Home , , , , , , , � ''Perang Suci'' yang berakhir dengan "Teman Suci"

''Perang Suci'' yang berakhir dengan "Teman Suci"


Teheran-Baghdad Semakin Memperat Hubungan Bilateral
Sabtu kemarin siang (25/6) dalam pertemuannya dengan Presiden Irak Jalal Thalabani, Ayatullah Al Uzhma Ali Khamanei Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyatakan penyebab tidak amannya kondisi politik dan sosial di Irak dan beberapa Negara kawasan karena kehadiran dan campur tangan AS.


Teheran-Baghdad Semakin Memperat Hubungan Bilateral

Menurut Kantor Berita ABNA, Sabtu kemarin siang (25/6) dalam pertemuannya dengan Presiden Irak Jalal Thalabani, Ayatullah Al Uzhma Ali Khamanei Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyatakan penyebab tidak amannya kondisi politik dan sosial di Irak dan beberapa Negara kawasan karena kehadiran dan campur tangan AS. Beliau berkata, "Seiring dengan bergulirnya beberapa peristiwa penting di beberapa Negara kawasan sedikit banyaknya membuat AS melemah dan mulai kehilangan pengaruh, rakyat Irak harus memanfaatkan peluang ini untuk menyingkirkan dan mengusir AS dari dalam negeri Irak."

Mengenai kegigihan pemerintah dan rakyat Irak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di negeri mereka, Rahbar mengatakan, "Irak adalah bangsa yang besar, pemerintah Negara ini pun telah begitu banyak menghadapi momen-momen sulit dan berhasil melewatinya. Dengan kekuatan kesabaran dan keberanian insya Allah problem-problem sulit yang tersisa akan segera mampu terselesaikan."

Rahbar kemudian lebih lanjut menyatakan kerjasama yang selama ini telah terjalin antar kedua Negara harus terus ditingkatkan dan dieratkan. Adanya kerjasama tersebut menurut beliau menunjukkan adanya hubungan persaudaraan dan persahabatan yang erat antar kedua Negara. "Selama delapan tahun kedua Negara ini pernah bertikai dan terlibat dalam perang militer yang telah merenggut banyak korban, namun saat ini kedua Negara ini menjalin persahabatan, karena pada hakikatnya kedua Negara ini adalah bersaudara dan saling berteman satu sama lain, hanya saja dimasa pemerintahan Saddam persaudaraan itu dirusak dengan permusuhan dan peperangan karena ambisi pribadi Saddam.".

Hadhrat Ayatullah Ali Khamanei kemudian menyinggung hubungan baik antara kedua Negara yang selama ini terjalin, bahwa banyak upaya untuk melemahkan hubungan persahabatan ini. Beliau berkata, "Berdasarkan adanya kesamaan agama dan budaya, hubungan dua bangsa dan dua Negara ini akan terus terjalin dan semakin hari akan semakin erat dan kuat."

Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Presiden Republik Islam Iran, Mahmud Ahmadi Nejad, presiden Irak juga turut menyampaikan rasa optimisnya kerja sama antar kedua Negara ini akan saling menguntungkan dan banyak memberi manfaat positif. Beliau berkata,"Saya yakin kerjasama Teheran-Baghdad akan memberi banyak manfaat, dan saya yakin pula dengan bantuan dan kerjasama Iran kami bisa membangun kembali Negara kami."

Diakhir pertemuan presiden Irak tersebut menyampaikan sikap bangsa Irak yang tidak pernah sepakat akan kehadiran AS di Negara mereka.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=249485

Rahbar Kunjungi Pameran Keberhasilan Sistem Pertahanan

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Rabu (22/6) mengunjungi pameran hasil karya angkatan bersenjata dalam pameran yang mengangkat tema ‘Pameran Jihad Keilmuan - Kekuatan Pertahanan'. Kunjungan yang berlangsung selama enam jam itu dimulai dengan acara penghormatan kepada monumen syuhada di lokasi pameran.



Rahbar Kunjungi Pameran Keberhasilan Sistem Pertahanan

Menurut Kantor Berita ABNA, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Rabu (22/6) mengunjungi pameran hasil karya angkatan bersenjata dalam pameran yang mengangkat tema ‘Pameran Jihad Keilmuan - Kekuatan Pertahanan'. Kunjungan yang berlangsung selama enam jam itu dimulai dengan acara penghormatan kepada monumen syuhada di lokasi pameran.


Dalam kunjungan ini Pemimpin Besar Revolusi menyaksikan dari dekat lebih dari 300 karya ilmiah dan teknologi di bidang pertahanan yang dihasilkan oleh Korps Pasukan Garda Revolusi Islam, Kepolisian dan Departemen Pertahanan.


