Home , , , , , , � Kritik atas ''Tarawih Berjamaah''....hem...

Kritik atas ''Tarawih Berjamaah''....hem...


Ibnu Umar Dan Shalat Tarawih Berjama’ah

Memasuki bulan Ramadhan kami akan menambahkan sedikit tulisan yang berkaitan dengan shalat tarawih. Sebelumnya kami pernah membuat tulisan yang membahas masalah hukum shalat tarawih berjama’ah. Kesimpulan pandangan kami adalah shalat malam [tarawih] di bulan ramadhan sebaiknya [paling utama] dilakukan di rumah tetapi tidak mengapa jika mau shalat berjama’ah di masjid. Berikut kami akan menampilkan pandangan salafus salih diantaranya Ibnu Umar yang menganggap shalat malam di bulan ramadhan itu sebaiknya dilakukan di rumah

عبد الرزاق عن الثوري عن منصور عن مجاهد قال جاء رجل إلى بن عمر قال أصلي خلف الإمام في رمضان قال أتقرأ القرآن قال نعم قال افتنصت كأنك حمار صل في بيتك

‘Abdurrazaq dari Ats Tsawriy dari Manshur dari Mujahid yang berkata seorang laki-laki datang kepada Ibnu Umar dan berkata “bolehkah aku shalat di belakang imam pada bulan ramadhan?”. Ibnu Umar berkata “engkau bisa membaca Al Qur’an?” ia berkata “ya”. Ibnu Umar berkata “maka mengapa kamu diam berdiri seperti keledai, shalatlah di rumahmu” [Mushannaf ‘Abdurrazaaq 4/264 no 7742]

Atsar di atas diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat sehingga kedudukannya shahih, ‘Abdurrazaq dalam periwayatannya dari Sufyan Ats Tsawriy memiliki mutaba’ah

  • ‘Abdurrzaaaq bin Hammaam Al Himyaariy adalah seorang hafizh dan tsiqat perawi kutubus sittah dijadikan hujjah oleh Bukhari dan Muslim, ia mengalami perubahan hafalan di akhir hayatnya setelah ia buta [At Taqrib 1/599]. Tetapi riwayat dalam kitabnya adalah riwayat sebelum ia buta maka riwayatnya disini shahih.
  • Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats Tsawriy adalah perawi kutubus sittah seorang yang tsiqat hafizh faqih ahli ibadah imam dan hujjah termasuk pemimpin thabaqat ketujuh [At Taqrib 1/371].
  • Manshur bin Mu’tamar adalah perawi kutubus sittah dimana Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 2/215].
  • Mujahid bin Jabr adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat seorang imam dalam tafsir dan ilmu [At Taqrib 2/159]

‘Abdurrazaaq memiliki mutaba’ah dari Muhammad bin Katsir Al Abdiy seorang yang tsiqat [At Taqrib 2/127] sebagaimana disebutkan Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 2/494 no 4383. Dari Waki’ bin Jarrah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah [At Taqrib 2/284] sebagaimana disebutkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 2/397 no 7797. Dan dari Mu’ammal bin Ismail seorang yang shaduq tetapi hafalannya buruk [At Taqrib 2/231] sebagaimana yang disebutkan Ath Thahawiy dalam Syarh Ma’aani Al Atsar 1/351 no 1906

Atsar di atas menyebutkan dengan jelas pandangan Ibnu Umar terhadap sahalat tarawih di bulan ramadhan bahwa shalat itu dilakukan di rumah. Ibnu Umar sendiri memang diriwayatkan tidak melakukan shalat tarawih bersama orang-orang.

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ، قَالَ : حدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنَّهُ كَانَ لاَ يَقُومُ مَعَ النَّاسِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ، قَالَ : وَكَانَ سَالِمٌ وَالْقَاسِمُ لاَ يَقُومُانَ مَعَ النَّاسِ

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin ‘Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwasanya ia tidak shalat bersama orang-orang di bulan ramadhan. [Nafi’] berkata “Salim dan Qasim keduanya juga tidak shalat bersama orang-orang” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/396 no 7796]

حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرِِ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، قَالَ : كَانَ إبْرَاهِيمُ وَعَلْقَمَةُ لاَ يَقُومُانَ مَعَ النَّاسِ فِي رَمَضَانَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Al A’masyiy yang berkata “Ibrahim dan ‘Alqamah tidak shalat bersama orang-orang di bulan ramadhan” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/397 no 7800]

Kedua atsar di atas sanadnya shahih dan menunjukkan bahwa di bulan Ramadhan Ibnu Umar, Salim, Qasim, Ibrahim dan Alqamah [dimana mereka adalah sahabat dan tabiin sebagai salafus salih] tidak melakukan shalat tarawih berjama’ah bersama orang-orang di masjid . Sekali lagi kami ulangi supaya tidak ada yang salah memahami apa pandangan kami. Kami tidak menyalahkan shalat tarawih berjama’ah, bagi kami itu dibolehkan atau tidak masalah hanya saja kami lebih cenderung pada pendapat yang menyatakan sebaiknya shalat tarawih dilakukan di rumah.

mainsource:http://secondprince.wordpress.com/2011/07/31/ibnu-umar-dan-shalat-tarawih-berjama%E2%80%99ah/#more-2448



Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Pertama

Shalat Tarawih Sama Dengan Shalat Malam
Kali ini kami akan membicarakan masalah Shalat Tarawih. Perlu diingatkan bahwa tulisan kali ini cukup panjang dan berkesan menyulitkan, jadi harap dapat dimaklumi dan bagi yang enggan membacanya sampai habis maka lebih baik tidak membacanya sama sekali. Tulisan ini akan kami bagi menjadi 5 bagian yaitu

  • Shalat Tarawih Sama Dengan Shalat Malam
  • Apakah Shalat Tarawih Harus Berjamaah?
  • Benarkah Shalat Tarawih Bid’ah?
  • Kontroversi Rakaat Shalat Tarawih
  • Altenatif Pendapat Yang Benar Perihal Shalat Tarawih

Kata Tarawih sendiri adalah terminologi yang baru yang tidak ditemukan di zaman Rasulullah SAW. Tarawih secara bahasa berarti duduk sesaat beristirahat sehingga yang dimaksud dengan penamaan Shalat Tarawih merujuk pada pelaksanaan shalat yang diselingi dengan duduk istirahat sebentar.

.
Dan memang untuk apa memusingkan soal istilah jika substansi yang dibicarakan ya sama saja. Jika kita merujuk pada semua dalil yang digunakan sebagai dasar Shalat Tarawih maka dapat dilihat bahwa semua dalil itu merujuk pada Shalat Malam di bulan Ramadhan.

.
Shalat Malam tidak hanya terkhusus di bulan Ramadhan karena sudah jelas itu juga dianjurkan di bulan-bulan lain. Bedanya shalat malam di bulan lain lebih terkenal dengan nama Shalat Tahajud. Dari sini secara sederhana maka cukup beralasan untuk menyatakan bahwa Shalat Tarawih sama saja dengan Shalat Tahajud.

.
Banyak sekali perdebatan yang terjadi seputar masalah tarawih dari yang paling krusial apakah itu adalah sunnah? Sampai pada hal yang suka bikin ribut yaitujumlah rakaat tarawih sendiri. Dalam hal ini Ahlus Sunnah sepakat bahwa tarawih berjamaah itu sunnah sedangkan saudara kita yang Syiah dengan tegas menolak bahwa Tarawih itu sunnah. Bisa dikatakan kami punya pandangan sendiri yang berbeda dengan keduanya atau malah sepakat dengan keduanya dan anda dapat lihat itu nanti di bagian akhir :mrgreen:

.

Dalil Dianjurkan Shalat Malam
Yang sering dijadikan Dalil sebagai Sunnahnya Shalat Tarawih adalah hadis riwayat Abu Hurairah RA salah satunya dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Fi Ramadhan Bab Targhib Fi Shalat Fi Ramadhan hadis no 249 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يرغب في قيام رمضان من غير أن يأمر بعزيمة فيقول من قام رمضان إيمانا وإحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه قال بن شهاب فتوفي رسول الله صلى الله عليه و سلم والأمر على ذلك ثم كان الأمر على ذلك في خلافة أبي بكر وصدرا من خلافة عمر بن الخطاب

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW mendesak orang-orang agar melaksanakan shalat di malam hari di bulan Ramadhan, tapi Beliau tidak pernah memerintahkannya secara tegas. Beliau berkata ”Barang siapa shalat di malam bulan Ramadhan dengan kesungguhan iman dan harapan maka seluruh dosanya yang telah lalu akan diampuni ”
Ibnu Shihab Al Zuhri (salah satu perawi hadis ini) berkata ”Rasulullah SAW wafat ketika hal di atas masih menjadi kebiasaan dan berlanjut pada pemerintahan Abu Bakar dan permulaan pemerintahan Umar bin Khattab”

Anda lihat sendiri tidak ada disebutkan yang namanya shalat tarawih tapi yang ada itushalat malam. Dalam hal ini shalat malam yang dimaksud tidaklah berbeda dengan shalat-shalat malam di bulan-bulan lain hanya saja Rasulullah SAW sangat menganjurkannya di bulan Ramadhan. Jika anda melihat seseorang mengutip hadis secara terjemahan dengan kata-kata tarawih maka anda punya alasan kuat untuk meragukannya. Karena kata sebenarnya dalam bahasa arab adalah Qiyam. Kata itulah yang diartikan secara bebas sebagai tarawih dalam terjemahannya.
.

.

Hadis Kata Tarawih
Mengapa kami sangat memperhatikan masalah ini?. Pembedaan Shalat Tarawih secara khusus dengan shalat malam memiliki konsekuensi pembedaan pula dalam pensyariatannya. Shalat Tarawih bukanlah shalat yang mempunyai ketetapan khusus dalam pensyariatannya. Shalat tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan. Shalat malam memang disunahkan tetapi shalat tarawih hanyalah sebuah penamaan.

Kami pernah membaca seseorang mengutip hadis riwayat Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW bersabda

“Ini adalah bulan di mana Allah mewajibkan puasa sementara saya (Rasulullah saw) mengajarkan tarawih sebagai sunnah.”

Perhatikan, hadis ini seolah-olah Rasulullah SAW sendiri yang menetapkan tarawih padahal hadis itu dalam bahasa arabnya tidak ada kata tarawih, kata-kata aslinya sebagai berikut

شهر كتب الله عليكم صيامه وسننت لكم قيامه
Hadis tersebut ada dalam Sunan Ibnu Majah hadis no 1328 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi
.

.

Dalil Kata Tahajud
Anda bisa saja menolak dengan berkata shalat tarawih berbeda dengan shalat tahajud karena terminologi tahajud benar-benar ada dalam Kitab Allah

Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.(QS Al Isra’ 79)

Benar sekali shalat tarawih memang berbeda dengan shalat tahajud karena yang satu terminologinya memang ada dalam Kitab Allah dan yang satu entah muncul darimana terminologinya ;) .

Tetapi keduanya adalah sama-sama Shalat Malam hanya saja tarawih adalah penyebutan khusus untuk Shalat malam di bulan Ramadhan. Shalat malam sudah dari dulu disunahkan sebagaimana yang termaktub dalam Al Quranul Karim dan hadis-hadis shahih. Dan setelah itu shalat malam ini sangat dianjurkan dan ditekankan oleh Nabi SAW pada bulan Ramadhan. Ketika itu Rasulullah SAW tidak sedang membicarakan bentuk shalat yang baru tetapi sama seperti shalat-shalat malam sebelumnya. Jadi dari segi waktu maka shalat tahajud dan shalat tarawih memang berbeda tetapi dari segi substansi shalat keduanya sama saja.

.

.

Khatimah Pertama

Berlandaskan hadis-hadis marfu’ dan shahih (sejauh pengamatan kami) maka tidak ada satupun keterangan dari Rasulullah SAW yang menyatakan perbedaan khusus shalat malam baik shalat tarawih maupun shalat tahajud mengenai jumlah rakaat minimal dan maksimal. Dan Rasulullah SAW tidak pernah secara khusus membedakan tata cara shalat tahajud dan shalat tarawih.

Kami tidak menafikan bahwa terjadi perbedaan di antara ulama perihal apakah shalat tahajud dan shalat tarawih itu berbeda atau sama. Tetapi dalam hal ini kami tidak semata-mata berpegang pada Qaul ulama kecuali jika Qaul mereka memang berlandaskan pada hadis-hadis yang shahih. Dan kami tidak menentang tindakan para ulama hadis yang mencatat dalam kitab hadis mereka bab-bab tersendiri perihal Shalat malam di bulan lain atau tahajud dan Shalat malam di bulan Ramadhan atau tarawih. Bahkan kami setuju dibuat pemisahan seperti itu dengan landasan Shalat malam di bulan Ramadhan benar-benar sangat dianjurkan ketimbang pada bulan-bulan lain.

Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Kedua

Posted on by secondprince

Apakah Shalat Tarawih Harus Berjamaah?

Daftar Isi

Muqaddimah
Hadis Aisyah RA

  • Penjelasan Hadis Aisyah RA
  • Kekhawatiran Nabi SAW
  • Jamaah Yang Bertambah Banyak
  • Catatan Atas Interpretasi Hadis Aisyah RA

Hadis Taqrir Nabi SAW
Hadis Anas RA
Hadis Nu’man bin Basyir RA dan Abu Dzar RA
Shalat Tarawih Di Rumah Lebih Utama
.

.

Ok kita mulai saja lanjutannya

Muqaddimah

Hal yang umum sekali bahwa Shalat Tarawih itu berjamaah. Tapi jika kita menempatkan diri berbicara masalah ini berdasarkan standar-standar tertentu maka jawabannya relatif. Bisa menjadi sangat umum atau malah tidak umum. Mari kita memeriksa hal ini dari sumber pedoman kita yang mulia Al Imam Rasulullah SAWdan tentu saja melalui hadis-hadis yang shahih. Jika kita melihat hadis-hadis yang shahih mengenai perkara ini maka dapat diketahui bahwa memang Shalat tarawih pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW secara berjamaah.

Perlu diingatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan cara yang khusus dari shalat tarawih yang berbeda dengan shalat-shalat malam di bulan lain. Pada mulanya Rasulullah SAW shalat tarawih sendirian kemudian ada beberapa sahabat yang ikut shalat di belakang Beliau SAW hingga akhirnya jumlahnya menjadi sangat banyak. Tetapi setelah itu Rasulullah SAW tidak mengerjakannya secara berjamaah karena khawatir akan diwajibkan Allah SWT. Hadis-hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah berjamaah dengan sahabat selama beberapa hari semuanya adalah hadis yang shahih dan tidak ada alasan untuk menolaknya.

