Home , , � Doa Kumail, Kaum Syiah Berjaya di Madinah !!!

Doa Kumail, Kaum Syiah Berjaya di Madinah !!!




NU Online—Meski pemerintah Arab Saudi terkenal sebagai pemerintahan yang berhaluan keagamaan Wahabi dan sangat keras dalam memerangi bidah, namun nyatanya tetap ada saat-saat mereka dibuat tidak berdaya. Dalam hal ini, muslim Syiah Iran benar-benar membuat Arab Saudi mati kutu. Setiap malam Jumat di Musim Haji, pemerintah Arab Saudi terpaksa mengerahkan ratusan aparat keamanan berseragam loreng, lengkap dengan helm anti huru-hara dan pentungan hanya untuk mengamankan jalannya prosesi peribadahan kaum Syiah ini.

Lebih dari itu, mereka bahkan harus merelakan pengeras suara Masjid Nabawi digunakan sebagai alat pengeras oleh orang-orang Syiah tersebut. Sehingga prosesi pembacaan doa khas Syiah ini terdengar hingga beberapa blok di luar Masjid Nabawi. “Acara ini khusus hanya untuk orang-orang Syiah. Selain mereka dilarang masuk. Tidak ada toleransi lagi,” kata salah seorang komandan polisi yang memimpin blokade di salah satu jalur jalan yang menuju Makam Baqi’.

Menurut komandan yang tidak mau menyebutkan namanya ini, blokade ini berlangsung setiap malam Jumat setelah salat Isya hingga kira-kira pukul sebelas malam. Blokade ini diberlakukan selama musim haji.

“Ya Syekh, apa yang akan Anda lakukan di dalam?” tanyaku pada seseorang dengan jubah kebesaran ulama Iran. Ia tampak berjalan di depan dengan diikuti oleh serombongan jamaah, tampaknya ia seorang pemimpin.

“Kita akan memanjatkan doa dan berziarah kepada Rasulullah dan putrinya, Fatimah,” jawabnya seraya menghentikan langkah dan mencoba mengajak bicara lebih panjang.

“Doa apakah yang akan Anda dan jemaah Anda panjatkan di sana?” tanyaku setelah ia berhenti dan diikuti kawan-kawannya di belakangnya.

“Doa Kumail, apakah Anda tahu? Kami akan berdoa dan memohon ampunan di sana. Apakah Anda mau ikut?” jawabnya sambil membalas bertanya.

“Ya saya tahu. Tetapi maaf, saya tidak bisa ikut,” jawabku menolak tawarannya. Meski sebenarnya saya ingin ikut mendengarkan langsung dari tempat terdekat mereka berdoa, namun saya tidak yakin dapat melewati penjagaan dan blokade ketat aparat keamanan.

“Baiklah. Semoga Tuhan memberkati Anda,” jawabnya sambil segera berlalu diikuti oleh jamaah di belakangnya. Sementara itu, suara lantunan doa terdengar lantang dari corong speaker menara Masjid Nabawi. Dilihat dari suara dan nada lagunya, menjadi lebih mirip pengajian ibu-ibu muslimat di kampung-kampung. (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)

Catatan: Baca juga bagian 1 dan bagian 3 dari kisah di atas. Thanks Mas Gun atas informasinya. Cuplikan suasana pembacaan Doa Kumail di Madinah:

Artikel Terkait:


Doa dalam Mazhab Ahlulbait

with 10 comments

Disebuah forum diskusi yang konon diadministratori oleh seorang habib, lagi-lagi mazhab ahlulbait menjadi sasaran empuk. Penanya mengatakan bahwa Doa Kumail berisi laknat terhadap sahabat. Mungkin member di forum itu belum pernah melihat apalagi membaca Doa Kumail, jadi bicaranya salah. Atau mungkin ada Kumail yang lain?

Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ahlulbait as. mengenai doa dan keutamaannya sangat banyak. “Doa merupakan senjata kaum Mukmin”, “Ibadah paling utama adalah berdoa”, “Perbuatan yang paling dicintai Allah di bumi ini adalah berdoa”, “Sesungguhnya doa adalah obat bagi segala penyakit”. Di antara ciri dari doa yang diajarkan Ahlulbait adalah pengakuan. Segala keburukan yang dilakukan manusia bersumber dari nafsu yang ada dalam diri manusia. Maka pengakuan atas dosa dan menyadarinya untuk kemudian berserah diri dan memohon ampunan dan taubat dari Allah. Dalam Doa Abu Hamzah ats-Tsumali dapat dibaca:

ويحملني ويجرئني على معصيتك
حلمك عني ويدعوني الى قلة الحياء سترك علي
ويسرعني الى التوثب على محارمك
معرفتي بسعة رحمتك وعظيم عفوك

Sikap lembut-Mu padaku telah membuatku berani melakukan maksiat.
Tirai-Mu atas dosaku membawaku memiliki sedikit rasa malu.
Pengetahuanku akan luasnya rahmat-Mu serta besarnya ampunan-Mu,
Mempercepat diriku untuk melanggar banyak larangan-Mu.