Diantara yang dipamerkan adalah sistem pertahanan udara, pesawat dan helikopter tanpa awak, berbagai jenis kapal perang, sistem radar canggih dua dan tiga dimensi, sistem IT canggih untuk perang cyber, berbagai jenis roket dan peluru kendali seperti rudal Sejjil dengan daya jelajah 2000 km dan rudal Qiyam dengan daya jangkau 750 km.
Usai menyaksikan dari dekat hasil dari jihad keilmuan dan kinerja angkatan bersenjata dalam memperkuat pertahanan, Rahbar mengapresiasi penyelenggaraan pameran yang bernilai ini seraya menyebut riset sebagai dasar untuk menghasilkan karya-karya baru. Beliau mengatakan, "Pusat-pusat kajian dan riset korps angkatan bersenjata harus melanjutkan gerak majunya dengan semakin mantap dan mendalam."


Beliau menekankan untuk memperkuat pusat-pusat kajian dan riset angkatan bersenjata seraya mengimbau kalangan peneliti untuk bekerjasama. "Pusat kajian ini harus bekerjasama dengan perguruan tinggi sesuai aturannya," kata beliau.


Ayatollah al-Udzma Khamenei menandaskan, tujuan dari pembuatan senjata di Republik Islam adalah untuk memperkuat pertahanan menghadapi musuh-musuh yang arogan. Sementara di Barat, tujuan utama pembuatan senjata adalah untuk perdagangan dan memperkaya para produsen senjata.

Beliau menambahkan, dengan semangat dan kerja keras yang dapat disaksikan di lingkungan angkatan bersenjata, embargo tidak ada artinya dan musuh bangsa Iranlah yang justeru dirugikan.
Di sela-sela kunjungan itu, Ayatollah al-Udzma memimpin shalat berjamaah Dhuhur dan Ashar di lokasi pameran.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=249483

Pertemuan Para Penyair Religi dengan Rahbar


Pemimpin Besar Revolusi Islam Islam mengimbau para penyair dan pelantun syair untuk membacakan bait-bait syair yang memuat nilai-nilai akhlak, ilmu dan makrifat di depan masyarakat khususnya kaum muda.


Pertemuan Para Penyair Religi dengan Rahbar

Menurut Kantor Berita ABNA, menjelang peringatan hari kelahiran Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) sejumlah penyair religi (15/6) berkesempatan hadir dan membacakan syair mereka dalam sebuah pertemuan dengan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei. Bait-bait syair mereka umumnya bermuatan nilai-nilai keagamaan, akhlak, dan kebangkitan Islam.


Dalam kesempatan itu Rahbar menyebut adanya bakat besar dan kuat yang ada diri para penyair memberikan kabar gembira akan kembalinya masa kegemilangan syair. Beliau mengatakan, dengan semakin matang dan mendalamnya jiwa syair pada diri para pemuda penyair yang berbakat, tak lama lagi negeri ini akan menyaksikan berdirinya bangunan syair yang megah.


Menyinggung kapasitas syair-syair religi dalam memanfaatkan bakat Ilahi ini beliau menandaskan, mensyukuri nikmat ini adalah dengan memanfaatkannya untuk menciptakan karya dengan kandungan dan nilai yang terbaik untuk menerangkan makrifat dan hakikat-hakikat Ilahi.


Pemimpin Besar Revolusi Islam Islam mengimbau para penyair dan pelantun syair untuk membacakan bait-bait syair yang memuat nilai-nilai akhlak, ilmu dan makrifat di depan masyarakat khususnya kaum muda. "Nilai-nilai yang agung ini akan menerangi hati dan menciptakan revolusi maknawiyah di sana. Selain itu, syair-syair yang indah dan bermanfaat akan mencerdaskan pemikiran dan pemahaman pendengarnya. Dan, ini menjadi tugas para pelantun syair," kata beliau.


Ranah lain untuk syair religi, menurut beliau, adalah doa dan munajat. Beliau menjelaskan, kandungan munajat paling bagus bisa diambil dari teks-teks doa seperti kumpulan doa Sahifah Sajjadiyyah. Jika jiwa para penyair kita akrab dengan doa-doa itu maka akan tercipta syair karya yang jernih.


