Home , , , , , , , � Hari Mubahalah-24 Dzulhijjah :Peran Politik Sayyidah Fathimah az-Zahra as

Hari Mubahalah-24 Dzulhijjah :Peran Politik Sayyidah Fathimah az-Zahra as



Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sa'id

Mubahalah dalam definisinya adalah dua orang yang saling melaknat dan mengutuk. Berdasarkan ayat 61 surat Ali Imran mubahalah dilakukan bila terjadi perselisihan pendapat antara dua orang atau lebih dan masing-masing tidak mempercayai argumentasi lainnya,kemudian mereka sepakat untuk berkumpul di sebuah tempat memohon kepada Allah untuk mempermalukan orang-orang yang berdusta di antara mereka. Nah,dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw, di awal kerasulannya, beliau senantiasa mengajak para pemimpin negara-negara di dunia untuk memeluk agama Islam melalui surat-surat yang dikirimnya. Salah satunya adalah surat yang dikirim untuk uskup Najran dalam rangka mengajak orang-orang Kristen untuk memeluk agama Islam. Najran adalah sebuah daerah yang terletak di perbatasan Hijaz (Arab Saudi) dan Yaman. Di masa permulaan Islam daerah ini adalah tempat tinggal orang-orang Kristen.

Pertemuan Para Pemuka Kristen Najran bersama Rasulullah Saw

Pada tahun 10 Hq sebuah rombongan terdiri dari 60 orang Kristen Najran datang menemui Rasulullah Saw bersama 3 orang pembesar bernama ‘Aqib, Sayyid dan seorang uskup Abu Haritsah. Dalam pertemuan itu mereka melakukan dialog dengan Rasulullah Saw tentang Allah, Nabi Isa dan Maryam as. Mereka meyakini akan ketuhanan Nabi Isa as dan tidak mempercayai kelahiran Nabi Isa as yang tanpa ayah. Uskup bertanya: "Hai Muhammad, bagaimana pendapatmu tentang Nabi Isa as?" Rasulullah Saw menjawab: "Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah sama seperti penciptaan Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian Allah berfirman "Jadilah" (seorang manusia) maka jadilah dia."(Ali Imran ayat 59)

Meski Rasulullah Saw telah menjawabnya dengan jelas, mereka tetap ngotot dan tidak mau menerima apa yang disampaikan Rasulullah Saw sampai akhirnya Allah menurunkan ayat mubahalah (surat al-Maidah ayat 61) yang berbunyi, "Maka barang siapa yang membantahmu tentang kisah Isa setelah datang ilmu yang meyakinkan kamu, maka katakan, "Mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita bermubahalah (saling melaknat dan mengutuk) dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta."

Bersama Siapa Rasulullah Saw Bermubahalah?

Berdasarkan perintah Allah Swt, Rasulullah Saw mengajak orang-orang Kristen Najran untuk bermubahalah. Mereka menerima ajakan Rasulullah Saw untuk bermubahalah namun meminta agar waktunya ditunda sampai besok.

Orang-orang Kristen Najran mengadakan musyawarah dengan mereka sendiri. Abu Haritsah berkata, "Kita tunggu saja sampai besok, sampai kita tahu Muhammad akan datang bermubahalah bersama siapa? Kalau ia datang bersama keluarganya, berarti dia yakin dengan ucapannya, karena dia telah membawa orang-orang tercintanya dalam bahaya. Dengan demikian, kita jangan datang untuk bermubahalah. Kalau ia datang bersama sahabat-sahabatnya, berarti ia ragu dengan ucapannya dan kita harus datang untuk bermubahalah dengannya."

Keesokan harinya Rasulullah Saw datang di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Rasulullah Saw datang bersama Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan san Husein as. Melihat pemandangan ini orang-orang Kristen Najran mengurungkan niatnya untuk bermubahalah dengan Rasulullah Saw karena kalau sampai terjadi mubahalah, maka tidak satu orang pun dari orang-orang Kristen akan hidup. Akhirnya mereka menyerah dan berdamai dengan Rasulullah Saw dan siap membayar pajak setiap tahun. (Ibrahim Amini,Banu-e Namuneh Islam Fathimah az-Zahra)

Keagungan Sayidah Fathimah az-Zahra as

Sayidah Fathimah adalah salah satu anggota dari lima orang keluarga Rasulullah Saw yang hadir dalam peristiwa mubahalah dengan orang-orang Kristen Najran.