Ciri lain dari doa yang diajarkan ahlulbait adalah metode “argumentasi” kepada Allah untuk meminta maaf dan memohon ampun kepada-Nya.

وَليت شِعري يَا سيِّدي وإلهِي ومَولايَ
اَتُسَلِّطُ النَّار على وُجُوه خَرَّتْ لِعظمتِكَ سَاجِدَة
و على اَلْسُن نَطَقَت بِتَوحِيدِكَ صادِقَة
وبِشُكرِكَ مَادِحَة

وَعلى جَوَارِح سَعَتْ اِلَى اَوْطَانِ تَعَبُّدِكَ طَائِعَة
واشَارَتْ بِاسْتِغفَارِكَ مُذْعِنَة
مَا هَكذا الظُّنُّ بِكَ
وَلاُخبَرْنا بِفَضْلِكَ عَنْكَ

Aduhai diriku, wahai Junjunganku, Tuhanku, Pelindungku.
Apakah Engkau akan melemparkan ke neraka,
Wajah-wajah yang bersujud atas keagungan-Mu,
Lidah-lidah yang dengan jujur menyebut keesaan-Mu,
Dan selalu memuji-Mu dengan bersyukur kepada-Mu,

Organ-organ tubuh yang selalu menghamba kepada-Mu,
Dan dengan rendah hati selalu memohon ampunan dari-Mu?
Sungguh bukan demikian sangkaan kami tentang-Mu,
Sementara kami telah tahu akan keutamaan-Mu.

Doa Kumail

Nama lain dari doa ini adalah Doa Nabi Khidir as. Nama Kumail diambil dari Kumail bin Ziad, salah seorang sahabat Imam Ali bin Abi Thalib kw. Ketika sedang berkumpul bersama sahabatnya, Imam Ali ditanya tentang tafsir ayat: “Pada malam itu dijelaskan segala yang penuh hikmah (QS. Ad-Dukhân : 4). Imam Ali menjawab, “Ayat ini turun mengenai Nisfu Syakban. Orang harus memohon kepada Allah pada malam itu. Ia harus membaca Doa Khidir.” Diskusi itu berakhir dan Imam kembali ke rumah. Di tengah malam, Kumail pergi menuju rumah Imam Ali untuk meminta diajarkan Doa Khidir. Imam Ali pun mengajarinya dan menasehati untuk dibaca setiap malam Jumat.

Entah informasi dari mana bahwa dalam Doa Kumail ada cacian terhadap syaikhain. Padahal Doa Kumail mengandung berbagai macam makrifat tentang Allah dan nasihat keagamaan, selain memiliki tata bahasa Arab yang tinggi. Kita bisa lihat dalam kutipan doa tersebut yang bernada “dialog argumentatif”:

فَهَبنِي يَاالَهِي وسَيِّدِي ومَولاي ورَبِّي
صَبَرْتُ عَلى عَذَابِك
فَكَيفَ اصْبِرُ عَلى فِرَاقِكَ
وهَبنِي صَبَرتُ عَلى حَرِّ نَارِك
فَكَيْفَ اصْبِر عَنِ النَّظَر اِلَى كَرَامَتِك

Oh… seandainya aku, wahai Tuhanku, Junjunganku, Tuanku, Pemeliharku!
Sekiranya aku dapat sabar menerima siksa-Mu,
Mana mungkin aku mampu sabar untuk berpisah dari-Mu?
Dan seandainya aku bisa sabar menahan panasnya api neraka,
Bagaimana mungkin aku bisa sabar untuk tidak menyaksikan keagungan-Mu?

Sebagaimana yang kita pahami dari baris doa di atas, kecintaan dan kenikmatan dekat dengan Allah lebih baik di sisi Allah daripada syafaat yang diterima oleh seorang pendosa. Selain dari doa-doa di atas (yang termaktub di dalam Mafâtîh Al-Jinân), juga terdapat buku doa yang berisi kalimat-kalimat suci nan agung yang dimunajatkan oleh Imam Ali Zainal Abidin, Shahîfah Sajjadiah.

Di antara nilai-nilai penting yang terdapat dalam untaian doa Imam Ali Zainal Abidin adalah:

  • Pengenalan kepada Allah Swt. tentang keagungan, kesucian, keesaan dan kemampuan-Nya.
  • Merenungkan keutamaan Allah Swt. atas para hamba-Nya dan ketidakmampuan hamba dalam menjalankan seluruh kewajibannya.
  • Pengenalan tentang pahala, siksa, surga, neraka, dan bahwa semua pahala Allah adalah keutamaan, dan juga seorang hamba berhak menerima siksa-Nya, sekecil apapun maksiat yang dilakukannya.
  • Mengajak pendoa dengan doa-doa tersebut agar dapat meninggalkan perbuatan dan sifat buruk, sehingga hati dan jiwa menjadi bersih dan suci.
  • Memotivasi agar menjadi manusia yang mulia di hadapan yang lain dan tidak hina dihadapan mereka, tidak menggantungkan hajatnya kepada siapapun selain Allah.
  • Mengajarkan kepada manusia agar memperhatikan hak-hak orang lain serta saling menolong, berbuat baik antar sesama, mendahulukan orang lain di atas kepentingannya sebagai eksistensi makna ukhuwah islâmiah. Wallâhua’lâm.

