Home , , , � Para Penerus Husaini..!!!!!

Para Penerus Husaini..!!!!!

Laporan: Potret Hauzah Najaf

Hauzah- bukanlah istilah asing bagi sejumlah negara di Timur Tengah, khususnya Irak dan Iran. Hauzah adalah pusat pendidikan tradisional yang menelurkan para pemikir dan ulama. Meski hauzah disebut sebagai pusat pendidikan tradisional, namun banyak ulama dan pemikir kontemporer dan progresif muncul dari tempat ini. Sosok seperti Pendiri Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini, pemikir kontemporer, Murtadha Muthahari, penulis Tafsir Mizan, Allamah Thathaba'i, penulis Falsafatuna dan Iqtisaduna, Ayatollah Mohammad Bagir Sadr adalah di antara tokoh-tokoh yang muncul dari hauzah. Bahkan peta perlawanan anti-imperialis dan arogansi di Timur Tengah kini dikendalikan penuh oleh para tokoh yang berasal dari hauzah seperti Pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatollah Udzma Sayid Ali Khamenei, Marji Besar Irak, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Sistani dan Sekjen Gerakan Hizbullah Lebanon, Sayid Hasan Nasrallah. Semua itu menunjukkan bahwa hauzah tidak dapat dipisahkan dari pergerakan dan pencerahan di Timur Tengah.

Sejarah hauzah bermula dari kota Najaf yang juga pernah menjadi pusat pemerintahan Imam Ali as. Bahkan bisa dikatakan bahwa sejarah hauzah tidak dapat dipisahkan dari peran Imam Ali as yang saat itu dipopulerkan dengan hadis Kota Ilmu. Rasulullah Saw pernah bersabda, "Aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya."

Pasang surut perkembangan pendidikan di kota Najaf yang dulu dikenal dengan kota Kufah, berbarengan dengan arogansi para penguasa dari masa ke masa. Penindasan terus berlangsung hingga masa diktator Saddam Husein. Di masa pemerintah Saddam selama 35 tahun, hauzah sama sekali tidak diberi peluang untuk bernafas. Saddam sangat menyadari bahwa hauzah akan mengganggu kediktatorannya. Untuk itu, tidak sedikit ulama yang dibantai di masa pemerintahan Saddam. Disebutkan pula, Saddam Husein membunuh Ayatollah Mohammad Bagir Sadr dengan tangannya sendiri. Padahal Ayatollah Muhammad Bagir Sadr adalah pemikir dan ulama kontemporer yang dikenal cerdas dan inovatif.

Di antara karya monumental Ayatollah Muhammad Bagir Sadr yang hingga kini menjadi tempat rujukan adalah Falsafatuna (Our Philosophy), Iqtisaduna (Our Economics), dan Al-Bank al-la Ribawi fi al-Islam (Usury-free Banking in Islam). Buku-buku itu mampu mengenalkan khazanah Islam dengan baik di tengah himpitan pemikiran Barat dan Timur.

Ayatollah Muhammad Bagir Sadr di masa itu disebut-sebut sebagai aset besar Islam. Akan tetapi kebesaran Ayatollah Muhammad Bagir Sadr sama sekali tidak digubris oleh Saddam, bahkan aset besar Islam itu dimusnahkan tanpa ampun. Ini menunjukkan bahwa Saddam Husein adalah pemimpin yang sangat keji.

Hauzah di Najaf

Wartawan IRIB dalam kunjungannya ke Irak dari tanggal 1 hingga 5 Desember 2010, mendapat kesempatan untuk menyorot hauzah dari dekat. Ibrahim Al-Habsyi, pelajar agama asal Indonesia, yang kini menuntut ilmu di kota Najaf, kepada wartawan IRIB, mengaku puas dengan khazanah ilmu dan spritual di kota Najaf.

Mengenyam pendidikan di hauzah bukanlah pengalaman pertama bagi Ibrahim Al-Habsyi. Ia sebelumnya sempat menempuh pendidikan di hauzah Qom, Iran, selama bertahun-tahun. Ketika ditanya tentang kenyamanan menuntut ilmu di kota Najaf, Ibrahim senyum, bahkan raut wajahnya nampak puas tanpa keraguan sedikitpun. Kemudian ia menjelaskan, "Kondisi di Najaf melebihi apa yang saya bayangkan selama ini."

Lebih lanjut Ibrahim menjelaskan peran para guru hauzah yang tengah berjuang keras menghidupkan kembali hauzah yang perkembangannya sempat menghadapi kendala serius di masa Saddam Husein as.

