Politik adalah ibadah yang paling tinggi dan sekaligus dosa yang paling hina dan sulit diampuni. Mengapa? Karena jika ternyata calon pemimpin yg kita pilih itu jadi dan mampu mengentaskan kemiskinan, membahagiakan orang2 yg sengsara, dan menyadarkan org2 yg tak mau sadar, maka org2 yg memilihnya mendapatkan juga nilai2 ibadah yg tinggi seperti pemimpin yg dipilihnya. Tapi sebaliknya, jika yg dipilihnya itu jadi, dan menzalimi puluhan jutaan manusia, menyengsarakan ratusan juta rakyat kecil, dan menghambat jutaan org2 yg mau sadar, maka org2 yg memilihnya pasti terlibat dlm kubangan dosa besar yg sulit diampuni, bahkan tak terampuni, kecuali puluhan juta rakyat yg dizalimi dan disengsarakan itu mengampuninya. Coba kita bayangkan sdr2ku. Bukankah Rasulullah saw telah berpesan kepada kita bahwa persoalan politik dan kepemimpinan bukan persoalan yang kecil ttp persoalan yang paling besar. Tidak percaya? Coba kita pelajari secara seksama dan mendalam ttg wasiat Rasulullah saw dalam persoalan politik dan kepemimpinan. Masih juga tidak percaya? Tunggu saatnya Allah swt menurut azab yg lebih besar seperti kaum2 terdahulu. Bukankah kita diperintahkan oleh Allah swt utk mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa2 masa lalu? Wassalam Pesantren Alam Maya Milis: Jaringan Pendukung: (Posted on November 16, 2008 by Syamsuri Rifai) Teliti dan waspadai, cari tahu dari orang-orang yang dapat dipercaya informasinya. Karena setiap pilihan pasti akan dimintai pertanggungan-jawab di hadapan Allah swt. Bisa-bisa kita diceburkan ke neraka bersama pemimpin yang pilihnya, atau dimasukkan ke surga bersama pemimpin yang dipilihnya. Kita mau masuk surga atau neraka? Hidup di dunia ini sebentar, singkat waktunya, sementara hidup di alam Barzakh dan Akhirat lama masanya. Karena itu, waspada..dan hati2 dalam memilih pemimpin. Politik dan kepemimpinan bukan persoalan kecil, tetapi persoalan yang paling besar. Jangan tergiur oleh promosi dan kampaye. Itu seperti iklan dan promo yang umumnya tidak sesuai dengan kwalitas produknya. Lalu apa kiat2nya agar terhindar dari akibat yg fatal dalam kehidupan ini dan kehidupan di akhirat? Sebagai langkah pertama: Jangan pilih calon pemimpin yang durhaka pada ortunya. Itu virus yg paling ganas, lebih ganas dari virus Trojan. Mustahil ia mampu membahagiakan rakyatnya, karena dirinya sendiri sdh terinfeksi virus yg paling ganas. Karena durhaka kepada ortu merupakan dosa yang paling besar sesudah syirik, yang akibatnya disegerakan di dunia. Pemimpin yg durhaka pada ortunya pasti akan menyebarkan virus yang ganas, goncangan dan malapetaka kehidupan kepada rakyatnya. Karena anak yg durhaka kepada orang tuanya, ia dikutuk oleh Allah swt. Tidak percaya? Baca pesan2 Rasulullah saw ttg anak yg durhaka. Masih juga tidak percaya? Tunggu Allah swt menurunkan azab yang lebih dahsyat, yg dapat menyadarkan org2 yang tak mau sadar. Tlng sebarkan pd sdr2 kita dan rakyat Indonesia, agar negeri ini diselamatkan dari virus yang ganas, goncangan dan malapetaka. Sebagian orang mengira bahwa akibat dosa hanya diterima nanti di akhirat. Padahal banyak sekali akibat-akibat dosa yang ditimpakan oleh Allah swt di dunia ini. Tentang hal ini: ada orang yang percaya dan ada juga yang tidak percaya; ada yang merasakan langsung, ada juga yang tidak merasakan; ada yang sebenarnya merasakan tapi belum tahu dan belum sadar bahwa penderitaan itu akibat dari dosa yang dilakukannya. Jadi, sebenarnya bukan soal tidak merasakan. Tapi lebih pada persoalan mengetahui dan menyadari. Celakanya adalah sudah merasakannya tapi tidak menyadari bahwa hal itu akibat dari dosanya. Lebih celaka lagi orang yang tak mau tahu atau tidak mengakui bahwa itu akibat dari dosanya. Sehingga ia tak mau mentaubatinya. Mengapa bagian yang terakhir ini lebih celaka? Karena secara berangsur-angsung ia akan menjadi kebal dengan akibat-akibat dosa yang dilakukannya. Inilah dinamakan istidraj, yakni peristiwa yang luar biasa dalam kedurhakaan kepada Allah swt sehingga Dia sangat murka padanya. Yakni ia sudah kehilangan akses dengan nuraninya, signal nuraninya sudah tak bisa diakses lagi karena sudah tertutup kabut hitam yang tebal sehingga suaranya tak terdengar lagi. Maaf, ini bisa kita analogikan dengan penjaga WC umum yang sudah kebal dengan bau tak sedap. Na’udzubillah, kita mohon perlindungan kepada Allah swt dari tingkatan yang terakhir ini. Mengapa sebagian manusia kehilangan signal nuraninya? Ini berawal dari pembiasaan yang berulang-ulang dalam berbuat dosa. Akhirnya ia merasa biasa, dan menganggap bukan lagi perbuatan dosa. Lalu kapankah ia dapat merasakannya? Ia akan merasakannya saat ia digoncang oleh gelombang badai kehidupan. Jika gelombang badai itu belum juga bisa merobek kabut hitam yang tebal dalam hatinya, maka peristiwa ini ditunda oleh Allah swt sampai sakratul menjemputnya. Saat Sakratul maut tiba pasti ia akan merasakan dan menyaksikan. Karena saat itulah Allah swt merobek semua kabut hitam yang tebal darinya, sehingga ia mampu menyaksikan apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi pada dirinya. Inilah maksud dari firman Allah swt yang dinyatakan di dalam firman Al-Qur’an: Dan datanglah sakratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaaf/50: 19) “Maka Kami singkapkan darimu tirai yang menutupi matamu, sehingga penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.” (Qaaf/50: 22). Benarkah ada dosa yang mendatangkan bencana? Dalam doa Kumail setelah bertawasul dengan asma Allah dan keagungan-Nya Imam Ali bin Abi Thalib (sa) menyebutkan dalam doa Kumail: Allâhummaghfirliyadz dzunûbal latî tunzilul balâ’ Lalu apa saja dosa-dosa yang mendatangkan bencana? Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata: Sekarang pertanyaannya: Pala ulama terdahulu dalam kitab-kitab klasiknya seperti Mujarrbat Imamiyah dan Syamsul Ma’arif, telah membuat rumus-rumusan antara lain tentang Menang dan Kalah dalam perpolitikan dan kekuasaan. Berikut ini salah satu rumus dan Cara menghitungnya: Hitunglah, misalnya dua nama calon wapres, berdasarkan huruf ABJADUN: Untuk mengetahui kalah dan menang antara dua perlawanan, jumlahkan Contoh: Dawud (داود) dan Jalud (جالود). Musa (موسى) dan (فرعون ). Jumlah huruf nama Musa (116), nama Fir’un (406). Setelah masing-masing dibagi (9) sisa nama Musa (8) dan nama Fir’un (1). Kemudian lihat rumusan di atas, ternyata (C)) yaitu Nabi Musa (as). Dengan rumus perhitungan tersebut kita dapat memprediksinya jauh-jauh hari disamping kita memperhitungkan sebab2 materialnya. Cobalah kita hitung nama lengkap Capres2 kita: SBY, Megawati, Jusuf Kalla, dan lainnya. Dan coba hitungan kerasian pasangan Capres dan Cawapres, perhitungannya agak beda. NILAI ANGKA HURUF ABAJADUN: Selengkapnya nilai Huruf ABAJADUN tsb bisa didownload di bagian File Milis: Rasulullah saw bersabda: Rasulullah saw juga bersabda: Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: Akibat Menghina orang-orang mukmin Rasulullah saw bersabda: Rasulullah saw juga bersabda: Rasulullah saw juga bersabda: Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Akibat Mencemaskan hati orang mukmin Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Wassalam Wassalam Pesantren Alam Maya Milis: Jaringan Pendukung: (Posted on November 16, 2008 by Syamsuri Rifai) Jerman-Hamburg - Al Ghadir adalah hari raya terbesar setelah Idul Fitri dan Adha karena Al Ghadir adalah Hari disempurnakannya Islam dimana Allah menyempurnakan nikmat-Nya dengan diangkatnya Imam Ali bin Abi Tholib as sebagai penerus Rasulullah saw. Muslim Syiah menandai pengangkatan Imam Ali as tersebut sebagai hari raya Idul Ghadir yang jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah dan pada tahun ini bertepatan pada tanggal 25 November 2010. Dalam rangka menyemarakkan Hari Raya terbesar tersebut umat Islam Syiah yang berada di Hamburg Jerman mengadakan lomba secara online bagi umat islam Jerman. Sumber : ABNA/Red : Enoz Trapfosi/alqoimkaltim Iran Semarak Sambut Hari Raya Idul Ghadir Rabu malam (24/11/2010) bersamaan dengan malam 18 Dzulhijjah, masyarakat muslim Iran menyambut kedatangan hari raya Idul Ghadir dengan menggelar berbagai acara keagamaan. Masyarakat muslim syiah di Iran setiap tanggal 18 Dzulhijjah memperingatinya sebagai hari pelantikan Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib sebagai Imam oleh Rasulullah saw yang dikenal sebagai Hari Raya Idul Ghadir. Di Tehran, perayaan Idul Ghadir kemarin malam juga dimeriahkan dengan pesta kembang api dan pengajian akbar di berbagai masjid dan pusat-pusat keagamaan. Peristiwa Ghadir terjadi pada tahun 10 H di suatu wilayah bernama Ghadir Khum yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Pada masa itu, Rasulullah saw sekembalinya dari haji wada, mengumumpulkan seluruh jamaah haji untuk memperkenalkan Ali bin Abi Thalib as sebagai Imam dan pengganti Rasuluullah yang ditunjuk langsung oleh Allah swt. Dalam peristiwa pelantikan itu, Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang menjadikanku sebagai pemimpinnya, maka Ali as adalah pemimpinnya juga". Selain menggelar berbagai perayaan keagamaan dengan menggelar acara pengajian dan pembacaan syair-syair dan pujian tentang Imam Ali as dan Ahlul Bait Nabi as, masyarakat Iran dalam menyambut Idul Ghadir juga memiliki tradisi unik. Pada saat hari raya tiba, mereka saling mengunjungi rumah-rumah keluarga sayyid atau keturunan Rasulullah saw. Biasanya para sayyid juga membagikan lembaran-lembaran uang baru berstempel khas Idul Ghadir kepada para tamu yang berkunjung dan masyarakat luas.(irib/25/11/2010) Muslim Boznia dan Herzegovina Rayakan Idul Ghadir Seperti halnya di Iran, Iraq, Bahrain, dan Negara-negara Islam lainnya yang di sana ada muslim syiahnya hari ini (25/11) bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1431 H muslim Boznia dan Herzegovina juga menggelar peringatan penegasan Imam Ali as sebagai pemimpin setelah Rasulullah saw atau dikenal dengan peringatan Idul Ghadir. Pada hari yang dimuliakan ini peringatan Idul Ghadir Eid Al-Ghadir, diadakan di lembaga Molla Sadra Educational and Research Foundation bekerjasama dengan Iran Cultural Center Bosnia dan Herzegovina. Selain ceramah agama acara diisi pula dengan melantunkan lagu-lagu rohani yang sudah di-set oleh paniti Sumber : ABNA/Red : Enoz Trapfosi/alqoimkaltim Rayakan Idul Ghadir Syiah Houthi Yaman diserang Bom SANAA — Sebanyak 12 gerilyawan Syiah tewas dan 17 lainnya cedera di Yaman utara pada Rabu (24/11/2010) ketika satu ledakan roket menghantam konvoi kendaraan yang menuju lokasi acara peringatan Idul Ghadir, kata seorang juru bicara kelompok gerilyawan itu. Juru bicara itu mengatakan, masih belum jelas apa penyebab ledakan di provinsi Jawf, Yaman utara. Menurut pejabat yaman, pihak berwenang menduga al-Qaeda berada di belakang serangan Rabu (24/11), yang terjadi pada sebuah jalan di propinsi al-Jawf, 175 km timur ibukota, Sanaa. Sumber : Kompas/Red : Enoz Trapfosi/alqoimkaltim Hari ini, 18 Dzul-Hijjah kaum Muslimin merayakan sebuah hari raya, bahkan merupakan hari raya terbesar di antara hari-hari raya Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban. Hari itu adalah hari imamah, khilafah dan hari kesempurnaan agama dan kemanusiaan. Hari dimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dinobatkan sebagai imam dan khalifah kaum Muslimin pasca Rasulullah Saw. Hari itu sepanjang perjalanan sejarah kaum Muslimin dikenal sebagai hari Ghadir. Apabila Ghadir bermakna kembalinya ingatan pada perubahan besar dalam sejarah umat manusia, di tengah budaya kaum Muslimin, hari Ghadir layak untuk diperingati sebagai hari raya akbar umat manusia khususnya bagi kaum Muslimin. Lantaran perubahan besar dalam sejarah umat manusia berlangsung pada hari ini. Dan sebagaimana kita mendengar dari lisan riwayat, bahwa pada hari ini kesempurnaan agama dan kebahagiaan manusia telah distempel dan dijamin. Seluruh agama-agama samawi, sebagai pendahulu agama Islam telah sempurna pada hari Ghadir. Dan Tuhan semesta alam (Rabbul ‘Alamin) telah rela dengan agama Islam. ﴿اَلْيَوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَليكُم نِعْمَتي وَرَضِيتُ لَكُم الِإسْلامَ ديناً﴾ “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu untukmu dan telah Kulengkapi nikmatKu atasmu dan Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (Qs. al-Maidah [5]:3)[1] Dan tidak satu pun peristiwa yang lebih signifikan melebihi sempurnanya agama pada kehidupan manusia. Dan oleh sebab itu, tidak ada hari yang lebih layak untuk diperingati dan dimeriahkan melebihi hari Ghadir. Dan persis dengan alasan yang sama, Rasulullah Saw pada hari ini ia umumkan sebagai hari ied dan meminta kepada kaum Muslimin untuk menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Rasulullah Saw bersabda: هنئوني ، هنئوني إن الله تعالى خصني بالنبوة وخصَّ أهل بيتي بالإمامة “Berikan ucapan selamat kepadaku, berikan ucapan selamat kepadaku. Sesungguhnya Allah mengkhususkan kepadaku kenabian (nubuwwah) dan kepemimpinan (imamah) kepada keluargaku.”[2] Dan ia juga bersabda: يوم الغدير أفضل أعياد أمتي وهو اليوم الذي أمرني الله تعالى ذِكره بنصب أخي علي بن أبي طالب عَلَماً لأمتي يهتدون به من بعدي وهو اليوم الذي أكمل الله فيه الدين وأتم على أمتي فيه النعمة ورضي لهم الإسلام ديناً “Hari Ghadir merupakan hari ied yang paling afdhal. Pada hari itu, Allah Swt menugaskan kepadaku untuk memperingatinya dengan melantik saudaraku ‘Ali ibn Abi Thalib bagi umatku; sehingga selepasku mereka menemukan hidayah. Allah Swt menyempurnakan agama dan melengkapkan nikmat bagi umatku pada hari itu dan ridha Islam sebagai agama merekanya.”[3] Oleh karena itu, memperhatikan hari Ghadir sebagai salah satu hari ‘ied dalam Islam memiliki akar pada masa Rasulullah Saw. Dan Rasulullah Saw mengumumkan pada hari itu sebagai hari ‘ied dan ia pada hakikatnya merupakan pencetus hari ‘ied ini. Selepas Rasulullah Saw, para imam maksum sangat memberikan perhatian khusus terhadap hari Ghadir sebagai hari ‘ied. Amirul Mukminin ‘Ali As pada hari Ghadir yang bertepatan dengan hari Jum’at menyampaikan khutbah. Dan khutbah tersebut adalah sebagai berikut: “Semoga Allah Swt merahmati kalian! Hari ini bagikanlah kepada keluarga kalian uang belanja. Dan bersikap santunlah kepada saudara-saudara kalian, dan bersyukurlah kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat ini kepada kalian. Senantiasalah kalian bersama sehingga Allah Swt mengumpulkan orang-orang yang berpisah di antara kalian. Berbuat baiklah kepada sesama kalian, sehingga Allah Swt mendatangkan rahmat dengan keakraban dan perkumpulan ini. Dan demikianlah Allah Swt menganugerahkan nikmat kepada kalian, ganjaran atas ‘ied hari ini dilipatgandakan atas hari-hari ied yang lain. Dan di antara nikmatnya adalah bahwa sesama kalian hendaknya saling membimibng. Berbuat baik pada hari ini akan memperbanyak rizki dan memanjangkan usia. Bersikap pemurah pada hari ini akan mendatangkan cinta dan kasih Tuhan.”[4] Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa khilafah Amirul Mukminin ‘Ali As banyak di antara sahabat Rasulullah Saw ikut hadir dalam perayaan Ghadir. Dan mereka mendengar sabda Imam ‘Ali ini; apabila ‘ied tidak pasti bagi mereka, niscaya mereka akan menyampaikan protes. Selepas Amirul Mukminin As, sejauh yang dapat direkam oleh para perawi, para imam maksum sangat memberikan perhatian terhadap hari ‘Ied ini. Mereka merayakan dan memeriahkan hari tersebut. Pada hari ini mereka menunaikan puasa. Dan mereka meminta kepada para sahabat dan kerabatnya untuk menunaikan puasa juga sebagaimana mereka. Tsiqâtul Islâm Kulaini dalam al-Kâfi, yang meriwayatkan dari Salim: Aku berkata kepada Imam Shadiq As: “Apakah kaum Muslimin memiliki hari ‘ied selain hari Jum’at, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha?” Ia bersabda: “Iya, ‘Idul akbar (hari raya yang paling besar).” Aku bertanya lagi: “Hari apa itu wahai Imam?” Imam bersabda: “Hari tatkala Rasulullah Saw menetapkan wilâyah Amirul Mukminin As dan bersabda: “Man kuntu mawlahu, fa ‘Aliyun mawlahu.”[5] Dan juga diriwayatkan dari Hasan ibn Rasyid yang mengajukan pertanyaan kepada Imam Shadiq As. Ia berkata: “Semoga diriku menjadi tebusanmu wahai Imam! Apakah kaum Muslimin memiliki ‘ied selain ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha?” Imam bersabda: “Iya. Lebih besar dan lebih utama dari keduanya.” Aku berkata: “Hari apakah itu wahai Imam?” Imam bersabda: “Hari ketika wilâyah Amirul Mukminin ‘Ali As ditetapkan.” Aku berkata: “Semoga diriku menjadi tebusanmu!” Pada hari ini, apa yang harus kami lakukan?” Imam As bersabda: “Berpuasa dan bershalawat ke atas Nabi Saw dan keluarganya. Tunjukanlah rasa penyesalan dari orang-orang yang engkau tindas. Para nabi Ilahi memerintahkan kepada para khalifah mereka bahwa pada hari penetapan khalifah dirayakan sebagai hari ‘ied.” Aku berkata: “Apa ganjaran bagi orangyang mengerjakan puasa pada hari ini?” Imam As bersabda: “Ganjarannya adalah sebanding dengan enam ratus bulan berpuasa.”[6] Demikian juga, Furat ibn Ibrahim meriwayatkan dalam kitab tafsirnya bahwa Imam Shadiq As ditanya: “Apakah kaum Muslimin memiliki ‘ied yang lebih utama daripada ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha dan hari Jum’at dan hari ‘Arafah?” Imam As bersabda: “Iya. Lebih utama, lebih mulia dan lebih besar dari seluruh ied di sisi Allah. Dan hari itu adalah hari dimana Allah Swt menyempurnakan agama-Nya, dan menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya: ﴿اَلْيَوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَليكُم نِعْمَتي وَرَضِيتُ لَكُم الِإسْلامَ ديناً﴾ “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu untukmu dan telah Kulengkapi nikmatKu atasmu dan Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (Qs. al-Maidah [5]:3) Seorang perawi berkata: “Hari apakah itu?” Imam bersabda: “Para Nabi Bani Israel tatkala menetapkan khalifah dan pengganti mereka, mereka merayakannya sebagai hari ied. Dan hari ‘ied untuk kaum Muslimin adalah hari dimana Rasulullah Saw menetapkan wilayah Imam ‘Ali As. Dan pelbagai ayat turun berkaitan dengannya, dan menyempurnakan agama dan melengkapkan nikmat-Nya atas kaum Mukminin.”[7] Demikian juga, ia bersabda: “Hari ini adalah hari ibadah, hari shalat dan hari memanjatkan syukur. Lantaran Allah Swt telah menganugerahkan nikmat wilâyahkami kepada kalian. Aku ingin engkau laksanakan puasa pada hari ini.”[8] Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Fayyadh ibn Muhammad ibn ‘Umar Thusi, bahwa ia datang menghadap Imam Ridha As. Aku melihat Imam sedang menjamu para sahabatnya dengan ifthâr (buka puasa) di rumahnya. Dan ia mengirimkan kepada mereka beragam hadiah berupa pakaian dan bahkan sepatu dan cincin. Di kediamannya, terdapat suasana yang berbeda. Aku melihat para pembantu Imam memperbaharui semua yang mereka punyai dan bahkan temasuk peralatan-peralatan yang mereka gunakan sehari-hari. Imam As menyampaikan khutbah tentang kemuliaan dan keutamaan hari itu kepada para hadirin.[9] Terlepas dari itu, yang dapat kita manfaatkan dari catatan sejarah bahwa kaum Muslimin sepanjang perjalanan sejarah yang berbeda memeriahkan dan merayakan hari Ghadir. Abu Raihan Biruni dalam kitab al-Âtsar al-Bâqiyah menulis: “Hari kedelapan belas merupakan hari raya (‘Ied) Ghadir Khum. Dan nama itu merupakan nama sebuah tempat dimana Rasulullah Saw selepas Hajjatul Wida’ berhenti dan mengumpulkan perlengkapan unta-unta dan mengambil lengan ‘Ali ibn Abi Thalib As. Kemudian ia menaiki mimbar (tumpukan kumpulan perlengkapan unta, AK) dan bersabda: “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai mawlanya, maka ‘Ali adalah mawlanya.”[10] Dan Mas’ud dalam kitabnya at-Tanbih wa al-Asyrâf menulis: “Putra-putri ‘Ali dan Syi’ah-nya merayakan dan memeriahkan hari ini (Ghadir).[11] Dan Ibn Talha Syafi’i dalam kitabnya Mathâlib as-Su’ul menulis: “Dan hari ini, disebut sebagai hari Ghadir Khum dan merupakan hari raya. Lantaran pada hari itu merupakan hari dimana Rasulullah Saw menetapkannya (‘Ali) pada kedudukan yang tinggi. Dan hanya ialah yang dapat mencapai kedudukan ini di antara semua orang.”[12] Tsa’alabi dalam kitab Tsamâratul Qulûb, menyebut malam hari Ghadir termasuk malam yang paling khusus, menuliskan: “Malam hari Ghadir merupakan malam dimana Rasulullah Saw pada keesokan harinya yaitu pada hari Ghadir Khum menaiki mimbar yang terbuat dari pelana-pelana unta dan bersabda: مَنْ كُنْتُ مَولَاهُ فَعَلِى مَولَاهُ اَللَّهُمَّ وَالَ مَنْ وَالَاهُ وَعٰادَ مَنْ عٰادَاهُ مَنْ نَصَرَهُ وَاخَذَلَ مَنْ خَذَلَهُ Orang-orang Syi’ah merayakan malam itu dan mengerjakan ibadah-ibadah pada malam hari itu.”[13] Demikian juga, Ibn Khallaqan dalam Syarh Hali al-Musta’li Fathimi ibn al-Mustanshir menulis: “Pada hari raya (‘Ied) Ghadir yaitu bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 487 H, orang-orang memberikan baiat kepadanya.”[14] Dan dalam Syarh Hâl al-Mustanshir Fâthimi menulis: “Ia wafat pada Kamis malam dua belas hari tersisa dari bulan Dzulhijjah 487 H dan malam ini adalah malam ‘Idul Ghadir yaitu malam 18 Dzulhijjah adalah ‘Idul Ghadir Khum.”[15] Sebagaimana yang kita saksikan dalam berbagai riwayat dan ucapan para sejarawan, hari Ghadir merupakan tahun-tahun terakhir usia Rasulullah Saw yaitu tahun ia menetapkan wilâyah Amirul Mukminin ‘Ali As dikenal sebagai hari raya dan pada tahun itu dan pada sahara itu juga Idul Ghadir, tersebar dari mulut ke mulut di sepanjang sejarah dan negeri-negeri Islam. Dari persfektif sejarah, pada masa Imam Shadiq As wafat tahun 148, pada masa Imam Ridha As wafat tahun 203, pada masa ghaibah sughrah yaitu masa dimana Furat ibn Ibrahim Kufi dan Kulaini Razi hidup, pada masa Mas’udi wafat tahun 345, Tsa’alabi Naisyaburi wafat tahun 429, Talha Syafi’i wafat tahun 654, dan Abu Raihan Biruni wafat tahun 430 H, hari ini dianggap sebagai hari raya. Dari sisi menjuntainya letak geografis, pada daerah-daerah Timur dunia Islam yaitu pada sekeliling an-nahr (daerah-daerah seperti Iran, Afghanistan, Tajikistan, Kazakstan, AK) yang merupakan tempat tinggal Abu Raihan dan Naisyabur yang merupakan tempat lahir Tsa’alabi, hingga kota kelahiran dan bermukim Kulaini, dan hingga kota Baghdad kota kelahiran dan besarnya Mas’udi, hingga Halab tempat tinggal dan wafatnya Ibn Thalha Syafi’i dan Mesir yang menjadi tempat tinggal dan wafatnya Ibn Khallaqan, orang-orang di tempat-tempat ini mengetahui tentang hari raya Ghadir dan mereka merayakan hari besar itu. Hal ini apabila kita berasumsi bahwa masing-masing pembesar ini memberikan berita ini kepada orang-orang di sekitarnya; sementara kita ketahui bahwa pertama sebagian orang-orang seperti Mas’udi dan Biruni mengelilingi hampir seluruh negeri-negeri Islam; yang kedua dalam tulisan-tulisan mereka hari ini disebutkan sebagai hari raya kaum Muslimin. Adab-adab dan Amalan ‘Idul Ghadir Unsur asasi dalam menemukan setiap hari raya, di antara bangsa-bangsa, kejadian-kejadian yang memberikan kebahagiaan dan keceriaan, terjadi dalam lintasan perjalanan waktu, muatan kejadiannya telah dibuat berbeda sebelum dan setelahnya. Kemudian masyarakat menyebut hari itu sebagai hari raya (‘ied) , selaras dan sejalan dengan budaya dan ajaran mereka, dan memperingatinya sepanjang abad dan zaman. Dalam kultur dan budaya Islam, unsur asasi ini, disebut sebagai anugerah. Dan setiap insan berakal, ia memandang dirinya wajib untuk menyampaikan rasa syukur atas kebaikan yang diterimanya. Atas alasan ini, salah satu tata-cara umum agama Islam dalam perayaan-perayaan ini adalah penetapan ibadah dan amalan-amalan khusus yang menjadi penyebab semakin mendekatnya manusia kepada Tuhan semesta alam – sang pemberi nikmat sejati. Pada hari Ghadir juga sebagaimana ied-ied yang lain, orang-orang dianjurkan dan diprogramkan untuk mengerjakan ibadah-ibadah dan mengadakan perayaan-perayaan khusus. Adab-adab hari raya besar ini memiliki dua tipologi nyata: 1. Adab-adab hari raya Ghadir tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan adab-adab hari-hari besar Islam; sedemikian sehingga dapat dikatakan: apa yang diriwayatkan tentang adab-adab pada hari Ghadir, termasuk model umum seluruh amal kebaikan, perbuatan-perbuatan terpuji, dan sebuah kehidupan ideal dalam skala personal atau sosial. 