Sumber: Disarikan dari ‘Aqâ’id al-Imâmiah karya Syekh Ridha Al-Muzhaffar

sumber:http://ejajufri.wordpress.com/2009/02/10/doa-dalam-mazhab-ahlul-bait/

Doa Kumail bisa di download di sini.

Silakan klik link ini: Dua’a Abu Hamza Thumali

QS 33:33 utk ali, fathimah, hasan dan husein ketika Rasul hendak bermubahalah dgn pendeta nasrani…
Ayat ini khusus untuk: Nabi saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as).
Pendapat ini berdasarkan hadis shahih yang bersumber dari Aisyah, Ummu Salamah, Abu Said Al-Khudri, Anas bin Malik dan lainnya bahwa ayat ini turun hanya untuk lima orang: Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as).

Dalam Tafsir Ad-Durrul Mantsur jilid 5 halaman 198 dan 199:
Jalaluddin As-Suyuthi berkata bahwa Ummu Salamah berkata: Ayat ini turun di rumahku, dan di rumahku ada tujuh: Jibril dan Mikail (as), Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (ra), sementara aku ada di pintu rumahku. Kemudian aku berkata: Ya Rasulallah, bukankah aku termasuk ke dalam Ahlul baitmu? Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang baik, kamu termasuk ke dalam golongan isteri-isteri Nabi (bukan Ahlul bait Nabi saw).”

Abu Said Al-Khudri berkata: Ketika Ummu Salamah Ummul mukminin (ra) berada di rumahnya, turunlah malaikat Jibril kepada Rasulullah saw membawa ayat ini (ayat Tathhir). Kemudian Rasulullah saw memanggil Hasan dan Husein, Fatimah dan Ali (as) lalu beliau menghimpun mereka, menghampar kain untuk mereka, dan melarang Ummu Salamah berhimpun bersama mereka. Kemudian beliau bersabda: Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku, jagalah mereka dari dosa-dosa dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.”
Lalu Ummu Salamah (ra) berkata: Wahai Nabi Allah, aku bersama mereka? Rasulullah saw bersabda: “Kamu berada dalam kedudukanmu dan kamu adalah orang yang baik.”

Dalam Shahih Muslim, Shahih At-Tirmidzi, Shahih An-Nasa’i, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Bazzar, Musnad Abd bin Humaid, Mustadrak Al-Hakim, Talkhish Al-Mustadrak Adz-Dzahabi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Ad-Durrul Mantsur menyebutkan bahwa:
Ibnu Abbas, Abu Said Al-Khudri, Jabir Al-Anshari, Sa’d bin Abi Waqqash, Zaid bin Arqam, Ummu Salamah, Aisyah, dan sebagian sahabat yang lain mengatakan: ketika ayat ini turun kepada Rasulullah saw, beliau mengumpulkan keluarganya yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, dan beliau memayungi mereka dengan kain kisa’ sambil bersabda:
اَللَّهُمَّ هَؤُلاَء أَهْلُ بَيْتِي

“Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku.”

Dalam Shahih At-Tirmidzi 2/319, hadis ke 3871, bab 61:
Ummu Salamah berkata bahwa Nabi saw memberi kehormatan yang khusus kepada Hasan dan Husein, Ali dan Fatimah dengan kain kisa’ (mengumpulkan mereka di bawah kain kisa’). Kemudian beliau bersabda:
اَللَّهُمَّ هَؤُلاَء أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي، أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْراً

“Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku dan keistimewaanku, jagalah mereka dari dosa-dosa dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.” Kemudian Ummu Salamah berkata:
وَأَنَا مَعَهُمْ يَا رَسُولَ الله ؟

Ya Rasulullah, aku bersama mereka? Rasulullah saw menjawab:
إِنَّكَ إِلَى خَيْرٍ

“Engkau orang yang baik.”

Dalam Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul bait (as):
Aisyah berkata: Pada pagi hari Nabi saw keluar dari rumah, membawa kain berbulu yang menyerupai rambut yang hitam. Kemudian datang Hasan bin Ali, lalu datang Husein kemudian masuk bersamanya, kemudian datang Fatimah lalu beliau mempersilahkan masuk, kemudian datang Ali lalu beliau mempersilahkan masuk. Kemudian beliau membaca ayat:
إنَّما يُريد اللهُ ليُذْهِبَ عنكم الرّجسَ أهلَ البيت ويُطهّركم تطهيراً

