28 Safar diyakini oleh sebagian umat Islam sebagai tanggal wafat Nabi Termulia Muhammad saw. Di Indonesia peringatan haul selalu menjadi tradisi dan simbol relejiusitas di kalangan masyarakat santri sejak dakwah Wali Songo. Namun yang diperingati adalah ulama atau kakek dan ayah atas inisatif keluarga. Karena itulah, acara haul Nabi Muhammad terasa aneh.
Lebih penting manakah antara memperingati kelahiran atau wafat Nabi? Apakah kita hanya perlu mensyukri kelahirannya, dan tidak mengenang detik-detik terakhir dalam hidupnya? Tidakkah wafat manusia paling sempurna ini perlu dikenang sambil merenungi pesan-pesannya yang pasti sangat monumental? Adakah persitiwa-peristiwa penting menjelang dan sesudah wafatnya? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini pasti muncul di benak setiap Muslim yang kritis dan ‘melek sejarah’.
Sejarah mencatat, dalam perjalanan pulang dari haji terakhir, dikenal dengan Haji Wada’ (Haji perpisahan), Nabi memberikan sinyal-sinyal perpisahan melalui khotbah dan serangkai pernyataan yang amat memilukan. Para sejarawan tidak hanya menyebut nama tempat upacara perpisahan yang terletak antara Mekah dan Madinah itu, namun merincikan jumlah peserta yang hadir saat itu.
Sesampai di Madinah pun, Nabi yang mulai terlihat kurang sehat, masih harus memikirkan umat dan negara yang dibangunnya. Sepak terjang dan provokasi negeri jiran di sebelah selatan yang dipimpin oleh Heraclitus membuatnya harus mengabaikan rasa sakit dan penat. Lelaki yang bernama Ahamd di langit ini memberikan sebuah instruksi kepada setiap semua lelaki yang sehat jasmani agar bersiaga perang di bawah komando Usamah bin Zaid. Keseriusan ini menunjukkan betapa Nabi, yang lemah karena sakit, masih menomerduakan dirinya demi kepentingan umat dan demi tanggungjawabnya.Ia harus keluar dari rumah sembari mengenakan selimut dan berseru agar setiap orang keluar dari Madinah karena kerajaan Romawi telah mengerahkan brigade pasukan kavelri untuk melakukan pembersihan terhadap warga yang memeluk Islam dalam wilayah kekuasaannya, termasuk gubernur Syam, Farwah bin Amr al-Jazami.
Sejarah menyaksiakan, teriakan parau Nabi teragung itu bak gayung tak bersambut. Pasukan yang sudah bergerak meninggalkan Madinah itu, tiba-tiba bubar. Isu tentang ‘kematian Nabi’ telah menjadi alasan aksi ‘mogok’ itu. Sampai-sampai, sang Komandan, Usamah bin Zaid, yang masih muda, juga ikut pulang ke Madinah.
Sejarah juga mencatat bahwa saat terbujur di atas ranjang, beliau meminta secarik kertas dan setangkai pena sebagai konfirmasi akhir atas pesan-pesan yang berulang telah disampaikannya terutama di Hajatul-wada’. Namun, apa hendak dikata, bising dan desak-desakan pengunjung yang membesuk di rumah kecil itu membuat suaranya seakan tertelan dan lenyap.
Pesannya, “Umatku, umatku umatku…! Janganlah berbalik arah! Jangan letakkan pedang di atas leher sesamu! ‘ semestinya didengungkan terus menerus agar umat Islam tidak menari dengan genderang musuh dan tidak merusak citra Islam dengan ekstrimitas, intoleransi dan fanatisme. Karena itulah, meperingati wafat Nabi, meski belum mentardisi, bukanlah sesuatu yang tidak perlu diselenggarakan.
