Home , , , , , , , , , , , , , , , , � Persatuan, Solusi Melawan Gerakan Anti Islam

Persatuan, Solusi Melawan Gerakan Anti Islam


































Saat ini umat Islam sedang memperingati hari-hari yang mengingatkan kita kepada kelahiran manusia suci penyeru tauhid dan rahmat bagi segenap alam, Nabi Besar Muhammad Saw.

Mayoritas Ahlussunnah meyakini bahwa Nabi Saw lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun gajah yang bertepatan dengan tahun 570 Masehi. Sementara kebanyakan Syiah berpendapat bahwa hari ke-17 Rabiul Awwal adalah hari kelahiran Nabi Saw.

Perbedaan pendapat mengenai hari kelahiran Rasulullah Saw dijadikan peluang oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Imam Khomeini untuk memprakarsai penamaan hari-hari antara 12 dan 17 Rabiul Awwal sebagai Pekan Persatuan Islam.

Dalam beberapa abad terakhir, salah satu hal yang mengguncang kaum muslimin dan membuat umat ini lemah adalah perpecahan yang muncul di tengah mereka. Musuh-musuh Islam sengaja memanfaatkan perbedaan pendapat dan madzhab di antara umat Islam untuk menebar perpecahan dan pertikaian. Padahal, titik persamaan di antara madzhab-madzhab Islam jauh lebih banyak dari perbedaannya. Imam Khomeini (ra) menyadari dengan baik adanya ancaman yang mengintai umat. Karena itu, sejak terbentuknya pemerintahan Islam di Iran, beliau menyeru kaum muslimin untuk menghentikan perselisihan dan memupuk persatuan. Penamaan Pekan Persatuan Islam oleh beliau menunjukkan kepedulian besarnya kepada persatuan yang mesti ada, meskipun perbedaan pandangan dalam masalah fikih maupun sejumlah masalah parsial kalam tidak bisa dihindarkan.

Tiga dekade sudah berlalu sejak pertama kali Imam Khomeini memprakarsai penamaan Pekan Persatuan Islam. Dan kini, Dunia Islam semakin menyadari urgensi persatuan dalam menghadapi ancaman bersama. Dengan semakin sistematiknya konspirasi musuh, umat Islam dituntut memiliki kecerdasan ekstra supaya dapat mematahkan tipu daya lawan. Salah satu tipu daya rezim-rezim Barat adalah dengan menebar Islamphobia dan gerakan anti-Islam.

Dalam propagandanya, salah satu target yang diincar oleh Barat adalah menakut-nakuti masyarakat di Dunia Barat akan Islam. Mereka mengerahkan seluruh sarana propaganda yang meliputi sinema, buku, media cetak, internet dan sarana lainnya untuk mengesankan bahwa Islam adalah agama yang berbahaya. Pada tahap berikutnya, mereka menebar propaganda bahwa Islam yang menakutkan itu kini sedang berkembang pesat di seluruh dunia dan tak lama lagi bakal merambah Amerika dan Eropa. Islam dikesankan sebagai agama yang keras, anti kemanusiaan dan tak mengenal hak asasi manusia. Dengan cara ini, media-media Barat berusaha menjauhkan masyarakat di sana dari Islam.

Akan tetapi, kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang dimaukan para perumus kebijakan di Dunia Barat. Gelombang kecenderungan kepada Islam di tengah masyarakat Barat semakin meningkat. Kebanyakan mereka yang tertarik kepada Islam menyatakan terpikat setelah mengetahui bahwa agama ini mengajarkan norma-norma yang tinggi dan logis. Apalagi di Barat, waga Muslim biasanya terdiri dari kalangan terpelajar dan kaum cendekia. Karena itu, sudah pasti mereka memilih Islam dengan kesadaran penuh dan setelah melalui kajian dan telaah mendalam.

Berkembangnya Islam di negara-negara Barat, kian luasnya kecenderungan kepada Islam di sana, dan menurunnya angka pertumbuhan penduduk di banyak negara Eropa semakin menambah kekhawatiran para pemimpin Dunia Barat. Realita itulah yang mendorong mereka semakin meningkatkan gerakan anti Islam dan Islamphobia. Lavia Safi, Direktur Eksekutif Organisasi Islam di Amerika Utara mengatakan, "Islamphobia adalah senjata strategis untuk mengetepikan umat Islam."

Gelombang Islamphobia kini menjadi tren bagi media informatika di Barat seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Orientasi media Barat khususnya di bidang seni dan sinema menunjukkan kebijakan negara-negara Barat di bidang budaya dalam upaya memerangi Islam tertumpu pada langkah memutarbalikkan fakta dan menebar perpecahan di tengah umat Muslim. Tujuannya adalah untuk menekan perkembangan Islam di dunia. Dalam beragam bentuknya, gerakan anti Islam di Barat menggunakan empat modus, ‘cibiran, hinaan, distorsi dan intimidasi.'

Di dunia saat ini, media-media propaganda Barat rajin menebar isu-isu perselisihan di tengah umat Islam. Barat tak segan menyulut perang saudara di negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, sebab hal itu termasuk dalam kebijakan mencegah persatuan Dunia Islam. Dengan adanya perang saudara di sebuah negara Muslim, negara tersebut tak akan punya kemampuan untuk membantu mewujudkan persatuan Islam. Akibatnya, konflik internal di sebuah negara akan berimbas pada krisis lintas negara di Dunia Islam. Itulah yang sejak lama diupayakan oleh Barat di Palestina, Lebanon, dan kawasan Kaukasus.

Islamphobia dan gerakan anti-Islam merupakan fenomena yang terbentuk dengan elemen-elemen yang canggih, dimensi yang luas dan kesannya yang dalam. Karena itu, untuk melawan gelombang ini diperlukan pengerahan seluruh potensi Dunia Islam. Salah satu hal yang paling urgen dan manjur adalah mempererat persatuan Islam. Bangsa-bangsa dan negara-negara Islam mesti membentuk kesamaan sikap dan langkah dalam melawan gerakan anti-Islam dan memukul mundur Barat. Hal yang pernah mereka tunjukkan terhadap Barat di akhir dekade 1980, ketika Imam Khomeini mengeluarkan fatwa hukuman mati terhadap Salman Rushdie, penulis novel the Satanic Verses yang berisi penghinaan dan hujatan terhadap Nabi Muhammad Saw. Menyusul fatwa itu, negara-negara Eropa secara serentak menarik Duta Besarnya dari Tehran. Namun berkat kesatuan sikap Dunia Islam dan negara-negara Muslim terhadap novel tersebut, negara-negara Barat secara diam-diam mengirim kembali Dubes mereka ke Tehran.

Sejak terjadinya peristiwa 11 September 2001 gelombang Islamphobia meningkat tajam di dunia. Tahun 2006 Paus Benediktus XVI melontarkan kata-kata hinaan terhadap Islam. Tahun 2007, media-media di Barat memuat karikatur yang menghujat Nabi Muhammad Saw. Aksi-aksi itu dilawan dengan demonstrasi besar-besaran di seluruh dunia. Umat Islam bangkit melawan apa yang mereka sebut dengan penghinaan terhadap kesucian agama. Akibatnya, para pelaku penghinaan pun melemah. Demikianlah kesan yang bakal muncul ketika umat Islam melakukan satu gerakan serentak dan seiring di seluruh dunia. Barat tak akan pernah mampu melawan dan akan terpaksa menyerah kepada logika dan tekad kuat umat Islam.

Salah satu sarana yang sangat berpengaruh dalam upaya melawan gerakan anti Islam di Barat adalah media massa serta pertukaran pemikiran di tengah masyarakat Muslim. Barat saat ini menguasai media massa dengan berbagai macam dan kecanggihannya. Dengan sarana ini, para perancang dan penyokong budaya Barat itu berusaha sekuat tenaga menjauhkan umat manusia dari kebenaran yang diusung Islam. Dalam kaitan ini, adalah hal yang tepat jika umat Islam juga memanfaatkan sarana yang sama untuk mengarungi perang media dan mengenalkan agama yang sejalan dengan fitrah manusia ini. Negara-negara Islam bisa berbuat banyak jika memupuk persatuan yang kuat di antara mereka. Persatuan itulah yang bisa melandasi kerjasama kokoh di bidang media, informasi dan berbagai bidang lainnya. Umat Islam di seluruh dunia dapat membangun komunitas yang satu dan kompak untuk berjalan beriringan membangun peradaban.

Akhirnya, perlu diingatkan bahwa Islam adalah agama yang melahirkan peradaban agung yang belum pernah dan tak akan pernah ada tandingannya. Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang meliputi berbagai dimensi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan spiritualitas umat manusia. Dunia hari ini merindukan peran Islam yang sesungguhnya. Para ulama, ilmuan, dan cendekiawan Muslim juga negara-negara Islam memegang peran yang penting dalam mengenalkan wajah Islam yang sebenarnya dan sinar terang hidayah yang ada pada agama ini. Mereka yang di tengah gemuruh badai propaganda anti Islam berhasil menemukan hakikat Islam dan memeluk agama ini menegaskan bahwa umat manusia yang telah tersesat ini sangat memerlukan bimbingan ajaran Ilahi untuk mengakhiri ketersesatan dan kesengsaraannya.