.

.

.

Hadis Aisyah RA

Berikut hadis Aisyah RA yang kami ambil dari Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Fi Ramadhan Bab Targhib Fi Shalat Fi Ramadhan hadis no 248 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

حدثني يحيى عن مالك عن بن شهاب عن عروة بن الزبير عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم أن رسول الله صلى الله عليه و سلم صلى في المسجد ذات ليلة فصلى بصلاته ناس ثم صلى الليلة القابلة فكثر الناس ثم اجتمعوا من الليلة الثالثة أو الرابعة فلم يخرج إليهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فلما أصبح قال قد رأيت الذي صنعتم ولم يمنعني من الخروج إليكم إلا أني خشيت أن تفرض عليكم وذلك في رمضان

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Aisyah istri Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW shalat di masjid pada suatu malam dan orang-orang pun shalat di belakangnya. Kemudian Beliau shalat di malam berikutnya dan lebih banyak orang yang shalat di belakangnya. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat dan Rasulullah SAW tidak menemui mereka. Pada pagi harinya, Beliau berkata ”Aku melihat apa yang kalian kerjakan, satu-satunya hal yang mencegah aku untuk keluar menemui kalian adalah karena aku khawatir shalat malam (bulan Ramadhan) akan menjadi wajib bagi kalian”. Hal ini terjadi di bulan Ramadhan.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Abu Daud dan Nasa’i dengan beberapa tambahan. Syaikh Al Albani dalam Tulisannya Shalatut Tarawih mengutip hadis tersebut sebagai berikut

Aisyah RA berkata ”Manusia shalat di masjid Rasulullah SAW di bulan Ramadlan dengan terpisah-pisah. Seseorang yang mempunyai sedikit dari hafalan AlQur’an bersama lima atau enam orang atau kurang atau lebih daripada itu. Mereka shalat bersama seorang tadi. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan pada malam itu untuk meletakkan tikar di depan pintu kamarku. Aku pun melaksanakannya. Kemudian Rasulullah SAW keluar setelah shalat Isya’ yang akhir. Dan berkumpullah manusia yang ada di masjid dan Rasulullah SAW shalat bersama mereka sampai larut malam. Rasulullah kemudian kembali ke rumah dengan meninggalkan tikar begitu saja Pada pagi harinya manusia membicarakan shalat Rasulullah SAW bersama orang-orang yang ada di masjid pada malam itu. Maka masjid itu penuh dengan manusia.

Kemudian Rasulullah SAW keluarpada malam yang kedua dan mereka pun shalat bersama Beliau. Manusia kembali membicarakan hal itu. Setelah itu bertambah banyaklah yang menghadiri masjid sampai penuh sesak). Pada malam yang ketiga Beliau pun keluar dan manusia shalat bersama beliau. Ketikamalam yang keempat, masjid hampir tidak cukup. Kemudian Rasulullah SAW shalat Isya’ yang akhir bersama mereka dan masuk ke rumah beliau, sedang manusia tetap (di masjid). Rasulullah berkata kepadaku “Wahai Aisyah, bagaimana keadaan orang-orang bisa seperti itu?” Aku katakan “Wahai Rasulullah, manusia mendengar tentang shalatmu bersama orang yang ada di masjid tadi malam, maka mereka berkumpul untuk itu agar engkau mau shalat bersama mereka.” Maka beliau berkata ”Lipat tikarmu, wahai Aisyah!” Aku pun melaksanakannya. Rasulullah SAW bermalam di rumah dan tidak dalam keadaan lalai sedangkan manusia tetap pada tempat mereka. Mulailah beberapa orang dari mereka mengucapkan kata,“shalat” Sampai Rasulullah SAW keluar untuk shalat Shubuh.

Setelah shalat fajar, beliau menghadap kepada manusia dan bertasyahud kemudian bersabda “Amma ba’du, wahai manusia, demi Allah, Alhamdulillah tidaklah aku tadi malam dalam keadaan lalai dan tidaklah keadaan kalian tersamarkan bagiku. Akan tetapi aku khawatir akan diwajibkan atas kalian (dalam riwayat lain : Akan tetapi aku khawatir shalat malam diwajibkan atas kalian) kemudian kalian tidak sanggup untuk melaksanakannya, maka berarti kalian dibebani amal-amal yang kalian tidak mampu. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan.“ Pada riwayat lain ada tambahan dari Az Zuhri yang berkata “Setelah Rasulullah SAW wafat, keadaannya demikian. Hal ini berlangsung sampai masa khilafah Abu Bakar dan pada awal khilafah Umar.” (Hadis Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan lainnya)

.

.

Penjelasan Hadis Aisyah RA

Mari kita perhatikan baik-baik hadis tersebut. Hadis tersebut menceritakan bahwa Rasulullah SAW shalat pada suatu malam di masjid kemudian beberapa orang shalat di belakang Beliau dan hari-hari berikutnya malah semakin bertambah banyak yang ikut shalat di belakang Beliau SAW. Hal pertama yang harus dipahami dari bagian ini adalah Rasulullah SAW tidak mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah bersama Beliau. Orang-orang tersebut ikut sendiri shalat di belakang Nabi SAW dan Nabi SAW mengizinkan mereka untuk ikut. Bukti dari hal ini adalah

  • Tidak adanya kata-kata yang jelas dalam hadis di atas yang menyatakan bahwa Nabi SAW mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah.
  • Penggalan hadis selanjutnya justru membuktikan apa yang kami katakan. Dalam hadis Al Muwatta yang kami kutip, Rasulullah SAW berkata Aku melihat apa yang kalian kerjakan, kata-kata ini menyiratkan bahwa fenomena orang-orang yang ikut shalat di belakang Nabi SAW bukanlah berasal dari ajakan Rasulullah SAW.

.

.

Kekhawatiran Nabi SAW

Perhatikan kata-kata satu-satunya hal yang mencegah aku untuk keluar menemui kalian adalah karena aku khawatir shalat malam (bulan Ramadhan) akan menjadi wajib bagi kalian”. Pernahkah anda bertanya-tanya setelah kesekian kalinya membaca hadis ini, misalnya

  • Mengapa Nabi SAW menjadi khawatir?.
  • Apakah Nabi SAW akan khawatir jika beliau sendiri yang mengajak orang-orang untuk berjamaah?.

Lihatlah sekali lagi hadis tersebut, kekhawatiran Nabi SAW timbul ketika orang-orang yang shalat di belakang Beliau SAW bertambah banyak. Hal ini sampai membuat Beliau heran dan bertanya kepada Aisyah RA.

Rasulullah berkata kepadaku “Wahai Aisyah, bagaimana keadaan orang-orang bisa seperti itu?”

Jika memang Beliau pada awalnya mengajak orang-orang untuk berjamaah maka tidak ada yang perlu diherankan. Seandainya Rasulullah SAW memang mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah maka tidak perlu ada kekhawatiran Rasulullah SAW karena sudah merupakan hal yang lumrah bahwa orang-orang akan sangat antusias terhadap ajakan Nabi SAW.

.

.

Jamaah Yang Bertambah Banyak

Dalam hadis ini tersirat bahwa orang-orang menjadi begitu antusias untuk shalat di belakang Nabi SAW sehingga mereka membicarakan hal itu kepada orang lain dan orang lain juga menginginkan shalat bersama Rasulullah SAW. Hal ini ternyata membuat Nabi SAW khawatir. Dan ini tampak jelas pada kata-kata

Aku katakan “Wahai Rasulullah, manusia mendengar tentang shalatmu bersama orang yang ada di masjid tadi malam, maka mereka berkumpul untuk itu agar engkau mau shalat bersama mereka.” Maka beliau berkata ”Lipat tikarmu, wahai Aisyah!”

Oleh karena itu Beliau untuk hari-hari berikutnya tidak lagi shalat berjamaah bersama orang-orang dan melakukan shalat malam di rumah.

Jadi Fenomena Jamaah Yang Bertambah Banyak membuat Nabi SAW khawatir kalau Shalat malam akan diwajibkan oleh Allah SWT.

.

.

.

Catatan Atas Interpretasi Hadis Aisyah RA

Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwaShalat tarawih berjamaah itu sangat dianjurkan, beliau berkata

Perbuatan Nabi SAW berjama’ah selama tiga malam bersama mereka, merupakan petunjuk jelas bahwa shalat Tarawih itu sebaiknya dikerjakan dengan berjama’ah

Catatan kami atas kata-kata Beliau adalah Perbuatan Nabi SAW berjamaah selama tiga malam bersama orang-orang justru menunjukkan dibolehkannya Shalat Tarawih berjamaah. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hal itu sangat dianjurkan. Karena seperti yangkami katakan Rasulullah SAW tidak mengumumkan ajakan tetapi orang-oranglah yang ikut shalat di belakang Beliau SAW.

Kemudian Beliau Syaikh Al Albani juga berkata

Adapun Rasulullah SAW meninggalkannya pada malam ke empat, tidak dapat diartikan bahwa anjuran itu sudah dihapuskan, karena ketika itu beliau menyebutkan alasannya yaitu “Aku khawatir akan diwajibkan atas kamu”.

Jika memang Nabi SAW yang menganjurkan atau mengajak orang-orang maka tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Kekhawatiran timbul ketika Rasulullah SAW melihat orang-orang menjadi begitu berlebihan dalam masalah ini.

Syaikh Al Albani akhirnya berkata

Tetapi dengan wafatnya beliau, maka hilang pula kekhawatiran tersebut setelah Allah SWT menyempurnakan syariatnya. Berarti kita kembali kepada hukum yang terdahulu yaitu disyariatkan berjama’ah, oleh karena itu Umar RA berusaha menghidupkan kembali tuntunan tersebut. Demikian pula sikap yang diambil oleh Jumhur Ulama’

Dari dulu kami ingin sekali mengkritisi bagian ini. Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa ketika Rasulullah SAW shalat malam di masjid, beliau pada awalnya tidak mengajak orang-orang tetapi beliau membolehkan orang-orang untuk ikut shalat di belakang Beliau SAW. Jadi hukum terdahulu shalat tersebut adalah shalat sendiri dan dibolehkan berjamaah. Hal ini terus berlangsung hingga Rasulullah wafat seperti yang dikutip Az Zuhri

“Setelah Rasulullah SAWwafat, keadaannya demikian. Hal ini berlangsung sampai masa khilafah Abu Bakar dan pada awal khilafah Umar.”

Mengenai kata-kata ini Ibnu Hajar berkata ”maksudnya dalam keadaan shalat tarawih berjamaah ditinggalkan” dan Syaikh Al Albani berkata ”Lebih tepat dikatakan bahwa maksudnya shalat tarawih dikerjakan dengan berkelompok-kelompok”. Dalam hal ini kami berpandangan bahwa keadaan demikian itu maksudnya Tidak ada penetapan khusus bahwa shalat tarawih itu harus atau dianjurkan berjamaah tetapi dibolehkan untuk dilakukan berjamaah.

.

Bagian lain yang menarik adalah kata-kata Tetapi dengan wafatnya beliau, maka hilang pula kekhawatiran tersebut. Mengapa bisa begini? Apakah karena kekhawatiran tersebut ada pada Nabi SAW maka ketika Nabi SAW wafat, Sang Kekhawatiran akan ikut wafat. Kami rasa tidak, kekhawatiran tersebut masih ada tertera dalam hadis-hadis Beliau yang shahih dan kita bisa mengetahuinya dengan jelas. Apakah karena Nabi SAW wafat maka itu berarti tidak ada lagi syariat baru sehingga tidak mungkin bisa diwajibkan? Memang benar tidak akan ada lagi syariat baru dan syariat lama adalah Nabi SAW biasa shalat malam sendiri dan pernah berjamaah.

.

Sebenarnya darimana muncul kekhawatiran Nabi SAW?. Kami pribadi yakin bahwa Nabi SAW adalah pribadi yang tidak akan sekedar menduga-duga atau sekedar khawatir. Rasa khawatir itu adalah bentuk kepedulian Rasulullah SAW kepada umatnya ketika melihat mereka bersusah-susah dan berlebihan untuk amalan yang telah diberikan kemudahan. Hal inilah yang membuat Rasulullah SAW takut kalau-kalau shalat malam itu menjadi diwajibkan. Bagi saya Rasa khawatir Nabi itu datang dari Allah SWT sebagai tanda bahwa Rasulullah SAW tidak menetapkan atau menganjurkan untuk shalat malam berjamaah tetapi Rasulullah SAW membolehkannya. Hal ini tampak jelas ketika orang-orang ingin shalat bersama Beliau SAW maka beliau mengizinkannya hanya saja saat orang-orang menjadi begitu antusias dan bertambah banyak maka Rasulullah SAW tidak lagi melakukannya.

.

.

Hadis Taqrir Nabi SAW

Hadis ini diriwayatkan oleh Tsa’labah bin Abi Malik dan kami kutip dari Sunan Baihaqijuz 2 hal 495 hadis no 4386.

ثعلبة بن أبي مالك القرظي حدثه قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم ذات ليلة في رمضان فرأى ناسا في ناحية المسجد يصلون فقال ما يصنع هؤلاء قال قائل يا رسول الله هؤلاء ناس ليس معهم قرآن وأبي بن كعب يقرأ وهم معه يصلون بصلاته قال قد أحسنوا أو قد أصابوا ولم يكره ذلك لهم

Tsa’labah bin Abi Malik Al Quradzi berkata Rasulullah SAWpada suatu malam di bulan Ramadhan keluar dan melihat sekelompok orang shalat di sebelah masjid. Beliau bertanya “Apa yang mereka lakukan ?”. Seseorang menjawab “Wahai Rasulullah, mereka adalah orang yang tidak bisa membaca Al Qur’an, Ubay bin Ka’ab membacakan untuk mereka dan bersama dia lah mereka shalat.” Maka beliau bersabda “Mereka telah berbuat baik” atau “Mereka telah berbuat benar dan hal itu tidak dibenci bagi mereka.”

