9 Muharram, Hari Tasua, Karbala Tempat Beribadah Paling Indah
Pada tanggal 9 Muharram 61 Hq, Syimr bin Dzil Jausyan mendatangi perkemahan Imam Husein as. Selain memanggil Abbas dan putra-putra Ummul Banin lainnya, ia mengatakan, "Aku telah mengambil surat jaminan untuk kalian dari Ubaidillahbin Ziyad."
Secara bersamaan, mereka berkatakepada Syimr, "Allah melaknatmu dan melaknat surat jaminanmu! Kami berada dalam keamanan dan putra dari putri Rasulullah berada dalam ancaman?!"
Melalui saudara lelakinya, Abbas, Imam Husein as meminta kesempatan satu malam dari musuh untuk melakukan shalat, berdoa, berkhalwat dengan Tuhan dan membaca al-Quran.
Setelah memuji kebesaran Tuhan, Imam Husein mempersilahkan para sahabatnya agar menggunakan kegelapan malam itu untuk menyelamatkan diri dan pergi dari medan peperangan. Karena tidak ada seorangpun yang akan selamat dalam pertempuran melawan tentera Yazid keesokan harinya. Namun, keluarga dan sahabat Imam Husein as bertekad untuk memberi dukungan kepada agama Allah dan cucu Rasulullah selagi hayat dikandung badan. Pada malam Asyura itu, sahara Karbala menjadi tempat beribadah yang paling indah dan menunjukkan puncak keimanan kafilah Imam Husein as.
Para sahabat Imam Husein menggali parit di seputar perkemahan untuk menghadapi musuh dan memutus hubungan musuh dengan perkemahan dari tiga arah. Serangan musuh hanya bisa dilakukan dari satu arah dimana para sahabat Imam Husain as ditempatkan. Ini adalah strategi Imam Husain as yang sangat bermanfaat bagi para sahabat.
Di hari itu sekelompok dari pasukan Umar bin Saad bergabung dengan pasukan Imam Husain as.
Pidato Imam Husein as kepada musuh, "Celaka kalian! Kerugian apa yang akan kalian peroleh jika mendengarkan perkataanku? Aku mengajak kalian ke jalan yang benar. Akan tetapi kalian menolak seluruh perintahku dan tidak mendengarkan perkataanku, karena perut-perut kalian telah terpenuhi oleh kekayaan haram hingga mengeraskan hati-hati kalian."(IRIB Indonesia)
Peristiwa Asyura, Kemasan Lain Kebatilan Melawan Kebenaran
Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sai'd
Asyura adalah hari, dimana alam menangis atas pembantaian pasukan durjana Yazid bin Muawiyah yang dilakukan terhadap keluarga Rasulullah Saw. Islam saat itu baru mencapai usia 60-an tahun, tapi sebagian muslimin sudah kabur matanya tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Mereka tergiur oleh iming-iming harta dan kedudukan. Mereka nekat membantai cucunda Rasulullah Saw al-Husein as yang di masa kecilnya senantiasa diciumi lehernya oleh kakeknya Rasulullah Saw.
Peristiwa karbala semakin hari semakin semarak diperingati oleh muslimin pecinta keluarga Nabi Muhammad Saw di seluruh penjuru dunia. Ini menunjukkan bahwa pesan karbala tidak mengenal batas teritorial. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang merdeka. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang menghargai kemanusiaan dan kebebasan beragama.
Karbala mengajarkan kemerdekaan, mengajarkan kemanusiaan, mengajarkan kemuliaan dan mengajarkan kebenaran. Memperingati hari Asyura memberikan banyak pelajaran kepada manusia. Namun ada satu pertanyaan penting yang muncul dari peringatan peristiwa bersejarah dan menyedihkan ini. Apa yang membuat seseorang tidak dapat membedakan kebenaran dari kebatilan?
