Home , , , , , , � Kawan Yang Baik Menurut Islam (Serial)

Kawan Yang Baik Menurut Islam (Serial)


Kawan Yang Baik Menurut Islam (1)

Kawan Yang Baik Menurut Islam (1)

Salah satu nikmat Ilahi yang Allah berikan kepada manusia adalah rasa sosial dan kebutuhan untuk bergaul dengan orang lain dan menjalin hubungan persahabatan dengan anggota masyarakat. Orang yang memiliki teman yang baik dan memanfaatkan hubungan itu dengan benar dan logis akan memiliki kehidupan individu dan sosial yang lebih baik. Anda tentunya memiliki kawan untuk berbicara, berbagi perasaan, saling menasehati dan saling membantu di kala susah. Sebagian orang punya kelebihan yang bisa menjalin hubungan persahabatan dengan banyak kawan sementara sebagian yang lain hanya puas dengan memiliki beberapa orang teman yang jumlahnya tak lebih dari hitungan jari. Tentunya, di antara kawan yang kita miliki adalah yang punya hubungan sangat dekat dan siap membantu dengan tulus saat kita mendapat kesusahan dan masalah.

Islam memandang persahabatan sebagai nilai yang agung dan menentukan dalam nasib dan kehidupan seseorang. Karena itu, baik Nabi Saw maupun para Imam Maksum Ahlul Bait dalam banyak kesempatan menekankan untuk memilih sahabat dan kawan dengan benar. Misalnya dalam hadis Nabi disebutkan bahwa beliau bersabda, "Manusia beragama seperti sahabatnya. Karena itu, hendaknya dia teliti dengan siapa dia menjalin persahabatan."

Hadis ini menerangkan sejauh mana pengaruh seorang kawan sehingga bisa mempengaruhi keberagamaan sahabatnya. Dalam hadis disebutkan, "Sahabat yang baik lebih baik dari kesendirian dan kesendirian lebih baik dari sahabat yang buruk."

Islam menekankan kepada kita untuk teliti dalam memilih kawan dan sahabat. Oleh karena itu, kecintaan kepada seseorang tidak lantas meniscayakan jalinan persahabatan. Sebab, untuk bersahabat kita harus melihat dengan teliti darimana munculnya kecintaan itu dan apakah orang tersebut layak untuk dijadikan sahabat. Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata, "Orang yang menjalin persahabatan setelah teliti dalam memilih sahabat, maka persahabatannya akan langgeng dan kokoh." Dari hadis tadi dapat difahami bahwa persahabatan yang dijalin tanpa dasar pemikiran yang benar akan berakhir buruk .

Kini yang menjadi pertanyaan, menurut Islam kriteria apakah yang mesti dimiliki sahabat yang baik? Menurut Islam, salah satu kriteria terpenting adalah kematangan orang dalam bernalar dan mengambil sikap yang logis dalam semua hal. Sahabat yang seperti ini adalah penasehat yang bisa dipercaya yang mencegah sahabatnya dari kesalahan. Banyak riwayat dan hadis yang menekankan untuk memilih sahabat yang bijak dan berakal. Diantaranya adalah hadis dari Imam Ali (as). Beliau berkata, "Bersahabat dengan orang yang arif dan bijak akan menghidupkan jiwa dan ruh." Hadis ini mengisyaratkan bahwa orang yang berakal adalah orang yang pandai bersikap. Orang yang demikian jelas akan mencegah sahabatnya dari perbuatan yang salah. Sementara, orang yang dungu dan bodoh justeru akan membuat malu orang lain karena perkataan, sikap dan perbuatannya.

Kriteria lain adalah akhlak dan budi pekerti yang baik. Menurut ajaran Islam, sahabat yang baik mesti memiliki akhlak yang baik dan jiwa yang bersih. Sebab, orang yang berperangai buruk akan mudah melakukan kejahatan, keburukan dan kesalahan. Dalam al-Qur'an al-Karim, Allah Swt mengingatkan kita untuk tidak memilih kawan yang jahat, buruk, dan pendosa. Ayat 28 dan 29 surat al-Furqan menjelaskan kisah kawan yang buruk di hari kiamat kelak. Disebutkan di ayat itu bahwa seseorang yang berada di neraka menyesali karena salah memilih sahabat dan mengatakan, "Andai saja aku tidak menjadikan si Polan itu sahabatku. Dia telah mencegahku dari mengikuti kebenaran yang sebenarnya telah sampai kepadaku."

Para pakar psikologi telah melakukan berbagai penelitian luas mengenai persahabatan. Mereka meyakini bahwa kawan dan sahabat di masa muda punya pengaruh besar dibanding sahabat yang dimiliki orang pada periode usia yang lain. sebab sahabat di masa muda punya peran besar dalam membentuk pemikiran dan agenda hidup seseorang. Para psikolog berpendapat bahwa secara kejiwaan, anak muda sangat mudah dipengaruhi dan salah satu yang punya pengaruh besar terhadapnya adalah sahabat. Islam mengenal dengan baik kriteria masa muda ini sehingga menekankan kepada pengikutnya untuk berhati-hati dan teliti dalam memilih kawan.

