Home , , , , , , � Ternyata, Pasukan Bayaran di Libya Diinstruksi Tel Aviv...Zionis bermain lagi...!!!AWASSSS!!!!!

Ternyata, Pasukan Bayaran di Libya Diinstruksi Tel Aviv...Zionis bermain lagi...!!!AWASSSS!!!!!

Pasukan revolusioner Libvya menembakkan roket di kota Ben Jawad (6/3)


Oposisi Libya Usir Delegasi Inggris

Dewan Nasional Libya menolak permintaan delegasi Inggris berunding di saat rezim Gaddafi terus berupaya menumpas gerakan penentangan rakyat.

Dewan tersebut dalam sebuah pernyataannya yang dirilis kemarin (Ahad 6/3) menyatakan bahwa delegasi Inggris dikirim kembali ke London seraya menambahkan bahwa para anggota delegasi itu memasuki Libya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Delegasi Inggris itu berada di Benghazi untuk berunding dengan para pemimpin oposisi. Para saksi mata mengatakan helikopter delegasi Inggris mereka mendarat di Libya pada hari Jumat (4/3).

Para anggota delegasi membawa senjata, peta dan paspor dari empat negara yang berbeda.

Sebelumya, pasukan revolusioner menyatakan bahwa warga Inggris ditahan di Benghazi karena identitas mereka tidak jelas.

Sumber media Inggris juga melaporkan bahwa sebuah unit Khusus Angkatan Udara Inggris (SAS) berada di Benghazi dalam misi diplomatik rahasia.

Sementara itu, pasukan pro-Presiden Libya Muammar Gaddafi terus membombardir posisi pertahanan pasukan revolusioner guna mendesak mereka keluar dari kota-kota yang telah dikuasai.

Jet tempur Libya telah melancarkan serangan bertubi-tubi ke kota kaya minyak Ras Lanuf. Beberapa orang cedera akibat serangan itu.

Para saksi mata mengatakan tank dan artileri membombardir pusat kota Misratah, kota terbesar ketiga di Libya.

Pasukan oposisi mengatakan mereka berhasil memukul mundur pasukan pro-Gaddafi dalam upaya mereka merebut kembali kota. Ditambahkan pula bahwa sejumlah pasukan pro-Gaddafi ditangkap dalam pertempuran di Misratah.

Pasukan revolusioner Libya menyatakan telah berhasil memegang kendali kota-kota besar serta menepis laporan televisi nasional yang mengklaim bahwa pasukan pemerintah telah merebut kembali kontrol sejumlah kota.

Saat ini, para demonstran dan pasukan revolusioner tengah mencoba bergerak menuju ibukota, benteng terakhir Gaddafi. Berdasarkan laporan terbaru, terjadi kontak senjata hebat di Tripoli.(irib/7/3/2011)

Pasukan Elit Inggris Ditangkap di Libya

Tentara pembelot

Harian Sunday Times Inggris, Ahad (6/3) melaporkan, satu regu pasukan khusus militer Inggris (SIS) bersama seorang diplomat negara itu yang dikirim ke timur Libya, telah ditangkap oleh kelompok penentang pemerintah Gaddafi.

Sebagaimana dilaporkan IRNA, Sunday Times mengutip sumber-sumber terpercaya, menulis, "Unit khusus militer Inggris yang kemungkinan berjumlah delapan orang, masuk secara rahasia ke Libya untuk membangun kontak dengan pasukan anti-Gaddafi, namun mereka telah ditangkap oleh demonstran dan digiring ke kota Benghazi."

"Saat penangkapan, pasukan elit itu memakai baju preman, namun semuanya bersenjata lengkap," tambahnya.

Mereaksi laporan tersebut, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan Inggris hanya mengeluarkan pernyataan singkat, "Kami tidak bisa membenarkan atau menepis laporan itu dan atau memberi statemen terkait pasukan khusus."

Menurut keterangan Sunday Times, kehadiran "tamu" tak diundang itu ke timur Libya telah membangkitkan kemarahan massa penentang pemerintah Gaddafi. Oleh karena itu, pasukan elit tersebut langsung ditangkap dan diboyong ke sebuah markas militer di pelabuhan Benghazi untuk diinterogasi.

Sementara itu, beberapa media Inggris kemarin menginformasikan kesiapan unit-unit militer Inggris untuk dikirim ke Libya. Televisi Sky News Inggris, Sabtu melaporkan, Kementerian Pertahanan Inggris membenarkan bahwa tentara negara itu berada dalam posisi siaga dan mereka akan dikirim ke Libya, jika dibutuhkan untuk melaksanakan misi kemanusiaan.

Koran Daily Telegraph cetakan London dalam sebuah laporannya, menurunkan berita lebih rinci terkait misi tersebut. Dikatakannya, sumber-sumber terpecaya membenarkan bahwa brigade ketiga Battalion Royal Regiment of Scotland berada dalam kesiagaan penuh dan dalam waktu 24 jam, siap diterbangkan ke utara Afrika.

Koran itu menambahkan, brigade tersebut memiliki 600 personil siaga infanteri dan kini berada dalam kondisi siap tempur di kawasan Inverness, Scotland. Dilaporkan pula, Kementerian Pertahanan Inggris menegaskan bahwa unit militer itu dipersiapkan untuk melalukan misi kemanusiaan dan bukan operasi militer.

Di saat pejabat negara-negara Barat khususnya Inggris, berbicara tentang kemungkinan intervensi militer terhadap rezim Gaddafi, lembaga-lembaga sipil dan HAM memperingatkan segala bentuk campur tangan militer Barat dalam urusan Libya dan negara-negara Arab lainnya. (IRIB/RM/PH/6/3/2011)

Pertempuran Makin Sengit, Pasukan Revolusioner Kuasai Kota Kelahiran Gaddafi

Pasukan revolusioner dan pengunjuk rasa Libya yang bergerak dari barat menuju wilayah timur negara ini berhasil membebaskan kota Sirt, kota kelahiran diktator Muammar Gaddafi.

