Home , , , , , , , , , , , , � Di Balik Kerusuhan Inggris : ''Aksi Protes di Inggris, Janji Ilahi'', Jejaring Sosialpun di ''TUTUP''....

Di Balik Kerusuhan Inggris : ''Aksi Protes di Inggris, Janji Ilahi'', Jejaring Sosialpun di ''TUTUP''....

Kerusuhan di Tottenham










































Berbagai wilayah di Inggris dalam beberapa hari terakhir ini, dikejutkan pada kerusuhan antara para pendemo dan polisi. Kerusuhan itu dimulai dari kawasan miskin di kota Tottenham. Akibat kerusuhan itu, sejumlah mobil, transportasi umum dan gedung-gedung terbakar. Ratusan warga kulit hitam meluapkan kemarahan mereka atas tewasnya pemuda kulit hitam yang berumur 29 tahun di tangan polisi Inggris.

Aksi penembakan polisi terhadap seorang pemuda yang bernama Mark Duggan, terjadi pada Kamis lalu (4/8), yang kemudian memicu protes luas di Inggris. Polisi Inggris mengklaim Duggan tidak menghiraukan peringatan polisi. Karena inilah, pemuda naas itu ditembak oleh polisi dan tewas seketika. Namun penjelasan polisi yang menyebut Duggan mengabaikan peringatan, dianggap sebagai alasan mengada-ngada bagi masyarakat kulit hitam di Tottenham. Menurut mereka, Duggan menjadi korban diskriminasi polisi Inggris.

Menyusul peristiwa tersebut, polisi Inggris dihadapkan pada kendala serius. Polisi setempat melakukan berbagai upaya untuk mecegah tersebarnya kerusuhan. Kerusuhan saat ini bukan hanya terjadi di London saja, tapi juga di kota-kota lainnya seperti Liverpool dan Manchester. Pembakaran mobil pribadi, transportasi umum, mobil polisi, gedung dan perampokan-perampokan sudah menjadi pemandangan lumrah di kota-kota tempat terjadinya kerusuhan, khususnya London yang juga ibukota Inggris.

Kawasan Miskin Tottenham

Kini, ratusan polisi disiagakan di jalan-jalan Tottenham dan wilayah-wilayah sekitarnya. Para pejabat dan pengamat sosial Inggris sangat menyadari bahwa kawasan miskin di Tottenham sama seperti gudang misil yang mudah terbakar dengan sedikit percikan api. Ketika protes itu muncul dari kawasan itu, para pejabat Inggris benar-benar kewalahan. Karena itulah, Perdana Menteri Inggris, David Cameron yang tengah berlibur di Italia, memutuskan untuk segera kembali ke Inggris. Menteri Dalam Negeri Inggris dan Walikota London yang juga tengah berlibur, harus kembali ke London untuk mengatasi kondisi kritis di Inggris.

Sudah menjadi rahasia umum, kawasan miskin di Tottenham dapat dikatakan sebagai wilayah yang paling tertindas di Inggris. Kawasan ini seringkali menjadi sasaran diskriminasi polisi dan pemerintah Inggris. Berlandaskan laporan lembaga sosial Inggris, separoh anak di Tottenham hidup di bawah garis kemiskinan. Tottenham juga disebut-sebut sebagai wilayah termiskin di Inggris yang letaknya hanya berapa kilometer dari tempat-tempat indah dan wisata di London.

Kerusuhan yang terjadi di Tottenham bukanlah kejadian yang pertama kali. Pada tahun 1985, kerusuhan berdarah juga terjadi di negara ini. Kerusuhan itu terjadi setelah seorang polisi menyerang sebuah rumah yang dihuni oleh seorang perempuan yang menderita sakit jantung. Akibatnya, perempuan itu terkena serangan jantung dan tewas. Dengan demikian, Tottenham mempunyai catatan kelam bagi polisi. Kerusuhan yang terjadi di Tottenham selalu berbuntut pada kekerasan yang berdarah, bahkan kerusuhan paling berdarah di negara ini seringkali dimulai dari kawasan Tottenham.

