Turki Rangkul Iran, Israel Semakin Terpojok
Presiden Turki Abdullah Gul berkunjung ke Tehran untuk memperkuat hubungan dan kerjasama bilateral kedua negara. Media-media regional menyebut tujuan lawatan Gul adalah untuk memperluas hubungan ekonomi, kerjasama di bidang energi dan juga pembicaraan terkait perluasan hubungan bilateral dan transformasi di kawasan.
Sejak Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) berkuasa di Turki pada tahun 2002, kebijakan berbalik ke Timur Dekat menjadi agenda kebijakan luar negeri Ankara. Sebuah kebijakan yang berupaya memperluas hubungan dengan rezim Zionis Israel, Suriah dan Republik Islam Iran. Dokumen strategis Turki untuk Timur Tengah yang dirilis pada tahun 2010, menegaskan tiga fokus utama Ankara yaitu, negara-negara Arab, kebijakan Turki dalam hubungan dengan Israel, dan kebijakan Turki dalam berinteraksi dengan Iran.
Turki dalam beberapa tahun belakangan, telah banyak berupaya untuk memperluas hubungannya dengan negara-negara Arab yang menjadi tetangganya dan juga negara-negara Arab di Teluk Persia. Kebijakan ini diberi nama perluasan kerjasama dan perundingan dengan negara-negara Arab.
Sementara itu, hubungan Turki dengan Israel mengalami pasang surut sepanjang dua dekade terakhir. Di penghujung dekade 1990, Ankara menandatangani kesepakatan-kesepakatan penting keamanan dan militer dengan Tel Aviv. Kesepakatan itu telah membuka jalan bagi perluasan kerjasama perdagangan dan ekonomi kedua negara.
Namun hubungan mesra antara Turki dan Israel memanas ketika rezim Zionis menggempur Jalur Gaza, sampai-sampai Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menggunakan kalimat terorisme negara terhadap Israel. Puncak ketegangan antara Ankara dan Tel Aviv terjadi pasca serangan pasukan komando Israel terhadap kapal bantuan kemanusiaan Freedom Flotilla di perairan internasional.
Berkenaan dengan Iran, Turki memiliki prioritas khusus untuk meningkatkan hubungan dengan negara tersebut. Para analis meyakini bahwa kesamaan agama, sejarah, budaya, dan keterlibatan di lembaga-lembaga dunia seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI), Gerakan Non Blok (GNB), telah mendorong hubungan dekat dan bersahabat antara kedua negara bertetangga itu.
Isu program nuklir damai Iran dan upaya Turki untuk menengahi masalah tersebut juga termasuk dimensi lain kerjasama kedua negara. Turki telah berupaya bermain sebagai wasit antara Iran dan kelompok 5+1. Ankara secara bertahap melibatkan diri dalam isu program nuklir Iran dan bahkan menjadi tuan rumah dalam perundiungan baru-baru ini antara Iran dan kelompok 5+1.
Turki sebagai sebuah negara tetangga, berusaha tampil secara diplomatis dalam menyelesaikan masalah nuklir Iran. Tujuan utama Turki adalah ingin menunjukkan potensi besarnya di bidang politik dan kawasan. Selama ini, Turki berperan aktif melawan kebijakan standar ganda Barat terhadap Iran. (IRIB/RM/14/2/2011)Jatuhnya rezim-rezim sekutu dan boneka Barat di kawasan Timur Tengah dipandang oleh para pakar politik dan strategi AS dan Zionis sebagai kekalahan besar bagi kubu Liberal Demokrasi. Setidaknya kondisi yang sudah dan sedang terjadi di kawasan Timteng dan Dunia Arab menyentak kaum Zionis dan para pembuat keputusan di Gedung Putih. Reaksi pun beragam dan terkadang saling bertentangan. Menyatukan seluruh pandangan dan pernyataan itu bukan perkara yang mudah. Inilah yang lantas oleh para pemerhati dipandang sebagai pemicu krisis di kabinet Zionis dalam membuat keputusan.