Di zaman jahiliyah, perempuan tidak memiliki peran sama sekali di tengah-tengah masyarakat. Perempuan hanya sekedar budak dan alat pemuas laki-laki. Perempuan tidak berhak ikut campur dalam urusan politik, sosial dan ekonomi. Di saat perempuan tidak dianggap sebagai bagian dari anggota masyarakat, di saat anak perempuan dikubur hidup-hidup, di saat perempuan hanya dianggap sebagai alat pemuas laki-laki dan tidak dihargai sama sekali sebagai manusia, Sayyidah Fathimah az-Zahra muncul ditengah-tengah masyarakat.

Sayidah Fathimah mendapatkan penghormatan khusus dari ayah, suami dan anak-anaknya. Karena keagungan dan ketinggian kepribadian dan posisi spiritualnya serta kedekatannya kepada Allah, beliau ikut serta untuk bermubahalah bersama Rasulullah Saw. Mubahalah bukan perkara biasa dan sederhana sehingga yang ikut harus sosok pribadi yang benar-benar memiliki kedudukan dan posisi di hadapan Allah, karena laknat dan kutukannya pasti dikabulkan oleh Allah.

Abu Haritsah sendiri di hadapan rombongannya mengakui, "Demi Allah, dengan keyakinan dan keberaniannya Muhammad seperti para nabi duduk dan siap bermubahalah. Aku menyaksikan wajah-wajah yang bila memohon kepada Allah, gunung pun akan lepas dari tempatnya. Aku takut bila mereka melaknat dan mengutuk kami, pasti orang-orang Kristen di muka bumi akan binasa." (IRIB Indonesia/21/11/2011)


Mubahalah dalam Ulasan Ayatollah Javadi Amoli


Ayatollah al-Udzma Javadi Amoli

Mubahalah berasal dari kata bahlah ataubuhlah, yang berarti melepaskan sesuatu dari ikatannya. Akan tetapi secara terminologi, mubahalah adalah memohon kutukan kepada Allah Swt untuk dijatuhkan kepada orang yang berdusta, sebagai bukti kebenaran salah satu pihak. Mubahalah dilakukan ketika orang-orang berdebat tentang masalah penting agama, lalu berkumpul di sebuah tempat dan memohon kepada Allah Swt untuk menghukum mereka yang berbohong dan menentang kebenaran.

Kuliah tafsir tentang ayat Mubahalah

Pada tanggal 24 Dzulhijjah tahun kesepuluh Hijriah, Nabi Muhammad Saw melayangkan sebuah surat kepada kaum Nasrani Najran untuk menyeru mereka kepada agama Islam. Mereka yang tidak bersedia menerima Islam pada akhirnya mengutus pembesar-pembesar Nasrani untuk datang ke Madinah, lalu Nabi Saw membacakan beberapa ayat al-Quran tentang Isa bin Maryam. Ketika mereka menolak kebenaran itu, maka turunlah surat Ali Imran ayat 61. Ayat ini memerintahkan Nabi Saw untuk melakukan Mubahalah dan delegasi Nasrani pun setuju untuk melakukan itu.

Keesokan harinya, Nabi Muhammad Saw mengajak orang-orang terdekatnya untuk bermubahalah dengan Nasrani Najran. Mereka adalah Ali, Fatimah serta Hasan dan Husein. Akan tetapi, para wakil Nasrani membatalkan niat mereka dan memilih membayar jizyah daripada melakukan Mubahalah. Najran adalah sebuah derah di barat daya Arab Saudi, dekat perbatasan Yaman. Pada permulaan Islam, kawasan itu dihuni oleh kaum Nasrani yang mengikuti ajaran Nabi Isa as daripada menyembah berhala. (IRIB Indonesia/21/11/2011)


Mubahalah, Bukti Kebenaran Islam

Tanggal 24 Dzulhijjah yang dalam penanggalan Islam dikenal dengan Hari Mubahalah. Hari dimana pendeta-pendeta Kristen datang untuk bersumpah dengan Nabi Muhammad Saw untuk membuktikan mana yang paling benar. Tapi pribadi-pribadi yang diajak oleh Rasulullah Saw membuat mereka takut dan membatalkan niatnya untuk bermubahalah dengan Rasul Saw dan keluarganya.