Hadis-hadis tersebut dan yang semakna terdapat:
1. Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul bayt Nabi, jilid 2 halaman 368; cetakan Isa Al-Halabi; jilid 15 halaman 194 dalam syarah An-Nawawi, cetakan Mesir.
2. Shahih At-Tirmidzi, jilid 5 halaman 30, hadis ke 3258; halaman 328, hadis ke 3875, cetakan Darul Fikr.
3. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 5 halaman 25, cetakan Darul Ma’arif Mesir.
4. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 133, 146, 147.
5. Mu’jam Ash-Shaghir Ath-Thabrani, jilid 1 halaman 65 dan 135.
6. SyawahidutTanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 2, halaman 11-92, hadis 637, 638,639, 640, 641, 644, 648, 649, 650, 652, 653, 656, 657, 658, 659, 660, 661, 663, 664, 665, 666, 667, 668, 671, 672, 673, 675, 678, 680, 681, 686, 690, 691, 694, 707, 710, 713, 714, 717, 718, 729, 740, 751, 754, 755, 756, 757, 758, 759, 760, 761, 762, 764, 765, 767, 768, 769, 770, 774, cet pertama, Bairut.
7. Khashaish Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’i Asy-Syafi’i, halaman 8, cet, Bairut; halaman 49,, cet. Al-Haidariyah.
8. Tarjamah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam Tarikh Damsyiq, oleh Ibnu Asakir Asy-Syafi’i, jilid 1, halaman 185.
9. Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi,i, halaman 45, 373, 375
10. Musnad Ahmad, jilid 3,halaman 259 dan 285;jilid 4, halaman 107; jilid 6, halaman 6: 292, 296, 298, 304, dan 306, cet. Mesir
11. Usdul Ghabah fi Ma’rifati Ash-Shahabah, oleh Ibnu Atsir Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 12 dan 20; jilid 3, halaman 413; jilid 5, halaman 521 dan 589.
12. Dzakhairul ‘Uqba, oleh Ath-Thabari Asy-Syafi’i halaman 21, 23, dan 24.
13. Asbabun Nuzul, oleh Al-Wahidin, halaman 203, cet Al-Halabi, Mesir.
14. Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi Al-Hanafi, halaman 23 dan 224.
15. Tafsir Ath-Thabari, jilid 22, halaman 6,7 dan 8, cet Al-Halabi, Mesir.
16. Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi, jilid 5, halaman 198 dan 199.
17. Ahkamul Qur’an, oleh Al-Jashshash, jilid 5, halaman 230, cet Abdurrahman Muhammad; halaman 443, cet. Cairo.
18. Manaqib Ali bin
19. Mashabih As-Sunnah, oleh Al-Baghawi Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 278, cet. Muhammad Ali Shabih; jilid 2, halaman 204, cet. Al-Khasyab
20. Misykat Al-Mashabih, oleh Al-’Amri, jilid 3, halaman 354.
21. Al-Kasysyaf, oleh Zamakhsyari, jilid 1, halaman 193, cet. Mushthafa Muhammad; jilid 1, halaman 369, cet. Bairut.
22. Tadzkirah Al-Khawwash, oleh As-Sibt bin Al-Jauzi Al- Hanafi, halaman 233.
23. Mathalib As-Saul, oleh IbnuThalhah Asy-Syafi’i, jilid 1, halaman 19 dan 20. Ahkamul Qur’an, oleh Ibnu ‘Arabi, jilid 2, halaman 166, cet. Mesir.
24. Tafsir Al-Qurthubi, jilid 14, halaman 182, cet. Kairo.
25. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, halaman: 483, 494, dan 485, cet. Mesir.
26. Al-Fushul Al-Muhimmah, oleh Ibnu Shabagh Al-Maliki, halaman 8.
27. At-Tashil Li’ulumi AtTanzil, oleh Al-Kalbi, jilid 3, halaman 137.
28. Tafsir Al-Munir Lima’alim At-Tanzil, Al-Jawi, jilid 2, halaman 183.
29. Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 502; jilid 4, halaman 367, cet. Musththafa Muhammad; jilid 2, halaman 509; jilid 4, halaman 378, cet. As-Sa’adah. Mesir.
30. Al-Itqan fi’Ulumil Qur’an, oleh As-Suyuthi, jilid 4, halaman 240, cet. Mathba’ Al-Mashad Al-Husaini, Mesir.
31. Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, halaman 85, cet. Al-Maimaniyah; halaman 141 dan 227, cet. Al-Muhammadiyah.
32. Muntakhab Kanzul ‘Ummul Kanzul ‘Ummul (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 5, halaman 96.
33. As-Sirah An-Nabawiyah, oleh Zaini Dahlan (catatan pinggir) As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 3, halaman 329 dan 330, cet. Al-Mathba’ Al-Bahiyah, Mesir; jilid 3, halaman 365, cet. Muhammad Ali Shabih, Mesir.
34. Is’afur Raghibin, oleh Ash- Shabban (catatan pinggir) Nurul Abshar, halaman: 104,105, dan 106, cet. As-Sa’idiyah; halaman 97 dan 98, cet. Al-Utsmaniyah; halaman 105, cet. Mushthafa Muhammad, Mesir.
35. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tustari, jilid 2, halaman 547-502.
36. Fadhailul Khamsah, jilid 1, halaman 223 dan 224.
37. Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr (catatan pinggir) Al-Ishabah, jilid 3, halaman 37, cet. As-Sa’adah;jilid 3, halaman 317, cet. Mushthafa Muhammad.
38. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi, halaman: 107, 108, 228, 229, 230, 244, 260, dan 294. cet. Istambul; halaman: 124, 125, 126, 135, 196, 229, 269, 272, 352, dan 353, cet. Al-Haidariyah.

sy mau tanya jg dalilnya bahwa alqur’an hanya mengenal nasab dr laki2? kt siapa kedua org tua Rasul bkn muslim?