"Di masa Saddam, para guru kelas menengah di bawah posisi marji dibantai habis," ujar Ibrahim

Menurut Ibrahim, pembantaian para ulama kelas menengah itu sengaja dilakukan supaya generasi hauzah terputus dan para marji kehilangan para penerusnya. Akan tetapi fakta malah berbalik dari prediksi Saddam Husein.

Pasca lengsernya Saddam, para guru kelas menengah di bawah posisi marji yang juga berfungsi sebagai eksikutor perkembangan dan kemajuan hauzah bermunculan. Para guru hauzah dari negara-negara Arab yang berdomisili di kota Qom, memilih pindah ke kota Najaf dan membentuk dewan untuk menghidupkan kembali hauzah induk di kota Najaf.

"Barangsiapa yang ingin melakukan makar atau konspirasi kepada Allah, maka Allah akan membalikkannya," tegas Ibrahim sambil mengutip ayat Al-Quran dan menyinggung kekejian Saddam Hussein.

Ustadz Usman, seorang aktivis asal Indonesia yang juga ikut mendampingi wartawan IRIB dalam perjalanannya ke Irak sempat menyinggung bahwa banyak orang tua dan ulama Indonesia, khususnya dari kalangan keturunan Arab, yang menuntut ilmu di Najaf. Salah satunya adalah Ustadz Dziya Shahab yang saat itu juga penasehat ekonomi Timur Tengah.

Dalam pembicaraan santai di hotel dekat makam suci Imam Ali as, Ustadz Usman juga menegaskan pentingnya aspek akhlak dalam berperilaku. Menurutnya, ilmu setinggi langit tidak akan berguna tanpa adanya akhlak.

Sistem Pendidikan

Ibrahim dalam obrolan santai itu menjelaskan sistem pendidikan di hauzah Najaf. Sambil menunjukkan kartu pelajar hauzah, Ibrahim menjelaskan bahwa lembaga hauzah inilah yang memantau mata kuliah yang dipelajari para pelajar agama.

Para pelajar agama mendapat kebebasan untuk memilih guru-guru yang tersebar di kota Najaf. Pada umumnya, para guru mengajar di sejumlah tempat yang tidak jauh dari makam suci Imam Ali as. Tempat belajar sangat klasik sekali, yakni guru duduk di kursi dan para murid duduk di atas karpet seperti kondisi mengaji di kampung-kampung. Meski demikian, pembahasan yang dikaji bukan materi-materi kelas teri, yakni kajian untuk jenjang ijtihad.

Para guru yang mengajar di tingkat menengah atau menjelang ijtihad haruslah seorang mujtahid. Pada umumnya, para guru di kota Najaf mempunyai jam terbang yang relatif tinggi karena mereka sebelumnya sudah mengajar di hauzah Qom. Sosok seperti Ayatollah Bagir Erwani, Ayatollah Hadi Al-Radhi, Hujjatul Islam Sayid Eskawari, Hujjatul Islam Jafar Hakim dan lain-lain adalah di antara para guru kaliber yang saat ini mengajar di kota Najaf.

Menurut Ibrahim, para guru itu mengajar untuk memupuk para pelajar agama hingga mencapai derajat ijtihad. Ketika ditanya tentang tingkat permulaan yang biasa diistilahkan dengan mukadimah, Ibrahim mengaku tidak tahu menahu mengenai perkembangan di tingkat itu. Meski demikian, ada beberapa pelajar Indonesia yang menimba pendidikan hauzah di kota Najaf pada tingkat mukadimah.

Saat ini, Ibrahim tengah menjalani pendidikan di tingkat menengah hauzah. Jika jenjang pendidikan ini dapat diselesaikan, ia akan mendapatkan gelar ijtihad. Bagi Ibrahim, gelar ijtihad bukanlah hal yang mustahil. Apalagi ia sudah pernah menimba pendidikan hauzah di Qom selama puluhan tahun. Jika Ibrahim dalam jenjang pendidikannya di kota Najaf mampu mendapat gelar ijtihad, ia akan menjadi orang pertama asal Indonesia dengan label mujtahid.

Hauzah Boroujerdi

Setelah mengobrol santai, Ibrahim mengajak wartawan IRIB untuk mampir di hauzahnya yang tidak jauh dari makam suci Imam Ali as. Hauzah itu terletak di tengah pasar yang berdempetan dengan komplek suci Imam Ali as. Yang menarik, hauzah itu sangat mini tapi klasik, bahkan pintu hauzah itu terbuat dari kayu tebal sepert jati kuno dan kusam yang menggambarkan potret masa lalu.

