Syria: Prahara di Negeri Kaum Pengungsi
©Dina Y. Sulaeman
Ada satu tesis yang pernah saya dapat dari seorang ulama Iran: dalam menganalisis konflik di dunia ini, lihat siapa yang berada di sisi AS, maka itulah pihak yang salah (atau lebih salah). Silahkan saja untuk tidak percaya. Tetapi, tesis ini berkali-kali terbukti dalam berbagai analisis politik, bahkan yang ditulis analis Barat sekalipun. Di manapun AS berada, maka yang berada di barisan AS-lah yang terbukti berbuat makar. Tak perlu jauh-jauh, kita masyarakat Indonesia hari ini bisa melihat, siapa saja yang berada satu kubu dengan AS (lewat tangan-tangannya, semisal IMF atau Bank Dunia, atau LSM-LSM asing, atau dalam berbagai bentuk ‘tangan' lainnya), pastilah dia melakukan aksi-aksi yang anti-rakyat. Contoh konkritnya, mantan Menkeu kita yang rajin menambah hutang negara ke Bank Dunia itu. Sudah banyak analis ekonomi yang memperingatkan bahaya hutang, tapi mantan menkeu kita yang anak emasnya AS itu tetap saja berhutang. Tak heran ketika dia tersandung kasus Century yang merampok uang rakyat 6,7 T, induk semangnya menyelamatkannya dengan cara mengangkatnya sebagai salah satu Direktur Bank Dunia.
Tesis ini kembali terbukti di Libya dan Syria. Libya, betapapun Qaddafi adalah diktator bagi rakyatnya, tapi ketika AS ikut campur, bisa dipastikan di antara kedua pihak, Qaddafi atau AS, maka yang lebih salah adalah AS. Qaddafi adalah pemimpin yang kejam terhadap lawan politiknya, tapi dia juga pemimpin sebuah negara dengan cadangan minyak terbanyak di Afrika; minyak yang diincar oleh serigala-serigala rakus di belakang NATO. Lebih-lebih lagi, Qaddafi sedang merintis gerakan ‘pertukaran minyak dengan emas'. Qaddafi tahu bahwa Dollar dan Euro adalah uang semu; dia menyerukan agar Afrika menjual minyak dengan emas. Bila gagasan Qaddafi terlaksana, Euro dan Dollar akan langsung kolaps. Serigala-serigala rakus (para kapitalis top dunia) tidak akan rela menukar emas mereka dengan minyak. Mereka ingin sistem dunia tetap berjalan sebagaimana hari ini: mereka bebas membeli emas dengan uang kertas yang harganya hanya setara dengan harga cetak uang kertas itu (=selembar kertas yang dicetak angka-angka tertentu di atasnya). Gagasan perlawanan dari Qaddafi adalah gagasan berbahaya, dan untuk itu dia harus disingkirkan. Untuk menutupi belangnya, mereka menamakan aksi mereka dengan istilah ‘humanitarian intervention', melakukan operasi militer demi kemanusiaan. Bahkan mengebom rumah Qaddafi dan menewaskan anak-cucunya pun dianggap sah.
Sekali lagi, kita tidak sedang membela Qaddafi, tapi dalam kasus ini, AS jauh, jauh, jauh lebih kotor dari Qaddafi.
Bagaimana dengan Syria? Bashir Al Asad bukan pemimpin suci yang harus dibela sampai mati. Tapi, Syria selama 60 tahun terakhir berada di kubu yang berbeda dengan AS. Syria berada di kubu yang sama dengan Hizbullah, Hamas, dan Iran untuk menentang Israel, ‘anak emas' AS. Mari kita pakai lagi tesis di atas, maka akan terbukti bahwa sekalipun Asad bukan pemimpin suci, tapi AS jauh,jauh, jauh lebih kotor.
Syria adalah sebuah negeri dengan tingkat pengangguran yang semakin hari semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sikap Asad sendiri yang mau saja dibodoh-bodohi IMF. Syria adalah negara penerima petunjuk IMF: berusaha memperbaiki ekonomi dengan deregulasi keuangan, reformasi perdagangan, dan privatisasi, yang ujung-ujungnya hanya memperkaya yang kaya, dan memperbanyak kelas miskin dan pengagguran. Maka, memang wajar bila ada demo-demo menentang Asad.