Kota yang sebelumnya dijaga oleh pasukan pro-Gaddafi sejak gerakan revolusi rakyat dimulai dua pekan lalu itu, jatuh ke tangan pasukan revolusioner kemarin (Sabtu, 5/3).

Pasukan revolusioner juga menyatakan telah menembak jatuh dua helikopter milik pasukan pro-Gaddafi di dekat Ras Lanuf dan Ben Jawad.

Saat ini pasukan revolusioner mengambil alih kontrol kota kaya minyak Ras Lanuf. Mereka merebut kota itu setelah terlibat pertempuran sengit yang dilaporkan menewaskan sedikitnya delapan orang.

Perkembangan terbaru menunjukkan kontak senjata antara pasukan revolusioner dan pasukan pro-Gaddafi kembali terjadi di kota Zawiyah.

Tembakan senjata berat dapat didengar bersamaan dengan aksi tank-tank pro-Gaddafi menembaki kawasan permukiman di Zawiyah, di 50 kilometer dari ibukota, Tripoli.

Para saksi mata menyatakan bahwa pasukan revolusioner berhasil membakar tank dan menangkap sejumlah pasukan pro-Gaddafi. Laporan ini diberitakan beberapa jam setelah pihak oposisi berhasil mencegat serangan pasukan pro-Gaddafi untuk merebut kembali kota Zawiyah.

Sedikitnya 30 orang tewas termasuk perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, di Benghazi, puluhan orang tewas dan banyak lainnya cedera setelah pasukan pro-Gaddafi mengerahkan jet tempur untuk menghancurkan sebuah gudang senjata di dekat kota tersebut.

Kini aksi protes warga bahkan telah meluas hingga ke Tripoli, yang merupakan basis pertahanan Gaddafi. Bentrokan juga dilaporkan terjadi di kota terbesar pendukung Gaddafi tersebut. Aparat menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran.(irib/6/3/2011)

Mengapa Turki Menolak Intervensi NATO di Libya?

Ahmad Davut Oglu

Ahmad Davut Oglu, Menteri Luar Negeri Turki kembali menjelaskan pandangan dan sikap pemerintah Ankara terkait transformasi kawasan Timur Tengah, khususnya Libya. Davut Oglu menyampaikan pendapatnya ini di depan pejabat tinggi Turki menyikapi fenomena terbaru Libya. Pasca pernyataannya itu, Menlu Davut Oglu di depan para wartawan Turki menilai perubahan terbaru Timur Tengah sama dengan gempa kuat dan pasca gempa ini adalah masa rekonstruksi.

Sekaitan dengan Libya, Menteri Negeri Luar Negeri Turki menyatakan penolakan negaranya atas campur tangan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di negara ini. Dikatakannya, tidak boleh terjadi pengulangan kesalahan di Libya seperti yang terjadi di Irak. Selain itu Davut Oglu juga memperingatkan bahwa bila terjadi aksi intervensi NATO di Libya, maka kemungkinan besar negara ini bakal mengalami disintegrasi. Menlu Davut Oglu menekankan bahwa semangat para revolusioner Libya sangat tinggi dan bila NATO bersikeras melakukan intervensi, maka sudah barang tentu semangat mereka akan lenyap. Davut Oglu menilai masalah terpenting di Libya adalah upaya mencegah terciptanya situasi yang lebih buruk bagi warga Libya. Ditegaskannya, rakyat Libya tidak boleh menjadi korban dari politik Muammar Gaddafi, diktator Libya.

Sebagian dari ucapan Ahmad Dovud Oglu, Menteri Luar Negeri Turki ternyata mendapat reaksi luas di kancah politik dunia dan media internasional. Termasuk ketika Dovut Oglu menuding Barat dan rezim Zionis Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas instabilitas yang terjadi di Timur Tengah. Dovut Oglu mengatakan, dasar dari segala kesulitan dan masalah yang muncul di Timteng bersumber dari Israel. Karena rezim ini telah menutup segala jalan ke arah perdamaian. Di bagian lain dari ucapannya, Dovut Oglu menjelaskan bahwa Timur Tengah dan Afrika oleh Barat hanya dilihat sebagai kawasan yang kaya minyak bumi. Sudah sejak puluhan tahun rakyat kawasan ini menjadi alat guna dapat menjarah lebih banyak lagi minyak bumi mereka. Menlu Dovut Oglu juga mengatakan bahwa rakyat turun ke jalan-jalan karena sudah lelah menjadi alat tarik menarik soal minyak.

Urgensi ucapan Menlu Turki ini dapat dicermati dari kondisi Libya yang sampai saat ini masih krisis dan tidak ada ide yang mampu menyelesaikan masalah ini. Paling jauh adalah pandangan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia secara luas di Libya dan untuk itu diperlukan adanya intervensi NATO. Sementara Turki boleh dikata sebuah negara yang tetap konsekuen dengan pandangannya untuk menyelesaikan krisis Libya lewat jalur damai. Berbeda dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partai-partai politik lainnya di Turki justeru memberikan lampu hijau bagi campur tangan NATO di Libya dan menolak sikap pemerintah Turki. (IRIB/SL/MF/6/3/2011)

Interpol: Tangkap Gaddafi!

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) memulai investigasi terkait 15 pejabat tinggi Libya yang dituding melakukan kejahatan internasional. Jaksa ICC, Moreno Ocampo dalam wawancaranya dengan Koran Spanyol, El Pais, menyatakan bahwa investigasi dilakukan berlandaskan tindakan kriminal berat yang dilakukan para pejabat Libya. Diktator Muammar Gaddafi adalah tersangka utama dalam kasus kejahatan perang di Libya.