Ketika masuk ke hauzah, ada ruangan kecil untuk sebuah hauzah atau asrama yang dihuni puluhan pelajar agama. Diperkirakan ruangan terbuka itu mempunyai lebar 4 meter dan panjang 10 meter. Meski kecil, tapi hauzah itu bertingkat empat. Di tingkat ketiga dan keempat, kamar-kamar langsung menghadap kubah makam suci Imam Ali as. Karena inilah, hauzah itu sangat kental dengan suasana spritual.

Kamar Ibrahim sendiri sangat kecil bahkan hanya cukup untuk satu orang. Ukuran kamarnya hanya mempunyai lebar dua meter dan panjang tiga meter. Untuk itu, Ibrahim selalu membuka pintu kamarnya sehingga kamar kecil itu menjadi terasa lebar. Menurut penjelasan Ibrahim, kamar-kamar di sini pada umumnya cukup untuk dua orang.

Hauzah pada saat itu sangat lengang, bahkan hanya seorang penjaga hauzah dan dua pelajar agama. Ibrahim menjelaskan, "Hauzah lengang karena hari Kamis dan Jumat libur. Untuk itu, mereka memanfaatkan liburan akhir pekan untuk pulang kampung menjenguk anak istri yang biasanya ditinggal di kampung halaman."

Di Irak, lampu mati sering terjadi bahkan sudah menjadi rutinitas. Akan tetapi di hauzah ini, lampu mati bukanlah hal yang mengkhawatirkan, karena para pelajar masih bisa memanfaatkan cahaya lampu dari makam suci Imam Ali as.

Hauzah itu dikenal dengan nama Hauzah Ayatollah Boroujerdi, salah satu ulama tersohor di Iran yang dimakamkan di kota suci Qom. Ini menunjukkan bahwa hauzah Qom dan Najaf mempunyai hubungan yang erat. Ibrahim menjelaskan,"Saat Imam Khomeini diasingkan di Irak, hauzah ini selalu menjadi tempat persinggahan beliau untuk shalat setelah berziarah ke makam Imam Ali as."

Di penghujung pertemuan, Ibrahim menyebut kedatangan wartawan IRIB di hauzahnya sebagai pengunjung pertama asal Indonesia. (Alireza Alatas/irib/13/12/2010)

Peringatan Asyura dan Ancaman Teror

Menjelang peringatan hari Tasu'a dan Asyura (hari kesembilan dan kesepuluh bulan Muharam) di Irak, pasukan keamanan negara itu bersiaga penuh untuk mengamankan peringatan sakral itu. Sumber-sumber keamanan Irak menyatakan lebih dari 50 ribu pasukan keamanan yang dilengkapi dengan alat detektor bahan peledak telah ditempatkan di Provinsi Karbala.

Pengamanan khusus bulan Muharam di Karbala dilakukan atas kerjasama seluruh dinas keamanan dan intelijen Irak. Dalam kerangka program itu, seluruh ruas jalan yang berujung ke kompleks makam suci Imam Husein as dan Abul Fadl Abbas di kota Karbala berada dalam pengawasan ketat pihak keamanan.

Berkenaan dengan itu, komando operasi al-Furat mengkonfirmasikan penangkapan 60 tersangka operasi teror di kota Karbala. Teroris yang terdiri dari 12 regu itu bermaksud malancarkan serangan teror pada peringatan Tasu'a dan Asyura di kota Karbala. Kelompok teroris telah memulai kembali aksinya sejak awal bulan Muharam untuk mengganggu proses politik Irak dan mencitrakan ketidakamanan Negeri Kisah 1001 Malam itu.

Menyulut kekerasan etnis dan konflik sektarian di tempat-tempat konsentrasi ribuan warga Syiah yang tengah berduka termasuk salah satu tujuan teroris dalam beberapa hari terakhir. Poin yang patut dicermati adalah sebagian teroris berasal dari luar Irak dan khusus datang untuk melancarkan operasi teror di negara itu pada hari Tasu'a dan Asyura. Jelas menciptakan instabilitas Irak dan menghalangi proses pembentukan pemerintahan baru negara itu merupakan masalah yang diharapkan terealisasi di Irak oleh beberapa pihak lokal dan negara asing.

Beberapa negara Arab termasuk Arab Saudi sengaja memperkuat kanal aktivitas teroris di Irak guna merusak pemerintahan Nouri al-Maliki dan mempertanyakan kemampuan dinas intelijen yang berada di bawah perintahnya.

Memperhatikan kemampuan Maliki dalam menghadapi berbagai tantangan selama empat tahun lalu dan pengalamannya dalam menyelenggarakan upacara peringatan duka bulan Muharam dalam beberapa tahun lalu, kali ini dalam sebuah gerakan ofensif, selain menghancurkan beberapa markas dan tempat persembunyian teroris, juga bertekad menciptakan keamanan pada peringatan hari tasu'a dan asyura Imam Husein as.