(irib/17/2/2011)

Umat Yang Satu Dalam Solidaritas Muslim

Imam Khomeini

Nabi Muhammad Saw selama 23 tahun mengajak masyarakat memeluk Islam telah mengalami segala bentuk kesulitan dan kesusahan. Selama di Madinah khususnya, di masa beliau membentuk pemerintahan Islam, telah banyak usaha dilakukan demi mengharmonisasikan dan menciptakan solidaritas umat Islam. Sejatinya, langkah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw ini juga berdasarkan perintah Allah Swt. Sebagaimana telah disinggung dalam banyak ayat tentang pentingnya persatuan umat Islam. Akhirnya, berkat usaha keras yang tak kenal lelah, Rasulullah Saw berhasil memberikan nikmat solidaritas dan persatuan Islam kepada masyarakat Islam waktu itu.

Pasca wafatnya Rasulullah Saw, mulai muncul perselisihan terkait suksesi kepemimpinan. Sekelompok umat Islam percaya bahwa pemilihan khalifah harus dilakukan dengan suara rakyat atau perwakilan mereka. Sementara sekelompok lain meyakini masalah sepenting ini harus memperhatikan perintah Allah dan Rasul-Nya. Karena Rasulullah Saw dalam banyak peristiwa, seperti Ghadir Khum, beliau telah menunjuk Imam Ali bin Abu Thalib sebagai penggantinya. Sekalipun Imam Ali as tidak menjadi khalifah pada masa meninggalnya Rasul, namun kinerja yang ditunjukkan beliau menunjukkan masalah persatuan Islam dan sejumlah masalah lainnya bahkan lebih penting dari masalah kekuasaan yang menjadi haknya.

Sekaitan dengan hal ini, Imam Ali as bukan hanya tidak meletakkan dirinya berhadap-hadapan dengan khalifah yang berkuasa, tapi dalam kasus-kasus penting, para khalifah yang meminta tuntunan dan solusi dari beliau. Imam Ali as menilai penting dan sangat bernilai persatuan umat Islam. Dikatakannya, "Hendaknya kalian senantiasa bersama masyarakat Islam. Karena kekuasaan Allah selalu bersama jamaah. Janganlah berselisih! Karena kelompok kecil bakal menjadi santapan setan. Sama seperti kambing yang terpisah dari kelompoknya bakal diterkam serigala."

Dalam sejarah Islam, perselisihan mazhab senantiasa dimanfaatkan oleh musuh untuk menguasai umat Islam. Oleh karenanya, Imam Ali as menunjukkan kepada umat Islam agar berusaha sebisa mungkin untuk meninggalkan perselisihan di tengah masyarakat Islam. Perilaku Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw menjadi pelita bagi kita bagaimana sekalipun punya perbedaan cara pandang terkait satu masalah dengan para ulama waktu, tapi mereka selalu berusaha perselisihan ini hanya terbatas di lingkungan ilmiah, agar perselisihan tidak meluas ke tengah masyarakat Islam. Sepanjang sejarah Islam, kebanyakan metode yang dipakai oleh ulama tercerahkan adalah menjauhkan diri dari perselisihan dan mengajak umat agar bersatu.

Patut disayangkan selama dua abad lalu, para pemimpin negara-negara Islam yang berkuasa merupakan boneka para kekuatan imperialis. Selama ini pula, ulama tercerahkan seperti Sayyid Jamaluddin Asad Abadi yang dikenal Sayyid Jamaluddin Afghani menyeru masyarakat Islam untuk bersatu, namun yang terjadi mereka malah diancam dan ditumpas oleh para penguasa. Bila ditelusuri masalahnya sederhana saja. Imperialisme Barat berusaha menjarah kekayaan negara-negara Islam menabuh genderang perselisihan di tengah-tengah masyarakat Islam. Mereka juga mempublikasikan buku-buku dan majalah untuk menciptakan perselisihan di dunia Islam.

Kekuatan-kekuatan hegemoni biasanya menekankan keutamaan satu etnis tertentu dan perselisihan agama demi mengobarkan api kebencian di antara mereka. Hingga sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran, imperialis Barat begitu gembira karena berhasil mengompori dunia Islam agar senantiasa tenggelam dalam perselisihan. Dengan cara ini, mereka berhasil mencegah terciptanya sebuah negara Islam. Tapi pasca Revolusi Islam, kekuatan-kekuatan hegemoni masih tetap menerapkan cara itu dengan metode baru demi menciptakan perselisihan di antara umat Islam. Sekalipun demikian, Revolusi Islam telah memberikan tenaga baru kepada umat Islam dan mampu menghadapi segala bentuk konspirasi musuh.

Imam Khomeini ra mengetahui bahwa kemenangan Revolusi Islam tidak dapat dicapai tanpa menciptakan persatuan Islam di tengah masyarakat Iran. Untuk itu Imam Khomeini berusaha mempersatukan seluruh kelompok yang ada dan mendekatkan hati mereka satu sama lainnya. Imam Khomeini ra telah memberikan persatuan nasional kepada Iran yang memiliki beragam etnis dan agama. Demi merealisasikan persatuan Islam di Iran, Imam Khomeini ra memberikan pencerahan kepada masyarakat dan menjelaskan tujuan kaum imperialis Barat dan Timur. Dengan menghidupkan kembali ajaran-ajaran Islam dan memperdalam budaya dan rasa percaya diri masyarakat, Imam Khomeini ra berhasil memperkokoh prinsip-prinsip persatuan di Iran.

Di sisi lain, rakyat Iran yang mengikuti tuntunan Imam Khomeini ra soal persatuan Islam akhirnya berhasil mengantarkan Revolusi Islam mencapai kemenangan. Ayatollah Sayyid Ali Khamenei yang kini menjadi Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran melanjutkan jalan Imam Khomeini ra. Beliau mengatakan, "Prinsip tauhid dan keyakinan akan keesaan Allah hendaknya dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat Islam baik individu maupun sosial. Prinsip ini hendaknya mampu membentuk masyarakat dalam format sebuah masyarakat yang saling berhubungan dan berkoordinasi satu dengan lainnya dan memiliki persatuan."

Tak syak, satu dari faktor kemajuan dan kesempurnaan bangsa-bangsa di dunia adalah persatuan. Sama seperti bersatunya tetesan air akhirnya mampu memenuhi bendungan. Persatuan manusia juga bakal menciptakan sinergi dan kekuatan yang luar biasa serta memperkokoh barisan masyarakat. Sesuai dengan pentakbiran al-Quran, barisan agung umat Islam menciptakan ketakutan dalam diri musuh dan selanjutnya mereka tidak bakal menyerang umat Islam.

Imam Khomeini ra dengan meniti ayat-ayat al-Quran juga punya harapan untukmembentuk sebuah umat Islam yang satu. Pendiri Revolusi Islam Iran ini lewat sebuah seruan umum mengajak para pemimpin negara-negara Islam untuk bersatu. Beliau meminta mereka untuk bersatu demi kepentingan umat Islam dan berdiri melawan para imperialis Barat dan Timur. Imam berkata, "Keyakinan kami, sebelum bangsa-bangsa ini bangkit, semestinya pemerintah-pemerintah ini tunduk dan bersahabat satu dengan lainnya."

Sayangnya kebanyakan para pemimpin negara-negara Islam yang bergantung pada kekuatan-kekuatan imperialis tidak mengambil strategi untuk mewujudkan persatuan. Akhirnya, Imam Khomeini ra tanpa mengharapkan pemerintah-pemerintah ini mengajak bangsa-bangsa muslim untuk bersatu dan membentuk pemerintahan Islam. Kepada mereka Imam mengatakan, "Bangsa-bangsa harus memikirkan tentang Islam. Kami sudah putus asa dari mayoritas kepala-kepala negara Islam. Tapi bangsa-bangsa harus berpikir dan kami belum berputus asa dari mereka."

Kini masa kebangkitan dan kesadaran Islam telah dimulai. Seakan-akan inti pemikiran Imam Khomeini ra dan Ayatollah Sayid Ali Khamenei telah sampai di hampir seluruh dunia Islam. Rakyat negara-negara Islam di Afrika Utara yang bertahun-tahun putus asa dari para penguasa zalim mereka kini mulai bersatu dengan panggilan suci Allahu Akbar. Mereka menuntut pembebasan negaranya dari negara-negara penindas dan bergantung.

