Home , , , , , , , , , , , , , , , � Bahrain (pemerintah pro zionis) pun ahli ''BERBOHONG'' : Kebohongan, Cara (pemerintah) Inggris (zionis & antek-antek nya) Memulai Perang..

Bahrain (pemerintah pro zionis) pun ahli ''BERBOHONG'' : Kebohongan, Cara (pemerintah) Inggris (zionis & antek-antek nya) Memulai Perang..



























Inggris telah berpartisipasi atau meluncurkan tiga perang dalam satu dekade terakhir, yang semuanya dimulai berdasarkan sejumlah kebohongan.

Pemerintah Inggris di bawah Tony Blair berbohong kepada rakyatnya, ketika bergabung dengan pasukan koalisi untuk meluncurkan invasi ke Afghanistan setelah peristiwa 11 September 2001.

Blair menggelar sebuah propaganda media besar-besaran untuk membujuk rakyat Inggris bahwa Taliban dan Al Qaeda berada di balik serangan tersebut.

Pemerintah London kemudian menggunakan ideologi ekstremis Wahabi untuk menipu rakyat Inggris agar mereka percaya bahwa jika kelompok radikal di belakang peristiwa 11 September, tidak dihentikan, mereka pasti akan meluncurkan serangan serupa di wilayah Inggris.

Padahal, Wahhabisme sendiri merupakan produk dari konspirasi Inggris, dengan tujuan menghancurkan Islam selama abad ke-18.

Sekarang, lebih dari satu dekade setelah invasi, keraguan muncul satu demi satu tentang motif di balik serangan.

Lagi, pada bulan Maret 2003, pemerintah Blair berbohong tentang diktator Irak, Saddam Hussein, ketika dia menyatakan bahwa kami harus melancarkan serangan terhadap Irak karena rezim Baghdad memiliki senjata pemusnah massal, yang bisa diaktifkan dalam waktu 45 menit.

Motif sebenarnya di balik perang itu tidak ada hubungannya dengan senjata pemusnah massal, tapi semua seputar kontrol Amerika Serikat atas sumber daya minyak Irak dan memperkuat kehadiran mereka di Timur Tengah.

Pemerintah Inggris dan sekutunya saat ini meluncurkan kampanye pengeboman terhadap Libya untuk menegakkan resolusi Dewan Keamanan PBB, yang menyerukan zona larangan terbang.

Namun, mandat PBB ternyata menjadi skenario untuk menggulingkan rezim Muammar Gaddafi di balik kebangkitan rakyat, yang didorong oleh ketidakpuasan di dalam negeri.

Sekarang rezim Gaddafi telah digulingkan, Inggris dan kekuatan Barat lainnya telah meluncurkan tawaran untuk mengamankan ladang minyak Libya.

Sebenarnya, Perdana Menteri Inggris David Cameron berbohong kepada rakyat Inggris, ketika ia mengatakan kepada parlemen bahwa pemerintah menyerang Libya untuk keluar dari krisis kemanusiaan.

Kini, opini publik dunia pada umumnya tidak pernah lagi menerima apa yang disebut Barat krisis kemanusiaan sebagai alasan untuk mendukung tujuan jahat di balik intervensi militer di tempat lain di seluruh dunia. (IRIB/RM/7/9/2011)

Libya, Medan Perang Minyak di Afrika

Oposisi Libya

Kekacauan di Libya sengaja dimanfaatkan oleh Barat untuk menguasai negara ini, melalui NATO dan atas nama resolusi Dewan Keamanan mereka melancarkan serangan terhadap Libya dengan dalih melindungi nyawa warga sipil. Namun seperti di negara-negara lain, serangan NATO terus mengambil korban dari warga sipil. Contoh nyata adalah apa yang terjadi di Afghanistan. Kini hal ini terulang kembali di Libya.

Bersamaan dengan masuknya pasukan revolusioner Libya ke ibukota dan kemungkinan jatuhnya Tripoli ke tangan rakyat anti Muammar Gaddafi, negara-negara Barat mulai menata strateginya untuk menguras minyak dan gas negara ini. Juru bicara perusahaan Total Perancis mengatakan bahwa perusahaannya mengikuti dengan cermat transformasi di Libya untuk memulai produksi minyak di negara ini.

Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini menandaskan saat ini perusahaan minyak Italia, ENI tengah menggalang kerjasama dengan kubu oposisi Libya untuk mengoperasikan kembali kilang-kilang minyak negara ini. Frattini berjanji kepada perusahaan minyak Italia bahwa pemerintahan mendatang Libya akan menghormati seluruh kontrak yang ada. Direktur eksekutif ENI, Giuseppe Recchi menandaskan, Libya akan mampu memulai produksi minyak dan gas sebelum musim dingin ketika bekerjasama dengan Italia.

Perusahaan minyak Inggris, British Petroleum (BP) juga menyatakan, ketika para pejabat Dewan Transisi Nasional Libya memberikan kita lampu hijau maka BP akan memulai aktivitasnya di Tripoli. Dengan demikian di saat perang saudara di Libya masih berkecamuk, muncul perang baru perebutan minyak di negara ini. Perang minyak ini terjadi antara perusahaan-perusahaan minyak raksasa Barat. Kwalitas tinggi minyak Libya dan posisinya yang strategis di dekat Laut Mediterania kian membuat rasa tamak Barat semakin besar untuk menjarah minyak dan gas Libya.

Setelah enam bulan perang di Libya berkobar dan kubu revolusioner bersiap-siap berkuasa, rakyat negara ini menghendaki dihentikannya aksi kekerasan dan dibangunnya kembali infrastruktur yang rusak akibat perang. Di sisi lain, rakyat Libya mengharapkan bantuan dari negara asing untuk memulihkan stabilitas, namun sepertinya Barat memiliki angan-angan lain di negara Afrika yang kaya minyak ini.

Libya yang juga anggota OPEC, sejak dimulainya serangan NATO, ekspor minyak mentah negara ini turun drastis. Sebelum meletusnya aksi kekerasan dan protes di Libya, Tripoli setiap harinya mengekspor 1,3 juta barel minyak. Diprediksikan dimulainya kembali produksi minyak di Libya akan mempengaruhi harga minyak di Eropa dan harga bensin di AS. Oleh karena itu, negara-negara Barat khususnya anggota NATO yang terlibat langsung perang di Libya mengharapkan kepastian dan jaminan bahwa perusahaan minyak mereka nantinya yang akan mendapat prioritas di Libya.

Barat yang hanya memikirkan untuk mengeruk minyak Libya tidak pernah memikirkan untuk membangun infrastruktur negara ini yang rusak akibat serangan jet tempur mereka. Perlombaan perusahaan Barat untuk memonopoli minyak Libya dan harapan mereka memanfaatkan Tripoli untuk mengembangkan pengaruhnya di kawasan akan memicu krisis baru di Afrika Utara.

Perancis juga tak ketinggalan dan menuntut sahamnya di Libya. Perancis bersama Inggris memainkan peran vital dalam meloloskan resolusi Dewan Keamanan PBB anti Gaddafi. Perancis adalah negara pertama yang mengakui secara resmi Dewan Transisi Nasional Libya (NTC). Serangan pertama terhadap pos-pos pasukan loyalis Gaddafi oleh NATO juga dilakukan oleh pilot Perancis. Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy juga tercatat sebagai pemimpin pertama di NATO yang bertemu dan berunding dengan ketua NTC.

Perusahaan TOTAL Perancis sejak meletusnya perang di Libya, giat membantu kubu revolusioner. Perancis mengharapkan kubu revolusioner menghormati kontrak minyak raksasa antara perusahaan Total dan Rezim Gaddafi. Total bersama perusahaan minyak Spanyol, Respol YPF dan OMV dari Austria. Di sisi lain, penguasaan pasar minyak Libya sangat penting bagi ekonomi Perancis yang didera berbagai krisis.

Persaingan ladang minyak Libya bukan hanya digelar oleh negara anggota NATO, bahkan Rusia, Cina dan Brazil yang selama ini dikenal menentang agresi militer asing di Libya juga terlibat dalam persaingan ini. Rusia tercatat sebagai pihak yang paling getol menentang langkah militer NATO di Libya. Moskow di Dewan Keamanan tidak mengiringi kehendak mayoritas anggota dewan merilis resolusi anti Gaddafi. Sikap Rusia ini mengakibatkan Moskow kehilangan kesempatan untuk bersaing dengan rival Baratnya di pasar minyak Libya.