Koran Israel Haaretz dalam sebuah artikel menulis tentang periode baru di Timur tengah yang sedang menemukan bentuknya. Artikel itu menjelaskan tentang kerusuhan dan kekacauan politik saat rakyat yang tidak bersenjata berhasil menurunkan penguasa yang mereka benci. Fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya di Dunia Arab. Revolusi Tunisia dan Mesir tak ubahnya bagai bunyi lonceng yang menunjukkan dimulainya periode baru Timur Tengah. Di periode ini rakyat bangkit karena ingin suaranya didengar dan diberi kesempatan untuk menentukan nasib sendiri. Mereka menolak rezim-rezim despotik dan diktator yang hanya memperkuat kekuasaan dengan menerapkan undang-undang darurat militer atau meningkatkan pengamanan umum. Apa yang terjadi di Mesir benar-benar mengguncang para pakar, pemerhati bahkan para pemimpin dunia.
Koran cetakan Tel Aviv lebih lanjut menyebut masa depan politik Mesir suram dan tidak menentu. "Masih terlalu dini untuk berbicara tentang rezim yang bakal berkuasa di Mesir, dan tentang siapakah yang bakal memimpin atau tentang bagaimana rezim baru akan terbentuk. Yang jelas, tentara dan gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi alternatif dengan kans terbesar untuk memimpin Mesir. Sampai saat ini juga belum jelas apakah revolusi Mesir bakal merambah negara-negara lain dan mengancam kelanjutan kekuasaan para pemimpin di kawasan Timur Tengah?"
Haaretz tak lupa membahas tentang kebijakan dependen Hosni Mubarak kepada Rezim Zionis Israel. Artikel tadi menambahkan, "Sampai detik-detik akhir kekuasaannya Mubarak masih menjadikan keamanan dan stabilitas Israel sebagai motto kebijakannya. Israel sendiri memandang rezim Mubarak sebagai pilar strategis bagi eksistensinya."
Loyalitas Mubarak kepada janji perdamaian dengan Israel dan kebijakannya yang membantu Israel dalam menciptakan batas teritorial bagi Israel yang secara perlahan semakin jelas, serta langkahnya yang menyuplai kebutuhan energi Tel Aviv telah membantu stabilitas Israel. Namun kini, dengan lengsernya kekuasaan Mubarak, Israel terlihat khawatir. Tel Aviv harus membiasakan diri dengan kondisi yang baru. Dengan perubahan kondisi, salah besar jika Israel bermain api dengan mencampuri urusan internal Mesir. (IRIB/AHF/MZ/15/2/2011)Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan bahwa sanksi-sanksi PBB yang dijatuhkan kepada Iran karena program nuklirnya tidak memiliki dampak pada perekonomian negara.
Dalam siaran langsung televisi Selasa malam (15/2), Presiden Ahmadinejad menilai tidak penting sanksi dan menegaskan perkembangan ekonomi Iran. Menurut Ahmadinejad, dalam dunia modern di mana ekonomi sangat kompetitif, langkah-langkah hukuman tersebut tidak ada gunanya.
Lebih lanjut, Ahmadinejad menuturkan, sanksi yang dikenakan atas Iran mungkin telah menyebabkan peningkatan harga barang dalam beberapa kasus, tetapi dampak ini akan mengalami penurunan dalam waktu dekat.
Ahmadinejad mencatat bahwa sanksi pada akhirnya akan menguntungkan perekonomian nasional, karena Iran telah mencapai swasembada di banyak sektor.
Pada bulan Juni 2010, Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi putaran keempat atas Iran, yang menargetkan sektor perbankan dan militer. Sanksi-sanksi tersebut dirilis atas rekayasa dan tekanan Amerika Serikat. Negara adidaya itu dan Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi sepihak pada sektor energi Iran.