Mengenai persahabatan dengan orang yang tidak baik, Imam Ali (as) berkata, "Bersahabat dengan orang yang durjana akan mengakibatkan kesengsaraan tak ubahnya seperti angin yang menyapu bangkai dan menyebarkan bau busuk bersamanya." Riwayat ini mengingatkan kita akan bahaya dan kerugian yang ditimbulkan oleh persahabatan dengan orang-orang jahat. Orang mungkin akan menjaga diri untuk tidak terpengaruh dengan perbuatan buruk mereka. Tetapi dia tetap tak bisa melepas diri dari imbas persahabatan ini yang hanya menghadiahkan cela baginya di tengah masyarakat. Mungkin orang akan mengatakan bahwa dia bisa menjaga diri meski berkawan dengan orang-orang jahat dan pendosa. Tapi satu hal yang perlu diingat adalah bahwa manusia bukanlah batu atau kayu mati yang sama sekali tidak tepengaruh oleh perbuatan, perkataan dan sifat orang lain yang ada di sekitarnya. Semua itu akan berpengaruh pada diri kita tanpa kita sadari.

Kriteria lain dari sahabat yang baik menurut Islam adalah orang yang setia dengan tali persahabatan. Imam Sadiq (as) dalam sebuah riwayat menjelaskan hal itu dalam sebuah ungkapan indah. Beliau berkata, "Berkawan ada batasnya. Siapa saja yang menjaga batasan itu berarti dia adalah sahabat yang benar. Jika tidak, jangan bersahabat dengannya.""Batasan-batasan persahabatan adalah; Pertama, dia mesti bersikap sama baik didepanmu maupun dibelakangmu (Yakni menjaga kejujuran dan persahabatan). Kedua, menganggap kebaikanmu sebagai kebaikannya dan celamu sebagai celanya. Ketiga, tidak mengubah perilaku ketika dia mendapat kedudukan atau harta. Keempat, jika memiliki harta, dia tak akan pernah segan membantumu. Kelima, tidak membiarkanmu seorang diri kala engkau ditimpa masalah dan kesulitan." Beliau lalu menjelaskan batas-batas persahabatan dan berkata,Kriteria berikutnya dari seorang sahabat yang baik adalah kesesuaiannya dengan kita. Sahabat yang baik adalah orang yang sederajat dengan kita dalam hal materi, kedudukan sosial, dan pemikiran.

Imam Muhammad Baqir (as) berkata, "Bersahabatlah dengan orang yang sederajat denganmu. Jangan engkau bersahabat dengan orang yang menjaminmu sebab hal itu akan mengakibatkan kehinaan dan kerendahan bagimu." Hadis ini mengingatkan kita akan harga diri manusia. Mungkin orang akan senang bersahabat dengan orang yang lebih kaya yang bisa membantunya secara finansial. Tapi sebenarnya persahabatan ini hanya akan membuatnya hina dan rendah di mata sahabatnya yang kaya.

Kriteria lain dari sahabat yang baik adalah kesabaran. Imam Ali (as) berkata, "Bersahabatlah dengan orang yang penyabar, dengan begitu engkau bisa belajar meningkatkan kesabaranmu." Hadis ini menjelaskan pengaruh sahabat yang penyabar. Orang yang penyabar akan mudah merendahkan hati ketika muncul masalah dalam persahabatan. Dia akan mudah memaafkan kesalahan sahabatnya. Perselisihan yang mungkin muncul antara dia dengan kawannya tidak akan mudah merusak persahabatan. Tapi bagaimanakah kriteria orang yang penyabar? Imam Sadiq (as) menjelaskan, "Orang yang marah kepadamu sampai tiga kali tapi tak pernah mengucapkan kata-kata buruk terhadapmu, maka ia layak engkau jadikan sahabat."

Sampai disini kita sudah membicarakan beberapa kriteria sahabat yang baik menurut ajaran Islam.

Ada baiknya kita juga mengenal kriteria-kriteria orang yang tidak layak dijadikan kawan. Ada banyak riwayat yang menjelaskan hal ini. Salah satu riwayat yang terbaik dalam hal ini adalah hadis Imam Sajjad (as). Beliau berkata, "Anakku, cermatilah lima kelompok manusia yang tidak layak bagimu untuk bersahabat dengan mereka, berbicara dengan mereka dan berjalan bersama mereka. Hindari persahabatan dengan orang pendusta. Sebab dia ibarat fatamorgana yang menampakkan hal yang dekat seakan jauh dan hal yang jauh seakan dekat. Jangan kau berkawan dengan orang pendosa sebab dia siap menjualmu dengan imbalan sesuap makanan atau lebih sedikit dari itu. Jangan berkawan dengan orang yang kikir, sebab dia akan meninggalkanmu ketika engkau memerlukannya. Jauhi persahabatan dengan orang yang bodoh sebab dia akan merugikan dirimu ketika berniat melakukan kebaikan untukmu. Jauhilah pula orang yang memutuskan tali kekerabatan sebab aku dapatkan al-Qur'an telah mengutuknya.(irib/23/6/2011)

