Home , � Indonesia VS Malaysia : Timnas, Media dan Politisi

Indonesia VS Malaysia : Timnas, Media dan Politisi





ANALISA mengenai kekalahan Timnas Garuda lawan Malaysia bergenyangan! Setiap orang punya sejuta alasan dan argumentasi mengapa timnas kalah. Masing-masing berusaha keras menyampaikan argumentasi rasional sampai irasional untuk menentukan siapa sebenarnya ‘si kambing hitam itu.

Pelatih Indonesia Alfred Riedl juga memberikan penyataan seputar kekalahan itu. Ia menilai ada hal nonteknis yang mengganggu timnas jelang final pertama di Malaysia. Sebagai contoh, kegiatan agenda tak penting dari PSSI dan banyak permintaan wawancara pada pemain, kata Alfred Riedl mengganggu konsentrasi pemain.

“Hal itu tak perlu!” katanya usai laga di Stadion Bukit Jalil, Minggu. Dalam laga final pertama ini Indonesia menelan kekalahan pertamanya di Piala AFF 2010. Bermain di kandang Malaysia, Indonesia kalah 0-3.

Riedl mengingatkan, “Inilah sepak bola.” Dari lima kali pertandingan kandang, Indonesia tak pernah kalah. Euforia terhadap timnas cukup tinggi. Para pemain seperti kurang terlindungi dari kejaran wartawan, mulai dari pinggir lapangan latihan sampai di dalam pesawat.

Seperti diketahui adanya rombongan wartawan yang satu pesawat dengan rombongan timnas. Selain itu ada juga kegiatan PSSI bersama timnas ke rumah tokoh nasional dan ke sebuah pesantren di Jakarta, menjelang laga final pertama itu.

Kalau ingin merebut gelar juara, Indonesia masih memiliki waktu 90 menit untuk mencetak gol banyak, setidaknya 4-0. Final kedua akan berlangsung di Jakarta, 29 Desember ini ( Hari Ini !!! )

Menpora Andi Mallarangeng pun angkat bicara minta agar tim nasional sepak bola Indonesia tidak diganggu untuk berbagai hal tidak perlu jelang pertandingan final leg kedua. Timnas harus berkonsentrasi dan berkonsolidasi untuk memenangkan pertandingan final leg kedua di Senayan.

Masih ada kesempatan bagi Indonesia untuk menang melalui pertandingan leg kedua meskipun berat harus mencetak empat gol tanpa sekali pun kebobolan dari Malaysia.

Andi juga mengatakan sinar laser memang menganggu konsentrasi pemain Indonesia ketika pertandingan sempat terjedi di Bukit Jalil. Meski demikian, Andi mengakui permainan lawan memang lebih baik, sedangkan pemain Indonesia tidak mampu mengembangkan permainan setelah kebobolan satu gol.

Betapa pun sepak bola menjadi identik dengan politik. Olaraga satu ini menjadi idola untuk menaikkan pamor politik perorangan maupun partai politik. Oleh karena itu, Ketua DPR RI Anis Matta meminta kepada elite politik untuk tidak membebani timnas Indonesia dalam menghadapi partai final Piala AFF dengan janji bonus atau target juara.

Biarkan timnas mempersiapkan diri secara baik dan jangan diberikan beban agar bisa menampilkan permainan terbaik para partai final. Jika timnas diberikan beban yang berat, kata dia, malah akan sulit untuk mengembangkan permainan sehingga penampilannya justru akan menjadi lebih buruk.

Kita berharap pernyataan Anis ini juga tidak bermuatan politik atau sengaja berkomentar untuk target politik, melainkan benar-benar urusan olahraga sepakbola. Karena para politisi itu punya penyakit mendopleng ketenaran olahragawan, seniman, artis, atau siapa pun yang bisa diekplorasi atau diekpolitasi demi kepentingan politik.

Sebaliknya, ketika ada persoalan keolahragaan atau kesenian para politisi tidak cerdas memberikan solusi untuk mengatasi persoalan.

Hidup Timnas Garuda! Berikanlah persembahan terbaik untuk Indonesia. Kalaupun toh harus kalah, bangsa Indonesia sudah siap untuk memahaminya. (*)

Sumber: Banjarmasin Post edisi cetak/red: Dheny/ Banjarmasinpost.co.id - Rabu, 29 Desember 2010


Juara atau Tidak Riedl Tetap Latih Indonesia

example2
Foto:tribunnews

JAKARTA - Karier kepelatihan Alfred Riedl dalam memimpin timnas Indonesia tampaknya tidak akan terpengaruh hasil akhir turnamen AFF Suzuki Cup 2010 yang dicapai pasukan Garuda.