Asyura erat kaitannya dengan sejarah Islam. Salah seorang tokoh dalam peristiwa ini adalah Umar bin Saad. Bagaimana pribadi ini dengan sadis membantai keluarga Rasulullah Saw yang berada dalam kondisi haus. Ternyata perbuatan itu dilakukannya karena iming-iming akan dijadikan gubernur Kota Rey yang dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah kepadanya.
Tapi akan lebih baik bila menyingkap sejarah lebih jauh hingga ke medan pertempuran Shiffin. Medan pertempuaran antara pasukan Imam Ali bin Abi Thalib as dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Medan pertempuran yang terjadi pada tahun 37 Hq di daerah Shiffin yang terletak di bagian barat Irak antara Raqqah dan Bals.
Salah satu komandan perang pasukan Imam Ali bin Abi Thalib as adalah Ammar Yasir. Nama Ammar Yasir membawa siapa saja ke dalam sejarah permulaan Islam. Ammar Yasir berasal dari keluarga muslim di Mekkah. Ayah dan ibunya menerima ajakan Rasulullah Saw untuk memeluk Islam sebagai agamanya. Di jalan inilah kedua orang tua dan saudara laki-laki Ammar harus menanggung siksaan Abu Jahal dan dan kafir Quraisy. Di jalan inilah mereka mati syahid dan ibunya Sumayyah menjadi wanita syahid pertama Islam.
Asma' bin Hakim mengatakan, "Kami termasuk pasukan Ali as di bawah pimpinan Ammar Yasir berperang melawan musuh. Mendekati Zuhur kami berada di bawah tenda berwarna merah. Pada saat itu juga datanglah seseorang dari pasukan Ali as seraya berkata, "Siapakah di antara kalian yang bernama Ammar Yasir? Ammar menjawab, "Aku."
Orang itu bertanya, "Engkaukah Abu Yaqzhan? Ammar menjawab, "Ya." Ia berkata,"Aku membutuhkanmu." Ammar berkata, "Silakan!" Ia berkata, "Aku sampaikan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi? Ammar berkata, "Terserah kamu."
Ia berkata, "Aku sampaikan secara terang-terangan saja. Ketika aku berangkat dari rumah aku yakin bahwa kita ini ada di jalan yang benar dan tidak ada keraguan sama sekali bahwa kaum ini (Muawiyah dan para pendukungnya) berada di jalan yang batil dan sesat. Keyakinanku ini berlanjut sampai kemarin malam. Namun, tadi malam aku mendengar muazzin kita dalam azannya menyatakan kesaksiannya atas ke-Esaan Allah dan kerasulan Muhammad Saw. Muazzin mereka (Muawiyah dan para pendukungnya) juga menyatakan kesaksiannya atas ke-Esaan Allah dan kerasulan Muhammad saw. Setelah azan kita melaksanakan shalat, mereka juga melaksanakan shalat. Al-Quran kita dengan al-Quran mereka sama. Dakwah kita juga sama. Rasul kita juga sama. Karena hal inilah tadi malam muncul keraguan dalam diriku. Tadi malam hanya aku dan Allah saja yang mengetahui kondisiku. Paginya aku datang kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dan aku ceritakan permasalahanku. Beliau berkata kepadaku, "Sudahkah kamu menemui Ammar? Aku jawab, "Belum." Beliau berkata, "Temui Ammar! Ikuti segala yang dikatakannya!" Karena itulah aku sekarang menemuimu."
Ammar berkata kepadanya, "Tahukah kamu siapakah pemilik bendara hitam yang ada di sebelah sana itu? (mengisyaratkan kepada Amr bin Ash). Di masa Rasulullah Saw aku berperang melawan orang itu sebanyak tiga kali dan sekarang adalah kali keempatnya aku berperang melawannya. Kali ini tidak lebih baik dari ketiga perang sebelumnya, melainkan lebih buruk dari ketiga perang tersebut. Di perang Badar, Uhud dan Hunain aku berperang melawannya. Apakah ayahmu ada di sini sehingga bisa menceritakannya kepadamu? Orang tersebut berkata "Tidak."