Polisi Inggris memang mempunyai rapor hitam karena seringkali menyikapi kasus berlandaskan rasisme dan warna kulit. Hal inilah yang membuat polisi Inggris selalu dilihat sebelah mata oleh masyarakat berkulit hitam dan kalangan imigran. Bahkan beberapa lembaga sosial dan hak asasi manusia menilai sikap rasis polisi dalam menangani kasus sebagai pemandangan umum dan lumrah. Untuk itu, laporan-laporan terkait kekerasan rasis kurang dipublikasikan di negara ini. Dengan ungkapan lain, lembaga-lembaga sosial dan hak asasi manusia di negara ini tidak menaruh perhatian besar pada pelanggaran hak asasi manusia di dalam negeri. Namun pada saat yang sama, suara sejumlah lembaga sosial dan hak asasi manusia begitu nyaring terdengar saat ada pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara lain.

Selain itu, kebijakan diskriminatif London juga mendorong instansi-instansi di negara ini, khususnya kepolisian, bersikap rasis terhadap masyarakat yang dianggap sebagai masyarakat kelas kedua. Warna kulit dan agama seringkali menjadi sasaran empuk kalangan rasis. Kondisi ini menyebabkan masyarakat kulit hitam dan imigran tertekan dari sisi ekonomi, sosial dan pendidikan. Tak dapat dipungkiri, sikap diskriminatif yang didukung berbagai instansi negara ini menjadi pendorong kriminalitas yang dari hari ke hari semakin bertambah banyak.

Pembunuhan atas seorang pemuda berkulit hitam spontan berubah menjadi amukan massa setelah memendam rasa dongkol atas segala rasisme di negara ini. Pada dasarnya, diskriminasi semacam ini tak dirasakan di Inggris saja, tapi juga dapat disaksikan di negara-negara Eropa lainnya.

Diskriminasi di Eropa

Beberapa tahun lalu, tepatnya pada musim panas tahun 2005, kerusuhan juga terjadi di seluruh kota Perancis. Dalam kerusuhan ini, lebih dari 10 ribu mobil dibakar oleh massa. Tidak hanya itu, sejumlah toko dan gedung tidak luput dari amukan massa. Penyebab kerusuhan itu bermuara dari tewasnya dua warga kulit hitam di tangan polisi Perancis. Pembunuhan terhadap dua warga kulit hitam sama seperti percikan api yang jatuh di gudang milisi. Amukan massa pun tak dapat dihindari.

Peristiwa itu menjadi momentum penting bagi masyarakat kulit hitam dan imigran yang selama ini selalu menjadi korban rasis. Mereka pun menggunakan momentum itu dengan memprotes kebijakan diskriminasi Paris. Aksi protes itu berujung pada kerusuhan di seluruh penjuru Perancis.

Padahal tidak sedikit imigran dan nenek moyang mereka ikut membangun Perancis setelah hancur karena Perang Dunia Pertama dan Kedua. Namun hak warga negara ini mereka tetap dinomorduakan. Pada umumnya, kalangan imigran bertempat tinggal di pinggiran kota. Dengan demikian, mereka terpisah dari masyarakat Perancis. Anak-anak imigran sejak lahir merasakan hidup miskin dan diskriminatif. Di wilayah pinggiran mudah ditemukan sebuah rumah apartemen yang dihuni tiga generasi sekaligus. Kehidupan di bawah tekanan diskriminasi dan kemiskinan menimbulkan lingkungan buruk, bahkan banyak warga yang terpaksa menjadi pengedar narkotika.

Menurut pandangan polisi, kalangan imigran adalah para penjahat dan pengedar narkotika. Padahal kalangan imigran pada dasarnya, menjadi korban kebijakan pusat yang menjadikan mereka sebagai pengedar narkotika. Kebencian terhadap kalangan imigran mulai merata di tengah masyarakat Perancis. Kondisi seperti ini diperparah dengan kebijakan sejumlah partai yang secara terus terang bersikap rasis. Sebagai contoh, Front Nasional Perancis secara teran-terangan menyatakan sikap anti-imigran. Kelompok ini juga memperkokoh basisnya di kampus-kampus negara ini.

Uniknya, Pemimpin Front Nasional Perancis, Marine Le Pen, menjadi tokoh populer di negara ini. Padahal pemikirannya jelas-jelasan mempunyai kecenderungan rasis. Bahkan berdasarkan jajak pendapat di negara ini, Le Pen disebut-sebut sebagai kandidat favorit presiden Perancis. Kelompok ekstrem dan rasis juga mulai kokoh di India, Belgia, Denmark dan Finlandia.

