Penganugerahan gelar doktor tersebut diberikan langsung oleh Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. der. Soz Gumilar Rusliwa Somantri dalam satu upacara yang diadakan di Istana Al-Safa, yang dihadiri para ulama internasional, beberapa Menteri Arab Saudi, para pimpinan lembaga Tinggi Arab Saudi dan para Gubernur, demikian siaran pers dari KJRI Jeddah yang diterima ANTARA, Senin. Baca berita Antara disini.
Dari pihak Indonesia tampak hadir Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, Utusan Khusus Presiden RI untuk timur tengah, Prof Alwi Syihab, Konjen RI Jeddah Zakaria Anshar dan para guru besar UI. Raja Abdullah menerima gelar tersebut karena dianggap berhasil memajukan Arab Saudi hingga menjadi pusat peradaban islam moderat, mewujudkan kesetiakawanan negara Arab dan upaya kerasnya dalam merealisasikan perdamaian di Palestina. Selain itu Raja Abdullah juga dianggap berhasil mempromosikan dialog antar penganut agama untuk menciptakan perdamaian dunia dan menyerukan para pemimpin islam dan non islam untuk menghapus stereotype teroris kepada agama Islam. "Dan yang tidak kalah penting menurut Rektor UI dalam pidatonya adalah peran Raja Abdullah pada masalah kemanusiaan dan kemajuan iptek," sebut siaran pers itu lagi. Sejumlah kalangan terutama dari aktivis buruh dan hak asasi manusia menilai pemberian gelar itu tidak layak. Direktur LSM Migrantcare saat dihubungi Radio Melayu IRIB menyebut penganugeraan itu sebagai membuktikan ketidakpekaan institusi pendidikan tinggi Indonesia terhadap kondisi bangsanya sendiri, terutama nasib kaum buruh.. "Penganugeraan gelar itu jelas melukai para TKI, terutama keluarga Ruyati", tegas Anis Hidayah saat dihubungi via telpon hari ini, Selasa (23/8). Sementara itu, Andito, aktivis sebuah LSM buruh di Jakarta utara saat dihubungi secara terpisah hari ini menilai ada kecacatan prosedur pada penganugrahaan gelar intelektual bergensi itu. Mantan aktivis GMNI dan HMI ini menilai gelar intelektual bergengsi yang diberikan kepada Abdullah bin Abdul Aziz cacat karena Raja Arab itu tidak memiliki rekam jejak intelektual yang begitu jelas. "Kita tidak pernah mendengar satupun artikel maupun pidato ilmiah dari Raja Saudi",ungkap penulis dua buku tentang buruh itu. Kedua, secara prosedural penganugrahaan ini tidak mempertimbangkan input berbagai kalangan dari akademisi hingga LSM. Direktur Migrantcare mengaku tidak pernah diajak memberikan input bagi keputusan penganugeraan gelar akademis kepada Raja dari sebuah negara yang belum lama ini memancang Ruyati. Kalangan akademisi sendiri banyak yang kaget mendengar berita penganugrahaan gelar doktor kehormatan kepada Raja Saudi itu. Airlangga Pribadi, saat dihubungi Radio Melayu hari ini menyebut tindakan yang dilakukan Universtas Indonesia itu tidak tepat. Dosen Sospol Universitas Airlangga ini menilai empat kriteria yang dijadikan alasan oleh pihak UI untuk memberikan gelar doktor kehormatan bagi Raja Abdullah. "Empat kriteria itu kontraproduktif dengan kenyataan sebenarnya," kata advisor politik PSIK itu. Andito menilai penganugrahaan gelar doktor Honoris Causa kepada Raja Abdullah sebagai blunder politik, di saat Raja Saudi itu terang-terangan melakukan aksi anti-perdamaian dan anti-demokrasi seperti mengirimkan tentara untuk menumpas perlawanan rakyat yang menuntut demokratisasi di Bahrain. "Ironis, gelar doktor kehormatan di bidang perdamaian dan kemanusiaan diberikan kepada orang yang tidak berkiprah signifikan bagi perdamaian dan kemanusiaan,"pungkasnya. (IRIB/Antara/PH/23/8/2011) Pengamat politik Indonesia, Airlangga Pribadi menyebut alasan itu tidak sesuai dengan fakta sosial sebenarnya. Dosen Universitas Airlangga yang aktif menulis di berbagai media massa nasional itu menilai Raja Abdullah