Kemudahan Mendapatkan Petunjuk
Kalau Anda mengikuti serial tentang Gayus di berita televisi, tentu mengenal nama Devina. Devina adalah penulis surat pembaca Kompas yang mengaku melihat (orang mirip) Gayus dalam pesawat ke Singapura. Menurut polisi, kesaksian Devina tersebut belum cukup kuat, karena peristiwa yang dialaminya terjadi pada bulan September 2010, sedangkan dia menulis pada awal Januari 2011. Pengalaman yang ditulis dengan mengandalkan ingatan dianggap tidak cukup kuat karena bisa mengalami distorsi atau perubahan cerita. Karena itulah, sebelum terlalu banyak lupa, saya ingin berbagi cerita dari pengalaman seorang ibu yang saya temui.
Kita sebut saja namanya Umi. Saya bertemu dengannya tahun lalu (menurut tanggal sekarang, “tahun lalu” itu sekitar 15 hari yang lalu) di sebuah tempat pengajian. Dia berasal dari daerah Pandeglang, Banten. Dia sangat mengagumi Abuya Dimyati, ulama-sufi pejuang kemerdekaan terkenal di wilayah tersebut. Dia banyak menceritakan kepada saya tentang keutaman dan keilmuan Abuya Dimyati. Setelah ulama tersebut meninggal pada tahun 2003, Umi sering ziarah ke makam beliau. Demi mengharap berkah, Umi menyimpan tanah dari makam Abuya Dimyati.
Tahun 2004, Umi berangkat ke Arab Saudi untuk mencari kehidupan yang baru menjadi tenaga kerja. Umi ditempatkan di kota Riyadh. Selama bekerja di sana, Umi merasakan keanehan melihat majikannya salat dengan cara yang sedikit berbeda dan sujud di atas lempengan tanah (turbah). Dia meminta majikannya untuk menjelaskan, namun majikannya mengatakan tidak bisa. Umi ingat dengan tanah dari makam Abuya yang dibawanya. Dia memaksanya. Akhirnya majikan berkata, “Jika memang benar ingin tahu, saya hanya bisa memindahkan kamu ke Al-Ahsa (Hasa).
Hasa adalah salah satu kota di Timur Arab Saudi yang menjadi tempat konsentrasi muslim Syiah di Arab Saudi. Di sana Umi ditempatkan di sebuah husainiah, semacam majelis keagamaan muslim Syiah. Di tempat inilah Umi bisa bertanya banyak atas segala hal yang menurutnya “kering”. Karena memang sewaktu di Indonesia tidak tahu apa-apa, Umi meminta rekomendasi dari Hasa tempat yang bisa digunakan untuk bertanya lebih banyak lagi di Indonesia. Umi mencatat alamat Islamic Cultural Center di sebuah buku. Di buku itu pula Umi mencatat nama seorang ustaz (habib) yang direkomendasikan oleh majikannya di Riyadh.
Entah bagaimana sesampainya di Indonesia dan kampung halamannya, buku tersebut hilang. Umi kebingungan, sampai ia bercerita berkeliling ke kota-kota besar di Pulau Jawa untuk mencari tempat yang sekiranya bisa menjadi tempat bertanya. Sampai akhirnya, di sebuah stasiun ia bertemu dengan seorang pemuda. Umi bertanya di mana pemuda itu biasa mengaji. Pemuda itu menjawab, “Al-Huda (Islamic Cultural Center).” Umi kembali segera mencatat alamat tersebut dan beberapa kali mengikuti pengajian di sana, sampai akhirnya di hari bertemu dengan saya.
Setelah lama bercerita, ia bertanya kepada saya tentang nama yang direkomendasikan majikannya di Riyadh. Dia mengatakan ustaz itu seorang habib. Setelah menjelaskan ciri-cirinya, bisa dipastikan saya mengenal orang yang dimaksud. Saya segera hubungi saudara dari ustaz yang dimaksud untuk bertanya tentang beberapa hal, seperti apakah ustaz tersebut membuka pengajian atau tidak. Umi juga bercerita tentang kaset yang pernah ia dengar di Arab Saudi yang melantunkan doa dengan indah dan ingin memilikinya. Setelah menjelaskan ciri-ciri kaset yang dimaksud, saya tahu kaset tersebut dan segera merekomendasikan tempat untuk membelinya.
Saya hanya bisa membayangkan betapa “dimudahkannya” pengalaman Umi untuk mendapatkan petunjuk yang ia usahakan. Tentu kemudahan yang dimaksud setelah dia berhasil menyelesaikan ujian yang dihadapi. Sebagaimana sesudah kesulitan akan ada kemudahan. “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. 65: 4). Wallahualam.
sumber:http://ejajufri.wordpress.com/2011/01/15/kemudahan-mendapatkan-petunjuk/#more-5202
0 comments to "Lupa menjadi alat politik untuk kejalan Lurus ....."