Di negara-negara seperti Tunisia, Yaman, Yordania dan khususnya Mesir telah muncul gelombang kesadaran Islam di seluruh lapisan masyarakat. Dengan rasa solidaritas dan persatuan mereka bertekad untuk mengambil alih nasib bangsanya dan memerdekakan negaranya dari kekuatan asing. Dalam surat ar-Ra'd ayat 11 Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." Oleh karenanya, selama rakyat Mesir mampu mempertahankan persatuan di antara mereka dan maju melawan diktator Hosni Mubarak dengan kesadaran, mereka dapat berharap mencapai kemenangan.

Kini lingkaran persatuan umat Islam semakin kokoh dan mereka semakin dekat untuk membentuk sebuah umat Islam yang satu. Jelas, ketiadaan para penguasa zalim di negara-negara Islam bakal memberikan harapan yang lebih bagi terbentuknya persatuan Islam. Umat Islam kini hidup di masa kebangkitan dan kesadaran. Dengan meminggirkan perselisihan agama dan mengikut ajaran-ajaran agama yang tinggi dapat mendorong mereka untuk lebih memikirkan persatuan dan solidaritas Islam. Dengan demikian mereka lebih dapat berharap mampu membebaskan diri dari hegemoni kekuatan asing dan dapat menentukan nasib politiknya sendiri.(irib/15/2/2011)

Persatuan Hadiah Besar Rasulullah Kepada Manusia

Persatuan Hadiah Besar Rasulullah Kepada Manusia

Boleh dikata, keberhasilan paling penting Rasulullah Saw adalah menciptakan sebuah masyarakat berdasarkan persatuan dan kasih sayang. Persatuan adalah esensi keberadaan. Demi menciptakan persatuan di lingkungan masyarakat, Nabi mengajak masyarakat Islam untuk tetap berpegang teguh kepada tali Allah yang kokoh. Nabi menyebut kekuatan bangsa-bangsa terletak pada persatuan dan rasa solidaritas antarsesama. Umat Islam yang berpegang teguh dengan nasihat Nabi Saw, selama beberapa abad menjadi pelopor di bidang keilmuwan, peradaban dan kemajuan.

Dengan munculnya Islam, pribadi agung Nabi Muhammad Saw menjadi titik pertemuan emosi masyarakat dan pusat masyarakat Islam. Dengan upaya keras yang dilakukannya, Nabi Muhammad Saw menyebarkan persatuan di seluruh dunia. Rasulullah Saw dengan sejumlah metode berhasil menghilangkan sejumlah kendala yang menghambat terciptanya persatuan seperti diskriminasi, pengunggulan etnis dan merasa diri lebih dari yang lain. Bahkan Nabi mengajak para pengikut agama lain untuk bersama-sama menciptakan perdamaian. "Mari kita bersama-sama mengarah pada satu ucapan yang satu antara kami dan kalian. Bahwa kita hanya akan menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya. Sebagian dari kita tidak akan menerima tuhan selain Allah Yang Maha Esa."

Masyarakat Jahiliyah Arab hidup dalam kondisi carut-marut disebabkan tidak adanya aturan. Perang, kebodohan, kekafiran dan fanatisme buta kesukuan merupakan ciri khas utama bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Menurut Ibnu Khaldun, "Kabilah-kabilah Arab adalah perampok dan buas serta memiliki sifat ingin menjarah milik orang lain. Apa yang mereka temukan bakal dirampasnya."

Sebagian ahli sejarah terkait sejarah Arab sebelum kemunculan Islam telah mencatat terjadinya 1700 perang di antara mereka. Sebagian dari perang ini malah berlangsung bertahun-tahun antara sejumlah generasi. Kebiasaan perang sedemikian kuat dalam masyarakat Arab, sehingga ketika Nabi Muhammad Saw berbicara tentang perdamaian dan keindahan surga, satu dari orang-orang Arab bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah! Apakah di surga juga bakal ada perang?" Rasulullah Saw menjawab, "Tidak Ada." Badui Arab ini kembali bertanya, "Bila tidak ada perang di surga, lalu apa artinya surga bagi kami?"

Dalam kondisi sulit seperti ini, Rasulullah Saw memberikan pesan rahmat dan tuntunan ilahi kepada masyarakat Arab. Ketika tiba di Madinah, Nabi mengayomi segala etnis dan suku yang berada di kota ini. Menciptakan persatuan politik dan sosial dilakukan Rasulullah dengan cara melakukan perjanjian di antara suku-suku ini. Apa yang dilakukan beliau merupakan gerakan pentingdemi mengorganisir masyarakat yang lebih beradab dan sempurna. Perjanjian-perjanjian ini merupakan bukti dan dokumen penting strategi Rasulullah dalam menciptakan persatuan Islam di tengah-tengah masyarakat waktu itu.

Sejumlah perjanjian antara Nabi Muhammad Saw dengan sejumlah suku dan kabilah yang ada di Madinah merupakan perjanjian penting, bahkan boleh dikata itu merupakan undang-undang dasar tertulis pertama di dunia. Isi dari perjanjian itu secara jelas menetapkan bahwa umat Islam adalah umat yang satu. Sebagian dari butir-butir yang ada dalam perjanjian ini menunjukkan indahnya persatuan. Sebagian dari butir-butir itu seperti; "Umat Islam bersatu menghadapi kezaliman, agresi, konspirasi dan perusakan. Bila muncul perselisihan antara umat Islam, maka rujukan untuk mencari solusi adalah Allah dan Rasul-Nya. Umat Islam tidak akan membiarkan muslim lainnya menanggung sendiri utangnya yang banyak, tapi mereka harus membantunya."

Di bagian lain dari butir-butir perjanjian bersejarah itu terkait hubungan umat Islam dengan Yahudi Madinah disebutkan, "Umat Islam dan warga Yahudi hidup di Madinah seperti umat yang satu dan setiap dari mereka hidup dengan agamanya sendiri. Umat Islam dan warga Yahudi kedua-duanya akan menghadapi musuh yang menyerang Madinah."

Dapat dikatakan bahwa upaya untuk menciptakan titik-titik kesamaan dalam agama merupakan parameter penting yang digunakan Rasulullah Saw demi memberikan solusi bagi terealisasinya persatuan Islam. Rasulullah dalam perjanjian ‘Aqabah yang dilakukan beliau dengan warga Madinah yang dahulunya disebut Yatsrib kepada sejumlah etnis yang lain beliau berkata, "Kalian pilih 12 orang sebagai wakil yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi di antara kabilah kalian."

Langkah-langkah konstruktif yang dilakukan utusan terakhir Allah Saw, begitu membuat masyarakat gembira. Ketika para wakil suku-suku Yatsrib bertemu dengan Nabi di dekat tempat bernama ‘Aqabah dan mendengar ucapan beliau tentang persatuan dan kasih sayang, mereka berkata, "Sedemikian hebatnya permusuhan antara suku Khazraj dan Aus, dua kabilah di Yatsrib sehingga tidak dapat dibandingkan dengan kabilah-kabilah yang lain. Kami berharap Allah Swt menjadikan engkau sebagai perantara yang mampu mendamaikan rakyat kami, kemudian menciptakan persatuan dan kasih sayang di antara mereka."

Rasul Saw membangun kasih sayang di tengah masyarakat Islam dengan memfokuskannya pada iman kepada Allah. Rasul menyebut masyarakat ideal adalah masyarakat yang setiap anggotanya punya hubungan persaudaraan dengan lainnya dan semua punya kewajiban melindunginya agar Allah melanggengkan sarana demi terciptanya persatuan dan kasih sayang. Dengan dasar ini, Rasulullah Saw menyelenggarakan hubungan persaudaraan antara 300 orang muslim.

Nabi dengan perjanjian umum yang dilakukannya di antara warga Madinah berhasil menyebarkan wangi persaudaraan dan solidaritas di seluruh kondisi masyarakat Islam. Seluruh Madinah mendengarkan ucapan-ucapan indah Nabi. Beliau bersabda, "Al-Jama'ah Rahmatun wa al-Furqah ‘Adzabun" yang artinya jamaah dan bersatu itu merupakan rahmat dan berpisah serta berselisih itu adalah azab." Beliau juga bersabda, "Masyarakat mukmin yang merasa bersaudara dan mencintai lainnya sama seperti satu badan. Bila satu anggota badan itu merasa sakit, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya terutama di waktu malam dan demam."

Sekalipun telah berusaha keras untuk menciptakan persatuan di antara umat Islam, tapi Nabi senantiasa khawatir munculnya perselisihan di antara mereka yang pada akhirnya menciptakan kerusakan. Karena kekalahan dan rusaknya hubungan sosial dalam sebuah umat terkait masalah-masalah penting di masa kekacauan prosentasinya semakin besar. Seorang bernama Syits bin Qais pada suatu hari berhasil memprovokasi seorang pemuda Yahudi agar menciptakan perselisihan antara suku Aus dan Khazraj. Perselisihan ini akan mengingatkan orang akan masa Jahiliyah dan akan mengobarkan kebencian lama yang tertanam dalam diri mereka.