Para pejabat perusahaan minyak Agoco Libya yang berafiliasi dengan kubu revolusioner menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kesulitan untuk mengadakan kontrak dengan perusahaan Barat seperti Italia, Perancis dan Inggris. Namun untuk bekerjasama dengan Rusia, Cina dan Brazil yang tidak mengakui secara resmi Dewan Transisi Nasional, mereka masih memiliki ganjalan.

Aram Shegunt, ketua kamar dagang Libya-Rusia menandaskan bahwa Moskow sepenuhnya telah kehilangan pasar di Tripoli. Menurutnya pengaruh NATO di Libya akan menghalangi aktivitas perusahaan Rusia di negara ini. Sejak era Uni Soviet hingga kini, Libya dikenal sebagai sekutu dekat Rusia di Dunia Arab dan benua Afrika. Perusahaan Rusia seperti Gazprom, Neft dan Tatneft memiliki saham miliaran dolar di sektor industri minyak Libya.

Cina sendiri juga tidak memiliki peluang di Libya. Sebelum terjadinya krisis di Libya tercatat 75 perusahaan Cina dengan 36 ribu pekerja menangani 50 proyek besar. Cina yang berusaha melebarkan pengaruhnya di bidang ekonomi dan politik di Afrika melihat kehadiran NATO di utara benua ini bertentangan dengan tujuannya, karena dengan bertambahnya intesitas Barat maka militerisme rival mereka ini di Afrika akan juga semakin kuat. Oleh karena itu, wajar jika Cina sejak awal memilih bersikap seperti Rusia dan menentang opsi militer ke Libya. Kini Beijing harus bersiap-siap membayar sikapnya ini. Kini Dewan Transisi Nasional Libya mulai berbicara soal sulitnya menjalin kontrak dengan Beijing.

Brazil juga senasib dengan Cina serta Rusia. Sikap Brazil yang mengkritik serangan NATO ke Libya kini mulai memperlihatkan dampaknya. Posisi perusahaan Brazil, Petrobras aktif di sektor energi dan Odebrecht di sektor konstruksi bangunan terancam dengan sikap pemerintah Brazil. Dengan demikian, perang yang digelar Barat yang awalnya dengan dalih membela hak asasi manusia dan melindungi warga sipil dari brutalitas pasukan pro Gaddafi, kini memasuki tahap baru berupa pembagian ghanimah perang serta kekayaan Libya.

Sementara itu, kondisi dalam negeri Libya sendiri masih rancau. Masa depan negara ini jika Gaddafi lengser juga masih kabur. Libya saat ini tengah melalui kondisi paling kritis sepanjang sejarah. Dari satu sisi, rakyat revolusioner berusaha keras menangkap Muammar Gaddafi beserta keluarganya dan dari sisi lain, mereka berupaya membersihkan seluruh wilayah negaranya dari anasir Gaddafi serta menguasai penuh Libya. Saat ini prioritas utama kubu revolusioner adalah menyatukan seluruh kubu anti Gaddafi dalam satu panji melawan sang diktator.

Para pengamat menilai bahwa akan terjadi perang saudara jika Muammar Gaddafi turun. Pasalnya Libya adalah negara kesukuan dan banyak suku yang terlibat dalam penggulingan Gaddafi. Suku-suku ini pasti menuntut saham di pemerintahan mendatang.

Mengingat susunan demografi Libya yang terdiri dari suku-suku maka langkah kubu revolusioner menyatukan seluruh pasukan anti rezim di bawah panji Dewan Militer dapat dicermati sebagai upaya untuk mencegah perpecahan di antara mereka. Meski saat ini mayoritas suku di Libya telah menentang Gaddafi, namun yang ditakutkan adalah tuntutan mereka nantinya untuk mendapat saham di pemerintahan mendatang akan menciptakan krisis baru di negara ini. Apalagi telah lama terdapat persaingan antara kabilah di wilayah Barat dengan pusat Tripoli dan kabilah di wilayah Timur dengan pusat Benghazi.