Sabtu, tanggal 26 Februari, Dewan Keamanan (DK) PBB mengajukan pengaduan kepada ICC untuk mengusut kasus pembantaian massal di Libya. Hari Jumat lalu, Polisi Internasional (Interpol) mengeluarkan perintah penangkapan atas Gaddafi.

Jumah Al-Qamati, analis asal Libya, dalam sebuah wawancaranya ketika mengomentari perintah penangkapan Gaddafi oleh Interpol, mengatakan, "Interpol mengeluarkan instruksi penangkapan atas Gaddafi dan anak-anaknya. Selain itu, para penasehat senior dan pejabat keamanan negara ini juga termasuk incaran Interpol."

Saiful Islam Gaddafi, Mutasim Gaddafi dan Khamis Gaddafi disebut-sebut sebagai burunan Interpol. Selain itu, Interpol juga menjadikan sejumlah pejabat penting Libya lainnya sebagai burunan. Di antara pejabat-pejabat penting Libya itu adalah Ketua Intelijen Militer Libya, Abdullah Sanusi dan Menlu Musa Al-Kusa. Selain kedua pejabat itu, Ketua Keamanan Dalam Negeri, Ketua Keamanan Luar Negeri dan sejumlah panglima militer Gaddafi juga tercatat sebagai pejabat-pejabat yang terlibat dalam kejahatan pembunuhan massal.

Lebih lanjut Al-Qamati mengatakan, "Tak diragukan lagi, langkah interpol itu kian meningkatkan tekanan konstitusional dan politik atas Gaddafi. Ini juga bisa menjadikan pertimbangan tersendiri DK PBB untuk melarang Gaddafi bepergian ke luar negeri."

Instruksi penangkapan terhadap Gaddafi diputuskan saat satuan-satuan bersenjata dan pesawat perang Gaddafi, hari Jumat (4/3), kembali membombardir para demonstran di Al-Zawia dan Ras Lanuf. Berdasarkan laporan tersebut, lebih dari 350 warga tewas dan cedera akibat bombardir yang dilancarkan pesawat-pesawat peran Gaddafi.

Selain kota Al-Zawia dan Ras Lanuf, sejumlah kawasan lainnya juga menjadi sasaran serangan satuan-satuan militer Gaddafi. Dilaporkan pula, pasukan bayaran Gaddafi terlibat bentrokan dengan masyarakat revolusioner di kota Ajdabiya dan Brega, Libya timur. Meski demikian, masyarakat revolusioner sudah mulai menguasai sejumlah kota di Libya, bahkan dilaporkan mereka tengah menuju Tripoli, ibukota Libya. Sejumlah sumber pemberitaan juga menyebutkan bahwa beberapa wilayah di Tripoli sudah dikuasai oleh para pendemo anti-rezim. Dilaporkan pula, sejumlah istana Gaddafi di Tripoli dan timur Libya dikepung oleh para pendemo.

Dengan kondisi seperti ini, Diktator Muamar kian terkucilkan. Bahkan sejumlah negara Eropa yang dulunya adalah mitra Gaddafi sudah mulai meninggalkan rezim Gaddafi. Selamat tinggal Gaddafi!!! (IRIB/AR/5/3/2011)

Ben Jawad Direbut Rezim Gaddafi

Kelompok oposisi di Libya dipaksa menarik diri dari Ben Jawad di timur Libya setelah terlibat bentrokan dengan pasuakan bayaran Gaddafi..

Para pendemo anti-rezim mengatakan mereka menarik diri dari kota minyak Ben Jawad. Akibat bentrokan terseebut, setidaknya dua orang tewas dan lebih dari 30 lainnya luka-luka. Demikian dilapokan Kanrtor Berita AFP yang dikutip PressTV.

Sebelumnya terjadi bentrokan antara demonstran Libya dan pasukan yang setia kepada Gaddafi di kota itu yang menciderai 11 orang, termasuk seorang fotografer Perancis.

Perkembangan lainnya menyebutkan, ledakan besar juga terdengar di kota minyak Ras Lanuf yang telah menjadi tempat bentrokan antara pasukan anti-rezim dan loyalis Gaddafi. Sebelumnya, pasukan penentang rezim menyatakan, dua pesawat milik pasukan yang setia kepada Gaddafi jatuih setelah tertembak oleh pasukan anti-rezim.

Di Ras Lanuf, saksi mata mengaku melihat jatuhnya pesawat perang dan tewasnya dua pilot. Kota ini jatuh ke tangan pasukan oposisi setelah pertempuran berat yang menyebabkan sedikitnya delapan orang tewas.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa lebih dari 6.000 orang telah tewas selama terjadi gejolak di Libya. (IRIB/PressTV/AR/6/3/2011)

Markov: Jika Gaddafi Gagal Redam Kemarahan Rakyat, Arab Saudi

Terancam
Wakil Duma Rusia, Sergei Markov memprediksikan lonjakan harga minyak akan terus berlanjut mengingat kebangkitan rakyat di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara tak kunjung reda.

Menurut laporan IRNA, Sergei Markov hari Ahad (6/3) dalam diskusi masalah Timur Tengah menandaskan, saat ini Libya tengah menghadapi ujian mengenai cara menumbangkan diktator Muammar Gaddafi." Jika upaya keras Gaddafi gagal meredam kebangkitan rakyat maka aksi ini akan merembet ke negara Arab lainnya," ungkap Markov.