2. Menurut riwayat yang sampai ditangan kita dari para maksum As dalam masalah ini, masing-masing perbuatan memiliki nilai-nilai yang tinggi, dan atas alasan ini mendapatkan ganjaran yang melimpah. Oleh karena itu, hari Ghadir merupakan hari yang sangat bernilai dan hidup dan harus dirayakan. Dan satu-satunya jalan untuk memperingati dan memuliakan hari ini, mengerjakan adab-adab yang telah dicontohkan oleh Ahlul Bait As. Adab-adab ‘Idul Ghadir dalam Beberapa Fokus Umum Amal Saleh Kendati seluruh adab-adab hari raya Ghadir masing-masing merupakan amal saleh. Akan tetapi dalam sebuah aturan umum dan sebagai pendahuluan adab-adab ini yang terdapat dalam riwayat: “Setiap perbuatan baik (amal saleh) sama dengan perbuatan baik selama delapan puluh bulan.”[16] Oleh karena itu, hari Ghadir merupakan memiliki peran seperti bulan Ramadhan dan malam Qadhar. Dari sini, dapat disebutkan bahwa amal saleh pada hari-hari dan malam-malam ini senantiasa berada pada keadaan terbuka. Pada saat-saat ini, layak kiranya bagi insan untuk memanfaatkan waktu ini secara maksimal sehingga ia dapat mengerjakan kebaikan dan amal saleh. Menggemarkan Ibadah Imam Ridha As bersabda: “Ghadir merupakan hari dimana Allah Swt akan menambahkan rizki terhadap orang-orang yang beribadah pada hari itu.”[17] Definisi ibadah secara umum adalah seluruh perbuatan dilakukan dengan niatqurbah (mendekatkan diri) dan akan menjadi penyebab dekatnya hamba kepada Tuhan. Dalam budaya Islam ibadah bermakna, dapat berbentuk perbuatan-perbuatan mubah; artinya apabila insan dalam perbuatan-perbuatan biasa dengan niattaqarrub dan untuk meraup keridhaan Allah, seluruh perbuatan kesehariaannya terhitung sebagai ibadah. Ibadah yang dinasihatkan untuk dikerjakan pada hari Ghadir termasuk seluruh jenis ibadah yang kita kenal dalam Islam. Mengerjakan shalat, berpuasa, mandi, berdoa, memanjatkan puji dan syukur, berziarah, menyampaikan shalawat dan mengekspresikan barâ’at (berlindung) dari musuh-musuh, masing-masing merupakan satu adab dari adab-adab hari penuh berkah ini. Berpuasa Puasa merupakan sebuah bentuk ibadah disamping bersifat wajib pada bulan Ramadhan, juga ada yang bersifat mustahab yang dilakukan setiap hari sepanjang tahun, selain hari-hari Idul Fitri dan Idul Qurban. Akan tetapi pada beberapa hari tertentu sangat dianjurkan untuk dilakukan. Dan riwayat-riwayat mengatakan nilai-nilai yang tinggi yang dikandung puasa-puasa tersebut. Dan salah satu puasa tersebut adalah puasa hari Ghadir. Para Imam Maksum As tidak hanya mengharuskan diri mereka untuk berpuasa pada hari ini, akan tetapi mereka juga mengajurkan kepada para kerabat dan sahabatnya untuk mengikuti mereka berpuasa. Demikian juga, dari riwayat yang dapat dimanfaatkan bahwa puasa pada hari ini adalah sunnah Rasulullah Saw yang diwariskan kepada kita. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa barang siapa berpuasa pada hari ke-18 Dzulhijjah, Allah Swt akan mencatatkan ganjaran sebanyak enam ratus tahun puasa.[18] Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat, sembari memberikan nasihat kepada orang-orang untuk berpuasa pada hari ini, ia bersabda: “Puasa pada hari ini sebanding dengan puasa selama enam ratus bulan.”[19] Dan dalam riwayat yang lain, ia bersabda: “Puasa hari Ghadir Khum, sebanding amalan seratus haji dan seratus umrah di sisi Allah Swt.”[20] Demikian juga ia bersabda: “Puasa pada hari Ghadir Khum, sebanding dengan puasa seumur dunia; apabila seseorang dapat hidup selama itu dan melakukan ibadah puasa seumur dunia.”[21] Shalat Demikian juga kebanyakan hari dan keadaan-keadaan khusus, ia mengerjakan shalat khusus untuk hari dan keadaan-keadaan itu. Dan untuk hari Ghadir dianjurkan melaksanakan beberapa jenis shalat beserta adab-adab khususnya. Sayid Ibn Thawus Ra dalam kitab monumentalnya Iqbâl al-A’mâl menukil amalan tiga shalat hari Ghadir dari Imam Shadiq As. Menurut salah satu riwayat ini, Hadrat Shadiq As bersabda: “Hari ini merupakan hari dimana Allah Swt mewajibkan ke atas seluruh orang-orang beriman untuk menghormatinya. Lantaran pada hari ini, Allah Swt menyempurnakan agama-Nya dan melengkapkan nikmat atas mereka, dan mengulang janji serta akad yang diambil dari mereka semenjak awal penciptaan dan setelah itu mereka lupakan, lalu memberikan taufik kepada mereka supaya mereka menerimanya dan tidak termasuk sebagai orang-orang yang ingkar.”[22] Yang dimaksud ikrar (mitsâq) dalam hadits mulia ini adalah ikrar yang disebutkan dalam al-Qur’an ayat 172 surah al-A’raf. Dalam surah ini, Allah Swt berfirman: “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (ke-Esaan Tuhan).” Ikrar (mitsâq) ini adalah mitsâq yang diambil Tuhan atas tauhid dan keesaan dalam ibadah dari umat manusia. Oleh karena itu, dari hadits ini dapat dikatakan bahwa Tuhan sebagaimana Ia mengambil janji dan ikrar dari manusia untuk menyembah Tuhan dan mengesakan-Nya, Ia juga mengambil janji dan ikrar dari manusia dalam hal wilayah. Ikrar atas tauhid, apapun bentuknya, juga berlaku dalam masalah wilayah. Apabila ada orang yang ingin seperti orang yang bersama Rasulullah Saw pada hari itu, berperilaku jujur sebagai sahabat Amirul Mukminin terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan pada saat yang bersamaan, ingin seperti orang yang syahid di sisi Rasulullah Saw, Amirul Mukminin As, Imam Hasan dan Imam Husain As, dan seperti orang yang berada di bawah panji Hadrat Mahdi Ajf di dalam kemahnya, dan dari kalangan orang-orang besar dan selamat, mendekati datangnya waktu Zuhur – yaitu saat-saat tatkala Rasulullah Saw beserta sahabat-sahabatnya tiba di Ghadir Khum – ia mengerjakan dua rakaat shalat, dan selepas shalat, ia mengerjakan sujud syukur dan seratus kali membaca: “ شُكْراً لِِلّه (Syukur hanya kepada Allah)[23] Kemudian Hadrat memanjatkan doa yang panjang dan mengajarkan kepada para hadirin ketika itu selepas mengerjakan shalat. Doa ini secara asasi memiliki beberapa fokus umum: 1. Pengakuan terhadap akidah yang sehat dan benar Islam, seperti tauhid dan nubuwwah; 2. Bersyukur dan berterima kasih atas nikmat wilayah; 3. Harapan untuk gigih dan istiqamah di jalan kebenaran (haq); Di antara salah satu untaian doa ini kita membaca: Tuhanku! Dengan kemurahan dan kelembutanMu yang membuat kami mendapatkan taufik untuk menyambut seruan nabiMu dan membenarkannya; Kami beriman kepada Amirul Mukminin dan mengingkari thagut dan para penyembah berhala. Setelah Engkau memilih kami untuk berwilayah, jadikan mereka sebagai wali kami dan dikumpulkan bersama para pemimpin kami di hari Masyhar, dimana kami dengan keyakinan yang kami tambatkan kepada mereka, kami pasrah kepada urusan mereka, lahir dan batin, syahid dan ghaib, hidup dan matinya mereka, dan kami rela dan ridha atas kepemimpinan mereka. Mereka memadai menjadi wasilah antara kami dan Tuhan, tidak perlu kepada yang lain. Kami tidak menghendaki pengganti mereka, kami tidak mengambil selain mereka untuk menjadi teman setia dan tempat curahan rahasia-rahasia kami.[24] Dalam frase yang lain dari doa ini disebutkan: Tuhanku aku bersaksi bahwa agama kami adalah agama Muhammad dan keluarga Muhammad dan ucapan kami adalah ucapan mereka. Agama kami adalah agama mereka. Apa yang kami ucapkan adalah apa yang mereka sabdakan dan mengikuti apa yang mereka ikut. Apa saja yang mereka ingkari, kami turut mengingkarinya. Apa saja yang mereka cintai, kami juga mencintainya. Dan dengan siapa pun mereka bermusuhan, maka akan juga menjadi musuh kami. Siapa saja yang dilaknat oleh mereka, akan menjadi sasaran laknat kami. Dari siapa saja mereka muak, kami juga akan merasa muak. Dan kami mengirimkan rahmat kepada siapa saja yang mereka kirimin rahmat.[25] Shalat ini merupakan manisfestasi ruh yang mengetahui anugerah Ilahi dan bersyukur secara hakiki dari segala nikmat yang diterima. Mendirikan shalat ini pada waktu menjelang shalat Zuhur pada hari Ghadir merupakan perlambang supaya orang yang mengerjakan shalat menjadi tahu bahwa pada saat-saat ini Malaikat Jibril Amin turun untuk menyampaikan pesan Ilahi.[26] Pesan yang merupakan pesan utama dan asasi. Turunnya Malaikat pembawa wahyu ini adalah membawa berita gembira kepada umat manusia berupa wilâyah. Wilâyah merupakan penjamin kelestarian agama dan jiwa syariat dan menjadi penopang tauhid, risalah, pembela keutamaan takwa dalam komunitas umat manusia; utama karena menegakkan keadilan merupakan tujuan asli diutusnya seluruh rasul-rasul Ilahi dan diturunkannya kitab-kitab samawi. Dan menegakkan keadilan adalah sebagai tanggung jawab mereka. (Qs. al-Hadid [57]:25) Utama lantaran apabila tidak disampaikan berarti pesan Ilahi (secara keseluruhan, AK) tidak disampaikan. (Qs. al-Maidah [5]:3) Orang-orang yang mengerjakan shalat memberikan perhatian pada semua hal ini dan dengan maksud untuk menyampaikan rasa syukur, ia bersujud di atas tanah. Dan dalam keadaan bersyukur ia merapatkan keningnya di atas tanah dan dengan kerendahan hati bertawassul menengadahkan tangannya ke haribaan Tuhan yang senantiasa menjaganya pada kedudukan tinggi ini, dan terlepas dahaganya dari mata air rahmat pada seluruh kehidupannya. Dan demikianlah ia akan sederajat dengan para sahabat Rasulullah Saw dan satu kubu dengan para mujahid masa-masa awal Islam. Ia akan beserta dengan para syuhada yang berada di samping Amirul Mukminin, Imam Hasan, Imam Husain yang memeluk para syuhada dan ibarat seseorang yang menebaskan pedang di bawah panji Imam Mahdi Ajf dan berposko di kemahnya. Berziarah Ziarah merupakan sumber mata air yang meyemburkan air kepada para perindu yang terlupakan untuk melepas dahaganya. Dan memenuhi jiwanya dengan kebeningan dan mensucikan ruhnya dari panasnya perpisahan dalam arus kedekatan (qurb). Ziarah merupakan buah rahmat dan ganjaran yang diberikan kepada para salik atas kesabaran yang??? . Doa ziarah adalah nasib yang tak terbaca dan media kucuran rahmat. Apa yang dibacakan oleh para peziarah di Haram para Maksum As sebenarnya merupakan kumpulan keinginan dan kecintaan. Serta ajaran-ajaran benar yang ditunjukkan kepada para peziarah tatkala bersua dan bercengkerama dengan para Imam Maksum, dan meminta penegasan dari mereka. Dan hal ini merupakan kebiasaan para salafusshaleh yang menjadi kenang-kenangan bagi kita. Hari Ghadir merupakan hari wilayah dan wisayah. Hari yang merupakan milik Amirul Mukminin As dan dimeriahkan dengan namanya yang agung. Dari sini, salah satu adab yang terpenting hari Ghadir adalah mengulang ikrar dan baiat, menciptakan hubungan maknawi dengan sang pemilik wilayah. Orang-orang Syiah merindukan dapat berdiri di hadapan washi Rasulullah Saw dan menuruti perintahnya untuk memberikan baiat kepada khalifahnya. Dan setiap tahun, ia memperbaharui ikrar ini dan di haribaan Gerbang Ilmu Nabi, ia demonstrasikan imannya, dan membubuhkan stempel Imam Hammam pada surat keyakinannya. Dalam sebuah riwayat dari Imam Ridha As yang bersabda: “Dimanapun kalian berada, cobalah untuk merayakannya di sekitar Haram Hadrat Amirul Mukminin As. Karena Tuhan pada hari ini mengampuni dosa-dosa orang beriman selama enam ratus tahun. Dan melebihi dua kali pahala bulan Ramadhan, malam Qadhar, dan malam Idul Fitri, yang membebaskan orang-orang beriman dari neraka.”[27] Apabila kita tidak dapat berziarah secara langsung di hadapan Haramnya, kita dapat berziarah dari kejauhan. Diriwayatkan dari para imam suci bahwa pada hari Ghadir terdapat tiga ziarah. Dan ketiga ziarah tersebut dapat dibaca dari dekat atau dari tempat yang jauh. Yang paling tersohor dari ketiga ziarah itu adalah doa ziarah AminuLlah yang pendek dan ringkas dari sisi matan (isi) sahih dan sarat dengan makna. Dalam doa ziarah ini (AminuLlah), kita alamatkan kepada Amirul Mukminin As: “Salam padamu wahai Amin dan Hujjatullah di muka bumi, Aku bersaksi bahwa wahai Amirul Mukminin bahwa engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sebenar-benarnya perjuangan (jihad), engkau telah mengamalkan kitab Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah Saw; hingga Allah Swt mengganjarimu dengan sebaik-baik ganjaran, dan Ia memanggilmu dari dekat dan menempatkan ruh agungmu di samping-Nya. Dan meski engkau memiliki seluruh burhan bagi seluruh makhluk, Allah dengan kesaksianmu, Ia telah menamatkan hujjah atas musuh-musuhmu. ”Tuhanku! Hati-hati orang yang khusyuk takjub kepadaMu, jalan ke arah para perindu ke kediamanMu terbuka; Mereka yang berhajat kepadaMu, memiliki ayat-ayat yang jelas. Hati mereka yang diperuntukkan untukMu, kosong selainMu. Bagi mereka yang menghendakiMu, suaranya meninggi. Dan gerbang ijabah terbuka baginya. Dan ia yang berkata jujur denganMu doanya terkabulkan. Taubat adalah ia yang kembali kepadaMu dan diterima. Barang siapa yang luruh air matanya karena takut kepadaMu, rahmat mengucur ke atasnya sebanyak cucuran air matanya; barang siapa yang mencari pertolongan dariMu, Engkau akan menolongnya; barang siapa yang ingin bantuanMu, Engkau akan membantunya; Engkau memenuhi janji yang Engkau berikan kepada para hambaMu, barang siapa yang menginginkanMu, Engkau akan mengindahkan kesalahan-kesalahannya.[28] Berbuat Kebajikan Salah satu adab Idul Ghadir adalah berbuat ihsan dan kebaikan kepada orang-orang Mukmin. Trdapat banyak riwayat yang datang dari para Imam As dalam bagian ini. Di antara tanda-tanda pentingnya ihsan (berbuat kebajikan) pada hari ini di antaranya: Pertama: Dalam hadits dan riwayat, dengan tema yang beragam, dianjurkan untuk berbuat ihsan. Infaq, ihsan, menolong, muwasat, memberikan hadiah, bertamu, memberi makan, memberikan buka puasa, mengasihi dan mencintai serta berusaha memenuhi hajat-hajat orang beriman merupakan tanda-tanda yang dianjurkan dalam riwayat untuk dilakukan. Kedua: Dinasihatkan, barang siapa yang tidak memiliki harta untuk berbuat ihsan, hendaknya ia meminjamnya dari orang lain. Imam ‘Ali As bersabda: “Barang siapa yang meminjam uang sehingga ia dapat membantu saudara mukminnya, aku menjamin bahwa apabila ia masih hidup, ia mampu membayar utang tersebut; dan apabila ia tidak dapat menunaikan hutangnya, lepas tanggung jawabnya.[29] Sementara kita ketahui dari perspektif syariah bahwa berhutang bukanlah merupakan sebuah perbuatan yang baik, dan Islam sangat menghargai hak-hak manusia. Pada suatu Jum’at yang bertepatan dengan hari Ghadir, Baginda Amirul Mukminin As menyampaikan khutbah. Khutbah yang disampaikan oleh Amirul Mukminin As di antaranya: “Semoga Tuhan merahmati kalian! Tatkala kalian beranjak meninggalkan tempat ini dan bertebaran di mana-mana, tunaikanlah uang belanja keluarga kalian, berbuat baiklah kepada saudara-saudara kalian, dan bersyukurlah kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat kepada kalian. Berbuat baik pada hari ini akan menambahkan rezki dan memanjangkan umur. Dan sayangilah orang lain – semampu kalian – karena hal itu akan menurunkan rahmat dan cinta Tuhan. Apa yang dianugerahkan Tuhan kepadamu, berbagilah dengan saudaramu. Bersilaturahmilah kalian dengan suka dan cita. Dan bersyukurlah kepada Tuhan atas anugerah yang diberikan kepadamu. Dan kepada orang-orang yang mengharapkanmu, berilah bantuan lebih banyak kepadanya. Sehingga kalian dapat berlaku secara adil di antara orang-orang papah dan lemah. Pada hari ini berinfak dengan satu Dirham setara dengan dua ratus Dirham, dan lebih banyak dari itu apabila Tuhan menghendaki. Barang siapa yang lebih dahulu berbuat baik kepada saudaranya, dan dengan antusias berbuat ihsan, maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran orang yang melakukan puasa pada hari ini.[30] Merayakan dan Memeriahkan Adalah terpuji bagi insan mukmin untuk berbeda pada hari ini ketimbang hari-hari biasanya – dalam batasan normal dan syar’i - ia hadapi hari ini dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Di antara tanda-tanda keceriaan yang terdapat dalam riwayat, adalah mandi, menggunakan minyak wangi, menghias dan mendandani diri, membersihkan rumah, mengenakan pakaian baru, merasa bangga dan suci, bersilaturahmi, menyampaikan ucapan selamat, berjabat tangan dan saling membagikan uang belanja. Bergembira pada hari Ghadir, di samping sebagai contoh atas berbagi simpati dan empati dengan Ahli Bait, juga telah dianjurkan dan ditegaskan. Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat, setelah ia memaparkan peristiwa Ghadir dan menyebutkan sebagian adab-adab hari bahagia ini, ia bersabda: “Makan dan minumlah. Kendati ada orang-orang yang menyampaikan duka dan nestapa – semoga Tuhan melipatgandakan duka dan nestapanya – bergembiralah dan meriahkanlah hari ini.[31] Adalah baik manakala seseorang berduka dan bersedih lantaran meninggalnya orang-orang yang dicintainya atau musibah yang menimpanya; pada hari ini ia tepikan pakaian hitam itu sebagai alamat duka. Imam Ridha As bersabda: “Hari ini adalah hari untuk mengenakan pakaian-pakaian baru dan menepikan pakaian-pakaian hitam.”[32] Orang yang mengenakan pakaian-pakaian terbaik yang dimilikinya merupakan sebuah perbuatan terpuji. Imam Ridha As bersabda: “Hari ini adalah hari berindah-indah. Barang siapa yang menghias dirinya demi memuliakan hari ini, Allah Swt akan mengampuni dosa besar dan dosa kecil yang pernah dilakukannya. Dan Ia akan menugaskan seorang malaikat untuk menulis kebaikan baginya hingga tahun yang lain. derajatnya akan ditinggikan dan apabila ia meninggal pada waktu ini, ia meninggal dalam keadaan syahid, dan apabila ia hidup, ia akan mendapatkan kebahagiaan.[33] Demikian juga, adalah layak bagi seorang mukmin untuk bertemu dengan saudara seiman dengan riang dan gembira dan berusaha untuk menggembirakan semua orang. Imam Ridha As bersabda: “Hari ini adalah hari untuk tersenyum di hadapan orang-orang beriman. Barang siapa yang membagi senyuman kepada saudaranya, Allah Swt akan menatapnya dengan penuh rahmat pada hari kiamat. Memenuhi segala hajat yang dimilikinya dan membangunkan sebuah istana yang bergerbang putih untuknya dan membuat wajahnya penuh keceriaan.[34] Doa Berdoa merupakan salah satu ibadah yang terbesar yang disyariatkan dalam agama suci Islam. Doa adalah ibadah yang ditegaskan dalam al-Qur’an, “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk ke neraka dalam keadaan hina dina.” (Qs. al-Mu’min [40]:60) Doa adalah cengkerama manusia dengan Tuhannya, Sang Pencipta seluruh wujud. Doa menjadi penyebab timbulnya perhatian dan inayah Tuhan kepada para hambanya. Al-Qur’an Karim menyebutkan: ﴿ قُلْ ماٰيَعبَؤُ بِكُمْ رَبِّي لَو لا دُعائُکُم ﴾ “Katakanlah sekiranya kalau bukan dua kalian, Tuhanku tidak akan memperhatikan kalian.” (Qs. Al-Furqan [25]:77) Doa merupakan hal yang urgen dalam kehidupan manusia. Kehidupan tanpa doa ibarat gelombang yang bergemuruh dan pada akhirnya terhempas pada rawa-rawa dunia. Doa adalah senandung kehidupan atau denting genta kafilah yang beranjak menuju tujuannya. Kehidupan bak tunas, dengan doa tunas itu tumbuh bersemi dan menuai buah. Oleh karena itu, terlepas dari apakah manusia memiliki hajat, atau telah terpenuhi hajatnya, doa merupakan program dawam dan selalu menjadi keperluan insan beriman; akan tetapi terkadang terdapat suasana dan keadaan khusus dimana doa mampu menyingkapnya, membuahkan hasil dan memberikan aroma manis terhadap wujud manusia. Hari Ghadir merupakan waktu yang terbaik dan keadaan khusus untuk berdoa. Imam Ridha As bersabda: “Hari Ghadir adalah hari dimana doa diterima (mustajabah).[35] Atas alasan ini, di samping terdapat doa-doa yang dinukil dari riwayat pada ta’qib-ta’qib shalat mustahab dan berbagai acara pada hari ini. Juga terdapat doa yang dibacakan secara terpisah. Fokus Doa-doa Ghadir Fokus utama dalam doa-doa hari Ghadir adalah nikmat wilayah. Orang yang memanjatkan doa pada hari ini, dengan penjelasan yanga beragam, bercengkerama dengan Tuhannya ihwal nikmat agung ini. Terkadang ia bersyukur kepada Tuhan atas nikmat agung ini yang telah dianugerahkan kepadanya. Terkadang ia meminta kepada Tuhan untuk tidak mengambil nikmat ini darinya dan sepanjang hayatnya ia mempertahankan nikmat ini dengan kokoh dan gigih. Terkadang ia meminta kepada Tuhan sebagaimana Ia menganugerahkan karamah ini kepadanya dan menganggap layak baginya untuk menerima wilayah ini, ia meminta juga kepada Tuhan untuk memaafkan kesalahannya dan mengampuni dosa-dosanya. Terkadang ia meminta untuk supaya Tuhan memberikannya taufik supaya ia memenuhi tuntutan-tuntutan wilayah ini; ketaatan murni dari wali yang merupakan syarat utama wilayah ini. Dan memberikan taufik kepadanya hingga ia memusuhi orang yang memusuhi para Imam Maksum As dan bersahabat dengan orang-orang yang bersahabat dengan para Imam Maksum As. Dalam untaian doa waktu pagi hari Ghadir yang dikenal sebagai doa Zinat, kita membaca: “Kami adalah pecinta ‘Ali dan pecinta orang-orang yang mencintai ‘Ali As; sebagaimana Engkau memerintahkan kami untuk mencintainya dan memusuhi musuh-musuhnya. Barang siapa yang membencinya, kami turut membencinya. Murka mereka kepadanya, murka kami kepada mereka. Mencinta mereka yang mencintanya.[36] Dan terkadang menyebut kedudukan dan derajat para Imam Maksum As. Dan dengan menyebut mereka membuat hati menjadi bersih cingklong. Dan menyaksikan dari dekat puncak keagungan para awliya. Dan dengan mengirim salam berkelanjutan, ruh akan bersambung dengan ruh-ruh mereka yang suci dan terapung di samudera yang tak terbatas akan keutamaan manusia. Dalam salah satu doa hari Ghadir Khum, kita membaca: اللهم صل على محمد وآل محمد الأئمة القادة ، والدعاة السادة ، والنجوم الزاهرة ، والأعلام الباهرة ، وساسة العباد ، وأركان البلاد ، والناقة المرسلة ، والسفينة الناجية الجارية في اللجج الغامرة. “Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; Mereka adalah imam para pemimpin, pengajak pada kebahagiaan, bintang gemintang gemerlap, dan tanda-tanda yang terang. Merekalah yang mengatur urusan seluruh hambaMu, rukun-rukun negara, mukjizat yang dengannya orang-orang diuji, bahtera penyelamat yang berlayar di atas gelombang lautan. Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; penjaga ilmu, singgasana tauhid dan pengesaan Tuhan, tiang agama dan sumber-sumber keteladanan, Mereka yang Engkau pilih di antara ciptaan-ciptaanMu dan hamba-hambaMu. Mereka adalah orang-orang bertakwa dan suci, orang-orang mulia dan baik; gerbang yang menjadi tempat ujian manusia; barang siapa yang memasukinya akan selamat dan barang siapa yang memalingkan diri, akan terjungkal. Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; Ahli dzikir yang Engkau firmankan adalah mereka tempat kami bertanya, keluarga yang Engkau titahkan untuk kami cintai, yang Engkau wajibkan untuk ditunaikan hak-haknya dan surga yang Engkau anugerahkan kepada mereka yang mengikutinya. Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; lantaran mereka mendawuhkan untuk mentaatimu dan tidak bermaksiat kepadamu, dan mengajak hamba-hambaMu untuk mengesakanMu.[37] Persaudaraan Islam Salah satu kebanggaan Islam adalah menciptakan hubungan yang paling kokoh di antara orang-orang yang secara lahir tidak memiliki hubungan satu dengan yang lain. Persaudaraan adalah hubungan yang paling lekat dan terajut di antara dua orang. Cinta persaudaraan merupakan cinta yang paling kokoh dan kuat di antara seluruh bangsa; akan tetapi di antara bangsa Arab – khususnya pada masa-masa lampau – persaudaraan memiliki penghormatan yang lebih; sedemikian sehingga menjadi kriteria hak dan batil, antara benar dan salah. Dalam tradisi ini, saudara memiliki kebenaran dan harus ditakyid dan harus bangkit untuk membantunya; meski pada hakikatnya ia adalah seorang zalim dan pelanggar hak. Dan barang siapa yang menentangnya, ia harus dikalahkan; kendai ia berada pada kubu yang benar. Dalam lingkungan seperti ini, Islam dengan definisi yang baru tentang persaudaraan membidik kepercayaan yang batil dan tidak benar ini. Dan menawarkan sebuah definisi baru sebagai berikut: ﴿إنَّمَا الْمُؤمِنُونَ إخْوَةٌ ﴾ “Sesungguhnya setiap mukmin itu bersaudara” (Qs. al-Hujurât [49]:10) Oleh karena itu, insan non-mukmin dalam keluarga (Islam, AK) ini adalah seorang asing; walau ia lahir dan besar dalam keluarga ini. Persaudaraan ini merupakan kaidah yang dibangun oleh al-Qur’an. Berdasarkan kaidah ini, seluruh orang-orang mukmin dalam keluarga besar ini adalah saudara. Rasulullah Saw dalam dua periode – pra dan pasca hijrah – dengan maksud untuk menjaga keselarasan kaum Muslimin dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang mengancam pemerintahan baru dan masyarakat Islam, ia memberikan ainiyyat terhadap kaidah asasi ini. Ia menciptakan hubungan persaudaraan antara sesama Muslim dan menjalinkan masing-masing dua orang Muslim menjadi satu saudara. Sekelompok besar sejarawan dan ahli hadits kawakan menulis:[38] “Kriteria Rasulullah Saw dalam menentukan saudara untuk masing-masing Muslim, kesesuaian derajat dan kualitas, dan kedekatan derajat iman.” Rasulullah Saw mempersaudarakan orang-orang yang memiliki kesamaan dan keserupaan satu dengan yang lain; misalnya, ‘Umar dipersaudarakan dengan Abu Bakar. Thalha dan Zubair, ‘Utsman dan Abdurrahman ibn ‘Auf, Abu Dzar dan Miqdad, putrinya Fatimah az-Zahra dan istrinya Ummu Salamah, masing-masing mengikat tali persaudaraan. Atas alasan ini, Rasulullah Saw tidak mempersaudarakan Amirul Mukminin dengan siapa pun dari golongan Muslim. Dan ia mempersiapkan dirinya untuk merajut tali persaudaraan dengan Amirul Mukminin As.[39] Rasulullah sendiri tidak memilih seseorang untuk ia persaudarakan, hingga Amirul Mukminin As datang kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Aku melihat engkau mempersaudarakan seluruh sahabat, akan tetapi tidak memilih seorang untuk menjadi saudaraku?” Rasanya ruh keluar dari ragaku dan seolah-olah pinggangku patah. Apabila engkau marah kepadaku, engkau memiliki hak untuk menghukumku.” Rasulullah Saw dalam menjawab kesah Amirul Mukminin bersabda: “Aku bersumpah demi yang telah mengutusku dengan haq, Aku sengaja menundanya supaya aku memilihmu sebagai saudaraku.”[40] Pengaruh Persaudaraan Islam Kaidah yang dibangun oleh Islam sebagai persaudaraan dan brotherhood, bukan hanya sebuah perkara konvensional dan bersandar pada rencana lahiriyah; akan tetapi persaudaraan ini merupakan sebuah realitas yang memiliki pengaruh ril dan hakiki. Satu umat Muhammad dan keluarga besar ahli iman yang mengikuti satu sistem khusus. Setiap anggota dari keluarga besar ini, dalam berhubungan dengan anggota lainnya, ia memiliki tugas untuk saling memenuhi hak-hak anggota lainnya. Terdapat banyak hadits yang bersumber dari Amirul Mukminin As yang menetapkan tugas dan kewajiban saudara-saudara seiman. Aturan praktis yang paling umum dalam bidang ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw, dan kita menukilnya dari kitab Makâsib Muharramah, karya Syaikh Ansari Ra. Syaikh Anshari menukil dari kitab Wasâil asy-Syiah, dari Kanz al Fawâid karya Syaikh Karajiki yang menukil dari Amirul Mukminin As bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Setiap Muslim memiliki hak sebanyak tiga puluh terhadap saudaranya yang lain. Dan ia tidak dapat menghindar dari hak kecuali ia penuhi atau orang yang mesti ditunaikan haknya memberi maaf kepadanya. يَغْفِرُ زَلَّتَهُ 1. Memaafkan kesalahannya وَيَرْحَمُ عَبْرتَهُ 2. Mengasihi cucuran air matanya وَيَسْتُرُ عَوْرَتَهُ .3 Menutup aib-aibnya وَيُقيلُ عَثْرَتَهُ 4. Mengurangi kesalahannya وَيَقْبَلُ مَعْذِرَتَهُ .5 Menerima maafnya وَيَرُدُّ غَيْبَتُهُ .6 Membelanya tatkala ia tidak ada وَيُديمُ نَصيحَتَهُ .7 Senantiasa menginginkan kebaikan darinya وَيَحْفَظُ خَلََّتَهُ .8 Memelihara persaudaraan dan kecintaannya وَيَرْعىٰ ذِمَّتَهُ .9 Memelihara orang yang berada dalam pengamanannya[41] وَيَعُودُ مَرَضَهُ .10 Menengoknya tatkala sakit وَيَشْهَدُ مَيِّتَهُ .11 Mengurus jenazahnya وَيُجِيبُ دَعْوَتَهُ .12 Memenuhi undangannya وَيَقْبَلُ هَدِيَتَهُ . 13 Menerima hadiah darinya وَيُكَافى صِلَتَهُ . 14 Membalas kebaikan dan hadiah yang diterima darinya وَيَشْكُرُ نِعْمَتَهُ . 15 Mensyukuri pemberian darinya وَيَحْسُنُ نُصْرَتَهُ . 16 Menolongnya dengan baik وَيَحْفَظُ حَلِيلَتَهُ . 17 Menjaga kehormatannya وَيَقْضِى حٰاجَتَهُ . 18 Memenuhi hajatnya وَيَسْتَنْجِحُ مَسْئَلَتَهُ . 19 Memenuhi keinginannya وَيُسَمِّتُ عَطْسَتَهُ .0 2 Berkata AlhamduliLlah manakala ia bersin وَيُرْشِدُ ضٰالَّتَهُ . 1 2 Membimbing orang-orang yang hilang darinya وَيَرُدُّ سَلاٰمَهُ . 2 2 Menjawab salamnya وَيُطِيبُ كَلاٰمَهُ . 3 2 Berbicara santun dengannya وَ يَبَرُّ اِنْعٰامَهُ . 4 2 Menerima pemberiannya وَيُصَدِّقُ اَقْسٰامَهُ . 5 2 Meyakini sumpahnya وَيُواٰلى وَلِيَّهُ . 6 2 Mencintai orang yang mencintainya وَلاٰ يُعٰادِيهِ .7 2 Tidak memusuhinya وَيَنْصُرُهُ ظٰاِلماً وَمَظْلُومًا اَمّٰا نُصْرَتُهُ ظٰالِمًا فَيَرُدُّهُ عَنْ ظُلْمِهِ. 8 2 وَاَمّٰا نُصْرَتُهُ مَظْلُومًا فَيُعِينُهُ عَلىٰ اَخْذِ حَقِّهِ . Menolongnya, baik ia berlaku aniaya atau dianiaya; artinya apabila ia berlaku aniaya, mencegahnya dari berbuat aniaya. Dan apabila ia teraniaya, membantunya untuk mendapatkan haknya. وَلاٰ يُسَلِّمُهُ وَلاٰ يَخْذُلُهُ . 9 2 Tidak meninggalkannya sendiri tanpa pertolongan َويُحِبُّ لَهُ مِنَ الْخَيْرِ مٰا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ وَيَكْرَهُ لَهُ مِنَ الشَرِّ مٰا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ .30 Mencintai baginya kebaikan apa yang dicintainya, dan membenci yang buruk apa yang buruk baginya. Kemudian Baginda Amirul Mukminin ‘Ali As bersabda: “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: اِنَّ اَحَدُكُمْ لَيَدَعُ مِنْ حُقُوقِ اَخِيهِ شَيئًا فَيُطالِبُهُ بِهِ يَوْمَ القِياٰمَةِ فَيَقْضىٰ لَهُ عَلَيْهِ “Terkadang di antara kalian tidak menunaikan hak-hak saudaranya dan ia akan menuntut hak-haknya yang telah dilalaikan pada hari kiamat dan ia (yang melalaikan) akan terhukum di hadapan mahkamah Ilahi.[42] Akad Persaudaraan pada Hari Ghadir Almarhum Muhaddits Qummi dalam kitab Mafatihul Jinan, menganggap akad ukhuwah sebagai adab hari Ghadir, menulis: “Sangat tepat kiranya pada hari ini membacakan akad ukhuwwah dengan saudaranya seiman. Dan cara-caranya seperti yang ditulis oleh syaikh kita dalamMustadrak Wasâil[43] yang menukilnya dari kitab Zadul Firdaus seperti ini, tangan kanannya mengangkat tangan kanan saudara mukminnya dan membaca: وَآخِيتُكَ فِي اللّه وَصٰافَيْتُكَ فِي اللّهِ وَصٰافَحْتُكَ فِي اللّه وَعٰاهَدْتُ اللّه وَمَلاَئِكَتَهُ وَكُتُبَهُ وَرُسُلَهُ وَأَنْبِيٰائَهُ وَالْأَئِمَّةَ المَعْصُومِينَ عَلَيهِمْ السَلامُ عَلىٰ اَ نىِّ إنْ كُنْتُ مِنْ أَصْحٰابِ الْجَنَّةِ وَالشَّفَاعَةِ وَاُذِنَ لى بِأَنْ أَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَا أَدْخُلُهٰا إِلَّا وَأَنْتَ مَعَى; “Aku telah menjadi saudaramu karena Allah dan aku telah memilihmu karena Allah dan aku memberikan tanganku kepadamu karena Allah, dan aku mengikat janji kepada Allah, para malaikat, para rasul-Nya dan para imam maksum As bahwa sekiranya aku menjadi penduduk surga dan mendapatkan syafaat dan memiliki izin untuk memasuki surga, aku tidak akan memasukinya kecuali bersamamu memasukinya. Kemudian yang diajak berikrar dan berjanji mengatakan: Aku menerimanya. Dan setelah itu berkata: أَسْقَطْتُ عَنْكَ جَمِيعَ حُقُوقِ الْأِخْوَةِ مٰا خَلَا الشَّفٰاعَةَ وَالدُّعٰا وَالِزيٰارَةَ; Kutinggalkan seluruh hak-hak persaudaraan darimu Selain syafaat, doa dan ziarah. Tugas-tugas setiap mukmin di hadapan saudara seagamanya terdapat dua jenis: sebagian memiliki hukum syar’i dan termasuk sebagai taklif; artinya setiap mukmin memiliki tugas untuk memenuhi hak-hak saudaranya seiman. Sebagian yang lain adalah hak-hak yang masing-masing dimiliki oleh keduanya. Dari sisi tidak terlepasnya hukum syariat, artinya tidak satupun yang dapat membatalkan hukum syariat. Oleh karena itu, apa yang batal dari akad ini, merupakan sisi sekunder, akan tetapi dari sisi bahwa masing-masing dari hak-hak ini yang merupakan bagian dari hukum-hukum syariat dan masing-masing bertugas untuk menunaikannya, maka hal ini tidak dapat menjadi batal. Pengaruh Akad Persaudaran Tanpa ragu bahwa akad ini dari kaca mata sosial akan menjadi sebab terekatnya hati-hati dan menimbulkan cinta dan menghidupkan mental untuk bekerja sama. Dari sisi maknawi, juga memiliki hasil yang sangat bernilai dimana hasil itu adalah janji untuk memberikan syafaat. Syafaat merupakan kaidah yang kita terima berdasarkan al-Qur’an yang kita yakini bersama; dan kita ketahui bahwa Allah Swt apabila Ia menghendaki, Ia dapat memberikan izin kepada orang untuk memberikan syafaat.[44] Salah satu kelompok yang memberikan syafaat di hari kiamat adalah orang-orang beriman sesuai dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu, manusia dengan membaca ikrar dan akad ini pada hakikatnya membawanya kepada rahmat dan ridha Allah Swt. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa pengaruh-pengaruh yang muncul dari persaudaraan nasabi (satu keturunan) dan susuan seperti mahramiyat (saudara sesusuan yang kemudian menjadi mahramnya, AK), warisan dan silaturahmi, tidak berlaku dalam hal persaudaraan seiman ini. Dengan demikian, dua orang yang membaca akan persaudaraan hendaknya menjauhkan diri dari percampuran dengan maharim satu sama lain, dan harus diketahui bahwa akad ini tidak akan menjadikan keduanya menjadi mahram dengan saudari-saudari, putri-putri dan para ibu dari mereka masing-masing. Akad Persaudarian di antara Wanita Ukhuwwah dalam bahasa Arab tidak melulu semakna dengan mafhum persaudaraan; akan tetapi memiliki makna yang menjuntai dimana para wanita juga termasuk di dalamnya. Ahli bahasa berkata: “Akh (saudara) artinya seseorang yang berasal dari sulbi dan rahim yang sama denganmu.” Oleh karena itu, akhwat, persaudarian juga termasuk di dalamnya. Atas alasan ini sinonim akhwat dalam bahasa Arab adalah ukht, termasuk feminim akh. Dari sini, seluruh aturan-aturan yang mengulas tentang ukhuwwah mukminah dihitung sebagai sesuatu yang tunggal termasuk di dalamnya pria dan wanita. Baginda Nabi Saw juga tatkala merajut tali persaudaraan di antara kaum Mukmin di Madinah, ia mempersaudarikan putrinya Fatimah az-Zahra dengan Ummu Salamah istrinya.[45] Oleh karena itu, akad ukhuwwah pada hari Ghadir tidak hanya khusus untuk kaum pria saja, kaum hawa juga dapat membaca akad persaudarian. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang berpegang teguh kepada wilayah Amirul Mukminin dan Imam Maksumin.[AK] Semoga Hari Raya Idul Ghadir menjadi hari bahagia buat Anda. [1] . Sebagaimana dinukil oleh Ibn Maghazali dalam Manâqib, hal. 19 dan Farâidh Simthain, jilid 1, hal. 73, bab 12, hadits 39 dan 40 bahwa ayat ini turun pada hari Ghadir setelah penetapan Amirul Mukminin ‘Ali As. [2] . Al-Ghadir, jilid 1, hal .247, yang menukil dari Syaraf al-Musthafa karya Abu Sa’id Khargusi Naisyaburi, wafat tahun 407 H. [3] . Al-Ghadir, jilid 1, hal .283 dan Iqbâl al-‘Amal hal. 466. [4] . Idem., jilid 1, hal. 284 dan Iqbâl al-‘Amal hal. 463. [5] . Furugh Kâfi, jilid 1, hal. 148, bab Shiyâm Targhib, hadits ke-3. [6] . Idem., hadits pertama. [7] . Tafsir Furât, hal. 118. [8] . Idem., [9] . Misbâhul Mujtahid, hal. 752. [10] . Tarjameh Âtsar al-Bâqiyah, hal. 460. [11] . At-Tanbih wa al-Irsyâd, hal. 221. [12] . Mathâlib as-Su’ul, hal. 16, satr terakhir. [13]. Tsamâratul Qulûb, hal. 636 [14] . Wafayâtul ‘Ayân, jilid 1, hal. 180. [15] . Idem, jilid 5, hal. 230. [16] .Iqbâl ‘Amâl, hal. 465, satr akhir. [17] . Idem, hal. 464, satr 18. [18] . Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 77, bab 13, hadits ke-44 dan Manâqib ibn Maghâzali, hal. 19, hadits ke-24. [19]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 465, satr 29. [20]. Al-Ghadir, jilid 1, hal. 275. [21]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 463, satr 27. [22]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 472, satr 7. [23] . Iqbâl al-‘Amâl, hal. 472, satr 14. [24]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 473, satr 8. [25]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 473, satr 16. [26]. Idem, hal. 472, satr 13 [27]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 467, satr 14. [28]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 470. [29]. Al-Murâqabât, hal. 464, satr 2. [30]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 463, satr 20 dan seterusnya. [31]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 475, satr 21. [32]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 464, satr 28. [33]. Idem, hal. 470. [34]. Idem, hal. 464, satr 28. [35]. Iqbâl al-’Amâl, hal. 464, satr 21. [36]. Iqbâl al-’Amâl, hal. 474, satr 3. [37]. Iqbâl al-’Amâl, hal. 492, satr 19. [38]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 112, hadits ke-80, dan hal. 118, hadits ke-83. [39]. Idem, jilid 1, hal. 116, hadits ke-80. [40]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 112, hadits ke-80, dan hal. 118, hadits ke-83. [41] . Salah satu kewajiban dalam agama suci Islam yang memiliki dimensi social dan politik, memberikan perlindungan. Artinya bahwa apabila salah seorang muslim memberikan jaminan keamanan kepada seorang kafir dan berada dalam perlindungannya, sepanjang dalam masa ini tidak terdapat muslihat dan konspirasi, seluruh kaum musliminin memiliki tugas memberikan perlindungan kepada si kafir tersebut demi menghormati saudaranya yang memberikan perlindungan kepada si kafir. Dan hal ini adalah memelihara dzimmah (orang yang dilindungi) atau menghormati orang yang berada dalam pengamanan seorang muslim. [42]. Makâsib al-Muharramah, hal. 48, Wasâil asy-Syi’ah, jilid 12, hal. 212, hadits ke- 6843. [43]. Mustadrak al-Wasâil, jilid 6, hal. 278, hadits ke-6843. [44]. Qs. Thaha (20): 109. [45]. Al-Ghadir, jilid 3, hal. 113. Hari ini, 18 Dzul-Hijjah kaum Muslimin merayakan sebuah hari raya, bahkan merupakan hari raya terbesar di antara hari-hari raya Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban. Hari itu adalah hari imamah, khilafah dan hari kesempurnaan agama dan kemanusiaan. Hari dimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dinobatkan sebagai imam dan khalifah kaum Muslimin pasca Rasulullah Saw. Hari itu sepanjang perjalanan sejarah kaum Muslimin dikenal sebagai hari Ghadir. Apabila Ghadir bermakna kembalinya ingatan pada perubahan besar dalam sejarah umat manusia, di tengah budaya kaum Muslimin, hari Ghadir layak untuk diperingati sebagai hari raya akbar umat manusia khususnya bagi kaum Muslimin. Lantaran perubahan besar dalam sejarah umat manusia berlangsung pada hari ini. Dan sebagaimana kita mendengar dari lisan riwayat, bahwa pada hari ini kesempurnaan agama dan kebahagiaan manusia telah distempel dan dijamin. Seluruh agama-agama samawi, sebagai pendahulu agama Islam telah sempurna pada hari Ghadir. Dan Tuhan semesta alam (Rabbul ‘Alamin) telah rela dengan agama Islam. ﴿اَلْيَوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَليكُم نِعْمَتي وَرَضِيتُ لَكُم الِإسْلامَ ديناً﴾ “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu untukmu dan telah Kulengkapi nikmatKu atasmu dan Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (Qs. al-Maidah [5]:3)[1] Dan tidak satu pun peristiwa yang lebih signifikan melebihi sempurnanya agama pada kehidupan manusia. Dan oleh sebab itu, tidak ada hari yang lebih layak untuk diperingati dan dimeriahkan melebihi hari Ghadir. Dan persis dengan alasan yang sama, Rasulullah Saw pada hari ini ia umumkan sebagai hari ied dan meminta kepada kaum Muslimin untuk menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Rasulullah Saw bersabda: هنئوني ، هنئوني إن الله تعالى خصني بالنبوة وخصَّ أهل بيتي بالإمامة “Berikan ucapan selamat kepadaku, berikan ucapan selamat kepadaku. Sesungguhnya Allah mengkhususkan kepadaku kenabian (nubuwwah) dan kepemimpinan (imamah) kepada keluargaku.”[2] Dan ia juga bersabda: يوم الغدير أفضل أعياد أمتي وهو اليوم الذي أمرني الله تعالى ذِكره بنصب أخي علي بن أبي طالب عَلَماً لأمتي يهتدون به من بعدي وهو اليوم الذي أكمل الله فيه الدين وأتم على أمتي فيه النعمة ورضي لهم الإسلام ديناً “Hari Ghadir merupakan hari ied yang paling afdhal. Pada hari itu, Allah Swt menugaskan kepadaku untuk memperingatinya dengan melantik saudaraku ‘Ali ibn Abi Thalib bagi umatku; sehingga selepasku mereka menemukan hidayah. Allah Swt menyempurnakan agama dan melengkapkan nikmat bagi umatku pada hari itu dan ridha Islam sebagai agama merekanya.”[3] Oleh karena itu, memperhatikan hari Ghadir sebagai salah satu hari ‘ied dalam Islam memiliki akar pada masa Rasulullah Saw. Dan Rasulullah Saw mengumumkan pada hari itu sebagai hari ‘ied dan ia pada hakikatnya merupakan pencetus hari ‘ied ini. Selepas Rasulullah Saw, para imam maksum sangat memberikan perhatian khusus terhadap hari Ghadir sebagai hari ‘ied. Amirul Mukminin ‘Ali As pada hari Ghadir yang bertepatan dengan hari Jum’at menyampaikan khutbah. Dan khutbah tersebut adalah sebagai berikut: “Semoga Allah Swt merahmati kalian! Hari ini bagikanlah kepada keluarga kalian uang belanja. Dan bersikap santunlah kepada saudara-saudara kalian, dan bersyukurlah kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat ini kepada kalian. Senantiasalah kalian bersama sehingga Allah Swt mengumpulkan orang-orang yang berpisah di antara kalian. Berbuat baiklah kepada sesama kalian, sehingga Allah Swt mendatangkan rahmat dengan keakraban dan perkumpulan ini. Dan demikianlah Allah Swt menganugerahkan nikmat kepada kalian, ganjaran atas ‘ied hari ini dilipatgandakan atas hari-hari ied yang lain. Dan di antara nikmatnya adalah bahwa sesama kalian hendaknya saling membimibng. Berbuat baik pada hari ini akan memperbanyak rizki dan memanjangkan usia. Bersikap pemurah pada hari ini akan mendatangkan cinta dan kasih Tuhan.”[4] Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa khilafah Amirul Mukminin ‘Ali As banyak di antara sahabat Rasulullah Saw ikut hadir dalam perayaan Ghadir. Dan mereka mendengar sabda Imam ‘Ali ini; apabila ‘ied tidak pasti bagi mereka, niscaya mereka akan menyampaikan protes. Selepas Amirul Mukminin As, sejauh yang dapat direkam oleh para perawi, para imam maksum sangat memberikan perhatian terhadap hari ‘Ied ini. Mereka merayakan dan memeriahkan hari tersebut. Pada hari ini mereka menunaikan puasa. Dan mereka meminta kepada para sahabat dan kerabatnya untuk menunaikan puasa juga sebagaimana mereka. Tsiqâtul Islâm Kulaini dalam al-Kâfi, yang meriwayatkan dari Salim: Aku berkata kepada Imam Shadiq As: “Apakah kaum Muslimin memiliki hari ‘ied selain hari Jum’at, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha?” Ia bersabda: “Iya, ‘Idul akbar (hari raya yang paling besar).” Aku bertanya lagi: “Hari apa itu wahai Imam?” Imam bersabda: “Hari tatkala Rasulullah Saw menetapkan wilâyah Amirul Mukminin As dan bersabda: “Man kuntu mawlahu, fa ‘Aliyun mawlahu.”[5] Dan juga diriwayatkan dari Hasan ibn Rasyid yang mengajukan pertanyaan kepada Imam Shadiq As. Ia berkata: “Semoga diriku menjadi tebusanmu wahai Imam! Apakah kaum Muslimin memiliki ‘ied selain ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha?” Imam bersabda: “Iya. Lebih besar dan lebih utama dari keduanya.” Aku berkata: “Hari apakah itu wahai Imam?” Imam bersabda: “Hari ketika wilâyah Amirul Mukminin ‘Ali As ditetapkan.” Aku berkata: “Semoga diriku menjadi tebusanmu!” Pada hari ini, apa yang harus kami lakukan?” Imam As bersabda: “Berpuasa dan bershalawat ke atas Nabi Saw dan keluarganya. Tunjukanlah rasa penyesalan dari orang-orang yang engkau tindas. Para nabi Ilahi memerintahkan kepada para khalifah mereka bahwa pada hari penetapan khalifah dirayakan sebagai hari ‘ied.” Aku berkata: “Apa ganjaran bagi orangyang mengerjakan puasa pada hari ini?” Imam As bersabda: “Ganjarannya adalah sebanding dengan enam ratus bulan berpuasa.”[6] Demikian juga, Furat ibn Ibrahim meriwayatkan dalam kitab tafsirnya bahwa Imam Shadiq As ditanya: “Apakah kaum Muslimin memiliki ‘ied yang lebih utama daripada ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha dan hari Jum’at dan hari ‘Arafah?” Imam As bersabda: “Iya. Lebih utama, lebih mulia dan lebih besar dari seluruh ied di sisi Allah. Dan hari itu adalah hari dimana Allah Swt menyempurnakan agama-Nya, dan menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya: ﴿اَلْيَوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَليكُم نِعْمَتي وَرَضِيتُ لَكُم الِإسْلامَ ديناً﴾ “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu untukmu dan telah Kulengkapi nikmatKu atasmu dan Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (Qs. al-Maidah [5]:3) Seorang perawi berkata: “Hari apakah itu?” Imam bersabda: “Para Nabi Bani Israel tatkala menetapkan khalifah dan pengganti mereka, mereka merayakannya sebagai hari ied. Dan hari ‘ied untuk kaum Muslimin adalah hari dimana Rasulullah Saw menetapkan wilayah Imam ‘Ali As. Dan pelbagai ayat turun berkaitan dengannya, dan menyempurnakan agama dan melengkapkan nikmat-Nya atas kaum Mukminin.”[7] Demikian juga, ia bersabda: “Hari ini adalah hari ibadah, hari shalat dan hari memanjatkan syukur. Lantaran Allah Swt telah menganugerahkan nikmat wilâyahkami kepada kalian. Aku ingin engkau laksanakan puasa pada hari ini.”[8] Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Fayyadh ibn Muhammad ibn ‘Umar Thusi, bahwa ia datang menghadap Imam Ridha As. Aku melihat Imam sedang menjamu para sahabatnya dengan ifthâr (buka puasa) di rumahnya. Dan ia mengirimkan kepada mereka beragam hadiah berupa pakaian dan bahkan sepatu dan cincin. Di kediamannya, terdapat suasana yang berbeda. Aku melihat para pembantu Imam memperbaharui semua yang mereka punyai dan bahkan temasuk peralatan-peralatan yang mereka gunakan sehari-hari. Imam As menyampaikan khutbah tentang kemuliaan dan keutamaan hari itu kepada para hadirin.[9] Terlepas dari itu, yang dapat kita manfaatkan dari catatan sejarah bahwa kaum Muslimin sepanjang perjalanan sejarah yang berbeda memeriahkan dan merayakan hari Ghadir. Abu Raihan Biruni dalam kitab al-Âtsar al-Bâqiyah menulis: “Hari kedelapan belas merupakan hari raya (‘Ied) Ghadir Khum. Dan nama itu merupakan nama sebuah tempat dimana Rasulullah Saw selepas Hajjatul Wida’ berhenti dan mengumpulkan perlengkapan unta-unta dan mengambil lengan ‘Ali ibn Abi Thalib As. Kemudian ia menaiki mimbar (tumpukan kumpulan perlengkapan unta, AK) dan bersabda: “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai mawlanya, maka ‘Ali adalah mawlanya.”