Akibat provokasi yang dilakukan, dua kabilah ini kembali menghunuskan pedangnya dan terjadi bentrokan hebat di antara mereka. Nabi Muhammad Saw mendengar berita ini dan melihat kejadian itu. Beliau dengan sigap bersabda, "Wahai umat Islam! Apakah kalian telah melupakan Allah? Kalian kembali menyuarakan yel-yel Jahiliyah, padahal saya masih berada di tengah-tengah kalian. Hal ini kalian lakukan setelah Allah Swt menuntun kalian dengan cahaya Islam, menjadikan kalian bernilai dan membebaskan kalian dari kekafiran?"

Rasulullah Saw dalam pelbagai periode dengan suaranya yang teduh membacakan surat Ali Imran ayat 103 yang berbunyi, "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk."

Ketika bintang cemerlang Islam terbit dan menyebar dengan cepat ke seluruh Hijaz, orang-orang munafik dimasa tidak adanya Nabi Muhammad Saw, membangun sebuah masjid guna mengurangi kekuatan spiritual umat Islam. Dengan alasan melaksanakan shalat di masjid itu mereka ternyata berbicara tentang upaya dan konspirasi yang dapat dilakukan untuk melawan Islam. Suatu hari Nabi Saw kembali ke Madinah dari perang Tabuk. Orang-orang munafik ini meminta kepada beliau untuk shalat di masjid itu sekaligus meresmikannya. Pada saat itu malaikat pembawa wahyu menyadarkan beliau akan rencana licik mereka dan menyebut masjid itu sebagai masjid "Dhirar". Rasul akhirnya memerintahkan untuk menghancurkan masjid itu, demi mencegah munculnya friksi di antara umat Islam agar persatuan Islam tidak rusak.

Dengan demikian, sebagaimana diucapkan oleh Imam Ali as, "Hati orang-orang baik senantiasa tertarik kepada Rasulullah. Berkat keberadaan beliau, Allah Swt menguburkan kedengkian dan memadamkan api permusuhan. Keberadaan Rasul mampu memberikan kemuliaan dan solidaritas bagi umat Islam. Rasul telah membuka jalan-jalan kebahagiaan yang semula tertutup. "(IRIB/SL/RM/15/2/2011)

Umat Yang Satu Dalam Solidaritas Muslim

Imam Khomeini

Nabi Muhammad Saw selama 23 tahun mengajak masyarakat memeluk Islam telah mengalami segala bentuk kesulitan dan kesusahan. Selama di Madinah khususnya, di masa beliau membentuk pemerintahan Islam, telah banyak usaha dilakukan demi mengharmonisasikan dan menciptakan solidaritas umat Islam. Sejatinya, langkah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw ini juga berdasarkan perintah Allah Swt. Sebagaimana telah disinggung dalam banyak ayat tentang pentingnya persatuan umat Islam. Akhirnya, berkat usaha keras yang tak kenal lelah, Rasulullah Saw berhasil memberikan nikmat solidaritas dan persatuan Islam kepada masyarakat Islam waktu itu.

Pasca wafatnya Rasulullah Saw, mulai muncul perselisihan terkait suksesi kepemimpinan. Sekelompok umat Islam percaya bahwa pemilihan khalifah harus dilakukan dengan suara rakyat atau perwakilan mereka. Sementara sekelompok lain meyakini masalah sepenting ini harus memperhatikan perintah Allah dan Rasul-Nya. Karena Rasulullah Saw dalam banyak peristiwa, seperti Ghadir Khum, beliau telah menunjuk Imam Ali bin Abu Thalib sebagai penggantinya. Sekalipun Imam Ali as tidak menjadi khalifah pada masa meninggalnya Rasul, namun kinerja yang ditunjukkan beliau menunjukkan masalah persatuan Islam dan sejumlah masalah lainnya bahkan lebih penting dari masalah kekuasaan yang menjadi haknya.

Sekaitan dengan hal ini, Imam Ali as bukan hanya tidak meletakkan dirinya berhadap-hadapan dengan khalifah yang berkuasa, tapi dalam kasus-kasus penting, para khalifah yang meminta tuntunan dan solusi dari beliau. Imam Ali as menilai penting dan sangat bernilai persatuan umat Islam. Dikatakannya, "Hendaknya kalian senantiasa bersama masyarakat Islam. Karena kekuasaan Allah selalu bersama jamaah. Janganlah berselisih! Karena kelompok kecil bakal menjadi santapan setan. Sama seperti kambing yang terpisah dari kelompoknya bakal diterkam serigala."

Dalam sejarah Islam, perselisihan mazhab senantiasa dimanfaatkan oleh musuh untuk menguasai umat Islam. Oleh karenanya, Imam Ali as menunjukkan kepada umat Islam agar berusaha sebisa mungkin untuk meninggalkan perselisihan di tengah masyarakat Islam. Perilaku Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw menjadi pelita bagi kita bagaimana sekalipun punya perbedaan cara pandang terkait satu masalah dengan para ulama waktu, tapi mereka selalu berusaha perselisihan ini hanya terbatas di lingkungan ilmiah, agar perselisihan tidak meluas ke tengah masyarakat Islam. Sepanjang sejarah Islam, kebanyakan metode yang dipakai oleh ulama tercerahkan adalah menjauhkan diri dari perselisihan dan mengajak umat agar bersatu.

Patut disayangkan selama dua abad lalu, para pemimpin negara-negara Islam yang berkuasa merupakan boneka para kekuatan imperialis. Selama ini pula, ulama tercerahkan seperti Sayyid Jamaluddin Asad Abadi yang dikenal Sayyid Jamaluddin Afghani menyeru masyarakat Islam untuk bersatu, namun yang terjadi mereka malah diancam dan ditumpas oleh para penguasa. Bila ditelusuri masalahnya sederhana saja. Imperialisme Barat berusaha menjarah kekayaan negara-negara Islam menabuh genderang perselisihan di tengah-tengah masyarakat Islam. Mereka juga mempublikasikan buku-buku dan majalah untuk menciptakan perselisihan di dunia Islam.

Kekuatan-kekuatan hegemoni biasanya menekankan keutamaan satu etnis tertentu dan perselisihan agama demi mengobarkan api kebencian di antara mereka. Hingga sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran, imperialis Barat begitu gembira karena berhasil mengompori dunia Islam agar senantiasa tenggelam dalam perselisihan. Dengan cara ini, mereka berhasil mencegah terciptanya sebuah negara Islam. Tapi pasca Revolusi Islam, kekuatan-kekuatan hegemoni masih tetap menerapkan cara itu dengan metode baru demi menciptakan perselisihan di antara umat Islam. Sekalipun demikian, Revolusi Islam telah memberikan tenaga baru kepada umat Islam dan mampu menghadapi segala bentuk konspirasi musuh.

Imam Khomeini ra mengetahui bahwa kemenangan Revolusi Islam tidak dapat dicapai tanpa menciptakan persatuan Islam di tengah masyarakat Iran. Untuk itu Imam Khomeini berusaha mempersatukan seluruh kelompok yang ada dan mendekatkan hati mereka satu sama lainnya. Imam Khomeini ra telah memberikan persatuan nasional kepada Iran yang memiliki beragam etnis dan agama. Demi merealisasikan persatuan Islam di Iran, Imam Khomeini ra memberikan pencerahan kepada masyarakat dan menjelaskan tujuan kaum imperialis Barat dan Timur. Dengan menghidupkan kembali ajaran-ajaran Islam dan memperdalam budaya dan rasa percaya diri masyarakat, Imam Khomeini ra berhasil memperkokoh prinsip-prinsip persatuan di Iran.

Di sisi lain, rakyat Iran yang mengikuti tuntunan Imam Khomeini ra soal persatuan Islam akhirnya berhasil mengantarkan Revolusi Islam mencapai kemenangan. Ayatollah Sayyid Ali Khamenei yang kini menjadi Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran melanjutkan jalan Imam Khomeini ra. Beliau mengatakan, "Prinsip tauhid dan keyakinan akan keesaan Allah hendaknya dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat Islam baik individu maupun sosial. Prinsip ini hendaknya mampu membentuk masyarakat dalam format sebuah masyarakat yang saling berhubungan dan berkoordinasi satu dengan lainnya dan memiliki persatuan."

Tak syak, satu dari faktor kemajuan dan kesempurnaan bangsa-bangsa di dunia adalah persatuan. Sama seperti bersatunya tetesan air akhirnya mampu memenuhi bendungan. Persatuan manusia juga bakal menciptakan sinergi dan kekuatan yang luar biasa serta memperkokoh barisan masyarakat. Sesuai dengan pentakbiran al-Quran, barisan agung umat Islam menciptakan ketakutan dalam diri musuh dan selanjutnya mereka tidak bakal menyerang umat Islam.

