Imam Husein as, tergeletak sakit di kemah. Kondisi itu membuat Imam Ali Zainal Abidin as tidak dapat bangkit membantu ayahnya dan para pejuang Karbala. Akan tetapi jiwa Imam Ali Zainal Abidin as yang juga dikenal al-Sajjad atau orang yang banyak bersujud, tak dapat ditahan untuk membantu ayahnya, tapi raga sama sekali tak mengizinkan.

Kondisi sakit Imam Ali Zainal Abidin pada hari Asyura mengandung hikmah ilahi dan rahasia Tuhan. Setelah peristiwa Asyura, Imam al-Sajjad mengemban tanggung jawab kepemimpinan demi menjaga risalah kenabian Rasulullah Saw.

Sejarah mencatat, tatkala pertempuran di padang Karbala bergolak, Imam Sajjad as mendengar suara ayahnya, Imam Husein as yang berkata: "Siapakah yang menolongku?", dalam keadaan lemah beliau pun berusaha bangkit seakan hendak memenuhi panggilan ayahnya. Namun melihat hal itu, Ummi Kultsum, bibi beliau pun berusaha menahannya pergi lantaran masih lemahnya kondisi kesehatan Imam Sajjad as. Dengan penuh harapan, beliau berkata, "Bibi, ijinkan aku pergi berjihad bersama putra Rasulullah saw". Akan tetapi, karena lemahnya kondisi jasmani beliau, Imam pun tak mampu mengantarkan dirinya ke garis pertempuran. Hingga akhirnya takdir pun menyelamatkan beliau dan cita-cita kebangkitan Imam Husein dapat terus diperjuangkan.

Imam al-Sajjad menerima tanggung jawab kepemimpinan atau imamah pada umur 23 tahun. Tanggung jawab itu diterima saat kondisi sangat pelik. Pada masa itu, Dinasti Bani Umayyah berkuasa. Masyarakat saat itu jauh dari ajaran murni agama Islam. Akan tetapi penguasa saat itu berpenampilan religius, tapi pada dasarnya bertujuan membabat habis nilai-nilai agama.

Dinasti Umayyah di masa itu juga berusaha mengesankan kebangkitan Imam Husein sebagai langkah ekstrim yang keluar dari ajaran agama. Bani Umayyah berupaya menghapuskan pesan Imam Husein di padang Karbala supaya tidak sampai ke masyarakat. Di tengah kondisi seperti itu, Imam Ali Zainal Abidin as berusaha menjelaskan tujuan-tujuan penting kebangkitan Imam Husein as sehingga konspirasi musuh yang berupaya memojokkan posisi Ahlul Bait as dihadapkan pada kegagalan total.

Imam Ali Zainal Abidin as bersama Sayidah Zainab as memegang peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husein as kepada masyarakat. Salah satu lembaran penting dalam sejarah pasca Peristiwa Karbala adalah pidato tegas Imam al-Sajjad di masjid Bani Umayyah, Syam. Dengan pidatonya, Imam al-Sajjad mampu menyampaikan pesan revolusionernya dengan landasan argumentasi kuat dan logis.
Saat Imam as digelandang bersama para tawanan Karbala dan sampai di kota Kufah, beliau melontarkan orasi yang sangat memukau dan menyentuh, sampai-sampai seluruh warga kota Kufah seakan tersihir oleh orasi beliau. Setelah memaparkan tentang keutamaan Ahlul Bait Nabi dan Imam Husein as, beliau berbicara kepada warga Kufah: "Wahai umat manusia, demi Allah aku bersumpah dengan kalian, apakah kalian ingat, kalian sendiri yang telah menulis surat kepada ayahku, namun setelah itu kalian menipunya? Kalian menjalin janji dan berbaiat kepadanya, namun kalian juga yang memeranginya? Lantas dengan mata yang mana lagi kalian akan melihat saat Rasulullah Saw di hari Kiamat kelak berkata, ‘Kalian telah bunuh Ahlul Baitku dan mematahkan kehormatanku!'"