[10] Dan Mas’ud dalam kitabnya at-Tanbih wa al-Asyrâf menulis: “Putra-putri ‘Ali dan Syi’ah-nya merayakan dan memeriahkan hari ini (Ghadir).[11] Dan Ibn Talha Syafi’i dalam kitabnya Mathâlib as-Su’ul menulis: “Dan hari ini, disebut sebagai hari Ghadir Khum dan merupakan hari raya. Lantaran pada hari itu merupakan hari dimana Rasulullah Saw menetapkannya (‘Ali) pada kedudukan yang tinggi. Dan hanya ialah yang dapat mencapai kedudukan ini di antara semua orang.”[12] Tsa’alabi dalam kitab Tsamâratul Qulûb, menyebut malam hari Ghadir termasuk malam yang paling khusus, menuliskan: “Malam hari Ghadir merupakan malam dimana Rasulullah Saw pada keesokan harinya yaitu pada hari Ghadir Khum menaiki mimbar yang terbuat dari pelana-pelana unta dan bersabda: مَنْ كُنْتُ مَولَاهُ فَعَلِى مَولَاهُ اَللَّهُمَّ وَالَ مَنْ وَالَاهُ وَعٰادَ مَنْ عٰادَاهُ مَنْ نَصَرَهُ وَاخَذَلَ مَنْ خَذَلَهُ Orang-orang Syi’ah merayakan malam itu dan mengerjakan ibadah-ibadah pada malam hari itu.”[13] Demikian juga, Ibn Khallaqan dalam Syarh Hali al-Musta’li Fathimi ibn al-Mustanshir menulis: “Pada hari raya (‘Ied) Ghadir yaitu bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 487 H, orang-orang memberikan baiat kepadanya.”[14] Dan dalam Syarh Hâl al-Mustanshir Fâthimi menulis: “Ia wafat pada Kamis malam dua belas hari tersisa dari bulan Dzulhijjah 487 H dan malam ini adalah malam ‘Idul Ghadir yaitu malam 18 Dzulhijjah adalah ‘Idul Ghadir Khum.”[15] Sebagaimana yang kita saksikan dalam berbagai riwayat dan ucapan para sejarawan, hari Ghadir merupakan tahun-tahun terakhir usia Rasulullah Saw yaitu tahun ia menetapkan wilâyah Amirul Mukminin ‘Ali As dikenal sebagai hari raya dan pada tahun itu dan pada sahara itu juga Idul Ghadir, tersebar dari mulut ke mulut di sepanjang sejarah dan negeri-negeri Islam. Dari persfektif sejarah, pada masa Imam Shadiq As wafat tahun 148, pada masa Imam Ridha As wafat tahun 203, pada masa ghaibah sughrah yaitu masa dimana Furat ibn Ibrahim Kufi dan Kulaini Razi hidup, pada masa Mas’udi wafat tahun 345, Tsa’alabi Naisyaburi wafat tahun 429, Talha Syafi’i wafat tahun 654, dan Abu Raihan Biruni wafat tahun 430 H, hari ini dianggap sebagai hari raya. Dari sisi menjuntainya letak geografis, pada daerah-daerah Timur dunia Islam yaitu pada sekeliling an-nahr (daerah-daerah seperti Iran, Afghanistan, Tajikistan, Kazakstan, AK) yang merupakan tempat tinggal Abu Raihan dan Naisyabur yang merupakan tempat lahir Tsa’alabi, hingga kota kelahiran dan bermukim Kulaini, dan hingga kota Baghdad kota kelahiran dan besarnya Mas’udi, hingga Halab tempat tinggal dan wafatnya Ibn Thalha Syafi’i dan Mesir yang menjadi tempat tinggal dan wafatnya Ibn Khallaqan, orang-orang di tempat-tempat ini mengetahui tentang hari raya Ghadir dan mereka merayakan hari besar itu. Hal ini apabila kita berasumsi bahwa masing-masing pembesar ini memberikan berita ini kepada orang-orang di sekitarnya; sementara kita ketahui bahwa pertama sebagian orang-orang seperti Mas’udi dan Biruni mengelilingi hampir seluruh negeri-negeri Islam; yang kedua dalam tulisan-tulisan mereka hari ini disebutkan sebagai hari raya kaum Muslimin. Adab-adab dan Amalan ‘Idul Ghadir Unsur asasi dalam menemukan setiap hari raya, di antara bangsa-bangsa, kejadian-kejadian yang memberikan kebahagiaan dan keceriaan, terjadi dalam lintasan perjalanan waktu, muatan kejadiannya telah dibuat berbeda sebelum dan setelahnya. Kemudian masyarakat menyebut hari itu sebagai hari raya (‘ied) , selaras dan sejalan dengan budaya dan ajaran mereka, dan memperingatinya sepanjang abad dan zaman. Dalam kultur dan budaya Islam, unsur asasi ini, disebut sebagai anugerah. Dan setiap insan berakal, ia memandang dirinya wajib untuk menyampaikan rasa syukur atas kebaikan yang diterimanya. Atas alasan ini, salah satu tata-cara umum agama Islam dalam perayaan-perayaan ini adalah penetapan ibadah dan amalan-amalan khusus yang menjadi penyebab semakin mendekatnya manusia kepada Tuhan semesta alam – sang pemberi nikmat sejati. Pada hari Ghadir juga sebagaimana ied-ied yang lain, orang-orang dianjurkan dan diprogramkan untuk mengerjakan ibadah-ibadah dan mengadakan perayaan-perayaan khusus. Adab-adab hari raya besar ini memiliki dua tipologi nyata: 1. Adab-adab hari raya Ghadir tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan adab-adab hari-hari besar Islam; sedemikian sehingga dapat dikatakan: apa yang diriwayatkan tentang adab-adab pada hari Ghadir, termasuk model umum seluruh amal kebaikan, perbuatan-perbuatan terpuji, dan sebuah kehidupan ideal dalam skala personal atau sosial. 2. Menurut riwayat yang sampai ditangan kita dari para maksum As dalam masalah ini, masing-masing perbuatan memiliki nilai-nilai yang tinggi, dan atas alasan ini mendapatkan ganjaran yang melimpah. Oleh karena itu, hari Ghadir merupakan hari yang sangat bernilai dan hidup dan harus dirayakan. Dan satu-satunya jalan untuk memperingati dan memuliakan hari ini, mengerjakan adab-adab yang telah dicontohkan oleh Ahlul Bait As. Adab-adab ‘Idul Ghadir dalam Beberapa Fokus Umum Amal Saleh Kendati seluruh adab-adab hari raya Ghadir masing-masing merupakan amal saleh. Akan tetapi dalam sebuah aturan umum dan sebagai pendahuluan adab-adab ini yang terdapat dalam riwayat: “Setiap perbuatan baik (amal saleh) sama dengan perbuatan baik selama delapan puluh bulan.”[16] Oleh karena itu, hari Ghadir merupakan memiliki peran seperti bulan Ramadhan dan malam Qadhar. Dari sini, dapat disebutkan bahwa amal saleh pada hari-hari dan malam-malam ini senantiasa berada pada keadaan terbuka. Pada saat-saat ini, layak kiranya bagi insan untuk memanfaatkan waktu ini secara maksimal sehingga ia dapat mengerjakan kebaikan dan amal saleh. Menggemarkan Ibadah Imam Ridha As bersabda: “Ghadir merupakan hari dimana Allah Swt akan menambahkan rizki terhadap orang-orang yang beribadah pada hari itu.”[17] Definisi ibadah secara umum adalah seluruh perbuatan dilakukan dengan niatqurbah (mendekatkan diri) dan akan menjadi penyebab dekatnya hamba kepada Tuhan. Dalam budaya Islam ibadah bermakna, dapat berbentuk perbuatan-perbuatan mubah; artinya apabila insan dalam perbuatan-perbuatan biasa dengan niattaqarrub dan untuk meraup keridhaan Allah, seluruh perbuatan kesehariaannya terhitung sebagai ibadah. Ibadah yang dinasihatkan untuk dikerjakan pada hari Ghadir termasuk seluruh jenis ibadah yang kita kenal dalam Islam. Mengerjakan shalat, berpuasa, mandi, berdoa, memanjatkan puji dan syukur, berziarah, menyampaikan shalawat dan mengekspresikan barâ’at (berlindung) dari musuh-musuh, masing-masing merupakan satu adab dari adab-adab hari penuh berkah ini. Berpuasa Puasa merupakan sebuah bentuk ibadah disamping bersifat wajib pada bulan Ramadhan, juga ada yang bersifat mustahab yang dilakukan setiap hari sepanjang tahun, selain hari-hari Idul Fitri dan Idul Qurban. Akan tetapi pada beberapa hari tertentu sangat dianjurkan untuk dilakukan. Dan riwayat-riwayat mengatakan nilai-nilai yang tinggi yang dikandung puasa-puasa tersebut. Dan salah satu puasa tersebut adalah puasa hari Ghadir. Para Imam Maksum As tidak hanya mengharuskan diri mereka untuk berpuasa pada hari ini, akan tetapi mereka juga mengajurkan kepada para kerabat dan sahabatnya untuk mengikuti mereka berpuasa. Demikian juga, dari riwayat yang dapat dimanfaatkan bahwa puasa pada hari ini adalah sunnah Rasulullah Saw yang diwariskan kepada kita. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa barang siapa berpuasa pada hari ke-18 Dzulhijjah, Allah Swt akan mencatatkan ganjaran sebanyak enam ratus tahun puasa.[18] Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat, sembari memberikan nasihat kepada orang-orang untuk berpuasa pada hari ini, ia bersabda: “Puasa pada hari ini sebanding dengan puasa selama enam ratus bulan.”[19] Dan dalam riwayat yang lain, ia bersabda: “Puasa hari Ghadir Khum, sebanding amalan seratus haji dan seratus umrah di sisi Allah Swt.”[20] Demikian juga ia bersabda: “Puasa pada hari Ghadir Khum, sebanding dengan puasa seumur dunia; apabila seseorang dapat hidup selama itu dan melakukan ibadah puasa seumur dunia.”[21] Shalat Demikian juga kebanyakan hari dan keadaan-keadaan khusus, ia mengerjakan shalat khusus untuk hari dan keadaan-keadaan itu. Dan untuk hari Ghadir dianjurkan melaksanakan beberapa jenis shalat beserta adab-adab khususnya. Sayid Ibn Thawus Ra dalam kitab monumentalnya Iqbâl al-A’mâl menukil amalan tiga shalat hari Ghadir dari Imam Shadiq As. Menurut salah satu riwayat ini, Hadrat Shadiq As bersabda: “Hari ini merupakan hari dimana Allah Swt mewajibkan ke atas seluruh orang-orang beriman untuk menghormatinya. Lantaran pada hari ini, Allah Swt menyempurnakan agama-Nya dan melengkapkan nikmat atas mereka, dan mengulang janji serta akad yang diambil dari mereka semenjak awal penciptaan dan setelah itu mereka lupakan, lalu memberikan taufik kepada mereka supaya mereka menerimanya dan tidak termasuk sebagai orang-orang yang ingkar.”[22] Yang dimaksud ikrar (mitsâq) dalam hadits mulia ini adalah ikrar yang disebutkan dalam al-Qur’an ayat 172 surah al-A’raf. Dalam surah ini, Allah Swt berfirman: “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (ke-Esaan Tuhan).” Ikrar (mitsâq) ini adalah mitsâq yang diambil Tuhan atas tauhid dan keesaan dalam ibadah dari umat manusia. Oleh karena itu, dari hadits ini dapat dikatakan bahwa Tuhan sebagaimana Ia mengambil janji dan ikrar dari manusia untuk menyembah Tuhan dan mengesakan-Nya, Ia juga mengambil janji dan ikrar dari manusia dalam hal wilayah. Ikrar atas tauhid, apapun bentuknya, juga berlaku dalam masalah wilayah. Apabila ada orang yang ingin seperti orang yang bersama Rasulullah Saw pada hari itu, berperilaku jujur sebagai sahabat Amirul Mukminin terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan pada saat yang bersamaan, ingin seperti orang yang syahid di sisi Rasulullah Saw, Amirul Mukminin As, Imam Hasan dan Imam Husain As, dan seperti orang yang berada di bawah panji Hadrat Mahdi Ajf di dalam kemahnya, dan dari kalangan orang-orang besar dan selamat, mendekati datangnya waktu Zuhur – yaitu saat-saat tatkala Rasulullah Saw beserta sahabat-sahabatnya tiba di Ghadir Khum – ia mengerjakan dua rakaat shalat, dan selepas shalat, ia mengerjakan sujud syukur dan seratus kali membaca: “ شُكْراً لِِلّه (Syukur hanya kepada Allah)[23] Kemudian Hadrat memanjatkan doa yang panjang dan mengajarkan kepada para hadirin ketika itu selepas mengerjakan shalat. Doa ini secara asasi memiliki beberapa fokus umum: 1. Pengakuan terhadap akidah yang sehat dan benar Islam, seperti tauhid dan nubuwwah; 2. Bersyukur dan berterima kasih atas nikmat wilayah; 3. Harapan untuk gigih dan istiqamah di jalan kebenaran (haq); Di antara salah satu untaian doa ini kita membaca: Tuhanku! Dengan kemurahan dan kelembutanMu yang membuat kami mendapatkan taufik untuk menyambut seruan nabiMu dan membenarkannya; Kami beriman kepada Amirul Mukminin dan mengingkari thagut dan para penyembah berhala. Setelah Engkau memilih kami untuk berwilayah, jadikan mereka sebagai wali kami dan dikumpulkan bersama para pemimpin kami di hari Masyhar, dimana kami dengan keyakinan yang kami tambatkan kepada mereka, kami pasrah kepada urusan mereka, lahir dan batin, syahid dan ghaib, hidup dan matinya mereka, dan kami rela dan ridha atas kepemimpinan mereka. Mereka memadai menjadi wasilah antara kami dan Tuhan, tidak perlu kepada yang lain. Kami tidak menghendaki pengganti mereka, kami tidak mengambil selain mereka untuk menjadi teman setia dan tempat curahan rahasia-rahasia kami.[24] Dalam frase yang lain dari doa ini disebutkan: Tuhanku aku bersaksi bahwa agama kami adalah agama Muhammad dan keluarga Muhammad dan ucapan kami adalah ucapan mereka. Agama kami adalah agama mereka. Apa yang kami ucapkan adalah apa yang mereka sabdakan dan mengikuti apa yang mereka ikut. Apa saja yang mereka ingkari, kami turut mengingkarinya. Apa saja yang mereka cintai, kami juga mencintainya. Dan dengan siapa pun mereka bermusuhan, maka akan juga menjadi musuh kami. Siapa saja yang dilaknat oleh mereka, akan menjadi sasaran laknat kami. Dari siapa saja mereka muak, kami juga akan merasa muak. Dan kami mengirimkan rahmat kepada siapa saja yang mereka kirimin rahmat.[25] Shalat ini merupakan manisfestasi ruh yang mengetahui anugerah Ilahi dan bersyukur secara hakiki dari segala nikmat yang diterima. Mendirikan shalat ini pada waktu menjelang shalat Zuhur pada hari Ghadir merupakan perlambang supaya orang yang mengerjakan shalat menjadi tahu bahwa pada saat-saat ini Malaikat Jibril Amin turun untuk menyampaikan pesan Ilahi.[26] Pesan yang merupakan pesan utama dan asasi. Turunnya Malaikat pembawa wahyu ini adalah membawa berita gembira kepada umat manusia berupa wilâyah. Wilâyah merupakan penjamin kelestarian agama dan jiwa syariat dan menjadi penopang tauhid, risalah, pembela keutamaan takwa dalam komunitas umat manusia; utama karena menegakkan keadilan merupakan tujuan asli diutusnya seluruh rasul-rasul Ilahi dan diturunkannya kitab-kitab samawi. Dan menegakkan keadilan adalah sebagai tanggung jawab mereka. (Qs. al-Hadid [57]:25) Utama lantaran apabila tidak disampaikan berarti pesan Ilahi (secara keseluruhan, AK) tidak disampaikan. (Qs. al-Maidah [5]:3) Orang-orang yang mengerjakan shalat memberikan perhatian pada semua hal ini dan dengan maksud untuk menyampaikan rasa syukur, ia bersujud di atas tanah. Dan dalam keadaan bersyukur ia merapatkan keningnya di atas tanah dan dengan kerendahan hati bertawassul menengadahkan tangannya ke haribaan Tuhan yang senantiasa menjaganya pada kedudukan tinggi ini, dan terlepas dahaganya dari mata air rahmat pada seluruh kehidupannya. Dan demikianlah ia akan sederajat dengan para sahabat Rasulullah Saw dan satu kubu dengan para mujahid masa-masa awal Islam. Ia akan beserta dengan para syuhada yang berada di samping Amirul Mukminin, Imam Hasan, Imam Husain yang memeluk para syuhada dan ibarat seseorang yang menebaskan pedang di bawah panji Imam Mahdi Ajf dan berposko di kemahnya. Berziarah Ziarah merupakan sumber mata air yang meyemburkan air kepada para perindu yang terlupakan untuk melepas dahaganya. Dan memenuhi jiwanya dengan kebeningan dan mensucikan ruhnya dari panasnya perpisahan dalam arus kedekatan (qurb). Ziarah merupakan buah rahmat dan ganjaran yang diberikan kepada para salik atas kesabaran yang??? . Doa ziarah adalah nasib yang tak terbaca dan media kucuran rahmat. Apa yang dibacakan oleh para peziarah di Haram para Maksum As sebenarnya merupakan kumpulan keinginan dan kecintaan. Serta ajaran-ajaran benar yang ditunjukkan kepada para peziarah tatkala bersua dan bercengkerama dengan para Imam Maksum, dan meminta penegasan dari mereka. Dan hal ini merupakan kebiasaan para salafusshaleh yang menjadi kenang-kenangan bagi kita. Hari Ghadir merupakan hari wilayah dan wisayah. Hari yang merupakan milik Amirul Mukminin As dan dimeriahkan dengan namanya yang agung. Dari sini, salah satu adab yang terpenting hari Ghadir adalah mengulang ikrar dan baiat, menciptakan hubungan maknawi dengan sang pemilik wilayah. Orang-orang Syiah merindukan dapat berdiri di hadapan washi Rasulullah Saw dan menuruti perintahnya untuk memberikan baiat kepada khalifahnya. Dan setiap tahun, ia memperbaharui ikrar ini dan di haribaan Gerbang Ilmu Nabi, ia demonstrasikan imannya, dan membubuhkan stempel Imam Hammam pada surat keyakinannya. Dalam sebuah riwayat dari Imam Ridha As yang bersabda: “Dimanapun kalian berada, cobalah untuk merayakannya di sekitar Haram Hadrat Amirul Mukminin As. Karena Tuhan pada hari ini mengampuni dosa-dosa orang beriman selama enam ratus tahun. Dan melebihi dua kali pahala bulan Ramadhan, malam Qadhar, dan malam Idul Fitri, yang membebaskan orang-orang beriman dari neraka.”[27] Apabila kita tidak dapat berziarah secara langsung di hadapan Haramnya, kita dapat berziarah dari kejauhan. Diriwayatkan dari para imam suci bahwa pada hari Ghadir terdapat tiga ziarah. Dan ketiga ziarah tersebut dapat dibaca dari dekat atau dari tempat yang jauh. Yang paling tersohor dari ketiga ziarah itu adalah doa ziarah AminuLlah yang pendek dan ringkas dari sisi matan (isi) sahih dan sarat dengan makna. Dalam doa ziarah ini (AminuLlah), kita alamatkan kepada Amirul Mukminin As: “Salam padamu wahai Amin dan Hujjatullah di muka bumi, Aku bersaksi bahwa wahai Amirul Mukminin bahwa engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sebenar-benarnya perjuangan (jihad), engkau telah mengamalkan kitab Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah Saw; hingga Allah Swt mengganjarimu dengan sebaik-baik ganjaran, dan Ia memanggilmu dari dekat dan menempatkan ruh agungmu di samping-Nya. Dan meski engkau memiliki seluruh burhan bagi seluruh makhluk, Allah dengan kesaksianmu, Ia telah menamatkan hujjah atas musuh-musuhmu. ”Tuhanku! Hati-hati orang yang khusyuk takjub kepadaMu, jalan ke arah para perindu ke kediamanMu terbuka; Mereka yang berhajat kepadaMu, memiliki ayat-ayat yang jelas. Hati mereka yang diperuntukkan untukMu, kosong selainMu. Bagi mereka yang menghendakiMu, suaranya meninggi. Dan gerbang ijabah terbuka baginya. Dan ia yang berkata jujur denganMu doanya terkabulkan. Taubat adalah ia yang kembali kepadaMu dan diterima. Barang siapa yang luruh air matanya karena takut kepadaMu, rahmat mengucur ke atasnya sebanyak cucuran air matanya; barang siapa yang mencari pertolongan dariMu, Engkau akan menolongnya; barang siapa yang ingin bantuanMu, Engkau akan membantunya; Engkau memenuhi janji yang Engkau berikan kepada para hambaMu, barang siapa yang menginginkanMu, Engkau akan mengindahkan kesalahan-kesalahannya.[28] Berbuat Kebajikan Salah satu adab Idul Ghadir adalah berbuat ihsan dan kebaikan kepada orang-orang Mukmin. Trdapat banyak riwayat yang datang dari para Imam As dalam bagian ini. Di antara tanda-tanda pentingnya ihsan (berbuat kebajikan) pada hari ini di antaranya: Pertama: Dalam hadits dan riwayat, dengan tema yang beragam, dianjurkan untuk berbuat ihsan. Infaq, ihsan, menolong, muwasat, memberikan hadiah, bertamu, memberi makan, memberikan buka puasa, mengasihi dan mencintai serta berusaha memenuhi hajat-hajat orang beriman merupakan tanda-tanda yang dianjurkan dalam riwayat untuk dilakukan. Kedua: Dinasihatkan, barang siapa yang tidak memiliki harta untuk berbuat ihsan, hendaknya ia meminjamnya dari orang lain. Imam ‘Ali As bersabda: “Barang siapa yang meminjam uang sehingga ia dapat membantu saudara mukminnya, aku menjamin bahwa apabila ia masih hidup, ia mampu membayar utang tersebut; dan apabila ia tidak dapat menunaikan hutangnya, lepas tanggung jawabnya.[29] Sementara kita ketahui dari perspektif syariah bahwa berhutang bukanlah merupakan sebuah perbuatan yang baik, dan Islam sangat menghargai hak-hak manusia. Pada suatu Jum’at yang bertepatan dengan hari Ghadir, Baginda Amirul Mukminin As menyampaikan khutbah. Khutbah yang disampaikan oleh Amirul Mukminin As di antaranya: “Semoga Tuhan merahmati kalian! Tatkala kalian beranjak meninggalkan tempat ini dan bertebaran di mana-mana, tunaikanlah uang belanja keluarga kalian, berbuat baiklah kepada saudara-saudara kalian, dan bersyukurlah kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat kepada kalian. Berbuat baik pada hari ini akan menambahkan rezki dan memanjangkan umur. Dan sayangilah orang lain – semampu kalian – karena hal itu akan menurunkan rahmat dan cinta Tuhan. Apa yang dianugerahkan Tuhan kepadamu, berbagilah dengan saudaramu. Bersilaturahmilah kalian dengan suka dan cita. Dan bersyukurlah kepada Tuhan atas anugerah yang diberikan kepadamu. Dan kepada orang-orang yang mengharapkanmu, berilah bantuan lebih banyak kepadanya. Sehingga kalian dapat berlaku secara adil di antara orang-orang papah dan lemah. Pada hari ini berinfak dengan satu Dirham setara dengan dua ratus Dirham, dan lebih banyak dari itu apabila Tuhan menghendaki. Barang siapa yang lebih dahulu berbuat baik kepada saudaranya, dan dengan antusias berbuat ihsan, maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran orang yang melakukan puasa pada hari ini.[30] Merayakan dan Memeriahkan Adalah terpuji bagi insan mukmin untuk berbeda pada hari ini ketimbang hari-hari biasanya – dalam batasan normal dan syar’i - ia hadapi hari ini dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Di antara tanda-tanda keceriaan yang terdapat dalam riwayat, adalah mandi, menggunakan minyak wangi, menghias dan mendandani diri, membersihkan rumah, mengenakan pakaian baru, merasa bangga dan suci, bersilaturahmi, menyampaikan ucapan selamat, berjabat tangan dan saling membagikan uang belanja. Bergembira pada hari Ghadir, di samping sebagai contoh atas berbagi simpati dan empati dengan Ahli Bait, juga telah dianjurkan dan ditegaskan. Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat, setelah ia memaparkan peristiwa Ghadir dan menyebutkan sebagian adab-adab hari bahagia ini, ia bersabda: “Makan dan minumlah. Kendati ada orang-orang yang menyampaikan duka dan nestapa – semoga Tuhan melipatgandakan duka dan nestapanya – bergembiralah dan meriahkanlah hari ini.[31] Adalah baik manakala seseorang berduka dan bersedih lantaran meninggalnya orang-orang yang dicintainya atau musibah yang menimpanya; pada hari ini ia tepikan pakaian hitam itu sebagai alamat duka. Imam Ridha As bersabda: “Hari ini adalah hari untuk mengenakan pakaian-pakaian baru dan menepikan pakaian-pakaian hitam.”[32] Orang yang mengenakan pakaian-pakaian terbaik yang dimilikinya merupakan sebuah perbuatan terpuji. Imam Ridha As bersabda: “Hari ini adalah hari berindah-indah. Barang siapa yang menghias dirinya demi memuliakan hari ini, Allah Swt akan mengampuni dosa besar dan dosa kecil yang pernah dilakukannya. Dan Ia akan menugaskan seorang malaikat untuk menulis kebaikan baginya hingga tahun yang lain. derajatnya akan ditinggikan dan apabila ia meninggal pada waktu ini, ia meninggal dalam keadaan syahid, dan apabila ia hidup, ia akan mendapatkan kebahagiaan.[33] Demikian juga, adalah layak bagi seorang mukmin untuk bertemu dengan saudara seiman dengan riang dan gembira dan berusaha untuk menggembirakan semua orang. Imam Ridha As bersabda: “Hari ini adalah hari untuk tersenyum di hadapan orang-orang beriman. Barang siapa yang membagi senyuman kepada saudaranya, Allah Swt akan menatapnya dengan penuh rahmat pada hari kiamat. Memenuhi segala hajat yang dimilikinya dan membangunkan sebuah istana yang bergerbang putih untuknya dan membuat wajahnya penuh keceriaan.[34] Doa Berdoa merupakan salah satu ibadah yang terbesar yang disyariatkan dalam agama suci Islam. Doa adalah ibadah yang ditegaskan dalam al-Qur’an, “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk ke neraka dalam keadaan hina dina.” (Qs. al-Mu’min [40]:60) Doa adalah cengkerama manusia dengan Tuhannya, Sang Pencipta seluruh wujud. Doa menjadi penyebab timbulnya perhatian dan inayah Tuhan kepada para hambanya. Al-Qur’an Karim menyebutkan: ﴿ قُلْ ماٰيَعبَؤُ بِكُمْ رَبِّي لَو لا دُعائُکُم ﴾ “Katakanlah sekiranya kalau bukan dua kalian, Tuhanku tidak akan memperhatikan kalian.” (Qs. Al-Furqan [25]:77) Doa merupakan hal yang urgen dalam kehidupan manusia. Kehidupan tanpa doa ibarat gelombang yang bergemuruh dan pada akhirnya terhempas pada rawa-rawa dunia. Doa adalah senandung kehidupan atau denting genta kafilah yang beranjak menuju tujuannya. Kehidupan bak tunas, dengan doa tunas itu tumbuh bersemi dan menuai buah. Oleh karena itu, terlepas dari apakah manusia memiliki hajat, atau telah terpenuhi hajatnya, doa merupakan program dawam dan selalu menjadi keperluan insan beriman; akan tetapi terkadang terdapat suasana dan keadaan khusus dimana doa mampu menyingkapnya, membuahkan hasil dan memberikan aroma manis terhadap wujud manusia. Hari Ghadir merupakan waktu yang terbaik dan keadaan khusus untuk berdoa. Imam Ridha As bersabda: “Hari Ghadir adalah hari dimana doa diterima (mustajabah).