Ia memprediksikan bahwa kebangkitan rakyat Libya menentang kediktatoran Gaddafi akan menyebar ke negara Arab lainnya. Anggota Duma Rusia ini menambahkan, tidak adanya kebebasan politik, kebejatan para pejabat dalam beberapa dekade lalu dan masalah sosial seperti mahalnya biaya hidup, pengangguran serta peningkatan populasi penduduk adalah dalih utama kebangkitan rakyat Libya dan negara Arab di Timur Tengah serta Afrika Utara.

Markov dalam kesempatan tersebut menepis pendapat sejumlah pengamat yang menuding peran Amerika Serikat dalam mengobarkan kebangkitan rakyat di negara Arab. "Kini telah jelas bagi semua orang bahwa unilateralisme Amerika mengalami kegagalan dan contoh nyata adalah kebingungan Washington di Afghanistan dan Irak,' ungkap Markov.

Sergei Markov juga memperingatakan pengiriman pasukan asing ke Libya. Ditekankannya, opsi militer di Libya adalah pilihan keliru. Markov mengatakan pesan pemerintahan Rusia terkait transformasi di Libya dan negara Arab adalah mengambil pelajaran berharga. Ditandaskannya, Moskow akan bersikap sensitif dalam menghadapi transformasi di kawasan dan mengawasi setiap perkembangan yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. (IRIB/IRNA/MF/6/3/2011)

Le Monde: Harga Minyak Bisa Naik Dua Kali Lipat Jika...?

Situs Koran Le Monde Perancis menulis, jika instabilitas dan aksi demo rakyat sampai terjadi di Arab Saudi maka harga minyak perbarel akan menembus angka 200 dolar.

"Hingga saat ini gelombang protes warga di negara-negara Arab masih menjadi faktor penggerak cepatnya kenaikan harga minyak di dunia," demikian ditulis Le Monde Ahad (6/3) saat menganalisa dampak kebangkitan rakyat Libya bagi harga minyak dan dinukil IRNA.

Sumber ini juga menyebutkan indikasi kebangkitan rakyat di sebuah negara Arab lainnya. "Hari kemarahan rakyat ini akan terjadi pada 11 Maret di Arab Saudi," tulis Le Monde. Laporan ini menambahkan, dewasa ini Arab Saudi tercatat produsen terbesar minyak dunia dan rata-rata setiap harinya mengekspor minyak ke pasa dunia sebesar 9,5 juta barel. Saudi juga menjadi satu-satunya negara yang mampu mengganti satu atau sejumlah negara produsen minyak saat krisis. hal ini disebabkan Saudi memiliki produksi lebih minyak setiap harinya sebesar 3,5 juta barel.

Dengan demikian kapasitas Arab Saudi dalam memproduksi kelebihan minyak dapat menutupi kekurangan minyak dunia akibat menurunnya produksi minyak Libya dan Kuwait. Arab Saudi sendiri sejak meletusnya kebangkitan rakyat di Libya telah meningkatkan produksi minyaknya guna mengantisipasi dampak instabilitas di Tripoli terhadap harga minyak dunia.

Sumber ini menyatakan, oleh karena itu ancaman utama jangka pendek adalah munculnya instabilitas sosial dan politik di Arab Saudi. Krisis sosial dan politik di Arab Saudi akan mengancam kekuasaan keluarga kerajaan dan mengancam produksi minyak dunia.

Bila kondisi ini terjadi bukan hanya produksi minyak Arab Saudi terganggu, bahkan pengaruh Riyadh sebagai stabilisator pasar minyak juga akan terpengaruh. Oleh karena itu, tanggal 11 Maret dapat dijadikan penentu bagi terealisasinya berbagai analisa soal kenaikan harga minyak, apalagi jika kebangkitan rakyat Arab Saudi bebar-benar terjadi di hari tersebut. (IRIB/IRNA/MF/6/3/2011)

Ternyata, Pasukan Bayaran di Libya Diinstruksi Tel Aviv

50 ribu personel bayaran dari negara-negara Afrika dikerahkan untuk menyelamatkan rezim Muammar Gaddafi. Situs WalterNet melaporkan, pengerahan ribuan pasukan bayaran itu ke Libya merupakan perintah kabinet Rezim Zionis Israel.

Sebelumnya, pengerahan pasukan bayaran untuk menyelematkan rezim Gaddafi dilakukan oleh sebuah perusahaan milik Zionis Israel. Akan tetapi setelah itu diketahui bahwa Tel Aviv adalah pihak yang langsung memerintahkan pengerahan pasukan bayaran untuk menyelematkan rezim Gaddafi di tengah revolusi rakyat.

Laporan itu juga menyebutkan, meski Gaddafi mengesankan anti-Zionis Israel dan anti-imprealisme, tapi diktator ini di balik layar memberikan layanan penuh kepada Rezim Zionis dan kekuatan imprealis. Karena inilah kabinet Israel merasa keberatan bila Gaddafi lengser. Kejahatan nyata Gaddafi yang tampak menguntungkan Zionis Israel dan Barat adalah penculikan Imam Musa Sadr yang hingga kini nasibnya tidak diketahui.

Perusahaan Zionis Israel yang mengatur pengerahan pasukan bayaran ke Libya, bernama Global CST. Perusahaan ini juga berperan dalam agresi pasukan Georgia ke Ossetia Selatan dan mengkoordinasi sejumlah agresi lainnya.