Ammar berkata, "Pada masa itu kami berada di bawah bendera Rasulullah Saw, akan tetapi mereka (Amr bin Ash, Muawiyah dan para pasukannya) berada di bawah bendera kemusyrikan. Apakah kamu melihat para pasukan Muawiyah dan orang-orang yang ada di sana? Demi Allah! Coba mereka berbentuk satu orang, akan aku penggal leher orang tersebut. Demi Allah menumpahkan darah mereka lebih halal dari menumpahkan darah seekor burung gereja? Apakah menumpahkan darah burung gereja hukumnya haram?
Orang itu berkata, "Tidak, tapi hukumnya halal." Ammar berkata, "Menumpahkan darah mereka juga hukumnya halal. Sudahkan aku menjelaskan masalah ini dengan baik? Orang itu berkata, "Ya, engkau telah menjelaskannya dengan sebaik-baiknya." Ammar berkata, "Sekarang pergilah! Pilih salah satu dari kedua pasukan yang kau mau!"
Kalau Amr bin Ash kala itu berperang melawan Rasulullah Saw dengan semboyan "Hidup Latta Uzza", kali ini ia tetap juga menggunakan semboyan "Hidup Latta Uzza" dengan dikemas Shalat dan Azan serta al-Quran berperang melawan Imam Ali bin Abi Thalib as.
Coba kita lihat kembali bagaimana Imam Ali bin Abi Thalib as mengenalkan siapakah Amr bin Ash dalam khotbahnya:
"Saya heran akan putra Naghibah yang mengatakan tentang saya di kalangan orang Syam bahwa saya seorang pecanda, senang melucu dan bersenang-senang. la bicara batil dan mengatakan dosa. Ingatlah, pembicaraan yang terburuk ialah pembicaraan yang tidak benar. la berkata dan berdusta. la mengemis dan bersikeras, tapi bila seseorang meminta kepadanya, ia kikir. la mengkhianati sumpah dan mengabaikan persaudaraan.
Jika dalam suatu pertempuran, ia mengatur dan memerintah, tapi hanya sebatas pedang tidak bertindak. Bila saat itu tiba, kelicikan besarnya adalah bertelanjang di hadapan lawannya. Demi Allah, ingatan akan kematian telah menjauhkan saya dari senda gurau dan canda, sedang kelalaiannya akan akhirat mencegahnya untuk berkata benar. la berbaiat kepada Mu'awiah bukan tanpa maksud, melainkan dengan syarat bahwa ia harus membayar harganya, dan memberikan kepadanya suatu hadiah karena meninggalkan agama. (Khotbah Nahjul Balaghah 83).
Dalam perang Shiffin Amr bin Ash telanjang untuk mengelakkan pedang Imam Ali as. Saat Amr bin Ash telanjang Imam Ali as langsung memalingkan wajahnya dan membiarkan nyawa Amr bin Ash.
Membaca sejarah semestinya mampu memberikan pencerahan kepada umat manusia, betapa banyak orang yang menghaku muslim, tapi tidak sudi menghormati muslimnya untuk mengungkapkan kesedihannya atas kesedihan yang dialami keluarga Rasulnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mengaku muslim tapi tidak menghormati keyakinan muslim lainnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mengaku muslim tapi membantai muslim lainnya? Apakah dunia dengan gemerlapannya telah menutup mata hatinya bahwa Rasulullah Saw dalam dakwahnya tidak meminta imbalan dari umatnya selain hanya kecintaan dan kasih sayang kepada keluarganya? Apa yang mereka khawatirkan bila seorang muslim mengungkapkan kecintaan pada keluarga Rasulnya?