Kondisi ini juga akan memungkinkan Barat kian menancapkan pengaruhnya di Libya, khususnya di pemerintahan mendatang. Apalagi nantinya Dewan Transisi Nasional akan disibukkan dengan krisis baru yang muncul pasca lengsernya Gaddafi. Dengan demikian, ambisi Barat di Afrika Utara akan semakin sukses. Sebaliknya Rusia dan Cina akan semakin pudar pengaruhnya di kawasan ini.(IRIB/30/8/2011)

Inggris Ternyata Gandeng Dinas Intelijen Gaddafi


Sabri Malik, anggota Partai Demokrat Libya di London membongkar kerjasama Dinas Intelijen Inggris dengan Dinas Intelijen Muammar Gaddafi, diktator Libya.

Sabri Malik Ahad (4/9) menandaskan, MI5 dan MI6 menyerang rumah ketua Partai Demokrat Libya di Inggris. Selain mencuri seluruh data yang dimiliki Partai Demokrat, mereka juga menyerahkan data tersebut kepada dinas intelijen Muammar Gaddafi, tandas Malik seperti dilaporkan Press TV.

Seraya mengkritik pemerintah Inggris, Malik meminta parlemen negara ini menyelidiki kasus penyerangan terhadap rumah ketua Partai Demokrat Libya. Ditekankannya, sejumlah anggota Partai Demokrat Libya terpaksa mencari suaka di Inggris akibat tekanan pemerintah Muammar Gaddafi, namun ternyata pemerintah Inggris bukannya melindungi mereka bahkan melaporkan seluruh aktivitas pribadi dan partai kami kepada Gaddafi.

Satu tahun pasca sanksi militer yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Libya, Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris saat melawat Tripoli tahun 2007 menyerahkan sistem telekomunikasi militer terbaru kepada Gaddafi. Sistem ini juga membantu diktator Libya lolos dari tangan kubu revolusi. (IRIB/Press TV/MF/5/9/2011)

Dinas Intelejen Jerman Bersekongkol dengan Gaddafi

Mantan Koordinator Dinas Intelejen Jerman mengakui bahwa badan spionase negaranya menjalin kerjasama intelejen dengan rezim Gaddafi.

"Kerjasama ini kebanyakan menyangkut penanganan terorisme yang mencakup keamanan Jerman, " kata B. Smith.B, seperti dikutip majalah Focus.

"Dinas intelejen Libya memberikan informasi spoinase yang tidak bisa diakses oleh dinas intelejen Jerman, untuk itu Berlin menjalin kerjasama dengan Tripoli,"tegasnya.

Laporan majalah Focus ini menyusul berita menggemparkan yang dimuat The New York Times mengenai terbongkarnya skandal kerjasama intelejen antara Barat, terutama Inggris dengan Libya.

Berdasarkan sejumlah fakta yang diperoleh dari Tripoli, terbukti Dinas Intelejen AS (CIA) menjalin kerjasama dengan dinas intelejen Libya.

Berdasarkan laporan ini, tersangka teroris dibawa ke Libya untuk diinterogasi, ditahan dan disiksa di negara Arab itu.

Sebelumnya, berbagai media mengungkapkan bahwa dinas intelejen Barat memulai kerjasama dengan Libya sejak tahun 2004, setelah Gaddafi mengakhiri program senjata pembunuh massalnya.

Fakta baru yang terbongkar mengungkapkan bahwa kerjasama antara CIA dan MI-6 dengan dinas intelejen Libya lebih erat dari yang dilaporkan saat ini. (IRIB/PH/SL/4/9/2011)

Militer AS Serahkan “Pekerjaan Kotor” ke Tentara Bayaran di Irak

Militer Amerika Serikat merekrut para kontraktor militer di Irak untuk menutupi rencana ilegal dan pengeluaran besarnya di negeri pendudukan itu. Demikian dikatakan Sabah Jawad, seorang aktivis politik Irak kepada Press TV.

Aktivis anggota kelompok Demokrat Menentang Pendudukan itu mengatakan, "Amerika merekrut tentara bayaran tersebut dan mereka ingin mereka yang melakukan tugas yang tidak sanggup dilakukan milter AS, salah satunya adalah pengeluaran biaya besar untuk pendudukan dan petualangan militer."