selama ini justru menjadi "pemelihara" dan "penjaga" sebuah mazhab Islam yang bertentangan dengan nilai-nilai inklusivitas dan toleransi. "Pada kenyataannya kerajaan Saudi justru ikut mendukung dan melindungi penyebaran Islam Wahabisme yang jauh dari sikap inklusif, kebhinekaan dan toleran dengan madzhab-madzab Islam lainnya maupun faham yang berbeda,"tegasnya. Ideologi Wahabisme yang dijadikan sandaran (keagamaan) oleh Saudi memiliki karakteristik yang tidak toleran, bahkan keras terhadap mazhab lain. Namun di satu sisi Saudi sangat toleran terhadap imperialisme dan kekuatan asing yang memiliki itikad tidak baik terhadap dunia Islam,"tutur Koordinator Serikat Dosen progresif (SDP) itu. Kerajaan Arab Saudi memberikan ruang yang begitu luas untuk berhubungan dengan kalangan imperialis dan tidak sensitif terhadap perjuangan anti imperialisme di tanah Palestina. Pandangan peneliti PSIK Jakarta ini sejalan dengan berbagai berita yang mengungkapkan hubungan mesra Riyadh dengan Tel Aviv. Beberapa waktu lalu, peniup pluit WikiLeaks merilis dokumen yang menguak sebuah aliansi erat antara rezim Zionis Israel dan Arab Saudi. Hubungan itu bahkan telah mempengaruhi Riyadh dalam menjalin hubungan dengan negara-negara regional. Salah satu kabel yang dikirim dari Tel Aviv pada Maret 2009, mengacu pada pertemuan antara Asisten Menteri Luar Negeri AS Urusan Timur Dekat, Jeffrey Feltman dan Deputi Menteri Luar Negeri Bidang Timur Tengah, Yacov Hadas-Handelsman, harian Mesir, al-Masry al-Youm melaporkan pada Selasa (14/6).
Pada kesempatan itu, Hadas-Handelsman mengaku memiliki komunikasi rahasia dengan Arab Saudi melalui berbagai saluran. Ditambahkannya, hubungan antara Qatar dan Israel bahkan terpengaruh oleh keyakinan Doha bahwa Tel Aviv mempertahankan hubungan rahasia dan kuat dengan Riyadh. Saudi selalu berhati-hati untuk tidak memiliki komunikasi langsung dan terbuka atau hubungan dengan Israel karena posisinya di dunia Muslim. Namun, pada tahun 2002, Saudi memperpanjang sebuah inisiatif yang akan menormalkan hubungan dengan Israel dengan syarat penarikan pasukan Zionis ke perbatasan tahun 1967 dan mengakhiri konflik Israel-Palestina. Inisiatif itu ditegaskan kembali pada tahun 2007, namun tidak ada kemajuan yang dicapai.(IRIB/PH/24/8/2011)Di Balik Penganugerahan Doktor Kehormatan bagi Raja Saudi Di tengah gonjang-ganjing kasus korupsi yang silang-sengkarut, kita dikejutkan oleh berita bahwa Universitas Indonesia (UI) menganugrahi gelar Doktor Honoris Causa (HC) di bidang perdamaian dan kemanusiaan kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, pada Ahad 21 Ramadhan 1432 H setelah Maghrib. Di Balik Penganugerahan Doktor Kehormatan bagi Raja Saudi (Bagian II) Raja Abdullah dianugrahi gelar doktor kehormatan oleh Universtas besar di negara muslim terbesar di dunia karena dianggap berhasil memajukan negara Arab itu menjadi pusat peradaban Islam moderat. Demikian siaran pers dari KJRI Jeddah yang diterima ANTARA, Senin (22/8)
Pertemuan, yang melibatkan para pejabat tinggi Israel lainnya, membahas masalah hubungan Tel Aviv dengan negara-negara Teluk Persia dan situasi di Lebanon, Suriah, Mesir dan Iran.
Home � Agama , Arab Saudi , Bahrain , Berita , Indonesia , IRAN , Sunni dan Syi'ah , Tokoh , Wahabi � Penyikat TKW Indonesia diberi ''Penghargaan'' oleh orang-orang yyang mengaku berpendidikan tertinggi di Indonesia..oh luka lagi hati rakyat..oohkh..
Penyikat TKW Indonesia diberi ''Penghargaan'' oleh orang-orang yyang mengaku berpendidikan tertinggi di Indonesia..oh luka lagi hati rakyat..oohkh..
Posted by Admin on 5:33 PM // 0 comments
0 comments to "Penyikat TKW Indonesia diberi ''Penghargaan'' oleh orang-orang yyang mengaku berpendidikan tertinggi di Indonesia..oh luka lagi hati rakyat..oohkh.."