Baihaqi berkata perihal hadis ini bahwa hadis tersebut mursal hasan.Tetapi Syaikh Al Albani telah menguatkannya dan menyatakan bahwa hadis ini memiliki syawahid dari hadis lain yang bersambung dengan sanad “tidak mengapa”. Beliau berkata

وقد روي موصولا من طريق آخر عن أبي هريرة بسند لابأس به في المتابعات والشواهد أخرجه ابن نصر في قيام الليل ( ص 20 ) وأبو داود ( 1/217 ) والبيهقي

Hadits ini telah diriwayatkan secara bersambung dari jalan lain dari Abu Hurairah RA dengan sanad tidak mengapa karena ada hadits-hadits pendukungnya. Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnu Nashr di dalam Qiyamul Lail, riwayat Abu Dawud 1/217 dan Al Baihaqi.

Seperti penjelasan kami sebelumnya hadis tersebut adalah bukti nyata kalau Rasulullah SAW membolehkan shalat tarawih berjamaah. Tetapi kami tidak sependapat dengan Syaikh Al Albani jika hadis ini dijadikan dasar bahwa shalat tarawih berjamaah itu sangat dianjurkan. Penarikan kesimpulan pada hadis ini hanya menunjukkan pembolehan bukan dianjurkan. Kata-kata Nabi SAW “Mereka telah berbuat baik” atau “Mereka telah berbuat benar dan hal itu tidak dibenci bagi mereka.” lebih tepat menunjukkan dibolehkan atau diizinkan dan tentu saja hal ini baik dan benar bagi Mereka yang tidak bisa membaca Al Quran untuk shalat berjamaah dengan Imam yang mahir bacaan Al Qur’annya.

.

.

.

Hadis Anas RA

Hadis Anas RA ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad juz 3 hal 199 no 13087, hal 212 no 13236 dan hal 291 no 14134 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Syaikh Albani juga menshahihkannya dalam Shalatut Tarawih dan menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Nashr dengan dua sanad yang shahih dan Thabrani dalam Al Ausath. Hadis tersebut diriwayatkan dengan sedikit perbedaan redaksi dan berikut kami kutip dari Shalatut Tarawih Syaikh Al Albani.

عن أنس قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي في رمضان فجئت فقمت إلى جنبه ثم جاء آخر ثم جاء آخر حتى كنا رهطافلما أحس رسول الله صلى الله عليه وسلم أنا خلفه تجوزفي الصلاة ثم دخل منزله فلما دخل منزله صلى صلاة لم يصلها عندنا فلما أصبحنا قلنا : يا رسول الله أو فطنت لنا البارحة ؟ فقال : نعم وذاك الذي حملني على ما صنعت

Dari Anas RA yang berkata ”Rasulullah SAW melaksanakan shalat di bulan Ramadhan. Aku datang dan berdiri di sampingnya. Kemudian datang yang lain dan yang lain sampai Kami menjadi berkelompok. Tatkala Rasulullah SAW merasa bahwa kami ada di belakangnya, Beliau meringankan bacaan shalat, kemudian masuk ke rumah beliau. Sesudah masuk ke rumahnya, Beliau shalat di sana dan tidak shalat bersama kami. Keesokan harinya kami bertanya “Wahai Rasulullah, apakah engkau tadi malam mengajari kami?”. Maka Beliau pun menjawab : “Ya, dan itulah yang menyebabkan aku berbuat.“

Hadis ini kembali menguatkan apa yang kami katakan bahwa Rasulullah SAW pada awalnya memang sedang shalat sendiri kemudian para sahabat datang dan ikut shalat di belakangnya. Rasulullah SAW mengizinkan mereka untuk ikut shalat tetapi setelah itu Beliau pulang kerumah, shalat di sana dan tidak bersama mereka para sahabat. Jadi apa yang tersirat dari hadis ini adalah Rasulullah SAW lebih suka shalat sendiri tetapi tidak ada masalah jika mau berjamaah. Hal itu sudah jelas dibolehkan oleh Nabi SAW.

.

.

.

Hadis Abu Dzar RA dan Nu’man bin Basyir RA

Kedua hadis ini dijadikan dalil sebagai anjuran shalat tarawih berjamaah oleh Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih. Hadis Nu’man bin Basyir dikatakan oleh Syaikh Al Albani diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, Ibnu Nashr, Nasa’I, Ahmad, Al Faryabi dan Al Hakim. Kami temukan hadis ini dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 272 no 18426 dan berkata Syaikh Al Arnauth “Sanadnya shahih dan semua perawinya tsiqat yaitu perawi kitab Shahih kecuali Nu’aim bin Ziyad yang merupakan perawi Imam Nasa’i”.

عن النعمان بن بشير قال : قمنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة ثلاث وعشرين في شهر رمضان إلى ثلث الليل الأول ثم قمنا معه ليلة خمس وعشرين إلى نصف الليل ثم قام بنا ليلة سبع وعشرين حتى ظننا أن لا ندرك الفلاح قال وكنا ندعو السحور الفلاح

Dari Nu’man bin Basyir yang berkata Kami shalat bersama Rasulullah SAW pada malam ke-23 di bulan Ramadlan sampai sepertiga malam pertama. Kemudian kami shalat bersama beliau pada malam ke-25 sampai pertengahan malam. Kemudian beliau shalat bersama kami pada malam ke-27 sampai kami menyangka bahwa kami tidak mendapatkan Falaah. Ia berkata ” kami menyebut Sahur dengan sebutan Falaah”.

Jika memang hadis di atas dijadikan sebagai anjuran untuk shalat tarawih berjamaah maka ada apa dengan malam ke-24 dan ke-26. Bukankah shalat berjamaah ini yang membuat Rasulullah SAW khawatir kalau shalat malam akan diwajibkan seperti yang dijelaskan dalam hadis Aisyah RA?. :roll

Perhatikan baik-baik hadis tersebut. Fenomena itu terjadi di malam ganjil akhir Ramadhan yaitu malam ke-23, ke-25 dan ke-27. Saat dimana Rasulullah SAW sedang I’tikaf di masjid. Sama seperti sebelumnya, tidak ada indikasi yang jelas kalau Rasulullah SAW mengajak para sahabat untuk shalat tarawih berjamaah. Walaupun begitu kami akan bersikap adil bahwa juga tidak ada kata-kata yang menguatkan bahwa Rasulullah SAW shalat sendiri pada awalnya

Dengan melihat hadis Aisyah RA maka kami menduga bahwa Rasulullah SAW pada malam itu sedang beri’tikaf di masjid dan sedang shalat sendiri. Kemudian para sahabat ikut shalat di belakang Beliau. Dalam hal ini Beliau mengizinkan mereka untuk shalat berjamaah bersama beliau. Tetapi itu tidak berlangsung untuk seterusnya karena pada keesokan harinya baik malam ke-24 atau ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama mereka para Sahabat. Mungkin akan ada yang berkata bahwa bisa saja Rasulullah SAW shalat berjamaah pada malam ke-24 dan ke-26 hanya saja hal itu tidak diceritakan. Sayang sekali bukti jelas hal ini dapat dilihat dari Hadis Abu Dzar yang akan kita bicarakan.

.

.

Abu Dzar RA juga mengisahkan cerita ini dengan cerita yang lebih panjang. Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih lagi-lagi menjadikan hadis Abu Dzar ini sebagai dalil bahwa “Sangat dianjurkannya shalat tarawih berjamaah”. Beliau Syaikh Al Albani menyatakan hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud, Tirmidzi dan dishahihkannya, An Nasa’i,Ibnu Majah, Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, Ibnu Nashr, Al Faryabi dan Baihaqi, sanadnya shahih.

Berikut hadis Abu Dzar yang kami temukan dalam Sunan Baihaqi juz 2 hal 494 no 4385

عن أبي ذر قال صمنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم رمضان فلم يقم بنا من الشهر شيئا حتى كانت ليلة ثلاث وعشرين قام بنا حتى ذهب نحو من ثلث الليل ثم لم يقم بنا من الليلة الرابعة وقام بنا في الليلة الخامسة حتى ذهب نحو من نصف الليل فقلنا يا رسول الله لو نفلتنا بقية الليل فقال إن الإنسان إذا قام مع الإمام حتى ينصرف كتب له بقية ليلته ثم لم يقم بنا الليلة السادسة وقام السابعة وبعث إلى أهله واجتمع الناس حتى خشينا أن يفوتنا الفلاح قال قلت وما الفلاح قال السحور

Kami berpuasa bersama Rasulullah SAW tetapi Beliau tidak shalat bersama kami sampai tersisa tujuh hari bulan Ramadlan. Beliau shalat bersama kami sampai sepertiga malam. Kemudian pada sisa malam keenam dari bulan Ramadhan Beliau tidak shalat bersama kami. Dan Beliau shalat bersama kami pada sisa malam kelima sampai tengah malam. Lalu kami bertanya : “Wahai Rasulullah, seandainya engkau shalat sunnah bersama kami pada sisa malam ini.” Beliau menjawab “Barangsiapa berdiri untuk shalat bersama imam sampai dia (imam) berpaling, maka dituliskan baginya shalat sepanjang malam.” Kemudian setelah itu beliau tidak shalat bersama kami sampai tinggal tersisa tiga malam Ramadhan. Beliau shalat bersama kami pada sisa malam yang ketiga dan beliau memanggil keluarga dan istrinya. Beliau shalat bersama kami sampai kami mengkhawatirkan Falaah. Abu Dzar RA ditanya “Apa Falaah itu ?” Beliau menjawab “Falaah adalah Sahur.”.

.

.

Hadis ini adalah penjelas yang baik terhadap Hadis Nu’man bin Basyir. Kata-kata Abu Dzar RA tetapi Beliau tidak shalat bersama kami sampai tersisa tujuh hari bulan Ramadlan menunjukkan bahwa Rasulullah SAW terbiasa shalat malam sendiri di bulan Ramadhan. Dan pada malam ke-23, ke-25 dan ke-27 Beliau memang shalat bersama sahabat. Hadis Abu Dzar membuktikan pernyataan kami bahwa pada malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama mereka.

  • Kemudian pada sisa malam keenam dari bulan Ramadhan Beliau tidak shalat bersama kami. Ini malam ke-24.
  • Kemudian setelah itu beliau tidak shalat bersama kami sampai tinggal tersisa tiga malam Ramadlan. Artinya malam ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama Sahabat Nabi SAW.

.

.

Mengapa pada malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama sahabat?. Hal ini ada dua kemungkinan yang terpikirkan oleh kami

  • Rasulullah SAW tidak shalat di masjid atau shalat di rumah
  • Rasulullah SAW shalat di masjid tetapi beliau ingin shalat sendiri atau tidak mau shalat berjamaah pada saat itu.

Kedua kemungkinan tersebut sama mungkinnya walaupun kami cenderung pada yang kedua karena berdasarkan dalil yang shahih dijelaskan bahwa pada 10 terakhir bulan Ramadhan Rasulullah SAW sedang beri’tikaf di Masjid.

وَعَنْهَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا ا: أَنَّ اَلنَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Dia (Aisyah RA) bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri Beliau beri’tikaf sepeninggalnya. Mutaffaq Alaih.(Bulughul Maram Ibnu Hajar Kitab Puasa Bab I’tikaf dan Ibadah di Bulan Ramadhan hadis no 699).

.

Jadi pada malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW berada di masjid untuk I’tikaf tetapi beliau ingin shalat sendiri atau tidak berjamaah. Hal ini kemungkinan karena beliau tidak ingin terus-terusan shalat berjamaah. Oleh karena itu kami lebih cenderung bahwa Hadis Abu Dzar RA dan Nu’man bin Basyr RA menetapkan kebolehan shalat tarawih berjamaah bukan berarti sangat dianjurkan.

.

.

.

.

Shalat Tarawih Di Rumah Lebih Utama

Pada bagian pertama telah dijelaskan bahwa shalat Tarawih adalah Shalat sunah di malam bulan Ramadhan yang sangat di anjurkan Nabi SAW. Mengenai pelaksanaannya boleh dilakukan secara sendiri ataupun berjamaah. Pada hadis Abu Dzar terdapat sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa berdiri untuk shalat bersama imam sampai dia (imam) berpaling, maka dituliskan baginya shalat sepanjang malam.”. Kata-kata ini dijadikan dasar bahwa shalat tarawih berjamaah sangat dianjurkan. Padahal kata-kata itu justru menyatakan bahwa Shalat berjamaah juga memiliki pahala tersendiri. Bukankah pada malam-malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat berjamaah bersama mereka. Jadi kata-kata Rasulullah SAW itu menunjukkan bahwa shalat berjamaah itu dibolehkan dan memiliki pahala tersendiri.

.

.

Mengenai mana yang lebih utama maka terdapat dalil yang jelas dari Rasulullah SAW bahwa shalat sunah di rumah lebih utama.

Seperti yang dinyatakan dalam Shahih Bukhari juz 8 hal 27 no 6113

.

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ احْتَجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَيْرَةً مُخَصَّفَةً أَوْ حَصِيرًا فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيهَا فَتَتَبَّعَ إِلَيْهِ رِجَالٌ وَجَاءُوا يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ ثُمَّ جَاءُوا لَيْلَةً فَحَضَرُوا وَأَبْطَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُمْ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ وَحَصَبُوا الْبَابَ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ مُغْضَبًا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا زَالَ بِكُمْ صَنِيعُكُمْ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُكْتَبُ عَلَيْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ

Dari Zaid bin Tsabit RA bahwa Rasulullah SAW memasang tenda dari tikar pada sebuah tempat di masjid sehingga menjadi sebuah tempat untuk beliau shalat malam. Beberapa sahabat datang dan mereka shalat di belakang Nabi SAW. Kemudian pada malam berikutnya mereka datang lagi kesana tetapi Rasulullah SAW terlambat dan tidak keluar menemui mereka. Sehingga mereka mengeraskan suara mereka dan melempar pintu dengan batu kecil. Rasulullah SAW keluar dan berkata kepada mereka dengan marah “Janganlah demikian karena aku mengira (khawatir) bahwa shalat ini akan diwajibkan bagimu. Oleh sebab itu shalatlah di rumahmu masing-masing karena sebaik-baik shalat adalah di rumah kecuali shalat wajib”.

Bagi kami, Hadis ini jelas menyatkan shalat tarawih di rumah lebih utama dan Rasulullah SAW membolehkan shalat tarawih berjamaah.

Rentruksi Shalat Tarawih Rasulullah SAW

Rekontruksi ini bertujuan untuk mengetahui dengan lebih jelas bagaimana sebenarnya shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sepanjang hidup beliau. Dalam hal ini kami hanya memanfaatkan data yang ada dan membuat perkiraan yang mungkin. Rekontruksi ini berlandaskan pada hadis-hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA yang memang menggambarkan shalat tarawih yang dilakukan Rasulullah SAW.