[35] Atas alasan ini, di samping terdapat doa-doa yang dinukil dari riwayat pada ta’qib-ta’qib shalat mustahab dan berbagai acara pada hari ini. Juga terdapat doa yang dibacakan secara terpisah. Fokus Doa-doa Ghadir Fokus utama dalam doa-doa hari Ghadir adalah nikmat wilayah. Orang yang memanjatkan doa pada hari ini, dengan penjelasan yanga beragam, bercengkerama dengan Tuhannya ihwal nikmat agung ini. Terkadang ia bersyukur kepada Tuhan atas nikmat agung ini yang telah dianugerahkan kepadanya. Terkadang ia meminta kepada Tuhan untuk tidak mengambil nikmat ini darinya dan sepanjang hayatnya ia mempertahankan nikmat ini dengan kokoh dan gigih. Terkadang ia meminta kepada Tuhan sebagaimana Ia menganugerahkan karamah ini kepadanya dan menganggap layak baginya untuk menerima wilayah ini, ia meminta juga kepada Tuhan untuk memaafkan kesalahannya dan mengampuni dosa-dosanya. Terkadang ia meminta untuk supaya Tuhan memberikannya taufik supaya ia memenuhi tuntutan-tuntutan wilayah ini; ketaatan murni dari wali yang merupakan syarat utama wilayah ini. Dan memberikan taufik kepadanya hingga ia memusuhi orang yang memusuhi para Imam Maksum As dan bersahabat dengan orang-orang yang bersahabat dengan para Imam Maksum As. Dalam untaian doa waktu pagi hari Ghadir yang dikenal sebagai doa Zinat, kita membaca: “Kami adalah pecinta ‘Ali dan pecinta orang-orang yang mencintai ‘Ali As; sebagaimana Engkau memerintahkan kami untuk mencintainya dan memusuhi musuh-musuhnya. Barang siapa yang membencinya, kami turut membencinya. Murka mereka kepadanya, murka kami kepada mereka. Mencinta mereka yang mencintanya.[36] Dan terkadang menyebut kedudukan dan derajat para Imam Maksum As. Dan dengan menyebut mereka membuat hati menjadi bersih cingklong. Dan menyaksikan dari dekat puncak keagungan para awliya. Dan dengan mengirim salam berkelanjutan, ruh akan bersambung dengan ruh-ruh mereka yang suci dan terapung di samudera yang tak terbatas akan keutamaan manusia. Dalam salah satu doa hari Ghadir Khum, kita membaca: اللهم صل على محمد وآل محمد الأئمة القادة ، والدعاة السادة ، والنجوم الزاهرة ، والأعلام الباهرة ، وساسة العباد ، وأركان البلاد ، والناقة المرسلة ، والسفينة الناجية الجارية في اللجج الغامرة. “Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; Mereka adalah imam para pemimpin, pengajak pada kebahagiaan, bintang gemintang gemerlap, dan tanda-tanda yang terang. Merekalah yang mengatur urusan seluruh hambaMu, rukun-rukun negara, mukjizat yang dengannya orang-orang diuji, bahtera penyelamat yang berlayar di atas gelombang lautan. Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; penjaga ilmu, singgasana tauhid dan pengesaan Tuhan, tiang agama dan sumber-sumber keteladanan, Mereka yang Engkau pilih di antara ciptaan-ciptaanMu dan hamba-hambaMu. Mereka adalah orang-orang bertakwa dan suci, orang-orang mulia dan baik; gerbang yang menjadi tempat ujian manusia; barang siapa yang memasukinya akan selamat dan barang siapa yang memalingkan diri, akan terjungkal. Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; Ahli dzikir yang Engkau firmankan adalah mereka tempat kami bertanya, keluarga yang Engkau titahkan untuk kami cintai, yang Engkau wajibkan untuk ditunaikan hak-haknya dan surga yang Engkau anugerahkan kepada mereka yang mengikutinya. Tuhanku! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad; lantaran mereka mendawuhkan untuk mentaatimu dan tidak bermaksiat kepadamu, dan mengajak hamba-hambaMu untuk mengesakanMu.[37] Persaudaraan Islam Salah satu kebanggaan Islam adalah menciptakan hubungan yang paling kokoh di antara orang-orang yang secara lahir tidak memiliki hubungan satu dengan yang lain. Persaudaraan adalah hubungan yang paling lekat dan terajut di antara dua orang. Cinta persaudaraan merupakan cinta yang paling kokoh dan kuat di antara seluruh bangsa; akan tetapi di antara bangsa Arab – khususnya pada masa-masa lampau – persaudaraan memiliki penghormatan yang lebih; sedemikian sehingga menjadi kriteria hak dan batil, antara benar dan salah. Dalam tradisi ini, saudara memiliki kebenaran dan harus ditakyid dan harus bangkit untuk membantunya; meski pada hakikatnya ia adalah seorang zalim dan pelanggar hak. Dan barang siapa yang menentangnya, ia harus dikalahkan; kendai ia berada pada kubu yang benar. Dalam lingkungan seperti ini, Islam dengan definisi yang baru tentang persaudaraan membidik kepercayaan yang batil dan tidak benar ini. Dan menawarkan sebuah definisi baru sebagai berikut: ﴿إنَّمَا الْمُؤمِنُونَ إخْوَةٌ ﴾ “Sesungguhnya setiap mukmin itu bersaudara” (Qs. al-Hujurât [49]:10) Oleh karena itu, insan non-mukmin dalam keluarga (Islam, AK) ini adalah seorang asing; walau ia lahir dan besar dalam keluarga ini. Persaudaraan ini merupakan kaidah yang dibangun oleh al-Qur’an. Berdasarkan kaidah ini, seluruh orang-orang mukmin dalam keluarga besar ini adalah saudara. Rasulullah Saw dalam dua periode – pra dan pasca hijrah – dengan maksud untuk menjaga keselarasan kaum Muslimin dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang mengancam pemerintahan baru dan masyarakat Islam, ia memberikan ainiyyat terhadap kaidah asasi ini. Ia menciptakan hubungan persaudaraan antara sesama Muslim dan menjalinkan masing-masing dua orang Muslim menjadi satu saudara. Sekelompok besar sejarawan dan ahli hadits kawakan menulis:[38] “Kriteria Rasulullah Saw dalam menentukan saudara untuk masing-masing Muslim, kesesuaian derajat dan kualitas, dan kedekatan derajat iman.” Rasulullah Saw mempersaudarakan orang-orang yang memiliki kesamaan dan keserupaan satu dengan yang lain; misalnya, ‘Umar dipersaudarakan dengan Abu Bakar. Thalha dan Zubair, ‘Utsman dan Abdurrahman ibn ‘Auf, Abu Dzar dan Miqdad, putrinya Fatimah az-Zahra dan istrinya Ummu Salamah, masing-masing mengikat tali persaudaraan. Atas alasan ini, Rasulullah Saw tidak mempersaudarakan Amirul Mukminin dengan siapa pun dari golongan Muslim. Dan ia mempersiapkan dirinya untuk merajut tali persaudaraan dengan Amirul Mukminin As.[39] Rasulullah sendiri tidak memilih seseorang untuk ia persaudarakan, hingga Amirul Mukminin As datang kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Aku melihat engkau mempersaudarakan seluruh sahabat, akan tetapi tidak memilih seorang untuk menjadi saudaraku?” Rasanya ruh keluar dari ragaku dan seolah-olah pinggangku patah. Apabila engkau marah kepadaku, engkau memiliki hak untuk menghukumku.” Rasulullah Saw dalam menjawab kesah Amirul Mukminin bersabda: “Aku bersumpah demi yang telah mengutusku dengan haq, Aku sengaja menundanya supaya aku memilihmu sebagai saudaraku.”[40] Pengaruh Persaudaraan Islam Kaidah yang dibangun oleh Islam sebagai persaudaraan dan brotherhood, bukan hanya sebuah perkara konvensional dan bersandar pada rencana lahiriyah; akan tetapi persaudaraan ini merupakan sebuah realitas yang memiliki pengaruh ril dan hakiki. Satu umat Muhammad dan keluarga besar ahli iman yang mengikuti satu sistem khusus. Setiap anggota dari keluarga besar ini, dalam berhubungan dengan anggota lainnya, ia memiliki tugas untuk saling memenuhi hak-hak anggota lainnya. Terdapat banyak hadits yang bersumber dari Amirul Mukminin As yang menetapkan tugas dan kewajiban saudara-saudara seiman. Aturan praktis yang paling umum dalam bidang ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw, dan kita menukilnya dari kitab Makâsib Muharramah, karya Syaikh Ansari Ra. Syaikh Anshari menukil dari kitab Wasâil asy-Syiah, dari Kanz al Fawâid karya Syaikh Karajiki yang menukil dari Amirul Mukminin As bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Setiap Muslim memiliki hak sebanyak tiga puluh terhadap saudaranya yang lain. Dan ia tidak dapat menghindar dari hak kecuali ia penuhi atau orang yang mesti ditunaikan haknya memberi maaf kepadanya. يَغْفِرُ زَلَّتَهُ 1. Memaafkan kesalahannya وَيَرْحَمُ عَبْرتَهُ 2. Mengasihi cucuran air matanya وَيَسْتُرُ عَوْرَتَهُ .3 Menutup aib-aibnya وَيُقيلُ عَثْرَتَهُ 4. Mengurangi kesalahannya وَيَقْبَلُ مَعْذِرَتَهُ .5 Menerima maafnya وَيَرُدُّ غَيْبَتُهُ .6 Membelanya tatkala ia tidak ada وَيُديمُ نَصيحَتَهُ .7 Senantiasa menginginkan kebaikan darinya وَيَحْفَظُ خَلََّتَهُ .8 Memelihara persaudaraan dan kecintaannya وَيَرْعىٰ ذِمَّتَهُ .9 Memelihara orang yang berada dalam pengamanannya[41] وَيَعُودُ مَرَضَهُ .10 Menengoknya tatkala sakit وَيَشْهَدُ مَيِّتَهُ .11 Mengurus jenazahnya وَيُجِيبُ دَعْوَتَهُ .12 Memenuhi undangannya وَيَقْبَلُ هَدِيَتَهُ . 13 Menerima hadiah darinya وَيُكَافى صِلَتَهُ . 14 Membalas kebaikan dan hadiah yang diterima darinya وَيَشْكُرُ نِعْمَتَهُ . 15 Mensyukuri pemberian darinya وَيَحْسُنُ نُصْرَتَهُ . 16 Menolongnya dengan baik وَيَحْفَظُ حَلِيلَتَهُ . 17 Menjaga kehormatannya وَيَقْضِى حٰاجَتَهُ . 18 Memenuhi hajatnya وَيَسْتَنْجِحُ مَسْئَلَتَهُ . 19 Memenuhi keinginannya وَيُسَمِّتُ عَطْسَتَهُ .0 2 Berkata AlhamduliLlah manakala ia bersin وَيُرْشِدُ ضٰالَّتَهُ . 1 2 Membimbing orang-orang yang hilang darinya وَيَرُدُّ سَلاٰمَهُ . 2 2 Menjawab salamnya وَيُطِيبُ كَلاٰمَهُ . 3 2 Berbicara santun dengannya وَ يَبَرُّ اِنْعٰامَهُ . 4 2 Menerima pemberiannya وَيُصَدِّقُ اَقْسٰامَهُ . 5 2 Meyakini sumpahnya وَيُواٰلى وَلِيَّهُ . 6 2 Mencintai orang yang mencintainya وَلاٰ يُعٰادِيهِ .7 2 Tidak memusuhinya وَيَنْصُرُهُ ظٰاِلماً وَمَظْلُومًا اَمّٰا نُصْرَتُهُ ظٰالِمًا فَيَرُدُّهُ عَنْ ظُلْمِهِ. 8 2 وَاَمّٰا نُصْرَتُهُ مَظْلُومًا فَيُعِينُهُ عَلىٰ اَخْذِ حَقِّهِ . Menolongnya, baik ia berlaku aniaya atau dianiaya; artinya apabila ia berlaku aniaya, mencegahnya dari berbuat aniaya. Dan apabila ia teraniaya, membantunya untuk mendapatkan haknya. وَلاٰ يُسَلِّمُهُ وَلاٰ يَخْذُلُهُ . 9 2 Tidak meninggalkannya sendiri tanpa pertolongan َويُحِبُّ لَهُ مِنَ الْخَيْرِ مٰا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ وَيَكْرَهُ لَهُ مِنَ الشَرِّ مٰا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ .30 Mencintai baginya kebaikan apa yang dicintainya, dan membenci yang buruk apa yang buruk baginya. Kemudian Baginda Amirul Mukminin ‘Ali As bersabda: “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: اِنَّ اَحَدُكُمْ لَيَدَعُ مِنْ حُقُوقِ اَخِيهِ شَيئًا فَيُطالِبُهُ بِهِ يَوْمَ القِياٰمَةِ فَيَقْضىٰ لَهُ عَلَيْهِ “Terkadang di antara kalian tidak menunaikan hak-hak saudaranya dan ia akan menuntut hak-haknya yang telah dilalaikan pada hari kiamat dan ia (yang melalaikan) akan terhukum di hadapan mahkamah Ilahi.[42] Akad Persaudaraan pada Hari Ghadir Almarhum Muhaddits Qummi dalam kitab Mafatihul Jinan, menganggap akad ukhuwah sebagai adab hari Ghadir, menulis: “Sangat tepat kiranya pada hari ini membacakan akad ukhuwwah dengan saudaranya seiman. Dan cara-caranya seperti yang ditulis oleh syaikh kita dalamMustadrak Wasâil[43] yang menukilnya dari kitab Zadul Firdaus seperti ini, tangan kanannya mengangkat tangan kanan saudara mukminnya dan membaca: وَآخِيتُكَ فِي اللّه وَصٰافَيْتُكَ فِي اللّهِ وَصٰافَحْتُكَ فِي اللّه وَعٰاهَدْتُ اللّه وَمَلاَئِكَتَهُ وَكُتُبَهُ وَرُسُلَهُ وَأَنْبِيٰائَهُ وَالْأَئِمَّةَ المَعْصُومِينَ عَلَيهِمْ السَلامُ عَلىٰ اَ نىِّ إنْ كُنْتُ مِنْ أَصْحٰابِ الْجَنَّةِ وَالشَّفَاعَةِ وَاُذِنَ لى بِأَنْ أَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَا أَدْخُلُهٰا إِلَّا وَأَنْتَ مَعَى; “Aku telah menjadi saudaramu karena Allah dan aku telah memilihmu karena Allah dan aku memberikan tanganku kepadamu karena Allah, dan aku mengikat janji kepada Allah, para malaikat, para rasul-Nya dan para imam maksum As bahwa sekiranya aku menjadi penduduk surga dan mendapatkan syafaat dan memiliki izin untuk memasuki surga, aku tidak akan memasukinya kecuali bersamamu memasukinya. Kemudian yang diajak berikrar dan berjanji mengatakan: Aku menerimanya. Dan setelah itu berkata: أَسْقَطْتُ عَنْكَ جَمِيعَ حُقُوقِ الْأِخْوَةِ مٰا خَلَا الشَّفٰاعَةَ وَالدُّعٰا وَالِزيٰارَةَ; Kutinggalkan seluruh hak-hak persaudaraan darimu Selain syafaat, doa dan ziarah. Tugas-tugas setiap mukmin di hadapan saudara seagamanya terdapat dua jenis: sebagian memiliki hukum syar’i dan termasuk sebagai taklif; artinya setiap mukmin memiliki tugas untuk memenuhi hak-hak saudaranya seiman. Sebagian yang lain adalah hak-hak yang masing-masing dimiliki oleh keduanya. Dari sisi tidak terlepasnya hukum syariat, artinya tidak satupun yang dapat membatalkan hukum syariat. Oleh karena itu, apa yang batal dari akad ini, merupakan sisi sekunder, akan tetapi dari sisi bahwa masing-masing dari hak-hak ini yang merupakan bagian dari hukum-hukum syariat dan masing-masing bertugas untuk menunaikannya, maka hal ini tidak dapat menjadi batal. Pengaruh Akad Persaudaran Tanpa ragu bahwa akad ini dari kaca mata sosial akan menjadi sebab terekatnya hati-hati dan menimbulkan cinta dan menghidupkan mental untuk bekerja sama. Dari sisi maknawi, juga memiliki hasil yang sangat bernilai dimana hasil itu adalah janji untuk memberikan syafaat. Syafaat merupakan kaidah yang kita terima berdasarkan al-Qur’an yang kita yakini bersama; dan kita ketahui bahwa Allah Swt apabila Ia menghendaki, Ia dapat memberikan izin kepada orang untuk memberikan syafaat.[44] Salah satu kelompok yang memberikan syafaat di hari kiamat adalah orang-orang beriman sesuai dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu, manusia dengan membaca ikrar dan akad ini pada hakikatnya membawanya kepada rahmat dan ridha Allah Swt. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa pengaruh-pengaruh yang muncul dari persaudaraan nasabi (satu keturunan) dan susuan seperti mahramiyat (saudara sesusuan yang kemudian menjadi mahramnya, AK), warisan dan silaturahmi, tidak berlaku dalam hal persaudaraan seiman ini. Dengan demikian, dua orang yang membaca akan persaudaraan hendaknya menjauhkan diri dari percampuran dengan maharim satu sama lain, dan harus diketahui bahwa akad ini tidak akan menjadikan keduanya menjadi mahram dengan saudari-saudari, putri-putri dan para ibu dari mereka masing-masing. Akad Persaudarian di antara Wanita Ukhuwwah dalam bahasa Arab tidak melulu semakna dengan mafhum persaudaraan; akan tetapi memiliki makna yang menjuntai dimana para wanita juga termasuk di dalamnya. Ahli bahasa berkata: “Akh (saudara) artinya seseorang yang berasal dari sulbi dan rahim yang sama denganmu.” Oleh karena itu, akhwat, persaudarian juga termasuk di dalamnya. Atas alasan ini sinonim akhwat dalam bahasa Arab adalah ukht, termasuk feminim akh. Dari sini, seluruh aturan-aturan yang mengulas tentang ukhuwwah mukminah dihitung sebagai sesuatu yang tunggal termasuk di dalamnya pria dan wanita. Baginda Nabi Saw juga tatkala merajut tali persaudaraan di antara kaum Mukmin di Madinah, ia mempersaudarikan putrinya Fatimah az-Zahra dengan Ummu Salamah istrinya.[45] Oleh karena itu, akad ukhuwwah pada hari Ghadir tidak hanya khusus untuk kaum pria saja, kaum hawa juga dapat membaca akad persaudarian. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang berpegang teguh kepada wilayah Amirul Mukminin dan Imam Maksumin.[AK] Semoga Hari Raya Idul Ghadir menjadi hari bahagia buat Anda. [1] . Sebagaimana dinukil oleh Ibn Maghazali dalam Manâqib, hal. 19 dan Farâidh Simthain, jilid 1, hal. 73, bab 12, hadits 39 dan 40 bahwa ayat ini turun pada hari Ghadir setelah penetapan Amirul Mukminin ‘Ali As. [2] . Al-Ghadir, jilid 1, hal .247, yang menukil dari Syaraf al-Musthafa karya Abu Sa’id Khargusi Naisyaburi, wafat tahun 407 H. [3] . Al-Ghadir, jilid 1, hal .283 dan Iqbâl al-‘Amal hal. 466. [4] . Idem., jilid 1, hal. 284 dan Iqbâl al-‘Amal hal. 463. [5] . Furugh Kâfi, jilid 1, hal. 148, bab Shiyâm Targhib, hadits ke-3. [6] . Idem., hadits pertama. [7] . Tafsir Furât, hal. 118. [8] . Idem., [9] . Misbâhul Mujtahid, hal. 752. [10] . Tarjameh Âtsar al-Bâqiyah, hal. 460. [11] . At-Tanbih wa al-Irsyâd, hal. 221. [12] . Mathâlib as-Su’ul, hal. 16, satr terakhir. [13]. Tsamâratul Qulûb, hal. 636 [14] . Wafayâtul ‘Ayân, jilid 1, hal. 180. [15] . Idem, jilid 5, hal. 230. [16] .Iqbâl ‘Amâl, hal. 465, satr akhir. [17] . Idem, hal. 464, satr 18. [18] . Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 77, bab 13, hadits ke-44 dan Manâqib ibn Maghâzali, hal. 19, hadits ke-24. [19]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 465, satr 29. [20]. Al-Ghadir, jilid 1, hal. 275. [21]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 463, satr 27. [22]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 472, satr 7. [23] . Iqbâl al-‘Amâl, hal. 472, satr 14. [24]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 473, satr 8. [25]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 473, satr 16. [26]. Idem, hal. 472, satr 13 [27]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 467, satr 14. [28]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 470. [29]. Al-Murâqabât, hal. 464, satr 2. [30]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 463, satr 20 dan seterusnya. [31]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 475, satr 21. [32]. Iqbâl al-‘Amâl, hal. 464, satr 28. [33]. Idem, hal. 470. [34]. Idem, hal. 464, satr 28. [35]. Iqbâl al-’Amâl, hal. 464, satr 21. [36]. Iqbâl al-’Amâl, hal. 474, satr 3. [37]. Iqbâl al-’Amâl, hal. 492, satr 19. [38]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 112, hadits ke-80, dan hal. 118, hadits ke-83. [39]. Idem, jilid 1, hal. 116, hadits ke-80. [40]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 112, hadits ke-80, dan hal. 118, hadits ke-83. [41] . Salah satu kewajiban dalam agama suci Islam yang memiliki dimensi social dan politik, memberikan perlindungan. Artinya bahwa apabila salah seorang muslim memberikan jaminan keamanan kepada seorang kafir dan berada dalam perlindungannya, sepanjang dalam masa ini tidak terdapat muslihat dan konspirasi, seluruh kaum musliminin memiliki tugas memberikan perlindungan kepada si kafir tersebut demi menghormati saudaranya yang memberikan perlindungan kepada si kafir. Dan hal ini adalah memelihara dzimmah (orang yang dilindungi) atau menghormati orang yang berada dalam pengamanan seorang muslim. [42]. Makâsib al-Muharramah, hal. 48, Wasâil asy-Syi’ah, jilid 12, hal. 212, hadits ke- 6843. [43]. Mustadrak al-Wasâil, jilid 6, hal. 278, hadits ke-6843. [44]. Qs. Thaha (20): 109. [45]. Al-Ghadir, jilid 3, hal. 113.Selamat Hari Raya Idhul Ghadir 1431 H + Amalannya
Selamat Hari Raya Ghadir Khum Mubarak
Hari Aidul Ghadir
Salam dan selawat buat Baginda Rasul Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalihi Wasallam serta Ahlul Baytnya yang suci serta tahniah kita ucapkan buat mereka Maasumin as. atas Hari Perlantikan Imamah dan Wilayahnya Imam bagi segala Imam, Amirul Mukminin Ali Ibni Abi Tolib Alaihissalam. Tahniah juga buat kaum Muslimin pada hari ini kerana telah sempurna agama dan hujjat buat kita semua.
Pada tahun kesepuluh Hijrah, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalihi Wasallam telah pergi ke Makkah bagi menunaikan fardhu Haji. Haji pada kali ini merupakan haji yang terakhir bagi Rasul, maka oleh sebab itu ia dinamakan sebagai Hujjatul Wida’ . Para haji yang telah bersama Rasulullah bilangan mereka mencapai sehingga sebanyak seratus dua puluh ribu orang.
Ibadah haji telah tamat dan Rasulullah pun memulakan perjalanan untuk pulang ke Madinah, berduyun-duyun manusia datang untuk mengucapkan selamat tinggal dan selain daripada penduduk-penduduk Makkah semuanya bersama Rasulullah meneruskan perjalanan pulang ke negeri masing-masing. Apabila mereka telah sampai di satu tempat bernama Ghadir Khum, hampir 5km daripada Juhfah, Jibrail Al-Amin telah turun membawa wahyu kepada Rasul untuk berhenti di tempat tersebut. Rasulullah pun mengarahkan semua ummat Islam untuk berhenti di situ.
Para rombongan hairan dengan arahan untuk berhenti dengan tiba-tiba tersebut yang mana dari segi zahir ia tidak sesuai pada tempat dan masanya, tempat yang tidak memiliki air dan pada waktu tengah hari dengan cuaca yang panas terik. Mereka bercakap sesama sendiri : Pasti telah turun perintah yang penting daripada Tuhan dan kepentingan perintah yang dipertanggungjawabkan ke atas Rasulullah (dapat difahami) cukup dengan larangan Baginda meneruskan perjalanan pada keadaan yang tidak sesuai begini untuk menyampaikan wahyu Tuhan.
Perintah Allah ini berhubung kait dengan ayat :
يا ايها الرسول بلغ ما انزل اليك من ربك و ان لم تفعل فما بلغت رسالته و الله يعصمك من الناس
Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, bererti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Cahaya matahari tengah hari 18 Zulhijjah di Ghadir Khum terik memancar dan rombongan besar yang mana sejarah telah mencatatkan bilangan mereka adalah daripada 70 ribu sehingga 120 ribu orang telah berhenti disitu atas perintah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih dan menunggu apakah yang bakal dicatat oleh sejarah pada hari itu. Disebabkan panas yang sangat terik mereka telah membahagikan pakaian mereka kepada dua bahagian, satu untuk diletakkan di atas kepala dan yang lainnya diletakkan di bawah kaki. Dalam detik-detik penting tersebut, terdengar suara azan berkumandang mengajak manusia untuk solat. Mereka pun bersiap-siap untuk bersembahyang dan Rasulullah pun mengimami solat jemaah di Ghadir kemudian Rasulullah naik ke atas mimbar yang telah didirikan di tengah ummat manusia dan dengan suara yang lantang berkhutbah. Diantara sabda Baginda adalah seperti berikut:
Segala puji hanya bagi Allah. DaripadaNya kita memohon pertolongan, kepadaNya kita beriman dan bertawakal serta kita berlindung daripada kejelekan hawa nafsu dan amalan buruk yang mana tidak ada Hadi dan penunjuk bagi orang yang sesat selain Dia; Tuhan yang mana jika sesiapa yang Dia beri hidayah maka tidak akan ada lagi yang dapat menyesatkannya. Aku bersaksi bahawa Tidak ada Tuhan selainNya dan Muhammad hamba dan RasulNya.
Wahai manusia, telah hampir waktu untuk aku mengucapkan selamat tinggal kepada dakwah yang hak (benar) dan meninggalkan kalian. Aku mempunyai tanggungjawab dan kalian juga mempunyai tanggungjawab. Apakah yang kalian fikirkan mengenai diriku?
Kami bersaksi bahawa kamu telah menyampaikan agama Tuhan, menginginkan kebaikan serta menasihati kami dan telah berusaha di jalan ini, maka Allah Subhanahu Wa Taala akan memberikan ganjaran yang baik kepadamu.
Rasulullah meneruskan khutbahnya setelah menenangkan keadaan sekeliling :
Adakah kalian bersaksi bahawa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasulNya? Syurga dan neraka adalah hak, hari kiamat tanpa syak pasti akan berlaku dan Tuhan akan menghidupkan kembali mereka-mereka yang telah terkubur didalam tanah?
Sahabat-sahabat Rasul menjawab : Ya, ya kami bersaksi.
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih meneruskan :
Aku akan meninggalkan kepada kalian dua benda berharga, bagaimanakah perlakuan kamu dengan mereka? Seorang telah bertanya : Apakah dua benda berharga tersebut?