Menurut Manajer Timnas, Andi Darussalam Tabusalla, sejauh ini Riedl dianggap mampu mengangkat performa timnas Indonesia yang tadinya seolah jalan ditempat menjadi tim yang mampu menyedot perhatian semua orang, tak terkecuali pengamatan dunia.

"Alfred mulai melatih bulan juli 2010 kemarin. Dalam waktu singkat tersebut dia berhasil meramu pemain. Hasilnya sejauh ini juga sangat baik," ujar Andi di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (28/12/2010).

Menurutnya, kiprah timnas di bawah asuhan Riedl dalam turnamen AFF Suzuki Cup kali ini dinilai sukses memberikan atmosfir positif bagi persepakbolaan Indonesia.

Tak hanya itu, langkah timnas menuju partai puncak turnamen yang bisa dibilang sangat fantastis sebelum tumbang dalam leg pertama final melawan Malaysia kemarin juga menjadi catatan khusus pencapaian positif kinerja Riedl.

Nampaknya, fakta sekarang bahwa kehadiran pelatih asal Austria tersebut telah memberi warna baru bagi timnas Indonesia. Riedl tampaknya akan tetap dalam posisi aman menjadi pelatih pasukan Garuda meskipun gagal memboyong piala AFF, seperti yang biasa dilakukan PSSI terhadap banyak pelatih sebelumnya.

"Dia sudah bekerja dengan baik sejauh ini. Bahwa apakah Alfred bisa membawa ke puncak atau tidak, itu urusan nanti. Yang jelas kinerjanya bagus dan bisa berbuat banyak dalam waktu singkat," ujar Manajer timnas.

Sumber: tribunnews.com/Banjarmasinpost.co.id - Rabu, 29 Desember 2010/red: Didik Trio Marsidi


TKI, Teroris, dan Gegap Gempita Timnas Sepakbola


 JAKARTA - Uang yang dicari, derita yang didapat. Nasib tenaga kerja Indonesia atau TKI tidak beruntung. Jauh-jauh mencari rezeki ke luar negeri, ada saja di antara mereka yang menjalani hidup sebagai manusia teraniaya. Penyiksaan, perkosaan, menjadi kisah menahun yang muncul nyaris rutin setiap tahun. Belum lagi tentang mereka yang tewas di tangan majikan.


15 November 2010, kabar buruk datang dari jazirah Arab. Sumiati binti Salan Mustapa masuk Rumah Sakit King Fadh, Madinah, Arab Saudi. Penjelasan pihak rumah sakit, gadis 23 tahun asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, ini mengalami luka bakar nyaris di sekujur tubuh. Kedua kaki tidak bisa digerakkan, jari tengah retak, dan ada sayatan dekat mata. Bahkan, kulit kepala terkelupas, termasuk robek di bibir yang diduga digunting sang majikan.

Empat hari berselang, kabar duka kembali datang dari Arab Saudi. Korbannya Kikim Komalasari. Tak hanya disiksa, TKI asal Cianjur, Jawa Barat, itu juga diduga diperkosa dan dibunuh. Jasad Kikim ditemukan di tong sampah. Keluarga korban amat terpukul. Asuransi dan uang duka tidak cukup memulihkan duka berkepanjangan karena kehilangan Kikim selamanya.

Kabar duka belum berhenti. 11 Desember malam waktu Madinah, Juju Nurhayati kabur dari rumah majikannya dengan cara melompat dari lantai dua. Akibatnya fatal, tulang punggung Juju patah, termasuk tumit kaki. Juju bertindak nekat karena selama tujuh bulan bekerja majikan sering menyiksa. Tak cuma dikerasi, gaji Juju juga tidak dibayar.

Nasib pahlawan devisa banyak yang terabaikan. Sekalipun nyawa selamat, mereka terlantar di jalanan. Pekerjaan yang sulit di dalam negeri membuat sejumlah orang nekat menerobos jalur tak resmi. Akibatnya, mereka pun dipulangkan paksa, seperti nasib ratusan tenaga kerja asal Jawa Timur yang dideportasi Pemerintah Malaysia karena tak punya paspor.

Di tengah buruknya nasib TKI, langkah pembenahan dilakukan dengan membuat kesepakatan antara Indonesia dan Arab Saudi. Berharap tak ada lagi pekerja Indonesia yang teraniaya atau mati tak wajar di negeri orang.