Tak pelak, kalangan imigran di negara-negara Eropa harus menjalani hidup yang sulit di bawah tekanan sosial, ekonomi dan rasialis. Dari hari ke hari, diskiriminasi dan sentimen terhadap warga imigran di Eropa semakin dirasakan. Belum lama ini, Norwegia yang selama ini dkenal sebagai negara tenteram di Eropa, tiba-tiba dikejutkan dengan amukan seorang pemuda yang memuntahkan tembakan secara membabi buta di kerumunan manusia. Akibatnya, hampir seratus warga tewas seketika di tangan oleh seorang ekstrem rasis.

Dalam satu dekade terakhir ini, negara-negara Eropa disusupi kelompok-kelompok ekstrem dan rasis yang semakin kokoh dari hari ke hari. Politisi Eropa seperti Kanselir Jerman, Angela Merkel, Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy, dan Perdana Menteri Inggris, David Cameron, dalam satu tahun terakhir ini berulangkali menyatakan kegagalan masyarakat multi-budaya di negara-negera mereka. Pernyataan semacam ini pada dasarnya, memberi peluang kepada kelompok-kelompok ekstrem dan rasis untuk mengusir kalangan imigran. Dengan demikian, kerusuhan yang seringkali terjadi di Eropa, dapat dikatakan sebagai konsekuensi kebijakan diskriminatif para pemimpin di benua ini. Di sisi lain, tenaga para imigran benar-benar diperas mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat dengan gaji di bawah standar. Inilah kebengisan tatanan sosial diskriminatif dan rasis di Eropa yang ditata oleh para pejabat ekstrim.(irib/11/8/2011)

Gara-gara Kerusuhan, Premier League Terancam Gagal

Laga pembuka Premier League 2011-12 akan dimulai pada 13 Agustus, tapi situasi di Inggris tak juga kunjung kondusif. Kerusuhan yang terjadi di London sudah membuat laga Piala Carling West Ham United dan Charlton Athletic ditunda.

"Klub dihubungi sore ini dan diberitahu semua even publik yang besar di London harus dijadwalkan ulang karena polisi perlu memfokuskan diri mereka pada suatu hal lain," ungkap pernyataan resmi pihak West Ham.

Timnas Inggris sendiri saat ini sedang menunggu kepastian tetap digelarnya laga persahabatan melawan Belanda di Wembley pada Rabu (10/8) ini. Pertandingan tersebut terancam dibatalkan akibat kerusuhan yang pecah di London, termasuk yang terjadi di daerah Harlesden dan Brent Cross.

Saat ini, aksi protes dan kerusuhan menjalar di berbagai kota Inggris seperti Bermingham, Bristol, Liverpool dan Manchester.

Jika kondisi ini tak kunjung membaik, pihak kepolisian akan memutuskan apakah mereka masih mempunyai cukup personil untuk mengawal jalannya suatu pertandingan sepak bola pekan ini. Ini tentunya mengancam laga pembuka Premier League yang tinggal menyisakan empat hari.

Fulham, Tottenham Hotspur, dan Queens Park Rangers bakal menjalani laga pembuka sebagai tuan rumah. Hingga kini memang belum ada pernyataan mengenai penundaan laga-laga klub London itu, tapi situasi yang belum juga membaik bisa jadi menyebabkan laga terancam ditunda.

Aksi penembakan polisi terhadap seorang pemuda yang bernama Mark Duggan, Kamis lalu (4/8), memicu protes luas di Inggris. Sebelumnya, kasus penembakan Mark Duggan dilaporkan tengah diselidiki The Independent Police Complaints Commission (IPPC). IPPC melalui komisionernya mengatakan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan berbagai bukti yang diharapkan hasilnya bisa diumumkan dalam waktu dekat ini.

Sementara itu, Koran Daily Mail, edisi hari ini (Selasa, 9/8/2011), melaporkan, kematian Mark Duggan di tangan polisi terungkap sebagai kebohongan. Pemberitaan ini diduga hanya berusaha meredakan situasi labil di Inggris.(IRIB/Duniasoccer/AR/9/8/2011)

Inggris Berencana Memutus Internet dan Jejaring Sosial

Seorang pejabat Inggris Kamis (11/8) mengkonfirmasikan kemungkinan pemblokiran jejaring sosial Facebook dan Twitter, menyusul kerusuhan dan instabilitas yang tak kunjung berakhir di negara ini.