Puncak orasi Imam Sajjad as saat beliau berpidato di hadapan khalifah zalim, Yazid bin Muawiyah di Syam. Seluruh kejahatan dan kebobrokan penguasa zalim itupun diungkap secara jelas oleh Imam as hingga Yazid kehilangan muka. Dalam salah satu bagian pidatonya, Imam Sajjad as menuturkan, "Wahai umat manusia, Allah Swt menganugerahkan keutamaan-keutamaan seperti keilmuan, kesabaran, kedermawanan, kelugasan dan keberanian kepada Ahlul Bait Rasulullah Saw. Allah juga menganugerahkan kecintaan kepada Ahlul Bait pada hati orang-orang mukmin." Beliau menambahkan, "Wahai umat manusia, barangsiapa yang tidak mengenal aku, maka aku akan mengenalkan diriku." Dikatakannya, "Akulah putra Fatimah, akulah putra seorang yang syahid saat bibirnya kering kehausan".

Imam pun terus menegaskan keutamaan diri dan keluarganya hingga masyarakat Syam pun menangis penuh penyesalan. Untuk memotong pidato Imam Sajjad, Yazid pun memerintahkan untuk melantunkan azan.

Pidato Imam al-Sajjad membuat kondisi kota Syam yang juga pusat pemerintahan dinasti Umayyah saat itu menjadi kalang kabut. Bahkan para petinggi Bani Umayyah memutuskan untuk segara membawa Imam Husein dan para tawanan keluarga Nabi lainnya ke Madinah. Tak dapat dipungkiri, pidato Imam Sajjad berhasil membangkitkan nurani masyarakat kota Syam yang selama ini dikuasai Dinasti Bani Umayyah. Di pusat pemerintahan, para petinggi Bani Umayyah tidak mampu menghalau pidato-pidato Imam Ali Zainal Abidin as yang memancarkan semangat revolusi dan gerakan anti-arogansi. Pencerahan Imam Sajjad as secara perlahan, mampu membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan kezaliman di berbagai penjuru. Karena itu, pasca tragedi Karbala muncul belbagai gerakan kebangkitan menentang ketidakadilan pemerinatahan Bani Umayyah.

Setiba di kota Madinah, Imam al-Sajjad terus melanjutkan pidato-pidato pencerahannya yang isinya menyingkap kezaliman penguasa Bani Umayyah. Sementara itu, para penguasa Bani Umayyah kian bersikap sewenang-wenang. Saat itu, perjuangan utama Imam Sajjad as mempunyai misi untuk meluruskan pandangan masyarakat dan meningkatkan kesadaran umat.

Peran dan jasa berharga Imam Sajjad as pasca tragedi Asyura adalah menyebarkan risalah doa dan munajat yang sangat luhur. Kini kumpulan doa-doa dan munajat beliau itu dihimpun dalam sebuah kitab bernama Sahifah Sajjadiyah. Kendati doa dan munajat Imam Husein merupakan naskah doa, namun di dalamnya mengandung muatan ajaran Islam yang sangat luhur mengenai filsafat hidup, penciptaan, keyakinan, moral dan politik.

Imam al-Sajjad as dalam salah satu doanya mengatakan, "Ya Allah berilah kami kekuatan untuk mampu menjaga sunnah Nabi-Mu, dan berjuang melawan bid'ah-bid'ah, serta melaksanakan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar."

Al-Sajjad dalam sejarah hidupnya selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengungkap misteri di balik tragedi Karbala. Imam Ali Zainal Abidin as selalu meneteskan air mata dan menunjukkan duka yang mendalam saat menceritakan peristiwa pembantaian terhadap keluarga Nabi pada hari Asyura. Duka yang ditunjukkan Imam Sajjad as itulah yang akhirnya mampu membangkitkan semangat juang umat Islam dalam melawan kezaliman Bani Umayyah. Imam al-Sajjad as juga dikenal sebagai sosok pemaaf, pengasih dan populis.