Mungkin sudah saatnya umat Islam memasukkan agenda kesedihan dan duka dalam kalender hari besar, selain agenda riang dan kegembiraan seperti Maulid dan lainnya. Bukankah kita dianjurkan oleh Allah untuk lebih banyak menangis dan sedikit tertawa? Yang jelas Muhammad saw sedang menangis sedih melihat sesama umat Islam saling mengkafirkan dan menyesatkan.
sumber:By MuhsinLabib/http://www.muhsinlabib.com/uncategorized/antara-haul-dan-maulid-nabi
Komentar Terbaik :
Haul Rasulullah dan Kematian
Assalâmu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillâh wa shalâtu wa salâm ‘alâ Rasûlillâh Muhammad ibn Abdillâh wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa man walah.
Bapak, ibu, hadirin-hadirat yang berbahagia, saya bersyukur kehadirat Allah karena masih bisa hadir dalam suatu peringatan wafatnya Rasulullah. Manusia yang paling mulia. Manusia yang kalau menyebutkan namanya mendapat pahala. Bahkan siapa yang mengeraskan suaranya dihadapan Rasulullah akan mendapatkan siksa. Al-Quran telah menyebutkan:
يَأيهَا الذِيْنَ ءامَنُوا لا تَرفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَبِيّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أعْمَالَكُمْ وَأنْتُمْ لا تَشْعُرُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. Al-Hujurât : 2)
Orientalis mengatakan bahwa ayat ini tidak perlu lagi lagi kita gunakan karena Nabi sudah wafat. Mereka lupa bahwa anak cucu Nabi Rasulullah masih ada. Sehingga sebagian ulama tafsir mengatakan jangan mengangkat suaramu dihadapan sulalâturrasûl (para pewaris rasul). Kalau sekarang ini kuburan Rasul ada di Madinah, orang yang berada di sekitar kuburan itu dilarang berteriak. Pada suatu ketika ada orang-orang Badui, ada yang mengatakan istilahnya al-a’rab, bercakap-cakap dan bercanda di hadapan kuburan Rasulullah.
Salah satu riwayat mengatakan bahwa Sayyidina Ali KW marah, dan dia mengatakan, “Tidakkah kamu tahu bahwa di sini dikuburkan orang yang paling mulia sepanjang kehidupan manusia?” Dan sebagian hali tafsir yang lain mengatakan bahwa kalau ada orang sementara duduk untuk membicarakan tentang keadaan Rasulullah, tentang kehidupan Rasul, maka jangan mengangkat suara lebih besar daripada orang yang bershalawat kepada Rasulullah.
Ayat ini juga menggambarkan kepada kita bahwa Rasulullah begitu mulia, begitu agung, sehingga Allah menyebutkan akan terhapus amalmu kalau engkau mengangkat suaramu lebih besar dari suara Nabi, akan terhapus amalmu kalau engkau ingin menyamakan Nabi dengan orang biasa. Dari sinilah para ulama tafsir mengatakan bahwa seseorang yang mencitai Rasul pasti akan mendapat imbalan surga.
Kita semua tentu mencintai rasul. Saya, tadi sore merasa kurang enak badan. Suatu saya ditelepon, saya katakan, “Insyallah saya datang,” karena cinta saya kepada Rasul. Dan tadi qâri kita membacakan ayat:
محمد رَسُوْلُ الله والذِيْنَ مَعَهُ أشِدّاءُ عَلَى الكُفَار رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكعًا سُجدًا يَبْتَغُوْنَ فَضْلاً مِنْ الله وَرِضْوَانًا سِيْمَاهُمْ في وُجُوْهِهِمْ مِنْ أثَرِ السُجُوْدِ
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (QS. Al-Fath : 29)
Saya selalu berharap bahwa kita ini pasti mati. Tidak ada seorang pun yang tidak mati. Salah satu riwayat dikatakan orang yang takut mati itu tandanya masih ada dosa, sedangkan kita ingin mati dengan mendapatkan syafaat di hari kemudian oleh Rasulullah. Karena itu tadi pada sore hari tadi saya katakan kalau saya mati dalam perjalanan atau dalam melaksanakan dakwah untuk orang mencintai Rasul maka pasti saya menjadi umat Rasul. Pasti saya akan mati dalam keadaan syahid. Karena saya tahu mati itu suatu hal yang pasti.