Kawan Yang Baik Menurut Islam (2)

Saling Memaafkan

Salah satu tata krama dalam berkawan adalah kejujuran. Suatu hari seseorang yang amat mencintai Imam Hasan Mujtaba (as) mendatangi beliau dan berharap bisa bersahabat dengan beliau. Imam dengan wajah yang menyungging senyum membuka hati dan menyambut baik persahabatan dengannya. Beliau berkata, "Aku siap menjadi sahabat tapi dengan beberapa syarat." Orang tersebut menyatakan siap menerima syarat apapun yang diajukan beliau. Imam Hasan berkata, "Jika engkau ingin bersahabat denganku jangan pernah memujiku sebab aku lebih mengenal siapa diriku. Jangan pernah berbohong kepadaku sebab kebohongan tidak ada nilainya, dan jangan pernah mengumpat orang di sisiku." Orang itu terdiam membisu dan berpikir bahwa dia tidak mampu memenuhi semua syarat itu. Diapun berkata, "Wahai putra Rasulullah, izinkan aku pulang ke rumahku." Imam tersenyum menanggapinya dan berkata, "Baiklah jika itu yang kau inginkan." (Kalimat al-Imam al-Hasan hal: 168)

Adab yang lain dalam bersahabat adalah menghormati sahabatnya. Sebab dalam bersahabat, masing-masing pihak akan mendapatkan hak yang harus dijaga oleh sahabatnya. Salah satu hak itu adalah penghormatan. Islam menekankan keharusan bagi setiap orang untuk menghormati orang lain. Penghormatan terkadang menjadi kunci dalam meluruskan perilaku dan sifat orang.

Dikisahkan bahwa suatu hari Imam Ali (as) saat berjalan menuju Kufah berpapasan dengan seorang Yahudi yang juga sedang dalam perjalanan menuju pinggiran Kufah. Orang Yahudi itu tidak mengenali orang yang berpapasan dengannya itu, tak lain adalah khalifah kaum muslimin. Tapi karena kesamaan tujuan, mereka berjalan bersama. Selama perjalanan keduanya terlibat percakapan. Akhirnya mereka tiba di persimpangan jalan yang memisahkan Kufah dari desa-desa pinggirannya. Imam Ali (as) tidak memilih jalan ke Kufah tetapi ikut menyertai si Yahudi. Diapun bertanya-tanya keheranan. "Bukankah tujuanmu adalah kota Kufah?" Imam menjawab, "Benar". "Lalu mengapa engkau mengikutiku dan tidak berjalan ke arah kota?" tanyanya lagi. Imam Ali tersenyum dan berkata, "Kita sudah berkawan dalam perjalanan ini. Apa yang kulakukan adalah demi menutup persahabatan dalam perjalanan ini dengan baik. Sebab Nabi Saw memerintahkan kami untuk menghormati kawan seperjalanan dengan berjalan bersamanya beberapa langkah untuk melepas kepergiannya." "Orang Yahudi itu bertanya lagi, "Benarkah Nabi kalian yang memerintahkannya?" Imam Ali menjawab, "Benar." Menyaksikan akhlak mulia yang ditunjukkan Imam Ali, orang Yahudi itupun masuk Islam. (Al-Ushul min al-Kafi juz 2 hal: 670 hadis:5)

Tugas dan adab persahabatan yang lain adalah menjaganya dalam kondisi yang sulit seperti saat jatuh sakit. Luqman al-Hakim berkata, "Engkau tak akan pernah mengenal sahabatmu kecuali saat engkau memerlukannya." (Bihal al-Anwar Juz: 74 hal: 178)

Diriwayatkan bahwa suatu hari salah seorang sahabat Imam Ali (as) yang bernama Harits al-Hamdani jatuh sakit dan nampaknya ajal tak lama lagi akan menjemputnya. Mendengar berita itu, Imam pun bergegas menjenguknya. Imam duduk di sisi pembaringan sahabatnya. Ketika Harist membuka matanya, ia melihat pujaan hatinya berada di sisi pembaringan. Setelah berbasa-basi sekedarnya, Imam Ali (as) berkata kepada Harist, "Wahai Harits! Di alam sana, manusia akan dibangkitkan bersama orang yang dicintainya." Wajah Harits yang dikenal sebagai pencinta Ali terlihat berseri mendengar kata-kata Imam Ali yang diucapkannya sebanyak tiga kali itu. Untuk beberapa saat, Harits terlihat segar dan dia sempat duduk dan mengatakan, "Setelah ini, tak ada yang aku takutkan apakah aku yang menyongsong kematian atau kematian yang datang menjemputku." Tak lama setelah itu Harits meninggal dunia. (Bihar al-Anwar juz: 6 hal: 179)

Tatakrama berikutnya dalam bersahabat adalah menghindari kesombongan dan kecongkakan dalam berkawan. Persahabatan akan kokoh ketika seseorang tak hanya menghormati sahabatnya tetapi juga tak pernah melihat dirinya lebih tinggi dan mulia dari sahabatnya. Dalam banyak ayat al-Qur'an dan hadis disebutkan kecaman keras terhadap kesombongan. Bahkan ayat 60 surat al-Zumar menyebut neraka sebagai tempat bagi orang yang sombong. Ayat 215 surat al-Syu'ara memerintahkan Nabi Saw untuk merendah di hadapan kaum mukminin.