Tak kalah memilukan, negeri ini juga harus menelan kepedihan lewat sebuah tragedi kecelakaan kereta api. Pada 2 Oktober 2010, 34 nyawa mereka yang tengah lelap tidur di gerbong kereta, melayang. Itu terjadi setelah kereta api utama bisnis jurusan Jakarta-Semarang yang tengah berhenti dan menurunkan penumpang di Stasiun Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, sekitar pukul 03.00 WIB, dihajar Kereta Argo Anggrek jurusan Jakarta-Surabaya.

Di hari yang sama, seorang tewas akibat tabrakan antara Kereta Gaya Baru dan Kereta Bima di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah. Sembilan hari kemudian, 24 gerbong kereta api jurusan Jakarta-Rangkasbitung hangus dilalap api di Stasiun Rangkasbitung. Lebak, Banten. Ini merupakan kebakaran terburuk dalam sejarah perkeretaapian jurusan Jakarta-Rangkasbitung. Kepolisian menyatakan gerbong-gerbong kereta sengaja dibakar. Seorang tukang sapu di stasiun menjadi tersangka.

Di 2010, ancaman teroris masih menghantui Indonesia. Penggerebekan di sejumlah wilayah di Tanah Air sekaligus penangkapan dan kematian tokohnya membuktikan Indonesia masih menjadi ladang subur aktivis radikal. Kematian Dulmatin alias Joko Pitono pada 9 Maret 2010 menandakan keberhasilan polisi menumpas teroris. Dulmatin tewas dalam sebuah penggerebekan di kawasan Pamulang Barat, Tangerang Selatan, Banten. Dari penyergapan ini polisi menemukan beberapa rangkaian bom siap ledak.

Nama Dulmatin melambung setelah menjadi tokoh kunci di balik serangan bom di dua klub malam di Bali, Oktober 2002, yang menewaskan 202 jiwa. Dulmatin dikenal sebagai orang yang pintar merakit bom. Bersama dengan Dulmatin, Ridwan serta Hasan Nur yang diduga sebagai asisten Dulmatin juga tewas. Hasil penyelidikan polisi, kelompok Dulmatin berusaha menjadikan Aceh sebagai pusat pelatihan teroris di Indonesia.

Polisi tidak berhenti setelah Dulmatin tewas. 12 Mei, polisi memastikan lima orang yang diduga sebagai teroris tewas dalam kontak tembak di Cawang, Jakarta Timur, dan Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Salah satunya adalah Maulana yang merupakan buronan dalam kasus latihan militer di Jantho, Aceh Besar.

Perburuan belum selesai. Pada 22 Juni, Detasemen Khusus 88 Antiteror menggerebek sebuah tempat kos di Klaten, Jawa Tengah. Penggerebekan berlangsung sengit. Baku tembak antara polisi dan penghuni menewaskan seseorang yang diduga sebagai Yuli Kastoro. Sedangkan tiga lainnya selamat. Mereka adalah Abdulah Sonata, Agus Mahmidi, dan Sogir Gunawan. Abdulah Sonata adalah orang yang paling dicari polisi. Melalui internet, ia pernah menyerukan jihad setelah sejumlah aktivis radikal yang berlatih di Aceh diringkus.

Dua bulan kemudian, pada 19 Agustus, Abu Bakar Ba'asyir ditangkap di Banjar, Jawa Barat. Polisi menduga Ba'asyir terlibat dengan pelatihan militer di Aceh dan persiapan aksi teror. Tak hanya itu, dia juga dianggap ikut menyiapkan rencana awal pelatihan militer di Aceh. Baasyir juga dituding menunjuk Dulmatin sebagai penanggung jawab kamp pelatihan.

Sepuluh hari kemudian, tepatnya 19 Agustus, Kota Medan, Sumatra Utara, digegerkan perampokan Bank CIMB Niaga Medan yang menewaskan seorang polisi tewas. Kawanan perampok berjumlah 16 orang dan mengendarai enam sepeda motor. Mereka membawa senjata api laras panjang dan pendek. Ratusan juta berhasil digasak perampok.

Polisi menduga perampokan terkait dengan gerakan terorisme. Indikasinya, hasil forensik dari jenis senjata api M-16 yang digunakan pelaku identik dengan senjata yang digunakan pada saat penyerangan Markas Polsek Hamparan Perak, Sumut.

Fadli Sadama yang diduga sebagai otak perampokan Bank CIMB Niaga Medan dibawa ke Jakarta pada 4 Agustus. Ia fadli ditangkap di Malaysia. Rencananya, Fadli akan bekerja sama dengan jaringan teroris di Malaysia dan Thailand.