Ada salah satu riwayat pernah Sayyidina Ali ditanya, “Apa yang pasti di dunia ini?” Kemudian Sayyidina Ali bertanya balik, “Menurut engkau apa yang pasti?” Orang itu mengatakan, “Yang pasti adalah terbitnya matahari besok.” Sayyidina Ali kemudian menjawab, “Kenapa engkau pastikan terbit matahari besok. Mengapa engkau begitu yakin?” “Karena itu setiap hari terbit.” Sayyidina Ali berkata, “Tidak, itu tidak pasti. Tapi yang pasti bahwa semua orang akan mati.”
Kalau kita sudah tahu bahwa kita akan mati maka seharusnya kita mempersiapkan diri untuk mati. Bagaiman caranya mempersiapkan diri? Sesuai dengan ayat tadi, Muhammad rasûlullâh. Muhammad itu utusan Allah. Walladzîna ma’ahu. Dan orang-orang yang beserta Rasul. Kita semua beserta rasul. Saya yakin kita semua yang datang ke sini ingin bersama-sama Rasul. Paling tidak kita ingin syafaat Rasul. Assyidda ‘alâl kuffar. Tegas terhadap orang-orang kafir. Kalau kita lihat kondisi dunia sekarang, negara mana yang tegas terhadap orang-orang kafir. Saya tidak perlu mengajari bapak-bapak dan saudara-saudari sekalian. Tahu sendiri. Berani menghadapi orang-orang kafir walaupun mereka besar, kaya, dan kuat. Ruhamâ`u bainahum. Kasih sayang bersama mereka.
Alhamdulillah kita masih tergolong orang-orang mukmin yang kasih sayang sesama kita. Tadi disebutkan mudah-mudahan yang memelihara kuburan Rasul adalah orang-orang yang mau dan mncintai Rasul. Kita tidak ingin tanah suci itu dikuasai oleh orang-orang yang tidak cinta kepada Rasul dan keluarga Rasul.
Saya membayangkan, coba kita bayangkan, bagaimana kalau kita dikafan, kita dikubur, kita dengan siapa? Kita sendiri tidak ada teman. Tidak ada orang yang bisa membantu kita. Pada saat itu yang membantu kita ialah amal kita sendiri. Dan hari ini kita lakukan peringatan wafat Rasul yang memberikan amal buat kita yang akan membantu kita dikubur nanti.
Bapak, ibu dan saudara terhormat, orang-orang yang beserta Rasul itu rukuk dan sujud, maksudnya shalat. Yabtaghû minallâh. Mereka menghendaki keutamaan dari Allah. Karena itulah pada kesempatan ini saya menganjurkan pada diri saya sendiri dan para hadirin terhormat, mari kita pelihara shalat kita mari kita mencitai rausl, mari kita berbuat tegas terhadap orang kafir dan sifat kekafiran dan mari kita saling kasih sayang. Saya heran mengapa masih ada yang mengaku Islam tapi tidak kasih saya terhadap sesamanya, masih ingin merusak, masih ingin menghancurkan padahal tidak ada bedanya di antara mereka.
Dulu pada tahun 1939 di Pulau Jawa terjadi perselisihan yang sangat keras antara kelompok yang mengaku Ahlus Sunnah dengan kelompok yang mengaku bukan Ahlus Sunnah. Kalau sekarang ini sudah berubah, kelompok Syiah dan kelompok Sunni. Saya heran mereka mengaku Muslim, mengaku Al-Quran sama, kiblat sama, Rasul sama, mengapa masih ada di antara kita yang saling membenci. Padahal ruhamâ`u bainahum, seyogyanya kasih sayang di antara mereka. Karena itu pada kesempatan ini saya menghimbau kepada saudara-saudara Muslim, jangan terpikir untuk selalu mencemooh dan mencela orang lain. Mencela orang lain sama dengan mencela diri sendiri, memaki orang lain sama dengan memakai diri sendiri. Dan ini saya jelaskan di hadapan siapa saja, di mana-mana saya ceramah seluruh Indonesia. Al-Quran mengajarkan ruhamâ`u bainahum, kalau kita ingin menjadi pengikut Muhammad SAW.