Para muffasir, ahli hadis, penyair dan ahli bahasa sepakat bahwa dalam surat as-Syura ayat 23 diturunkan berkaitan dengan Ahlul Bait Rasul Saw, "Katakan: "Aku tidak meminta sesuati upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Imam Syafi'i terkait masalah ini mengungkapkan keimanannya dalam bentuk syair yang artinya:
"Hai Ahlul Bait Rasulullah kecintaan kepada kalian adalah kewajiban dari Allah yang diturunkan dalam al-Quran. Keagungan kedudukan kalian cukup terbukti bahwa barang siapa yang tidak mengucapkan shalawat kepada kalian, maka shalatnya tidak sah." (Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar) (IRIB Indonesia)
Imam Husein as: Kalian Tidak Mampu Mendengarnya!
Beberapa orang sahabat Imam Husein as mendekati beliau dan berkata, "Wahai anak Rasulullah! Kami adalah sahabatmu dan kami tahu bahwa engkau memiliki banyak keramat dan kelebihan. Namun apa yang kami tahu mengenai keutamanmu sangat sedikit. Kini kami datang kepadamu untuk mendengar sendiri dari lisanmu mengenai keramat dan keutamanmu."
Imam Husein as untuk beberapa saat terdiam dan berpikir. Setelah itu beliau berkata, "Apa yang telah kalian ketahui itu sudah cukup. Karena kalian tidak punya kemampuan untuk mendengarkan semuanya."
Namun mereka tetap bersikeras agar Imam mengatakannya. Akhirnya Imam Husein as berkata, "Baiklah. Satu dari kalian maju dan lebih mendekat kepadaku agar kusampaikan kepadanya keutamaan keluargaku. Bila ia dapat menerimanya, aku akan mengatakannya kepada kalian."
Seorang dari sahabat beliau menyatakan kesiapannya. Imam Husein as mengucapkan sesuatu kepadanya. Sahabat beliau itu tampak terlihat shok dan terperanjat, sehingga ia tidak mampu berbicara apa-apa. Teman-temannya yang melihat kondisiny seperti itu, tanpa berkata-kata sedikitpun, mereka langsung menjauhkan dirinya dari tempat itu. (IRIB Indonesia)
Media Tradisional dan Kelanggengan Asyura
Asyura merupakan peristiwa besar yang terjadi di abad 61 hijriah atau 680 M di padang Karbala, Irak. Tragedi itu menjadi epik paling mengharukan, sekaligus kejadian paling abadi dalam lembaran sejarah Islam. Hingga kini Asyura memiliki dimensi individu maupun sosial yang layak untuk dikaji dari berbagai sisi.
Peristiwa Asyura juga menjadi sumber inspirasi dari gerakan revolusi besar dalam sejarah Islam. Peran Asyura bagi kehidupan umat Islam tidak diragukan lagi banyak berutang budi kepada Imam Husein dan pengikutnya yang menumpahkan darah mereka demi membela prinsip yang mereka yakini.
Hingga kini peristiwa Asyura telah menjadi inspirasi atas lahirnya berbagai karya seni mulai dari buku, artikel, syair, film maupun karya seni lainnya. Meski demikian, peristiwa dan tokoh Asyura masih menjadi daya tarik yang memikat. Pesona yang menyebabkan umat Islam di berbagai penjuru dunia di bulan Muharram untuk mengingat tragedi yang menyajikan keberanian dan ketakwaan sejati telah memberikan warna lain bagi dunia.
Peringatan duka di bulan Muharram di kalangan umat Islam bukan hanya sebuah peringatan keagamaan semata yang masih memisahkan kehidupan individu dan sosial. Asyura mewujudkan spirit perjuangan dan kesyahidan, sekaligus memperkokoh persatuan dan solidaritas bangsa. Selain itu, Asyura juga menjadi cermin bagi kehidupan umat manusia melalui tokoh-tokoh dalam peristiwa besar itu dan refleksinya dalam kehidupan kekinian.
Lalu apa yang sangat vital dalam peristiwa Asyura dalam konteks kekinian hingga menyebabkan peristiwa masa lampau itu senantiasa hidup dan berpengaruh terhadap kehidupan dewasa ini. Apa faktor yang menyebabkan peristiwa itu abadi hingga kini ? Mengapa penguasa dan sebagian masyarakat gagal mengubur maupun menyelewengkan peristiwa Asyura ? Lalu metode apa yang dijadikan untuk menyampaikan pesan-pesan Karbala dari satu generasi ke generasi hingga saat ini ?