Imam Khomeini ra dengan meniti ayat-ayat al-Quran juga punya harapan untukmembentuk sebuah umat Islam yang satu. Pendiri Revolusi Islam Iran ini lewat sebuah seruan umum mengajak para pemimpin negara-negara Islam untuk bersatu. Beliau meminta mereka untuk bersatu demi kepentingan umat Islam dan berdiri melawan para imperialis Barat dan Timur. Imam berkata, "Keyakinan kami, sebelum bangsa-bangsa ini bangkit, semestinya pemerintah-pemerintah ini tunduk dan bersahabat satu dengan lainnya."

Sayangnya kebanyakan para pemimpin negara-negara Islam yang bergantung pada kekuatan-kekuatan imperialis tidak mengambil strategi untuk mewujudkan persatuan. Akhirnya, Imam Khomeini ra tanpa mengharapkan pemerintah-pemerintah ini mengajak bangsa-bangsa muslim untuk bersatu dan membentuk pemerintahan Islam. Kepada mereka Imam mengatakan, "Bangsa-bangsa harus memikirkan tentang Islam. Kami sudah putus asa dari mayoritas kepala-kepala negara Islam. Tapi bangsa-bangsa harus berpikir dan kami belum berputus asa dari mereka."

Kini masa kebangkitan dan kesadaran Islam telah dimulai. Seakan-akan inti pemikiran Imam Khomeini ra dan Ayatollah Sayid Ali Khamenei telah sampai di hampir seluruh dunia Islam. Rakyat negara-negara Islam di Afrika Utara yang bertahun-tahun putus asa dari para penguasa zalim mereka kini mulai bersatu dengan panggilan suci Allahu Akbar. Mereka menuntut pembebasan negaranya dari negara-negara penindas dan bergantung.

Di negara-negara seperti Tunisia, Yaman, Yordania dan khususnya Mesir telah muncul gelombang kesadaran Islam di seluruh lapisan masyarakat. Dengan rasa solidaritas dan persatuan mereka bertekad untuk mengambil alih nasib bangsanya dan memerdekakan negaranya dari kekuatan asing. Dalam surat ar-Ra'd ayat 11 Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." Oleh karenanya, selama rakyat Mesir mampu mempertahankan persatuan di antara mereka dan maju melawan diktator Hosni Mubarak dengan kesadaran, mereka dapat berharap mencapai kemenangan.

Kini lingkaran persatuan umat Islam semakin kokoh dan mereka semakin dekat untuk membentuk sebuah umat Islam yang satu. Jelas, ketiadaan para penguasa zalim di negara-negara Islam bakal memberikan harapan yang lebih bagi terbentuknya persatuan Islam. Umat Islam kini hidup di masa kebangkitan dan kesadaran. Dengan meminggirkan perselisihan agama dan mengikut ajaran-ajaran agama yang tinggi dapat mendorong mereka untuk lebih memikirkan persatuan dan solidaritas Islam. Dengan demikian mereka lebih dapat berharap mampu membebaskan diri dari hegemoni kekuatan asing dan dapat menentukan nasib politiknya sendiri.(irib/16/2/2011)

Revolusi Islam, Secercah Cahaya Risalah Kenabian

Revolusi Islam, Secercah Cahaya Risalah Kenabian

Salah satu risalah terpenting dalam misi risalah para nabi adalah memerangi kebodohan, syirik, khurafat, kezaliman, ketidakadilan dan penistaan hak asasi manusia. Sebagai nabi yang membawa misi risalah terakhir dan rasul yang paling mulia, Nabi Muhammad Saw tidak pernah sejenakpun melalaikan tugasnya untuk menyelamatkan umat manusia dari kebodohan, diskriminasi dan kezaliman. Rasulullah Saw membawa program bimbingan terkait semua permasalahan yang dihadapi umat manusia dari yang paling parsial hingga yang paling penting, termasuk masalah hari kiamat, mata pencaharian, tugas dan tanggung jawab, ekonomi, politik, dan spiritual.

Ayat 25 surah al-Hadid menyebutkan tujuan utama dari pengutusan para nabi yaitu untuk menegakkan keadilan dan memerangi kezaliman. Ayat ini berbunyi; "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." (QS. 57:25)

Para nabi menentang ketidakadilan karena hal itu mencegah terwujudnya kehidupan yang baik bagi umat manusia. Allah Swt menyerupakan kehidupan yang baik atau hayat tayyibah dengan pohon yang kokoh, rindang dan penuh dengan buah. Di surat Ibrahim ayat 24-25 Allah Swt berfirman: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Permisalan itu juga disabdakan oleh Nabi Saw dalam menyifati keberhasilan misi risalah beliau. Saat menyaksikan sebagian sahabat menangis setelah menderita kekalahan dalam perang Mu'tah, beliau bersabda, "Jangan menangis. Sebab umatku ibarat kebun dimana pemiliknya telah berjerih payah memelihara, melakukan apa saja yang diperlukan dan memotong ranting-rantingnya berlebihan. Kebun ini akan segera menghasilkan dan setiap tahun akan memberi buah kepada masyarakat. Mungkin saja di akhir buahnya lebih besar dan rantingnya lebih panjang."

Revolusi Islam adalah sebuah gerakan yang lahir dari pandangan yang menjunjung tinggi keadilan dan melangkah untuk menghidupkan kembali cita-cita para nabi. Revolusi Islam adalah gerakan rakyat yang mendambakan hidupnya kembali nilai-nilai agung insani yang diajarkan oleh Nabi Saw. Gerakan ini muncul dalam bentuk revolusi besar yang juga mempengaruhi semua bangsa di dunia. Memang, revolusi yang memiliki dasar dan pondasi kuat pasti akan mempengaruhi lingkungan sekitar bahkan dunia.

Dengan terjadinya revolusi Islam muncul gelombang baru kembalinya umat Islam kepada sirah nabi dan hukum serta ajaran yang dibawa oleh beliau. Dengan kepemimpinannya atas revolusi Islam di Iran, Imam Khomeini (ra) mengenalkan kembali kaum muslimin kepada Islam yang murni. Revolusi Islam terjadi di seperempat terakhir abad 20 yang lantas menjadi fenomena besar yang mengubah tatanan dunia. Revolusi ini menggiring manusia ke arah nilai-nilai suci dan insani. Lahirnya fenomena ini di abad ke-20 membuktikan bahwa buah dari pohon yang ditanam oleh Nabi Saw tidak mengenal batas waktu untuk berbuah dan menghadiahkannya kepada umat manusia. Ajaran Nabi Saw meliputi semua manusia sepanjang masa dan untuk kebahagiaan hakiki mereka.

Mengikuti langkah Rasulullah, Imam Khomeini juga melakukan gerakan revolusi untuk menghidupkan Islam kembali. Revolusi ini dilandasi oleh semangat ketuhanan, terprogram dan dipenuhi dengan keimanan dan ketulusan. Beliau mengatakan, "Kita harus mendobrak dinding kebodohan dan khurafat untuk sampai ke mata air Islam murni yang diajarkan Nabi Saw. Hari ini, hal yang terbaik di dunia adalah Islam." Imam Khomeini memandang rakyat laksana cahaya kesucian dan kejujuran yang menarik masyarakat dunia ke arahnya.

Revolusi Islam berhasil menempatkan unsur agama di posisi teratas mengungguli unsur-unsur yang lain. Revolusi ini telah mengajukan ide-ide baru seperti perspektif politik Islam, keadilan sosial dalam tatanan internasional, hukum internasional Islam, serta persatuan agama dan madzhab. Revolusi Islam memberikan pesan tentang penghormatan kepada kebebasan bangsa-bangsa di dunia untuk berpikir, berpandangan dan berkemerdekaan. Pesan ini tersadur dari nilai insani yang diajarkan oleh Nabi, yang memberikan kehormatan kepada manusia dan mengakui hak alamiah bagi semua orang untuk memiliki kehidupan yang sehat dan dibawah lindungan keadilan. Nabi Saw memandang semua manusia sederajat dan semua layak untuk mendapat penghormatan.

Kemenangan revolusi Islam telah mengangkat derajat dan harga diri umat Islam di dunia. Umat Islam merasa bangga menjadi pengikut risalah Ilahiyah yang terakhir ini. Imam Khomeini dalam banyak kesempatan menegaskan bahwa revolusi Islam di Iran adalah revolusi yang berlandaskan ajaran murni Nabi yang menetapkan kehormatan bagi manusia. Dengan kata lain, revolusi Islam telah melahirkan gelombang baru di tengah umat Islam yang menghidupkan kembali Islam dan memberikan status yang layak kepada umat Islam dalam kehidupan politik dan sosial.

