Demonstran Guncang Tahta Raja Bahrain
Protes pro-demokrasi di Bahrain belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kerajaan negara itu dan tindakan pemerintah untuk menumpas gerakan demonstran juga semakin tidak efektif. Gerakan yang semula menuntut reformasi kini mulai mengarah menuju gerakan revolusi. Sunni dan Syiah bersatu menuntut pergantian rezim dan demokratisasi.
Krisis di Bahrain memasuki babak baru setelah partai oposisi utama menarik diri dari parlemen sebagai protes atas pembunuhan demonstran pro-demokrasi oleh polisi. Gerakan revolusi dan protes anti-pemerintah yang dimulai dari Tunisia dan singgah di Mesir, kini mulai mengusik penguasa di negara-negara Arab di Teluk Persia, terutama Bahrain. Amerika Serikat sebagai pendukung utama rezim-rezim Arab, menyatakan kekhawatirannya terkait pemberontakan di Bahrain dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri.
Puluhan tank dan truk militer serta mobil ambulans mulai tampak berkeliling di sepanjang jalan raya utama di pusat Manama pada Kamis. Lebih dari 50 kendaraan lapis baja terlihat bergerak ke arah Lapangan Mutiara di Manama Pusat, tempat demonstran memusatkan aksi mereka.
Ribuan demonstran menduduki Lapangan Mutiara Manama sejak Selasa dan mereka menamai lapangan itu sebagai Bundaran Tahrir (Pembebasan), salah satu sudut di Kairo yang menjadi titik fokus pemberontakan untuk menggulingkan Hosni Mubarak.
Jatuhnya rezim-rezim sekutu dan boneka Barat di kawasan Timur Tengah dipandang oleh para pakar politik dan strategi AS dan Zionis sebagai kekalahan besar bagi kubu Liberal Demokrasi. Di sisi lain, era kebangkitan dan kesadaran Islam telah dimulai. Seakan-akan inti pemikiran Imam Khomeini ra telah sampai di hampir seluruh dunia Islam. Rakyat negara-negara Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah, yang sudah bertahun-tahun putus asa karena kediktatoran, kini bersatu untuk menuntut hak-haknya dan kebebasan.
Dengan rasa solidaritas dan persatuan, mereka bertekad untuk mengambil alih nasib bangsanya dan memerdekakan negaranya dari hegemoni asing. Masyarakat di kawasan menemukan kepercayaan diri bahwa mereka mampu menggulingkan rezim dan penguasa yang tidak memperhatikan kepentingan rakyat.
Tumbangnya para diktator di kawasan telah melahirkan kebangkitan gelombang persatuan dan solidaritas di tengah umat Islam dan orang-orang merdeka di dunia serta mengirim pesan tegas kepada kaum imperialisme, khususnya rezim Zionis Israel dan Amerika Serikat.
Program terbesar para penguasa zalim dan diktator adalah memisahkan agama dari politik dan memerangi Islam serta memenjarakan masyarakat, namun konspirasi itu setidaknya dapat digagalkan melalui gerakan kebangkitan rakyat di Tunisia dan Mesir. Tindakan spontan bangsa-bangsa itu telah mewujudkan rasa takut di benak para diktator dan memberi sinyal kepada mereka untuk tidak lagi meremehkan bangsa-bangsa serta tidak dapat lagi menjalankan setiap kebijakan demi kepentingannya.(IRIB/RM/PH/17/2/2011)Syeikh Khalifa bin Zaid al-Nahyan, pemimpin pemerintahan Uni Emirat Arab, mengontak Raja Bahrain, Syeikh Hamd bin Isa al-Khalifa.
Kantor berita Emirat , dalam kontak telepon tersebut, Syeikh Khalifa, menanyakan transformasi terbaru di Bahrain. Pemimpin pemerintahan Emirat itu meminta Syeikh Hamd agar segera memulihkan stabilitas dan keamanan serta mendukung pemerintah Bahrain dalam upaya meredam instabilitas.
Kedua pihak juga membicarakan perkembangan terbaru di kawasan khususnya di negara-negara Arab yang tengah menghadapi demam revolusi pasca kebangkitan di Mesir dan Tunisia. (IRIB/MZ/17/2/2011)
Raja Bahrain Berkonsultasi dengan Presiden Yaman
Raja Bahrain, Syeikh Hamd bin Isa al-Khalifa, berdialog via telepon dengan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, membahas perkembangan terbaru di kedua negara.Kantor berita Bahrain hari ini (17/2) melaporkan, dalam dialog tersebut, kedua pihak membicarakan upaya perwujudan stabilitas dan keamanan.
Dalam beberapa hari terakhir, Yaman dan Bahrain menghadapi protes rakyat yang menuntut reformasi dan demokrasi.
Konsultasi Raja Bahrain kepada Presiden Yaman ini terjadi di saat para aparat keamanan Bahrain menyerang secara brutal para demonstran yang berdemo di Bundaran Mutiara, Manama.