Beliau menyingung juga doa Arafah Sayyidusy Syuhada Imam Husain (as) dan doa Imam Sajjad (as) yang diajarkan kepada Abu Hamzah al-Tsumali sebagai sumber rujukan untuk menciptakan karya-karya syair munajat. Sementara, tentang riwayat para imam, beliau menyebut Ziyarah Jamiah Kabirah sebagai sumber yang tepat.
"Lingkup syair religi sangat luas untuk bisa membekas dalam pemikiran audiennya. Syair yang istimewa dengan memanfaatkan makrifat Islam dan tauhid yang terkandung dalam al-Qur'an dan Nahjul Balaghah akan menyirami ruh dan jiwa pendengarnya dengan makrifat yang suci," imbuh beliau.


Di bagian lain pembicaraannya, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyampaikan beberapa imbauan kepada para penyair religi diantaranya, memperkaya kandungan syair dengan mengangkat hakikat dalam kemasan seni, menyusun ungkapan dengan memilih kata-kata yang baru, menjaga tata bahasa dan aturan sastera, dan menaruh perhatian lebih besar untuk memasuki tema-tema revolusi Islam seperti perang pertahanan suci.

Beliau menekankan untuk mempertahankan semangat dan pemikiran perang suci dan keikhlasan yang ada di masa itu. "Para penyair adalah pemegang amanah yang harus menjaga dan menyampaikan amanat keikhlasan dan spiritualitas. Selain itu fenomena yang baru seperti syahidnya para veteran perang adalah tema khusus untuk menciptakan karya syair," kata beliau.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=249109

Pesan Ayatullah Khamenei Untuk Konferensi Internasional Perang Melawan Terorisme

perang melawan terorismeSeiring dengan dibukanya konferensi ‘Perang Dunia Melawan Terorisme', Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dalam pesan tertulisnya menyinggung daftar hitam kekuatan adi daya dunia dalam masalah terorisme dan dukungan mereka kepada kejahatan yang dilakukan rezim Zionis Israel. Namun, di saat yang sama mereka justeru mengklaim diri sebagai pihak yang memerangi terorisme. Rahbar menekankan bahwa salah satu agenda utama konferensi ini adalah membuat rumusan tentang definisi terorisme yang jelas dan tepat. Beliau juga menekankan bahwa Republik Islam Iran memandang perang melawan terorisme sebagai kewajibannya yang tak terelakkan.

Di bawah ini adalah teks pesan tertulis Rahbar pada konferensi ‘Perang Dunia Melawan Terorisme' yang dibacakan oleh penasehat Rahbar urusan Politik Luar Negeri Dr Ali Velayati pada pembukaan konferensi;

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Para tamu yang terhormat dan hadirin yang mulia!

Kepada Anda sekalian yang tengah berkumpul untuk membahas salah satu fenomena penuh derita untuk umat manusia saat ini, yaitu terorisme, saya ucapkan terima kasih dan selamat datang. Tak diragukan bahwa pembahasan yang harus terus ditindaklanjuti ini dan mesti berujung pada tekad penuh kesadaran dan upaya yang tulus dalam skala masyarakat dunia akan menjadi langkah yang penting dalam meredam terorisme dan menyelamatkan umat manusia dari fenomena yang menyakitkan ini. Insya Allah, dengan meyakini akan bimbingan dan bantuan Ilahi, kita akan menindaklanjuti langkah ini dengan rasa optimis dan akan terus bergerak bersama mereka yang memiliki kepedulian yang benar dan rasa tanggung jawab.

Terorisme bukanlah fenomena baru yang muncul akhir-akhir ini. Akan tetapi penemuan senjata-senjata mengerikan dan mudahnya pembunuhan massal dan tragis telah membuat fenomena ini beratus kali lebih menakutkan dan berbahaya.

Poin lain yang penting dan mengejutkan adalah perhitungan keji kekuatan-kekuatan hegemoni yang memasukkan terorisme ke dalam permainan politik dan program kebijakan sebagai sarana untuk mewujudkan kepentingan ilegalnya.

Sejarah bangsa-bangsa di kawasan tak akan pernah melupakan bagaimana negara-negara imperialis merampas negeri Palestina, mengusir rakyat Palestina yang tertindas dari rumah dan kampung halaman mereka, mengorganisir kelompok-kelompok teroris berdarah dingin seperti organisasi zionisme internasional dan lebih dari sepuluh kelompok serupa yang telah melahirkan berbagai tragedi seperti tragedi Deir Yassin dan lainnya.

Sejak terbentuk pertama kali sampai hari ini, Rezim Zionis Israel secara terbuka terus melanjutkan aksi-aksi terornya di dalam dan luar Palestina. Tanpa malu pula mereka mengumumkan aksi terror itu. Para pemimpin Rezim Zionis zaman dahulu maupun sekarang secara terang-terangan membanggakan sejarah teror mereka dan keterlibatan mereka dalam aksi-aksi terorisme.