Hari Mubahalah dari satu sisi merupakan hari pengambilan sumpah antara Rasulullah Saw dengan Ahlul Baitnya dan pengikut Kristen kota Najran. Sementara dari sisi lain, hari ini merupakan hari diturunkannya ayat ‘al-Tathir" pensucian Ahlul Bait. Ketika ayat ini diturunkan oleh Allah Swt, Nabi Muhammad Saw mengajak Ali, Fathimah, Hasan dan Husein as dan berkata, "Allahumma Haaulaai Ahli" yang artinya, "Ya Allah! Mereka ini adalah keluargaku".

Pada tahun kesepuluh Hijrah, Nabi Muhammad Saw mengirimkan surat kepada pengikut Kristen di Najran. Dalam surat itu beliau mengajak mereka untuk beriman kepada Allah yang Maha Esa dan memeluk Islam. Bila mereka tidak ingin melakukan hal itu, maka mereka harus membayar jizyah (pajak) kepada umat Islam dan tetap pada agamanya. Bila pilihan kedua ini tidak juga diterima, maka mereka harus bersiap perang melawan umat Islam.

Mendapat kiriman surat itu, warga Kristen Najran berkumpul di gereja besarnya bermusyawarah untuk mencari solusi atas surat Nabi itu. Sebagian menolak menyerah di hadapan usulan Nabi termasuk Sayid, tokoh Kristen Najran dan ‘Aqib, Uskup Kristen Najran, sementara Abu Haritsah, Uskup Agung Najran yang berusia 120 tahun menerima apa yang tertera dalam surat Nabi.

Setelah melakukan musyawarah maraton selama dua hari, mereka akan membacakan buku "al-Jami'ah" yang menyebutkan sifat-sifat nabi pasca Nabi Isa as dan Shahifah Nabi Syits as. Di hadapan umat Kristiani dan utusan Nabi Muhammad Saw, mereka membacakan sebagian dari buku al-Jami'ah. Setelah mendengar dan menerima isi buku tersebut, mereka memutuskan untuk mengirim 70 orang, termasuk Abu Haritsah pergi ke Madinah untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Para pengikut Kristen Najran akhirnya tiba di Madinah dan bertemu dengan Nabi Saw. Dalam pertemuan itu Nabi memberikan bukti-bukti akan kebenaran kenabiannya, tapi mereka bersikeras untuk tidak menerimanya. Akhirnya Nabi Muhammad Saw mendapat perintah untuk melakukan Mubahalah (sumpah). Kemudian Malaikat Jibril as turun menghadap Rasulullah Saw dan Allah menurunkan ayat 61 dari surat Ali Imran.

Allah Swt berfirman yang artinya:

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.

Akhirnya disepakati untuk melakukan Mubahalah dan Sayid serta ‘Aqib kembali ke tempat karavan mereka yang berada di luar Madinah. Mereka lalu bermusyawarah dengan yang lain. Sebagian dari ulama mereka mengatakan, "Bila keesokan harinya Muhammad beserta sahabat dan orang banyak untuk bermubahalah, maka cara yang dipakai adalah cara raja-raja. Bila hal ini yang dilakukannya, kalian tidak perlu takut. Tapi, bila hanya orang-orang tertentu dari keluarganya yang dibawa, maka itu cara para nabi."

Keesokannya, ketika matahari mulai meninggi Nabi Muhammad memegang tangan Ali bin Abi Thalib dan keluar dari rumah. Imam Hasan dan Husein diperintahkannya berjalan di depan dan Sayidah Fathimah az-Zahra berjalan di belakang. Mereka berjalan hingga sampai di bawah sebuah pohon yang telah ditentukan. Sebelumnya, Nabi memerintahkan agar tanah di bawah pohon itu dibersihkan dan beliau membeberkan abaahnya sebagai penghalang sinar matahari. Umat Islam Madinah mulai berdatangan dan pengikut Kristen juga mulai memenuhi tempat itu bersama anak-anaknya. Nabi lalu mengutus seseorang kepada Sayid dan ‘Aqib guna memberitahu mereka bahwa kami telah siap.

Abu Haritsah, Uskup Agung Najran datang bersama rombongan dan berkata, "Engkau bersama siapa saja yang ingin melakukan Mubahalah dengan kami? Nabi Muhammad Saw menjawab, "Saya bersama manusia terbaik di muka bumi dan di sisi Allah. Karena aku diperintahkan oleh Allah untuk membawa mereka besertaku." Nabi kemudian mengisyaratkan keluarganya yang bersamanya.