Baginda Sallallahu Alaihi Wa Aalih bersabda : Benda berharga akbar adalah kitab Tuhan (Quran) yang mana satu bahagiannya di tangan Tuhan dan bahagian yang lainnya di tangan kalian. Genggamlah ia dengan erat supaya kamu tidak sesat. Dan benda berharga asghar adalah Itrah Ahlul Baitku. Allah Subhanahu Wa Taala telah memberitakanku bahawa dua tinggalanku ini tidak akan berpisah antara satu sama lain sehingga hari kiamat.
Wahai manusia, janganlah berpaling daripada Kitab Allah dan Itrahku dan jangan ketinggalan daripada mereka supaya kamu tidak binasa.
Ketika itu, Baginda Sallallahu Alaihi Wa Aalih mengambil tangan Ali Alaihissalam dan mengangkat tangannya sehinggakan cahaya putih dibawah ketiak Rasul kelihatan kepada semua. Mereka melihat Imam Ali Alaihissalam disisi Rasul serta turut mengenalinya dan kini mereka telah memahami tujuan daripada pengumpulan ini pasti adalah mengenai sesuatu yang berkenaan dengan Ali Alaihissalam, mereka semua menanti untuk mendengar sabda Rasul (saaw) seterusnya.
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih bersabda :
Siapakah yang lebih Aula dan didahulukan keatas orang Islam daripada mereka sendiri?
Sahabat Rasul menjawab : Allah dan RasulNya lebih mengetahui.
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih bersabda :
Allah Subhanahu Wa Taala adalah maulaku, aku adalah maula para mukmin dan aku lebih aula dan didahulukan ke atas mereka dari diri mereka sendiri.
Kemudian bersabda :
من كنت مولاه فهذا على مولاه
Wahai manusia, barangsiapa Aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya.
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih mengulang kata-kata terakhir ini sebanyak tiga kali kemudian bersabda :
(Daripada riwayat Ahmad Bin Hanbal didalam musnadnya, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih mengulang kata-kata tersebut sebanyak empat kali.)
Ya Allah, cintailah mereka yang mencintai Ali, musuhilah mereka yang memusuhi Ali. Ya Allah, bantulah penolong Ali dan hinakanlah musuh-musuhnya. Tuhanku, jadikan Ali bersama hak (kebenaran).
Kemudian bersabda Sallallahu Alaihi Wa Aalih :
Hendaklah yang hadir menyampaikannya pada yang tidak hadir dan saling memberitakan kepada orang lain berkenaan perintah ini.
Kemudian Malaikat wahyu turun dan menyampaikan kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih bahawa Allah Subhanahu Wa Taala hari ini telah menyempurnakan agamaNya dan telah mencukupkan nikmatnya ke atas seluruh mukmin.
اليوم اكملت لكم دينكم و اتممت عليكم نعمتى و رضيت لكم الاسلام ديناً) سوره مائده ، آيه 3)
Ketika itu, telah terdengar takbir yang dilaungkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih dan bersabda :
Aku bersyukur ke Hadrat Ilahi bahawa Dia telah menyempurnakan agamaNya dan mencukupkan nikmatNya serta telah ridha akan risalahku dan wilayah Ali selepasku..
Rasulullah turun daripada tempatnya dan sahabat-sahabat Baginda, datang berduyun-duyun mengucapkan tanhiah kepada Amirul Mukminin Ali Alaihissalam dan menggelarkannya sebagai maula setiap lelaki dan wanita mukmin.
Ghadir dikenali sebagai hari pembakar semangat, hari wilayah, hari imamah, hari wishayah, hari ukhuwah, hari peningkatan, keberanian, pelindungan, keridhaan. Hari nikmat, hari kesyukuran, hari menyampaikan, hari mengucapkan tahniah dan syabas, hari kegembiraan, kebahagiaan, memberi hadiah, hari perjanjian dan memperbaharuinya, hari penyempurna agama dan penyampaian hak, hari pemusnahan syaitan, hari yang mengenalkan jalan serta rahbar (pemimpin), hari ujian, hari putus asa musuh dan harapan pencinta dan ringkasan hari Islam, Quran dan Itrah, satu hari yang dimuliakan oleh pengikut sebenar agama Islam dan mengucapkan tahniah antara satu sama lain.
Allah Subhanahu Wa Taala memberikan pahala dan ganjaran beberapa kali ganda pada hari ini berbanding hari-hari raya yang lain yang mana kita tidak akan dapat melihat ganjaran sebegini selain daripada hari tersebut. Berbuat baik pada hari ini memurahkan rezeki dan memanjangkan umur. Menyayangi antara satu sama lain menyebabkan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Pada hari ini, berikanlah harta yang telah dikurniakan Tuhan kepadamu kepada sanak saudara setakat yang kamu mampu dengan senyuman diwajah. Bergembiralah apabila dapat membantu orang lain dan bersyukurlah ke atas segala nikmat yang diberikan Allah. Berbuat baiklah kepada sesiapa yang memerlukan bantuan darimu dari segi pakaian dan makanan, samakan dirimu seperti orang yang berada dibawahmu. Amalkanlah persamaan ini setakat yang kamu mampu yang mana pahala satu dirham pada hari ini umpama seratus ribu dirham dan barakahnya pula adalah disisi Tuhan.
Berpuasa pada hari ini telah disunatkan oleh Allah Subhanahu Wa Taala dan mempunyai pahala berlipat kali ganda. Jika sesiapa pada hari ini, menyempurnakan keperluan saudaranya – sebelum diminta – dan dengan niat yang baik, pahalanya seperti dia telah berpuasa pada hari ini dan pada malamnya beribadah sehingga terbit fajar. Selain itu, barangsiapa pada hari ini memberi makan (berbuka puasa) kepada orang yang berpuasa umpama dia telah memberi makan kumpulan-kumpulan manusia.
Ghadir Didalam Quran
Berkenaan peristiwa Ghadir selepas daripada ayat Tabligh yakni ayat :
(يا اَيّها الرسول بلغ ما انزل اليك من ربك)
Telah turun dua ayat lain yang terdiri daripada :
1) Ayat sempurna agama
اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم و اخشون اليوم اكملت لكم دينكم و اتممت عليكم نعمتى و رضيت لكم الاسلام ديناً
Pada hari ini (Hari Ghadir) orang-orang kafir telah berputus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini (Hari Ghadir Khum) telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagimu (Al-Maidah, 3).
Apabila kita teliti ayat di atas ini, dapat difahami bahawa hari turun ayat tersebut merupakan suatu peristiwa yang sangat penting, yang mana ia merupakan punca musuh berputus asa daripada harapan untuk mengalahkan Islam. Sekarang, kita perlu meneliti apakah hari yang memiliki kepentingan sebegini ?
1-Adakah Hari Pembukaan Kota Makkah mempunyai ciri-ciri ini? Adalah jelas tidak, ini adalah kerana pada hari tersebut, perjanjian-perjanjian orang Islam dengan musyrikin masih menunjukkan kekuatan musyrikin dan ibadah haji masih dilakukan seperti pada zaman jahiliyah, dan sebahagian daripada hukum-hukum Islam turun selepas peristiwa tersebut. Di sini, orang kafir masih belum berputus asa, agama juga masih belum sempurna dari segi penyampaian furu’ dan hukum-hukum asasi.
2-Adakah hari pengumuman baraat (kebenciaan) terhadap musyrikin dapat menjadi hari penting tersebut, dengan menggambarkan bahawa pada hari ini musyrikin berputus asa dan tidak lagi mempunyai harapan? Sekali lagi tidak, kerana penyampaian agama dari segi hukum-hukum masih belum sempurna pada hari tersebut seperti berkenaan sebahagian daripada hudud, qisas dan hukum-hukum berkenaan kalalah (saudara sebapa atau saudara seibu sebapa) yang turun selepas peristiwa ini. Oleh itu, putus asa sahaja bukanlah penunjuk hari tersebut, bahkan putus asa perlu seiring dengan penyempurnaan agama; dan hari pengumuman baraat ini tidak memiliki kedua-dua ciri ini.
Sekarang kita hendaklah melihat apakah hari yang memiliki kedua-dua perkara berharga ini?
Sebahagian berpendapat bahawa hari tersebut, adalah hari Arafah tahun sepuluh Hijrah yang mana didalam sejarah terkenal dengan Hujjatul Wida’ tetapi dengan merujuk kepada peristiwa sejarah, hari ini tidak memiliki dua perkara tersebut.
Namun berputus asa dan tidak lagi memiliki harapan boleh diterangkan kepada dua bentuk :
1) Kafir Quraish dan musyrikin yang berada di semenanjung Arab telah berputus asa sebelum peristiwa ini lagi (Hujjatul Wida’), Quraish pada hari pembukaan kota Makkah dan musyrikin pada hari pengumuman baraat, telah berputus asa sepenuhnya untuk mengalahkan Islam, maka dalam keadaan ini, tidak benar untuk kita mengatakan musyrikin berputus asa pada hari Arafah tahun sepuluh Hijrah (Hujjatul Wida’) dalam keadaan yang mana perkara ini telah berlaku lebih setahun sebelumnya.
2)Semua orang musyrik (seluruhnya) masih belum berputus asa sehinggalah hari tersebut.
Disini, masalah penyempurnaan agama, jika agama bermaksud hukum-hukum dan furu’ Ad-Din, maka pada hari Arafah semua hukum belum sempurna bahkan asas hukum-hukum yang berkaitan dengan (Riba, warisan dan kalalah) selepas hari Arafah diturunkan.
Maka, satu-satunya hari yang memiliki ciri-ciri kedua-duanya adalah hari Ghadir yang mana penentuan pengganti bukan sahaja memutuskan harapan musuh malah menyempurnakan juga agama Tuhan. Sebenarnya, maksud putus asa disini adalah putus asa yang dimiliki disebabkan penyempurnaan agama. Dan maksud penyempurnaan agama adalah penyempurnaan rukun-rukun dan pengukuh agama itu, bukan penerangan furu’ dan bahagian-bahagiannya.
Putus Asa Musuh dan Penyempurnaan Agama
1) Penentuan pengganti dan punca putus asa
Hari yang mana Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih secara rasmi menentukan penggantinya merupakan hari orang kafir berputus asa dan harapan untuk melihat kemusnahan Islam kerana mereka sebelum ini membayangkan agama Islam hanya dapat berdiri dengan kewujudan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih dan dengan wafatnya Baginda Sallallahu Alaihi Wa Aalih Islam juga akan musnah dan keadaan akan kembali seperti dahulu (zaman jahiliyah), namun ketika mereka melihat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih telah menentukan seorang yang berkemampuan (dari segi ilmu pengetahuan, keadilan dan saksama, kekuatan dan ketegasan yang tidak ada tandingan) untuk kepimpinan dan ummat Islam telah membaiatnya, maka mereka pun berputus asa dari melihat kejatuhan Islam. Dan sepenuhnya putus harapan apabila melihat Islam tumbuh dengan sebuah agama yang mempunyai asas kukuh, yang tidak akan goyah.
Ayat Quran memberi saksi bahawa orang kafir menginginkan ummat Islam meninggalkan agama mereka dan kembali kepada agama nenek moyang mereka yang terdahulu seperti mana Allah Subhanahu Wa Taala di dalam Quran berfirman :
ود كثير من اهل الكتاب لويردونكم من بعد ايمانكم كفاراً
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman (Baqarah,109).
Tetapi kemajuan pantas Islam di semenanjung Arab dan kejatuhan pemerintahan syirik di Makkah telah menghancurkan harapan mereka namun satu-satu harapan yang dibayangkan oleh mereka adalah oleh kerana pembawa agama baru(Islam), tidak memiliki anak untuk mengambil alih kepimpinan dan pemerintahan Islam yang masih baru selepas kewafatan Baginda Sallallahu Alaihi Wa Aalih, daripada ini, asas pemerintahan Islam akan musnah selepas pemergian Rasul dan tidak akan mengambil masa yang lama untuk mereka mengalahkan Islam dan keadaan akan kembali seperti dahulu.
Allah telah berfirman di dalam Al-Quran berkenaan perkara ini :
اَمْ يَقُولُونَ شاعِرٌ نَتَرّبصُ به رَيْبَ المَنُون
Bahkan mereka mengatakan: "Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya (Thuur, 30).
Ia merupakan pelan terakhir yang diharapkan oleh mereka, tetapi satu hari Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih telah menentukan wasinya dan pemimpin muslimin selepasnya, hari itu merupakan hari yang mana malam melabuhkan bayangnya menghadirkan ketakutan dan menghancurkan harapan dalam hidup mereka.
2) Penyempurnaan Agama
Jika hari itu harapan musyrikin musnah dengan pemilihan khalifah dan penentuan pengganti, maka agama Islam juga akan turut sempurna, dan maksud (penyempurnaan agama) didalam ayat, bukanlah penerangan tentang furu’ agama dan hukum-hukum fekah untuk ummat Islam, bahkan sempurnanya agama adalah apabila sebuah agama itu dapat kekal, mempunyai asas yang kukuh ataupun dengan penentuan pemimpin yang akan menjalankan dan mengukuhkan benteng-benteng dan penyebab kekalnya agama tersebut. Oleh itu, dengan mengambil makna ini, kedua-dua ayat sesuai dan berkaitan antara satu sama lain. Dan hari yang merealisasikan dua perkara ini akan ditentukan.
Para penafsir dan ahli hadis telah meriwayatkan turun ayat adalah pada hari Ghadir. Dan disini terdapat sebahagian daripada riwayat-riwayat yang membuktikannya. Dan jika riwayat syiah ditambah dengan riwayat ahlul sunnah, maka perkara ini akan mencapai pada had yang paling tinggi daripada tawatir.
Di sini terdapat beberapa alamat untuk rujukan daripada kitab :
1) Al-Wilayah penulis Thabari (wafat 310 H).
2)Tafsir Ibnu Katsir Syami, (774H) j2, m/s14.
3)Tafsir Ad-Dar Al-Mantsur Sayuti Syafie, wafat (911H) j2, m/s259 dan Al-Itqan, j1, m/s31.
4)Tarikh Abu Bakar Khatib Baghdadi, wafat (43) j8, m/s290.
5)Syeikh Al-Islam Hamwini, di dalam Farayid As-Samthin bab 13.
6) Khawarizmi, wafat (568H) didalam Manaqib m/s80 dan 94.
7)Tarikh Ibnu Katsir, j5, m/s2101.
8)Tazkirah Sibt Ibn Juzi Hanafi, wafat (654) m/s18.
Allamah Al-Marhum Amini didalam kitab Jawid (Al-Ghadir) j1, m/s 230 ke atas, telah meriwayatkan kata-kata dan riwayat-riwayat dari Ahlul Sunnah yang mana semuanya memberi saksi bahawa ayat (اليوم اكملت) telah diturunkan pada hari Ghadir...Namun riwayat-riwayat syiah dapat ditemui didalam kitab-kitab yang berkaitan dengan Imamah dan tafsir-tafsir muktabar.
Beberapa perkara penting yang terdapat di dalam ayat tersebut :
1) Kumpulan daripada penafsir-penafsir seperti Fakhru Razi didalam Mafatih Al-Ghaib, Alusi didalam Ruh Al-Maa’ni dan Abduh didalam Al-Manar meriwayatkan bahawa panjang umur Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih selepas turun ayat ini, tidak lebih daripada 81 hari. Ketika wafat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih (berdasarkan riwayat Kulaini didalam Kafi dan riwayat Ahlul sunnah) berlaku pada 12 Rabiul Awal, hari turun ayat, hari ke-18 Zulhijjah, maka harinya adalah hari Ghadir. Sebenarnya bergantung kepada syarat bahawa kita tidak mengira hari Ghadir dan hari wafatnya Rasulullah, dan dua bulan daripada tiga bulan berturut-turut, dikira sebanyak 29 hari (contohnya : 11 hari bulan Zulhijjah + 29 hari Muharram + 30 hari Safar + 11 hari Rabiul Awal = 81 hari).
2- Banyak riwayat yang mengatakan turun ayat ini adalah pada hari Ghadir, yang mana Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih selepas pemilihan Ali Alaihissalam untuk kekhalifahan bersabda :
الله اكبرعلى اكمال الدين و اتمام النعمة و رضا الرب برسالتى و بالولاية لعلى (ع) من بعدى
Syukur ke Hadrat Ilahi atas penyempurnaan agama, mencukupi nikmat dan keridhaanNya ke atas risalahku dan wilayah Ali Alaihissalam selepasku .
Sepertimana yang difahami daripada hadis ini, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih telah menggunakan isi ayat yang sedang dibahaskan didalam sabdanya, maka ia secara langsung menunjukkan bahawa ayat tersebut adalah berkenaan hari Ghadir.
3-Dalam keadaan yang mana dalil-dalil yang pasti menyaksikan bebasnya (topik berbeza daripada ayat keseluruhan) ayat walaupun ayat tersebut berada di antara ayat yang menerangkan hukum yang berkaitan dengan daging-daging halal dan haram, perkara ini tidak tersembunyi bagi mereka yang mempunyai ilmu dan tahu berkenaan keadaan zaman awal Islam kerana sejarah dan hadis sahih telah menyaksikan bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih telah memohon untuk menulis wasiat untuk ummatnya supaya selepas kewafatan Baginda Sallallahu Alaihi Wa Aalih mereka tidak akan sesat, namun manusia-manusia yang ingkar apabila mengetahui bahawa Rasul Sallallahu Alaihi Wa Aalih ingin menulis berkenaan kekhalifahan, maka dengan segera mereka mentohmah Nabi Sallallahu Alaihi Wa Aalih dengan nyanyuk (mengucapkan sesuatu yang tidak difahami).
Peristiwa ini dan yang seumpamanya sepertimana yang telah tercatat didalam sejarah, berkaitan dengan mereka-mereka yang pada awal Islam mempunyai tujuan tersendiri berkenaan perkara kekhalifahan dan pengganti Rasul Sallallahu Alaihi Wa Aalih, oleh itu, bagi mengingkarinya mereka tidak lagi mengenal had dan sempadan.
Dengan mengingat kepada keadaan dan suasana ketika penurunan ayat ini, maka bagi menjaga dan memelihara ayat dari semua segi tahrif dan perubahan, perlu disembunyikan sesuatu yang berharga tersebut dengan suatu perkara biasa supaya ia kurang diberi perhatian.
Disini Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih dengan perintah Tuhan bertanggungjawab meletakkan ayat yang berkaitan dengan pengganti di antara perkara-perkara biasa supaya kurang diberi perhatian oleh musuh-musuh dan dengan cara ini sanad Ilahi ini dapat sampai ke tangan orang di masa hadapan.
2)Ayat berkenaan meminta azab
Ayat ketiga yang diturunkan berkenaan peristiwa Ghadir adalah ayat meminta azab.
Ketika Rasul Sallallahu Alaihi Wa Aalih telah memilih Ali Alaihissalam sebagai khalifah pada hari Ghadir Khum, khabar ini telah tersebar ke serata tempat, Nu’man Bin Harist Fahri telah datang ke sisi Rasul Sallallahu Alaihi Wa Aalih dan berkata : Kamu telah mengajak kami kepada Tuhan yang Esa, dan kami bersaksi dengannya, kemudian kamu mengarahkan untuk mengerjakan solat, puasa, haji dan zakat, dan kami pun mengerjakannya, adakah kamu belum ridha dan puas dengan semua ini sehinggakan remaja ini (dengan mengisyaratkan kepada Imam Ali Alaihissalam) telah kamu pilih sebagai penggantimu, adakah kata-kata ini dari kamu sendiri atau dari Allah Subhanahu Wa Taala?
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih bersabda : Demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selainNya, ia adalah daripada Allah Subhanahu Wa Taala. Ketika ini, Nu’man mengalihkan wajahnya daripada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih dan berkata :
اللهم ان هذاهو الحق من عندك فامطِر علينا حجارة من السماء
Ya Allah, jika betul dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit (Surah Anfaal, 32).
Ketika dia menghabiskan kata-kata tersebut tiba-tiba jatuh seketul batu dari langit dan membunuhnya, kemudian ayat ini turun :
سال سائل بعذاب واقع للكافرين ليس له دافع. من الله ذى المعارج
Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab dan ia pun terjadi, azab ini adalah khusus orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, (Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai malaikat-malaikat yang naik ke langit (Al-Ma’aarij, 1-3).
Sebab turun ayat ini telah diriwayatkan oleh para penafsir dan ahli hadis syiah dan kumpulan daripada Ahlul sunnah yang mana bilangan mereka sampai kepada 30 orang dan ia dapat dirujuk didalam kitab Al-Ghadir .
Sebab turun ayat tersebut telah diterima oleh ulama-ulama Islam kecuali Ibnu Taimiyah yang tidak mempunyai hubungan baik dengan keluarga risalah, didalam kitab Minhaj As-Sunnah yang mana lebih sesuai jika dinamakan dengan Minhaj Al-Bida’h, telah mengingkari sebab turun ayat ini dengan 7 perkara dan Al-Marhum Allamah Amini didalam permulaan jilid Al-Ghadir telah menjawab kesemuanya dan kami datangkan disini :
1- Peristiwa Ghadir berlaku selepas pulang daripada Hujjatul Wida’ namun di dalam sebab turun ayat tersebut Nu’man bertemu Rasulullah ketika di Abthah dan Abthah terletak di Makkah.
Jawapan : Pertama : didalam riwayat Sirah Halabi, Sibt Ibn Juzi dan yang lainnya, Nu’man bertemu dan berbicara dengan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih di dalam Masjid Madinah. Kedua : Ibthah yang didalam bahasa Arab adalah pantai dan pada setiap tempat yang air banjir melaluinya, ia dapat dirujuk kepada kitab-kitab bahasa.
2- Surah Ma‘aarij adalah surah Makki (diturunkan di Makkah) dan telah turun sepuluh tahun sebelum peristiwa Ghadir, oleh itu bagaimana ayat ini boleh dikaitkan dengan peristiwa yang berlaku selepas Ghadir Khum.
Jawapan : Ukuran dalam menentukan sebuah surah itu adalah Makki atau Madani adalah kebanyakan ayat didalam surah tersebut telah diturunkan dimana (Makkah atau Madinah), terdapat banyak surah-surah Makki tetapi didalamnya terdapat ayat-ayat yang turun di Madinah dan juga sebaliknya. Perkara ini akan difahami dengan merujuk kepada Quran yang telah dikeluarkan di negara-negara Arab yang mana pada permulaan setiap surah mengisyaratkan berkenaan Makki dan Madani surah tersebut.
3-Ayat : ( واذ قالوا اللهم ان كان هذا هو الحق من عندك فامطر علينا حجارة من السماء ) 32, surah Al-Anfaal telah turun selepas perang Badar dan sebelum peritiwa Ghadir.
Jawapan : Masalah ini sebenarnya adalah keanak-anakan kerana pembahasan kita tidak ada kena mengena langsung dengan ayat tersebut (ayat ini telah turun selepas perang Badar), bahkan perbahasan adalah berkenaan ayat(سأل سائل بعذاب واق).
4-Kewujudan Rasul Sallallahu Alaihi Wa Aalih dengan hukum ayat :
و ما كان الله ليعذ بهم و انت فيهم و ما كان الله معذبهم و هم يستغفرون
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (Al-Anfaal, 33).
Dengan kewujudan Nabi Sallallahu Alaihi Wa Aalih azab tidak akan diturunkan.
Jawapan : Maksud ayat adalah azab yang menghancurkan sebuah kumpulan manusia, seperti azab-azab yang terdapat di dalam Quran berkenaan kisah-kisah para Rasul terdahulu, bukannya azab satu orang tambahan pula dia sendiri yang memohonnya, jika tidak sejarah mencatatkan bahawa terdapat mereka-mereka yang binasa akibat daripada laknat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih seperti yang berlaku kepada Aswad Bin Mathlab, Malik Bin Thalalah dan yang lain.
5-Jika benar peritiwa ini telah berlaku maka hendaklah ia terkenal seperti cerita berkenaan Ashhabul Fiil (tentera bergajah).
Jawapan : Peristiwa berkenaan satu orang dengan yang berkenaan satu jemaah besar adalah amat berbeza, jika kita lupakan yang itu pun, untuk meriwayatkan peristiwa kedua (tentera bergajah) ini terdapat riwayat yang banyak tetapi sebaliknya berkenaan kelebihan Imam riwayat-riwayat hanya berbentuk tersembunyi, namun dengan keadaan sebegini jika 30 orang berilmu meriwayatkan berkenaannya pasti ia merupakan salah satu inayah daripada Tuhan yang mana daripada jalan ini Dia memelihara hujjatNya.
6- Nu’man berdasarkan sebab turun ayat, telah menerima dan beriman dengan usul yang lima, dalam keadaan ini, bagaimanakah boleh turun ke atasnya?
Jawapan: Sebab turun ayat menunjukkan bahawa dia tidak ridha dengan keputusan Rasul Sallallahu Alaihi Wa Aalih bahkan dia juga tidak ridha dengan perintah Tuhan kerana dia telah berkata: Jika pemilihan Ali sebagai khalifah adalah daripada Allah Subhanahu Wa Taala maka turunkan azab kepadanya, apakah murtad yang lebih besar daripada ini.
7-Didalam kitab-kitab berkenaan nama-nama para sahabat tidak terdapat nama Nu’man Bin Harist.
Jawapan: Bilangan sahabat-sahabat Rasul lebih daripada yang terdapat didalam kitab-kitab . Mereka-mereka yang mengkaji berkenaan sejarah para sahabat hanya mencatatkan nama-nama mereka setakat informasi yang mereka miliki dan merujuk kepada muqaddimah kitab-kitab seperti Al-Istia’b, Asad Al-Ghabah, Al-Ishayah dan maklumat-maklumat berkenaan kitab-kitab ini akan menjelaskan perkara ini.
Kelebihan Hari ini :
Hari kelapan belas Zulhijjah merupakan hari peringatan sebuah sejarah penting. Hari yang mana Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalihi Wasallam selepas menunaikan haji pada tahun kesepuluh Hijrah telah mengumpulkan manusia di Ghadir ketika dalam perjalanan pulang ke Madinah dan menyampaikan firman Tuhan yang telah memilih Ali Alaihissalam sebagai Imam dan Wali ke atas ummat manusia. Disitulah turun ayat (الیَومَ أَکمَلتُ لَکُم دِینَکُم، وَ أَتمَمتُ عَلَیکُم نِعمَتِی، وَرَضِیتُ لَکُمُ الإِسلَامَ دِینًا) . Allah Subhanahu Wa Taala telah menyempurnakan agama Islam dan memutuskan harapan para musuh dengan pemilihan Ali Alaihissalam sebagai Imam bagi ummat. Hari ini merupakan antara hari raya yang paling besar bagi ummat Islam, sepertimana yang terdapat didalam banyak riwayat berkenaan kepentingan hari atas hari-hari raya yang lain.
Didalam riwayat daripada Imam Ridha Alaihissalam yang berkata: (Pada Hari kiamat, empat hari yang telah dijadikan perhiasan akan dibawa ke Arash Ilahi: Hari Raya Aidil Adha (Korban), Hari Raya Aidil Fitri, Hari Jumaat dan Hari Raya Ghadir. Namun antara empat hari ini, Hari Raya Ghadir dari segi keindahan umpama bulan dikelilingi bintang-bintang.
Didalam riwayat yang sama, hari ini merupakan hari Raya Akbar; hari dimana dosa-dosa para syiah (yang bertaubat) Amirul Mukminin Alaihissalam akan diampuni dan hari ini, hari kegembiraan, hari yang mana senyuman terlakar di semua wajah mukminin.