Contoh lain adalah rezim Amerika Serikat (AS) yang dalam beberapa dekade terakhir ini telah memenuhi rapor kinerjanya dengan aksi-aksi teror dan dukungan finansial dan persenjataan kepada kelompok terorisme yang terorganisir di sejumlah negara di kawasan ini. Serangan udara mematikan yang dilakukan pesawat tempur tanpa awak terhadap keluarga-keluarga sipil yang tak berdaya di desa-desa dan kawasan miskin di Afghanistan dan Pakistan yang berulang kali mengubah pesta pernikahan menjadi acara duka, juga kejahatan Blackwater di Irak, pembantaian warga juga para tokoh dan ilmuan Irak, bantuannya kepada kelompok-kelompok teror pemboman di Iran, Irak dan Pakistan, teror terhadap para ilmuan nuklir di Iran dengan kerjasama Mossad, penembakan pesawat komersial Iran di Teluk Persia yang menewaskan sekitar 300 penumpangnya, laki-laki dan perempuan sipil, hanyalah sedikit dari bayang-bayang hitam itu yang tak mungkin terlupakan.

AS, Inggris dan sejumlah negara Barat lainnya dengan rapornya yang hitam dalam masalah terorisme justeru mengklaim diri sebagai pihak yang memerangi terorisme. Klaim ini menambah satu lagi klaim dusta di daftar mereka. Padahal saat ini, para teroris yang pada dekade 1360 HS (1980 Masehi) membunuh ribuan rakyat Iran, membantai 72 tokoh keilmuan, politik dan pejabat negara, meneror Presiden dan Perdana Menteri kita, justeru saat ini dibela dan hidup di bawah perlindungan rezim-rezim dan para pemimpin Eropa. Dengan perlakuan seperti ini klaim mereka tentang perang melawan terror sangat memalukan.

Seiring itu, AS dan negara-negara Eropa yang mengekor kepadanya menyematkan sebutan teroris kepada kelompok-kelompok perjuangan Palestina yang secara mazlum berjuang untuk membebaskan negeri mereka. Definisi terorisme yang menipu adalah salah satu dilema utama terorisme di dunia saat ini. Dalam pandangan para pemimpin kubu hegemoni, terorisme adalah apa saja yang mengancam kepentingan ilegal mereka. Dalam pandangan mereka, teroris adalah siapa saja yang menggunakan haknya yang sah untuk melawan para penjajah dan agresor. Di mata mereka, kelompok-kelompok jahat dan bayaran yang menebar ancaman terhadap nyawa dan keamanan rakyat sipil bukanlah teroris.

Salah satu pekerjaan utama Anda dalam koferensi ini adalah membuat definisi terorisme yang jelas dan tepat.

Dengan bersandar pada ajaran Islam yang memandang kemuliaan manusia sebagai salah satu masalah mendasar dan menyamakan pembunuhan seorang manusia tanpa dosa dengan pembunuhan semua manusia, dan sebagai bangsa yang selama tiga dekade menanggung kerugian besar karena terorisme yang keji, kami meyakini perang melawan fenomena syaitani ini sebagai kewajiban yang tak terelakkan. Kami akan melanjutkan perjuangan besar ini dengan kekuatan penuh. Bi haulillahi wa quwwatihi (berkat daya dan kekuatan Allah).

Wassalamu'alaikum wa ‘alaa ‘ibadillahil al'aalimin

(Salam sejahtera atas kalian dan atas hamba-hamba Allah yang berilmu)

Sayyid Ali Khamenei

3 Tir 1390 HS/ 25 Juni 2011

Sumber: khamenei.ir

mainsource:http://www.taghrib.ir/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=837:pesan-ayatullah-khamenei-untuk-konferensi-internasional-perang-melawan-teror&catid=36:jahane-eslam&Itemid=143

Iran dan Ikhwanul Muslimin Dalam Perjalanan Sejarah

hubungan iran dan ikhwanSetelah kemenangan revolusi Islam, Republik Islam Iran dengan berpijak kepada ide Imam Khomaini senantiasa mendukung gerakan-gerakan Islam yang berorientasi anti penjajahan dan arogansi. Berdasarkan ideologi ini, Negara Islam yang berasaskan ajaran Ahlul Bait as ini memandang bahwa gerakan Ikhwanul Muslimin merupakan salah satu gerakan Islam yang –misi serta perjuangannya- harus didukung secara penuh.