Tehran menyatakan bahwa sebagai anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan penandatangan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), punya hak untuk mengembangkan teknologi nuklir bertujuan damai.
Seraya merujuk pada perundingan antara Iran dan kelompok 5+1, Ahmadinejad menegaskan kembali kesiapan Tehran untuk melanjutkan perundingan. Namun, ia menyatakan bahwa perundingan harus membawa hasil yang positif dan bukan destruktif. "Kami ingin negosiasi untuk kerjasama dan persahabatan dan bukan meningkatkan permusuhan," tegasnya.
Seraya menyerukan pembicaraan lebih, Ahmadinejad menandaskan, memang tidak realistis untuk mengharapkan hasil nyata dalam waktu singkat, karena masalah yang sangat rumit dan membutuhkan lebih banyak waktu dan perundingan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan, Turki siap menjadi tuan rumah putaran baru perundingan nuklir di Istanbul. (IRIB/RM/16/2/2011)Pekan lalu, Presiden Afghanistan Hamid Karzai menginformasikan ketertarikan Amerika Serikat untuk mendirikan pangkalan militer parmanen di negara itu. Dua hari kemudian, Menteri Pertahanan Afghanistan Abdul Rahim Wardak menyambut proposal seperti itu. Menurutnya, langkah tersebut dalam jangka panjang dapat menciptakan stabilitas di Afghanistan.
Rencana membangun pangkalan militer permanen AS di Afghanistan pertama kali dimunculkan oleh seorang anggota senior Kongres, Lindsay Graham pada awal Januari 2011. Senator Lindsay Graham mengatakan bahwa pangkalan udara AS di Afghanistan akan menguntungkan Washington dan sekutu Baratnya.
"Kita memiliki pangkalan udara di seluruh dunia dan beberapa pangkalan udara di Afghanistan kemungkinan akan membantu pasukan keamanan negara itu dalam melawan Taliban," kata senator Republik itu. "Ini akan menjadi sinyal ke Pakistan bahwa Taliban tidak akan pernah kembali. Di Afghanistan mereka dapat mengubah perilakunya. Ini akan memberi pesan ke seluruh wilayah bahwa Afghanistan akan menjadi tempat yang berbeda," tukasnya.
Komandan pasukan AS dan NATO di Afghanistan, Jenderal David Petraeus beberapa waktu lalu, juga menyatakan keraguannya atas kemampuan dan kesiapan pemerintah dan pasukan keamanan Afghanistan dalam mengatur dan mengontrol negara itu pada tahun 2014. Pernyataan ini dapat ditafsirkan sebagai bagian dari keputusan Gedung Putih terkait strategi jangka panjang di Afghanistan.
Saat ini, Amerika menguasai bandara Bagram, Kandahar, Shurab, Jalalabad, dan Shindand. Menurut berbagai laporan resmi, upaya Gedung Putih untuk mendirikan pangkalan militer permanen di Afghanistan dilakukan saat negara itu memiliki pangkalan di kawasan sensitif Teluk Persia, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, Bahrain dan Irak.
AS mengklaim bahwa upaya-upaya yang dilakukan di kancah politik, ekonomi dan keamanan Afghanistan bertujuan mengembalikan perdamaian dan stabilitas di negara yang hancur akibat perang itu. Namun para pengamat politik berpendapat, pengalaman sembilan tahun klaim Washington dalam memerangi terorisme dan mengatasi gangguan keamanan di Afghanistan, memperlihatkan kegagalan negara adidaya itu dalam kebijakan sepihaknya. Mereka juga menegaskan, AS bahkan punya peran besar dalam menciptakan kekacauan dan krisis baru bagi rakyat Afghanistan.