Menurut Islam, kesombongan hanya sifat yang layak disandang oleh kaum durjana dan congkak. Sementara, orang yang bertaqwa lebih bersikap rendah hati dan bergaul dengan keakraban. Sebab rendah hati akan memperkokoh persahabatan dan mendatangkan keakraban dan kasih sayang. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw bersabda, "Sebaik-baik mukmin adalah orang yang mendatangkan keakraban di antara kaum mukminin. Dan tak ada kebaikan pada orang yang tidak membuat orang lain akrab dengannya dan tidak mengakrabkan diri dengan orang lain." (Bihar al-Anwar juz: 77 hal: 149)

Adab persahabatan yang lain adalah kepedulian untuk memberikan kritik membangun. Imam Sadiq (as) berkata, "Saudara seagama yang aku cintai adalah orang yang memberitahuku akan aibku." (Ushul al-Kafi juz: 2 hal: 610) dalam hadis yang lain, Nabi Saw bersabda, "Mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain." (Safinah al-Bihar juz: 1 hal: 40).

Hadis tadi menjelaskan satu hal tentang keterbukaan hati untuk menerima kritik. Ibarat cermin, sahabat akan menunjukkan kekurangan dan kelemahan sahabatnya untuk diperbaiki yang tentunya hal itu dilakukan dengan cinta dan ketulusan. Sahabat yang baik menunjukkan kekurangan sahabatnya apa adanya. Sahabat yang baik dan bijak juga akan menunjukkan kepada sahabatnya akan kelebihan yang ada padanya. Orang yang bijak tentu akan senang jika mengetahui aib dan kekurangan dirinya untuk bisa memperbaikinya.

Adab lain dalam persahabatan adalah meminta maaf ketika melakukan kesalahan dan pihak yang diminta maaf harus memaafkannya. Salah satu kriteria orang yang memiliki jiwa yang sehat adalah kesiapan dirinya untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan dan siap memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan terhadapnya. Orang yang tidak mau mengakui kesalahan sebenarnya ia lari dari kenyataan. Orang yang lari dari kenyataan tak akan pernah bisa meniti jalan kesempurnaan insani. Sebab, langkah awal untuk memperbaiki diri adalah mengakui kesalahan. Salah satu hal yang membuat orang sukar mengakui kesalahan adalah kesombongan dan takabbur. Orang yang demikian tak mau memandang dirinya bersalah lalu meminta maaf kepada orang lain.

Islam mengajarkan kepada kita untuk meminta maaf saat bersalah dan memaafkan kesalahan orang lain. Imam Ali (as) berkata, "Salah satu sifat yang paling mulia adalah memaafkan kesalahan orang lain." (Syarah Ghurarul Hikam juz: 6 hal: 18) Dalam riwayat yang lain beliau berkata, "Orang yang paling buruk adalah yang tak mau memaafkan kesalahan orang." (Syarah Ghurarul Hikam juz: 6 hal: 165)

Orang yang meminta maaf adalah orang yang, pertama, mengakui kesalahan. Lalu dengan menghilangkan kesombongan diri dia mau meminta maaf kepada sahabatnya. Perbuatan ini jelas layak dipuji dan penghargaan terbaik untuknya adalah memberinya maaf dengan tangan terbuka. Imam Ali (as) berkata, "Orang yang paling banyak memaafkan berarti dia memiliki makrifat yang besar kepada Allah." (Syarah Ghurarul Hikam juz: 2 hal: 444) (irib/6/7/2011)

Keadilan Dalam Perspektif Rahbar

Rahbar

Sejak awal kehidupan manusia dan dimulainya sejarah, keadilan senantiasa menjadi harapan bagi umat manusia di seluruh dunia. Para cendikiawan dan pemikir berusaha keras melakukan langkah-langkah positif guna merealisasikan impian ini dengan mengemukakan pandangan mereka. Meski banyak pandangan seputar keadilan khususnya keadilan sosial dikemukakan para pemikir namun apakah kita berani mengklaim bahwa keadilan di dunia telah berhasil ditegakkan.