Dukungan penuh pemerintah Iran terhadap perjuangan Ikhwanul Muslimin bukan tidak mendasar, karena selain faktor ideologi di atas, secara historis hubungan antara jamaah al-Ikhwan dengan para tokoh di Iran pun memiliki sejarah yang cukup panjang, yang dimulai sejak gerakan ini didirikan oleh Syekh Hasan al-Banna. Meskipun dalam beberapa dekade secara resmi ikatan ini sempat terputus dengan berkuasanya para diktaktor seperti Reza Pahlavi di Iran dan Husni Mubarak di Mesir, namun secara emosional dan kultural ia tetap terjalin, dan dengan tumbangnya dua diktaktor dukungan Barat ini, ikatan antara dua barisan tokoh ini dapat dipastikan akan menjadi pulih dan terjalin kembali.

Sambutan Penduduk Mesir Terhadap Islam

Semenjak runtuhnya kekuasaan Firaun hingga berkuasanya kerajaan Romawi, Mesir memiliki perjalanan sejarah yang sangat rumit dan berliku. Saat negeri ini berada di bawah kekuasaan Romawi, mayoritas penduduknya memeluk agama kristen yang disebarluarkan oleh pihak kerajaan. Akan tetapi, selang beberapa waktu, intimidasi dan kezaliman yang dilakukan orang-orang Roma terhadap penduduk asli Mesir, dimana mereka diperlakukan sebagaimana halnya budak, menjadikan mereka –terutama suku Qibthi yang merupakan suku asli Mesir- tidak lagi simpati bahkan membenci orang-orang Roma. Kondisi ini terus berlanjut hingga masa muncul dan tersebarnya Islam di tanah Hijaz, dan saat pasukan Islam memasuki Mesir (pada 9 Rajab 19 HQ), masyarakat Mesir khususnya suku Qibthi sangat terpengaruh dengan prilaku baik dan kasih sayang yang ditunjukkan pasukan kaum Muslimin, sehingga secara berbondong-bondong akhirnya mereka beralih agama dan memeluk agama Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kasih sayang dan keadilan islamilah –terhadap seluruh umat manusia tanpa memandang suku dan ras tertentu- yang telah memikat rakyat Mesir untuk menganut agama rahmat ini.

Kecintaan Penduduk Mesir Terhadap Ahlul Bait as

Paska wafatnya khalifah kedua, khalifah ketiga Utsman bin Affan mengutus Amr bin ‘Ash sebagai gubernur di Mesir. Dalam beberapa tahun masa kepemimpinan Amr di Mesir, ia tidak mampu menunjukkan citra baik di hadapan penduduk setempat, sehingga pada saat terjadi pergolakan politik dalam pemerintahan Islam yang mengakibatkan terbunuhnya khalifah, penduduk Mesir pun turut bangkit menentang kekuasaan Amr. Namun, setelah terbunuhnya khalifah Utsman dan terpilihnya Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah keempat, mereka dengan serta merta menyatakan baiat mereka kepada Qais bin Sa’ad Ubadah yang ditunjuk Ali as sebagai gubernur baru Mesir.

Dukungan rakyat Mesir atas gubernur pilihan Ali as ini, tidak lain dikarenakan pengaruh para sahabat yang dikenal memiliki kedekatan dengan beliau seperti Abu Dzar, Miqdad dan Ammar bin Yasir yang pada masa-masa awal pembebasan negeri ini, memiliki peran besar dalam dakwah Islam dan memperkenalkan keutamaan Ahlul Bait kepada masyarakat Mesir.

Lantaran gencarnya propaganda Muawiyah yang berniat menguasai Mesir dan ketidakmampuan Qais dalam menghadapi propaganda berbahaya ini, Imam Ali as menunjuk Malik Asytar Nakha’i untuk menggantikan posisi Qais sebagai gebernur. Akan tetapi di tengah perjalanan, Amr bin Ash dengan berbagai siasatnya berhasil menghadang Malik dan membunuhnya. Mendengar hal ini, sebagai ganti dari Malik, Imam Ali as segera mengutus Muhammad bin Abu Bakar dan menunjuknya sebagai gubernur Mesir.

