Sumber-sumber diplomat di Kairo Rabu (9/2) mengkonfirmasikan friksi antara Amerika Serikat dan Rezim Zionis Israel terkait cara menghadapi revolusi rakyat Mesir.
Sumber ini menambahkan, Tel Aviv dalam beberapa hari terakhir mendekati Omar Suleiman dan membujuknya untuk menyeleweng dari program Washington. Seorang diplomat Arab kepada IRNA mengatakan, munculnya friksi antara Israel dan AS kian nyata dalam pernyataan Omar Suleiman kemarin. "Israel menuntut perlakuan kasar terhadap para demonstran yang menentang Mubarak," ungkap Suleiman.
Diplomat yang tidak bersedia disebutkan identitasnya menandaskan, ancaman Suleiman untuk melakukan kudeta adalah bukti nyata dari masalah ini. Ia menegaskan, ini adalah instruksi langsung dari Tel Aviv kepada Suleiman.
Sementara itu, dalam beberapa hari terakhir, Israel telah mengirim pasukan komandonya ke Mesir. Di sisi lain, sumber diplomat di Kairo menyatakan, AS sangat mengkhawatirkan pengerahan militer Mesir dalam menghadapi para demonstran. Washington juga menyinggung masalah ini saat menghubungi Suleiman dan Tel Aviv.
Pemerintah Barack Obama kepada Suleiman menekankan bahwa langkah ini sangat riskan dan mengingat jumlah besar para demonstran maka terdapat kemungkinan militer akan dilucuti serta rakyat akan mempersenjatai diri.
Diplomat ini menambahkan, AS aktif mengkaji aksi demo rakyat Mesir yang telah berjalan dua pekan dan mereka sampai pada kesimpulan Mubarak harus diasingkan dan Suleiman harus secepatnya menjalankan strategi adu domba antara kubu anti-Mubarak. Gedung Putih dalam sikap terbarunya mengharapkan percepatan proses reformasi politik di Mesir. Hal ini dirilis AS bersamaan dengan ancaman Suleiman untuk melakukan kudeta.
Joe Biden, Wakil Presiden AS hari Selasa (8/2) meminta Omar Suleiman untuk tidak bersikap brutal terhadap para demonstran dan segera mencabut kondisi darurat serta jam malam di negara ini.
Para pengamat menilai ancaman Suleiman sang mantan ketua dinas rahasia Mesir tidak boleh dianggap remeh, karena para petinggi Israel saat ini menilai perang saudara di Mesir berarti gagalnya kepentingan mereka di Negeri Piramida ini. (IRIB/IRNA/MF/9/2/2011)
AS Mau Serang Mesir?!
Transformasi terkini di Mesir memperlihatkan kondisi yang sulit dikendalikan lagi oleh rezim Hosni Mubarak. Amerika Serikat sebagai negara yang selama ini dilayani kepentingannya oleh rezim Mesir tentu sangat berkepentingan dengan perkembangan di negara itu. Sebab jatuhnya ini bisa sangat merugikan AS dan Barat khususnya Israel.Tak heran jika AS sedang dan mungkin juga sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi apa yang bakal terjadi di Mesir. Sampai saat ini suara yang terdengar dari Gedung Putih memang memiliki dua sisi. Dari satu pihak mendukung suara rakyat dan dari pihak lain mendesak tetap berkuasanya rezim baik oleh figur Mubarak sendiri atau orang kepercayaannya, Omar Suleiman.
Ada dugaan yang cukup kuat bahwa AS menyimpan opsi serangan militer ke Mesir. Berikut ini adalah bukti yang menguatkan dugaan tersebut;
Pertama, tanggal 24 Januari 2011, saat geliat kebangkitan rakyat Mesir mulai terlihat, AS mengirimkan regu-regu militer dari pasukan khusus bersama sejumlah personil dari batalyon udara 185 ke kawasan Timur Tengah, tepatnya di wilayah Sinai. Alasannya adalah untuk memperkuat pasukan internasional di daerah yang pernah menjadi ajang konflik antara Mesir dan Israel. Yang menarik, langkah mengirimkan pasukan khusus tersebut pernah dilakukan AS ke Irak dan Afghanistan sebelum menginvasi ke dua negara itu.