Farsnews melaporkan, pejabat Inggris itu juga menambahkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan pemutusan sejumlah layanan jasa internet.

Menyinggung layanan jasa internet seperti Blackberry dan Twitter, pejabat Inggris yang menolak menyebutkan namanya itu mengatakan, "Polisi menyatakan bahwa para demonstran menggunakan jejaring sosial untuk mengkoordinasi aksi mereka."

"Kami tahu bahwa jejaring sosial itu digunakan... pertanyaannya adakah hal yang dapat dilakukan untuk menutupnya sedemikian rupa sehingga dapat menyelesaikan masalah?" ungkap pejabat tersebut.

Menurutnya, pemerintah tengah berunding dengan lembaga-lembaga intelejen dan para pejabat di bidang ini. Namun hingga kini belum ada usulan yang mengemuka.

Rencana pemutusan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter di Inggris itu cukup mengejutkan banyak pihak, menyusul Inggris merupakan salah satu negara pengklaim pionir dalam membela kebebasan berpendapat.

Dalam gerakan protes rakyat seperti di Mesir, yang direaksi oleh pemerintah Kairo dengan memutus jejaring sosial dan bahkan jasa internet di negara itu, Inggris menilai langkah tersebut sebagai pelanggaran hak-hak sipil.

Dalam instabilitas yang telah berlangsung sejak lima hari di Inggris itu, polisi telah menangkap lebih dari dari 1.000 orang.

Kerusuhan yang berlangsung siang dan malam itu meletus setelah aksi polisi metropolitan Inggris menembak mati seorang pemuda kulit hitam. Demonstrasi dan bentrokan kini tidak hanya terjadi di London saja melainkan telah menyebar ke lima kota lain. Hingga kini lima orang tewas di tangan polisi.(IRIB/MZ/12/8/2011)

Ingin Lari dari Krisis Ekonomi, AS Malah Boikot Bank Sentral Iran

Seyed Ali Aghazadeh Dafsari, anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran menilai langkah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Bank Sentral Iran (CBI) sebagai upaya Washington untuk keluar dari krisis ekonomi yang mendera Negeri Paman Sam.

Ali Aghazadeh Dasfari hari Jum'at (12/8) saat diwawancarai Kantor Berita Parlemen Iran, ICANA menyebut rencana sanksi terhadap Bank Sentral Iran oleh AS sebagai agitasi anti Tehran. "Petinggi AS mempropagandakan program sanksi terhadap Iran untuk keluar dari krisis internal dan menyelewengkan opini publik dari kegagalan ekonomi negara ini," tegas Dasfari.

Aghazadeh Dasfari menjelaskan, surat 90 senator AS kepada Presiden Barack Obama untuk memboikot Bank Sentral Iran bukan hal baru dan ini bersumber dari politik arogan Amerika Serikat.

Dasfari menandaskan bahwa AS tidak memiliki kemampuan mengusik Iran. Ditambahkannya, mengingat kondisi buruk ekonomi AS, petinggi negara ini seharusnya mencari solusi untuk menyelamatkan perekonomian mereka ketimbang menjatuhkan sanksi terhadap Iran. (IRIB/ICANA/MF/13/8/2011)

Iran Kutuk Brutalitas Polisi Inggris

Wakil presiden Republik Islam Iran, Lotfollah Forouzandeh mengutuk aksi kekerasan polisi Inggris terhadap para demonstran negara ini.

Lotfollah Forouzandeh Jum'at (12/8) dalam wawancaranya dengan Fars News seraya mencela langkah pemerintah Inggris dalam menumpas aksi demo rakyat menandaskan, sikap bungkam organisasi internasional terhadap aksi brutal London menumpas aksi demo rakyat membuat citra organisasi ini kian buruk.

Dalam protesnya atas kebungkaman lembaga internasional terhadap tindakan brutal Inggris terhadap demonstran, Lotfollah Forouzandeh mengungkapkan, organisasi internasional berjalan di atas kepentingan negara arogan dan senantiasa mendukung mereka.

Wakil presiden Iran ini manambahkan, manusia adalah makhluk yang menuntut keadilan. "Tidak adanya keadilan, identitas, spiritual serta kekuasaan kapitalisme dan investor terhadap rakyat adalah faktor utama yang melahirkan aksi demo rakyat di Inggris," ungkap Forouzandeh.