Ajaran Nabi Muhammad memberikan nilai insani kepada manusia khususnya kaum perempuan. Dalam banyak kesempatan beliau menjelaskan kedudukan tinggi kaum wanita dan hak mereka untuk memiliki harta dan kebebasannya. Di bawah naungan ajaran Nabi, kaum perempuan bisa mengembangkan potensi, serta membebaskan diri dari keterbelengguan, keterhinaan dan krisis identitas. Revolusi Islam adalah gerakan yang mengajak umat untuk kembali kepada ajaran ini, serta menciptakan peluang bagi kaum wanita untuk terjun ke tengah masyarakat dengan menjaga kehormatan dan kesuciannya. Salah satu bukti dari gerakan itu adalah majunya kaum wanita di Iran yang islami di kancah ilmu, sains, serta kegiatan sosial dan semisalnya.

Sosok pribadi Imam Khomeini, pemimpin besar revolusi Islam mengingatkan kita kepada keagungan pribadi Rasulullah Saw. Rakyat menyaksikan gambaran nyata dalam bentuknya yang lebih kecil dari figur agung Nabi yang hidup 14 abad lalu pada sosok Imam Khomeini dalam akhlak, ketaatannya beribadah, keterlibatannya dalam kehidupan sosial, rumah tangga, ekonomi dan politik. Sistem pemerintahan Islam ini juga dibangun sedemikian sehingga tolok ukur bagi pemimpin didasari pada keluhuran akhlak, kecakapan memimpin dan perilaku agung yang mengingatkan umat kepada Nabi Saw. Karena itu, dalam sistem pemerintahan ini, hubungan antara pemimpin dan rakyat terjalin dengan baik, yang landasannya adalah keyakinan yang diiringi cinta antara kedua belah pihak. Sang pemimpin yang salah satu syarat utamanya adalah kedalaman pengetahuannya akan agama dan hukum Islam, berkewajiban untuk menjalankan hukum Allah.

Dengan demikian, revolusi dan republik Islam telah menghidupkan pelita cinta di hati umat dan membuatnya siap untuk mendengar seruan dan pesan Nabi dan menerima pemerintahan rakyat yang dibentuk oleh manusia yang paling cakap dalam memimpin di antara para pengikut utusan terakhir Allah. Nabi Saw menyeru umat kepada apa saja yang diperlukan dalam kehidupan manusia sepanjang masa, dan hal itu pula yang dilakukan oleh Imam Khomeini mengikuti jejak sang Nabi. Republik Islam di Iran telah mengumpulkan manusia di bawah panji ketuhanan, kebebasan berpikir, makrifat, dan hak-hak manusia. Imam Khomeini mengatakan, "Jika iman dan amal dengan semua perintah Allah diterapkan dalam semua aktivitas sosial, politik, ekonomi dan semua sisi kehidupan manusia maka masalah hari ini yang paling rumit sekalipun akan terselesaikan. Hari ini, dunia terjebak dalam kebuntuan, dan tak ada alternatif kedua selain menyerah di hadapan hidayah para Nabi." (IRIB/AHF/31/1/2011)

Menilik Persatuan Islam di Tahun 2010

Rahbar

Persatuan Islam adalah buah yang manis dari kebersamaan dan solidaritas di antara orang-orang yang meyakini keesaan Allah dan menginginkan dunia yang aman dan adil. Tahun 2010 telah berlalu dengan berbagai peristiwa penting dan transformasi signifikan yang menunjukkan adanya upaya keras dari para cendekiawan dan ulama Islam untuk memperkuat persaudaraan di antara umat Islam sedunia. Dalam banyak kasus, upaya itu telah memperlihatkan hasilnya yang cukup menggembirakan.

Bulan Februari 2010, seiring dengan milad Nabi Muhammad Saw kaum muslimin memperingati Pekan Persatuan Islam. Seperti biasa pekan ini kembali mengingatkan akan pentingnya persatuan Islam untuk membela hak, memuliakan dan meninggikan martabat umat Islam. Kekompakan, kebersamaan dan solidaritas di antara kaum muslimin di bawah payung ajaran Nabi Muhammad Saw mementaskan kesatuan hati dan agama umat ini.

Situs Islam Online dalam sebuah ulasannya mencoba menganalisa pandangan para pakar dan laporan berita yang disuguhkan oleh media-media massa Barat termasuk majalah Times. Analisa itu membahas 10 peristiwa keagamaan yang penting di tahun 2010. Dari kesepuluh peristiwa itu fatwa Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei yang mengharamkan penghinaan terhadap keyakinan Ahlussunnah dinilai sebagai peristiwa paling penting.

Dalam fatwa itu, dalam menjawab salah satu pertanyaan, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan, "Haram hukumnya menghina simbol-simbol yang dipandang sakral oleh saudara-saudara kita Ahlussunnah termasuk melontarkan tuduhan yang keji terhadap istri Nabi Saw (Aisyah). Hukum ini berlaku untuk istri seluruh Nabi terutama Nabi Besar Muhammad Saw."

Fatwa Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran ini menunjukkan ketajaman dan kedalaman pandangan beliau tentang masalah persatuan Islam. Tak ayal, fatwa ini direspon positif oleh para ulama Muslim di seluruh dunia. Sheikh Al-Azhar Sheikh Ahmad Tayyib dalam sebuah statemennya memuji fatwa Ayatollah Khamenei dan mengatakan, "Fatwa ini lahir dari pemahaman yang benar dan mendalam akan ancaman bahaya yang datang dari para penebar fitnah. Fatwa ini menunjukkan perhatian yang besar kepada masalah persatuan umat Islam."

Mirip dengan awal abad ke21, tahun 2010 juga diwarnai dengan peningkatan pesat kecenderungan masyarakat Dunia Barat kepada Islam. Akibatnya muncul kekhawatiran di kubu arogansi dunia terhadap geliat kebangkitan Islam. Islamophobia dan gerakan anti Islam yang sengaja ditumbuhsuburkan oleh arogansi dunia adalah upaya untuk melawan dan meredam kecenderungan umum kepada Islam yang kian menguat di Barat. Publikasi luas karikatur yang menghina Rasulullah Saw, pembuatan film Fitna yang menghujat Islam, dan pelecehan terhadap al-Qur'an al-Karim yang merupakan mukjizat abadi Rasulullah Saw, adalah aksi-aksi yang skenarionya disusun oleh kubu arogansi dunia.

Peringatan 11 September dijadikan alasan oleh sekelompok orang ekstrim untuk melakukan penghinaan yang tak termaafkan dengan membakar al-Qur'an. Umat Islam serentak menyuarakan penentangan dan melontarkan kecaman terhadap aksi gegabah musuh-musuh Islam itu. Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut aksi itu sebagai bukti yang terkuak akan permusuhan dunia arogansi terhadap Islam. Permusuhan ini diharapkan akan membangkitkan kesadaran umat Islam. Beliau dalam pidatonya menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk melawan permusuhan ini adalah dengan membentuk barisan umat Islam yang satu.

Tanggal 3 September 2010, umat Islam di berbagai penjuru dunia menggelar pawai hari al-Quds untuk menyatakan solidaritas dengan rakyat Palestina. Pawai hari al-Quds bahkan digelar di sejumlah negara non Muslim di hari Jum'at terakhir bulan Ramadhan. Hari al-Quds adalah kesempatan bagi umat Islam untuk mengumumkan dukungan kepada perjuangan pembebasan Palestina dari cengkeraman kaum Zionis. Hari al-Quds sekaligus menjadi momen bagi umat Islam untuk memamerkan kekuatan umat yang jumlah populasinya satu setengah miliar jiwa. Imam Khomeini (ra) mengenai hari al-Quds mengatakan, "Jika di hari al-Quds semua negara Islam bangkit dan mengangkat suara yang sama, bukan hanya al-Quds tapi seluruh negeri Islam di dunia ini akan menang."

Setiap tahunnya di bulan Dzulhijjah, jutaan Muslim berkumpul di tanah suci untuk menghadiri ritual besar ibadah haji. Momen haji adalah peluang emas bagi umat Islam untuk bertemu, berkenalan, saling sapa dan tukar informasi di antara jemaah haji yang datang dari berbagai negara, khususnya diantara kaum terpelajar, ulama dan cendekiawan. Ibadah haji tahun 2010 jatuh bertepatan dengan bulan November saat sekitar tiga juta orang berkumpul dalam sebuah pertemuan kolosal yang paling agung. Pertemuan itu menunjukkan kesatuan umat Muhammad ini dan kekuatannya yang bisa mengungguli kekuatan musuh-musuhnya.

Sayangnya, seiring dengan berbagai berita menarik dan menggembirakan, tahun 2010 juga diwarnai oleh berita duka ketika ribuan warga Pakistan tewas dalam sebuah bencana banjir besar. Banjir ini telah merusak sebagian besar wilayah negara itu dan menimbulkan kesengsaraan hidup bagi sekitar 20 juta warga di sana. Ratusan ribu rumah, pusat ekonomi dan infrastruktur hancur. PBB dalam laporannya menyebutkan bahwa banjir yang terjadi musim panas tahun lalu itu telah menenggelamkan sebagian besar wilayah Pakistan.