Apakah manusia yang berhasil mencapai kemajuan pesat di bidang sains, juga berhasil di bidang penegakkan keadilan? Sementara itu, jika kita saksikan sistem yang berkuasa di dunia saat ini, kita dapatkan bahwa dunia dipenuhi ketidakadilan. Di sisi lain, manusia tidak akan dapat melupakan keadilan, di mana pun dan kapan pun saja mereka senantiasa merindukan keadilan.

Republik Islam Iran sebagai negara berasaskan ajaran suci Islam serius mengaplikasikan keadilan dalam setiap kebijakan dan kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, negara ini gencar mengupayakan terealisasinya impian seluruh umat manusia tersebut. Salah satu upaya yang ditempuh Iran adalah menggelar berbagai seminar terkait keadilan. Pemikiran Strategis Kedua yang baru saja digelar di Iran dan dihadiri oleh Rahbar membuktikan keseriuan Tehran.

Seminar Pemikiran Strategis Kedua digelar Selasa (17/5) pagi dengan tema ‘keadilan' dengan dihadiri oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dan puluhan cendekiawan, intelektual, ulama dan pemikir dari hauzah ilmiah (pusat keilmuan Islam) dan kampus.

Seminar yang digelar selama 4 jam ini adalah seminar Pemikiran Strategis yang kedua. Di awal seminar, sepuluh cendekiawan memaparkan pandangan masing-masing dalam dua kategori pemikiran dan strategi menyangkut ‘dasar, ciri khas, dimensi dan kelaziman untuk keadilan.'

Seminar Strategis pertama digelar tahun lalu, tepatnya pada tanggal 1 Desember 2010 dengan tema Model Kemajuan Islami-Irani.

Ayatollah al-Udzma Khamenei dalam seminar ini menekankan kelaziman bertukar pandangan antara para pemikir dan kalangan intelektual untuk mencapai pandangan yang benar tentang keadilan menurut ajaran Islam yang murni seraya mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilaksanakan dalam tiga dekade terakhir untuk mewujudkan keadilan sosial dan menyebutnya cukup baik. Meski demikian, beliau mengatakan, kondisi saat ini sangat tidak memuaskan. Sebab, pemerintahan Islam menginginkan tegaknya keadilan secara maksimal, dan tegaknya keadilan berarti nilai luhur yang absolut dan universal.

Rahbar menyebut materi yang dipaparkan pada pertemuan ini sebagai materi-materi yang berbobot dan bermanfaat. Rahbar menandaskan,"Pertemuan hari ini tak lebih dari jalan pembuka. Diharapkan, pembahasan tentang keadilan bisa menjadi materi pembahasan para tokoh cendekiawan dan pemikir dengan memanfaatkan potensi besar yang ada di sini."

Seraya membawakan argumentasi dari ayat al-Qur'an, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut keadilan sebagai tujuan utama yang ingin diwujudkan oleh agama. "Selain menerangkan tentang keadilan, para nabi juga berjuang untuk menegakkannya dengan bangkit melawan para thaghut dan kaum durjana. Dalam pergumulan antara zalim dan madzlum, para nabi selalu berada di front kaum tertindas. Akan tetapi para teoretis hanya bisa berbicara tentang prinsip keadilan di lisan," imbuh beliau.

Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan bahwa seluruh agama Ilahi meyakini bahwa akhir dari sejarah manusia adalah periode tegaknya keadilan. Beliau menambahkan, dalam memandang asal penciptaan dan manusia yang bergerak di jalur sejarah, agama-agama Ilahi selalu menekankan soal unsur keadilan, dan ini sangat istimewa.

Berdasarkan pandangan agama inilah, kata beliau lagi, dalam perjalanan revolusi Islam, masalah keadilan sejak awal menempati posisi yang istimewa. Dalam slogan-slogan rakyat, konstitusi, kata-kata dan pemikiran Imam Khomeini (ra) juga di berbagai periode 32 tahun berdirinya Republik Islam, keadilan adalah nilai luhur yang absolut.

Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai keadilan sebagai masalah penting bagi pemerintahan Islam. Menyinggung banyak hal yang sudah dilakukan dan dalam skala luas pasca kemenangan revolusi Islam untuk mewujudkan keadilan sosial, beliau menegaskan, "Semua pekerjaan yang baik ini belum memuaskan. Sebab, sesuai ajaran Islam kita dituntut untuk menegakkan keadilan sosial secara sempurna dan menghapus segala bentuk kezaliman. Karena itu kita harus terus bekerja keras, penuh kesungguhan dan secara penuh untuk mengurangi kesenjangan luas yang ada dan menegakkan keadilan."

Beliau menambahkan, untuk mengurangi kesenjangan dan menegakkan keadilan sosial dalam bentuknya yang maksimal, kita harus menemukan cara dan jalan yang tepat dan untuk itu diperlukan proses tukar pemikiran di antara para cendekiawan dan pemikir.

Rahbar menjelaskan perbedaan mendalam antara pandangan Islam dan pandangan ideologi-ideologi ciptaan manusia tentang keadilan. Beliau mengatakan, keadilan dalam Islam memancar dari kebenaran. Keadilan adalah tugas Ilahiyah sementara ideologi ciptaan manusia tidak memiliki persepsi seperti ini.