Saya terharu karena jarang sekali kita mempringati wafatnya Rasul. Yang sering kita peringati naulid Rasul. Apa bedanya? Maulid saat kelahiran, dan wafat saat kembali rasul ke rahmatullah. Kalau maulid kita bersuka ria karena lahir seorang yang paling mulia, tapi hari wafatny kita semestinya bersedih. Kita bersedih karena sudah tidak ada orang yang memimpin kita lagi dan karena itu banyak orang minta supaya mimpi Rasul. Saya setiap pergi ke Madinah, berulang kali saya ke Madinah selalu meminta, “Ya Allah saya ingin mimpi Rasul,” tapi tidak pernah mimpi Rasul. Saya mimpi kadang-kadang orang yang berpakaian Arab. Tapi bukan rasul. Apalagi saya pernah membaca siapa yang memimpikan Rasul itu benar-benar Rasul, karena setan tidak bisa menyerupai rasul.
Karena itu saya dan kita bersedih. Kalau ayah kita meninggal kita bersedih. Tapi kalau Rasul meninggal dan memang sudah meninggal kita tidak pantas untuk tidak melakukan suatu kegiatan, memperingati wafatnya Rasul. Sehingga kita sadar bahwa kita pasti akan meninggal. Kalau kita sudah sadar bahwa kita pasti akan meninggal, Insya Allah itu tanda-tanda yang baik buat kita. Kalau kita tidak yakin bahwa kita akan mati, barang kali kita perlu memmbaca riwayat tentang wafatnya Rasul.
Bapak dan ibu tahu bahwa Rasul itu wafat setelah berulang kali malaikat datang untuk menyampikan pesan Allah. “Wahai Muhammad Rasulullah, maukah engkau diperpanjang umurmu?” Apa jawab Rasulullah? “Tidakkah Allah berfirman:
لا يَسْتَأخِرُوْنَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُوْنَ
Mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. Al-A’râf : 34). Apa beda saya dengan manusia biasa?”
Karena itu dia tidak minta untuk diperpanjang usianya, tapi diberi tahu oleh Allah bahwa malaikat pencabut nyawa akan datang pada saat-saat ini. Di tempat ini saya ceritakan juga dulu bagaimana sewaktu Rasulullah akan wafat. Bapak dan ibu tahu waktu Rasulullah akan wafat orang yang pertama dia beri tahu adalah putrinya, Fathimah Az-Zahra. Karena putri inilah yang paling dekat dengan beliau, yang melahirkan cucunya, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain, yang dianggap oleh Rasulullah sebagai anaknya. Dia beritahu, “Wahai Fathimah, sudah hampir sampai ajal saya.” Fathimah menangis dan setelah itu air mata Fathimah jatuh di jenggot Rasulullah. Rasulullah memeluk Fathimah, ”Ya Fathimah, jangan engkau menangis karena engkau bersama dengan saya di surga.” Jadi orang yang paling dipastikan masuk surga itu hanya Fathimah Az-Zahra.
Kemudian Rasulullah bertanya, “Mana suamimu?” Maksudnya Ali bin Abi Thalib. Sampaikan juga kepada Ali pesannya, “Wahai Ali, engkau yang memandikan saya.” Kenapa Sayyidina Ali yang di minta memandikan? Karena beliaulah yang paling paham tentang aturan agama, paling tahu tentang keadaan Rasul, dan karena beliau yang paling tidak pernah dosa mensyarikatkan (mensekutukan—edt.) Allah. Di antara sahabat-sahabat Rasulullah hampir semua mensyarikatkan Allah. Sahabat yang empat, yang disebut Khulafa Ar-Rasyidin, Abu Bakar, Umar, Utsman, pernah mensyarikatkan Allah. Sedangkan Sayyidina Ali tidak pernah mensyarikatkan Allah.
Di dalam riwayat itu juga disebutkan bahwa Fathimah Az-Zahra karena kesedihannya tidak berapa lama kemudian beliau mengikuti jejak ayahnya, Rasulullah. Karena memperingati wafatnya Rasulullah sangat penting. Saya kira umat Islam mestinya sadar bahwa memperingati wafatnya Rasulullah adalah sangat baik untuk mengenang dan membimbing kita ke arah memahami tentang kematian.