Didalam riwayat lain, Imam Sodiq Alaihissalam telah disoal : Adakah bagi ummat Islam hari raya lain selain daripada Hari Raya Aidil Fitri dan Hari Raya Aidil Adha? Berkata Alaihissalam: Ya. Hari Raya yang mana lebih azhim dan mulia lebih daripada dua hari tersebut. Hari tersebut adalah hari yang mana Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih telah memilih Imam Ali Alaihissalam sebagai Imam ummat dan didalam riwayat lain berkata Alaihissalam: Hari tersebut adalah hari kelapan belas Zulhijjah.
Oleh kerana itu, hari ini ummat Islam menyambutnya dengan mengadakan majlis-majlis gembira, madahi dan perbahasan berkenaan Hari Raya Ghadir dan masalah Imamah serta kelebihan Amirul Mukminin Alaihissalam. Mengenalkan serta mengajar anak-anak dan para remaja berkenaan wilayah Amirul Mukminin Ali Alaihissalam, kitab-kitab, sunnah dan sejarah berkenaannya.
Telah diriwayatkan beberapa amalan bagi hari ini :
1- Berpuasa yang mana terdapat riwayat daripada Imam Sodiq Alaihissalam bahawa berpuasa pada hari ini umpama berpuasa selama enam puluh bulan. Riwayat lain mengatakan berpuasa pada Hari Raya Ghadir merupakan kaffarah enam puluh tahun.
2- Al-Marhum Kaf’ami didalam (Bilad Al-Amin) meriwayatkan bahawa mandi sunnat hari ini adalah mustahab.
3- Berbuat baik dan berkhidmat kepada saudara-saudara mukmin.
Riwayat daripada Imam Sodiq Alaihissalam berkata: Hari ini adalah hari beribadah, hari memberi makan, berbuat baik dan berkhidmat kepada saudara seagama.
Riwayat lain daripada Imam Ridha Alaihissalam yang berkata: Barangsiapa yang hari ini meluaskan rezeki, memberikan dan menginfakkan kepada keluarga dan saudara mukminnya, maka Allah Subhanahu Wa Taala akan meluaskan rezekinya.
4- Ziarah Amirul Mukminin Ali Alaihissalam pada hari ini mempunyai banyak fadhilah dan kelebihan.
Didalam satu riwayat daripada Ibnu Abi Nasir (salah seorang daripada sahabat dan penolong setia Imam Ridha Alaihissalam) yang meriwayatkan bahawa Imam Ridha Alaihissalam telah berkata kepadanya: Walau dimana sahaja kamu berada berusahalah pada Hari Raya Ghadir, untuk berada paling dekat dengan makamnya Amirul Mukminin Alaihissalam, kerana pada hari tersebut Allah Subhanahu Wa Taala akan mengampuni ramai daripada lelaki-lelaki dan wanita-wanita muslim dan akan melepaskan pada hari ini daripada api neraka Jahannam dua kali ganda mereka-mereka yang dilepaskan daripada api neraka pada bulan Ramadhan, malam Lailatul Qadar dan malam Hari Raya Aidil Fitri.
Telah diriwayatkan ziarah-ziarah untuk Amirul Mukminin Alaihissalam pada hari ini yang mana yang paling makruf daripadanya adalah Ziarah Aminullah yang mana ziarah ini boleh dibaca untuk Amirul Mukminin Alaihissalam tidak kira dekat atau jauh, begitu juga ziarah khusus Amirul Mukminin pada Hari Ghadir.
5- Imam Ridha Alaihissalam berkata: Pada hari sebegini yang merupakan hari raya dan hari mengucapkan tahniah antara satu sama lain, maka adalah lebih baik seorang mukmin apabila bertemu antara satu sama lain untuk menyebut :
اَلحَمدُ لِلهِ الَّذِی جَعَلنَا مِنَ المُتَمَسِّکِینَ بِوِلَایَةِ أَمِیرِ المُؤمِنِینَ وَالأَئِمَّةِ عَلَیهِمُ السَّلامُ.
6- Pada hari ini, apabila bertemu saudara mukminmu sebutlah :
اَلحَمدُ لِلهِ الَّذِی أَکرَمنَا بِهَذَا الیَومِ، وَجَعَلنَا مِنَ المُؤمِنِینَ، وَجَعَلَنَا مِنَ المُوفِینَ بِعَهدِهِ إِلَینَا، وَمِیثَاقِهِ الَّذِی وَاثَقَنَا بِهِ، مِن وِلَایَةِ وُلَاةِ أَمرِهِ، وَالقُوَّامِ بِقِسطِهِ، وَلَم یَجعَلنَا مِنَ الجَاحِدِینَ وَالمُکَذِّبِینَ بِیَومِ الدِّینِ.
7-Membaca doa Nudbah pada hari ini .
8-Al-Marhum Sayyid Bin Thawus dengan sanad sahih daripada Imam Sodiq Alaihissalam meriwayatkan bahawa pada Hari Ghadir, solatlah dua rakaat, selepas selesai solat maka sujudlah dan bersyukurlah kepada Allah sebanyak 100 kali (contoh sebutlah: شُکرًا لِله – Syukran Lillah) kemudian setelah bangun daripada sujud bacalah doa ini :
اَللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ بِاَنَّ لَكَ الْحَمْدَ وَحْدَكَ لا شَريكَ لَكَ وَاَنَّكَ
واحِدٌ اَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ تَلِدْ وَلَمْ تُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَكَ كُفُواً اَحَدٌ وَاَنَّ
مُحَمّداً عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ صَلَواتُكَ عَلَيْهِ وَ آلِهِ يا مَنْ هُوَ كُلَّ يَوْمٍ فى
شَاْنٍ كَما كانَ مِنْ شَاْنِكَ اَنْ تَفَضَّلْتَ عَلَىَّ بِاَنْ جَعَلْتَنى مِنْ اَهْلِ
اِجابَتِكَ وَاَهْلِ دِينِكَ وَاَهْلِ دَعْوَتِكَ وَوَفَّقْتَنى لِذلِكَ فى مُبْتَدَءِ
خَلْقى تَفَضُّلاً مِنْكَ وَكَرَماً وَجُوداً ثُمَّ اَرْدَفْتَ الْفَضْلَ فَضْلاً وَالْجُودَ
جُوداً وَالْكَرَمَ كَرَماً رَاْفَةً مِنْكَ وَرَحْمَةً اِلى اَنْ جَدَّدْتَ ذلِكَ الْعَهْدَ
لى تَجْديداً بَعْدَ تَجديدِكَ خَلْقى وَكُنْتُ نَسْياً مَنْسِيّاً ناسِياً ساهِياً
غافِلاً فَاَتْمَمْتَ نِعْمَتَكَ بِاَنْ ذَكَّرْتَنى ذلِكَ وَمَنَنْتَ بِهِ عَلَىَّ وَهَدَيْتَنى
لَهُ فَليَكُنْ مِنْ شَاْنِكَ يا اِلهى وَسَيِّدى وَمَولاىَ اَنْ تُتِمَّ لى ذلِكَ وَلا
تَسْلُبَنيهِ حَتّى تَتَوَفّانى عَلى ذلِكَ وَاَنتَ عَنّى راضٍ فَاِنَّكَ اَحَقُّ
المُنعِمينَ اَنْ تُتِمَّ نِعمَتَكَ عَلَىَّ اَللّهُمَّ سَمِعْنا وَاَطَعْنا وَاَجَبْنا داعِيَكَ
بِمَنِّكَ فَلَكَ الْحَمْدُ غُفْرانَكَ رَبَّنا وَاِلَيكَ المَصيرُ امَنّا بِاللّهِ وَحدَهُ لا
شَريكَ لَهُ وَبِرَسُولِهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَصَدَّقْنا وَاَجَبْنا
داعِىَ اللّهِ وَاتَّبَعْنَا الرَّسوُلَ فى مُوالاةِ مَوْلينا وَمَوْلَى الْمُؤْمِنينَ اَميرِ
المُؤْمِنينَ عَلِىِّ بْنِ اَبيطالِبٍ عَبْدِاللّهِ وَاَخى رَسوُلِهِ وَالصِّدّيقِ الاْكْبَرِ
وَالحُجَّةِ عَلى بَرِيَّتِهِ المُؤَيِّدِ بِهِ نَبِيَّهُ وَدينَهُ الْحَقَّ الْمُبينَ عَلَماً لِدينِ
اللّهِ وَخازِناً لِعِلْمِهِ وَعَيْبَةَ غَيْبِ اللّهِ وَمَوْضِعَ سِرِّ اللّهِ وَاَمينَ اللّهِ عَلى
خَلْقِهِ وَشاهِدَهُ فى بَرِيَّتِهِ اَللّهُمَّ رَبَّنا اِنَّنا سَمِعْنا مُنادِياً يُنادى
لِلا يمانِ اَنْ امِنُوا بِرَبِّكُمْ فَامَنّا رَبَّنا فَاغْفِرْ لَنا ذُنُوبَنا وَكَفِّرْ عَنّا
سَيِّئاتِنا وَتَوَفَّنا مَعَ الاْبْرارِ رَبَّنا وَ اتِنا ما وَعَدْتَنا عَلى رُسُلِكَ وَلا
تُخْزِنا يَوْمَ الْقِيمَةِ اِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْميعادَ فَاِنّا يا رَبَّنا بِمَنِّكَ وَلُطْفِكَ
اَجَبْنا داعِيَكَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ وَصَدَّقْناهُ وَصَدَّقْنا مَوْلَى الْمُؤْمِنينَ
وَكَفَرْنا بِالجِبْتِ وَالطّاغُوتِ فَوَلِّنا ما تَوَلَّيْنا وَاحْشُرْنا مَعَ اَئِمَّتِنا فَاِنّا
بِهِمْ مُؤْمِنُونَ مُوقِنُونَ وَلَهُمْ مُسَلِّمُونَ امَنّا بِسِرِّهِمْ وَعَلانِيَتِهِمْ
وَشاهِدِهِمْ وَغائِبِهِمْ وَحَيِّهِمْ وَمَيِّتِهِمْ وَرَضينا بِهِمْ اَئِمَّةً وَقادَةً
وَسادَةً وَحَسْبُنا بِهِمْ بَيْنَنا وَبَيْنَ اللّهِ دُونَ خَلْقِهِ لا نَبْتَغى بِهِمْ بَدَلاً وَلا
نَتَّخِذُ مِنْ دُونِهِمْ وَليجَةً وَبَرِئْنا اِلَى اِلله مِنْ كُلِّ مَنْ نَصَبَ لَهُمْ حَرْباً
مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ مِنَ الأَوَّلينَ وَالأَ خِرينَ وَكَفَرْنا بِالْجِبْتِ
وَالطّاغُوتِ وَالاَوثانِ الاَرْبَعَةِ وَاَشْياعِهِمْ وَاَتْباعِهِمْ وَكُلِّ مَنْ
والاهُمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ مِنْ اَوَّلِ الدَّهرِ اِلى آخِرِهِ اَللّهُمَّ اِنّا
نُشْهِدُكَ اَنّا نَدينُ بِما دانَ بِهِ مُحَمَّدٌ وَ الُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ
وَعَلَيْهِمْ وَقَوْلُنا ما قالُوا وَدينُنا ما دانُوا بِهِ ما قالُوا بِهِ قُلْنا وَما دانُوا
بِهِ دِنّا وَما اَنْكَرُوا اَنْكَرْنا وَمَنْ والَوْا والَيْنا وَمَنْ عادَوْا عادَيْنا وَمَنْ
لَعَنُوا لَعَنّا وَمَنْ تَبَرَّؤُا مِنهُ تَبَرَّأنَا {مِنهُ} وَمَن تَرَحَّمُوا عَلَیهِ تَرَحَّمنَا
عَلَيْهِ آمَنّا وَسَلَّمْنا وَرَضينا وَاتَّبَعْنا مَوالِيَنا صَلَواتُ اللّهِ عَلَيْهِمْ
اَللّهُمَّ فَتَمِّمْ لَنا ذلِكَ وَلا تَسْلُبْناهُ وَاجْعَلْهُ مُسْتَقِرّاً ثابِتاً عِنْدَنا وَلا
تَجْعَلْهُ مُسْتَعاراً وَاَحْيِنا ما اَحْيَيْتَنا عَلَيْهِ وَاَمِتْنا اِذا اَمَتَّنا عَلَيْهِ آلُ
مُحَمَّدٍ اَئِمَّتُنا فَبِهِمْ نَاْتَمُّ وَاِيّاهُمْ نُوالى وَعَدُوَّهُمْ عَدُوَّ اللّهِ نُعادى
فَاجْعَلْنا مَعَهُمْ فِى الدُّنْيا وَالأخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبينَ فَاِنّا بِذ لِكَ راضُونَ
يا اَرْحَمَ الرّاحِمينَ
Selepas selesai solat, sujud kembali dan sebutlah 100 kali اَلحَمدُ لِله - Alhamdulillah dan 100 kali شُکرًا لِله – Syukran Lillah.
Imam Alaihissalam menyambung : Barangsiapa yang melakukan amalan ini, maka dia akan memiliki pahala orang yang berada disisi Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalih pada Hari Ghadir dan berbaiat kepada Baginda Sallallahu Alaihi Wa Aalih. (Al-Marhum Muhaddis Qumi berkata: Adalah lebih baik solat ini ditunaikan ketika hampir zohor kerana waktu tersebut berdekatan dengan waktu pemilihan Imam Ali Alaihissalam sebagai khalifah.
9- Telah diriwayatkan daripada Syeikh Mufid Rahimahullah bahawa bacalah doa ini pada Hari Ghadir :
اَللّهُمَّ اِنّى اَسْئَلُكَ بِحَقِّ
مُحَمَّدٍ نَبِيِّكَ وَعَلِىٍّ وَلِيِّكَ وَالشَّاْنِ وَالْقَدْرِ الَّذى خَصَصْتَهُما بِهِ دُونَ
خَلْقِكَ اَنْ تُصَلِّىَ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلِي وَاَنْ تَبْدَءَ بِهِما فى كُلِّ خَيْرٍ
عاجِلٍ اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ الاْئِمَّةِ الْقادَةِ وَالدُّعاةِ
السّادَةِ وَالنُّجُومِ الزّاهِرَةِ وَالاْعْلامِ الْباهِرَةِ وَساسَةِ الْعِبادِ وَاَرْكانِ
الْبِلادِ وَالنّاقَةِ الْمُرْسَلَةِ وَالسَّفينَةِ النّاجِيَةِ الْجارِيَةِ فِى الْلُّجَجِ
الْغامِرَةِ اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ خُزّانِ عِلْمِكَ وَاَرْكانِ
تَوْحِيدِكَ وَدَعآئِمِ دينِكَ وَمَعادِنِ كَرامَتِكَ وَصِفْوَتِكَ مِنْ بَرِيَّتِكَ
وَخِيَرَتِكَ مِنْ خَلْقِكَ الاْتْقِيآءِ الاْنْقِيآءِ النُّجَبآءِ الاْبْرارِ وَالْبابِ
الْمُبْتَلى بِهِ النّاسُ مَنْ اَتاهُ نَجى وَمَنْ اَباهُ هَوى اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى
مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ اَهْلِ الذِّكْرِ الَّذينَ اَمَرْتَ بِمَسْئَلَتِهِمْ وَذَوِى
الْقُرْبَى الَّذينَ اَمَرْتَ بِمَوَدَّتِهِمْ وَفَرَضْتَ حَقَّهُمْ وَجَعَلْتَ الْجَنَّةَ مَعادَ
مَنِ اقْتَصَّ اثارَهُمْ اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ كَما اَمرَوُا
بِطاعَتِكَ وَنَهَوْا عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَدَلّوُا عِبادَكَ عَلى وَحْدانِيَّتِكَ اَللّهُمَّ
اِنّى اَسْئَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ نَبِيِّكَ وَنَجيبِكَ وَصَفْوَتِكَ وَاَمينِكَ
وَرَسُولِكَ اِلى خَلْقِكَ وَبِحَقِّ اَميرِ الْمُؤْمِنينَ وَيَعْسُوبِ الدّينِ وَقاَّئِدِ
الْغُرِّ الْمُحَجَّلينَ الْوَصِىِّ الْوَفِىِّ وَالصِّدّيقِ الاْكْبَرِ وَالْفارُوقِ بَيْنَ
الْحَقِّ وَالْباطِلِ وَالشّاهِدِ لَكَ وَالدّالِّ عَلَيْكَ وَالصّادِعِ بِاَمْرِكَ
وَالْمُجاهِدِ فى سَبيلِكَ لَمْ تَاْخُذْهُ فيكَ لَوْمَةُ لاَّئِمٍ اَنْ تُصَلِّىَ عَلى
مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ وَاَنْ تَجْعَلَنى فى هذَا الْيَوْمِ الَّذى عَقَدْتَ فيهِ
لِوَلِيِّكَ الْعَهْدَ فى اَعْناقِ خَلْقِكَ وَاَكْمَلْتَ لَهُمُ الّدينَ مِنَ الْعارِفينَ
بِحُرْمَتِهِ وَالْمُقِرّينَ بِفَضْلِهِ مِنْ عُتَقآئِكَ وَطُلَقائِكَ مِنَ النّارِ وَلا
تُشْمِتْ بى حاسِدِى النِّعَمِ اَللّهُمَّ فَكَما جَعَلْتَهُ عيدَكَ الاْكْبَرَ وَسَمَّيْتَهُ
فِى السَّمآءِ يَوْمَ الْعَهْدِ الْمَعْهُودِ وَفِى الاْرْضِ يَوْمَ الْميثاقِ الْمَاْخُوذِ
وَالجَمْعِ المَسْئُولِ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ وَاَقْرِرْ بِهِ عُيُونَنا
وَاجْمَعْ بِهِ شَمْلَنا وَلا تُضِلَّنا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنا وَاجْعَلْنا لاِنْعُمِكَ مِنَ
الشّاكِرينَ يا اَرْحَمَ الرّاحِمينَ اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذى عَرَّفَنا فَضْلَ هذَا الْيَوْمِ
وَبَصَّرَنا حُرْمَتَهُ وَكَرَّمَنا بِهِ وَشَرَّفَنا بِمَعْرِفَتِهِ وَهَدانا بِنُورِهِ يا رَسُولَ
اللّهِ يا اَميرَ الْمُؤْمِنينَ عَلَيْكُما وَعَلى عِتْرَتِكُما وَعَلى مُحِبِّيكُما مِنّى
اَفْضَلُ السَّلامِ ما بَقِىَ اللّيْلُ وَالنَّهارُ وَبِكُما اَتَوَجَّهُ اِلىَ اللّهِ رَبّى
وَرَبِّكُما فى نَجاحِ طَلِبَتى وَقَضآءِ حَوآئِجى وَتَيْسيرِ اُمُورى اَللّهُمَّ
اِنّى اَسْئَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ اَنْ تُصَلِّىَ عَلى مُحَمَّدٍ وَ الِ
مُحَمَّدٍ وَاَنْ تَلْعَنَ مَنْ جَحَدَ حَقَّ هذَا الْيَوْمِ وَاَنْكَرَ حُرْمَتَهُ فَصَدَّ عَنْ
سَبيلِكَ لإِطْفآءِ نُورِكَ فَاَبَى اللّهُ اِلاّ اَنْ يُتِمَّ نُورَهُ اَللّهُمَّ فَرِّجْ عَنْ اَهْلِ
بَيْتِ مُحَمَّدٍ نَبِيِّكَ وَاكْشِفْ عَنْهُمْ وَبِهِمْ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ الْكُرُباتِ
اَللّهُمَّ امْلاَءِ الاْرْضَ بِهِمْ عَدْلاً كَما مُلِئَتْ ظُلْماً وَجَوْراً وَاَنْجِزْ لَهُمْ
ما وَعَدْتَهُمْ اِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْميعادَ
10- Disebabkan kebesaran Hari “Ghadir” dan keberkatan yang dimilikinya, adalah baik saudara mukmin untuk membaca akad ukhuwah dan persaudaraan pada hari ini antara satu sama lain untuk lebih mengeratkan hubungan persaudaraan serta kerjasama antara mereka.
Al-Marhum Haji Nuri didalam Mustadrak Al-Wasail berkata: Letakkan tangan kananmu di atas tangan kanan saudara mukminmu dan sebutlah:
وَأَخَیتُکَ فِی اللهِ، وَصَافَیتُکَ فِی اللهِ، وَصَافَحتُکَ فِی اللهِ، وَعَاهَدتُ اللهَ وَمَلَآئِکَتَهُ وَکُتُبَهُ وَرُسُلَهُ وَأَنبِیَائَهُ، وَالأَئِمَّةَ المَعصُومِینَ عَلَیهِمُ السَّلَامُ، عَلَی أَنِّی إِن کُنتُ مِن أَهلِ الجَنَّةِ وَالشَّفَاعَةِ، وَأُذِنَ لِی بِأَن أَدخُلَ الجَنَّةَ، لا أَدخُلُهَا إِلَّا وَأَنتَ مَعِی
Kemudian saudara mukmin berkata :
قَبِلتُ.
Kemudian sebutlah:
أَسقَطتُ عَنکَ جَمِیعَ حُقُوقِ اَلأُخُوَّةِ، مَا خَلَا الشَّفَاعَةَ وَالدُّعآءَ وَالزِّیَارَةَ.
Ketika saudara mukmin tersebut mengabulkannya, maka jadilah saudara maknawi antara satu sama lain. Dan dikeranakan tanggungjawab ukhuwah persudaraan adalah sangat berat, semua hak-hak saudara akan dilepaskan kecuali ziarah, doa dan syaafat satu sama lain.
Ya Aba Soleh Eltimasi Doa
سید محمد فضلی
Khidmat Imam Zaman Ajjalallahu Farajah
Email: abalfazl@arridha.com
05 December 2009 /18 Zulhijjah 1430Mengapa harus memilih Pemimpin?
Syamsuri Rifai
Macam2 shalat sunnah, doa-doa pilihan, dan artikel2 Islami:
http://syamsuri149.wordpress.com
http://shalatdoa.blogspot.com
Amalan praktis, Doa2 harian dan bulanan:
http://islampraktis.wordpress.com
Tafsir tematik, Asbabun Nuzul, hadis2 pilihan, keutamaan surat2 Al-Qur’an:
http://tafsirtematis.wordpress.com
Amalan Praktis, Adab2 dan doa2 haji dan umroh, serta artikel2 tentangnya:
http://almushthafa.blogspot.com
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami
http://syamsuri149.multiply.com
http://profiles.friendster.com/syamrifai
Mari kita perluas jaringan dan persahabatan:
http://id-id.facebook.com/people/Syamsuri_Rifai/1071108775
Mhn disebarkan ke sdr2 kita dan rakyat Indonesia.Selamatkan negeri tercinta dan rakyatnya melalui pemimpin pilihan
Sebuah Renungan: Dosa yang Mendatangkan Bencana
اَللّهُمَّ اغْفِـرْ لِيَ الذُّنُوْبَ الَّـتيْ تُنْـزِلُ الْبَـلآءَ
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana
“Dosa-dosa yang mendatangkan bencana: Tidak membantu orang yang sedang menderita, tidak menolong orang yang sedang teraniaya, tidak perduli terhadap amar ma’ruf dan nahi munkar.” (Al-Wasail 16: 281). Ali Zainal Abidin adalah putera Al-Husein cucu Rasululah saw.
1. Belumkah dosa-dosa itu terwujud di negeri kita?
2. Bagaimana jika dosa-dosa itu dilakukan secara kolektif dan para pemimpin bangsa tak perduli?
3. Belumkah bangsa ini merasakan akibat dosa-dosa tersebut?
4. Bagaimana jika pemimpin bangsa terlibat dalam dosa-dosa tersebut?
5. Mengapa sebagian bangsa ini belum mengakui, sehingga perlu taubat bersama?
6. Masihkan mereka menyombongkan tehnologi dan sainsnya? Dan masihkan kita menunggu gelombang badai yang lebih dahsyat lagi?
7. Semoga Allah swt melindungi kita yang tak berdaya, amin ya Rabbal ‘alamin.Prediksi Falakiyah terhadap Kalah-Menang Dalam Perpolitikan
masing-masing namanya kemudian dibagi 9 (sembilan):
(A) Jika jumlah sisanya beda dan keduanya genap, maka angka yang lebih kecil menang.
(B) Jika jumlah sisanya beda dan keduanya ganjil, maka angka yang lebih kecil menang.
(C) Jika jumlah sisanya beda, yang satu genap dan yang lain ganjil, maka angka yang besar menang.
(D) Jika jumlah sisanya sama dan kedua genap, maka yang dilawan (ditantang) menang.
(E) Jika jumlah sisanya sama dan kedua ganjil, maka yang melawan (menantang) menang.
Jumlah huruf nama Dawud (15), nama Jalud (44). Setelah masing-masing dibagi (9), sisa nama Dawud (6) nama Jalud (8). Kemudian lihat rumusan di atas, ternyata (A), yaitu Nabi Dawud (as) menang.
ا = 1; ب = 2; ج = 3; د= 4; ه = 5; و = 6; ز = 7; ح = 8; ط = 9; ي = 10.
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islamiBahagiakan dan Jangan Sakiti mereka
Sesama muslim dan mukmin bersaudara bagaikan satu tubuh, akan sakitlah tubuh kita bila kita menyakiti orang lain. Tidak jarang di antara kitamerasa bahagia bila berhasil menyakiti orang lain. Padahal Rasulullah saw berpesan kepada kita bahwa perbuatan menyakiti orang lain akan berakibat fatal pada kehidupan kita cepat atau lambat.
(Jami’us Sa’adat 2: 226).
“Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah azza wa jalla adalah memasukkan kebahagiaan kepada orang-orang mukmin.” (Jami’us Sa’adat 2: 226).
Allah swt berfirman:
Rasulullah saw bersabda:
(Jami’us Sa’adat 2: 225).
Syamsuri Rifai
http://shalatdoa.blogspot.com
Syamsuri Rifai
Macam2 shalat sunnah, doa-doa pilihan, dan artikel2 Islami:
http://syamsuri149.wordpress.com
http://shalatdoa.blogspot.com
Amalan praktis, Doa2 harian dan bulanan:
http://islampraktis.wordpress.com
Tafsir tematik, Asbabun Nuzul, hadis2 pilihan, keutamaan surat2 Al-Qur’an:
http://tafsirtematis.wordpress.com
Amalan Praktis, Adab2 dan doa2 haji dan umroh, serta artikel2 tentangnya:
http://almushthafa.blogspot.com
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami
http://syamsuri149.multiply.com
http://profiles.friendster.com/syamrifai
Mari kita perluas jaringan dan persahabatan:
http://id-id.facebook.com/people/Syamsuri_Rifai/1071108775
Lomba yang diselenggarakan oleh Hamburg Islamic Center tersebut dalam bentuk Tanya jawab secara online mengenai kehidupan sosial dan pribadi Imam Ali .
Panitia lomba memberikan batas waktu pengiriman lembar jawaban selambat-lambatnya pada tanggal November 22.
Pemenang lomba akan diumumkan pada tanggal 25 November 2010 dan penyerahan hadiah akan diberikan di Islamic Center, bertepatan pada hari raya Idul Ghadir tersebut.
Hujjatul Islam Ali Akbar Idi, direktur lembaga tersebut akan menjadi pembicara pada acara peringatan Idul Ghadir .
Program kerjasama antara muslim Bosnia dan Herzegovina bersama dengan Iran telah dirancang dan direncanakan sejak tanggal (23/11/2010).
Pemerintah Yaman telah berusaha mempertahankan gencatan senjata dengan kelompok gerilyawan Muslim Syiah, yang dikenal sebagai Houthi setelah pemimpin mereka, Abdel Malek al Houthi, mengeluhkan bahwa pihaknya diabaikan oleh Sanaa. Gencatan senjata pada Februari menghentikan perang yang mulai berkobar tahun 2004 dan menyebabkan sekitar 350.000 orang telantar.