Dari sisi lain, AS juga meminta Dewan Keamanan (DK) PBB supaya memisahkan resolusi anti-rezim Gaddafi dengan pengerahan pasukan bayaran ke negara ini. Dengan permintaan Washington itu, Rezim Zionis Israel akan aman dari pengusutan secara hukum internasional. (IRIB/INN/AR/6/3/2011)

Gaddafi Bertahan, Perang Saudara di Libya Meradang

Di tengah perlawanan masif rakyat Libya menggulingkan rezim Ghaddafi dan tekanan publik dunia terhadap pemimpin diktator itu, tentara yang loyal kepada Ghaddafi bertahan di sekeliling kota Zawiyah di barat Libya, Sabtu (5/3) petang, setelah dipukul mundur pasukan perlawanan. Pagi harinya, ratusan milisi yang setia kepada Ghaddafi masuk ke pusat kota itu didukung sejumlah tank, yang menyebabkan pertempuran sengit dengan pasukan antipemerintah.

Serangan ke Zawiyah ini adalah salah satu serangan terbesar pendukung Ghaddafi sejak kerusuhan terjadi 18 hari lalu. Eskalasi pertempuran meningkat sehari sebelumnya, ditandai dengan ledakan dahsyat yang mengguncang kota Benghazi, kota kedua terbesar di Libya, yang menjadi basis kelompok penentang Ghaddafi.

Ledakan di gudang senjata dan amunisi itu, seperti dilaporkan wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman dari Benghazi, terjadi pada Jumat sekitar pukul 22.30 di distrik Wadi Jabbarah, dekat kota Benghazi.

Pasukan Ghaddafi memasuki Zawiyah pukul 06.00, yang segera disambut perlawanan kelompok oposisi. "Orang-orang kami menyerang balik. Kami telah menang dan warga sipil saat ini berkumpul di tengah kota," kata Youssef Shagan, juru bicara kelompok anti-Ghaddafi, di kota yang terletak 50 kilometer sebelah barat ibu kota Tripoli itu.

Pernyataan Shagan sekaligus membantah klaim yang disiarkan televisi pemerintah bahwa loyalis Ghaddafi berhasil merebut kota Zawiyah yang sepekan terakhir menjadi ajang pertempuran kedua kubu. Namun, Shagan meyakini, serangan balik pemerintah bisa terulang setiap saat.

Shagan mengatakan, pasukan Ghaddafi melepaskan tembakan di pusat kota dan tank mereka menembaki kawasan perumahan sehingga warga terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Seorang dokter kepada kantor berita Reuters mengatakan, sedikitnya 30 orang tewas di Zawiyah karena serangan ini. Sebagian besar merupakan warga sipil. "Ini jumlah yang pasti, tetapi kami yakin jumlah korban tewas yang sebenarnya jauh lebih besar dari ini," ujarnya.

Shagan menambahkan, kelompok penentang Ghaddafi berhasil merebut 3 kendaraan serbu, 2 tank, dan 1 pikap milik pemerintah dalam 1,5 jam pertempuran.
Menjelang tengah hari, kubu Ghaddafi yang terdorong dari pusat kota mendirikan pos pemeriksaan, sekitar 3 kilometer dari pusat kota yang kembali dikuasai kelompok antipemerintah.

Ledakan besar

Kelompok antipemerintah sebelumnya mendapat pukulan telak dengan meledaknya gudang senjata dan amunisi di Benghazi. Ledakan besar itu menghancurkan wilayah seluas tiga kali lapangan sepak bola dan kebakaran yang terjadi melahap beberapa mobil di dekat lokasi tersebut.

Suasana semakin riuh dengan sirene ambulans yang hilir mudik mengangkut korban ke rumah sakit. Sedikitnya 17 warga sipil Libya tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat ledakan itu.

Suasana pada Jumat malam di Benghazi sangat menegangkan. Sejak pukul 21.00 hingga 24.00, terdengar rentetan bunyi tembakan dan ledakan keras di sekitar hotel yang ditempati Kompas.

Penyebab ledakan itu masih menjadi spekulasi. Dugaan terkuat adalah bom dilepaskan pesawat tempur loyalis Ghaddafi. Ada pula kecurigaan rezim Ghaddafi menyusupkan orang untuk meledakkan gudang amunisi itu, atau ledakan disebabkan oleh bom mobil.

Sebelumnya, seusai shalat Jumat di Benghazi, kelompok yang menamakan diri Revolusi Pemuda 17 Februari menyampaikan pernyataan politik. Mereka menuntut Ghaddafi mundur dan diajukan ke Pengadilan Kriminal Internasional di Belanda atas kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Libya sejak berkuasa tahun 1969.
Ratusan ribu penduduk Benghazi juga menggelar unjuk rasa di Alun-alun Mahkamah, yang kini juga dinamakan Alun-alun Tahrir (Kebebasan).

Teriakan "pergi... pergi... pergi..." dan "rakyat ingin rezim tumbang" menggema di Alun-alun Tahrir itu.

Dari timur

Para pemuda revolusioner yang dibantu tentara yang membelot dari rezim Ghaddafi terus menekan dari arah Timur. Di kota seperti El Brega, Ajdabiya, dan Ras Lanuf, sekitar 200 kilometer selatan Benghazi, mereka bertempur melawan milisi bersenjata loyalis Ghaddafi. Pertempuran itu melibatkan artileri dan rudal antiserangan udara.

Bendera pemberontak-merah, hitam, dan hijau dengan bulan dan bintang di tengahnya- berkibar di bundaran pusat kota Ras Lanuf, Sabtu. Tak ada tanda-tanda pasukan loyalis Ghaddafi setelah sehari sebelumnya terjadi pertempuran melawan antipemerintah. Namun, pemerintah membantah klaim kelompok oposisi bahwa mereka mengontrol kota itu sepenuhnya.

Ras Lanuf adalah salah satu penghasil minyak terbesar di Libya. Kantor Harouge Oil Operations, kilang minyak terbesar di kota itu, lengang ditinggalkan karyawannya, Sabtu, sedangkan kendaraan operasional perusahaan itu tampak dikuasai kelompok antipemerintah.