Perubahan Komentar Alquran Abdullah Yusuf: Mengapa Keluarga Nabi (Terkesan) Dimusuhi?


Oleh: Ahlul Bayt DILP

Abdullah Yusuf Ali dikenal sebagai penerjemah dan juru ulas Quran terkenal Suni. Terjemahan dan ulasannya sangat terkenal di dunia Islam dan Barat, serta di manapun bahasa Inggris dibaca dan dipahami.

Sebuah perbandingan dari catatan penjelasan antara versi lama dan versi baru yang “direvisi” mengungkap berbagai perbedaan. “Revisi” ini termasuk penghapusan penghormatan terhadap Imam Hasan dan Husain as., yang merupakan cucu Nabi Muhammad saw. anggota Ahlulbait. Selain itu, beberapa perubahan menarik juga telah terjadi! (Teks berwarna merah berasal dari narablog, ejajufri)

Bukti, Analisis, dan Kesimpulan

Abdullah Yusuf Ali dikenal sebagai penerjemah Inggris terkenal dan penafsir Alquran. Ia menjalani hidup di Inggris tempat dia wafat tahun 1952 (lahir di India). Terjemahan dan komentarnya telah diterbitkan beberapa kali dan digunakan secara luas di dunia berbahasa Inggris dan juga tempat-tempat di mana bahasa Inggris dibaca dan dipahami.

Beberapa edisi “revisi” telah muncul dalam lima belas tahun terakhir atau lebih. Penyelidikan terhadap perubahan yang dibuat dalam edisi baru menunjukkan suatu pola yang mungkin berhubungan dengan pendidikan kepada pembaca studi kasus ini. Tiga edisi karya Abdullah Yusuf Ali digunakan untuk penelitian dan dokumen studi kasus. Rinciannya adalah:

Versi Asli
The Glorious Kur’an – Translation and Commentary
(Dar Al-Fikr, Beirut)
(t.t.)
>
>
>
>
Amana
The Meaning of The Holy Qur’an
Edisi Baru dengan Revisi Terjemahan, Komentar, dan Indeks Komprehensif
Terbitan Amana
Edisi Pertama, 1408 H/1989 M

IFTA
The Holy Qur’an – English Translation of the Meanings and Commentary
Direvisi dan diedit oleh Kepresidenan Penelitian Islam, IFTA
Komplek Percetakan Alquran Raja Fahd

Kedua edisi revisi membuat hal ini menjadi jelas dalam pengantarnya bahwa terjemahan dan komentar asli Abdullah Yusuf Ali telah diubah. Misalkan dalam edisi Amana, dalam “Pengantar Edisi Baru” (hlm. ix) dinyatakan:

Penjelasan catatan kaki dan lampiran, bagaimanapun, adalah persolaan yang lebih sering, dan kadang-kadang lebih substansial, diubah daripada terjemahan dan komentar. Alasannya karena ada kebutuhan lebih besar umum untuk memperbarui informasi dan klarifikasi beberapa penjelasan yang menjadi pokok salah tafsir. Ada juga beberapa kasus di mana bagian tertentu dihapus, baik karena sifat atau ketinggalan zaman yang rawan salah tafsir.

Edisi ini juga menaruh simbol “(R)” diakhir bagian perubahan, tapi tidak semuanya. Sedang edisi IFTA, setelah mengakui pada halaman vi bahwa karya Abdullah Yusuf Ali yang dipilih untuk direvisi, dinyatakan pada halaman vii:

Akhirnya, keempat komite dibentuk untuk melihat temuan komite kedua dan ketiga dan untuk melaksanakan rekomendasi yang dibuat oleh mereka. Lebih lanjut, komite ini harus menyelesaikan teks ungkapan yang paling akurat di mana diperlukan, di samping memeriksa catatan dengan waspada untuk menghapus kesalahpahaman apapun mengenai tulisan keyakinan, perbedaan pendapatan dan pemikiran fikih yang tidak sesuai dengan sudut pandang Islam.

Edisi ini tidak berusaha menunjukkan di mana perubahan komentar asli Abdullah Yusuf Ali atau yang sudah direvisi oleh edisi Amana, yakni merubah di beberapa tempat! Perubahan yang dipilih untuk studi kasus ini hanya sebagian dari begitu banyak, baik besar atau kecil, yang ada dalam edisi revisi. Sepanjang studi kasus ini, garis merah digunakan untuk menunjukkan teks yang dihapus atau dirubah.

Kesyahidan Imam Hasan dan Imam Husain as.