Imam Ali Zainal Abidin as gugur syahid pada tahun 95 hijrah setelah penguasa Bani Umayyah, Walid bin Abdul Malik mengeluarkan perintah untuk meracuni al-Sajjad as. (IRIB/AR/SL/12/12/2010)

Saudi Larang Baca Puisi Asyura!

Pasukan keamanan Arab Saudi menghalangi digelarnya sebuah acara pembacaan puisi Asyura di kota Qatif.

Situs alharamain melaporkan petugas pemerintah daerah Qatif memanggil penanggung jawab Masjid Imam Jawad yang dijadikan sebagai tempat acara malam pembacaan puisi Asyura.Tidak hanya itu pihak keamanan juga memaksa petugas Masjid Imam Jawad menandatangani kesepakatan untuk membatalkan penyelenggaraan acara itu.

Kantor berita Farsnews melaporkan, acara ini dibatalkan dengan alasan tidak memiliki izin dan instruksi langsung dari walikota Qatif, Muhammad Osman. Pemerintah daerah telah lama menolak memberikan izin penyelenggaraan acara keagamaan kepada warga Syiah di wilayah tersebut.

Padahal penyair terkemuka syiah di wilayah tersebut seperti Basim al-Isan, Naji Harabah, Mahmud al-Mu'min dan deretan nama lainnya menyatakan kesiapannya hadir di acara itu.

Situs ABNA melaporkan terjadinya bentrokan di Madinah yang berlangsung selama satu jam. Pasalnya ratusan pengikut Wahabi di wilayah al-Asbah berupaya mengacaukan penyelenggaraan acara peringatan Asyura di kota ini. Mereka melemparkan batu dan kayu ke arah kaum syiah yang sedang berkabung memperingati kesyahidan Imam Husein dan pengikutnya di Padang Karbala.(IRIB/PH/MF/21/12/2010)

Hizbullah: AS dan Israel Tak Mampu Pisahkan Lebanon dari Muqawama

Ketua Dewan Eksekutif Hezbullah, Sayid Hashem Safiuddin mengatakan, hasil kinerja muqawama adalah menggoyah asas pemahaman serta revolusi strategi.

Menurut laporan IRNA dari Beirut Hashem Safiuddin menandaskan, mustahil Amerika Serikat (AS) dan Rezim Zionis Israel mampu menghapus apa yang diraih muqawama dan dunia pun tak mampu memisahkan kami dari muqawama.

Seraya mengisyaratkan intrik busuk Israel di kawasan dan Lebanon, Safiuddin menjelaskan, intrik ini menujukkan kelemahan Tel Aviv dan era perang terhadap Beirut yang dikobarkan Israel telah usai. Di bagian lain pernyataannya ia juga menyinggung upaya sejumlah pihak yang berusaha memusnahkan muqawama. "Mereka berupaya mengambil nikmat muqawama dari kita dan terus membidiknya, namun mereka harus memahami bahwa muqawama adalah anugerah besar bagi rakyat Lebanon," ungkap Safiuddin.

Meski musuh giat melancarkan propaganda miring untuk merusak citra muqawama,namun menurut Safiuddin mereka tidak akan berhasil mencapai ambisinya tersebut.

Ketua Dewan Eksekutif Hizbullah ini menegaskan, hingga detik ini kami telah memberikan keterangan cukup soal kondisi dan dampak dari perilisan dakwaan pengadilan Rafiq Hariri. Mengingat sensitifitas kondisi yang ada maka upaya kami difokuskan untuk menghadapi kondisi pra perilisan dakwaan ini sehingga kami dapat membendung fitnah yang bakal menyebar di Lebanon, tambah Safiuddin.