Menurut beliau untuk dapat mengupas dan memahami dengan benar pandangan Islam soal keadilan diperlukan langkah serius dan menjauhi pemanfaatan sumber-sumber serta ideologi Barat. Namun demikian di tataran praktis, Rahbar membolehkan umat Islam untuk meneladani keberhasilan orang lain. Karena menurut Rahbar di bidang teoritis kita dilarang untuk mengadopsi pandangan non Islam. Tapi kita harus berusaha mengupas sari ajaran suci Islam terkait keadilan.

Langkah-langkah seperti menggabungkan berbagai teori cendikiawan dan ulama untuk membentuk teori. Beliau dalam hal ini menekankan untuk merujuk pada ajaran murni Islam untuk memahami konsep keadilan secara utuh. Menurut Rahbar di Islam banyak ditemukan sumber untuk menjadi rujukan dalam memahami konsep keadilan seperti al-Qur'an, Nahjul Balaghah, kitab-kitab fiqih dan teologi.

Penekanan Rahbar untuk merujuk langsung ke sumber ajaran murni Islam guna memahami secara benar konsep keadilan dikarenakan teori-teori keadilan yang dimunculkan Barat murni dihasilkan pemikiran manusia. Dalam teori Barat keadilan lebih mengacu pada pemahaman kontrak sosial.

Di kesempatan tersebut, Rahbar meminta kalangan akademis lebih giat mengadakan riset di bidang keadilan. Beliau menilai di tataran teoritis meningkatnya teori-teori keislaman terkait keadilan sebagai solusi untuk sampai pada teori keadilan Islam. Rahbar meminta pusat-pusat keilmuan seperti universitas dan hauzah ilmiah untuk menggalakkan riset soal keadilan.

Dalam pertemuan itu beberapa ulama, cendekiawan dan pemikir menyampaikan pandangan masing-masing tentang keadilan. Pertemuan diakhiri dengan shalat Dhuhur dan Ashar berjemaah yang dipimpin Ayatollah al-Udzma Khamenei.(irib/25/5/2011)

Bijaksana, Indikasi Pribadi Mulia

Bijaksana, Indikasi Pribadi Mulia

Perilaku manusia senantiasa mengalami plus dan minus. Namun Islam mengajarkan seseorang untuk seimbang dalam melakukan segala sesuatu termasuk dalam bersikap. Bijak dalam hal ini sangat dianjurkan oleh Islam. Agama ini bukan hanya menganjurkan, tapi juga memberikan solusi dan jalan untuk mencapainya.

Sifat bijak termasuk salah satu keutamaan akhlak manusia. Setiap lingkungan baik itu kecil maupun besar akan terasa tentram dan sehat jika prinsip-prinsip sikap bijak dijaga oleh manusia. Tak hanya itu, kesempurnaan manusia pun akan semakin meningkat manakala ia menjaga sikap ini dan menerapkannya dalam setiap perilaku kehidupan. Dari sinilah sifat bijak masuk dalam keutamaan akhlak dan para ulama menganggapnya sebagai nilai moral terpenting.

Imam Shadiq as berkata, termasuk tiga pekerjaan utama adalah bersikap bijak terhadap orang lain, kamu merasa sesuatu tidak pantas kecuali jika hal itu diinginkan juga oleh orang lain, kedua membantu sesama saudaranya yang kurang mampu, dan ketiga adalah selalu mengingat Allah swt di manapun kamu berada.

Di Islam menjaga sifat bijak termasuk sifat mukmin sejati. Terkait hal ini Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang membantu orang miskin dan adil serta bijak sikapnya terhadap orang lain maka ia tergolong mukmin sejati. Di sejumlah riwayat disebutkan bahwa orang yang paling mirip dengan Rasul adalah mereka yang menjaga perilaku bijak dalam setiap sikap dan pekerjaannya.

Rasulullah saat berusia tujuh tahun, suatu hari kepada Halimah Sa'diah berkata, saudara-saudaraku ke mana? Halimah menjawab, anakku sayang, mereka sedang mengembala kambing-kambing yang diberikan Tuhan kepada kita karena keberadaan mu dan sekarang tengah digiring ke lapangan untuk makan. Muhammad berkata, ibu ! kamu tidak berbuat adil terhadapku. Halimah bertanya, mengapa ? Muhammad menandaskan, apakah pantas aku berlindung di kemah dan minum susu, sementara saudara-saudaraku berada di bawah terik matahari ?