Pernahkah terpikir oleh anda setelah membaca hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA, yaitu kapan tepatnya peristiwa itu terjadi?. Jika kita membuat perkiraan lebar maka kita bisa berasumsi

  • Asumsi waktu paling maksimal bahwa peristiwa hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA terjadi bertepatan denganawal diperintahkannya berpuasa yaitu pada tahun ke-2 H. Dari waktu ini sampai Nabi SAW wafat kami asumsikan ada lebih kurang 8 Ramadhan.
  • Asumsi waktu paling minimal bahwa peristiwa hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA terjadi pada tahun terakhir ketika Nabi SAW hidup, jadi hanya satu Ramadhan.

Jika satu Ramadhan ada lebih kurang 30 hari maka

  • Dengan asumsi waktu paling maksimal, maka Nabi SAW melaksanakan shalat tarawih berjamaah selama 3 hari berdasarkan hadis Aisyah RA ditambah 3 hari di malam ganjil ke-23, ke-25, ke-27 berdasarkan hadis Abu Dzar dan selebihnya tidak berjamaah atau di rumah. 8 Ramadhan berarti 240 hari. Jadi 6 hari dari 240 hari atau lebih kurang 2,5%.
  • Dengan asumsi waktu paling minimal yaitu satu Ramadhan maka kemungkinannya adalah 6 hari dari 30 hari yaitu 20 %.

Dengan kata lain jika dibuat interval maka shalat tarawih berjamaah yang dilakukan oleh Nabi SAW berkisar di antara 2,5%-20% dan justru 80%-97,5% shalat tarawih dilakukan Rasulullah SAW dengan tidak berjamaah atau di rumah. Jadi ini membuktikan bahwa Rasulullah SAWterbiasa shalat tarawih di rumah yang sesuai dengan perkataan Beliau bahwa Shalat terbaik adalah di rumah kecuali shalat wajib.

Kesimpulan

Karena Tulisan ini masih bersambung maka kami hanya menyimpulkan jawaban dari pertanyaan judul di atas Apakah Shalat Tarawih Harus Berjamaah?.Jawabannya tidak harus, Shalat sendiri atau berjamaah dibolehkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan dalil-dalil yang shahih.

Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Ketiga

Posted on by secondprince

Benarkah Shalat Tarawih Itu Bid’ah?

.

Daftar Isi

Muqaddimah

Ulasan Singkat Tentang Bid’ah

Hadis Shalat Tarawih Bid’ah

  • Penjelasan Hadis
  • Bid’ah Tarawih Masa Kini

Hadis Sunnah Khulafaur Rasyidin

Kemusykilan Hadis

Hadis Ikuti Abu Bakar RA dan Umar RA

  • Hadis Hudzaifah RA
  • Hadis Ibnu Mas’ud RA
  • Hadis Anas RA
  • Hadis Abu Darda RA

Kesimpulan

.

.

Muqaddimah
Bid’ah secara sederhana berarti setiap perkara yang baru atau diada-adakan. Konsep bid’ah ini juga menjadi masalah yang cukup diperselisihkan oleh sebagian golongan. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat dan sebagian lain justru mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang baik(bid’ah hasanah)dan ada yang sesat (bid’ah dhalalah). Masing-masing pihak mengklaim bahwa merekalah yang benar. Dalam hal ini akar masalah sebenarnya terletak pada konsep bid’ah yang dipahami oleh masing-masing pihak.

.

.

Ulasan Singkat Tentang Bid’ah
Bid’ah memiliki beragam pengertian sehingga pemahaman akan luasnya terminologi bid’ah sangat penting. Salafy bisa dikatakan adalah golongan yang menyatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat. Mereka berpegang pada pernyataan Imam Syatibi bahwa tidak ada pembagian berupa bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Hal ini ditolak oleh sebagian kalangan dari Ahlus Sunnah yang justru berpegang pada pernyataan Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi menjadi bid’ah hasanah dan dhalalah.

Mari kita lihat sejauh apa keragaman konsep bid’ah

  • Bid’ah bisa berarti suatu syariat yang diada-adakan dan tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain syariat yang tidak ada tuntunannya baik dari Al Qur’an maupun Hadis. Inilah bid’ah yang dimaksud dalam kata-kata Setiap bid’ah itu sesat.
  • Bid’ah bisa berarti amalan baru yang dilakukan dalam kerangka Sunnah.
  • Bid’ah bisa berarti melaksanakan Sunnah dengan cara yang baru atau modifikasi dari Sunnah.
  • Bid’ah bisa berarti segala hal baru yang sifatnya umum dan memang tidak ada di zaman Rasulullah SAW.

Shalat dengan menggunakan bahasa Indonesia adalah temasuk bid’ah jenis pertama yang sudah jelas kekeliruannya. Perayaan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah jenis kedua yang dilakukan dalam kerangka Sunnah. Sedangkan Pembukuan Al Quran dan Hadis adalah bid’ah jenis ketiga karena sudah dimaklumi bahwapenulisan Al Quran dan Hadis adalah Sunnah hanya saja menuliskannya dengan cara tertentu adalah modifikasi dari Sunnah yang ada. Untuk bid’ah jenis terakhir maka itu semua terkait dengan banyaknya hal baru yang memang tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Seperti Shalat di atas sajadah, Azan dengan pengeras suara,berzikir dengan tasbih, dan lain-lain. Jadi pengertian terhadap bid’ah jenis apa yang dibicarakan sangat penting untuk mencegah salah pengertian.

.

Perlu diingatkan pembagian di atas bukanlah harga mati yang berarti sudah pasti benar atau tidak akan ada yang lainnya. Sebuah kata terkadang bersifat dinamis dan menyejarah sehingga bersikap kaku dan bersikeras pada sudut pandang sendiri hanyalah mengundang kesalahpahaman yang akhirnya menjurus pada pertentangan. :mrgreen:

.

.

Hadis Shalat Tarawih Bid’ah
Baik kita cukupkan disini saja ulasan singkat tentang bid’ah dan mari kita kembali pada pokok bahasan Shalat Tarawih. Ada hadis yang cukup terkenal dalam masalahShalat Tarawih yang disebut bid’ah. Hadis tersebut kami ambil dari Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Di Malam Bulan Ramadhan Bab Shalat Di Malam Hari hadis no 250 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi

حدثني مالك عن بن شهاب عن عروة بن الزبير عن عبد الرحمن بن عبد القارىء أنه قال خرجت مع عمر بن الخطاب في رمضان إلى المسجد فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلى الرجل لنفسه ويصلى الرجل فيصلي بصلاته الرهط فقال عمر والله إني لأراني لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل فجمعهم على أبي بن كعب قال ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم فقال عمر نعمت البدعة هذه والتي تنامون عنها أفضل من التي تقومون يعني آخر الليل وكان الناس يقومون أوله

Malik menyampaikan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdurrahman bin Abdul Qari yang berkata “Aku keluar ke masjid bersama Umar bin Khattab pada suatu malam di bulan Ramadlan, maka kami dapati orang-orang terpencar dalam beberapa kelompok. Beberapa orang shalat sendirian sedangkan yang lainnya shalat dalam kelompok-kelompok kecil. Umar berkata “Demi Allah, Sesungguhnya aku berpendapat akan lebih baik kalau aku mengumpulkan mereka pada satu imam”. Kemudian beliau mengumpulkan mereka di belakang Ubay bin Ka’ab. Keesokan malamnya aku (Abdurrahman) keluar bersama beliau, dan orang-orang shalat bersama satu imam. Maka Umar berkata “Ini adalah sebaik-baik bid’ahakan tetapi yang engkau tidak peroleh ketika engkau tidur adalah lebih baik daripada yang engkau peroleh dari shalat. Maksudnya adalah bagian terakhir dari malam hari karena orang-orang itu shalat di awal malam”.

.

.

Penjelasan Hadis
Hadis di atas menjelaskan keadaan shalat Tarawih pada zaman Umar bin Khattab RA. Pada mulanya Umar melihat orang-orang terpisah dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut terdiri dari

  • Orang-orang yang shalat sendirian
  • Orang-orang yang shalat bersama dalam kelompok kecil

Cara shalat orang-orang yang berbeda-beda ini adalah sesuai dengan apa yang telah Rasulullah SAW tinggalkan bahwa “Dianjurkan shalat sendirian dan dibolehkan untuk berjamaah”. Hal ini telah kita bahas dalam pembahasan bagian kedua.

.
Kemudian Umar mempunyai pendapat tersendiri yang menurutnya lebih baik. Umar berkata “Demi Allah, Sesungguhnya aku berpendapat akan lebih baik kalau aku mengumpulkan mereka pada satu imam”. Kemudian Beliau memerintahkan orang-orang untuk berkumpul di belakang Ubay bin Ka’ab RA. Hal ini adalah pendapat Umar dan memiliki dua sisi yang luput dari pengamatan sebagian orang.

  • Sisi Nonbid’ah yaitu Shalat berjamaah dengan satu Imam memang pernah terjadi di masa Rasulullah SAW dalam arti hal tersebut dibolehkan.
  • Sisi Bid’ah yaitu Penetapan atau perintah mengumpulkan orang-orang dalam satu imam adalah hal yang tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW. Rasulullah SAW telah memberi keluasan dalam pelaksanaan shalat malam dengan memberikan anjuran yang memudahkan yaitu shalat sendirian tetapi membolehkan shalat berjamaah.

Oleh karena itu bisa dimengerti mengapa Umar RA mengeluarkan kata-kata Ini adalah sebaik-baik bid’ah. Dalam pandangan Beliau sendiri apa yang dilakukannya memang memiliki unsur bid’ah atau baru. Selain itu beliau juga berpendapat bahwaorang-orang yang tidur atau tidak ikut shalat berjamaah dengan niat shalat di akhir malam adalah lebih baik daripada mereka yang ikut shalat berjamaah. Hal ini tampak jelas dari kata-kata Beliau akan tetapi yang engkau tidak peroleh ketika engkau tidur adalah lebih baik daripada yang engkau peroleh dari shalat. Maksudnya adalah bagian terakhir dari malam hari karena orang-orang itu shalat di awal malam”.

.

.
Dari Hadis ini kami menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Umar RA adalah pendapatnya sendiri dan memang bid’ah. Lagipula sepertinya Umar RA sendiri tidak ikut ambil bagian dari shalat berjamaah yang ia perintahkan

Tentu saja kita harus berhati-hati di bagian ini karena ada sebagian orang yang mudah sekali salah paham dan melihat sahabat Nabi SAW sebagai pribadi yang tidak boleh dikomentari atau dikritik. Bid’ah yang dilakukan Umar adalah Ia menetapkan sesuatu yang justru dibolehkan. Shalat tarawih berjamaah itu dibolehkan tetapi bukan berarti sangat dianjurkan. Penetapan dan perintah melaksanakan shalat tarawih berjamaah adalah sesuatu yang baru atau bid’ah tetapi bid’ah ini tidak di tentang oleh para sahabat karena sesuatu yang ditetapkan atau diperintahkan itu sendiri memang dibolehkan di masa Rasulullah SAW. Walaupun begitu kita sudah melihat bahwa Umar sendiri tidak memandang hal tersebut sebagai yang terbaik karena menurutnya mereka yang tidur dan tidak ikut shalat berjamaah dengan tujuan shalat di akhir malam adalah lebih baik dibanding mereka yang shalat berjamaah. Jadi bid’ah yang dimaksud bukanlah jenis bid’ah yang pertama bin dhalalah tetapi bid’ah dalam arti Modifikasi dari Sunnah. Modifikasi itu maksudnya Umar RA menetapkan atau memerintahkan sesuatu dimana Rasulullah SAW hanya membolehkannya.

.

.

Bid’ah Tarawih Masa Kini
Hal ini sangat penting untuk dipahami dengan baik. Shalat Tarawih berjamaah sekarang sudah menjadi tradisi yang berubah nilainya. Dari sesuatu yang dibolehkan menjadi sesuatu yang sangat dianjurkan. Tidak jarang kami dapati kebanyakan orang tidak tahu kalau shalat tarawih malah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah walaupun tetap dibolehkan berjamaah di masjid.

Sebagian orang juga berpikir bahwa shalat tarawih berjamaah adalah shalat tarawih yang paling baik dan lebih baik dibanding dilakukan di rumah. Sehingga tidak jarang kami melihat ketimpangan yang aneh yaitu dimana orang-orang berbondong-bondong bersegera kemasjid untuk melaksanakan shalat tarawih berjamaah dibandingkan dengan ketika waktu-waktu shalat wajib (selain Isya’ tentunya) . Padahal justru Shalat wajib benar-benar ditekankan oleh Rasulullah SAW untuk berjamaah.

Apalagi kalau ada yang berpandangan bahwa shalat tarawih berjamaah itu merupakan kontinuitas yang harus dilakukan selama bulan Ramadhan maka kami jelas-jelas tidak setuju. Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah secara kontinu melaksanakan atau memerintahkan shalat Tarawih berjamaah.

Oleh karena itu sekali lagi kami tekankan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan menghidupkan malam bulan Ramadhan yaitu dengan shalat malam yang terserah mau dilakukan bagaimana baik sendiri ataupun berjamaah. Shalat tarawih sebaiknya dilakukan sendiri di rumah tetapi Rasulullah SAW tidak melarang pelaksanaannya secara berjamaah. Shalat Tarawih berjamaah adalah Sunnah yang dibolehkan

.

.

Hadis Sunah Khulafaur Rasyidin
Sebagian orang mengklaim bahwa apa yang dilakukan Umar RA juga adalah Sunnah dengan menyatakan bahwa hal tersebut termasuk Sunnah Khulafaur Rasyidin. Mereka berdalil dengan hadis berikut

عن أبي نجيح العرياض ين سارية رضي الله عته ، قال : وعظنا رسول الله عليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب ، وذرفت منها العيون ، فقلنا : يا رسول الله ! كأنها موعظة مودع فأوصنا قال : أوصيكم بتقوي الله ، والسمع والطاعة وإن تأمر عليكم عبد ، فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ ، وإباكم ومحدثات الأمور ، فإن كل بدعة ضلالة.

Dari Abi Najih Irbadh bin Sariyah RA yang berkata : Rasulullah SAW memberikan kita sebuah nasehat mendalam yang menyebabkan hati bergetar dan air mata bercucuran, lantas kami berkata ”Wahai Rasulullah, Seakan-akan nasehat anda ini seperti nasehat perpisahan, berikanlah wasiat kepada kami.” Rasulullah SAW bersabda : ”Aku berwasiat kepada kalian agar kalian selalu bertakwa kepada Allah SWT, mendengar dan taat kepada penguasa kalian walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak, karena sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku nanti akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpeganglah kalian dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk.Gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian dan tinggalkan oleh kalian perkara-perkara baru di dalam agama karena setiap bid’ah itu adalah kesesatan.”