Namun, ketika AS berkeras ingin menyingkirkan Asad dengan alasan demokrasi (padahal pada saat yang sama melindungi raja-raja Arab yang sudah jelas-jelas monarkhi dan despotik), maka, AS-lah yang jauh, jauh, jauh lebih salah. Benar bahwa ada sebagian rakyat Syria yang demo menentang Asad, tapi siapa mereka? Mengapa mereka juga bersenjata militer? Darimana senjata mereka? Mereka menembaki demonstran dan polisi, lalu mengapa media Barat tidak mengupas hal ini?
Pakar Timur Tengah, Michel Choosudovsky menulis ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa manipulasi dalam pemberitaan aksi demo di Syria. Bahkan media tidak memberitakan adanya demo besar-besaran pro Asad, dengan jumlah peserta yang jauh lebih besar daripada demo anti-Asad. Kenyataan bahwa Asad minta maaf kepada rakyatnya karena ada tentara yang bersikap keras menghadapi demonstran, menujukkan kualitas Asad: dia dengan segala kekurangannya sesungguhnya cinta kemanusiaan.
Asad adalah ‘bapak' bagi jutaan pengungsi Palestina dan Irak. Sejak 63 tahun yang lalu, Syria adalah tempat berlindung bagi orang-orang Palestina yang terusir dari tanah air mereka sendiri. Syria bahkan menjadi markas perjuangan Hamas untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Kondisi 500.000 pengungsi Palestina di Syria jauh lebih baik daripada kondisi pengungsi Palestina di Lebanon atau Jordan. Para pengungsi itu mendapat layanan kesehatan dan perumahan yang sama sebagaimana rakyat Syria.
Masih belum cukup, perang Irak pun membawa dampak membanjirnya pengungsi ke Syria. AS yang konon datang ke Irak untuk menyelamatkan rakyat Irak, justru telah menyebabkan 1,5 juta warga Irak terpaksa mengungsi, menjauhkan diri dari berbagai aksi kekerasan di Irak. Bagi Syria yang berpenduduk 18 juta jiwa itu, kedatangan 2000 pengungsi per hari (data tahun 2007), jelas memerlukan sebuah kelapangan hati yang luar biasa. Bandingkan dengan Mesir era Mubarak yang dengan bengis menutup pintu perbatasan Rafah, menghalangi pengungsi Palestina, yang sekarat sekalipun, untuk mendapatkan pertolongan.
Menurut UNHCR, kedatangan pengungsi dalam jumlah sangat besar itu menambah berat beban Syria karena mereka diberi layanan sebagaimana warga Syria: pendidikan, kesehatan, rumah, dan subsidi minyak. Tak heran bila Syria disebut sebagai negara yang terbaik di kawasan Timur Tengah dalam memberikan layanan sosial dan ekonomi bagi para pengungsi.
Dan kini, AS dan sekutu-sekutunya berupaya menggulingkan Assad dengan alasan demokrasi. Namun, alasan sesungguhnya adalah jelas: Asad adalah satu-satunya pemimpin Arab yang hingga hari ini tetap teguh menolak berdamai dengan Israel, Asad bahkan membantu Hizbullah untuk melawan invasi Israel ke Lebanon selatan, bahkan Asad menyediakan perlindungan bagi aktivis-aktivis top Hamas. Bagi Israel, Asad adalah duri dalam daging. Dan kepada AS-lah Israel meminta bantuan untuk menyingkirkan Asad. AS, lagi-lagi, menggunakan cara lama, membiayai kelompok-kelompok oposan di Syria untuk melawan Asad. Media pun digunakan untuk membesar-besarkan demo di Syria (bahkan dengan cara curang sekalipun, dengan menggunakan kamuflase gambar-gambar dan video). Bahkan, untuk kasus Libya dan Syria, justru Al Jazeera (yang sering dicitrakan sebagai media non-Barat) yang menjadi ujung tombak untuk menggalang opini dunia agar AS diberi hak untuk melakukan ‘humanitarian intervention': menyerbu Libya dan Syria, menggulingkan Qaddafi dan Asad, dan mengganti keduanya dengan pemimpin yang bisa ‘diatur'.
(Written by Dina Y. Sulaeman, based on article written by GRTV, Sara Flounders, and Michel Chossudovsky) (IRIB)
0 comments to "Pemerintah Amerika yang pro Zionislah yang pantas '' DISEMBAH ''.... !!!!!?????"