Sayangnya, di saat jutaan orang di Pakistan sedang menderita akibat bencana alam ini, reaksi dan bantuan dari masyarakat dunia terkesan sangat lamban. Lain halnya dengan umat Islam. Mereka masih mengingat sabda Nabi Saw, "Bukanlah muslim orang yang mendengar jeritan permintaan tolong dari seorang Muslim tapi tidak menggubrisnya." Bantuanpun tersalurkan dari umat Islam. Rakyat Iran yang Muslim adalah orang-orang yang pertama melangkah dalam mengulurkan bantuan kepada saudara-saudara mereka yang tertimpa musibah di Pakistan. Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Khamenei dalam pesan tertulisnya kepada bangsa Iran dan umat Islam menyeru mereka untuk segera membantu rakyat Pakistan.

Tahun 2010 masih juga diwarnai dengan konflik di tengah umat Islam yang terjadi di berbagai tempat. Pemicunya adalah ekstrimisme sebagian kelompok jumud dan reaksionir. Konflik itu terjadi di beberapa tempat di Irak, Pakistan, Afghanistan dan bahkan Iran. Korban pada umumnya adalah mereka yang bermadzhab Syiah. Di Iran, tepatnya di kota Chabahar, terjadi peristiwa teror bom yang menewaskan puluhan orang yang menghadiri upacara berkabung mengenang kesyahidan Imam Husain. Insiden serupa juga terjadi di Quetta, Pakistan saat warga sedang menggelar pawai solidaritas untuk rakyat Palestina di hari al-Quds, Jum'at terakhir bulan Ramadhan. Sementara, aksi teror bom di Baghdad tahun 2010 menelan korban sampai ratusan orang tewas dan luka-luka. Namun berkat kearifan para pemuka agama baik Sunni maupun Syiah, upaya menyulut pertikaian itu bisa diredam.

Di tahun yang sama, gelombang kebangkitan Islam semakin terasa di sejumlah negara termasuk Irak dan Afghanistan. Akibatnya, musuh-musuh Islam merasa terpojokkan dan tersisih. Di Irak, kubu Islam berhasil membentuk pemerintahan yang bertolak belakang dengan kemauan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Di Afghanistan, kebencian rakyat kepada AS semakin meningkat menyaksikan kejahatan pasukan asing yang tak berkesudahan terhadap warga sipil. Mereka menuntut AS dan sekutu-sekutunya untuk segera mengakhiri pendudukan.(irib/10/1/2011)

Persatuan Negara-negara Islam adalah yang Terpenting Saat Ini

Dalam pertemuannya dengan Rahbar, Presiden Turki m engenai perkembangan di kawasan Timut Tengah menuturkan, seluruh bukti menunjukkan bahwa kawasan ini sedang mengalami perubahan. Diharapkan perubahan ini menguntungkan rakyat dan negara-negara kawasan. Abdullah Gul juga berbicara tentang persatuan negara-negara Islam yang merupakan isu terpenting di kawasan.


Persatuan Negara-negara Islam adalah yang Terpenting  Saat Ini

Menurut Kantor Berita ABNA, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Senin (15/2) dalam pertemuan dengan Presiden Turki Abdullah Gul dan rombongan, menyebut Republik Islam Iran dan Turki sebagai dua negara muslim yang bersahabat dan bersaudara.

Beliau mengatakan, "Hubungan yang sudah terjalin antara Iran dan Turki di bidang politik dan ekonomi dibanding masa-masa sebelumnya sudah mencapai tahap yang istimewa. Peluang bersejarah ini mesti dimanfaatkan untuk mengaktualisasi segenap potensi yang dimiliki kedua negara."

Menyinggung keputusan kedua negara untuk meningkatkan volume perdagangan sampai tiga kali lipat, Ayatollah al-Udzma Khamenei menandaskan, "Kami meyakini bahwa negara-negara yang menjalin hubungan dekat bisa menyatukan kerjasama politik dan ekonominya sehingga pengaruhnya akan lebih besar."

Seraya menyebut Turki sebagai negara yang saat ini memiliki posisi istimewa di tengah Dunia Islam dibanding kondisinya beberapa tahun yang lalu, beliau mengatakan, "Diantara faktor yang membuat Turki semakin dekat dengan umat Islam saat ini adalah kebijakan negara itu yang independen di depan Barat, menjauhi Rezim Zionis dan membela rakyat Palestina."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menekankan, kebijakan ini adalah kebijakan yang benar, dan semakin mendekatnya Turki kepada Dunia Islam yang besar ini akan semakin menguntungkan negara ini dan menguntungkan Dunia Islam.

Menjelaskan kedekatan pandangan Iran dan Turki dalam berbagai permasalahan di tingkat regional dan global khususnya menyangkut Afghanistan, Irak, Lebanon dan Palestina, Rahbar mengutarakan, "Transformasi terkini di Mesir juga termasuk penting. Transformasi ini bisa mendatangkan kebaikan bagi rakyat Mesir dan kawasan secara umum."

Beliau menyebut kekuasaan Amerika Serikat (AS) dan Rezim Zionis Israel di Mesir yang berlangsung puluhan tahun dan penghinaan terhadap rakyat di negara itu sebagai faktor utama yang melahirkan gerakan kebangkitan rakyat. "Rakyat Mesir adalah rakyat yang muslim dan memiliki semangat keislaman yang kuat," jelas beliau.

Lebih lanjut Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, ketika rakyat sudah terjun ke tengah medan maka konstelasi akan berubah. Sarana politik dan militer yang konvensional tidak lagi efektif, dan kini rakyat Mesir sudah terjun ke tengah medan.

Beliau menambahkan, "AS berusaha merebut kendali gerakan agung rakyat Mesir. Republik Islam Iran menentang segala bentuk intervensi asing di Mesir seraya meyakini bahwa rakyat di negara itulah yang harus membuat keputusan sendiri."

Masalah yang paling penting di Dunia Islam saat ini menurut beliau adalah menjaga dan memperkokoh persatuan umat Islam, dan menghindar dari jebakan musuh yang ingin menebar perselisihan. "Jika Dunia Islam menyadari kemampuan dan potensinya yang besar maka kondisi akan berubah. Sebagai kekuatan yang paling berpengaruh, Dunia Islam bisa memainkan peranan yang besar dalam percaturan internasional," tegas beliau.

Rahbar menyebut Inggris sebagai faktor utama yang memicu perpecahan di tengah umat Islam, seraya menandaskan, seluruh kebijakan negara-negara Islam mesti dibuat untuk memperkokoh persatuan dan meningkatkan kekuatan Dunia Islam.

"Barat selalu melecehkan Dunia Islam. Setiap negara dan bangsa yang hendak melawan penghinaan ini dan ingin menunjukkan kemampuan dan kekuatannya pasti akan berhadapan dengan gangguan dari Barat," kata beliau menjelaskan.

Seraya mengingatkan janji Allah untuk menolong umat Islam, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Jika kita memperhatikan kondisi di kawasan dan adidaya dunia lalu membandingkannya dengan kondisi di masa lalu maka pertolongan Allah itu akan terlihat dengan jelas."

Beliau lantas menambahkan, AS dan kubu adidaya Barat dalam 30 tahun terakhir menjadikan kawasan ini sebagai pijakannya. Namun apa yang terjadi dengan mereka saat ini? Bagaimana kondisi Rezim Zionis Israel saat ini dan perbandingannya dengan kondisi 30 tahun lalu? Bandingkan pula Iran saat ini dengan Iran 30 tahun yang lalu, demikian juga Turki yang hari ini jauh berbeda dengan Turki 30 tahun lalu. Irak dan Palestina saat ini juga sangat berbeda dibanding dengan kondisi di masa lalu. Semua ini menunjukkan adanya pertolongan Allah dan proses ini berjalan dengan cepat.

Pada pertemuan itu yang juga dihadiri oleh Presiden Republik Islam Ieran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Turki Abdullah Gul menyampaikan suka citanya atas kesempatan bertatap muka dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam. Gul menyebut Turki dan Iran sebagai dua negara yang memiliki hubungan bersejarah.

Seraya menyinggung perundingannya dengan Presiden Republik Islam Iran, Abdullah Gul mengatakan, "Perundingan di Tehran berlangsung baik dan kami berharap kerjasama bilateral kedua negara di berbagai bidang khususnya di sektor swasta bisa menjadi pembuka bagi kerjasama yang lebih besar."

Mengenai perkembangan di kawasan Presiden Turki menuturkan, seluruh bukti menunjukkan bahwa kawasan ini sedang mengalami perubahan. Diharapkan perubahan ini menguntungkan rakyat dan negara-negara kawasan.