Pertempuran di Libya saat ini terbatas di kota-kota yang terdapat kilang minyak tersebut. Milisi loyalis Ghaddafi berusaha menguasai kembali kota-kota kaya minyak tersebut mengingat lokasinya yang strategis.

Jika loyalis Ghaddafi berhasil menguasai El Brega, Ajdabiya, dan Ras Lanuf, Benghazi yang dikuasai kelompok antipemerintah bisa jatuh ke tangan loyalis Ghaddafi lagi. Sebaliknya, bila kaum revolusioner memperkuat posisi, terbuka peluang untuk menyerbu Sirte, kota asal Ghaddafi.(IRIB/kompas/6/3/2011)

Memetakan Konflik Libya dengan Paradigma dari Iran

Oleh: Dina Y. Sulaeman

Introduksi

Konflik Libya masih terus berlanjut. Opini yang sedang dibangun media-media mainstream adalah sedemikian brutalnya Qaddafi, sampai-sampai negara-negara NATO harus mengirimkan pasukannya ke Libya. Negara-negara Barat beramai-ramai membekukan aset Qaddafi, seolah-olah sedang ‘menyelamatkan’ harta Qaddafi demi rakyat Libya. Padahal nanti, ketika Qaddafi turun, pemerintah baru Libya harus menempuh proses pengadilan yang sangat mahal dan berbelit-belit untuk mengklaim harta itu. Jarang yang mempertanyakan, siapa yang memanfaatkan aset-aset itu sampai kelak pemerintahan baru Libya berhasil mengklaimnya?

Dunia pun kini sedang digiring untuk ‘mengizinkan’ AS dan kroni-kroninya melakukan ‘humanitarian intervention’ demi membantu rakyat Libya. Bahkan sebagian media memberitakan, justru pejuang Libya sendiri yang ‘mengundang’ AS agar mengirim pasukan. Pemimpin negara-negara dunia pun mulai bersuara keras, menuntut agar segera diambil tindakan ‘nyata’ menghentikan kebrutalan Qaddafi.

Suara yang jernih, menurut saya, terdengar dari Iran. Presiden Ahmadinejad mengecam Qaddafi karena tega membunuhi rakyatnya sendiri, namun di saat yang sama, dia juga memperingatkan AS agar jangan coba-coba melakukan intervensi militer di Libya. Ahmadinejad juga mengingatkan bahwa senjata yang dipakai Qaddafi untuk membunuhi rakyatnya justru berasal dari AS dan Uni Eropa.

Saya teringat pada suatu Jumat di bulan April tahun 2003. Saat itu Saddam baru saja terguling dan saya berkesempatan mengikuti sholat Jumat di Tehran University dengan khatib Ayatullah Khamenei. Saya ingat sekali, dalam khutbahnya itu, Ayatullah Khamenei menyatakan bahwa rakyat Iran dan Irak yang telah menjadi korban kekejaman Saddam patut senang karena Saddam akhirnya tumbang. Namun bukan berarti mereka harus menganggap AS adalah pahlawan. Menurut Ayatullah Khamenei, AS datang di saat Saddam memang sudah lemah dan sudah hampir tumbang oleh perjuangan rakyat Irak sendiri. Karena itu, AS seharusnya angkat kaki dari Irak dan menyerahkan urusan Irak kepada rakyat Irak sendiri. Situasi tahun 2003 itu mirip sekali dengan yang kini melanda Libya.

Di tengah berbagai kesimpangsiuran berita dan analisis yang beredar di media massa, sebagai pembanding saya ingin mengangkat suara dari Iran. Melalui tulisan ini, saya berusaha memetakan konflik secara lebih jelas, dengan menggunakan paradigma yang dikemukakan Ayatullah Khamenei dalam khutbah Jumatnya (4/2).

Ada poin utama yang beliau ungkapkan dalam menganalisis kebangkitan di Timur Tengah, yaitu:

1. Ini adalah kebangkitan Islam

2. Akar masalah bukanlah ekonomi, melainkan rasa terhina kaum muslim di Timur Tengah yang sudah mencapai titik kulminasi.

Sebagaimana banyak ditulis para analis politik, faktor ekonomi dianggap sebagai penyebab bangkitnya rakyat Timur Tengah melawan pemimpin mereka. Faktor ekonomi memang terlihat cocok digunakan untuk menganalisis akar konflik di Mesir dan Tunisia yang rakyatnya miskin. Namun terbukti, faktor ekonomi tidak cocok untuk Libya. Negara ini memiliki pendapatan perkapita lebih dari US$12.000 atau enam kali lipat pendapatan perkapita rakyat Mesir (bandingkan juga dengan Indonesia yang hanya US$2150). Bahrain pun tetap bergolak, meski Dinasti Al Khalifa memberi hadiah uang 3000 dollar untuk setiap keluarga. Gelombang kebangkitan rakyat juga melanda Arab Saudi meski Raja Saud menjanjikan hadiah 36 milyar dollar untuk dibagi-bagikan kepada rakyatnya. Jadi, terbukti bahwa yang mendorong bangkitnya rakyat Timur Tengah bukan sekedar ekonomi, tetapi ada hal lain yang lebih mendasar, yaitu ‘keterhinaan’. Nanti saya akan membahas lebih jauh tentang hal ini.

Pemetaan Konflik

Menurut teori resolusi konflik, dalam menganalisis konflik perlu diidentifikasi empat faktor penting berikut ini.