Dua imam ini adalah anggota Ahlulbait, keluarga Nabi, dan dihormati oleh Ahlussunah dan Syiah yang percaya keimaman (kepemimpinan) mereka setelah Imam Ali as. Imam Hasan as. diracun atas perintah Muawiah, Umayyah lalim, pada tahun 50 H dan putranya, Yazid, bertanggung jawab atas pembantaian Imam Husain as beserta keluarga dan sahabat di Karbala pada tahun 61 H. Kedua imam tersebut menjadi syahid yang tak terbantahkan oleh mereka yang mempelajari sejarah.

Abdullah Yusuf Ali memberi contoh kesyahidan mereka dalam komentar dua ayat Alquran yang berbeda. Kedua edisi revisi menghapus referensi ini!

Surah Âli ‘Imrân, Ayat 140

“Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia; dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.”

Catatan Kaki Komentar 457

Versi Asli

Amana

IFTA

Dalam hal ini, edisi Amana gagal untuk menyatakan bahwa telah terjadi revisi dengan simbol “(R)” diujung kalimat.

Kalimat yang dihapus: (4) Kesyahidan itu sendiri adalah sebuah kehormatan dan hak istimewa: betapa mulianya kemasyhuran Hamzah Sang Syahid, dan di kemudian hari, Hasan dan Husain.

Surah An-Nisâ, Ayat 69

“Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Catatan Kaki Komentar 586

Versi Asli

Amana

IFTA

Kalimat yang dihapus: Penyaksian mungkin (dilakukan) dengan kesyahidan, seperti dalam kasus Imam Hasan dan Husain.

Surah Ash-Shaffât, Ayat 107

“Dan Kami tebus anak itu dengan pengorbanan agung.”

Catatan Kaki Komentar 4103

Versi Asli

Amana

IFTA

Kalimat yang dihapus: Inilah jenis pengabdian yang dilakukan oleh Imam Husain, beberapa tahun kemudian pada 60 H, sebagaimana yang saya jelaskan ditulisan terpisah. Namun perlu dicatat bahwa penyebab, misalkan penggantian pengorbanan, tidak dibuat oleh manusia tapi oleh Allah. Allah menginginkan kehendak dan pengabdian kita, tidak selalu dalam arti hidup secara fisik. Ia akan menemukan cara, jika kita menawarkan diri kita sendiri, bukan untuk menghancurkan kita, tapi untuk kemajuan kita. Dalam pengertian ini, Isa as. berkata, “…siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” (Matius 10: 39)

Abdullah Yusuf Ali jelas sangat tersentuh, seperti muslim baik lainnya dari berbagai mazhab, oleh sejarah dan pentingnya kesyahidan Imam Husain as. [di Karbala]. Abdullah Yusuf pernah menuliskan dengan jelas mengenai peristiwa ini dalam tulisannya berjudul “Imam Husayn and His Martyrdom” (Imam Husain dan Kesyahidannya). Meskipun edisi revisi Alquran telah menghapus sumber tersebut, namun tulisan Abdullah Yusuf tetap ada diberbagai perpustakaan dan internet.

Tulisan tersebut harus dibaca oleh semua orang yang ingin tahu apa yang Abdullah Yusuf Ali harapkan bagi pembaca terjemahan dan komentar Alquran, yakni mengentahui tentang Imam Husain. Tapi penerbit edisi revisi tidak ingin mereka tahu! Dalam hal ini, edisi revisi Amana sendiri juga mengedit lagi dan kalimat terakhir “In this sense…” juga dihapus oleh edisi IFTA. Silakan bagi para pembaca untuk membaca sejarah lengkap dan benar tentang Karbala dari penulis Ahlulbait.

Imam yang Adil

Tempat lain di mana revisi dilakukan adalah menghapus referensi ke isilah “imam yang adil”. Meskipun penulis Suni, jelas tidak menggunakan istilah dalam arti Syiah. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:

Surah Al-Baqarah, Ayat 191

“Bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.”

Catatan Kaki Komentar 205

Versi Asli

Amana

IFTA

Kalimat yang dihapus: Mereka tahu bahwa perang adalah sebuah kejahatan, tapi mereka tidak akan mundur darinya jika menghendaki kehormatan dan (sebuah kondisi sangat penting) seorang imam yang adil (seperti Muhammad sebagai panutan) memerintahkan, mereka tahu tidak melayani duniawi. Dalam beberapa kasus, perang tidak berhubungan dengan keyakinan mereka, tapi oleh aturan manusiawi.

Dalam kasus ini, edisi Amana tidak menghapus keterangan pada imam yang adil meskipun mereka menghapus kalimat “(a most important condition)“. Edisi IFTA menghapus seluruh bagian yang diberi garis merah! Di tempat lain, baik edisi Amana dan IFTA menghapus keterangan:

Surah Al-Baqarah, Ayat 216

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Catatan Kaki Komentar 236

Versi Asli

Amana

IFTA

Kalimat yang dihapus: Jika Anda memberikan jiwa Anda kepada imam yang adil, yang hanya dibimbing oleh Allah, Anda adalah seorang pahlawan sejati tanpa pamrih.