Terkait sikap Iran terhadap aksi penumpasan demonstran oleh Inggris, Forouzandeh mengingatkan, seperti yang dijelaskan oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma, Sayyid Ali Khamenei bahwa Iran senantiasa mendukung setiap gerakan rakyat yang menuntut keadilan. (IRIB/Fars/MF/13/8/2011)

Pangkalan Militer AS Alat untuk Mendikte Jepang

Setiap tahun menjelang peringatan kebiadaban Amerika membom atom rakyat Hiroshima dan Nagasaki, masalah pangkalan militer AS di Jepang dan masa depannya ramai dibicarakan di kalangan politisi dunia. Mayoritas media-media massa internasional melihat pangkalan militer AS di Jepang sebagai alat untuk menekan pemerintah Jepang. Situs Global Post dalam makalahnya yang ditulis oleh Justin McCurry dengan judul "Future of US military base in Japan up in the air" (Ketidakjelasan masa depan pangkalan militer Amerika di Jepang) menilai pangkalan ini sebagai alat Washington untuk menekan pemerintah Jepang.

Pasca pengeboman Hiroshima dan Nagasaki dengan bom atom oleh pasukan Amerika, Tokyo diduduki oleh Amerika. Di masa pendudukan Tokyo itu, Amerika memaksakan penempatan pasukannya di sejumlah pangkalan militer di Jepang dan diterima oleh pemerintah Jepang waktu itu. Namun berlanjutnya pendudukan pasukan Amerika di Jepang menjadi tidak beralasan pasca kesediaan Jepang menerima aturan yang diinginkan Amerika bahwa Jepang tidak akan terlibat dalam perang manapun. Dalam kondisi yang demikianpun, setelah berakhirnya masa pendudukan Jepang, Washington masih memaksa pemerintah Jepang waktu itu untuk menandatangani perjanjian keamanan antardua negara. Dalam perjanjian ini, Jepang menyepakati keberadaan 47 ribu pasukan Amerika di sejumlah pangkalan militer di Jepang.

Kehadiran pasukan Amerika di Jepang terus berlanjut hingga kini, sekalipun ada penolakan luas dari rakyat negara ini. Menurut makalah Global Post, rencana pemindahan pasukan Amerika dari pangkalan militer Futenma di Jepang ke Guam yang terletak di Samudera Pasifik juga masih belum jelas. Karena rencana itu ternyata mendapat penolakan rakyat Amerika sendiri. Padahal kesepakatan pemindahan pasukan Amerika itu sudah berusia lima tahun, tapi masih belum ada kejelasan hingga kini. Karena dari satu sisi warga Okinawa, tempat pangkalan Futenma berada menolak pemindahan pangkalan militer AS dari satu kawasan ke kawasan lain di pulau Okinawa. Di sisi lain, pasukan AS tidak akan meninggalkan pangkalan militer Futenma bila tidak ada alternatif lain. 8 ribu pasukan AS siap dipindahkan ke Guam dengan syarat ada pangkalan lain di Okinawa yang diberikan kepada mereka.

Anehnya lagi, sekalipun telah terjadi pergantian kekuasaan di Jepang dimana rakyat memilih Partai Demokrat dengan alasan partai ini mendukung aspirasi rakyat Okinawa, tapi tetap saja tidak mampu memaksa pemerintah Amerika mengeluarkan pasukannya dari sana. Amerika bahkan berusaha menekan mantan Perdana Menteri Yukio Hatoyama, sehingga terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya. Karena Washington dalam sebuah langkah yang melanggar aturan diplomasi memprovokasi Korea Utara yang berujung pada munculnya kekhawatiran rakyat Jepang akan terjadinya perang di semenanjung Korea. Bertentangan dengan janji yang telah dikeluarkan sebelunya, Hatoyama tidak mampu memaksa pasukan AS keluar dari Jepang. Sebaliknya, Jepang membutuhkan pasukan Amerika untuk menghadapi kemungkinan serangan Korea Utara.