"Para kontraktor militer itu melakukan perbuatan keji sebagai perwakilan militer dan sistem Amerika Serikat," katanya.

Jawad Sabah juga menyinggung krisis finansial Amerika Serikat seraya mengatakan, "Karena krisis ekonomi, para tentara bayaran itu selalu dapat bertingkah seolah-olah mereka bukan bagian dan paket dari mesin militer Amerika."

Sumber-sumber diplomatik Amerika Serikat membocorkan informasi soal keberadaan ratusan tentara bayaran dari perusahaan Blackwater yang direkrut oleh perusahaan keamanan privat Amerika di Irak. Padahal Baghdad telah mencabut ijin operasi perusahaan itu.

Pada September 2007, para tentara bayaran Blackwater memuntahkan tembakan ke arah pejalan kaki di Baghdad di Bundaran Nisoor. Aksi sadis itu membunuh 17 warga.

Mereaksi aksi brutal itu, pada Januari 2009, pemerintah Irak menyatakan tidak akan memperpanjang ijin aktivitas perusahaan itu.

Berbagai laporan mengindikasikan bahwa Blackwater yang kini berubah nama menjadi Xe Services, LLC, itu tetap melanjutkan aktivitasnya di Afghanistan, meski Washington telah menempatkan puluhan ribu pasukan di negara pendudukan itu.
(IRIB/MZ/6/9/2011)

AS Desak Gaddafi Minta Bantuan Israel

Sebuah dokumen rahasia badan intelijen yang ditemukan di Libya menunjukkan bahwa politisi berpengaruh AS menjalin kontak dengan Muammar Gaddafi mengenai penanganan revolusi rakyat di negara itu.

Al Jazeera mengklaim telah memperoleh akses ke dokumen rahasia pusat badan intelijen Libya di Tripoli yang menunjukkan komunikasi langsung antara rezim Libya dan tokoh-tokoh berpengaruh di AS.

Terjadi pertemuan antara dua pejabat senior Libya dengan mantan Deputi Menteri Luar Negeri David Welch yang diserahi tugas oleh Washington untuk memulihkan hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan Libya pada tahun 2008.

Dokumen ini menunjukkan Welch bertemu dengan dua pejabat Libya, Abubakr al-Zleitny dan Mohammed Ahmed Ismail pada tanggal 2 Agustus, 2011 di Hotel Four Seasons di Kairo, hanya beberapa blok dari kedutaan AS, di mana Welch menyarankan supaya tim Gaddafi memenangkan perang propaganda melalui sejumlah "langkah-langkah membangun kepercayaan."

Welch juga menyarankan Gaddafi meminta bantuan badan intelijen asing untuk memberangus perlawanan rakyatnya sendiri, termasuk dinas spionase Israel.

"Setiap informasi yang terkait dengan al-Qaeda atau organisasi-organisasi ekstremis teroris harus ditemukan dan diberikan kepada pemerintah Amerika, tetapi hanya melalui badan-badan intelijen baik Israel, Mesir, Maroko, atau Yordania yang didengar Amerika.., "lapor Al Jazeera mengutip dokumen rahasia itu.(IRIB/PH/2/9/2011)

Israel Khawatirkan Perang Regional Anti Zionis

Seorang komandan militer rezim Zionis Israel mengatakan bahwa perkembangan terakhir di dunia Arab bisa meningkatkan prospek perang regional melawan Israel.

Pernyataan itu dikeluarkan setelah diktator Arab dukungan Amerika Serikat terguling dari kekuasaan oleh kebangkitan rakyat dan revolusi di Tunisia, Mesir dan Libya.

Berbicara di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv pada Senin (5/9), Mayor Jenderal Eyal Eisenberg mengatakan, revolusi saat ini di dunia Arab bisa menyebarkan radikalisme Islam, situs berita Ynet melaporkan.

Eisenberg menyatakan ada kemungkinan perang multi-front dan potensi penggunaan senjata pemusnah massal.

Seraya mengungkapkan bahwa "senjata canggih" telah dipasok ke Jalur Gaza untuk digunakan terhadap Israel, Eisenberg mengatakan, kemungkinan perang habis-habisan semakin berkembang.