Penangkapan puluhan teroris dalam beberapa hari terakhir adalah bukti keseriusan pemerintah Baghdad untuk menciptakan keamanan di seluruh penjuru Irak. Meski demikian masalah itu menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keamanan Irak punya potensial untuk mengendalikan situasi keamanan pada masa-masa sensitif. (IRIB/RM/SL/13/12/2010)

Al-Sajjad, Penerus Misi Asyura

Syahadah Imam Sajjad as

Pada hari Asyura tahun 61 hijriah, padang Karbala saat itu menyaksikan peristiwa heroik yang ditampilkan oleh cucu kesayangan Rasulullah Saw, Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia. Pada saat yang sama, Imam Ali Zainal Abidin as, putra Imam Husein as, tergeletak sakit di kemah. Kondisi itu membuat Imam Ali Zainal Abidin as tidak dapat bangkit membantu ayahnya dan para pejuang Karbala. Akan tetapi jiwa Imam Ali Zainal Abidin as yang juga dikenal al-Sajjad atau orang yang banyak bersujud, tak dapat ditahan untuk membantu ayahnya, tapi raga sama sekali tak mengizinkan.

Kondisi sakit Imam Ali Zainal Abidin pada hari Asyura mengandung hikmah ilahi dan rahasia Tuhan. Setelah peristiwa Asyura, Imam al-Sajjad mengemban tanggung jawab kepemimpinan demi menjaga risalah kenabian Rasulullah Saw.

Sejarah mencatat, tatkala pertempuran di padang Karbala bergolak, Imam Sajjad as mendengar suara ayahnya, Imam Husein as yang berkata: "Siapakah yang menolongku?", dalam keadaan lemah beliau pun berusaha bangkit seakan hendak memenuhi panggilan ayahnya. Namun melihat hal itu, Ummi Kultsum, bibi beliau pun berusaha menahannya pergi lantaran masih lemahnya kondisi kesehatan Imam Sajjad as. Dengan penuh harapan, beliau berkata, "Bibi, ijinkan aku pergi berjihad bersama putra Rasulullah saw". Akan tetapi, karena lemahnya kondisi jasmani beliau, Imam pun tak mampu mengantarkan dirinya ke garis pertempuran. Hingga akhirnya takdir pun menyelamatkan beliau dan cita-cita kebangkitan Imam Husein dapat terus diperjuangkan.

Imam al-Sajjad menerima tanggung jawab kepemimpinan atau imamah pada umur 23 tahun. Tanggung jawab itu diterima saat kondisi sangat pelik. Pada masa itu, Dinasti Bani Umayyah berkuasa. Masyarakat saat itu jauh dari ajaran murni agama Islam. Akan tetapi penguasa saat itu berpenampilan religius, tapi pada dasarnya bertujuan membabat habis nilai-nilai agama.

Dinasti Umayyah di masa itu juga berusaha mengesankan kebangkitan Imam Husein sebagai langkah ekstrim yang keluar dari ajaran agama. Bani Umayyah berupaya menghapuskan pesan Imam Husein di padang Karbala supaya tidak sampai ke masyarakat. Di tengah kondisi seperti itu, Imam Ali Zainal Abidin as berusaha menjelaskan tujuan-tujuan penting kebangkitan Imam Husein as sehingga konspirasi musuh yang berupaya memojokkan posisi Ahlul Bait as dihadapkan pada kegagalan total.

Imam Ali Zainal Abidin as bersama Sayidah Zainab as memegang peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husein as kepada masyarakat. Salah satu lembaran penting dalam sejarah pasca Peristiwa Karbala adalah pidato tegas Imam al-Sajjad di masjid Bani Umayyah, Syam. Dengan pidatonya, Imam al-Sajjad mampu menyampaikan pesan revolusionernya dengan landasan argumentasi kuat dan logis.
Saat Imam as digelandang bersama para tawanan Karbala dan sampai di kota Kufah, beliau melontarkan orasi yang sangat memukau dan menyentuh, sampai-sampai seluruh warga kota Kufah seakan tersihir oleh orasi beliau. Setelah memaparkan tentang keutamaan Ahlul Bait Nabi dan Imam Husein as, beliau berbicara kepada warga Kufah: "Wahai umat manusia, demi Allah aku bersumpah dengan kalian, apakah kalian ingat, kalian sendiri yang telah menulis surat kepada ayahku, namun setelah itu kalian menipunya? Kalian menjalin janji dan berbaiat kepadanya, namun kalian juga yang memeranginya? Lantas dengan mata yang mana lagi kalian akan melihat saat Rasulullah Saw di hari Kiamat kelak berkata, ‘Kalian telah bunuh Ahlul Baitku dan mematahkan kehormatanku!'"