Perdana Menteri Naoto Kan yang menggantikan Hatoyama juga menghadapi situasi yang sulit. Ia berada di tengah-tengah tuntutan rakyat yang menghendaki keluarnya pasukan Amerika dari Jepang dan keinginan Amerika yang ingin tinggal lebih lama. Terlebih lagi dengan melihat kedua negara tengah dilanda kesulitan ekonomi. Sementara biaya relokasi pasukan Amerika mencampai 26 milyar dolar. (IRIB/SL/NA/12/8/2011)

Khatib Jumat Tehran: Aksi Protes di Inggris, Janji Ilahi

Khatib Shalat Jumat Tehran, Hujjatul Islam Kazem Sediqi, mengecam kekerasan polisi Inggris dalam menyikap para pengunjuk rasa di negara ini. Hujjatul Islam Sediqi dalam khutbah Jumatnya di Universitas Tehran, hari ini (Jumat, 12/8/2011)) mengatakan, "Aksi protes luas di pelbagai kota Inggris menunjukkan kebenaran janji ilahi. "

Seraya menyinggung perkataan Imam Khomeini ra terkait kebangkitan masyarakat tertindasi di dunia, Hujjatul Islam Sedigi mengatakan, "Imam Khomeini pernah menjanjikan bahwa masyarakat mustadhafin akan bangkit mengalahkan para arogan di dunia ini."

Menurut Sediqi, aksi-aksi protes di Eropa merupakan hasil kriminalitas sejumlah negara terhadap negara-negara lain. Dikatakannya pula, "Sejumlah negara Barat adalah penjajah. Biaya penjajahannya diambil dari hasil pajak masyarakat. Untuk itu, hasilnya adalah ledakan internal."

Mengenai kelaparan dan kekeringan panjang yang terjadi di sejumalh negara Afrika seperti Somalia, Hujjatul Islam Sediqi mengkritik kinerja PBB dalam menangani masalah ini. Menurutnya, PBB mengeluarkan resolusi untuk masalah yang tidak penting. Namun untuk musibah kelaparan yang menimpa Somalia, lembaga internasional ini tak melakukan tindakan apapun.

Masih mengenai Somalia, Hujjatul Islam Sediqi menekankan pengiriman segera bantuan kemanusian ke negara-negara yang mengalami kelaparan dan kekeringan panjang. Dalam khutbahnya, Hujjatul Islam Sediqi juga mengapresiasi pengiriman bantuan kemanusiaan Iran ke Somalia. Di penghujung khutbahnya, Hujjatul Islam Sedigi menjelaskan bahwa membantu korban kelaparan di Somalia membutuhkan tekad global. (IRIB/AR/SL/12/8/2011)

Kecelakaan Mencurigakan Tewaskan Tiga Muslim Inggris

Warga kota Birmingham kembali mengamuk menyusul kematian mencurigakan tiga pria muslim dalam sebuah kecelakaan mobil. Dalam insiden itu, ketiga warga muslim tengah melindungi masyarakat di tengah kerusuhan Inggris.

Menyusul kecelakaan mencurigakan itu, polisi di kota itu tengah melakukan penyelidikan terkait insiden yang menewaskan tiga warga muslim pada hari Rabu lalu.

Saksi mata menyatakan tiga warga muslim keturunan Pakistan ditabrak sebuah mobil yang melaju dan mendekati sebuah masjid di Winson Green. Akibat insiden tersebut, seorang tewas seketika dan dua lainnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Tiga korban kecelakaan itu bernama Haroun Jahan (21 tahun), Shazad Ali (30 tahun) dan Abdul Naser (31 tahun).

Para korban tampaknya adalah anggota kelompok yang ditugaskan berpatroli sepanjang malam di jalan Dudley. Menyusul kerusuhan di Inggris, masyarakat di sejumlah wilayah berinisiatif membentuk tim patroli untuk menjaga permukiman setelah polisi negara ini gagal menghadang amukan massa.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa sekitar 200 warga dari komunitas Asia di kota Birmingham berjaga di luar rumah sakit, tempat korban-korban kerusuhan dirawat.

Menurut laporan terbaru, polisi berhasil menahan seorang pria 32 tahun yang diduga terlibat dalam kecelakaan tersebut. Polisi juga tengah menyelidiki pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Aksi penembakan polisi terhadap seorang pemuda yang bernama Mark Duggan, Kamis lalu (4/8), memicu protes luas di Inggris. Amukan warga Inggris telah mengguncang kota-kota barat laut seperti Manchester, Liverpool, Nottingham, Birmingham, West Bromwich, dan Wolverhapton.