Adapun di Yaman, ribuan orang berdemonstrasi menentang rezim Ali Abdullah Saleh. Bentrokan antara aparat keamanan dan para demonstran telah menelan korban puluhan orang.
Yaman termasuk salah satu negara Arab termiskin dan rakyat negara ini menuding Ali Abdullah Saleh bertanggung jawab atas ketertinggalan Yaman. (IRIB/MZ/17/2/2011)
Tank-Tank Memasuki Jalan-Jalan Ibukota Bahrain
Mobil-mobil ambulans militer, selusin tank dan beberapa truk militer diturunkan ke jalan raya utama ibukota Bahrain, Manama, menyusul protes pro-demokrasi telah memasuki hari keempat.
Sedikitnya 2.000 pengunjuk rasa berkonsentrasi di Bundaran Mutiara di Manama sejak kemarin (17/2), setelah bentrokan dengan aparat yang menewaskan dua demonstran dan permintaan maaf dari Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa.
Hari ini (17/2), polisi anti huru-hara Bahrain mencoba membubarkan kerumunan massa dengan menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah para demonstran. Empat orang tewas dan puluhan luka-luka dalam insiden itu.
Para saksi mengatakan bahwa jalan raya di sekitar Bundaran Mutiara telah dibersihkan dari lalu lintas warga. Hari ini, pihak aparat menyatakan akan berusaha memulihkan ketenangan di jalan-jalan utama ibukota.
Ini merupakan protes pro-demokrasi terbesar di Bahrain dan hingga kini upaya pemerintah untuk membubarkan demonstrasi tidak efektif.
Para demonstran yang mayoritasnya bermazhab Syiah menuntut penentapan konstitusi baru yang mewujudkan demokrasi dan membatasi kekuasaan raja.
Bahrain dipimpin oleh keluarga kerajaan dari minoritas Sunni, yang telah melakukan diskriminasi terhadap kaum mayoritas Syiah di negara itu. 70 persen dari total populasi Bahrain bermazhab Syiah. (IRIB/MZ/17/2/2011)
Saudi Dituntut Tidak Campuri Perjuangan Rakyat Bahrain
Seorang pemimpin oposisi Bahrain, Saeed al-Shahabi menuntut Arab Saudi tidak ikut campur dalam urusan internal Bahrain.
"Arab Saudi harus menghormati hak warga Bahrain untuk menentukan nasib mereka sendiri," kata al-Shahabi dari London dalam wawancaranya dengan Press TV (17/2).
Al-Shahabi menilai langkah Arab Saudi mencampuri urusan Bahrain sangat menyedihkan dan tragis. Menurutnya, ini merupakan sebuah perjuangan dalam negeri oleh rakyat Bahrain yang ingin terbebaskan dari kediktatoran.
Rakyat Bahrain menggelar unjuk rasa anti-pemerintah selama empat hari berturut-turut, terinspirasi revolusi di Mesir dan Tunisia. Mereka menuntut reformasi dan demokrasi. (IRIB/MZ/17/2/2011)
Iran Kecam Sikap Represif Pemerintah Bahrain
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengutuk tindakan kekerasan terhadap para demonstran pro-demokrasi di Bahrain dan menyerukan pemerintah Manama untuk menahan diri.Ramin Mehmanparast mengungkapkan kekhawatiran atas tindakan Angkatan Darat Bahrain yang menggunakan kekerasan berlebihan terhadap demonstran. Ia meminta pemerintah Manama untuk menghindari aksi kekerasan dalam melawan para demonstran. Demikian dilaporkan Press TV kemarin (Jumat,18/2).
Dia menyatakan harapannya bahwa tuntutan rakyat Bahrain akan dipertimbangkan oleh kerajaan dalam proses reformasi politik dan hak mereka untuk mengekspresikan pendapatnya secara bebas akan dihormati.
Ribuan demostran Bahrain yang terilihami oleh gerakan revolusi di Mesir dan Tunisia, turun ke jalan-jalan dan menduduki Bundaran Mutiara di pusat kota Manama sejak Selasa lalu, setelah polisi membunuh dua pemuda selama demonstrasi anti-pemerintah.
Demonstran menamakan Bundaran Mutiara dengan Lapangan Tahrir yang menjadi pusat demonstrasi yang akhirnya menumbangkan Hosni Mubarak setelah 18 hari protes di seantero Mesir.
Sheikh Ali Salman, Ketua Islamic National Accord Association (INAA) berkata kepada AFP, "Serangan ini adalah keputusan yang salah dan akan menyebabkan bencana terhadap stabilitas Bahrain."
Bahrain menjadi pilar keamanan penting Amerika karena menjadi markas persinggahan Armada VI Angkatan Laut AS yang bertugas mengawal jalur minyak Teluk dan mengendalikan Iran. (IRIB/RM/19/2/2011)Militer Bahrain tidak ragu-ragu lagi menembak para demonstran yang mencoba mencapai rumah sakit. Ratusan orang terluka dalam aksi yang tampaknya sengaja dilakukan oleh militer, ujar seorang petugas rumah sakit.