Setibanya di Mesir, Muhammad bin Abu Bakar memerintahkan agar surat keputusan khalifah yang dibawanya dibacakan di hadapan penduduk negeri ini. Selain pengangkatan dirinya sebagai gubernur, surat itu pun berisikan pesan sang khalifah kepada gubernuh baru agar menerapkan keadilan dalam pemerintahannya dan membangun serta memajukan negeri dan penduduk Mesir. Selang beberapa waktu dikarenakan keberhasilan Muhammad Abu Bakar dalam menjalankan tugasnya, penduduk Mesir semangkin mengenal dan mencintai kepribadian Ali bin Abi Thalib as. Akan tetapi tidak lama kemudian, Muawiyah bin Abi Sufyan memerintahkan Amr bin Ash dan pasukannya untuk menyerang dan menduduki negeri ini, dan pasukan Muhammad Abu Bakar pun dikarenakan jumlahnya yang sedikit –dan juga lantaran ketidakpatuhan warga Kufah atas seruan jihad Imam Ali as- tidak mampu membendung serangan Amr dan akhirnya mereka pun mengalami kekalahan. Akibatnya, Muhammad bin Abu Bakar –atas perintah Amr- dijatuhi hukuman mati dan kemudian jasadnya pun dibakar. Dengan demikian, sekitar dua tahun sebelum wafat (syahidnya) Ali as, kekuasaan Mesir jatuh ke tangan Muawiyah yang kekuasaannya berpusat di negeri Syam.

Kendati selama sekitar tiga abad, Mesir berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang notabene memusuhi Ahlul Bait as, namun kecintaan terhadap keluarga Rasul Saw tetap melekat di hati penduduk Mesir. Hingga pada tahun 358 HQ. negeri ini berhasil ditaklukkan oleh Jauhar Shaqali (Shiqili) penglima besar dinasti Fatimiah pemerintahan Islam yang berideologi mazhab Syiah Ismailiyah. Pada masa kekuasaan Fatimiah banyak kemajuan dan pembangunan yang dilakukan di Mesir, ilmu pengetahuan pun berkembang pesat di negeri ini. Dengan mendirikan Pusat Pendidikan al-Azhar, dinasti Fatimiyah berhasil menjadikan Mesir sebagai pusat pendidikan dan penelitian Islam pada saat itu bahkan [dapat dikatakan] hingga saat ini. Selain itu, budaya Asyura pun tersebar di pelbagai penjuru negeri ini yang setiap tahunnya –tepatnya pada tanggal 10 Muharam- ramai dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Mesir di Masa Penjajahan Barat

Paska runtuhnya dinasti Fatimiyah, Salahuddin Ayyubi dan para walinya di Mesir menerapkan kebijakan anti-syiah. Selama beberapa abad kebijakan ini –pada batas tertentu- terus dilanjutkan bahkan oleh para wali dinasti Utsmaniyah setelah mereka berkuasa di tanah Arab dan sekitarnya. Kondisi ini terus berlanjut hingga runtuhnya pemerintahan Utsmaniyah yang [keruntuhannya] membuka jalan bagi para penjajah Barat -yang diawali oleh Perancis kemudian dilanjutkan oleh Inggeris- untuk menguasai negara besar muslim ini . Sebagaimana kebiasaan para penjajah, mereka pun merampok kekayaan alam, budaya dan peninggalan bersejarah Mesir yang bernilai luar biasa.

Di masa penjajahan ini, seorang ulama dan pejuang besar yang anti terhadap penjajahan –yang selalu memikirkan Islam dan nasib kaum Muslimin agar bebas dari kejahatan para penjajahan- datang ke negeri Mesir untuk menyadarkan penduduk setempat akan bahaya siasat yang dicanangkan para penjajah terhadap Islam dan kaum Muslimin. Ia datang mengajak mereka agar bangkit melawan arogansi dan hegemoni Barat serta mengantarkan Islam kembali kepada kejayaan. Pejuang besar ini tidak lain adalah Sayyid Jamaluddin Asad Abadi atau yang dikenal dengan Sayyid Jamaluddin Afghani.

Sesampainya Sayyid Jamaluddin di Mesir, untuk mensosialisasikan pandangannya, ia menerbitkan surat kabar yang diberi nama “al-Urwatu al-Wutsqa”. Selain itu, iapun berupaya untuk mengkader murid-murid yang nantinya diharapkan dapat melanjutkan perjuangannya. Benar saja, setelah Sayyid Jamaluddin diusir dari Mesir oleh pemerintah penjajah, salah seorang dari muridnya yaitu Sayyid Muhammad Abduh menempati posisi dan melanjutkan perjuangan yang dilakukannya. Abduh adalah salah satu ulama al-Azhar yang semangat menyebarkan ide kebangkitan Islam di tengah-tengah masyarakat dan secara keras menentang penjajah Inggeris atas negaranya.