Sayid, ‘Aqib dan Abu Haritsah saat melihat Nabi dan rombongan yang menyertainya langsung merasa ketakutan dan wajah mereka langsung pucat. Abu Harits yang punya kecenderungan kepada Islam memanfaatkan kesempatan itu dengan memegang tangan Sayid dan ‘Aqib dan menasihati mereka akan akibat dari Mubahalah. Ia mengatakan, "Kalian telah membaca sifatnya dan keluarganya di buku-buku. Muhammad adalah Nabi. Apakah kalian tidak melihat awan hitam, perubahan sinar matahari, pohon yang tunduk, suara ayam dan asap hitam yang berada di sekitar gunung serta dampak gempa yang terlihat dari sana? Mereka sedang menanti untuk berdoa. Demi Allah, bila mereka membuka mulutnya, maka tidak ada lagi sisa dari kita. Pergilah, dan berdamai dengannya."

Mereka kemudian memutuskan untuk mengutus Abu Haritsah kepada Rasulullah Saw. Begitu sampai kepada Nabi, Abu Haritsah mengucapkan syahadat dan memeluk Islam. Setelah itu, kepada Rasulullah ia berkata, "Warga Najran telah menyesal." Nabi berkata, "Mereka harus memeluk Islam!" Abu Haritsah menjawab, "Mereka tidak mau." "Kalau begitu mereka harus siap berperang," tandas Nabi. Abu Haritsah kemudian menjawab, "Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk berperang. Tapi mereka siap memberikan jizyah."

Nabi kemudian memanggil Imam Ali as dan berkata, "Sampaikan kepada mereka syarat-syarat orang Ahli Dzimmah dan berapa yang harus mereka bayar." Setelah menentukan jumlah jizyah yang harus dibayarkan oleh rakyat Najran, Imam Ali as membawa mereka kembali kepada Rasulullah Saw. Setelah itu, Rasul berkata, "Bila kalian bersedia melakukan Mubahalah dengan saya dan Ahlul Bait-ku, maka wajah kalian akan diubah menjadi kera dan babi. Lembah ini kemudian akan menjadi api yang membakar kalian. Setelah itu, tidak lebih dari setahun seluruh pengikut Kristen akan lenyap dari muka bumi."

Pada Hari Mubahalah juga terjadi peristiwa luar biasa. Karena itu Imam Ali as tengah melakukan shalat di Masjid Nabawi. Ketika tengah melakukan rukuk, seorang peminta-minta menengadahkan tangannya kepada beliau. Imam Ali as langsung menjulurkan tangannya sebagai isyarat agar peminta-minta itu mengambil cincin yang ada di jarinya sebagai sedekah. Menyusul perilaku itu, Allah Swt menurunkan ayat al-Quran surat al-Maidah ayat 55.

Allah Swt berfirman yang artinya, "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)."

Ketika ada yang bertanya kepadanya tentang makna ayat ini, Imam Ali as menjawab dengan mengutip surat an-Nahl ayat 83, "Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya." Imam berkata, "Ketika turun ayat 55 surat al-Maidah, sebagian sahabat Nabi berkumpul di masjid Nabawi. Sebagian dari mereka berkata, "Apa yang kalian katakan tentang ayat ini?" Sebagian lain menjawab, "Bila kita mengingkari ayat ini, maka kita harus mengingkari banyak ayat yang lain. Tapi bila kita mengimani ayat ini dan menerimanya, maka kita menjadi sangat terhina. Oleh karenanya, kita tampakkan saja bahwa kita mencintainya, tapi kita membangkang apa yang diperintahkannya." Setelah itu Allah menurunkan ayat an-Nahl ayat 83.(IRIB Indonesia/21/11/2011)


Mubahalah, Bukti Kebenaran Ahlu Bait as


Definisi Mubahalah

Mubahalah berasal dari kata bahlah atau buhlah, yang berarti melepaskan sesuatu dari ikatannya. Akan tetapi secara terminologi, mubahalah adalah memohon kutukan kepada Allah Swt untuk dijatuhkan kepada orang yang berdusta, sebagai bukti kebenaran salah satu pihak. Mubahalah dilakukan ketika orang-orang berdebat tentang masalah penting agama, lalu berkumpul di sebuah tempat dan memohon kepada Allah Swt untuk menghukum mereka yang berbohong dan menentang kebenaran.

