Home , , � Lima Belas Siswa Indonesia Go International

Lima Belas Siswa Indonesia Go International

Hari jumat siang itu (28/1) Mensa atau kantin Universitas Freiburg, Jerman, sangat penuh sekali karena waktunya makan siang tiba. Tampak terlihat antrian mahasiswa yang telah mengambil makanan di depan kasir hendak membayar menggunakan kartu elektronik khusus. Di salah satu pojok kantin terlihat beberapa orang yang sedikit berbeda dari penampilan mahasiswa di sana. Selain postur tubuh mereka, warna kulit, penampilan, mereka juga berbicara bahasa dalam bahasa ibu mereka, yaitu Bahasa Indonesia. Mereka ternyata 15 orang siswa Indonesia yang dikirim oleh Goethe-Institut Jakarta untuk mengikuti program Deutschsprachkurs (kursus Bahasa Jerman) di kota Freiburg.

Hari ini merupakan dua hari terakhir mereka berada di sini setelah tiga minggu lamanya (10-30/1). Ke-15 siswa tersebut berasal dari berbagai kota di tanah air, seperti dari D.I. Aceh, Jakarta, Bandung, Bogor, Tangerang, Magelang, Surabaya, Malang, dan lain-lain. Mereka bergabung dengan 64 orang siswa lainnya dari berbagai belahan dunia, seperti dari Brasil, Kolombia, Ekuador, Argentina, Peru, Venezuela, Vietnam, Uganda, New Zealand, dan Samoa. Ini bukan kali pertama bagi Goethe-Institut mengorganisir kegiatan internasional. Sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah Republik Federal Jerman, kegiatan semacam ini sudah biasa bagi mereka dan bertujuan untuk senantiasa mempromosikan bahasa Jerman ke seluruh dunia. Selama tiga minggu mereka di Freiburg mereka belajar di Goethe-Institut dan menginap di Jugendherberge Freiburg (youth hostel) yang beralamat di Katäuserstrasse 151. Letak penginapan tidak jauh dari stadion sepak bola kesebelasan Freiburg.

Beberapa tahun terakhir ini Goethe-Institut memiliki sebuah proyek yang bernama Schulen: Partner der Zukunft (Sekolah Mitra). Di Indonesia sendiri sekitar 28 sekolah yang tersebar dari Sabang hingga ke Merauke yang telah menjadi sekolah mitra. Akan tetapi, tidaklah mudah untuk menjadi mitra sekolah tersebut. Berbagai kriteria harus dipenuhi oleh suatu sekolah. Namun, efek positif yang didapat oleh sekolah salah satu di antaranya adalah pengajar Bahasa Jerman serta siswa dapat lebih memperdalam Bahasa Jerman mereka di negara bahasa tujuan.

Kegiatan sehari-hari mereka selain mempelajari Bahasa Jerman8bisa dilihat pula di halaman blog http://blog.pasch-net.de/jugendkurse/categories/18-Freiburg/P2.html), mereka juga mempelajari bagaimana berinteraksi dengan berbagai orang dari berbeda negara, beda budaya, dan bahasa. Intinya adalah mereka belajar hidup „multikultural". Salah satu contoh adalah mereka tinggal di dalam satu kamar bersama dua atau tiga orang teman dari negara lain. Selain itu kegiatan lainnya seperti olah raga tenis meja, sepakbola, musik, kunjungan ke museum-museum, ekskursi ke kota lain seperti Baden Baden, Karlsruhe, melihat sea life di Konstanz dan masih sangat banyak lagi kegiatan lainnya. „Das sind eine Mosaik, und nehmt diese Mosaik in eurem Gepäck mit! Hoffentlich könnt ihr in der Zukunft zurückgehen." (Semua itu merupakan sebuah mosaik, dan bawalah mosaik tersebut! Mudah-mudahan di masa datang kalian bisa kembali datang ke Jerman). Sambutan pada penutupan acara yang disampaikan oleh Christiane mewakili pihak Goethe-Institut Freiburg.

Di jum`at malamnya, pada acara penutupan, seluruh siswa menerima sertifikat ujian kebahasaan yang dilakukan beberapa hari sebelumnya. Hampir seluruh siswa dari Indonesia merasa puas dengan hasil yang dicapai karena kebanyakan dari mereka berpredikat „good" bahkan „very good". Jamal Baziad (16) salah satu siswa Indonesia dari SMA Taruna Nusantara, Magelang, berencana untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi di Jerman. „Saya berencana untuk kuliah Medicine di Universitas Heidelberg". Itu memang salah satu yang diharapkan oleh proyek ini juga. Artinya lebih banyak lagi siswa dari berbagai negara yang kuliah di Jerman.

Acara penutupan selain diwarnai rasa haru karena mereka harus berpisah dari satu sama lainnya, juga diisi dengan kegiatan terakhir bersama. Masing-masing negara unjuk kebolehannya. Siswa-siswa Vietnam membawakan tarian khas negaranya, begitu juga dari negara kepulauan Samoa, semenatara dari negara-negara lainnya ada yang bernyanyi dan bermain musik. Delegasi siswa Indonesia yang dipimpin oleh pengajar Bahasa Jerman dari Bandung Nia Yuniawati, memperkenalkan alat musik tradisional angklung. Semua hadirin yang berada di ruangan tersebut sangat terpukau melihat serta mendengarkan alunan musik yang tidak biasa ini bagi mereka. Serempak setalah lagu dimainkan tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Acara itu menutup rangkaian kegiatan dan keesokan harinya seluruh peserta tersebut harus meninggalkan Jerman. (IRIB/Kompasiana/22/2/2011)

0 comments to "Lima Belas Siswa Indonesia Go International"

Leave a comment