Bapak dan ibu yang terhormat, satu lagi yang ingin saya sampaikan, kalau kita menyebut nama Rasulullah jangan kita menyebut nama “Muhammad” saja. Ada orang kadang-kadang mengatakan “Itukan Muhammad”. Jangan! Allah memperingatkan kepada kita:
وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ
Janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain
Kalau orang panggil nama saya Umar, itu tidak masalah. Tapi orang panggil nama “Muhammad” jangan hanya nama Muhammad. Sertai dengan shalawat. Panggil dengan nama, misalnya, kalau dikalangan Syafi’i disebutkan dengan Sayyidina Muhammad shalallâhu ‘alaih was salâm. Tapi dikalangan mazhab yang lain ada yang tidak menyebutkan sayyidina. Tidak masalah, tetapi jangan menyebut hanya Muhammad.
Ada orang kadang-kadang begitu arogansinya dengan membuat karikatur tentang Nabi Muhammad. Dia membuat gambar lukisan tentang beliau padahal itu semua tidak dibenarkan dalam ajaran agama. Jangan kita panggil seperti nama saudara kita yang lain. Kita baca shalawat, perbanyaklah sahalat. Satu riwayat ada seorang yang selalu mengambilkan air Rasulullah. Pada suatu ketika sahabat itu diberi tahu oleh Rasulullah, “Saya sudah sangat berat. Kamu selalu mengamblikan air buat saya. Kalau saya mau berwudhu engkau siapkan air.” Rasulullah kemudian bertanya, “Saya ingin balas. Apa yang engkau inginkan?” Sahabat itu menjawab, “Saya ingin bersama Rasulullah di surga.” Terhentak rasulullah. Orang ingin bersama dengan Rasulullah di surga. Rasulullah mengatakan, “Bantu saya untuk bersama-sama kita nanti di surga.” Salah satu riwayat mengatakan, “Perbanyak zikir.” Riwayat lain mengatakan, “Perbanyak shalawat.” Jadi kalau kita ingin masuk surga bersama Rasulullah, mari kita perbanyak shalawat kepada beliau.
Baiklah bapak dan ibu terhotmat karena saya sudah lelah, mengingat umur saya yang sudah 70 tahun, Alhamdulillah. Saya mohon maaf kalau tidak bisa memenuhi harapan bapak dan ibu sekalian. Tapi yakinlah bahwa saya selalu bersama dengan bapak dan ibu, dan Insya Allah kita akan bersama-sama dengan Rasulullah di surga. Karena kita semua cinta kepada beliau, mengagungkan beliau dan membesarkan beliau. Terima kasih, mohon maaf. Wassalâmu’alaikum wa rahmatullâh wa barakâtuh.
Sumber: Buletin Syiar Edisi Maulid/Rabiul Awal 1430 H. Ceramah disampaikan pada peringatan Haul Rasulullah SAW pada tanggal 28 Shafar 1430 H di Islamic Cultural Center, Jakarta.
Transkrip © ejajufri
sumber:https://ejajufri.wordpress.com/2009/03/10/haul-rasulullah-dan-kematian/
March 7, 2008 at 9:10 am
Dear ..
Peringatan atas wafatnya “penghulu keberadaan” jelas bisa membuat apa2 yang telah terjadi pada hari2 sebelum dan sesudah beliau Saaw menghembuskan nafas terakhirnya ‘Terkuak secara lebih terang.
Apa2 yang berlaku atas dirinya, keluarganya dan beberapa sahabat teruji (at the late our and post of His life) akan mengangkat satu tema yang seragam, adanya PENGHIANATAN atas mereka.
Apakah itu penghianatan atas dasar2 yang telah digariskan secara detail oleh beliau (The most well organized person’ hingga akhir hayatnya), atau bahkan telah berlaku sebuah kerusakan atas pondasi2 Islam secara utuh yang juga telah dibangun oleh Baginda (dalam lingkungan terdekat orang2 pilihannya). Mengapa hanya mungkin orang2 terdekatnya yang berkhianat ?