Pada tanggal 24 Dzulhijjah tahun kesepuluh Hijriah, Nabi Muhammad Saw melayangkan sebuah surat kepada kaum Nasrani Najran untuk menyeru mereka kepada agama Islam. Mereka yang tidak bersedia menerima Islam pada akhirnya mengutus pembesar-pembesar Nasrani untuk datang ke Madinah, lalu Nabi Saw membacakan beberapa ayat al-Quran tentang Isa bin Maryam. Ketika mereka menolak kebenaran itu, maka turunlah surat Ali Imran ayat 61. Ayat ini memerintahkan Nabi Saw untuk melakukan Mubahalah dan delegasi Nasrani pun setuju untuk melakukan itu.

Keesokan harinya, Nabi Muhammad Saw mengajak orang-orang terdekatnya untuk bermubahalah dengan Nasrani Najran. Mereka adalah Ali, Fatimah serta Hasan dan Husein. Akan tetapi, para wakil Nasrani membatalkan niat mereka dan memilih membayar jizyah daripada melakukan Mubahalah. Najran adalah sebuah derah di barat daya Arab Saudi, dekat perbatasan Yaman. Pada permulaan Islam, kawasan itu dihuni oleh kaum Nasrani yang mengikuti ajaran Nabi Isa as daripada menyembah berhala.

Seruan Kepada Islam dan Kebenaran

Muhammad Saw yang diutus sebagai nabi akhir zaman dan berkewajiban menyampaikan risalah ilahi, telah mengirim banyak surat ke sejumlah negara dan penguasa pada masa itu. Nabi Saw juga mengutus sejumlah delegasinya untuk mengajak umat manusia menyambut seruan kebenaran dan pengesaaan Tuhan. Surat serupa juga dikirim kepada pembesar dan pendeta Najran, Abu Haritsah bin Alqamah untuk mengajak kaumnya memeluk agama Islam.

Dalam suratnya kepada pendeta Najran, Rasul Saw menulis, "Dengan Nama Tuhan Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub, surat ini dari Muhammad, Rasulullah Saw kepada pendeta Najran. Aku memuji Tuhan Nabi Ibrahim, Ishak, dan Ya'qub dan mengajak Anda untuk menyembah Tuhan daripada menyembah makhluk-Nya. Aku menyeru Anda untuk meninggalkan wilayah makhluk Tuhan dan bergabung ke dalam wilayah Tuhan. Jika Anda tidak menerima seruan ini, maka Anda wajib membayar jizyah demi keamanan jiwa dan harta benda Anda. Jika tidak demikian, Anda akan dihadapkan pada bahaya."

Delegasi pembawa pesan Rasul Saw itu memasuki Najran dan menyerahkan surat tersebut kepada pendeta Nasrani. Setelah itu, Abu Haritsah bin Alqamah membentuk sebuah forum untuk membicarakan masalah tersebut dengan pemuka-pemuka kaum Nasrani Najran. Salah seorang dari mereka yang dikenal sebagai pemikir, berkata: "Kita berulang kali mendengar dari pemimpin-pemimpin kita bahwa suatu hari nanti posisi kenabian akan berpindah dari keturunan Ishaq kepada putra-putra Ismail. Tidak menutup kemungkinan bahwa Muhammad – dari keturunan Ismail – adalah nabi yang dijanjikan itu." Atas dasar ini, forum Nasrani Najran memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Madinah guna bertemu Muhammad Saw dan menanyakan bukti-bukti kenabiannya.

Kronologi Peristiwa Mubahalah

Rasul Saw dalam sebuah diskusi dengan delegasi Nasrani, mengajak mereka untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Akan tetapi, mereka tetap mempertahankan klaimnya dan bersikeras bahwa bukti ketuhanan al-Masih adalah kelahiran Isa as tanpa perantaraan ayah. Pada saat itu, turunlah wahyu kepada Rasul Saw yang berbunyi, "Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah, sama seperti Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah." (Ali Imran:59)

Dalam ayat tersebut, Allah Swt selain menjelaskan keserupaan penciptaan Isa dengan Adam, juga mengingatkan bahwa Adam diciptakan dari tanah tanpa perantaraan ayah dan ibu. Jika ketiadaan ayah bagi al-Masih adalah bukti ketuhanan Isa, maka Adam lebih layak menyandang posisi itu. Sebab, ia diciptakan tanpa ayah dan ibu. Meski Rasul Saw telah memaparkan argumentasi ini, delegasi Nasrani Najran tetap tidak puas dan kemudian Allah Swt memerintahkan rasul-Nya untuk melakukan mubahalah guan menyingkap kebenaran dan menghukum orang-orang yang berdusta.