Uraian Rasul tersebut di atas menjelaskan dengan baik sifat bijak dan adil yang termasuk nilai luhur. Beliau juga mengingatkan betapa pentingnya untuk senantiasa menjaga sifat ini. Sifat ini memiliki berbagai dimensi, salah satunya bersikap bijak dan adil terhadap Tuhan, bijak terhadap orang lain baik itu kawan ataupun lawan. Imam Ali as kepada Malik al-Ashtar berkata, "Jangan kamu tinggalkan sifat bijak baik itu terhadap Allah atau manusia, berbuatlah bijak kepada keluarga dan sekitarmu, karena jika tidak maka kamu termasuk orang zalim. Dan mereka yang berbuat zalim kepada hamba Allah maka Allah akan memusuhinya. Mereka yang menjadi musuh Allah maka Allah tidak akan menerima alasan serta permintaan maafnya. Orang seperti ini seakan-akan sangat sengit memusuhi Allah kecuali dia menghentikan kezalimannya dan bertaubat."

Dalam kehidupan bersosial, manusia pasti berinteraksi dengan sesamanya dan Islam agama yang juga memperhatikan hubungan antar manusia. Perkataan Imam Ali yang menyebutkan "Apa yang tidak pantas bagi dirimu maka bagi orang lain juga tidak pantas" juga mencakup pentingnya menjaga sikap bijak meski terhadap musuh. Namun mengapa Islam juga mengajarkan bersikap bijak meski terhadap musuh. Hal ini tak lain karena dengan sikap bijak permusuhan akan mudah diredakan dan permusuhan akan menjadi persahabatan.

Allah swt berfirman, Wahai orang-orang yang beriman berusahalah dalam mencapai sifat adil dan bijak, bersaksilah kepada Allah meski hal itu merugikan dirimu, orang tua atau familimu. Dasar kehidupan dan wujud adalah keadilan dan keadilan Ilahi meliputi seluruh makhluk hidup. Oleh karena itu, manusia yang menjadi khalifah Allah di muka bumi berkewajiban menegakkan keadilan.

Kebanyakan ayat al-Qur'an yang menekankan untuk memperhatikan hak-hak orang lain serta anjuran lain untuk menjauhi dosa seperti hasud dan bohong mengindikasikan pentingnya untuk berbuat adil dan bijak. Jika saat menghadapi musuh, Islam menganjurkan seseorang untuk berbuat adil dan bijak meski harus melepas sejumlah kepentingan pribadi. Oleh karena itu, Islam mengutamakan kelompok ketimbang individu dan memerintahkan untuk berbuat bijak serta adil.

Satu lagi, sifat bijak menjadi asas untuk membentuk masyarakat yang sehat. Sifat bijak sekecil apapun akan mengokohkan sendi-sendi kehidupan baik itu kehidupan pribadi, berumah tangga maupun sosial. Adapun sifat tak bijak dan zalim meretakkan hubungan dan institusi keluarga serta sosial. Manusia pada umumnya sangat condong terhadap sifat bijak. Kita pun akan merasa senang jika orang lain berbuat bijak terhadap kita dan sebaliknya, kita pun akan bahagia jika dapat berlaku bijak kepada orang lain.

Namun demikian, terkadang baik disadari maupun tidak kita terjebak pada sikap tak bijak dan menzalimi orang lain atau diri kita sendiri. Kini yang menjadi pertanyaan, apa maksud sebenarnya dari menjaga sifat bijak ? Sifat bijak adalah kebaikan apapun yang kita inginkan, maka kita juga menerapkannya kepada orang lain. Sebaliknya apa yang tidak kita sukai, maka kita harus memiliki pandangan serupa dalam hal ini bagi orang lain. Misalnya, kita suka untuk dihormati maka sebaliknya kita juga harus menghormati orang lain.

Lantas bagaimana caranya untuk menumbuhkan sikap bijak dalam diri kita. Dalam hal ini kita bisa melakukannya dengan membayangkan diri kita berada dalam posisi orang lain, kemudian kita befikir jika posisi saya seperti orang tersebut apa yang harus saya lakukan? Bijak artinya kita meletakkan posisi diri sendiri di tempat orang lain dan mulai berfikir apa yang akan kita lakukan jika kita jadi orang tersebut.

Imam Shadiq as berkata, tiga perkara jika seseorang melakukan salah satunya maka Allah akan mewajibkan sorga bagi dirinya. Pertama, berifak ketika dalam kondisi sulit, kedua berwajah ceria dan ketiga berprilaku bijak. Di antara buah dari sifat bijak adalah mencapai posisi terhormat. Menurut Imam Ali as, mereka yang menjaga sifat bijak maka ia akan terhormat di sisi Tuhan dan manusia.

Buah lain dari sifat ini adalah hilangnya friksi dan tumbuhnya rasa persaudaraan di tengah masyarakat. Imam Ali berkata, bijaksana menghapus permusuhan dan menumbuhkan rasa solidaritas serta persahabatan. Kezaliman biasanya muncul ketika keadilan tidak ditegakkan. Ketiga seseorang menjaga sifat bijak dan adil dalam berinteraksi dengan orang lain maka dengan sendirinya friksi dan permusuhan akan musnah.