Untuk menganalisis peran penting media dalam menyampaikan pesan Karbala membutuhkan sedikit kajian tentang metode informasi masyarakat tradisional. tradisi lisan dan interaksi langsung merupakan salah satu karakteristik media massa lalu. Ketika itu, budaya tulisan belum berkembang pesat seperti saat ini.
Kehadiran rakyat di alun-alun, pasar-pasar dan warung kopi bukan hanya mengisi waktu istirahat dan liburan mereka saja, namun menjadi sebagai media informasi dan sekaligus pengingat antargenerasi. Media informasi massa tersebut selama berabad-abad relatif bertahan sebagai media yang cukup efektif.
Seiring terjadinya penyebaran budaya Islam, hubungan media pun menemukan bentuk khususnya yang sangat berbeda dengan agama lain. Contohnya masjid, pusat pendidikan keagamaan seperti hauzah maupun pesantren. Selain itu peringatan acara keagamaan seperti shalat jemaah dan shalat Jumat di kalangan umat Islam juga memiliki urgensitas khusus, dan menjadi media penting bagi penyebaran budaya Islam.
Masjid merupakan salah satu capaian penting agama Islam. Realitas hijrahnya Rasulullah ke Madinah bermakna terbentuknya pusat pemerintahan Islam yang berporos pada Rasulullah, sekaligus terbentuknya pilar-pilar masyarakat Islam.
Rasulullah pada tahap pertama membangun Masjid Quba dan masjid Nabi yang mempersatukan umat Islam Mekah dan Madinah. Di tempat itulah didirikan shalat berjamaah dan shalat Jumat, serta ibadah lainnya.Tidak hanya itu, di tempat itu pula Rasullah menjelaskan berbagai permasalahan mengenai berbagai masalah yang menimpa masyarakat Islam.
Dengan demikian secara bertahap masjid menjadi pusat media dan interaksi umat Islam. Dalam sejarah, para penguasa seperti Imam shalat maupun khatib Jumat memberikan ceramah penting. Bahkan masjid juga berperan sebagai media penyadaran bagi rakyat terhadap berbagai masalah penting.
Mengenai peristiwa Asyura, masjid memegang peran penting sebagai media yang berfungsi menyebarkan nilai-nilai peristiwa Karbala. Kehadiran tokoh agama di mimbar mengungkapkan urgensi dan pesan-pesan peristiwa kebangkitan Imam Husein menjadikan masjid sebagai pusat penerangan dan informasi paling efektif. Ketika pemerintahan Bani Umayah melarang segala bentuk penulisan sejarah Asyura, namun tradisi lisan dalam bentuk ceramah di masjid menjadi media penyadaran bagi umat Islam atas tragedi besar yang menimpa Imam Husein dan pengikutnya di padang Karbala.
Dr. Naser Bahonar mengungkapkan peran ulama di mimbar masjid dalam menyadarkan masyarakat atas peristiwa Karbala. Peneliti Iran ini menilai acara peringatan duka di masjid dan huseiniyah merupakan media yang efektif dalam menanamkan kesadaran masyarakat terhadap peristiwa Karbala.
Di berbagai belahan dunia setiap bangsa memiliki karakteristik budaya dan seni yang khas dan membedakannya dengan yang lain. Bangsa Iran yang dikenal sebagai bangsa yang mencintai seni memiliki media seni yang sangat beragam. Tradisi puisi dan narasi lisan serta teatrikal rakyat turut menyumbangkan peran besar dalam penyebaran pesan Karbala.
Jabir Anasiri, penulis dan peneliti Iran mengatakan bahwa seni teatrikal religius telah ada sebelum Islam. Dengan datangnya Islam, seni itu semakin berkembang dan menemukan bentuknya yang lebih kokoh dan hidup di tengah masyarakat hingga kini. Dari seni teatrikal religius inilah muncul seni religius "takziah". Saat ini mengacu pada memperingati peristiwa Karbala, dengan menceritakan kisah kemartiran Imam Husein dan pengikutnya di padang Karbala.