Sebelumnya, The Independent Police Complaints Commission (IPPC) menyatakan bahwa tidak ada bukti pistol polisi di lokasi tewasnya Mark Duggan, warga kulit hitam yang berumur 29 tahun. Menurut sejumlah pengamat, laporan palsu semacan ini sengaja dimunculkan untuk menjaga wajah Inggris dari pelanggaran hak asasi manusia dan menenangkan warga. Namun masyarakat Inggris tidak mempercayai laporan polisi dan terus mengamuk. (IRIB/PressTV/AR/SL/12/8/2011)

Akhirnya, Jumblatt Angkat Suara Soal Suriah

Ketua Partai Sosialis Progresif dari kelompok Druze, Walid Jumblatt, hari Rabu (10/8/2011) berkunjung ke Suriah. Sekembali dari Suriah, Jumblatt mulai berbicara soal kerusuhan di Damaskus.

Jumblatt dalam kunjungan singkatnya ke Suriah yang ditemani Menteri Tenaga Kerja Lebanon, Ghazi Al Aridi, bertemu dan berdialog dengan Asisten Wakil Presiden Suriah, Mohammad Nassif.

Sekembalinya dari Suriah, Jumblatt dalam jumpa persnya mulai angkat bicara dan mengambil sikap jelas soal kondisi negara ini. Padahal sebelumnya, Jumblatt tak pernah mengeluarkan statemen soal kondisi Suriah. Bahkan, Jumblatt sempat diberitakan akan bertemu dengan Ketua Al Mustaqbal, Saad Hariri yang juga kelompok 14 Maret.

Jumblatt mengatakan, "Kunjungan ini benar-benar dapat menenangkan diri. Saya baru sadar bahwa kondisi Suriah mulai pulih kembali." Dikatakannya, "Tidak ada kekhawatiran atas Suriah, saya merasa pemimpin negara ini telah melewati masa-masa sulit. Saya juga menyampaikan hal ini dalam pertemuan saya dengan Menteri Luar Negeri Turki."

Kantor Berita Farsnews dari Lebanon melaporkan, "Bersamaan dengan kembalinya Jumblatt dari Suriah, media-media yang berafiliasi dengan Partai Sosialis Progresif menepis pemberitaan kunjungan Walid Jumblatt ke Arab Saudi dan Perancis untuk bertemu dengan Saad Hariri."

Sebelumnya, Walid Jumblatt termasuk salah satu anggota berpengaruh kelompok 14 Maret. Setelah itu, Jumblatt menyatakan keluar dari kelompok itu dan bergabung bersama dengan kelompok 8 Maret dan Hizbullah Lebanon. Sikap tegas Jumblatt terkait Suriah menjadi pukulan telak terhadap kelompok 14 Maret yang didukung penuh oleh Barat. (IRIB/Farsnews/RA/AR/11/8/2011)

Sekembali dari Suriah, Menlu Turki Nyatakan Puas

Menteri Luar Negeri Turki, Ahmed Davutoglu, hari Rabu (10/8/2011) berkunjung ke Suriah. Sekembalinya dari Suriah, Davutoglu menyatakan puas atas hasil kunjungan dan pertemuaannya dengan para pejabat Damaskus, khususnya dengan Presiden Suriah, Bashar Assad.

Kunjungan Menlu Turki ini dilakukan pasca peringatan pedas dan statemen anti-Suriah yang dilakuan oleh Perdana Menteri Turki Erdogan. Dalam statemennya, Erdogan menyatakan bahwa Turki sudah kehilangan kesabarannya terhadap perubahan di Suriah. Dikatakannya pula, problema internal Damaskus sama seperti problema dalam negeri Ankara sendiri.

Menyusul pernyataaan pedas Erdogan, Ankara mengirim Menlu Turki ke Damaskus untuk membawa pesan-pesan Turki ke Suriah. Sikap selanjutnya Turki terhadap Suriah berdasarkan hasil kunjungan tersebut.

Sebelumnya, Penasihat Politik Presiden Bashar Assad dalam mereaksi pernyaatan intervensif Erdogan ke Suriah mengatakan, "Jika Menlu Turki menyampaikan pesan-pesan keras anti-Suriah, Damaskus akan menjawabnya lebih keras dan tegas."