"Kami menemukan jenis senjata baru dan sebagai tindak lanjut, kita menginstruksikan masyarakat untuk bersembunyi di bawah dua atap, bukan hanya satu," jelasnya. (IRIB/RM/7/9/2011)

Di Negara Sendiri Hancurkan Masjid, di Turki, Kagumi Masjid Bersejarah

Raja Bahrain, dalam lima bulan penumpasan protes rakyatnya juga menghancurkan banyak masjid dan membakar al-Quran dengan bantuan milter Arab Saudi dan polisi Uni Emirat Arab, dalam kunjungannya ke Turki meninjau masjid-masjid bersejarah negara tersebut.

Farsnews melaporkan, dalam enam bulan terakhir, kawasan Timur Tengah menjadi ajang penumpasan protes rakyat.

Para pejabat Manama dan Riyadh bahu-membahu menumpas protes rakyat yang berdemo secara damai di Bahrain dalam rangka menuntut reformasi politik dan sosial yang adil.

Raja Bahrain, Hamad bin Isa al-Khalifah, tidak segan-segan menghancurkan masjid dalam menumpas protes rakyatnya dan pada proses itu, al-Quran pun dibakar, demi menjaga kekuasaannya.

Kantor berita Bahrain melaporkan, Raja Bahrain dalam kunjungannya selama tiga hari ke Turki yang dimulai 4 September, berkunjung ke masjid-masjid bersejarah Turki dan juga menunaikan shalat di Masjid Sultan Ahmad.

Kunjungan Raja Bahrain ke masjid Turki itu terjadi di saat atas instruksinya, sekitar 20 masjid di negaranya telah dihancurkan.

Di akhir lawatannya ke masjid-masjid Turki itu, Raja Bahrain mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas upaya pemerintah Ankara dalam menjaga dan merawat masjid-masjid bersejarah di Turki.

Berikut ini list masjid-masjid yang dirusak rezim al-Khalifah:

Kota Hamad:
Masjid Ummul Banin
Masjid Abu Thalib
Masjid Karim Ahlul Bait (as)
Masjid Imam Hasan Askari (as)
Masjid Sayidah Zainab
Masjid Fadak az-Zahra

Desa Nawidarat:
Masjid Imam Muhammad Baqir (as)
Masjid Imam Jawad (as)
Masjid Imam Hasan (as)
Masjid Salman Farsi
Masjid Mukmin

Distrik al-Sadad:
Masjid Imam Ali (as)

Desa Aali:
Masjid Amir Muhammad al-Barighi
Masjid Ain Rastan

Distrik Sitrah:
Masjid Sheikh Muhammad
Masjid Sheikh Abid

Desa al-Zanj:
Masjid Sheikh Ibrahim

Desa Salamabad:
Masjid Imam Shadeq

Desa Bani Jumrah:
Masjid Khidr

Desa Mahuz:
Masjid al-Wathiyyah

Desa Karzakan:
Masjid Rasul al-A'dzam

Desa al-Kurah:
Masjid al-Kaukabat

Desa Maqabah:
Masjid al-Wathiyyah

Poin penting lain dalam kunjungan Raja Bahrain itu adalah pernyataan kolektifnya bersama Presiden Turki, Abdullah Gul, adalah imbauan kepada pemerintah Suriah untuk menghentikan represiya terhadap rakyat. Padahal bahkan pada peringatan Idul Fitri pun rezim al-Khalifah tetap melakukan kejahatan dengan membunuh seorang pemuda berusia 14 tahun.
(IRIB/MZ/6/9/2011)

Turki Hanya Berpura-Pura Memusuhi Israel

Ghassan Ben Jeddo

Jurnalis terkemuka Arab, Ghassan Ben Jeddo, menilai tidak adanya kecocokan antara pengusiran Duta Besar Israel dari Ankara dan politik Turki anti-Suriah, seraya mengatakan, "Dengan mengambil kebijakan seperti ini, Turki berusaha mengesankan diri sebagai musuh Israel."

Ben Jeddo dalam wawancaranya dengan Farsnews (Selasa, 6/9), menjelaskan politik standar ganda Turki terhadap rezim Zionis Israel seraya mengatakan, "Kami berharap Turki jujur dalam politiknya namun muncul banyak keraguan dalam hal ini, karena tidak ada kecocokan antara pengusiran Dubes Israel dari Ankara dan politik pemerintah Turki anti-Ankara. Oleh karena itu saya berpendapat bahwa dengan politik seperti ini, Turki ingin mengesankan diri sebagai musuh Israel."