Menurut para analis masalah Afghanistan, kebijakan jangka panjang AS di negara tersebut menargetkan beberapa tujuan antara lain, mengontrol dan mengeksploitasi sumber daya alam dan kekayaan Afghanistan, memperkokoh dan memperluas dominasi militer di kawasan-kawasan strategis dunia termasuk Afghanistan, menangkal dan melawan Iran, serta memenjarakan India dan Cina sebagai dua kekuatan baru di kancah internasional. (IRIB/RM/NA/16/2/2011)Perdana Menteri Rezim Zionis Israel, Benyamin Netanyahu dalam sebuah pidatonya menyampaikan kekhawatirannya atas masa depan kawasan menyusul meningkatnya gelombang kebangkitan bangsa Arab terhadap para pemimpin mereka yang menjadi pelayan Amerika Serikat dan Israel. Ia mengklaim bahwa Iran berusaha membawa Mesir ke masa lalu dan menjadi pendukung teroris.
Seperti dilaporkan Kantor Berita Mehr, pidato ini disiarkan secara langsung oleh televis al-Arabiya dalam rangka dukungannya terhadap rezim ilegal Tel Aviv. Netanyahu saat menyampaikan pidato terlihat jelas gemetar dan khawatir atas tumbangnya sekutu dekatnya, Hosni Mubarak. Ia khawatir jika Mesir pasca lengsernya Mubarak berubah menjadi negara pendukung muqawama bangsa Palestina dan negara-negara yang menjadi ancaman bagi Israel.
Dengan gaya diplomasi ala Gedung Putih, Netanyahu mengklaim bahwa Iran berusaha membawa Mesir ke masa lalu dan berubah menjadi negara pendukung teroris. Ia mengaku bahwa para pemimpin Barat mengharapkan Mesir menjadi negara bebas dan mengedepankan perdamaian. Dalam pidatonya yang penuh tipu daya, Netanyahu kepada rakyat Mesir mengatakan, rakyat Israel komitmen dengan kalian dalam perjanjian damai. Perdamaian akan mengokohkan demokrasi dan sebaliknya.
Israel kini sangat khawatir jika perjanjian damai Camp David dengan Mesir akan batal dengan revolusi terbaru rakyat Mesir. Netanyahu mengatakan, kami berharap pemerintah Mesir mendatang tetap komitmen dengan perjanjian damai yang ada. Ia mengakui bahwa tidak ada yang dapat memastikan masa depan kawasan mengingat transformasi yang ada. (IRIB/Mehr/MF/17/2/2011)Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan era rezim boneka Amerika Serikat telah berlalu, dan bahwa revolusi yang berlaku di Timur Tengah adalah dalam rangka menentang para diktator yang didukung AS di kawasan.
Di hadapan ribuan warga Bushehr di barat daya Iran (16/2), Ahmadinejad menegaskan keberadaan energi besar yang masih terpendam dalam menentang "kekuatan setan" di kawasan.
"Kami selalu mengatakan, dan kami katakan lagi, kebebasan berbicara, dan hak untuk menentukan nasib, serta hak menuntut keadilan dan spiritualitas adalah hak semua bangsa," tegas Ahmadinejad.
Lebih lanjut, Ahmadinejad menyinggung revolusi di Mesir dan Tunisia seraya mengatakan, revolusi baru-baru ini di Timur Tengah semuanya adalah dalam rangka melawan para diktator yang telah mengabaikan negara mereka.
"Para diktator telah menjauh dari rakyat mereka, dan dengan demikian menjadi mereka dibenci oleh rakyat. Semakin mereka melakukannya, maka mereka akan semakin tergantung pada kekuatan arogan," katanya.
Menurutnya, semakin keja para diktator, maka semakin besar dukungan AS terhadap mereka. Namun rakyat sadar dan hal itu tidak dapat diteruskan. (IRIB/MZ/16/2/2011)Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatollah Sayid Ali Khamenei, atau Rahbar mengatakan Barat takut Revolusi Islam dijadikan sebagai contoh untuk kawasan dan seluruh dunia.
"Musuh berupaya mencegah Iran yang Islam menjadi contoh untuk negara-negara Muslim di kawasan karena gerakan rakyat regional akan sulit tanpa contoh," kata Rahbar hari ini (16/2).