1. Pivotal Factor (Faktor Utama)

Harus diakui bahwa Timur Tengah adalah kawasan muslim. Rakyat Timur Tengah memiliki keterikatan yang besar terhadap Islam. Peradaban Timur Tengah yang gemilang pun dibangun oleh Islam, meskipun kemudian dihancurkan oleh kekuatan imperialis Barat. Timur Tengah kini tidak lagi gemilang, malah bisa dikatakan tertinggal dan terbelakang. Setelah PD II, bangsa-bangsa Timur Tengah dipisahkan dalam sekat-sekat negara, dan di masing-masing negara, kekuatan imperialis mendudukkan pemimpin-pemimpin boneka. Rakyat Timur Tengah yang punya sejarah gemilang kemudian selama bertahun-tahun dibodoh-bodohi, dimiskinkan, direpresi oleh pemimpin-pemimpin boneka itu. Seperti dikatakan Ayatullah Khamenei,Perhatikanlah betapa ini adalah suatu hal yang sangat berat bagi sebuah bangsa: ketika pemimpin bangsa itu—presidennya—yang secara lahiriah menunjukkan diri sebagai seorang yang sangat sombong kepada rakyatnya sendiri, tapi pada saat yang sama adalah seorang budak resmi dari sebuah lembaga negara lain, yaitu AS.”

Namun, hari ini terbukti bahwa setelah sekian lama ditekan oleh para pemimpin boneka, kesadaran kaum muslimin Timur Tengah terhadap jatidirinya semakin besar. Mereka bisa melihat bahwa Barat adalah perampok kekayaan alam mereka. Mereka juga menyadari bahwa dalam merampok, Barat bekerjasama dengan pemimpin-pemimpin di negara. Kesadaran rakyat Timur Tengah tampak dalam berbagai polling yang menunjukkan bahwa mereka benci kepada AS dan menganggapnya sebagai musuh. Perilaku AS di Palestina dan Irak berperan penting pula dalam membangkitkan solidaritas Islam dan menambah eskalasi kebencian terhadap Barat (yang diwakili oleh AS).

John Pilger, jurnalis independen yang sering mengkritik kebijakan kapitalis Barat, mengidentifikasi dengan baik faktor kebencian rakyat muslim Timur Tengah terhadap Barat ini. Dia menulis,

Di Timur Tengah, semua diktator dan raja dilanggengkan oleh AS. Dalam “Operation Cyclone” CIA dan MI6 (Dinas Rahasia Inggris) secara rahasia membungkam gerakan-gerakan Islam di sana. Korban dari terorisme yang dilakukan Barat di berbagai penjuru dunia, mayoritasnya adalah muslim. Rakyat pemberani yang ditembaki di Bahrain dan Libya pada hakikatnya bergabung dengan anak-anak Gaza yang diledakkan oleh pesawat F16 buatan AS. Revolusi di Arab tidaklah sekedar melawan diktator lokal namun melawan tirani ekonomi global yang didesain oleh AS dan dijalankan oleh USAID, IMF, Bank Dunia; yang menyebabkan rakyat di negeri yang kaya seperti Mesir harus hidup dengan 2 dollar sehari.”

Tentu saja, Pilger masih memfokuskan diri pada ekonomi sebagai akar konflik. Sementara Ayatullah Khamenei mengindentifikasi faktor lain yang lebih mendasar: keterhinaan kaum muslimin. Keterhinaan yang ditimpakan kepada rakyat Timur Tengah oleh imperialis Barat, melalui boneka-bonekan, sudah tidak bisa lagi ditanggung oleh manusia yang secara fitrah memiliki harga diri dan kehormatan. Dan inilah yang menjadi pendorong utama kebangkitan rakyat Timur Tengah.

2. Triggering Factor (Faktor Pemicu)

Karakteristik konflik adalah cenderung ‘menular’ di satu kawasan dan inilah faktor pemicu kebangkitan rakyat di Libya. Kebangkitan rakyat negara-negara Arab dan keberhasilan rakyat Mesir dan Tunisia (dua negara yang bertetangga langsung dengan Libya), bisa diakui sebagai faktor pemicu meletusnya perjuangan revolusi di Libya.

3. Mobilizing Factor (faktor yang menjadi pendorong termobilisasinya massa)

Menurut saya, mobilizing factor masih sulit dianalisis karena minimnya informasi. Sebagai perbandingan, mobilizing factor dalam revolusi Iran adalah adanya tokoh fenomenal Ayatullah Khomeini yang didukung oleh hampir semua elemen rakyat, tidak hanya yang muslim-Syiah, tetapi juga yang Sunni, Kristen, sosialis, bahkan sekuler. Di Mesir, gerakan Ikhwanul Muslimin yang sudah lama tumbuh dan berkembang bisa disebut sebagai mobilizing factor. Di Libya, belum tampil tokoh oposisi yang fenomenal itu. Kalaupun ada tokoh yang muncul di pemberitaan, biasanya adalah tokoh-tokoh rezim lama. Mereka tidak muncul dari tengah rakyat. Motivasi mereka sangat diragukan, dan sangat mungkin mereka bergabung bersama rakyat hanya untuk menyelamatkan karir di masa depan.

Namun, bila kembali pada asumsi bahwa kebangkitan rakyat Timur Tengah adalah kebangkitan Islam, sangat mungkin mobilizing factor di Libya memang ulama-ulama yang selama puluhan tahun menanamkan kesadaran Islam kepada rakyat. Ulama-ulama itu masih belum terungkap namanya, sekali lagi, karena minimnya informasi.

4. Aggravating Factor (faktor eksternal yang mendorong eskalasi konflik).

Saya melihat, ada dua pihak yang bisa disebut sebagai aggravating factor, pertama Iran, kedua AS dan sekutu-sekutunya.