Naiknya pemerintahan Safavi memerintah Iran memberikan kontribusi besar bagi pengembangan seni Takziah dengan penggunaan alat musik dan lukisan besar yang menyertai teatrikal duka itu. Takziah kemudian mencapai puncaknya pada periode Dinasti Qajar, terutama di masa pemerintahan Nasser-edin Shah.
Takziah dan seni religius lainnya di Iran telah menjadi sebuah media lokal yang berperan menyebarkan nilai-nilai Karbala hingga kini. Harmoni antara teater dan iringan dalam musik Takziah memudahkan peristiwa Karbala dan pesan-pesan pentingnya diterima di tengah masyarakat.
Sejatinya peran para ulama dan media tradisional seperti Takziah memainkan peran penting bagi penyebaran pesan-pesan dan kelestarian peristiwa Karbala. Inilah media yang menjadikan Karbala tetap hidup dalam diri dan kehidupan umat Islam, terutama syiah hingga kini. (IRIB Indonesia/PH)
Asyura, Pentas Cinta dan Pengorbanan
Pada pagi hari Asyura, musuh bersiap-siap untuk mengobarkan perang yang tidak berimbang dan tidak ksatria di Padang Karbala. Sejak beberapa hari sebelumnya, mereka telah memutuskan aliran air agar tidak sampai ke kerongkongan kafilah Imam Husein as. Dunia kekufuran tinggal menghitung detik dan perintah untuk memulai serangan dari segala arah. Di pihak lain, rasa tanggung jawab, cinta dan kasih sayang Imam Husein as, senantiasa membuatnya memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk membimbing masyarakat dan mengajak mereka pada kebenaran. Imam as berteriak lantang: "Wahai masyarakat! Dengarlah ucapanku dan jangan kalian tergesa-gesa untuk berperang."
Imam Husein as berulang kali memperkenalkan dirinya kepada orang-orang yang haus perang di Karbala dan berpidato tentang kebenaran jalan yang ditempuhnya. Imam as ketika menjawab salah seorang warga Kufah, berkata: "Ketahuilah! Jika engkau pernah bertemu kami di Madinah, tentu aku tunjukkan kepadamu jejak Malaikat Jibril as di rumah kami, tempat turunnya wahyu kepada kakekku. Wahai saudaraku dari Kufah! Keluarga kami adalah tambangnya ilmu. Apakah mereka (Yazid dan Bani Umayyah) berilmu dan berwawasan, sementara kami bodoh dan tidak berilmu?"
Pada hari Asyura, tampak jelas keagungan manusia dan kedudukan tingginya. Allah Swt telah menciptakan manusia sebagai khalifah dan wujud mulia di muka bumi. Dia bahkan memuji diri-Nya atas ciptaan seperti itu. Mereka yang telah menyatukan kehidupannya dengan kehidupan Imam Husein as tentu telah mendapatkan kedudukan dan posisi yang tinggi dan Allah Swt sendiri yang akan menjadi pembeli jiwa-jiwa mereka. Dalam surat at-Taubah ayat 111, Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta benda mereka dengan memberikan surga untuk mereka."
Asyura adalah pentas perang abadi antara kebenaran dan kebatilan, antara nilai-nilai luhur dan kehinaan. Oleh karena itu, peristiwa tersebut telah menjadi teladan dan simbol bagi orang-orang yang mengesakan Tuhan dan para pencari kemerdekaan dalam memerangi penindasan. Semua semesta menyaksikan pertarungan antara kebenaran dan kebatilan.