Allah Swt sebelum menurunkan ayat mubahalah, terlebih dahulu menjelaskan tentang penciptaan Nabi Isa as dalam beberapa ayat sebelumnya. Langkah ini bertujuan mengajak Nasrani Najran menggunakan akal sehat dan logika dalam berdebat. Pada awal diskusi, Rasul Saw telah berusaha menyadarkan mereka dengan argumentasi-argumentasi yang kuat dan tegas. Namun, itu semua tidak membuat mereka sadar, tapi malah bersikeras pada keyakinannya. Pada akhirnya, Allah Swt memerintahkan Rasul Saw untuk bermubahalah dan berfirman: "Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (Ali Imran:61)

Setelah datang tawaran bermubahalah, delegasi Nasrani Najran meminta waktu kepada Rasul Saw untuk mendiskusikan masalah itu dengan pembesar-pembesarnya. Hasil musyawarah itu merekomendasikan bahwa jika Muhammad datang untuk bermubahalah dengan sebuah rombongan dan senjata, maka lakukanlah mubahalah dengannya, karena dapat dipastikan kebenaran tidak bersamanya. Akan tetapi, jika Muhammad hanya datang bersama orang-orang terdekatnya, ketahuilah bahwa dia adalah utusan Allah Swt dan jangan kalian bermubahalah dengannya, karena bahaya akan datang.

Mubalahah pun dibatalkan setelah Nasrani Najran melihat Rasul Saw datang bersama orang-orang terdekatnya. Abu Haritsah bin Alqamah berkata: "Aku menyaksikan wajah-wajah yang jika mereka memohon kepada Tuhan, maka gunung-gunung akan berpindah dari tempatnya dan menuruti perintah mereka. Oleh sebab itu, janganlah kalian bermubahalah, karena kita akan binasa dan tidak ada seorang Nasrani pun akan yang tersisa di muka bumi."

Setelah pembatasan sepihak itu, Abu Haritsah bin Alqamah mendatangi Rasul Saw dan berkata kepadanya, "Wahai Abul Qasim! Urungkanlah niatmu untuk bermubahalah dengan kami dan kami siap berdamai atas segala sesuatu yang mampu untuk kami tunaikan." Rasul Saw akhirnya menerima tawaran perdamaian dan menetapkan pembayaran jizyah kepada pemerintahan Islam.

Mubahalah dan Kebenaran Ahlul Bait as

Mubahalah Rasul Saw dengan Nasrani Najran adalah bukti kebenaran risalahnya. Pertama, tawaran mubahalah diusulkan oleh Rasul Saw sendiri, yang mengindikasikan keimanan kuat beliau atas kebenaran risalahnya. Hanya orang-orang yang bersama kebenaran, berani menerima tantangan ini, sebab mubahalah memiliki implikasi serius dan mematikan. Dan kedua, Rasul Saw memboyong orang-orang penting dan terdekat dalam hidupnya untuk melakukan sebuah pertarungan final. Langkah ini sendiri menunjukkan dalamnya keimanan dan keyakinan Rasul Saw terhadap kebenaran misinya.

Para mufassir dan ahli hadis Syiah dan Sunni menyatakan bahwa ayat mubahalah juga bukti atas kebenaran Ahlul Bait Nabi as. Ketika mendatangi arena mubahalah, Rasul Saw hanya membawa putrinya, Fatimah az-Zahra as, kedua cucunya, Sayyidina Hasan dan Husein as, serta menantunya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib as. Oleh karena itu, maksud kata "Abnaana" dalam ayat mubahalah hanya terbatas pada Hasan dan Husein as, sementara "Nisaana" hanya tertuju pada Fatimah as, dan kata "Anfusana" hanya terfokus pada Ali as. Ayat mubahalah juga menyinggung sebuah poin penting yaitu, Ali menempati kedudukan jiwa dan ruh Rasul Saw.

Dua Riwayat Tentang Ahlul Bait

Dalam buku ‘Uyun Akhbar ar-Ridha tentang pertemuan diskusi yang diselenggarakan oleh Khalifah Ma'mun disebutkan, Imam Ali bin Musa ar-Ridha as berkata, "Allah menjelaskan hamba-hambanya yang suci dalam ayat Mubahalah. Menyusul diturunkannya ayat ini, Nabi Muhammad Saw mengajak Ali, Fathimah, Hasan dan Husein untuk bermubahalah. Ini merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain dan keutamaan yang tidak mungkin diraih oleh siapapun dan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki seorangpun."