Abdullah Gul juga berbicara tentang persatuan negara-negara Islam yang merupakan isu terpenting di kawasan.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=226803

Revolusi Intelektual Imam Shadiq as

Revolusi Intelektual Imam Shadiq as

Imam Jakfar Shadiq as dilahirkan pada hari Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah. Ayah beliau adalah Imam Muhammad al-Baqir as. Era Imam Shadiq as merupakan masa yang penuh dengan berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Proses peralihan kekuasaan dari Dinasti Umayah ke Dinasti Abbasiyah di masa itu menyisakan beragam dampak sosial dan politik di tengah masyarakat.

Di sisi lain, masyarakat Muslim di zaman itu berhadapan langsung dengan perkembangan berbagai bentuk ideologi dan aliran teologi dan filsafat. Atmosfir kebangkitan intelektual terasa sangat kental sekali yang dibarengi dengan maraknya penyebaran dan penerjemahan pemikiran filsafat dan teologi dari dunia luar, seperti Yunani dan Persia. Tentu saja, kebangkitan intelektual yang demikian pesat juga memunculkan beragam penyimpangan pemikiran dan akidah. Kondisi tersebut niscaya membuat misi dakwah Imam Shadiq as semakin berat.

Dari satu sisi, masyarakat di masa itu mulai condong kepada pemikiran ateisme dan materialisme. Sementara di sisi lain, Imam Shadiq as harus mempertahankan Islam dari berbagai penyimpangan dan kesalahan interpretasi. Dalam kondisi yang sangat sensitif inilah, Imam Shadiq as melancarkan gerakan revolusi kultural Islam. Gerakan ini ditandai dengan keberhasilan mencetak lebih dari empat ribu ilmuan dan ulama terkemuka dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.

Salah satu ciri khas Islam adalah perhatian agama ini kepada ilmu pengetahuan dan mewanti-wanti pemeluknya untuk selalu berpikir dan bertafakur. Dengan berani dapat kita katakan bahwa tidak ada agama dan aliran kepercayaan yang menekankan pemeluknya untuk menuntut ilmu pengetahuan dan hikmah seperti Islam. Memperhatikan sekilas ayat-ayat al-Quran dan hadis, dapat kita simpulkan bahwa Tuhan dan para utusan-Nya senantiasa mengajak manusia untuk berpikir dan menggunakan akal. Seruan ini tidak hanya terbatas pada pemeluk agama Islam, tapi juga berlaku bagi seluruh umat manusia.

Dalam perspektif Islam, keimanan buta dan tanpa berpikir, tidak akan diterima di sisi Allah Swt. Akal merupakan sarana yang akan membantu kita untuk mengenal Sang Pencipta. Penghormatan al-Quran terhadap ilmu pengetahuan dan penulisan, telah mendorong kaum Muslim pada masa permulaan Islam untuk berlomba-lomba menuntut ilmu. Pada waktu itu, al-Quran dan hadis Nabi Saw merupakan dua sumber utama dan penting dalam meningkatkan level ilmu pengetahuan dan budaya.

Pada era di mana dunia tenggelam dalam lembah kegelapan dan kebodohan, peradaban Islam dibangun berkat kerja keras Rasul Saw dan secara bertahap mulai membuahkan hasil. Pasca Rasul Saw, Ahlul Bait Nabi as secara bergantian memainkan peran penting dalam mengembangkan dan memperkaya peradaban itu. Fase ini merupakan masa dimulainya kebangkitan intelektual dalam Islam yang kemudian berkembang secara perlahan.

Perhatian terhadap ilmu pengetahuan pada masa kehidupan Ahlul Bait as khususnya pada era Imam Jakfar Shadiq as, mencapai kemajuan pesat. Ketika berbicara tentang pentingnya menuntut ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, Imam Shadiq as mengatakan, "Jika masyarakat mengetahui manfaat-manfaat ilmu pengetahuan, tentu mereka akan bangkit untuk mencarinya, meski darah tumpah dalam menemukannya dan mereka akan menyelami kedalaman lautan."

Sementara berkenaan dengan bahaya kebodohan dan melakukan sesuatu tanpa bekal ilmu, Imam Shadiq as berkata, "Siapa yang mengerjakan sesuatu tanpa pengetahuan dan wawasan, maka ia seperti orang yang menempuh selain jalan utama. Oleh karena itu, semakin ia melangkah ke depan, maka ia semakin menyimpang dari jalan yang lurus."

Era kehidupan Imam Shadiq as berbarengan dengan perubahan dan transformasi besar di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Masuknya beragam pemikiran dan budaya belahan bumi lain ke wilayah Islam, mencerminkan perkembangan pesat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Pada masa itu, kebangkitan intelektual dan peradaban yang dibangun oleh Rasul Saw selama 23 tahun, telah membuahkan hasil di banyak bidang dan dimensi.

Imam Shadiq as telah memulai aktivitas ilmiah sebagai kelanjutan risalah Nabi Saw dan pendahulu-pendahulunya dalam mengembangkan peradaban tersebut. Beliau as mempertimbangkan komponen dan karakteristik dalam gerakan intelektual dan masalah memproduksi ilmu pengetahuan. Menurut Imam Shadiq as, kebangkitan intelektual harus dibangun di atas dua landasan yaitu, penghambaan dan rasionalitas. Pada dasarnya, sebuah gerakan untuk membangun peradaban akan berhasil jika memandang manusia secara utuh dan tidak menganggapnya sebagai makhluk satu dimensi. Oleh karena itu, sikap mengabaikan spiritualitas dan dimensi ruh manusia sama artinya dengan kegagalan kegiatan ilmiah, sama halnya dengan sikap menganaktirikan rasionalitas dan logika.

Sejumlah ayat dan hadis menunjukkan bahwa Islam sebagai agama Tuhan selain tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, tapi juga merupakan bentuk urgensitasnya. Rapor cemerlang peradaban Islam membuktikan bahwa para cendekiawan Muslim di berbagai bidang, biasanya adalah orang-orang yang bertaqwa dan menilai kegiatan ilmiah sebagai ibadah.

Pada dasarnya dalam Islam, tidak ada pemisah antara ilmu, akhlak dan ibadah dan bahkan senantiasa menegaskan korelasi di antara mereka. Ilmuan dan pemikir dalam Islam adalah manusia-manusia yang bertanggung jawab dan ulama tanpa moral akan berdampak negatif di tengah masyarakat. Masalah ini merupakan salah satu poros penting prinsip-prinsip peradaban Islam. Oleh karena itu, Imam Shadiq as sebagaimana Rasul Saw, senantiasa menegaskan rasionalitas dan pemanfaatan logika di samping spiritualitas.

Dalam perspektif manusia, akal dan agama adalah dua sejoli dan tidak dapat dipisahkan. Ulama adalah pewaris para Nabi as. Menurut Imam Shadiq as, ilmu pengetahuan harus dinamis, efektif, aplikatif dan responsif. Karena itu, bidang ilmiah Imam as tidak terbatas pada ilmu tertentu dan semua cabang ilmu pengetahuan diajarkan di sekolah beliau. Dalam perspektif Imam Shadiq as, masyarakat selalu dalam keadaan dinamis dan kebutuhan-kebutuhan mereka juga senantiasa baru.

Kebangkitan memproduksi ilmu pengetahuan harus selalu dinamis sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman dan kebutuhan manusia. Imam Shadiq as menekankan pada seluruh cabang ilmu pengetahuan pada masanya mulai filsafat, teologi dan yurisprudensi hingga astronomi dan kedokteran. Beliau as selalu mempelajari karya-karya para ilmuan dan memberi kritikan atas mereka. Selain itu, beliau as juga mengenalkan murid-muridnya dengan pengetahuan modern.

Imam Shadiq as juga mendirikan organisasi ilmuan dan mengorganisir kaum muda untuk memproduksi ilmu pengetahuan. Langkah ini bertujuan kaderisasi dan menularkan ilmu kepada setiap generasi. Di antara murid Imam Shadiq as adalah Jabir Ibn Hayyan, yang dikenal dengan bapak kimia dan Hisyam bin Hakam, pakar ilmu yurisprudensi.

Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam yang menulis 31 buku. Jabir bin Hayyan yang menghasilkan lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".

Imam Shadiq as adalah manusia yang paling rendah hati di kalangan masyarakatnya. Kaum papa dengan mudah menyampaikan keperluannya kepada beliau dan beliaupun akan memenuhi keperluan mereka dengan kasih sayang. Sikap mulia dan merakyat Imam Shadiq as ini, makin meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat. Tentu saja hal tersebut menyulut kekhawatiran para pemimpin zalim Dinasti Abbasiyah. Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau pun gugur syahid pada tahun 148 H.(irib/17/2/2011)

0 comments to "Persatuan, Solusi Melawan Gerakan Anti Islam"

Leave a comment