Sepeninggal Sayyid Abduh, salah satu muridnya yang bernama Rasyid Ridha kembali meneruskan perjuangan dan pemikirannya. Ia menerbitkan majalah al-Manar yang berpusat di Kairo sebagai salah satu upanyanya menyebarkan pemikiran gurunya kepada masyarakat negeri setempat. Pada masa inilah, seorang pemuda, Hasan al-Banna yang tertarik dengan isi dan muatan dalam majalah al-Manar, untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan lebih dalam selalu bertandang ke kantor redaksi al-Manar, dengan sangat antusias ia berdialog dengan Rashid Ridha seputar masalah-masalah keislaman, perjuangan dengan penjajah Inggeris, masalah Palestina dan Zionis Israel yang dipersiapkan Inggeris untuk menduduki tanah Palestina.

Pada usia yang relatif muda, Hasan al-Banna –yang banyak terpengaruh oleh pemikiran Rasyid Ridha, dengan semangat keagamaannya yang tinngi- bersama saudaranya mendirikan lembaga keislaman yang diberi nama Gerakan Amar Makruf Nahi Munkar. Beberapa tahun setelahnya, selepas menyelesaikan jenjang studi agamanya, tepatnya pada tahun 1928 M, ia bersama tokoh lainnya mendirikan gerakan jamaah Ikhwanul Muslimin. Pada awal perjuangannya menyebarkan ide-ide muqawamah terhadap penjajahan asing dan imperialisme Barat, ia membuka kelas-kelas al-Quran dan tafsir. Dalam waktu yang cukup singkat, gerakan al-Banna di bidang budaya ini berkembang dengan pesat, hingga dalam jangka waktu lima tahun gerakan Islam yang didirikannya ini mampu mencetak kader-kader muda yang mampu mengemban tugas berat sebagai delegasi khusus ke tanah Palestina dengan misi menyadarkan umat Islam negeri ini akan srategi dan bahaya musuh, serta mengajak mereka untuk turut bangkit melawan kekejaman musuh dengan muqawamah dan perjuangan.

Hubungan Para Tokoh Iran Dengan Jamaah Ikhwan

Beberapa tahun kemudian jamaah Ikhwanul Muslimin telah berhasil membangun jaringan dan cabang di pelbagai negara Arab bahkan negara Islam. Mereka mampu menyebarkan ideologi mereka ke penduduk berbagai negara lainnya seperti: Suriah, Irak dan Maroko. Selian itu, secara rutin mereka pun memberikan informasi seputar kondisi rakyat Palestina -yang menderita di bawah penindasan rezim penjajah Israel- kepada kaum Muslimin di pelbagai negara Islam.

Tidak lama kemudian, para tokoh Ikhwanul Muslimin mulai menjalin ikatan dengan para tokoh negara-negara Islam lainnya seperti: Srilangka, Pakistan dan Indonesia. Adapun hubungan mereka dengan para tokoh di Iran tidak dapat terjalin dengan cepat sebagaimana dengan para tokoh negara lainnya, hal ini lantaran batasan-batasan yang diberlakukan pemerintahan Reza Khan terhadap aktifitas para pemikir dan ulama Islam. Oleh karenanya, pada masa kekuasaannya di Iran, para tokoh Ikhwanul Muslimin tidak dapat menjalin hubungan dengan para tokoh Iran khususnya para tokoh Hauzah Ilmiyah. Hingga para tahun 1941 M. barulah kedua barisan tokoh ini dapat menjalin hubungan.

Ide menjalin hubungan dengan kelompok Ikhwanul Muslimin mendapat sambutan luar biasa dari kalangan Hauzah terutama dari kelompok Ruhaniyun Mubariz, sehingga setelah Ayatullah Kasyani memutuskan untuk menggelar Kongres Internasional Dukungan Atas Palestina, kantor cabang Jamaah al-Ikhwan secara resmi dibuka yang berlokasi di masjid Syah (saat ini berganti nama dengan Masjid Imam Khomaini) yang teletak di sebelah pasar Teheran. Kantor perwakilan ini, secara resmi membuka pendaftaran bagi masyarakat Iran yang hendak berjihad melawan Israel. Namun, disayangkan setelah penolakan DR. Mushaddiq Perdana Menteri Iran saat itu akan digelarnya kongres internasional tersebut di Teheran –dengan alasan bahwa masalah Palestina bukan termaksud masalah utama dalam program kerjanya- upaya yang telah dilakukan perwakilan al-Ikhwan tersebut menjadi sia-sia dan tidak dapat dilanjutkan.