Kedua, sebuah laporan rahasia yang terungkap ke publik menunjukkan bahwa Departemen Pertahanan AS, Pentagon, mengirimkan sejumlah kapal perang ke lepas pantai Mesir. Di antaranya adalah kapal perang yang memuat 800 personil dari satuan Reaksi Cepat Angkatan Laut. Pentagon juga memerintahkan sejumlah kapal perang lainnya di Laut Merah untuk bertolak ke kawasan utara laut ini. Untuk menjustifikasi langkah ini, Pentagon mengatakan bahwa kapal-kapal perang itu mengemban misi untuk mengeluarkan warga AS dari Mesir menyusul kerusuhan di negara itu. Namun alasan itu sulit bisa diterima mengingat kapal-kapal itu didesain untuk perang dan operasi regu pemukul, bukan untuk transportasi.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh para pembuat keputusan di Gedung Putih. Yang jelas, AS memandang perkembangan di Mesir sebagai tantangan dan ancaman. Memang sampai saat ini belum ada pernyataan resmi atau data yang jelas terungkap mengenai rencana AS untuk menyerang Mesir, namun yang pasti Washington akan membuat langkah-langkah yang bisa mengurangi dampak dari suksesi di Mesir. Untuk itu sejumlah opsi dan kemungkinan sedang digodok dan dipikirkan. Memang tak mustahil AS akan membuat keputusan gila menghajar Mesir demi mencegah jatuhnya kekuasaan di negara itu ke tangan kubu Islam yang pasti akan menjalankan kebijakan anti Washington. Hari-hari mendatang akan semakin memperjelas apa yang bakal dilakukan AS. (IRIB/AHF/9/2/2011)
Israel dan Timur Tengah Baru
Gerakan rakyat untuk menuntut kebebasan dan menumbangkan rezim-rezim diktator telah mendorong Timur Tengah ke ambang transformasi besar. Gerakan ini dimulai di Tunisia dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia Arab, di mana kediktatoran Presiden Hosni Mubarak semakin mendekati keruntuhan.Ada beberapa alasan di balik pemberontakan rakyat di negara-negara Arab, namun alasan utama adalah kehadiran diktator, yang tergantung pada Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel, dan kebijakan tidak adil Barat terhadap bangsa-bangsa Arab.
Setelah pembunuhan Mantan Presiden Mesir Anwar Sadat pada tahun 1981, Hosni Mubarak mengambil alih kekuasaan dan menciptakan bentuk kediktatoran terburuk, tanpa mempertimbangkan masukan dari pihak lain.
Kebijakan utamanya adalah menciptakan perbatasan yang aman bagi Israel, dengan mengontrol perbatasan Rafah dan membungkam kelompok perlawanan di Mesir dan Palestina dengan kekerasan.
Selama 30 tahun terakhir, pemerintahan Mubarak telah menahan dan membunuh lebih dari 150 ribu pendukung Gerakan Ikhwanul Muslimin dengan berbagai alasan.
Demi menarik dukungan AS dan Israel untuk memperkuat pilar-pilar kekuasaannya, Mubarak mulai membesar-besarkan ancaman dari kelompok Islam. Washington pun "terpaksa" memberikan bantuan militer sebesar 1,3 miliar dolar per tahun kepada pemerintah Mubarak untuk melindungi perbatasan rezim Zionis.
Tanpa mempertimbangkan struktur tradisional negara-negara Muslim, khususnya Mesir, AS mendorong rezim-rezim Arab untuk menindas setiap bentuk gerakan anti-Israel demi melindungi perbatasan wilayah Palestina pendudukan.
Hal ini mengakibatkan kemarahan dan kebencian bangsa-bangsa di kawasan kepada AS atas perilaku tidak manusiawi negara adidaya itu terhadap negara-negara Arab.
Inilah sebabnya mengapa pemberontakan di Tunisia dan Mesir membuat Abang Sam terkejut dan tidak mampu menyusun rencana strategis untuk melawan pemberontakan.
Saat ini, 80 juta penduduk Mesir, telah menciptakan krisis serius terhadap peta politik Mubarak. Di antara tuntutan rakyat Mesir adalah pengusiran Hosni Mubarak, reformasi konstitusi, pembentukan pemerintahan transisi, dan proses hukum terhadap para korban ketiktatoran penguasa.