Puncak orasi Imam Sajjad as saat beliau berpidato di hadapan khalifah zalim, Yazid bin Muawiyah di Syam. Seluruh kejahatan dan kebobrokan penguasa zalim itupun diungkap secara jelas oleh Imam as hingga Yazid kehilangan muka. Dalam salah satu bagian pidatonya, Imam Sajjad as menuturkan, "Wahai umat manusia, Allah Swt menganugerahkan keutamaan-keutamaan seperti keilmuan, kesabaran, kedermawanan, kelugasan dan keberanian kepada Ahlul Bait Rasulullah Saw. Allah juga menganugerahkan kecintaan kepada Ahlul Bait pada hati orang-orang mukmin." Beliau menambahkan, "Wahai umat manusia, barangsiapa yang tidak mengenal aku, maka aku akan mengenalkan diriku." Dikatakannya, "Akulah putra Fatimah, akulah putra seorang yang syahid saat bibirnya kering kehausan".

Imam pun terus menegaskan keutamaan diri dan keluarganya hingga masyarakat Syam pun menangis penuh penyesalan. Untuk memotong pidato Imam Sajjad, Yazid pun memerintahkan untuk melantunkan azan.

Pidato Imam al-Sajjad membuat kondisi kota Syam yang juga pusat pemerintahan dinasti Umayyah saat itu menjadi kalang kabut. Bahkan para petinggi Bani Umayyah memutuskan untuk segara membawa Imam Husein dan para tawanan keluarga Nabi lainnya ke Madinah. Tak dapat dipungkiri, pidato Imam Sajjad berhasil membangkitkan nurani masyarakat kota Syam yang selama ini dikuasai Dinasti Bani Umayyah. Di pusat pemerintahan, para petinggi Bani Umayyah tidak mampu menghalau pidato-pidato Imam Ali Zainal Abidin as yang memancarkan semangat revolusi dan gerakan anti-arogansi. Pencerahan Imam Sajjad as secara perlahan, mampu membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan kezaliman di berbagai penjuru. Karena itu, pasca tragedi Karbala muncul berbagai gerakan kebangkitan menentang ketidakadilan pemerinatahan Bani Umayyah.

Setiba di kota Madinah, Imam al-Sajjad terus melanjutkan pidato-pidato pencerahannya yang isinya menyingkap kezaliman penguasa Bani Umayyah. Sementara itu, para penguasa Bani Umayyah kian bersikap sewenang-wenang. Saat itu, perjuangan utama Imam Sajjad as mempunyai misi untuk meluruskan pandangan masyarakat dan meningkatkan kesadaran umat.

Peran dan jasa berharga Imam Sajjad as pasca tragedi Asyura adalah menyebarkan risalah doa dan munajat yang sangat luhur. Kini kumpulan doa-doa dan munajat beliau itu dihimpun dalam sebuah kitab bernama Sahifah Sajjadiyah. Kendati doa dan munajat Imam Husein merupakan naskah doa, namun di dalamnya mengandung muatan ajaran Islam yang sangat luhur mengenai filsafat hidup, penciptaan, keyakinan, moral dan politik.

Imam al-Sajjad as dalam salah satu doanya mengatakan, "Ya Allah berilah kami kekuatan untuk mampu menjaga sunnah Nabi-Mu, dan berjuang melawan bid'ah-bid'ah, serta melaksanakan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar."

Al-Sajjad dalam sejarah hidupnya selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengungkap misteri di balik tragedi Karbala. Imam Ali Zainal Abidin as selalu meneteskan air mata dan menunjukkan duka yang mendalam saat menceritakan peristiwa pembantaian terhadap keluarga Nabi pada hari Asyura. Duka yang ditunjukkan Imam Sajjad as itulah yang akhirnya mampu membangkitkan semangat juang umat Islam dalam melawan kezaliman Bani Umayyah. Imam al-Sajjad as juga dikenal sebagai sosok pemaaf, pengasih dan populis.

Imam Ali Zainal Abidin as gugur syahid pada tahun 95 hijrah setelah penguasa Bani Umayyah, Walid bin Abdul Malik mengeluarkan perintah untuk meracuni al-Sajjad as. (IRIB/AR/SL/12/12/2010)

0 comments to "Para Penerus Husaini..!!!!!"

Leave a comment