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi juz 5 hal 44 hadis no 2676 dan beliau berkata “hadis tersebut hasan shahih”. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah juz 1 hal 15 hadis no 42&43 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi dan dinyatakan shahih oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan Abu Daud juz 2 hal 610 hadis no 4607 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak Ash Shahihain juz 1 hal 95-96 hadis no 329 dan beliau nyatakan shahih serta disepakati oleh Adz Dzahabi. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmadjuz 4 hal 126 hadis no 17182, no 17184 dan no 17185 dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Hadis tersebut juga dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Kitabnya Silsilah Al Hadis Ash Shahihah no 937.
.

.

Kemusykilan Hadis

Seperti yang disebutkan di atas hadis tersebut adalah hadis yang shahih dan telah dinyatakan shahih oleh banyak ulama hadis. Mari kita bahas hadis tersebut, Hadis tersebut menjelaskan akan adanya perselisihan yang banyak dan untuk itu umat islam diharuskan berpegang pada Sunnah Rasulullah SAW dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Jadi ada dua hal yang harus dilakukan

  • Berpegang Pada Sunnah Rasulullah SAW
  • Berpegang Pada Sunnah Khulafaur Rasyidin

Zahir teks hadis menyatakan harus taat atau berpegang pada keduanya. Mengenai sunnah Rasulullah SAW tentu saya rasa kita sudah sama-sama tahu tetapi bagaimana dengan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Sayangnya Rasulullah SAW tidak menjelaskan siapa Khulafaur Rasyidin yang dimaksud.

  • Islam Sunni mengklaim bahwa Khulafaur Rasyidin yang dimaksud adalah Abu Bakar RA, Umar RA, Usman RA dan Ali RA.
  • Islam Syiah kebanyakan menolak hadis ini, walaupun ada juga yang menerima dan menyatakan kalau Khulafaur Rasyidin yang dimaksud adalah Ahlul Bait AS.

Sebenarnya kami punya pandangan khusus soal hadis ini. Tapi itu cerita lain untuk saat ini :mrgreen:

.

.
Maksudnya Hal itu mungkin akan membutuhkan pembahasan tersendiri tetapi poin yang akan kami tekankan disini adalah Tidak ada dalil yang jelas dari Rasulullah SAW bahwa Umar RA adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud. Jadi siapakah Khulafaur Rasyidin tersebut?

  • Jika pengertian Khulafaur Rasyidin adalah terbatas pada Khalifah-khalifah sepeninggal Rasulullah SAW maka mengapa Muawiyah, Yazid dan seterusnya tidak termasuk di dalamnya. Apakah dengan begitu maka yang namanya Sunnah akan terus bertambah selama Khalifah terus berganti? Bukankah setelah Rasulullah SAW wafat maka yang namanya Syariat sudah tidak akan bertambah lagi.
  • Jika memang Umar RA adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud lalu mengapa didapati beliau melarang sesuatu yang sudah ditetapkan sebagai Sunnah Rasul seperti halnya Haji Tamattu’. Mengapa Sunnah Rasul dan Sunnah Khulafaur Rasyidin menjadi kontradiktif? Akankah Rasulullah SAW menyuruh berpegang pada dua hal yang kontradiktif.
  • Jika keempat Khalifah tersebut adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud maka mengapa didapati bahwa mereka berempat juga berselisih mengenai suatu hal. Sehingga permasalahannya adalah apakah kita harus berpegang pada hal-hal yang berselisih.

Di antara para Ulama yang beranggapan bahwa keempat Khalifah tersebut Khulafaur Rasyidin, mereka melakukan penakwilan terhadap hadis ini diantaranya

  • Ibnu Hazm Al Andalusi dalam kitabnya Al Ihkam Fi Ushul Al Ahkam juz 6 hal 72 sampai dengan hal 78 telah membahas panjang lebar soal hadis ini dan akhirnya beliau menyimpulkan yaitu Mengikuti mereka dalam mencontoh sunnah Rasulullah SAW. Demikianlah yang benar dan hadits ini tidak sama sekali menunjukkan kecuali kemungkinan ini.
  • Syaikh Al Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata bahwa Yang dimaksud dengan sunnah para Khulafaur Rasyidin adalah jalan hidup mereka yang sesuai dengan jalan hidup Rasulullah SAW.

Jika memang hal ini adalah seperti yang dikatakan oleh para Ulama tersebut maka kami katakan lalu untuk apa Rasulullah SAW berkata SunnahKu dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Bukankah cukup dengan menyatakan SunnahKu saja.

.

.
Dan yang lebih musykil lagi adalah penakwilan sebagian orang bahwa Sunnah Khulafaur Rasyidin itu adalah Pemahaman para sahabat terhadap agama islam, karena mereka berada diatas apa yang di bawa Nabi mereka SAW. Hal ini kami nyatakan aneh karena

  • Berdasarkan hadis diatas Justru sahabat Nabi SAW itu sendiri adalah pihak yang diberi nasehat oleh Rasulullah SAW untuk berpegang pada Sunnah Rasul dan Sunnah Khulafaur Rasyidin.
  • Pernyataan itu adalah generalisasi yang tidak berdasar dan justru bertentangan dengan pengkhususan sebagian ulama bahwa Khulafaur Rasyidin adalah keempat khalifah seperti yang telah disebutkan.

Baiklah kita cukupkan sampai disini pembahasan hadis ini karena jika diteruskan maka lembaran ini akan terlalu panjang dan terlalu meluas ke mana-mana. Singkatnya jika seseorang ingin menyatakan bahwa Umar RA adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud maka ia harus membawakan dalil bahwa Rasulullah SAW memang menegaskan hal itu dan sayangnya sejauh ini kami tidak mendapati dalil tersebut.

.

.

.

Hadis Ikuti Abu Bakar dan Umar
Ada hadis lain yang sering dijadikan dasar bahwa perbuatan Umar RA tersebut adalah Sunnah yang harus diikuti yaitu Hadis yang menyatakan untuk mengikuti Abu Bakar dan Umar. Hadis ini diriwayatkan oleh

  • Hudzaifah RA
  • Ibnu Mas’ud RA
  • Anas RA dan
  • Abu Darda RA.

Semua jalannya tidak satupun terlepas dari cacat. Berikut pembahasan satu-persatu hadis tersebut.

Hadis Hudzaifah RA
Hadis Hudzaifah RA ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad juz 5 hal 385 hadis no 23324 dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan hadis tersebut hasan dengan syawahid tetapi sanad hadisnya dhaif. Diriwayatkan dalam Sunan Tirmidzi juz 5 hal 609-610 hadis no 3662, 3663, dan 3799 berkata Imam Tirmidzi pada hadis no 3662“hadis hasan” dan Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadis ini pada hadis no 3663 dan 3799. Diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah juz 1 hal 37 hadis no 97 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi dan beliau nyatakan shahih. Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 3 hal 75 hadis no 4451, 4452, 4453, 4454, dan 4455. Hadis ini juga dinyatakan shahih oleh Al Hakim.

عن حذيفة بن اليمان قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إني لا أدري ما قدر بقائي فيكم . فاقتدوا باللذين من بعدي وأشار إلى أبي بكر وعمر

Dari Hudzaifah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan bersama kalian maka ikutilah jejak dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar”

Hadis di atas diriwayatkan dengan sanad yang bermuara

  • Dari Abdul Malik bin Umair dari Rib’i bin Hirasy dari Hudzaifah atau
  • Dari Abdul Malik bin Umair dari mawla Rib’i dari Rib’i dari Hudzaifah RA.

Perawi hadis ini adalah perawi yang dikenal tsiqat kecuali Abdul Malik bin Umair, beliau diperselisihkan, sebagian mentsiqahkannya dan sebagian melemahkannya yaitu Imam Ahmad, Ibnu Main dan Abu Hatim. Dalam hal ini kami cenderung pada mereka yang mentsiqahkan Abdul Malik.

Oleh karena itu hadis Hudzaifah seharusnya bersanad shahih. Tetapi hadis tersebut memiliki Illat(cacat) yaitu sanadnya munqathi atau terputus. Rib’i bin Hirasy tidak mendengar dari Hudzaifah RA. Hal ini dinyatakan oleh Al Manawi dalam Faidh Al Qadhir Syarh Jami’ As Saghir juz 2 hal 72 no 1318 beliau berkata

قال ابن حجر : اختلف فيه على عبد الملك وأعله أبو حاتم وقال البزار كابن حزم لا يصح لأن عبد الله لم يسمعه من ربعي وربعي لم يسمعه من حذيفة ، لكن له شاهد.

Ibnu Hajar berkata “Abdul Malik diperselisihkan keadaannya dan dicacatkan oleh Abu Hatim. Al Bazzar dan Ibnu Hazm berkata hadis ini tidak shahih karena Abdul Malik tidak mendengar dari Rib’i dan Rib’i tidak mendengar dari Hudzaifah, tetapi hadis ini memiliki pendukung.

.

Hal senada juga dinyatakan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam Tatabbu’ Al Auham Allati Sakata ’Alaiha Adz Dzahabi Kama Fil Mustadrak hadis no 4513 yang menyatakan ”Rib’i bin Hirasy tidak mendengar dari Hudzaifah”

Oleh karena itu mereka yang menshahihkan hadis ini adalah keliru karena hadis tersebut sanadnya terputus dan sudah jelas dhaif.

Syaikh Al Albani telah memasukkan hadis Hudzaifah dalam Kitabnya Silsilah Al Hadis Ash Shahihah no 1233 dan menjadikan hadis Ibnu Mas’ud dan Hadis Anas sebagai syahid atau pendukung hadis tersebut. Dalam hal ini kami nyatakan Syaikh Al Albani telah keliru karena semua hadis itu benar-benar cacat hadisnya.

.

.
Hadis Ibnu Mas’ud RA

Hadis Ibnu Mas’ud ini diriwayatkan dalam Sunan Tirmidzi juz 5 hal 672 hadis no 3805 dan dalam Al Mustadrak Al Hakim hadis no juz 3 hal 75 hadis no 4456.

عن ابن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم افتدوا باللذين من بعدي من أصحابي أبي بكر و عمر واهتدوا بهدي عمار وتمسكوا بعهد ابن مسعود

Dari Ibnu Mas’ud RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda ”Ikutilah jejak dua orang setelahku Abu Bakar dan Umar. Jadikan pegangan oleh kalian petunjuk Ammar dan peganglah wasiat Ibnu Mas’ud.

.

.

Hadis ini juga memiliki cacat dalam sanadnya yaitu

  • Dalam sanad hadis ini terdapat Ibrahim bin Ismail bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, beliau dhaif hadisnya seperti yang dinyatakan Ibnu Hajar dalam Taqrib At Tahdzib juz 1 hal 53 no 149.
  • Dalam hadis ini Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya Ismail yang merupakan perawi matruk atau ditinggalkan hadisnya seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib juz 1 hal 100 no 494 dan hal ini juga dinyatakan Adz Dzahabi dalam Al Mughni Ad Dhuafa no 734.
  • Dalam hadis ini Ismail meriwayatkan dari ayahnya Yahya bin Salamah bin Kuhail. Adz Dzahabi dalam Al Mughni Adh Dhu’afa no 6977 mengutip Abu Hatim mengatakan Yahya adalah munkar al hadis, ditinggalkan hadisnya oleh An Nasa’i dan dinyatakan dhaif hadisnya oleh Al Uqaili.

Oleh karena itu hadis ini benar-benar dhaif dan tidak tepat dijadikan syahid atau pendukung hadis Hudzaifah. Syaikh Al Albani dalam Misykat Al Mashabih juz 3 hal 358 no 6221 menyatakan hadis Ibnu Mas’ud ini dhaif tetapi anehnya di tempat yang lain beliau malah memasukkan hadis ini dalam Shahih Jami’As Saghir no 1144. Hadis Ibnu Mas’ud ini dinyatakan oleh Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak”sanadnya wahin” (lemah hadisnya) dan begitu pula yang dikatakan oleh Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Tatabbu’ Al Auham Allati Sakata ’Alaiha Adz Dzahabi Kama Fil Mustadrak hadis no 4518.

.

.

Hadis Anas RA
Mengenai hadis Anas matannya sama dengan matan hadis Ibnu Mas’ud. hadis ini juga dhaif sanadnya dan diriwayatkan oleh Ibnu Adiy dalam Al Kamil juz 2 hal 666 dengan sanad dari Amr bin Harim dari Anas. Amr bin Harim tidaklah bertemu dengan satu sahabatpun jadi sanadnya terputus.
Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Ahadits Mu’allah Zhahiruha Ash Shihhah hal 118 telah mendhaifkan hadis Hudzaifah Ikuti Abu Bakar dan Umar. Beliau berkata

”Apa yang disebutkan bahwa hadis Ibnu Mas’ud dan hadis Anas saling mendukung tidaklah benar karena sanad hadis itu terputus sehingga keduanya sama-sama parah dalam kedhaifannya”

.

.

Hadis Abu Darda RA
Kami juga menemukan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Abu Darda RA dalamMajma Az Zawaid juz 9 hal 40 no 14356

عن أبي الدرداء قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
اقتدوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر فإنهما حبل الله الممدود ومن تمسك بهما فقد تمسك بالعروة الوثقى التي لا انفصام لها

Dari Abu Darda RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda ”Ikutilah dua orang setelahku Abu Bakar dan Umar sebab keduanya adalah tali Allah yang memanjang. Siapa yang berpegang pada keduanya maka dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat dan tidak akan lepas”.

Hadis ini dhaif sanadnya karena terdapat perawi yang tidak dikenal. Al Haitsami berkata tentang hadis ini

رواه الطبراني وفيه من لم أعرفهم

Hadis riwayat Thabrani dan di dalamnya terdapat perawi yang tidak aku kenal
Hadis Abu Darda RA ini juga dinyatakan dhaif oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadis Adh Dhaifah no 2330.

.

.

.