Sekembalinya dari Suriah, Davutoglu dalam jumpa persnya mengatakan, "Setelah pertemuannya dengan para pejabat Suriah, tank-tank militer negara ini ditarik mundur dari kota Hama. Hal itu diperkuat dengan laporan kunjungan Dubes Turki di Damaskus yang melihat lansung kondisi kota tersebut."

Dalam pertemuannya dengan Assad, Davutoglu menhendaki adanya perubahan di Suriah. Menurut Menlu Turki, penarikan tank-tank militer dari kota Hama merupakan perubahan positif dan penting yang tentunya berpengaruh kepada kondisi dalam negeri Suriah.

Davutoglu juga menegaskan akan menghubungi sejumlah menlu negara Barat dan melaporkan hasil pertemuannya dengan para pejabat Suriah. (IRIB/PressTV/RA/AR/11/8/2011)

Cameron Akan Tutup Jejaring Sosial, Lengkaplah Kehipokritan Inggris!!!

Situs-situs jejaring sosial membuat Perdana Menteri Inggris, David Cameron, benar-benar jengkel. Menurutnya, kerusuhan terburuk di Inggris dikendalikan melalui situs-situs jejaring sosial.

Pada hari Kamis (11/9/2011), Perdana Menteri David Cameron membuat pernyataan kepada parlemen untuk menutup situs-situs jejaring sosial sosial seperti Facebook, Twitter dan Research in Motion (RIM). Cameron menyatakan pemerintah tengah mempertimbangkan menutup situs-situs jejaring sosial yang dicurigai menyulut kekerasan dan kerusuhan di Inggris. Perdana Menteri memperingatkan situs-situs jejaring sosial supaya bertanggung jawab atas semua posting provokatif.

Sebelumnya, Inggris menuding Iran membatasi kebebasan berpendapat dengan men-filter situs-situs jejaring sosial dalam kerusuhan pasca-pemilu presiden kesepuluh Iran. Kini, London berniat melakukan pembatasan penggunaan situs-situs jejaring yang diduga memperkeruh kondisi yang ada. Lengkaplah kemunafikan Inggris!

Inggris dikejutkan kerusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam 30 tahun terakhir ini. Kerusuhan itu dipicu oleh kematian seorang pria kulit hitam yang bernama Mark Duggan di Ferry Lane di Tottenham, Kamis lalu. (IRIB/PressTV/AR/12/8/2011)

Langgar HAM, Tehran Minta DK-PBB Jatuhkan Sanksi Terhadap Inggris

Mohammad-Karim Abedi, wakil Ketua Komisi HAM Parlemen Republik Islam Iran meminta Dewan Keamanan PBB mengutuk brutalitas Inggris menumpas aksi demo rakyat.

"Brutalitas polisi Inggris dalam menghadapi demonstran tidak dapat diterima dan Dewan Keamanan harus mengutuk kekejian pemerintah Inggris," ungkap Mohammad-Karim Abedi Jum'at (12/8) saat diwawancarai Fars News.

Menurutnya pengadilan bagi Perdana Menteri David Cameron adalah tuntutan bangsa dunia. "Jika Dewan Keamanan memilih bungkam menyaksikan kebijakan arogan pemerintah Inggris maka dipastikan pandangan bangsa dunia terhada dewan ini semakin buruk," tandas Abedi.

Dalam kesempatan tersebut Abedi mengutuk brutalitas polisi Inggris menumpas aksi demo rakyat. Dikatakannya, Republik Islam Iran sebagai negara pendukung hak bangsa dunia tidak dapat diam menyaksikan ulah Inggris.

Kerusuhan di Inggris dipicu oleh penembakan polisi terhadap seorang pemuda yang bernama Mark Duggan, Kamis lalu (4/8). Sebelumnya, kasus penembakan Mark Duggan dilaporkan tengah diselidiki The Independent Police Complaints Commission (IPPC). IPPC melalui komisionernya mengatakan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan berbagai bukti yang diharapkan hasilnya bisa diumumkan dalam waktu dekat ini. (IRIB/Fars/MF/13/8/2011)

0 comments to "Di Balik Kerusuhan Inggris : ''Aksi Protes di Inggris, Janji Ilahi'', Jejaring Sosialpun di ''TUTUP''...."

Leave a comment