Timur Tengah sedang membara dan jika gelombang protes di Mesir mengguncang negara-negara Arab lainnya, tentu akan memiliki dampak jangka panjang terhadap kawasan dan dunia.
Tampaknya dalam waktu dekat, tidak ada diktator Arab yang mampu bertahan menghadapi pemberontakan rakyat dan mereka akan runtuh cepat atau lambat. Jika ini terjadi, maka Israel akan menghadapi bahaya besar dan ajalnya juga semakin dekat. (IRIB/Press TV/RM/9/2/2011)Deputi Menteri Luar Negeri dan Juru Runding senior Amerika Serikat di Kelompok 5+1, William Burns hari ini (Rabu 9/2) melawat Moskow.
Seperti dilaporkan IRNA dari Moskow, William Burns dijadwalkan bertemu dengan sejawatnya dari Rusia, Sergei Ryabkov. Pertemuan kedua pejabat tinggi ini akan membicarakan masalah bilateral dan internasional.
Media massa Rusia dalam berbagai laporannya tidak mengisyaratkan pembahasan masalah internasional dalam agenda Burns dan Ryabkov. Namun menurut para pengamat, mengingat keduanya menjadi wakil di Kelompok 5+1 maka tidak menutup kemungkinan isu nuklir Iran akan menjadi salah satu agenda pembicaraan Burns dan Ryabkov.
Lawatan Burns ke Rusia ini dilakukan di saat Moskow dalam sikap terbarunya menolak klaim Amerika terhadap Republik Islam Iran khususnya soal program nuklir Tehran.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov hari Senin (7/2) dalam sikap terbarunya soal nuklir Iran menyatakan, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tidak melaporkan adanya penyelewengan di program nuklir Iran.
Ia mengingatkan, harus diperhitungkan bahwa Iran adalah anggota Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT) dan IAEA secara teliti mengontrol bahan nuklir Tehran. Dalam laporannya IAEA menyatakan tidak menemukan pelanggaran dari program nuklir Iran.
Ryabkov juga menyatakan tidak menemukan data yang menunjukkan penyelewengan ke arah militer di program nuklir Iran. (IRIB/IRNA/MF/9/2/2011)Para pejabat rezim Zionis Israel menyatakan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Rabu (9/2) bertemu pemimpin berbagai asosiasi pedagang dan serikat buruh, dengan tujuan mencegah meningkatnya kemarahan warga dan pemogokan massal akibat naiknya harga sembako dan BBM.
Sebagaimana dilansir AFP dari Baitul Maqdis, Netanyahu dalam pertemuan tersebut, mengusulkan sebuah paket untuk menurunkan harga kebutuhan bahan pokok dan bensin serta meredam kemarahan publik.
Pertemuan darurat ini digelar menyusul ancaman pemimpin sejumlah asosiasi di Palestina pendudukan yang menyerukan aksi mogok massal. Keputusan itu diambil untuk memprotes ketidakmampuan pemerintah dalam mengontrol kenaikan harga barang.
Sepanjang tahun lalu, harga roti naik hingga 10 persen, bensin 13 persen dan harga air juga melonjak mencapai 134 persen. Warga Israel juga menghadapi tekanan akibat naiknya harga properti dan biaya transportasi serta pajak tidak langsung.
Namun pemimpin sejumlah asosiasi menyatakan bahwa pertemuan tersebut gagal mencapai kesepakatan, karena Netanyahu sama sekali tidak mengambil langkah yang tepat untuk mengurangi gesekan-gesekan saat ini.
Seorang anggota Knesset yang memimpin komisi urusan finansial parlemen Israel, Moshe Gafni memperingatkan bahwa naiknya harga kemungkinan akan memicu kekacauan internal. Ditambahkanya, "Kita tidak bisa hidup dengan naiknya harga kebutuhan pokok. Tentunya ada bahaya protes sosial." (IRIB/RM/9/2/2011)
0 comments to "AS dan Israel Ribut Soal Mesir, Amerika akan serang Mesir..???!!!! Paranoid!!!!!"