Yaman, yang merupakan tetangga Arab Saudi, berada dalam tekanan Riyadh dan Amerika Serikat untuk menghentikan konflik di wilayah utara itu dan satu pemberontakan separatis di selatan untuk memerangi kelompok sayap Al Qaeda regional di negara itu.
Gencatan senjata di wilayah utara itu umumnya ditaati walaupun terjadi bentrokan sporadis antara kelompok Houthi dan suku propemerintah. Negara jazirah Arab yang miskin itu muncul sebagai garis terdepan kekhawatiran keamanan Barat setelah dua paket bom tujuan Amerika Serikat yang diklaim cabang Al Qaeda yang berpusat di Yaman ditemukan di Inggris dan Dubai.
Sekitar 30.000 tentara Yaman kini dikerahkan di wilayah selatan yang bergolak, sering menjadi lokasi bentrokan berdarah antara gerilyawan Islam, kelompok garis keras separatis, dan pemerintah, untuk memelihara keamanan karena negara itu akan menjadi tuan rumah turnamen sepak bola regional, Gulf Cup.Idhul Ghadir
Peristiwa Al-Ghadir Membahagiakan sekaligus Mengerikan
Peristiwa Al-Ghadir terjadi pada 18 Dzul-Hijjah 10 H
Peristiwa ini sungguh sangat membahagiakan dan sekaligus mengerikan bagi seluruh kaum muslimin. Mengapa? Karena di dalam peristiwa ini Rasulullah saw berdoa untuk semua umatnya, yang tentunya doa beliau pasti diijabah oleh Allah swt.
Al-Ghadir adalah peristiwa yang paling besar dalam sejarah kehidupan Nabi saw. Dalam peristiwa ini Rasulullah saw khutbahnya yang terakhir di Ghadir Khum, dalam haji wada’. Ghadir Khum adalah suatu tempat antara Mekkah dan Madinah, dekat Juhfah sekitar 200 km dari Mekkah.
Peristiwa Al-Ghadir terjadi pada tanggal 18 Dzul-Hijjah 10 H, wikipedia
Peristiwa ini terjadi kira-kira 70 hari sebelum Rasulullah saw wafat. Rasulullah saw wafat tanggal 28 Shafar 11 H (Dalam buku 560 hadis dari 14 Manusia suci, oleh Fatih Guven).
Memang, peristiwa besar ini asing di kalangan umumnya kaum muslimin. Mengapa? Padahal peristiwa ini paling besar dalam sejarah hidup Nabi saw, dihadiri oleh 90 ribu sahabat Nabi saw. Ada juga ahli sejarah yang mengatakan dihadiri: 114.000 sahabat; ada juga yang mengatakan: 120.000 sahabat; dan ada yang mengatakan dihadiri oleh: 124.000 sahabat.
Jadi, tidak ada satu pun khutbah dan hadis Nabi saw dalam waktu yang sama didengar langsung oleh sejumlah besar sahabat Nabi saw seperti dalam peristiwa Al-Ghadir. Karenanya para ahli hadis mengatakan: Tidak ada satu pun hadis Nabi saw yang kemutawatirannya melebihi kemutawatiran hadis Al-Ghadir. Adapun mengapa peristiwa dan hadis Al-Ghadir asing di kalangan umumnya kaum muslimin, itu persoalan lain. Kita mesti bertanya secara kritis dan objektif.
Hadis dan doa yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam khutbahnya yang terakhir di Ghadir Khum, dikenal sebagai hadis Al-Ghadir. Berikut ini hadis dan doa beliau:
من كنت مولاه فعـلي مولاه، اللهمّ وال من والاه وعاد من عاداه
“Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali (bin Abi Thalib) adalah pemimpinnya. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya, dan musuhi orang yang memusuhinya.” Hadis ini terdapat di dalam:
1. Shahih Muslim 4:1873, Dar Fikr, Bairut.
2. Shahih Tirmidzi 5: 297, hadis ke 3797.
3. Sunan Ibnu Majah 1: 45, hadis ke 121.
4. Musnad Ahmad 5: 501, hadis ke18838, hlm 498, hadis ke:18815, cet Bairut.
Sungguh betapa mengerikan hidup kita jika kita dimusuhi oleh Allah dan Rasul-Nya, dan betapa bahagianya hidup kita jika dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Redaksi hadis Al-Ghadir bermacam-macam. Yang ingin mengetahui lebih detail tentang hadis Al-Ghadir dan kaitannya dengan tafsir surat Al-Maidah: 67, berikut pendapat para ulama, klik di sini:
http://tafsirtematis.wordpress.com
Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan teks latin dan terjemahan:
http://almushthafa.blogspot.com
Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:
http://www.tokoku99.com/product-islami/e-book.html
Wassalam
Syamsuri Rifai
http://www.alfusalam.web.id
http://shalatdoa.blogspot.com
http://islampraktis.wordpress.com
sumber : http://syamsuri149.wordpress.com/2009/12/02/peristiwa-al-ghadir-membahagiakan-sekaligus-mengerikan/#more-1588
Pidato Rahbar Saat Idhul Ghadir Desember 2008
Rahbar: Idul Ghadir Mengandung Pelajaran Penting bagi Umat Islam
بسماللَّهالرّحمنالرّحيم
Pertama-tama saya mengucapkan selamat Hari Raya Ghadir Khum kepada Anda semua yang hadir di sini, dan kepada seluruh bangsa kita yang mukmin, serta kepada dunia Islam. Ghadir Khum merupakan elemen utama identitas Syiah atau para pengikut para Imam Maksum as dan berkat Hari Raya ini, yang dengannya para pengikut Syiah merasakan jati dirinya dengan mengenang hari dan peristiwa besar itu selama beberapa abad. Dan kepada Anda sekalian saya ucapkan selamat datang, khususnya kepada saudara dan saudari yang datang dari daerah-daerah yang cukup jauh dari berbagai kota dan begitu pula kepada keluarga-keluarga syuhada yang terhormat.
Masalah Ghadir adalah bagian dari masalah-masalah yang dengan memikirkannya akan sangat membantu masyarakat Islam terutama rakyat dan negara kita agar tidak kehilangan jalan yang benar. Saya akan mengemukakan dua tiga poin berkaitan masalah Ghadir.
Poin pertama adalah peristiwa Ghadir itu sendiri. Dunia Islam yang sejak zaman Nabi Muhammad saww sudah relatif meluas, telah menyaksikan sebuah peristiwa sangat penting yaitu pengumuman tentang Amirul Mukminin sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi. Peristiwa Ghadir sendiri tidak hanya diriwayatkan oleh kaum Syiah saja, tetapi juga para pakar hadis dan pembesar Sunni telah menukil peristiwa sangat penting ini, tetapi pemahaman mereka tentang masalah ini berbeda. Hanya saja asli peristiwa ini di kalangan kaum muslimin merupakan bagian dari hal-hal yang sudah jelas dan pasti.
Peristiwa pengukuhan pengganti Nabi di akhir-akhir hayat beliau -lebih kurang 70 hari sebelum beliau SAW wafat beliau- pada hakikatnya merupakan indikator penting masalah pemerintahan, politik dan wilayah amr atas kaum muslimin dalam pandangan Islam.
Imam Khomeini sendiri dan para fuqaha besar sebelum beliau sangat menekankan pentingnya masalah persatuan antara agama dan politik serta pentingnya masalah pemerintahan dalam agama. Pandangan itu memiliki akar dalam ajaran Islam dan merupakan salah satu pelajaran besar dari Ghadir. Inilah yang menunjukkan pentingnya masalah pemerintahan. Semua kalangan yang memahami makna ini dari peritiwa Ghadir -yaitu kita, kaum Syiah dan bahkan sebagian besar kalangan non Syiah yang merasakan makna ini atau memahaminya dari peristiwa Ghadir- sudah selayaknya memerhatikan bahwa sepanjang sejarah Islam masalah pemerintahan dan kepemimpinan merupakan sebuah masalah mendasar, penting dan prioritas dalam Islam. Kita tidak bisa bersikap acuh dan tak peduli pada masalah pemerintahan dan kepemimpinan. Pemerintahan Republik Islam -baik dalam Undang-Undang Dasar maupun dalam kebijakan lain Republik Islam- sangat menekankan masalah pengaturan negara Islam dikarenakan adanya akar yang sangat mendasar dalam Islam berkaitan dengan masalah ini. Ini satu poin yang tidak boleh dilupakan.
Poin kedua selain poin pertama, adalah bahwa dalam peristiwa Ghadir, Rasulullah saww telah memperkenalkan Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as. Apa saja karakter khusus yang ada pada diri Amirul Mukminin as di zaman itu, sehingga kehidupannya dikenal atas dasar itu? Karakter pertama Amirul Mukminin as adalah selalu mengharapkan keridhaan Ilahi dan selalu bergerak di jalan yang lurus, meskipun harus melewati banyak rintangan, harus berjihad dan berkorban sedemikian rupa. Ini adalah salah satu karakter terpenting Amirul Mukminin as.
Amirul Mukminin as adalah pribadi yang hanya berjalan di jalan Allah tidak pernah mundur selangkah pun sejak zaman kanak-kanak sampai detik-detik syahadah. Beliau tidak pernah ragu dan selalu siap mempertaruhkan seluruh jiwa raganya di jalan Allah. Ketika beliau harus berdakwah, beliau pun berdakwah, ketika harus mengayunkan pedangnya, beliau mengayunkan pedang di dalam barisan pasukan Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah takut mati sama sekali. Ketika harus bersabar, beliau pun bersabar. Ketika harus memimpin pemerintahan, beliau pun masuk dalam medan politik. Dan dalam semua era yang berbeda ini, pengorbanan apa saja yang sudah semestinya beliau lakukan dapat disaksikan dengan jelas. Rasulullah SAW telah menempatkan pribadi yang sedemikian rupa itu sebagai pemimpin untuk umat Islam. Ini adalah sebuah pelajaran, sebuah pelajaran bagi umat Islam bukan sekedar catatan sejarah dan kenangan dari beberapa abad yang telah berlalu. Ini menunjukkan bahwa tolok ukur dalam memimpin masyarakat dan umat Islam adalah keimanan, jihad demi keridhaan Allah, pengorbanan dengan jiwa dan harta, pantang lari dari kesusahan dan kesulitan apa pun, jauh dari kecintaan kepada dunia. Puncak semua tolok ukur ini adalah Amirul Mukminin as, indikatornya adalah wujud Amirul Mukminin as. Inilah pelajaran besar dari Ghadir.
Jika kita lihat dunia Islam dan berbagai pemerintahan Islam serta berbagai sistem kenegaraan dan politik di dunia, maka akan terlihat betapa besar perbedaan antara apa yang telah disuguhkan oleh Islam kepada umat manusia dan apa yang merupakan realitas di dunia saat ini. Pukulan terbesar yang dirasakan manusia berasal dari titik ini. Islam menganggap penting manajemen seperti manajemen Amirul Mukminin as demi keselamatan manusia. Tentu saja harus diingat bahwa dalam hal ini Amirul Mukminin as adalah murid dan pengikut Rasulullah SAW. Ketika berbicara tentang kezuhudannya, Amirul Mukminin as berkata: "Di mana letak Kezuhudanku dibanding dengan kezuhudan Rasulullah?!" Dalam masalah jihad, dalam kesabaran dan dalam berbagai hal lainnya, Amirul Mukminin as adalah murid Rasulullah SAW yang paling menonjol dan paling unggul. Beginilah pribadi yang layak. Kita harus menjadikan hal ini sebagai panutan; bukan hanya untuk negara kita saja tetapi juga bagi dunia Islam. Inilah klaim dan harapan kita.
Sosok figur manusia mulia yang tidak mementingkan dunia dengan segala perhiasannya, dan siap berkorban di jalan kebenara ininlah yang dapat menyelamatkan manusia. Pemimpin seperti ini tidak menuruti bisikan hawa nafsunya dan tidak ditundukkan oleh berbagai peristiwa besar kehidupan hanya karena kepentingan rendah pribadi. Maksud kami ketika berulang kali menyampaikan bahwa pesan Islam dan pesan Republik Islam untuk dunia adalah pesan baru, maksudnya adalah ini, dan ini adalah salah satu contoh pentingnya.
Hari ini Anda bisa menyaksikan tingkat kehidupan manusia di dunia, para pemimpin negara, para petinggi politik berbagai negara. Coba Anda lihat siapakah di antara mereka yang bersedia mengorbankan kepentingan pribadi dan kesenangan pribadinya? Siapakah yang siap mengorbankan keuntungan pribadi yang ada dalam genggaman demi maslahat dan kepentingan rakyat dan negaranya? Siapakah di antara mereka yang bersedia bersikap tegas tanpa menimbang kepentingan ini dan itu? Saat ini, salah satu kevakuman yang dirasakan oleh umat manusia adalah ketiadaan pribadi-pribadi mulia yang contoh sempurnanya telah ditunjukkan oleh Islam. Tentu saja mencapai puncak tolok ukur tadi bukanlah pekerjaan semua manusia biasa. Tidak ada manusia yang bisa hidup dan bertindak seperti Amirul Mukminin Ali as; menjadi seperti Amirul Mukminin adalah sebuah impian yang mustahil. Tetapi puncak telah menunjukkan arah kepada kita. Kita harus bergerak menuju puncak, harus berusaha mirip dengannya dan dekat dengannya. Inilah kevakuman yang dirasakan umat manusia saat ini. Inilah satu poin yang ada dalam peristiwa Ghadir. Satu masalah yang harus diperhatikan, bahwa pesan Ghadir kepada dunia adalah pesan tentang model ideal pemerintahan Islami.
Pribadi yang sangat keras saat berhadapan dengan musuh Allah dan tegas menghadapi kerakusan, tetapi ketika berhadapan dengan manusia-manusia mazlum dan lemah ia nampak begitu rendah hati dan sangat penyabar sampai-sampai orang tidak percaya bahwa pribadi ini adalah Amirul Mukminin as. Detik-detik pertama ketika Amirul Mukminin as tiba di Kufah dan rakyat di sana belum mengenal beliau, perilaku, pakaian dan tindak tanduk beliau sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun orang di jalanan dan di lorong-lorong pasar yang mengetahui bahwa orang yang sedang berjalan ini adalah Amirul Mukminin as, sang khalifah yang mulia. Beliau sangat tawadhu di hadapan rakyat biasa dan begitu sabar, tetapi sangat tegas dan ksatria dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang zalim. Inilah teladan.
Ada satu poin lagi yang akan kami sampaikan berkaitan masalah Ghadir. Bagi kita kaum Syiah, masalah Ghadir adalah pilar akidah. Kita yakin bahwa setelah Nabi Muhammad saww, imam dan pemimpin yang haq bagi umat Islam adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Ini adalah pilar dan landasan utama akidah Syiah. Tentu saja saudara-saudara kita Ahlussunnah tidak meyakini hal ini karena mereka berpendapat dan berpandangan lain. Indikasi ini memang ada. Tetapi dalam peristiwa Ghadir sebenarnya ada satu poin yang dapat menjadi sarana persatuan umat Islam, yaitu Amirul Mukminin. Tidak ada pertentangan tentang pribadi mulia ini di kalangan muslimin. Semua melihat dan menyaksikan Amirul Mukminin berada di titik tertinggi dimana Amirul Mukminin Ali as harus dilihat dari titik itu -dari sisi ilmu, takwa dan keberanian-. Maksudnya, Amirul Mukminin as adalah titik pertemuan akidah semua umat Islam.
Apa yang harus kita perhatikan hari ini adalah bahwa Syiah telah menjaga akidah ini layaknya jiwa orang terkasih berabad-abad lamanya, meskipun selalu ada permusuhan yang sedikit banyaknya diketahui semua orang. Betapa mereka (para penguasa yang membenci Ahlul Bait as. pent) menzalimi, menekan dan menciptakan suasana yang begitu mencekam, namun Syiah selalu menjaga akidah ini. Fiqih Syiah, Kalam Syiah, Filsafat Syiah, berbagai disiplin keilmuan Syiah, peradaban Syiah, pemikiran-pemikiran tinggi kaum Syiah dan pembesar serta tokoh Syiah selalu bersinar terang sepanjang sejarah Islam. Jadi inilah akidah yang dijaga oleh Syiah. Akan tetapi Anda harus perhatikan bahwa akidah ini jangan sampai menjadi sumber pertentangan dan permusuhan. Selama bertahun-tahun kami selalu mengetengahkan hal ini, dan hari ini juga kami ulang kembali. Kita telah melihat niat musuh, betapa mereka memiliki maksud-maksud buruk dalam menciptakan permusuhan di tengah umat Islam melalui berbagai cara, misalnya dengan mengetengahkan isu Syiah dan Sunni. Musuh adalah musuh Islam, musuh Qur'an, musuh tauhid, bukan hanya musuh satu kelompok tertentu dari Islam. Musuh berusaha menciptakan permusuhan di antara umat Islam. Mereka mengetahui bahwa persatuan umat Islam akan sangat membahayakan dirinya. Musuh melihat bahwa ketika Revolusi Islam di Iran menang, betapa kebesaran dan pancaran revolusi ini telah berhasil menarik hati dunia Islam dan negara-negara Islam, padahal mereka bukan Syiah. Jutaan saudara Muslim Sunni kita di negara-negara Arab, di negara-negara Afrika, di negara-negara Asia tertarik kepada Revolusi Islam. Di sisi inilah musuh terpukul, musuh terpukul karena persatuan Islam dan perhatian berbagai bangsa Muslim kepada Republik Islam. Musuh ingin menghilangkan ketertarikan ini, bagaimana caranya? Dengan menciptakan permusuhan antara Syiah dan Sunni.
Saat ini, salah satu elemen utama politik penjajah di kawasan kita -selain menebar permusuhan lainnya- adalah berusaha membuat para penguasa negara-negara Arab berhadapan dengan negara Iran, dalam banyak hal, dalam masalah energi nuklir atau selainnya, dalam berbagai masalah berbeda. Mereka membuat pertemuan, berunding, bermuamalah dan menciptakan skenario. Kepada sebagian negara-negara Islam, Amerika menuntut, peran apa yang siap Anda lakukan dalam menghadapi Iran? Musuh berusaha menciptakan permusuhan. Pekerjaan yang bisa dilakukan oleh musuh di arena politik adalah memaksa para pemimpin berbagai negara untuk berhadap-hadapan dengan Republik Islam, mereka tidak bisa berbuat lebih dari ini. Musuh tidak bisa mengalihkan hati rakyat negara-negara Arab, hati rakyat negara-negara Islam, hati rakyat Palestina, hati rakyat Irak dari kecintaan kepada Republik Islam Iran. Mereka tidak bisa mempengaruhi hati. Maksimal mereka hanya bisa membuat rezim-rezim di negara-negara itu berhadapan dengan Republik Islam. Tentu saja negara-negara itu juga waspada dan tidak begitu saja mau menyerahkan diri kepada tangan Zionis dan penjajah dalam hal ini. Tapi musuh bisa mempengaruhi hati rakyat. Apa yang bisa mempengaruhi hati rakyat? Apa yang bisa memisahkan hati dunia Islam dari Republik Islam dan rakyat Iran? Pertentangan dan fanatisme mazhab. Inilah yang bisa memisahkan hati umat dari yang lain. Inilah yang harus diwaspadai, inilah yang harus ditakuti. Semua bertanggung jawab untuk waspada. Menebar permusuhan kepada Sunni di dunia Syiah dan menebar permusuhan terhadap Syiah di dunia Sunni dengan menulis buku, menuduh, dan menghina tidak akan membuat satu pun pengikut Syiah menjadi Sunni atau menjadikan satu pun pengikut Sunni menjadi Syiah.
Mereka-mereka yang ingin menarik semua dunia Islam pada kecintaan Ahlul Bait dan wilayah Ahlul Bait harus tahu bahwa tidak akan ada orang yang bisa menjadi Syiah dan mengakui kepemimpina atau wilayah Ahlul Bait lewat permusuhan, penghinaan dan kebencian. Menciptakan pertentangan hanya akan menimbulkan kebencian, perpecahan dan permusuhan. Kebencian, permusuhan dan perpecahan inilah yang diinginkan Amerika dan Zionis dan memang inilah yang sedang mereka usahakan. Di sebuah negara Eropa non Muslim (Inggris.pent) yang merupakan musuh bersejarah bangsa kita dan musuh bagi negara-negara Islam, Anda bisa menyaksikan adanya program televisi yang mengangkat isu Syiah dan Sunni. Mereka mengundang satu orang Syiah dan satu orang yang mewakili Sunni untuk berdebat dalam acara televisi. Apa maksud mereka sebenarnya? Dengan maksud apa sebuah negara Kristen, sebuah negara penjajah dengan rapor kinerja yang sangat buruk menyelenggarakan debat Syiah dan Sunni? Apakah ingin mengungkapkan kebenaran? Apakah mereka ingin agar para pemirsa dan audiens mengetahui hakikat kebenaran lewat pembahasan dan debat ini? Yang mereka ingin tak lain adalah memperbesar api perpecahan lewat debat ini dan lewat apa-apa yang yang mungkin saja terucap dalam dialog ini. Mereka ingin menyiram minyak ke dalam api ini. Hal ini harus membuat kita mawas diri. Kita harus waspada. Syiah memiliki logika yang kuat, argumentasi teologi dan kalam Syiah dan ulama Syiah tentang pembahasan kesyiahan adalah argumentasi yang kokoh. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan sikap orang yang berbicara di tengah masyarakat Syiah dengan kata-kata dan hinaan terhadap Sunni serta menciptakan permusuhan dengan orang yang tak sependapat dengan mereka. Kami punya informasi, dan tahu persisi bahkan sejak dahulu informasi ini saya dapatkan, bahwa ada aliran dana yang dikucurkan agar yang ini menulis buku hinaan dan tuduhan menentang yang itu, dan yang itu menulis buku hinaan dan tuduhan menentang yang ini. Yang memberikan dana adalah kantor yang sama. Dana dua buku dan biaya penerbitan kedua buku berasal dari satu saku. Apakah ini bukan sebuah peringatan? Semua pihak harus memperhatikan masalah ini.
Dengan berkah wilayah kepemimpinan Amirul Mukminin Ali as, dengan nama mulia beliau dan dengan mengharapkan bantuan dari ruh mulia Amirul Mukminin, hari ini saya katakan agar menjadi sebuah penegasan atas apa yang telah ditegaskan Imam Khomeini selama ini, juga apa yang telah saya sampaikan, bahwa semua harus tahu bahwa jangan sampai ada orang di satu tempat beranggapan bahwa dia sedang membela Syiah dengan cara menyulut permusuhan dengan pihak lain. Ini bukan membela Syiah, bukan membela wilayah. Jika Anda ingin tahu fakta yang sebenarnya, tindakan itu hanya membantu kepentingan Amerika, membela Zionis. Berargumentasi yang logis tidak ada masalah. Mereka bisa menulis buku dan mengajukan dalil. Para ulama kita telah menulis buku sedemikian rupa, hari juga menulis dan tetap akan menulis. Dalam bidang furu', ushul dan berbagai masalah lainnya kita memiliki pendapat Syiah yang independen, siaja saja bisa mengemukakannya. Hal-hal yang tidak sama dengan pendapat kita bisa ditolak dengan argumentasi yang logis. Langkah seperti itu tidak sama dengan menghujat, mencaci dan menciptakan permusuhan. Kita harus memperhatikan hal ini.
Ya Allah! Demi Muhammad dan keluarganya, sadarkanlah hati-hati kami, jangan pisahkan kami dari Amirul Mukminin. Karuniakan kesabaran, mujahadah dan keikhlasan beliau di tengah umat Islam dan di tengah-tengah kami. Ya Allah! Hidupkanlah kami dengan wilayah Amirul Mukminin dan wafatkanlah kami dengan wilayah Amirul Mukminin. Jadikanlah hati Imam Zaman ridha dan senang kepada kami.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber : Situs Rahbar, http://mujahid-aqli.blogspot.com/2008/12/pidato-rahbar-saat-idhul-ghadir.htmlMerayakan Lebaran di Idul Ghadir
Merayakan Lebaran di Idul Ghadir
Home � Agama , Arab Saudi , Berita , Headline News , Indonesia , IRAN , Sunni dan Syi'ah , Tokoh � Idhul Fitri & Idhul Adha serta Hari Raya yang dilupakan kaum muslimin :Hari Raya Idhul Ghadir dan amalannya
Idhul Fitri & Idhul Adha serta Hari Raya yang dilupakan kaum muslimin :Hari Raya Idhul Ghadir dan amalannya
Posted by Admin on 3:49 PM // 0 comments
Bukti-bukti Penurunan Ayat Di Ghadir
Amalan Hari Raya Ghadir :
sumber:http://abalzahra.blogspot.com/2009/12/selamat-hari-raya-ghadir-khum-mubarak.html
“Orang yang membahagiakan seorang mukmin, ia telah membahagiakanku. Dan orang yang membahagiakanku ia membahagiakan Allah.”
“Barangsiapa yang memberi pertolongan kepada saudaranya sesama mukmin dalam kondisi yang sangat haus dan menderita, kemudian meringankan beban penderitaannya dan membantu untuk memperoleh hajatnya, Allah swt mencatat baginya tujuh puluh dua rahmat dari Allah, mempercepat proses perbaikan urusan penghidupannya, dan memberi kemudahan baginya tujuh puluh satu rahmat untuk menghadapi hal-hal yang paling menakutkan di hari kiamat.” (Jami’us Sa’adat 2: 226).
“Barangsiapa yang membahagiakan seorang mukmin, Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat.” (Jami’us Sa’adat 2: 226 ).
“Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)
“Orang yang menyakiti seorang mukmin, ia telah menyakitiku. Dan orang yang menyakitiku, ia telah menyakiti Allah, dan ia dilaknat di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an.” (Jami’us Sa’adat 2: 215).
“Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mengisyatkan pada saudaranya dengan pandangan yang menyakitkan.” (Jami’us Sa’adat 2: 215).
“Bukankah aku telah memberitakan kepada kalian tentang seorang mukmin! Seorang mukmin adalah orang yang memberi rasa aman terhadap jiwa dan harta orang-orang mukmin yang lain. Bukankah aku sudah memberitakan kepada kalian tentang seorang muslim! Seorang muslim adalah orang dimana orang-orang muslim yang lain merasa selamat dari lisan dan tangannya. Seorang mukmin haram hukumnya menzalimi orang mukmin yang lain, atau menghina, atau mengumpatnya…” (Jami’us Sa’adat 2: 215).
“Barangsiapa yang menghina orang mukmin yang miskin atau yang tidak miskin, Allah azza wa jalla akan selalu menghinakannya dengan murka-Nya, sehingga ia kembali kepada-Nya dalam keadaan dihinakan oleh-Nya.” (Jami’us Sa’adat 2: 215).
“Barangsiapa yang memandang seorang mukmin dengan pandangan yang menakutkan, Allah akan menakutkannya pada hari tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Nya.”
“Barangsiapa yang memasukan kebahagiaan kepada seorang mukmin, maka ia telah memasukkan kebahagiaan kepada Rasulullah saw. Barangsiapa yang memasukkan kebahagiaan kepada Rasulullah saw, maka kebahagiaan sampai kepada Allah; demikian juga orang yang memasukkan kesedihan kepada orang mukmin.” (Jami’us Sa’adat 2: 225).
Idul Ghadir Islamic Center Jerman Adakan Lomba
Posted on Desember 28, 2007 by Blog Sunni
Posted on Desember 28, 2007 by Blog Sunni
0 comments to "Idhul Fitri & Idhul Adha serta Hari Raya yang dilupakan kaum muslimin :Hari Raya Idhul Ghadir dan amalannya"