Jumat pagi, 10 Desember, Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap Mustopa alias Pranata alias Imron Baihaki alias Abu Tholut di rumahnya di Desa Bae, Kudus, Jawa Tengah. Selama ini, Tholut masuk dalam daftar pencarian orang yang dianggap sebagai salah satu tokoh kelompok teroris yang paling dicari setelah Abdullah Sonata. Penangkapan abu tholut berdasarkan pengembangan kasus terorisme sebelumnya, seperti pelatihan militer di Aceh dan perampokan Bank CIMB Niaga Medan.

Pasca penangkapan Abu Tholut, aksi terorisme dikhawatirkan masih mengancam. Polisi masih memburu sejumlah sisa kelompok jaringan teroris, termasuk Abdul Ghoni alias Umar Arab alias Umar Patek.

Dari dunia olahraga, mimpi Garuda menjadi jawara sepakbola se-Asia Tenggara pada 2010 kandas sudah. Laga final kedua Piala AFF 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 29 Desember, tak mengubah apa pun. Meski Indonesia menang 2-1, Malaysia yang juara untuk kali pertama karena unggul anggregat gol 2-4.

Kegembiraan dan optimisme pecinta sepakbola Tanah Air yang meledak selama kompetisi berlangsung berakhir antiklimaks. Menyisakan harapan yang menjelma menjadi kekecewaan. Sebab, gengsi dan piala telah melayang ke Negeri Jiran. Negeri yang kerap menjadi musuh bubuyutan dalam laga-laga olahraga bergengsi.

Namun, ada yang patut dicatat. Juara atau tidak, sebetulnya perjalanan sepakbola Indonesia di tahun ini telah melahirkan gelagat perubahan. Gembar-gembor pemberitaan media sedikit banyak mendongkrak gairah sepakbola nyaris ke seluruh lapisan masyarakat. Tahun ini seperti menjadi momentum kebangkitan sepakbola Tanah Air. Masyarakat yang sudah lama mendambakan sepakbola menjadi olahraga kebanggaan kelas dunia memberi dukungan yang luar biasa sejak kompetisi berlangsung.

Tengoklah ketika menang 5-1 atas timnas Malaysia. Atau lolos ke final usai membungkam Filipina di semifinal. Euforia tumpah di mana-mana. Rakyat bergembira. Padahal, menang besar dari Malaysia bukanlah pertama kali. Hal serupa pernah terjadi, bahkan ketika timnas berlaga di kandang lawan.

Langkah ke final bukan pencapaian pertama. Indonesia sudah tiga kali berturut-turut bertanding di laga puncak turnamen se-Asia Tenggara ini. Dan ketika euforia itu tengah merambat ke puncak klimaks, kenyataan pahit justru datang. Indonesia kalah dari Malaysia. Pecinta sepakbola Tanah Air terperanjat. Harimau Malaya yang pada fase putaran grup dilumat serdadu Garuda 5-1 ternyata menjungkirbalikkan kegembiraan atas kejayaan timnas selama kompetisi.

Dan kambing hitam pun muncul. Dari mulai laser, jamuan makan politisi, sampai acara istighosah. Kambing hitam memang mudah dicari. Namun, ini bukanlah kali pertama perjalanan timnas disorot secara negatif. Sebelum dibantai Uruguay 1-7 dalam laga uji coba, banyak yang menuding program naturalisasi akan sia-sia.

Pada tahap awal, Christian Gonzales yang asli Uruguay serta Irfan Bachdim keturunan Belanda diajak merumput bersama Bambang Pamungkas dan kawan-kawan. Rencananya, ada lima pemain hasil naturalisasi yang bergabung dalam timnas usai Piala AFF 2010. Gonzales sudah membuktikan menjadi pemain timnas tersubur dalam laga AFF dengan mencetak tiga gol ke gawang lawan. Irfan Bachdim berhasil mencuri hati para pendukung timnas dengan kecepatan dan permainannya yang tidak kenal lelah.

Timnas indonesia memang mulai dekat di hati. Penampilannya yang gemilang di babak penyisihan grup membuat orang rela berbondong-bondong datang ke Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sayangnya, PSSI dan panitia penyelenggara seperti tak siap menyelenggarakan pertandingan bertaraf internasional. Penjualan tiket semrawut. Tak heran bila kericuhan demi kericuhan terus terjadi saat pembelian tiket. Puncaknya, Stadion Utama Gelora Bung Karno dirusak massa yang habis kesabarannya.

Sumber : Liputan 6/Red : Enoz Trapfosi/alqoimkaltim

1 comments to "Indonesia VS Malaysia : Timnas, Media dan Politisi"

  1. sedih yaa waktu pertandingan ina vs malayasia :(

Leave a comment