-Faktor Iran

Iran tidak melakukan intervensi terhadap Libya. Bahkan bisa dibilang hubungan Iran-Libya cenderung dingin. Apalagi, Qaddafi berperan besar dalam melenyapkan Imam Musa Sadr (ulama asal Iran yang berdakwah di Lebanon, kemudian tiba-tiba lenyap saat berkunjung ke Libya. Tidak ada pengakuan resmi dari Libya mengenai keberadaan Imam Musa Sadr, meskipun kemungkinan besar beliau sudah dibunuh. Kasus Imam Musa Sadr merupakan salah satu bukti bahwa Qaddafi sebenarnya adalah kroni Zionis karena keberadaan Imam Musa Sadr di Lebanon dianggap membahayakan Israel yang saat itu menjajah Lebanon selatan).

Tapi seperti dikatakan Ayatullah Khamenei dalam khutbahnya, keberhasilan Iran menggulingkan rezim Shah yang merupakan boneka AS, dan bertahan menjadi negara yang independen hingga hari ini, telah menjadi inspirasi bagi kaum muslimin di Timur Tengah. Iran berhasil mencapai kemajuan ekonomi, ilmu, dan teknologi meskipun diperangi oleh Barat selama delapan tahun (melalui tangan Saddam), diembargo selama puluhan tahun, dan terus-menerus diserang oleh propaganda hitam. Kemajuan Iran, tak pelak lagi, membangun rasa bangga dan percaya diri rakyat Timur Tengah pada umumnya. Hal ini terbukti antara lain dari hasil polling bulan Agustus 2010 yang menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Arab justru mendukung program nuklir Iran.

Inilah yang dimaksud oleh Ayatullah Khamenei bahwa “Revolusi kami bisa menjadi pemberi ilham dan teladan karena kami kukuh, konsisten, dan berpegang teguh pada landasan dasar revolusi ini, yaitu Islam.”

Iran berdiri tegak bagaikan sebuah menara tinggi dan memancarkan gelombang energi bernama independensi dan harga diri di tengah rakyat Timur Tengah yang sedang dalam keadaan terpuruk dan terhina. Gelombang energi inilah yang menjadi aggravating factor bagi rakyat muslim Libya (dan negara-negara Timur Tengah lainnya).

-Faktor AS dan sekutunya

Fakta menunjukkan bahwa lembaga-lembaga think tank AS-Zionis, seperti Freedom House, National Democrat Institute, Open Society, sudah lama ‘bekerja’ di Libya (dan negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya) untuk menyebarkan ide-ide demokrasi dan kebebasan. Tentu saja, tujuannya bukanlah tujuan yang ikhlas, namun agar rakyat Timur Tengah lebih pro-Barat, menjauhkan diri dari nilai-nilai Islam (karena Barat sangat khawatir ada Iran kedua).

Menariknya, ide-ide demokrasi dan kebebasan ini sepertinya justru menjadi pisau bermata dua yang sangat mungkin menikam Barat sendiri. Rakyat Timur Tengah justru bangkit menumbangkan rezim-rezim boneka Barat. Khusus untuk Libya, kasusnya lain: Barat memang berkepentingan agar Qaddafi mundur (karena faktor minyak, sebagaimana saya tuliskan di artikel sebelumnya). Melalui isu-isu demokrasi dan kebebasan, mereka berusaha mengontrol agar pemerintahan pengganti tidak berhaluan Islam.

Di sisi lain, justru AS dan Uni Eropa pula yang selama ini menjual fasilitas militer canggih kepada Qaddafi. Sejak awal AS dan UE tahu bahwa Qaddafi adalah diktator, namun mereka tetap menjual senjata kepadanya. Dari AS-lah kini Qaddafi punya F-16, Apache, dan berbagai jenis kendaraan militer. Libya bahkan adalah pasar utama bagi senjata produksi Inggris.

Dan kini, ketika rakyat Libya bangkit melawan Qaddafi, AS dan UE memberikan ‘bantuan’ kepada gerilyawan dengan harapan agar pasca Qaddafi mereka bisa mengontrol rezim baru. AS dan UE mensuplai senjata-senjata melalui perbatasan selatan Libya. Bagi AS dan UE, kekacauan di Libya akan memberi peluang bagi mereka untuk semakin bercokol di Libya dan negara-negara Afrika, menyingkirkan Rusia dan China yang sebelumnya lebih dominan di sana.

Jadi, inilah yang kini terjadi di Libya: ‘political leveraging’. Di satu sisi AS dan UE berkepentingan (dan membantu) penggulingan Qaddafi; di sisi lain justru AS dan UE pula yang selama ini menyuplai senjata kepada Qaddafi.

Kesimpulan

Kesimpulan dari uraian yang cukup panjang di atas adalah ada dua kekuatan besar yang tengah bertarung di Timur Tengah: kebangkitan Islam dan upaya Barat untuk menyiramkan minyak ke dalam api yang memang sudah menyala. Barat tentu akan berusaha semaksimal mungkin menggiring konflik yang sudah meletus demi kepentingannya sendiri. Hasil akhirnya sangat bergantung kepada kesadaran rakyat Libya (dan Timur Tengah pada umumnya). Bila mereka mampu stay on the right track, mudah-mudahan hasilnya akan seperti Iran: menjadi negara yang independen dan maju. Namun bila tidak, dan masih tetap mau dibodoh-bodohi Barat, maka hasilnya adalah ‘meet the new boss, same as the old boss.’ ©Dina Y. Sulaeman.

Artikel ini sebelumnya telah dimuat di IRIB.

mainsource:http://dinasulaeman.wordpress.com/2011/03/07/memetakan-konflik-libya-dengan-paradigma-dari-iran/#more-618

Tags: , , , , , ,

0 comments to "Ternyata, Pasukan Bayaran di Libya Diinstruksi Tel Aviv...Zionis bermain lagi...!!!AWASSSS!!!!!"

Leave a comment