Kesimpulan
Pada bagian ketiga ini kami akan menyimpulkan beberapa hal yaitu

  • Perbuatan Umar RA yang memerintahkan atau mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih berjamaah di masjid adalah bid’ah tetapi bukan berarti itu adalah sesat.
  • Dalam hal ini perintah Umar RA itu bukan berarti menghidupkan sunnah dan tidak pula merupakan hal yang sangat dianjurkan karena seperti yang kami katakan sebelumnya Shalat Tarawih berjamaah adalah sesuatu yang dibolehkan oleh Nabi SAW.
  • Menurut Umar RA, mereka yang tidur dan tidak ikut shalat tarawih berjamaah dengan tujuan shalat di akhir malam adalah lebih baik daripada mereka yang shalat tarawih berjamaah.

Salam Damai

Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Keempat

Kontroversi Rakaat Shalat Tarawih

.

Daftar Isi

Muqaddimah

Hadis Rakaat Shalat Tarawih Rasulullah SAW

  • Hadis 23 Rakaat Shalat Tarawih
  • Hadis 11 Rakaat Shalat Tarawih

Hadis 11 Rakaat Shalat Malam Rasulullah SAW

Hadis 13 Rakaat Shalat Malam Rasulullah SAW

  • Penakwilan Ulama Pro 11
  • Catatan Atas Penakwilan Yang Keliru

Hadis Perintah Umar RA

  • Hadis Muhammad bin Yusuf
  • Hadis Yazid bin Khasifah

Kesimpulan

.

.

Muqaddimah

Sepertinya hal yang seringkali diperdebatkan dalam masalah Shalat Tarawih adalah mengenai Berapa rakaat sebenarnya shalat Tarawih. Sudah cukup dikenal adanya dua kubu pendapat soal ini. Ada yang berpandangan bahwa Shalat Tarawih itu 8 rakaat ditambah witir jadi 11 rakaat dan ada juga yang berpandangan bahwa Shalat Tarawih itu 20 rakaat ditambah witir jadi 23 rakaat.

Hal ini adalah masalah klasik yang sering diungkit-ungkit. Sebenarnya tidak jadi masalah apapun pandangan jika memang ada dasarnya. Justru yang patut diberikan catatan adalah sikap Ifrath(berlebihan) yang tampak pada sebagian Ulama sehingga berkesan menyudutkan pihak lain. Seperti contohnya Syaikh Al Albani dalam Risalah Shalatut Tarawih menyatakan bahwa Shalat Tarawih lebih dari 11 rakaat adalah sama saja dengan melebihkan rakaat shalat wajib. Tentu saja pernyataan ini akan mengundang pertentangan dari pihak yang berpandangan shalat tarawih itu 20 rakaat, salah satunya yaitu Syaikh Ismail Al Anshari yang menulis Risalah khusus untuk menjawab pandangan Syaikh Al Albani tersebut.

.

.

.

Hadis Rakaat Shalat Tarawih Rasulullah SAW

Kami pribadi termasuk mereka yang tidak setuju dengan pandangan Syaikh Al Albani. Ketidaksetujuan kami adalah pada pernyataan bahwa Shalat Tarawih itu adalah shalat sunah mutlak yang jumlah rakaatnya benar-benar ditentukan. Shalat Tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan yang tidak dibatasi secara khusus oleh Nabi SAW. Hal ini karena memang tidak ada hadis shahih dari Nabi SAW mengenai berapa jumlah rakaat shalat Tarawih yang harus dilakukan. Hadis-hadis Nabi SAW yang sering dijadikan hujjah oleh sebagian golongan mengenai rakaat shalat tarawih adalah hadis yang dhaif dan tidak layak dijadikan hujjah yaitu

  • Hadis 23 Rakaat Shalat Tarawih
  • Hadis 11 Rakaat Shalat Tarawih

.

.

Hadis 23 Rakaat Shalat Tarawih

Hadis ini dijadikan dalil oleh sebagian mereka yang mendukung bahwa shalat tarawih itu 23 rakaat. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir dan Baihaqi dalam Sunan Al Kubra. Berikut kami ambil dalam Sunan Baihaqi juz 2 hal 496 hadis no 4391

عن بن عباس قال كان النبي صلى الله عليه و سلم يصلي في شهر رمضان في غير جماعة بعشرين ركعة والوتر

Dari Ibnu Abbas RA yang berkata Nabi SAW melakukan shalat di bulan Ramadhan tidak berjamaah sebanyak dua puluh rakaat dan witir.

Al Baihaqi berkomentar mengenai salah satu perawi hadis ini yaitu Ibrahim bin Usman

أبو شيبه إبراهيم بن عثمان الكوفي وهو ضعيف

Abu Syibah Ibrahim bin Usman Al Kufi, dia dhaif.

Hadis ini memang dhaif karena adanya Abu Syibah Ibrahim bin Usman yang dikenal dhaif

  • Imam Nasa’i dalam Adh Dhu’afa Wal Matrukin no 11 berkata bahwa Ibrahim bin Usman adalah Matruk Al Hadis.
  • Ibnu Hajar dalam At Taqrib juz 1 hal 61 no 215 juga menyatakan bahwa Ibrahim bin Usman matruk(ditinggalkan hadisnya).
  • Imam Bukhari dalam Ad Dhu’afa As Shaghir no 5 menyatakan Ibrahim bin Usman dengan Sakatu ‘anhu yang berarti Ulama mendiamkan hadisnya.
  • Al Uqaili juga memasukkan Ibrahim bin Usman sebagai perawi dhaif dalam kitabnya Ad Dhu’afa no 54.
  • Dalam Mizan Al ‘Itidal biografi no 145 dan Tahdzib At Tahdzib juz 1 biografi no 257 terdapat banyak keterangan ulama yang mencacat Abu Syibah Ibrahim bin Usman. Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Daud, Ibnu Sa’ad, dan Daruquthni mendhaifkan Ibrahim bin Usman. Syu’bah menyatakannya sebagai pendusta. Abu Hatim mengatakan bahwa hadisnya dhaif dan ditinggalkan oleh Ulama. Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad menyatakan Ibrahim bin Usman sebagai Munkar Al Hadis.

Syaikh Al Albani dalam Silsilsah Al Hadis Ad Dhaifah Wal Maudhu’ah hadis no 560 menyatakan hadis tersebut maudhu’ seraya mengutip Al Haitsami, Ibnu Hajar dan Al Hafiz Zaila’i yang mendhaifkan hadis ini. Tetapi ada pernyataan Beliau yang perlu diberi catatan. Beliau mencela matan hadis ini karena bertentangan dengan hadis Aisyah RA dan hadis Jabir RA. Hadis Aisyah RA memang shahih tetapi hadis Jabir RA adalah dhaif. Hadis Jabir RA inilah yang juga dijadikan hujjah oleh Beliau bahwa Shalat Tarawih itu 11 rakaat.

.

Kembali pada hadis Ibnu Abbas RA di atas, hadis tersebut sudah jelas dhaif sehingga tidak layak dijadikan hujjah bahwa rakaat Shalat Tarawih Nabi SAW adalah 23 rakaat. Walaupun begitu kami tetap melihat ada sebagian orang yang tetap membela hadis ini dan menolak pendhaifannya. Hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang sangat jelas dhaifnya dan matruk. Selain itu yang mencacatnya tidak hanya segelintir orang apalagi jika dikatakan hanya Syu’bah yang mengkritik perawi tersebut. Hal ini tidak benar dan dapat dilihat banyak ulama yang mencacat perawinya bahkan Ibnu Hajar benar-benar menyebut perawi tersebut matruk dalam kitabnya At Taqrib. Lagipula beliau Ibnu Hajar telah mendhaifkan hadis ini dalam Fath Al Bari.

Hal lain yang juga patut diberikan catatan adalah Mereka yang berhujjah dengan hadis ini tampaknya hanya terfokus pada jumlah rakaat semata tanpa memperhatikan dengan jelas bahwa kata-kata sebelumnya adalah shalat sendirian atau tidak berjamaah. Jadi jika memang mau berhujjah dengan hadis ini maka seharusnya mereka mengatakan bahwa shalat tarawih Nabi SAW itu adalah sendirian sebanyak 23 rakaat bukan berjamaah dengan 23 rakaat. Jadi cara berdalil seperti itu tampak berkesan Mutilasi Hadis.

.

.

Hadis 11 Rakaat Shalat Tarawih

Hadis ini justru dijadikan hujjah oleh golongan yang menyatakan bahwa shalat tarawih Nabi SAW jumlah rakaatnya adalah 11 rakaat. Yang cukup mengherankan, mereka yang berhujjah dengan hadis ini adalah Ulama hadis yang memiliki kemampuan dalam membedakan hadis shahih dan hadis dhaif. Hadis ini diriwayatkan dalam Mu’jam As Shaghir, Shahih Ibnu Hibban dan Shahih Ibnu Khuzaimah. Berikut matan hadis tersebut dalam Mu’jam As Saghir juz 1 hal 317 no 525

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال صلى بنا رسول الله صلى الله عليه و سلم في شهر رمضان ثمان ركعات وأوتر فلما كانت القابلة اجتمعنا في المسجد ورجونا أن يخرج فلم نزل فيه حتى أصبحنا ثم دخلنا فقلنا يا رسول الله اجتمعنا البارحة في المسجد ورجونا أن تصلي بنا فقال إني خشيت أن يكتب عليكم

Dari Jabir RA yang berkata Rasulullah SAW pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan delapan rakaat dan witir. Pada malam berikutnya kami berkumpul di masjid dan berharap Beliau keluar. Ternyata Beliau tidak keluar sampai waktu fajar. Kemudian kami menemui Beliau SAW dan berkata “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami berkumpul tadi malam dan berharap Engkau dapat shalat bersama kami. Maka Beliau SAW berkata “Sesungguhnya Aku khawatir shalat ini akan diwajibkan bagi kalian”.

Syaikh Al Albani dalam Risalahnya Shalatut Tarawih telah menghasankan hadis ini seraya berkata

رواه ابن نصر والطبراني وسنده حسن بما قبله واشار الحافظ في الفتح وفي التلخيص إلى تقويته وعزاه لابن خزيمة وابن حبان في صحيحهما

Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr dan At Thabrani dengan sanad yang hasan bersama hadis sebelumnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari dan At Talkhis mengisyaratkan bahwa hadits itu shahih, Namun beliau menyandarkan hadits itu kepada Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahih mereka.

.

Dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang dhaif yaitu Isa bin Jariyah

  • Dalam Ad Dhu’afa no 423 An Nasa’i menyatakan hadisnya munkar.
  • Al Uqaili juga memasukkan Isa bin Jariyah dalam kitabnya Ad Dhu’afa no 1421.
  • Dalam Mizan Al ‘Itidal juz 3 no 6555, Ibnu Ma’in berkata “memiliki hadis-hadis mungkar”.An Nasa’i juga menilai hadisnya munkar dan matruk. Abu Zar’ah berkata “La ba’sa bihi”(tidak mengapa).
  • Dalam Al Kasyf no 4368, Adz Dzahabi menyatakan dia diperselisihkan dan Ibnu Ma’in menyatakan hadisnya munkar.
  • Adz Dzahabi memasukkan Isa bin Jariyah dalam Mughni Ad Dhu’afa no 4788, seraya mengutip bahwa Imam Nasa’i menilainya matruk.
  • Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 8 no 384, Abu Daud mengatakan hadisnya munkar. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat .As Saji dan Uqaili mendhaifkannya.

Berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa Isa bin Jariyah adalah Perawi yang Dhaif, Munkar Al Hadis dan Matruk. Beliau telah dicacatkan oleh Ibnu Ma’in, An Nasa’i, Abu Daud, As Saji dan Uqaili. Selain itu Adz Dzahabi juga memasukkannya dalam daftar perawi dhaif. Tetapi Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan Abu Zar’ah hanya menta’dilkan dengan La ba’sa bihi. Pernyataan Ibnu Hibban dan Abu Zar’ah tidak cukup kuat untuk menta’dilkan Isa bin Jariyah karena celaan yang jelas oleh mereka yang mendhaifkannya. Oleh karena itu kami cenderung pada mereka yang mendhaifkan Isa bin Jariyah.

Sepertinya Syaikh Al Albani menghasankan hadis ini karena menurut Beliau hadis ini dikuatkan oleh Hadis Aisyah RA. Kami mempersepsi begitu karena hadis ini sebenarnya hadis dhaif dikarenakan cacat pada Isa bin Jariyah. Hadis Aisyah RA tidak tepat dijadikan syahid atau penguat hadis Jabir RA, kami akan membahas hadis Aisyah RA tersebut pada bagian tersendiri.

Yang perlu diperhatikan adalah hanya kedua hadis di atas yang menjelaskan bagaimana rakaat Shalat Tarawih Nabi SAW dan sebagaimana kita lihat kedua hadis tersebut kedudukannya dhaif. Oleh karena itu tidak berlebihan sekiranya kami simpulkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah memberikan batasan khusus berapa rakaat shalat tarawih yang harus dilakukan.

.

.

.

Hadis 11 Rakaat Shalat Malam Rasulullah SAW

Hadis ini seringkali dijadikan hujjah bahwa Shalat Tarawih itu 11 rakaat. Hadis ini adalah hadis yang shahih dan kami dalam hal ini tidak akan menolak hadis tersebut. Hadis tersebut salah satunya diriwayatkan dalam Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Malam Bab Bagaimana Nabi SAW Shalat Witir hadis no 263 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

وحدثني عن مالك عن سعيد بن أبي سعيد المقبري عن أبي سلمة بن عبد الرحمن بن عوف أنه سأل عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم كيف كانت صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم في رمضان فقالت ما كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة يصلي أربعا فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلي أربعا فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلى ثلاثا فقالت عائشة فقلت يا رسول الله أتنام قبل أن توتر فقال يا عائشة إن عيني تنامان ولا ينام قلبي

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi dari Abu Salama bin Abdurrahman bin Auf bahwa ia bertanya kepada Aisyah RA istri Nabi SAW tentang seperti apa shalat Rasulullah SAW selama bulan Ramadhan. Ia berkata ”Rasulullah SAW tidak shalat lebih dari 11 rakaat di bulan Ramadhan ataupun di bulan lainnya. Beliau shalat 4 rakaat, jangan bertanya kepadaku tentang bagus dan panjangnya. Kemudian Beliau shalat 4 rakaat lainnya, jangan tanya kepadaku tentang bagus dan panjangnya. Kemudian Beliau shalat 3 rakaat. Aisyah RA melanjutkan ”Aku berkata ”Wahai Rasulullah SAW apakah Engkau tidur sebelum Engkau melaksanakan shalat witir?” Beliau berkata ”Aisyah, mataku tidur tapi hatiKu tetap terjaga”.