Mungkin karena merasa bahwa istilah “imam yang adil” dapat menyebabkan pembaca mulai berpikir tentang bagaimana seorang pemimpin muslim bisa adil atau tidak adil, dan bagaimana membedakan antara keduanya, akan membawa kepada penilaian ulang sejarah yang sudah diterima. Untuk memahami konsep sudut pandang Syiah mengenai imamah dan kepemimpinan yang adil, silakan merujuk pada kitab terpercaya.

Mereka yang Menyebabkan Penderitaan Nabi saw.

Surah At-Tahrîm, Ayat 1

“Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Catatan Kaki Komentar 5529

Versi Asli

Amana

IFTA

Kalimat yang dihapus: Perilaku tidak sopan Aisyah (lihat no. 2962 sampai xxiv.11) pernah menyebabkan kesulitan serius. Batin Nabi sangat sedih dan sakit dan beliau menolak berkumpul dengan istrinya beberapa kali. Penolakan nampaknya berhubungan dengan hal ini. Situasi ini tidak kurang sulit baginya karena ia (Aisyah) adalah putri Abu Bakar, salah satu sahabat dan panglima paling benar dan dekat. Putri Umar, Hafsah, juga kadang-kadang cenderung memberanikan posisinya, dan ketika keduanya bergabung dalam suatu rahasia, membahas suatu masalah dan saling membuka rahasia, mereka menyebabkan penderitaan berat bagi Nabi, yang hatinya sangat lembut serta memperlakukan semua keluarga dengan teladan kesabaran dan kasih sayang.

Edisi Amana berbeda dari versi asli, dan edisi IFTA lebih banyak menghapus! Perubahan dapat dianalisis sebagai berikut:

Kritik terhadap Aisyah

Dalam rangka meringankan kritik terhadap Aisyah, putri Abu Bakar bin Abi Quhafah, edisi Amana mengubah kata “imprudence” (ketidaksopanan) dengan “behavior” (perilaku) dan menghapus sumber catatan kaki 2962 yang berbicara tentang contoh perilaku tidak sopan. IFTA menghapus seluruh komentar tentangnya beberapa baris!

Kritik terhadap Hafsah

Baik Amana maupun IFTA sepenuhnya menghapus referensi terhadap perilaku tidak pantas Hafsah, istri Nabi saw. dan putri Umar bin Khattab.

Penyebab Kesedihan Nabi saw.

Faktanya, sebagaimana yang dinyatakan Abdullah Yusuf Ali, bahwa dua istri Nabi saw. yang menyebabkan banyak penderitaan kepada Nabi telah hilang! Walaupun terlihat bagi para pembaca bahwa penilaian Abdullah Yusuf Ali kepada dua istri Nabi agak keras, tapi sebenarnya tercermin dalam banyak kitab tafsir dan hadis dan didukung sumber sejarah terpercaya.

Ahlulbait Nabi saw.

Surah Al-Ahzâb, Ayat 33

“…dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kalian, wahai Ahlulbait dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.”

Komentar Catatan Kaki 3715

Versi Asli

Amana

IFTA

Kalimat yang dihapus: Perhatikan perubahan di klausul ini menjadi gender maskulin, sedangkan sebelum ini kata kerja dan kata ganti adalah gender feminin sebagaimana merujuk pada istri. Pernyataan dalam klausul ini sekarang lebih umum, termasuk (selain para istri) seluruh keluarga, yakni Hadhrat Fatimah, menantu Hadhrat Ali, dan putra mereka Hasan dan Husain, cucu kesayangan Nabi. Gender maskulin digunakan secara umum, karena berbicara dalam penggabungan laki-laki dan wanita.

Meskipun edisi Amana menjaga kata-kata utuh dari komentar versi asli, edisi IFTA memutuskan untuk menulis ulang bagian yang penting. Seperti kasus-kasus yang lain, para pembaca tidak diberi tahu setiap perubahan yang terjadi. Faktanya, tiga perubahan penting telah terjadi.

Penghapusan Argumen Gramatikal

Abdullah Yusuf Ali percaya bahwa istri-istri Nabi, dengan tidak hadir, adalah anggota Ahlulbait, di samping Imam Ali, Fatimah, Imam Hasan dan Husain as. Meskipun sebagian Suni tidak setuju dengan posisi ini atau posisi Syiah yang menyatakan bahwa istri tidak termasuk Ahlulbait, sebuah kelompok dalam Ahlussunah percaya bahwa Ahlulbait hanya para istri. Pandangan mereka jadi tidak bisa dipertahankan melihat argumen kebahasaan yang dinyatakan Abdullah Yusuf Ali, yang sekarang telah dihapus dari edisi IFTA.

Pencantuman Keraguan

Frasa yang dimasukkan edisi IFTA, “…secara umum berdasarkan riwayat Ummu Salamah” menghadirkan elemen keraguan dalam benak pembaca dengan menghubungkan masuknya empat individu semata, seperti yang terlihat, oleh riwayat tunggal Ummu Salamah, istri Nabi yang mulia. Tidak ada yang bisa jauh dari kebenaran! Dimasukkannya Nabi dan empat orang, dengan mengecualikan para istri sangat jelas, diriwayatkan tidak hanya oleh Ummu Salamah tapi juga rantai riwayat terpercaya dan melalui istri Nabi lainnya.