Kudeta 28 Murdad, Terputusnya Hubungan Antara Iran dan Al-Ikhwan

Dalam Tubuh Jamaah Ikhwanul Muslimin terdapat barisan khusus dan tersembunyi yang bernama “Perwira Bebas - Free Officers”. Setelah melalui segenap pendidikan militer, kelompok yang terdiri dari para pemuda yang taat agama ini, berhasil mengulingkan pemerintah yang berkuasa. Dengan tergulingnya pemerintahan Mesir, semula Jendral Muhammad Naguib dan kemudian Jamal Abdul Nashir berhasil menduduki kursi kepresidenan Mesir. Abbul Nashir adalah seorang politikus yang berhaluan Nasionalisme Arab, oleh karenanya, pada batas-batas tertentu ia memiliki sikap yang tidak bersahabat dengan gerakan al-Ikhwan. Akan tetapi, dikarenakan ia adalah seorang yang anti-penjajahan dan bahkan sangat memusuhi Zionis Israel yang telah menjajah tanah Palestina, masyarakat Mesir sangat mencintainya dan mentaati ucapannya. Pada masa inilah, berdasarkan hubungan erat yang telah terjalin antara kalangan ruhaniawan Iran dan jamaah Ikhwanul Muslimin, Sayyid Mujtaba Nawab Shafawi (sebagai utusan dari Iran) melakukan kunjungan ke Mesir dan di hadapan Abdul Nashir, dengan lantang ia berpidato yang sarat dengan muatan anti-israel. Namun disayangkan dengan melemahnya gerakan Ikhwanul Muslmin di Mesir dan juga kudeta 28 Murdad yang terjadi di Iran atas propaganda Amerika, secara praktis hubungan antara tokoh-tokoh Iran dan jamaah al-Ikhwan pun terputus.

Kemenangan Revolusi Islam Iran dan Hubungan Baru Iran - al-Ikhwan

Dengan berkuasanya rezim Anwar Sadat yang melakukan pengkhianatan kepada Islam dan kaum Muslimin dan juga Husni Mubarak yang setia menjalankan kebijakan Zionis di kawasan, Ikhwanul Muslimin menghadapi kondisi yang sangat sulit, sehingga dalam kurun kurang lebih 40 tahun, banyak dari tokoh dan anggota gerakan Islam ini yang dibunuh, dipenjarakan dan disiksa oleh rezim penguasa.

Di awal pergerakan Islam yang dipimpin Imam Khomaini, beberapa tokoh pendukung gerakan beliau menerjemahkan buku-buku yang mengkisahkan perjuangan para pemimpin Ikhwanul Muslimin, secara praktis sikap ini –pada batas tertentu- menggambarkan terjalinnya ikatan dari sisi kebudayaan antara dua kelompok pejuang ini. Setelah kemenangan Revolusi Iran, Republik Islam Iran secara resmi menyatakan dukungannya –baik material maupun spiritual- terhadap gerakan Ikhwanul Muslimin. Dukungan ini tentunya telah membuka kesempatan kembali bagi terjalinnya hubungan lebih mendalam antara pemerintah Iran dan kelompok al-Ikhwan.

Saat ini, dengan kebangkitan rakyat Mesir dan keberhasilan mereka menggulingkan rezim Mubarak, telah membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi pemerintah Iran dan jamaah Ikhwanul Muslimin untuk kembali menjalin hubungan persaudaraan di antara mereka secara luas, hubungan yang menyatukan hati orang-orang mukmin di kedua negara Islam ini yang hendak berjuang melawan arogansi dunia dan selalu mendambakan kejayaan bagi Islam dan kaum Muslimin.

Referensi

1. Abdullah Nashiri Thaheri: Tarikh Siyasi-e Ejtimai Shumal-e Afriqa, Wizarat-e Farhang va Ershad-e Eslami.

2. Mohammad Ali Chulungar: Zamineha-ye Paidayesy Khelafat-e Fathimiyan, Pezuhesykadeh Hauzeh va Danesygah.

3. Ustadz Murtadha Muthahhari: Barresi Ejmali Nehdzatha-ye Eslami Shad Sale-e Akhir, Intisharat (percetakan) Shadra.

4. DR. Ishaq Musa Husaini: Ikhwanul Muslimin (Buzurgtarin Janbesy-e Eslami Muasher), Terjemah: Sayyid Hadi Khusrushahi, Intisharat Ettelaat.

mainsource:http://www.taghrib.ir/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=834:iran-dan-ikhwanul-muslimin-dalam-perjalanan-sejarah&catid=36:jahane-eslam&Itemid=143

0 comments to "''Perang Suci'' yang berakhir dengan "Teman Suci""

Leave a comment