.

Hadis ini dipakai oleh Syaikh Al Albani dalam Risalah Shalatut Tarawih seolah-olah sebagai hujjah mati bahwa shalat rakaat Nabi SAW adalah 11 rakat dan tidak boleh lebih. Hal ini ditolak oleh mereka dari golongan 23 karena menurut mereka hadis tersebut tidak bicara soal shalat tarawih tapi mengenai shalat malam atau tahajud. Jelas sekali bahwa pendapat mereka ini berdasarkan pada asumsi bahwa shalat tarawih dan shalat tahajud adalah dua shalat yang berbeda, sehingga berbeda pula pensyariatannya. Selain itu dari sini juga kami menyimpulkan bahwa Syaikh Al Albani justru menganggap tidak ada perbedaan antara shalat tarawih dan shalat tahajud sehingga jumlah rakaatnya tidak boleh lebih dari 11.

.

Bisa dikatakan kami tidak menyetujui kedua kubu itu baik 11 atau 23. Kami tidak menyetujui Golongan 11 yang dalam hal ini diwakili Syaikh Al Albani ketika beliau mengatakan bahwa Shalat Tarawih itu 11 rakaat dan tidak boleh lebih dan kami juga tidak menyetujui golongan 23 yang berasumsi bahwa shalat tarawih dan shalat tahajud itu berbeda sehingga masing-masing memiliki syariat khusus. Dalam tulisan bagian pertama kami telah membahas bahwa Shalat Tarawih dan shalat Tahajud pada dasarnya adalah shalat malam yang sama hanya saja waktu pelaksanaannya yang berbeda. Shalat Tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat tahajud adalah shalat malam di bulan lain.

.

Kalau memang shalat tarawih dan tahajud itu sama maka hadis Aisyah RA telah membatasi jumlah rakaat shalatnya yaitu 11 rakaat. Begitukah pikiran anda?. Jawabannya Tidak. Karena berbagai alasan berikut.

  • Hadis tersebut menjelaskan tentang sebuah kesaksian yaitu kesaksian Aisyah RA mengenai shalat malam Rasulullah SAW di bulan Ramadhan dan bulan lainnya. Tentu saja kesaksian bukanlah harga mutlak bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan hal lain yang justru tidak disaksikan Aisyah RA. Rasulullah SAW dalam hidupnya tidak selalu bersama Aisyah RA, beliau terkadang juga bersama Istri Beliau yang lain atau sahabat-sahabat Beliau. Dan tentu saja kesaksian mereka memiliki kedudukan yang sama dengan kesaksian Aisyah RA sebagai hujjah.
  • Terdapat hadis lain yang ternyata memberikan kesaksian bahwa Rasulullah SAW pernah shalat malam melebihi 11 rakaat.
  • Hadis Aisyah RA dapat dipahami sebagai sesuatu yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW sepengetahuan Beliau selaku Istri Nabi SAW dan hal ini tidak membatasi bahwa Rasulullah SAW tidak berbuat selain itu jika memang terdapat dalil shahih yang menerangkannya.

Selain itu Hadis Aisyah RA bisa juga dipahami bahwa jumlah rakaat 11 adalah yang paling sering dilakukan oleh Nabi SAW dan tidak menafikan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan shalat dengan rakaat yang lebih dari 11. Jadi hadis Aisyah RA itu tidak memiliki arti selalu karena jika memang diartikan selalu maka itu berarti Rasulullah SAW selalu shalat malam dengan cara 4 rakaat, 4 rakaat dan 3 rakaat padahal banyak hadis shahih lain yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW shalat malam dengan dua rakaat dua rakaat.

.

.

.

Hadis 13 Rakaat Shalat Malam Rasulullah SAW

Salah satu bukti bahwa Rasulullah SAW tidak membatasi shalat malam yang Beliau lakukan adalah adanya hadis shahih yang menerangkan bahwa Beliau SAW shalat malam 13 rakaat selain 11 rakaat. Berikut hadis dalam Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Malam Bab Bagaimana Nabi SAW Shalat Witir hadis no 263 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

وحدثني عن مالك عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة أم المؤمنين قالت كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي بالليل ثلاث عشرة ركعة ثم يصلي إذا سمع النداء بالصبح ركعتين خفيفتين

Yahya menyampaikan kepadaku hadis dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya bahwa Aisyah RA Ummul Mukminin berkata ”Rasulullah SAW biasa shalat 13 rakaat di malam hari dan Beliau kemudian shalat dua rakaat ketika ia mendengar adzan subuh”

Hadis ini sepertinya tampak bertentangan dengan hadis sebelumnya yang juga riwayat Aisyah RA bahwa Nabi SAW tidak pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat. Tetapi ada juga sebagian Ulama yang mengartikan Hadis Aisyah 11 rakaat itu berkaitan dengan shalat witir Hal ini dikarenakan

  • Sebagaimana yang tampak pada kata-kata Aisyah ”Aku berkata ”Wahai Rasulullah SAW apakah Engkau tidur sebelum Engkau melaksanakan shalat witir?”. Pertanyaan ini seolah-olah menyiratkan bahwa shalat yang sedang dibicarakan adalah shalat witir
  • Imam Malik dalam Al Muwatta telah memasukkan hadis ini dalam Bab yang berkenaan dengan Shalat Witir.

Kami bisa dikatakan tidak ada masalah dengan interpretasi ini, bisa saja shalat itu adalah shalat witir atau juga shalat malam(tahajud). Jika memang shalat malam maka kedua hadis tersebut juga tidak harus diartikan ada pertentangan antara yang satu dan yang lain. Kami mengartikannya begini

  • Hadis Aisyah RA yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW shalat malam tidak lebih dari 11 rakaat adalah membicarakan shalat malam yang dilaksanakan dengan cara 4 rakaat, 4 rakaat dan 3 rakaat.
  • Hadis Aisyah RA yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW biasa shalat malam 13 rakaat dilaksakanan dengan cara yang berbeda dengan cara 4 rakaat, 4 rakaat dan 3 rakaat yaitu kemungkinan dengan dua dua rakaat dan diakhiri satu rakaat.

.

.

.

Penakwilan Ulama Pro 11

Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih mengutip Ibnu Hajar yang berkata mengenai kedua Hadis Aisyah RA

Pada zahirnya, hadis tersebut tampak bertentangan dengan hadits terdahulu. Bisa jadi, Aisyah menggabungkan dengan dua rakaat shalat sesudah Isya, karena Beliau memang melakukannya di rumah. Atau mungkin juga dengan dua rakaat yang dilakukan Nabi sebagai pembuka shalat malam. Karena dalam hadits shahih riwayat Muslim disebutkan bahwa Beliau memang mengawali shalat malam dengan dua rakaat ringan. Dan yang kedua ini lebih kuat menurut saya.

Kemudian Syaikh Al Albani mengatakan

Menurut saya, ada kemungkinan dua rakaat itu adalah shalat sunnah sesudah Isya. Bahkan itulah yang tampak secara zhahir. Karena saya belum mendapatkan satupun hadis yang menyebutkan dua rakaat itu bersamaan dengan disebutkannya tiga belas rakaat.

Kedua Ulama di atas, Ibnu Hajar dan Syaikh Al Albani tampaknya mempersepsi bahwa kedua riwayat Aisyah RA itu bertentangan sehingga harus dicari penyelesaiannya. Anehnya mereka telah berpegang pada hadis 11 terlebih dahulu kemudian berusaha menakwilkan hadis 13 agar tetap pas bahwa yang dimaksud adalah 11 rakaat juga. Mereka berkeras bahwa shalat malam Rasulullah SAW itu tetap 11 rakaat sedangkan yang dua rakaat tambahan itu bisa saja

  • Shalat Dua Rakaat Pembuka Shalat Malam
  • Shalat Sunnah Ba’da Isya

Sayang sekali kedua penakwilan ini keliru dan berkesan dibuat-buat agar tetap pas dengan hadis 11 rakaat.

.

.

.

Catatan Atas Penakwilan Yang Keliru

Mengenai shalat dua rakaat ringan pembuka shalat malam maka kami katakan Apakah shalat pembuka tersebut adalah shalat khusus tersendiri ataukah justru bagian dari shalat malam?. Mengapa pula harus dipisahkan dan disebut sebagai shalat pembuka shalat malam?. Aneh sekali, pemisahan tersebut berkesan dicari-cari agar tetap pas dengan hadis 11 rakaat. Mari lihat hadis berikut yang diriwayatkan dalam Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Malam Bab Bagaimana Nabi SAW Shalat Witir hadis no 266 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

وحدثني عن مالك عن عبد الله بن أبي بكر عن أبيه أن عبد الله بن قيس بن مخرمة أخبره عن زيد بن خالد الجهني أنه قال لأرمقن الليلة صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فتوسدت عتبته أو فسطاطه فقام رسول الله صلى الله عليه و سلم فصلى ركعتين طويلتين طويلتين طويلتين ثم صلى ركعتين وهما دون اللتين قبلهما ثم صلى ركعتين وهما دون اللتين قبلهما ثم صلى ركعتين وهما دون اللتين قبلهما ثم صلى ركعتين وهما دون اللتين قبلهما ثم صلى ركعتين وهما دون اللتين قبلهما ثم أوتر فتلك ثلاث عشرة ركعة

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Abdullah bin Abi Bakr dari bapaknya bahwa Abdullah bin Qais bin Makhrama mengatakan kepadanya dari Zaid bin Khalid Al Juhani yang berkata pada suatu malam ia telah pergi melihat Shalat Rasulullah SAW. Ia berkata “Aku istirahatkan kepalaku diambang pintunya. Rasulullah SAW bangun dan shalat dua rakaat yang sangat panjang. Kemudian, Beliau shalat dua rakaat yang sedikit lebih singkat dari dua rakaat sebelumnya. Kemudian, Beliau shalat dua rakaat yang sedikit lebih singkat dari dua rakaat sebelumnya. Kemudian, Beliau shalat dua rakaat yang sedikit lebih singkat dari dua rakaat sebelumnya. Kemudian, Beliau shalat dua rakaat yang sedikit lebih singkat dari dua rakaat sebelumnya. Kemudian, Beliau shalat dua rakaat yang sedikit lebih singkat dari dua rakaat sebelumnya. Lantas, Beliau shalat satu rakaat untuk menjadikan jumlah semuanya 13 rakaat.

.

.

Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW shalat sebanyak 13 rakaat dan tidak ada dua rakaat ringan pembuka yang dimaksud. Kami tidak menolak adanya hadis mengenai dua rakaat ringan pertama dalam shalat malam tetapi kami tidak setuju jika dinyatakan dua rakaat ringan tersebut adalah shalat khusus yang berbeda dengan shalat malam. Sehingga mereka yang berkeras bahwa shalat Nabi SAW itu 11 rakaat akan menakwilkan hadis 13 rakaat dengan menyatakan bahwa dua rakaat pertama adalah shalat pembuka sedangkan shalat malamnya sendiri tetap 11 rakaat. Pernyataan ini keliru karena hadis di atas justru menggambarkan dengan jelas bahwa dalam shalat 13 rakaat Nabi SAW tidak ada dua rakaat ringan yang dimaksud. Jadi ketiga belas rakaat itu memang shalat malam.

.

.

Kemudian kami juga tidak setuju dengan Syaikh Al Albani yang menyatakan bahwa dalam shalat 13 rakaat tersebut dua diantaranya adalah shalat sunah ba’da isya sedangkan 11 sisanya adalah shalat malam. Mari lihat hadis berikut yang diriwayatkan dalam Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Malam Bab Bagaimana Nabi SAW Shalat Witir hadis no 265 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

وحدثني عن مالك عن مخرمة بن سليمان عن كريب مولى بن عباس أن عبد الله بن عباس أخبره أنه بات ليلة عند ميمونة زوج النبي صلى الله عليه و سلم وهي خالته قال فاضطجعت في عرض الوسادة وأضطجع رسول الله صلى الله عليه و سلم وأهله في طولها فنام رسول الله صلى الله عليه و سلم حتى إذا انتصف الليل أو قبله بقليل أو بعده بقليل استيقظ رسول الله صلى الله عليه و سلم فجلس يمسح النوم عن وجهه بيده ثم قرأ العشر الآيات الخواتم من سورة آل عمران ثم قام إلى شن معلق فتوضأ منه فأحسن وضوءه ثم قام يصلي قال بن عباس فقمت فصنعت مثل ما صنع ثم ذهبت فقمت إلى جنبه فوضع رسول الله صلى الله عليه و سلم يده اليمنى على رأسي وأخذ بأذني اليمنى يفتلها فصلى ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم أوتر ثم اضطجع حتى أتاه المؤذن فصلى ركعتين خفيفتين ثم خرج فصلى الصبح

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Makhrama bin Sulaiman dari Kurayb mawla Ibnu Abbas bahwa Ibnu Abbas mengabarkan kepadanya bahwa ia pernah bermalam di rumah Maimunah istri Nabi SAW yang juga saudara perempuan dari Ibunya (Ibnu Abbas). Ibnu Abbas berkata ”Aku berbaring dengan kepalaku di atas bantal dan Rasulullah SAW berserta istrinya berbaring dengan kepala mereka di atas bantal itu. Rasulullah SAW tidur sampai tengah malam, sedikit sebelum ataupun setelah tengah malam Beliau bangun dan duduk serta menyapu wajahnya dengan tangan untuk mengusir kantuk. Kemudian Beliau membaca 10 ayat terakhir surat Ali Imran. Lantas beliau bangun dan berjalan ke arah kantong kulit berisi air yang digantung dan berwudhu’ dari tempat itu, berwudhu’ secara sempurna dan kemudian berdiri untuk shalat. Ibnu Abbas melanjutkan ”Aku berdiri dan mengerjakan hal yang sama, kemudian berdiri di sampingnya. Rasulullah SAW meletakkan tangan kanannya di atas kepalaku, memegang telinga kananku dan menariknya. Beliau shalat dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, lantas satu rakaat. Kemudian ia berbaring sampai muadzin datang kepadanya, kemudian beliau shalat dua rakaat singkat lantas keluar dan shalat shubuh”.

.

.

Siapapun yang membaca hadis di atas akan dengan jelas mengetahui bahwa Rasulullah SAW shalat 13 rakaat itu setelah Beliau SAW tidur dan bangun saat tengah malam. Oleh karena itu adalah aneh jika dikatakan bahwa pada saat itu Rasulullah SAW melakukan shalat dua rakaat ba’da isya kemudian 11 rakaat shalat malam. Justru yang lebih tepat adalah Rasulullah SAW melakukan shalat malam sebanyak 13 rakaat.