Sementara dalam buku Ghayah al-Maram mengutip dari Shahih Muslim disebutkan, suatu hari Muawiyah bin Saad bin Abi Waqqas mengatakan, "Mengapa engkau tidak memburuk-burukkan Abu Thurab (julukan Imam Ali as)? Dijawab, "Sejak aku mengingat tiga hal yang dikatakan oleh Nabi Muhammad Saw tentang Imam Ali as, aku sudah tidak lagi mengucapkan hal-hal yang buruk tentang Ali. Pertama, ketika ayat Mubahalah diturunkan oleh Allah, Nabi hanya mengajak Fathimah, Hasan, Husein dan Ali. Setelah itu Nabi berdoa, "Allahumma Haaulaai ahli" (Ya Allah, mereka ini adalah keluargaku)."

Amalan Hari Mubahalah

Dalam buku doa Mafatih al-Jinan, ada sejumlah amalan khusus yang dilakukan tepat di hari ini seperti berikut:

1. Mandi, amalan ini menunjukkan upaya untuk membersihkan badan lahiriah dari kotoran dan menandakan kesiapan jiwa untuk berhias dengan doa-doa yang akan dibaca.

2. Berpuasa, amalan ini membuat batin manusia menjadi lebih segar.

3. Melakukan dua rakaat shalat.

4. Membaca doa khusus hari Mubahalah yang disebut doa Mubahalah yang agak mirip dengan doa Sahar bulan Ramadhan.

Begitu juga di hari ini ditekankan agar membaca ziarah Amirul Mukmini, khususnya Ziarah Jamiah. Berbuat baik kepada orang miskin, mengikuti apa yang dilakukan oleh Imam Ali as yang di hari ini memberikan cincinnya kepada seorang peminta saat tengah melakukan ruku. (IRIB Indonesia/RM/SL/21/11/2011)


1 Azar, Imam Khomeini ra Kirim Pesan dari Paris Jelang bulan Muharram

Imam Khomeini ra Kirim Pesan dari Paris Jelang bulan Muharram

Menjelang tibanya bulan Muharram, bulan syahadah dan bulan kemenangan darah melawan pedang, Imam Khomeini ra mengirim pesan bersejarah kepada bangsa Iran pada tanggal 1 Azar 1357 Hs (22 November 1978). Imam Khomeini ra dalam pesannya menyeru seluruh rakyat Iran bangkit dengan seluruh kekuatan yang dimilinya demi melanjutkan penentangan terhadap Shah dan menumbangkannya. Imam menyebut bulan Muharram telah mengajarkan kepada seluruh generasi manusia sepanjang sejarah bagaimana menang menghadapi ujung tombak.

Isi pesan beliau meminta para ulama dan orator agar memanfaatkan benar-benar pedang ilahi bulan Muharram guna memotong sisa pohon kezaliman dan pengkhianatan.

Dalam pesannya Imam Khomeini ra secara transparan mencantumkan tujuan suci Revolusi Islam. Kepada seluruh rakyat Iran Imam berkata, "Semua harus bangkit untuk mencerabut silsilah kezaliman Pahlevi dan menciptakan Republik Islam yang berdasarkan hukum-hukum Islam yang mulia dan kemenangan milik rakyat."

Imam Khomeini ra tidak lupa mengingatkan, "Dengan tibanya bulan Muharram, bulan kebangkitan, keberanian dan pengorbanan telah dimulai. Bulan Muharram adalah bulan kemenangan darah melawan pedang. Para penceramah dan orator punya kewajiban ilahi yang lebih berat untuk mengungkap kejahatan-kejahatan rezim. Suara revolusi besar Iran telah berbunyi di negara-negara Islam dan di negara-negara lain dan memunculkan kebanggaan."

Pesan bersejarah Imam Khomeini ra ini pada hakikatnya perintah beliau kepada rakyat untuk mulai bergerak. Pesan ini dengan cepat menyebar ke seluruh Iran dan disampaikan kepada rakyat. Dampak penting dari pesan ini mempercepat tumbangnya rezim Shah Pahlevi. (IRIB Indonesia
)


25 Dzulhijjah, Surat Al-Insan Diturunkan Tentang Imam Ali dan Sayidah Fathimah

Surat Al-Insan Diturunkan Tentang Imam Ali dan Sayidah Fathimah

Imam Ali dan Sayidah Fathimah as bernazar untuk melakukan puasa selama tiga hari berturut-turut agar permohonan mereka dikabulkan oleh Allah Swt. Dalam pelaksanaan nazar itu, selama tiga hari berturut-turut datang seorang miskin, yatim dan tawanan ke rumah mereka meminta sesuap nasi.