Ketika ditanya sikap Hizbullah soal perilisan dakwaan pengadilan Rafiq Hariri, Safiuddin mengatakan," Kami masih mengkaji kondisi pra perilisan dan seluruh upaya kami gerakkan untuk menjahui perilisan dakwaan ini, namun jika hal ini terjadi maka kami akan menunjukkan reaksi." (IRIB/IRNA/MF/18/12/2010)

Israel Kepung Jalur Gaza dengan Tank Super Canggih

Rezim Zionis Israel berencana untuk menempatkan tank super lapis baja di sepanjang Jalur Gaza dengan alasan adanya peningkatan serangan oleh pejuang Palestina terhadap tank-tank mereka di kawasan.

Tank-tank itu dilengkapi dengan sistem proteksi lapis baja aktif yang dikenal sebagai rompi pelindung. Demikian dimuat surat kabar Haaretz pada situsnya kemarin (Ahad,19/12). Ditambahkannya, penyebaran kendaraan super lapis baja tersebut dijadwalkan akan dimulai pada Januari 2011.

Langkah itu diambil setelah dinas intelijen Israel mendeteksi adanya peningkatan ancaman serangan rudal anti-tank di wilayah tersebut. Tentara Israel juga mengklaim bahwa pejuang yang berbasis di Gaza telah meningkatkan kemampuan rudal anti-tank mereka.

Dua pekan lalu, sebuah tank Israel rusak ketika rudal anti-tank menargetkan kendaraan itu di perbatasan Jalur Gaza.

Tel Aviv memasang sistem proteksi lapis baja aktif setelah menderita kerugian besar dalam perang dengan Hizbullah Lebanon pada 2006 lalu di mana rudal-rudal anti-tank yang ditembakkan pejuang Hizbullah mampu melumpuhkan batalion lapis baja Israel. (IRIB/RM/20/12/2010)

Gerakan Imam Husein, Revolusi Cinta Untuk Perubahan Global!
Tragedi kesyahidan Imam Husein as di padang Karbala setiap tahun diperingati jutaan manusia di berbagai penjuru dunia. Peristiwa yang telah terjadi 1371 tahun itu kian hari terus membaru dan efeknya semakin mendalam.

Imam Husain a.s.menolak berbaiat kepada Yazid yang telah mengangkat diri sebagai khalifah umat Islam. Imam Husain bersama 72 sahabat dan anggota keluarganya meninggalkan Madinah menuju kota Kufah, Irak untuk memperjuangkan kebenaran. Imam Husain dan para pembela setianya gugur syahid pada 10 Muharam 61H dalam pertempuran yang sangat tidak seimbang di padang Karbala.

Menurut Muhammad Anis, tidak ada satu pun tragedi di dunia ini meskipun telah terjadi berabad-abad lalu, yang begitu berpengaruh dan membekas di benak manusia seakan baru saja terjadi, kecuali tragedi kesyahidan Imam Husein di Karbala.

"Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa Asyura dan pengorbanan Imam Husein beserta pengikutnya terutama bagi perbaikan Negeri tercinta Indonesia,"kata salah seorang Intelektual muda Indonesia ini kepada Radio Melayu IRIB.

"Imam Husein bangkit untuk menegakan keadilan dan melawan penyimpangan intelektual serta ideologi,"tegas Dosen ICAS Jakarta.

"Gerakan Husein adalah model pendidikan, pembentukan manusia dan rekonstruksi masyarakat,"tutur dosen Madina Ilmu Jakarta ini.

Kandidat doktor filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyebut Gerakan Imam Husein sebagai revolusi cinta untuk mengembalikan manusia menuju fitrah ilahinya.

Simak selengkapnya, kontektualisasi gerakan Imam Husein dan sekolah Karbala dalam pandangan Muhammad Anis berikut ini:

JavaScript is disabled!
To display this content, you need a JavaScript capable browser.


0 comments to "Gaza di serang lagi !!!!"

Leave a comment