Rahbar menegaskan bahwa alasan utama di balik tekanan Barat terhadap Republik Islam adalah bahwa Iran sedang mempromosikan sebuah contoh di kawasan dan dunia. Demikian dilaporkan IRNA.
"Setelah kemenangan Revolusi Islam di Iran, musuh melakukan segala upaya untuk melemahkan tebentuknya gerakan islami melalui berbagai sanksi dan delapan tahun perang yang dipaksakan dengan Irak, menyoal isu-isu hak asasi manusia dan juga membunuh para ilmuwan nuklir," ungkap Rahbar.
Ditambahkan beliau, meski demikian, upaya mereka gagal dan Revolusi Islam akan terus melanjutkan kemajuannya hari demi hari.
Ditekankan beliau bahwa musuh berupaya melemahkan terbentuknya gerakan Islam. Namun semakin besar upaya mereka, maka akan semakin kuat pula gerakan islami. Dewasa ini, kemajuan Revolusi Islam dapat dilihat di berbagai bidang.
Seraya menyinggung kebangkitan di Mesir dan di berbagai negara regional, Rahbar mengatakan, "Kebangkitan Islam di dunia Muslim telah dimulai. Ini semua berasal dari Revolusi Islam." (IRIB/MZ/16/2/2011)
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menilai sikap menjaga jarak dari rezim Zionis Israel dan mendukung bangsa Palestina telah mendorong kedekatan Turki dengan umat Islam.
Ayatullah Khamenei ketika bertemu Presiden Turki Abdullah Gul, Selasa (15/2) di Tehran, menilai kedudukan Turki saat ini di dunia Islam sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ditegaskannya, ketidaktergantungan kepada Barat, menjauhi Israel dan mendukung bangsa Palestina, telah menyebabkan kedekatan Turki dengan umat Islam.
"Kebijakan tersebut merupakan langkah yang benar dan jika Turki semakin dekat dengan dunia Islam, maka itu akan menguntungkannya dan dunia Islam," jelas Rahbar.
Seraya menyinggung kedekatan pandangan Tehran dan Ankara dalam isu-isu regional, khususnya masalah Afghanistan, Irak, Lebanon dan Palestina, Rahbar menuturkan, transformasi terbaru Mesir juga termasuk masalah yang sangat penting dan dapat berdampak baik bagi rakyat Mesir dan kawasan.
Menurut Rahbar, hegemoni puluhan tahun Amerika Serikat dan Israel di Mesir dan penghinaan rakyat negara itu sebagai penyebab utama gerakan kebangkitan rakyat. Ditandaskannya, rakyat Mesir adalah bangsa Muslim dan punya motivasi Islam yang kuat.
Pada bagian lain peryataannya, Rahbar menilai isu paling penting dunia Islam adalah menjaga dan memperkuat persatuan umat Islam serta menjauhi agar tidak terjebak dalam konspirasi asing untuk menciptakan perselisihan dan perpecahan. Ditambahkannya, "Jika dunia Islam mengenal kemampuan dan kapasitas besar yang dimilikinya, maka kondisi akan berbeda dan dunia Islam dapat memainkan perannya sebagai sebuah kekuatan berpengaruh dalam transformasi internasional."
Masih menurut Rahbar, pemerintah Inggris sebagai faktor utama terciptanya perselisihan di tengah kaum Muslim. Ditambahkannya, seluruh kebijakan dan keputusan negara-negara Islam harus berorientasi pada persatuan dan meningkatkan kekuatan dunia Islam.
"Barat senantiasa melecehkan dunia Islam. Setiap bangsa yang ingin melawan pelecehan tersebut dan menunjukkan kemampuannya, maka akan dihadapkan pada penentangan dan gangguan dari Barat," tegasnya. (IRIB/RM/15/2/2011)
0 comments to "Amerika Serikat bekerjasama dengan Iran !!!!????!!!!"