Tentara menghalangi ambulans dan petugas medis untuk mengevakuasi mereka yang terluka di tengah protes pro-demokrasi besar-besaran di Bahrain, kata Dokter Ghasam, pegawai rumah sakit Salmaniyeh di Manama kepada Press TV pada hari Jumat (18/2).
Dia mengatakan, para pengunjuk rasa datang ke rumah sakit untuk menjenguk teman-temannya yang terluka dalam demonstrasi sebelumnya, namun mereka disergap oleh pasukan keamanan yang ditempatkan di sekitar lokasi kejadian.
"Mereka bahkan tidak meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah, mereka ingin mengunjungi orang yang terluka pada hari Kamis," kata Dokter Ghasam. Menurutnya, pembantaian itu merupakan aksi terencana.
"Kami butuh bantuan. Staf kami telah kewalahan. Pasukan keamanan menembak demonstran di bagian kepala, bukan di kaki dan otak mereka pecah," keluh Dokter Ghasam. Dia menggambarkan bahwa kondisi rumah sakit saat ini ibarat di masa perang.
Anggota parlemen Bahrain, Ali al-Aswad, yang berada di rumah sakit pada saat kejadian, juga mengatakan kepada Press TV bahwa tentara telah mencegah staf medis untuk memberi pertolongan kepada mereka yang terluka. Ia mendesak pihak berwenang Bahrain untuk menghentikan membunuh rakyatnya.
Menurutnya, saat ini hampir 700 tentara angkatan darat ditempatkan di dekat rumah sakit.
Kekerasan aparat ini berlangsung saat akan diupayakannya dialog oleh Putra Mahkota Sheikh Salman bin Hamad al-Khalifa. (IRIB/RM/18/2/2011)Ulama besar Bahrain Ayatullah Syaikh Isa Qasim kesal dengan kesewenang-wenangan penguasa Bahrain sambil menegaskan kemarahan rakyat terhadap kerajaan sudah memuncak. Kata beliau, "Kerajaan hendaklah bertindak sesuai undang-undang, membebaskan tahanan yang tidak bersalah, membebaskan diri dari tuduhan yang membawa kesan negatif dan bertindak rasional. Kalau kerajaan lengah terhadap hal ini, tunggulah kehancurannya." |
Menurut Kantor Berita ABNA, Ulama besar Bahrain Ayatullah Syaikh Isa Qasim kesal dengan prestasi buruk Bahrain yang mencetuskan kemarahan rakyat. Kata beliau, "Badai yang melanda tidak tenang dengan mudah. Apabila hak tidak diberikan kepada rakyat, maka kebangkitan akan berlipat ganda kelak".
Beliau menyatakan beberapa tuntutan rakyat dan berkata, "Kerajaan hendaklah bertindak sesuai dengan undang-undang, membebaskan tahanan yang tidak bersalah, membebaskan diri dari tuduhan yang membawa kesan negatif dan bertindak rasional. Kalau kerajaan lengah terhadap hal ini, tunggulah kehancurannya."
Isa Qasim turut mengungkit maksiat yang berleluasa di Bahrain dan menegaskan, "Andainya maksiat tidak dicegah, suatu hari nanti aspek kekufuran akan meruntuhkan nilai-nilai Islam. Sayangnya, sampai hari ini, negara telah melakukan berbagai maksiat dengan membiarkan penyanyi-penyanyi dan penari mendapat hak kewarganegaraan yang istimewa. Perkara ini tidak dapat diterima."
"Sayang sekali, kebijakan-kebijakan kerajaan banyak yang bertentangan dengan budaya Islam. Suatu hari nanti kita bakal menyaksikan cahaya Islam semakin pudar di negara ini. Pembiaraan fashion dan jenis pakaian yang meniru budaya Barat merupakan konspirasi budaya yang besar. Berdiam diri dan sikap tidak peduli terhadap segala konspirasi Barat ini membuat mereka lebih leluasa merusak jati diri bangsa ini."
Beliau selaku anggota Syura Tertinggi Majma' Ahlul Bait menerangkan, "Kita hendaklah bekerja keras menyebarkan nilai-nilai Islam agar dapat diterapkan dalam individu dan masyarakat. Kita mesti berjuang membersihkan kemungkaran yang menodai cahaya Islam."
Kerajaan Bahrain ditentang oleh rakyatnya karena korupsi, nepotisme serta menyerahkan aset-aset Negara terhadap warga asing. Selama 3 hari demonstrasi di negara ini telah merenggut 3 nyawa dan puluhal lainnya luka-luka. Lebih dari 70 persen penduduk Bahrain bermazhab Syiah sementara kerajaannya diperintah oleh kerabat kerajaan Aali Khalifah yang bermazhab Sunni.
0 comments to "Tahta Raja Bahrain terguncang..demonstrasi terus berlanjut..!!!!! Sunni dan Syiah bersatu menuntut pergantian rezim dan demokratisasi..."