Terkait politik Ankara anti-Damaskus, Ben Jeddo mengatakan, "Tujuan utama Turki dalam menjalankan politik seperti itu adalah penggulingan pemerintahan Bashar Assad. Tentunya dengan cara seperti penggulingan rezim Gaddafi. Yakni dengan mendukung kelompok oposisi untuk menentang pemerintah Damaskus dan kemudian menggulingkan rezim melalui operasi militer."

Di bagian lain pernyataannya, Jeddo menyinggung kesepakatan Turki untuk memasang sistem radar peringatan cepat milik Amerika seraya menjelaskan, "Pemasangan sistem tersebut bertujuan menghadapi Iran karena jika Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ingin melancarkan operasi militer anti-Suriah, Iran tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu, pemasangan sistem radar itu di Suriah adalah pesan bagi Iran untuk tidak mencampuri serangan NATO ke Suriah."

Menjawab pertanyaan soal apakah dukungan Iran terhadap Suriah dalam menghadapi serangan NATO akan menyulut perang regional, Ben Jeddo menilai kecil kemungkinan terjadinya perang regional.

"Menurut saya, Iran hanya akan memberikan dukungan spiritual kepada Suriah. Karena jatuhnya pemerintahan Bashar Assad tidak akan mudah, karena pemerintah Damaskus memiliki sekutu kuat termasuk Iran, muqawama Lebanon dan Palestina. Selain itu, mayoritas rakyat Suriah mendukung Bashar Assad. Meski mereka menginginkan reformasi, namun mereka tidak menginginkan penggulingan pemerintahan," jelas Ben Jeddo.

Ditanya soal faktor kesulitan penggulingan pemerintahan Assad, Ben Jeddo mengatakan, "Tidak seperti berkas Libya yang masuk ke Dewan Keamanan PBB, serta Rusia dan Cina yang menyetujui larangan terbang di Libya, jika seandainya berkas Suriah juga masuk ke Dewan, maka Rusia dan Cina tidak akan menyetujui operasi militer di Suriah. Oleh karena itu penggulingan pemerintahan Assad tidak mudah."
(IRIB/MZ/SL/6/9/2011)

Iran Reaksi Penempatan Radar NATO di Turki

Menteri Pertahanan Iran Jenderal Ahmad Vahidi mengatakan bahwa Republik Islam Iran tidak akan mentolerir setiap agresi terhadap kepentingan nasional.

Vahidi membuat pernyataan di Tehran pada Selasa (6/9), menyangkut fakta bahwa Turki telah menyetujui untuk menjadi tuan rumah sebuah sistem radar sebagai bagian dari sistem perisai rudal NATO, yang seolah-olah dimaksudkan untuk menangkal ancaman rudal balistik dari Iran.

Vahidi mengatakan, "Kami menganggap kehadiran Amerika Serikat dan Barat sebagai sumber masalah, dan percaya akan merusak keamanan di negara-negara Muslim serta membahayakan kepentingan mereka.

Seraya menyatakan negara-negara Barat bertanggung jawab atas pertumpahan darah rakyat Irak, Afghanistan, dan Palestina, Vahidi menegaskan, "Kami tidak menganggap kehadiran mereka di negara manapun akan bermanfaat bagi negara-negara Muslim."

Menanggapi pernyataan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy pada 31 Agustus, yang menuding Iran mengembangkan rudal jarak jauh dan senjata nuklir, Vahidi menjelaskan, statemen seperti itu dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian atas kekejaman Barat di Libya dan di belahan dunia lain.

Pada bagian akhir pernyataannya, Vahidi menandaskan, Republik Islam Iran tengah berupaya untuk mempribumikan keamanan di kawasan dengan tujuan membantu menjaga keamanan regional tanpa kehadiran pasukan asing. (IRIB/RM/7/9/2011)

0 comments to "Bahrain (pemerintah pro zionis) pun ahli ''BERBOHONG'' : Kebohongan, Cara (pemerintah) Inggris (zionis & antek-antek nya) Memulai Perang.."

Leave a comment