Satu lagi, buah dari sifat bijak adalah bertambahnya kawan. Mereka yang menjaga sifat ini akan dicintai masyarakat. Oleh karena itu, Imam Ali as berkata, bijaksana menambah sahabat. Siapa saja yang menjaga sifat ini, Allah akan memberikan pahala setimpal. Dalam penciptaannya, Allah menerapkan hukum alam bahwa siapa yang berbuat baik akan mendapat pahala dari perbuatannya tersebut dan begitu juga sebaliknya.

Imam Shadiq as berkata, siapa saja yang berbuat bijak terhadap orang lain maka masyarakat akan menerima setiap keputusan dan pertimbangannya. Bijaksana membuat orang lain menaruh kepercayaan kepada pelakunya. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat berani menerima setiap pertimbangannya.(irib/2/7/2011)

Timur Tengah Islam, Antara Impian dan Realita

Timur Tengah Islam selain membuat para pemimpin despotik negara regional khawatir juga menjadikan demokrasi ala Barat mandul dengan terbukanya peluang bagi pemerintah independen dan berhaluan Islam berkuasa di kawasan. Selain itu, maraknya kebencian rakyat kawasan terhadap Amerika Serikat membuka kedok dan wajah asli negara adidaya ini sebagai imperialis sejati.

Program Timur Tengah Raya untuk pertama kalinya dicetuskan Colin Powell pada 12 Desember 2002 yang saat itu menjabat menteri luar negeri AS. Tujuan dari program ini adalah membantu negara-negara Arab untuk melakukan gerakan reformasi di bidang ekonomi, politik dan sosial. Rencana ini mendapat penentangan dari negara Arab dan Uni Eropa pun meragukan keberhasilan program Washington. Namun pasca serangan 11 September, program ini digarap secara serius.

Meski demikian, friksi antara AS dan Uni Eropa terkait mekanisme mamajukan proses demokrasi di Timur Tengah membuktikan persaingan kepentingan di antara mereka di wilayah kaya minyak ini. AS sendiri menyadari bahwa program Timur Tengah Raya yang diusungnya akan berjalan lambat tanpa dukungan rakyat di kawasan, khususnya dengan sikap militeralisme sepihak Washington. Hal ini disadari sepenuhnya oleh Gedung Putih sebagai penghambat misi mereka.

Wacana Timur Tengah Islam muncul pertama kalinya setelah kekalahan Rezim Zionis Israel dalam perang 33 hari di Lebanon pada tahun 2006 untuk menandingi Timur Tengah Raya prakarsa AS. Namun pertanyaannya di sini, Apakah Timur Tengah Islam mampu berperan aktif menghadapi Timur Tengah Raya dan apa kendala yang bakal dihadapinya ?

Timur Tengah Islam akan mampu memberi alternatif lain di kawasan. Dengan demikian kecenderungan untuk menegakkan nilai-nilai Islam seperti keadilan, kehormatan dan kebebasan semakin terbuka. Timur Tengah Islam selain membuka peluang berdirinya pemerintahan independen dan berhaluan Islam, juga membikin pusing para pemimpin despotik di kawasan. Selain itu, program demokrasi ala Barat pun jadi mandul. AS, sebagai negara adidaya dunia pun tak luput dari imbasnya. Wajah asli Gedung Putih juga terkuak dan misi busuknya untuk menguasai sumber daya alam di kawasan terbongkar. Rezim Zionis Israel, pemicu instabilitas di kawasan dalam hal ini kian terpojok. Negara kawasan tidak akan bersedia mengakui rezim penjajah dan ilegal ini.

Munculnya Timur Tengah Islam kian kuat dengan meningkatnya peran Republik Islam Iran di tingkat regional. Pengaruh besar Iran di kawasan tak mungkin dibendung lagi. Barat, khususnya AS juga merasakan hal ini. Oleh karena itu, mereka dengan berbagai cara berusaha mencegah melebarnya pengaruh Tehran di kawasan. Sanksi, tudingan palsu dan berbagai tindakan lain ditempuh Washington untuk mengerem pengaruh Tehran.

Di sisi lain, kebangkitan rakyat Arab baru-baru ini juga kian membuka peluang terbentuknya Timur Tengah Islam. Aksi rakyat menentang penguasa despotik di kawasan benar-benar menjadi ujian berat bagi AS. Negara ini terpaksa mengkaji kembali kebijakannya di kawasan. Karena Washington telah kehilangan sejumlah mitra pentingnya akibat demo rakyat.

Jika Timur Tengah Islam terbentuk, maka kawasan ini yang memiliki jumlah penduduk beragama Islam yang cukup besar, dan letak geografisnya yang strategis serta cadangan energi besar yang dimilikinya akan berubah menjadi kekuatan tangguh dan pemain utama di tingkat internasional. Kekuatan ini bakal mampu menjadi saingan blok serta kekuatan lain di dunia, termasuk AS. (IRIB/Fars/MF/3/7/2011)

0 comments to "Kawan Yang Baik Menurut Islam (Serial)"

Leave a comment