Penghapusan Kehormatan

Seolah-olah hal ini tidak cukup, edisi IFTA juga menghapus penyebutan Imam Hasan dan Husain as. sebagai cucu “kesayangan” (beloved) Nabi saw! Begitu juga dengan penghapusan penggunaan hadhrat (yang mulia)!

Bagi mereka yang ingin tahu lebih banyak tentang argumen gramatikal (kebahasaan) dan bukti lain bahwa istri Nabi tidak termasuk Ahlulbait, juga tentang kehormatan Ahlulbait sesungguhnya dan kecintaan Nabi kepada mereka, silakan merujuk sumber terpercaya.

Penerjemah: ejajufri © 2010
Catatan: Diterjemahkan dengan perubahan seperlunya. Teks berwarna merah berasal dari narablog (ejajufri) untuk menunjukkan kalimat yang dihapus dengan garis bawah merah.

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, (karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 4: 32)

Share

3
0
i
Bermanfaat?
Quantcast

3 Responses


  1. Assalamu alaikum wr. wb

    Saya punya Al-Qur’an Terjemahan Bahasa inggris oleh Abdullah Yusuf Ali terbitan “Islamic Book Trust-Kuala lumpur”

    disampul disebutkan ‘Complate Translation WITH SELECTED NOTES” makanya catatannya tidak lengkap
    ketika saya membaca artikel ini saya cek catatan di Al-Qur’an terjemahan milik saya, ternyata semua note/catatan yang disebut diartikel diatas bukannya dirubah tapi semuanya malah tidak ada, alias tidak dimasukkan.

    Saya heran dengan orang kenapa mereka tidak jujur dan tidak amanat seperti ini?

    Syafi'in

    9 October, 2010 at 01:00

  2. Dlm Al Quran yang menyebut ‘ahlulbait’, rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.

    1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan kebrkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah”.

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna ‘ahlulbait’ adalah isteri dari Nabi Ibrahim.

    2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: ‘Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu ‘ahlulbait’ yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna ‘ahlulbait’ adalah Ibu Nabi Musa As. atau ya Saudara Nabi Musa As.

    3. QS. 33:33: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu ‘ahlulbait’ dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW. Sedangkan sesudah ayar 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. isteri plus anak-anak beliau.

    Coba baca catatan kaki dari kitab: Al Quran dan Terjemahannya, maka ahlulbaik yaitu KELUARGA RUMAHTANGGA RASULULLAH SAW. Berarti, anak Nabi SAW terakhir yang berkedudukan sebagai halulbait ya Bunda Fatimah, lalu apakah bunda Fatimah ini mempunyai hak bernasab sebagaimana dimaksud dlm QS. 33:4-5 dimana nasab keturunan itu diambul dari nasab bapaknya?

    Berarti, anak-anak dari Bunda Fatimah tetap saja bernasab pada Saidina Ali bin Abi Thalib bukan pada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, perebutan mahkota ‘ahlul bait’ antara kedua golongan yakni Syiah dengan Habaib, tak perlu diteruskan karena mahkota ahlul bait itu sudah terhenti sampai pada Bunda Fatimah saja, tidak berlanjut ke anak cucunya.

    elfan

    22 October, 2010 at 10:23

    • Terima kasih. Butuh artikel baru untuk penjelasan tuntas makna ahlulbait. Dalam surah Hud menggunakan kata عليكم أهل البيت bermakna seluruh keluarga Nabi Ibrahim. Dalam surah Al-Qashshash, bermakna keluarga Nabi Musa, terkhusus ibunya. Sedangkan dalam surah 33: 33 menggunakan kata ganti كم sehingga tidak bisa bermakna hanya istri nabi. Kajian menarik makna ahlulbait, lihat video ini.

      Sedangkan setiap ayat turun dibutuhkan tafsiran, dan Quran tidak bisa ditafsirkan sekedarnya tanpa penjelasan hadis nabi mengenai siapa ahlulbait Nabi saw. Saya tidak ingin berpanjang lebar, silakan lihat video ini.

      Kemudian masalah keturunan, berbeda topik. Saya pikir saya sudah menjelaskan cukup dalam artikel mengenai kafaah. Seperti mengenai Nabi Isa yg merupakan keturunan Nabi Ibrahim melalui jalur ibu, surah Ali Imran ayat 61 yg menyebut Hasan dan Husain sebagai anak-anak nabi, hadis-hadis nabi yg menyebut keturunan nabi melalui Sayidina Ali, kisah dan sabda Ali bin Husain di Karbala, dan sebagainya.

      Tak pelak, Quran menyebutkan sebagai golongan yg dengki terhadap golongan lain lantaran kelebihan yg diberikan kepada mereka… Wallahualam.

      Ali Reza

      22 October, 2010 at 15:17

0 comments to "Doa Kumail, Kaum Syiah Berjaya di Madinah !!!"

Leave a comment