Jelas tak mungkin musuh2 kebenaran sejak awal Adam as akan berlibur barang sejenak untuk memberi kesempatan meluasnya nilai2 Ilahiah. Jelas sebuah anomali bila hakikat keburukan tidak merusak kesana dan kemari. Ia yang dalam sejarah kemanusiaan merusak tembok kokoh nurani dan kebijaksanaan.
Namun ,… juga sangat mudah dipahami bila nilai ‘Kebenaran tidak lekang oleh waktu, self organized, self defense, self protect. Kebenaran, meskipun ia kecil dan terbatas, hakikatnya sangat “Liat” dan “Eternal”. Hal yang sangat sulit atas apa dan siapa pun untuk bisa dengan mudah (memadamkan) menaklukkannya.
Bila ternyata sekuat itulah kebenaran bersama aspek2nya dapat terus hidup, maka hanya satu kemungkinan yang tersisa sebagai lawan, …
“Kepura-puraan dalam Kebenaran” (Munafikin menurut bahasa Al-Qur’an). Dimana sudah begitu jelas bagaimana identifikasi atas mereka sepanjang sejarah ‘Kebenaran.
Qur’an “menghadiahkan” kelompok ini lebih dari 9 ayat (di awal2 surah nya).
Sekali lagi hanya satu yang mungkin bisa masuk (low observable penetrate) lebih jauh ke dalam tubuh Islam, yaitu … “orang2 terdekat” yang “berpura-pura” bersama Beliau Saaw.
Selanjutnya ………. bacalah berbagai versi sejarah, kumpulkanlah sebanyak mungkin, dengan format berbagai bahasa, merupakan produk yang melewati batas2 kelompok sosial keagamaan, berkaitan dengan Syahadah Saaw.
Telah berpulang seorang Nabi dari kalangan kalian sendiri, Ia (yang) begitu berat atas (penderitaan) kalian.
Shalawatuka alihi yaa Abul Qassim … yaa Rasulillah
March 10, 2008 at 5:12 am
Salam ,
Jika Haul Nabi Muhammad di peringati , maka para Ustad dan mubaligh akan menceritakan kepada Umat kronologis yang terjadi dari Haji wada hingga Saqifah.
Dimana Sahabat -sahabat yang di agungkan dan di dewakan malah memilih pergi ke Balairung Saqifah di banding mensholati Jenazah Rosul SAWW ?
Dan beberapa jam setelah Saqifah usai , Rumah duka di Grebek …kelompok Preman.
Antum bayangkan ….Emha Ainun Najib pernah memblow up kejadian ini di Jawa Pos 2002 , pada Head linenya , tapi Para Ulama seakan diam mingkem tanpa komentar , jika hal tersebut fitnah maka sudah barang tentu Cak Nun akan masuk bui saat ini seperti kasus Aswendo A. Tapi ulasan Cak Nun bahwa Kematian meriah ( wafatnya Ibu Tien S.) saat itu yang ditauziahkan ribuan orang sampai Suaminyapun juga demikian ? tapi
Jenazah Suci Rosululloh SAWW hanya di hadiri oleh beberapa orang keluarganya.
Di Bukhori sendiri jelas …Abu bakar saat mau ke rumah duka di ajak Umar pergi ke Saqifah.
Mengapa Rumah duka di kepung akan di bakar ?
Ahlak murid-murid Rosululloh SAWW telah hilang saat itu ?
Jika antum punya kerabat dekat yang sedang sakaratul maut , antum bela-belain minta ijin bosss dikantor untuk pesan tiket agar dapat hadir di samping kerabat tsb dan menghadiri proses penguburannya ? lah ini ….Manusia pembawa Rahmatan Lil’alamin wafat , jazadnya belum dingin rumah duka di kepung massa ?
Jika hal – hal ini terungkap dan di ungkapkan dalam acara Haul Rosululloh SAWW ….bisakah antum banyangkan …..Jutaan Umat Islam yang tadinya tertidur akan terbangun dari mimpinya ?
Dan itu yang sangat di takutkan oleh sementara Oknum adanya ?