Imam Ali dan Sayidah Fathimah as akhirnya memberikan makanannya kepada mereka dan berbuka puasa hanya dengan air. Ketika memberi mereka makan, Imam Ali dan Sayidah Fathimah as tidak berharap apapun dari manusia dan hanya menyerahkan balasan perbuatan mereka dari Allah semata.

Pada saat itu, tanggal 25 Dzulhijjah Allah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Saw surat ad-Dahr atau yang juga dikenal dengan surat al-Insan dan sebab turunnya ayat ini mengisahkan perbuatan ikhlas yang dilakukan oleh Imam Ali dan Sayidah Fathimah as kepada tiga orang peminta itu. (IRIB Indonesia)


Kedatangan Ayatullah Nuri Hamadani Dijemput Warga Muslim Rusia

Hadhrat Ayatullah Al Uzhma Husain Nuri Hamadani akhirnya tiba di Moskow ibu kota Rusia dan dijemput oleh warga muslim dan khususnya warga Syiah dan simpatisan Islam di negeri tersebut.

Kedatangan Ayatullah Nuri Hamadani Dijemput Warga Muslim Rusia

Menurut Kantor Berita ABNA, Hadhrat Ayatullah Al Uzhma Husain Nuri Hamadani akhirnya tiba di Moskow ibu kota Rusia dan dijemput oleh warga muslim dan khususnya warga Syiah dan simpatisan Islam di negeri tersebut. Dalam proses penjemputan di bandara udara tersebut hadir pula pimpinan majelis ulama Rusia, Sayyid Ridha Sajjadi kepala duta besar Iran untuk Rusia, Abu Dzar Ibrahimi ketua divisi kebudayaan Iran untuk Rusia dan sejumlah warga Iran yang bermukim di Rusia.

Ketua Majelis Ulama Rusia dalam dialog singkatnya dengan Ayatullah Nuri Hamadani mengatakan, "Warga muslim di Negara ini (baca: Rusia) tercatat ada sekitar 2,5 juta jiwa dan mayoritasnya bermukim di Moskow. Perkembangan Islam mengalami kemajuan yang signifikan setelah dibentuknya majelis ulama di Negara ini, begitu juga dengan terbentuknya beberapa organisasi-organisasi Islam. Masjid juga semakin bertambah jumlahnya seiring dengan berhembusnya hawa kebebasan beragama di negeri ini."

Lebih lanjut beliau mengatakan, "Di negeri ini kami juga memiliki hubungan yang baik dengan divisi kebudayaan Iran begitu juga dengan kedutaan besar Iran untuk Rusia. Beberapa kerjasama telah terjalin dan terselenggara dengan baik seperti penyelenggaraan pameran Al-Qur'an, seminar-seminar internasional dan yang baru saja terselenggara adalah kerjasama dalam penyelenggaraan ibadah haji. Selain itu, kami banyak mengutus perwakilan kami untuk menimba ilmu di Iran melalui pelatihan-pelatihan dan penataran-penataran singkat, sehingga penguasaan terhadap ilmu-ilmu Islam semakin meningkat. Dan utusan-utusan itulah yang kemudian kami jadikan imam-imam jama'ah di masjid-masjid yang tersebar di seluruh kota Moskow."

Diberitakan, kunjungan Ayatullah Nuri Hamadani di Moskow Rusia adalah untuk bertemu dan melakukan diskusi dengan warga muslim yang berada di Rusia, khususnya dengan warga Syiah untuk membicarakan hal-hal penting di dunia Islam dan dakwah Ahlul Bait.

Agenda lainya adalah mengadakan pertemuan dengan para ilmuan, peneliti dan cendekiawan Rusia begitu juga dengan warga Iran yang bermukim di Rusia. Kunjungan ulama marja taklid tersebut ke Rusia merupakan hasil dari kerjasama yayasan kebudayaan dan hubungan Islam antar kedua Negara. Kunjungan ke Rusia, merupakan kunjungan Ayatullah Nuri Hamadani ke luar negeri yang sekian setelah sebelumnya bebapa bulan lalu berkunjung ke Tanzania dan Kenya.

0 comments to "Hari Mubahalah-24 Dzulhijjah :Peran Politik Sayyidah Fathimah az-Zahra as"

Leave a comment