Sejauh ini kami telah membuktikan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah membatasi jumlah rakaat shalat malam yang beliau lakukan. Beliau pernah shalat 11 rakaat ataupun 13 rakaat. Hal ini cukup untuk membuktikan kekeliruan mereka yang tidak membolehkan shalat malam melebihi 11 rakaat. Perlu ditambahkan disini bahwa Hadis-hadis di atas menyatakan kesaksian sahabat yang melihat shalat malam Rasulullah SAW. Hadis-hadis di atas tidak menunjukkan perintah atau anjuran dari Rasul SAW mengenai berapa rakaat shalat malam yang harus dilakukan.. Oleh karena itu kami berpandangan Rasulullah SAW tidak memberi batasan khusus mengenai berapa jumlah rakaat yang harus dilakukan dalam shalat malam.

.

.

.

Hadis Perintah Umar RA

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Umar RA memerintahkan orang-orang untuk shalat tarawih berjamaah. Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan mengenai berapa rakaat shalat tarawih yang diperintahkan oleh Umar RA. Ada hadis yang menyatakan 11 rakaat, 13 rakaat, 21 rakaat dan 20 rakaat. Semua hadis tersebut shahih sanadnya dan menurut kami ini merupakan petunjuk bahwa saat itu Umar RA dan para shahabat menyadari bahwa Rasulullah SAW tidak pernah membatasi secara khusus berapa jumlah rakaat yang harus dilakukan. Oleh karena itu terkadang mereka shalat 11 rakaat, terkadang 13 rakaat, terkadang juga 20 rakaat.

  • Mereka yang Pro 11 berusaha menafikan semua hadis lain selain 11 rakaat dengan alasan-alasan yang dipaksakan
  • Mereka yang Pro 20 juga menafikan hadis lain selain 20 dengan menuduh hadis lain tersebut Mudhtarib.

.

Kami katakan keduanya keliru karena semua hadis tersebut bisa dipakai dan tidak perlu dicari-cari penolakannya. Hadis- hadis tersebut dibagi menjadi dua yaitu

  • Hadis Muhammad bin Yusuf yaitu 11 rakaat, 13 rakaat dan 21 rakaat
  • Hadis Yazid bin Khasifah yaitu 20 rakaat

.

.

.

Hadis Muhammad bin Yusuf

Muhammad bin Yusuf meriwayatkan hadis perintah Umar ini dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda yaitu 11 rakaat, 13 rakaat dan 21 rakaat. Mereka yang pro 11 menyatakan bahwa hadis yang 11 adalah yang lebih kuat oleh karena itu mereka menakwilkan yang 13 agar klop dengan 11 dan melemahkan hadis 21 rakaat.

Hadis 11 rakaat tersebut di riwayatkan dalam Al Muwatta Kitab Shalat Di Malam Bulan Ramadhan Bab Shalat Di Malam Hari hadis no 251 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi

وحدثني عن مالك عن محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أنه قال أمر عمر بن الخطاب أبي بن كعب وتميما الداري أن يقوما للناس بإحدى عشرة ركعة قال وقد كان القارئ يقرأ بالمئين حتى كنا نعتمد على العصي من طول القيام وما كنا ننصرف إلا في فروع الفجر

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Sa’ib bin Yazid yang berkata ”Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari untuk melaksanakan shalat malam dengan orang-orang sebanyak 11 rakaat. Pembaca Al Qur’an(imam) akan membaca Al Mi’in(surat yang sedang panjangnya, ada yang berkata 200 ayat)) sehingga kami akan bersandar pada tongkat-tongkat kami karena harus berdiri sedemikian lamanya dalam shalat. Kami tidak pergi sampai mendekati fajar.

.

.

Hadis ini memang shahih tetapi Ibnu Ishaq juga meriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf dengan kata-kata sebanyak 13 rakaat. Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih tidak menolak riwayat Ibnu Ishaq hanya saja beliau menggunakan penakwilan agar klop dengan hadis yang 11. Penakwilan ini dan kekeliruannya sudah kita bahas sebelumnya.

Abdurrazaq dalam Kitabnya Al Mushannaf juz 4 hal 260 hadis no 7730 meriwayatkan

عن داود بن قيس وغيره عن محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أن عمر جمع الناس في رمضان على أبي بن كعب وعلى تميم الداري على إحدى وعشرين ركعة يقرؤون بالمئين وينصرفون عند فروع الفجر

Dari Daud bin Qais dan lainnya dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid “Bahwa Pada bulan Ramadhan Umar mengumpulkan orang-orang dan shalat dengan dua puluh satu rakaat, membaca dua ratus ayat hingga awal fajar”

.

.

Hadis ini juga shahih sanadnya dan tidak perlu dicari-cari penolakannya apalagi dengan menyebar syubhat bahwa Abdurrazaq adalah kacau hafalannya di masa tua(mukhtalith). Anehnya mereka yang menyebar syubhat ini tidak bisa membuktikan apa benar riwayat Abdurrazaq ini diriwayatkan olehnya ketika ia sudah tua. Singkat kata keraguan tidak memberikan hujjah sedikitpun oleh karena kami tetap berpegang bahwa riwayat Abdurrazaq itu shahih.

.

Mereka yang pro 23 justru menyatakan bahwa hadis Muhammad bin Yusuf adalah mudhtarib karena terkadang meriwayatkan 11, 13 dan 21. Pernyataan ini tidak benar karena ketiga riwayat tersebut tidak mesti dianggap bertentangan sehingga harus dipilih salah satunya. Justru ketiga riwayat itu mesti diterima dan dari sini diambil kesimpulan bahwa Umar RA terkadang memerintahkan orang-orang untuk shalat 11 rakaat, terkadang 13 rakaat dan terkadang 21 rakaat.

.

.

.

Hadis Yazid bin Khasifah

Hadis Yazid bin Khasifah ini diriwayatkan dalam Sunan Baihaqi juz 2 hal 496 no 4393

عن يزيد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال كانوا يقومون على عهد عمر بن الخطاب رضي الله عنه في شهر رمضان بعشرين ركعة

Dari Yazid bin Khasifah dari Sa’ib bin Yazid yang berkata ”orang-orang biasa mengerjakan shalat malam pada masa Umar bin Khattab di bulan ramadhan sebanyak 20 rakaat”.

Hadis ini sepertinya mendukung hadis mursal yang diriwayatkan Yazid bin Ruman dalam Al Muwatta Kitab Shalat Di Malam Bulan Ramadhan Bab Shalat Di Malam Hari hadis no 252 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi

وحدثني عن مالك عن يزيد بن رومان أنه قال كان الناس يقومون في زمان عمر بن الخطاب في رمضان بثلاث وعشرين ركعة

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik bahwa Yazid bin Ruman berkata ”Orang-orang dahulu shalat malam selama Ramadhan sebanyak 23 rakaat pada masa Umar bin Khattab”.

.

Mereka yang pro 11 seperti Syaikh Al Albani menolak hadis Yazid bin Khasifah dengan mengatakan bahwa hadis tersebut syadz(ganjil) karena menyelisihi hadis yang lebih shahih yaitu hadis Muhammad bin Yusuf yang 11 rakaat. Pernyataan ini terlalu dipaksakan karena hadis-hadis tersebut tidak saling berselisih. Hadis Yazid itu shahih sebagaimana yang juga diisyaratkan oleh Syaikh Al Albani (hadis syadz itu adalah hadis shahih yang bertentangan dengan hadis yang lebih shahih, jadi pernyataan syadz oleh Syaikh Al Albani berarti pengakuannya kalau sanad tersebut shahih). Semua hadis di atas menjelaskan bahwa rakaat shalat di masa Umar RA itu ada bermacam-macam yaitu sebanyak 11, 13, 20,21, dan 23 rakaat. Bisa jadi Umar RA memang pernah memerintahkan pelaksanaan masing-masing rakaat tersebut walaupun kami duga pada akhirnya Beliau lebih menetapkan jumlah 20 rakaat. Jadi tidak ada hadis shahih yang mesti ditolak dan yang patut dipahami adalah semua rakaat yang ditetapkan oleh Umar RA dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah membuat batasan khusus mengenai berapa jumlah rakaat shalat tarawih. Hal ini termasuk keluasan yang Beliau berikan kepada umatnya.

.

.

.

Kesimpulan

Tulisan panjang bagian keempat ini berakhir pada tiga kesimpulan

  • Rasulullah SAW tidak pernah membatasi secara khusus jumlah rakaat shalat tarawih yang harus dilakukan.
  • Rasulullah SAW juga tidak membatasi secara khusus jumlah rakaat shalat malam.
  • Perintah Umar RA yang diriwayatkan bermacam-macam dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa Rasulullah SAW tidak memberikan batasan khusus mengenai jumlah rakaat shalat malam di bulan Ramadhan.

Salam Damai

Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Kelima

Alternatif Pendapat Yang Benar Perihal Shalat Tarawih

Alhamdulillah tiba saatnya saya mengakhiri tulisan yang panjang seperti rel kereta api ini. Tulisan panjang yang membosankan, saya yang menulis saja bosan apalagi yang membaca :mrgreen: . Bisa dibilang bagian ini adalah bagian yang paling singkat dari keempat bagian yang lain. Bagian ini cuma memperjelas yang sudah jelas dan mengaburkan sesuatu yang samar-samar.

Pandangan Penulis soal Shalat Tarawih bisa dibilang Original Made In SP, jadi gak ada kaitan dengan mahzab apapun apalagi kepentingan pihak politik manapun (ngawur mode on) :lol:

.

Pandangan ini pun hanyalah suatu alternatif yang tidak akan menghakimi keyakinan siapapun. Kebenaran yag dimaksud adalah apa yang benar menurut Penulis. Tidak ada hak bagi siapapun untuk mengklaim bahwa kepunyaannya adalah satu-satunya yang benar. Jadi tolong pahami tulisan ini sebagai sesuatu yang layak untuk dipelajari dan dikritisi.

  1. Shalat Tarawih itu sunnah jika yang dimaksud dengan tarawih itu adalah shalat malam di bulan Ramadhan. Shalat ini dianjurkan untuk dilakukan sendiri di rumah tetapi tidak ada masalah kalau mau melakukannya secara berjamaah. Hanya saja saya pribadi tidak mau melakukannya terus-terusan berjamaah karena rutinitas atau kontinuitas shalat tarawih berjamaah tidak pernah dianjurkan atau diperintahkan oleh Rasulullah SAW. :D
  2. Shalat Tarawih itu bid’ah karena yang namanya terminologi Tarawih itu memang tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Hmmm ah itu kan cuma istilah jadi kayaknya nggak penting kalau mau diributkan :mrgreen:
  3. Hal yang patut disayangkan adalah shalat tarawih ini yang asal mulanya berupa shalat malam sekarang berubah bentuk menjadi Shalat berjamaah di masjid. Seolah-olah yang namanya tarawih itu harus di masjid dan harus berjamaah. Transformasi ini yang memang layak disebut bid’ah. Saya suka miris kalau melihat begitu banyak orang yang bersemangat shalat tarawih berjamaah di masjid tetapi kalau waktu shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Shubuh tidak seramai shalat tarawih. Fenomena yang Terbalik :(
  4. Kontinuitas Shalat Tarawih Berjamaah di Masjid bagi saya pribadi bukanlah Sunnah dan saya pribadi cenderung menyebutnya bid’ah walaupun saya tidak akan begitu berlebihan untuk menyebut bid’ah itu sesat atau menyesatkan. Hal itu lebih ke arah “tidak mengapa” dan itu jelas berarti bukan merupakan amalan yang terbaik. Shalat tarawih di rumah itu lebih baik :)
  5. Shalat Tarawih itu tidak ada batasan khusus rakaatnya, silakan bagi yang mau untuk shalat berapa rakaat yang ia inginkan. Pembatasan jumlah rakaat tidak pernah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. ;)
  6. Saya sendiri tidak akan memungkiri jika disebutkan bahwa Shalat Tarawih berjamaah itu adalah Ijma’ Ulama. Tetapi saya memahami Ijma’ itu tetap dalam arti Shalat tarawih berjamaah dibolehkan dan bukanlah dianjurkan seperti yang dipahami oleh kabanyakan orang. :P
  7. Saya pribadi tidak menafikan para Ulama ataupun Sahabat Nabi SAW tetapi hasil kajian saya mengarahkan saya pada pandangan bahwa Rasulullah SAW telah memberikan keluasan dalam masalah ini dan tetap bagi saya tidak ada siapapun yang berhak membatasi keluasan yang telah diberikan Rasulullah SAW. ;)
  8. Bagi saya yang menjadi hujjah dalam masalah Agama adalah Allah dan RasulNya dan Ahlul Bait Rasulullah SAW. Selebihnya hanyalah Para Muqallid :mrgreen:

.

.

Setidaknya saya harap bagian ini memberikan kejelasan pada beberapa orang yang terheran-heran dengan bagaimana saya shalat tarawih. Seolah-olah saya cuma bermain-main. Nah buat mereka ini pertanggungjawaban saya

  • Terkadang saya tidak shalat tarawih di masjid, karena shalat di rumah itu lebih baik
  • Terkadang saya shalat bersama di masjid, karena saya bukan orangnya yang selalu ingin lebih baik :mrgreen:
  • Terkadang saya shalat berjamaah 11 rakaat, karena memang begitu di masjid tempat saya shalat
  • Terkadang saya shalat berjamaah di masjid cuma beberapa rakaat bahkan pernah cuma 2 rakaat, karena bagi saya itu juga boleh dan seperti yang saya katakan tidak ada batasan khusus jumlah rakaat shalat tarawih.

.

So bisa dibilang berkesan agak liar bagi Mereka kaum konservatif yang memang terikat dengan Status Quo. Tetapi yah dunia memang tidak seindah yang kita bayangkan :lol: (apa maksudnya ya :roll: )

Saya akhiri tulisan ini dengan permohonan maaf jika yang saya utarakan ini bagi sebagian orang adalah suatu kelancangan. Seperti yang saya katakan pada awalnya ini hanya sebuah alternatif yang saya yakini. Terimakasih telah bersedia membaca

Salam Damai

mainsource:http://secondprince.wordpress.com/2008/09/20/shalat-tarawih-dalam-timbangan-bagian-kelima/


0 comments to "Kritik atas ''Tarawih Berjamaah''....hem..."

Leave a comment