Ketika semua sahabat Imam Husein as telah meneguk cawan syahadah, tinggallah ia seorang diri menghadapi tentara musuh. Anak panah dilepaskan dari segala penjuru ke arahnya. Pada saat itu, Imam as mengeluarkan pedangnya dan menyerang kelompok musuh. Banyak dari mereka mati terkena sabetan pedang Imam as atau berupaya berlari menyelamatkan diri. Di sini, Imam as berteriak lantang: "Kemana kalian akan berlari, mengapa kalian berlari? Manusia seperti apa kalian ini? Kalian menyerang saat aku terdiam, tapi berlari ketika diserang. Jadilah jiwa-jiwa yang merdeka!"
Kemuliaan, keagungan, kepahlawanan, dan pengorbanan terpatri dalam wujud Imam Husein as. Kegarangannya telah membuat musuh-musuh ketakutan, seakan-akan dia adalah Ali as sedang berperang dengan gagah berani. Setiap kali Imam Husein as menyeruak ke medan perang, ia akan melantunkan bait syair ini: "Kematian lebih mulia daripada menerima kehinaan."
Pada saat musuh mempersempit cengkramannya dan Imam Husein as berada dalam kepungan mereka. Beliau berkata: "Kemarahan Tuhan atas kaum Yahudi memuncak ketika mereka menganggap Dia memiliki anak. Dan kemarahan Tuhan atas kaum Nasrani mengguncang ketika mereka meyakini Trinitas. Kemarahan Tuhan atas para penyembah berhala membahana ketika mereka menyembah matahari dan bulan sebagai pengganti-Nya. Dan kemarahan Tuhan atas Bani Umayyah membara ketika mereka bersatu dan kompak untuk membunuh putra rasul-Nya. Ketahuilah! Aku bersumpah atas nama Tuhan bahwa aku tidak akan memberi jawaban positif atas tuntutan-tuntutan mereka hingga aku menemui Tuhanku dalam keadaan berlumuran darah."
Luka terkena sayatan pedang dan dahaga telah mencekik Imam Husein as dan ia tampak lunglai. Tiba-tiba sebongkah batu menghantam dahinya dan sebutir anak panah tiga sudut menancap di dada putra Fatimah as. Kini, ia terjatuh dan tak berdaya. Sore itu, Imam Husein as telah melantunkan syair semesta terindah dengan kegugurannya. Saat cucu Rasul Saw terkapar di atas tanah, bumi Karbala mengguncang dan langit tampak memerah. Angin topan mulai menerbangkan pasir-pasir sahara dan kegelapan membungkus Padang Karbala. Langit tampak marah, bumi mengguncang, topan mengamuk, dan malaikat menangis, namun senyuman yang menghiasi wajah Imam Husein as mengabarkan kerelaan dan kepuasaan atas kematian di jalan Allah Swt.
Pada saat manusia berlomba-lomba untuk bertahan hidup, masih ada orang-orang yang rela mempersembahkan hidupnya untuk memahami filosofi kehidupan. Mereka menyambut kematian di jalan Allah Swt dengan penuh kesadaran dan gagah berani. Itulah jiwa-jiwa yang ingin melepaskan diri dari cengkraman dunia dan materi. Asyura adalah pentas jiwa-jiwa yang haus akan syahadah. Imam Husein as adalah teladan dan pelopor mati mulia di Padang Karbala. Dalam salah satu doanya, Imam Husein as memohon: "Ya Tuhan! Aku ingin terbunuh 70 ribu kali di jalan ketaatan dan kecintaan kepada-Mu, lalu hidup kembali dan terbunuh lagi, terlebih jika kematianku dapat membantu agama-Mu, terlaksananya perintah-perintah-Mu, dan terjaganya ajaran-Mu."
Imam as juga telah menyampaikan pidato tentang keindahan kematian di jalan Allah Swt ketika meninggalkan Madinah menuju Mekkah. Ia meminta orang-orang yang memimpikan mati syahid untuk menyertainya guna memperoleh kehidupan mulia. Ucapan dan perilaku para sahabat setia Imam Husein as juga memancarkan semangat mati syahid. Mereka mengekspresikan kecintaannya dengan terbunuh di jalan Allah Swt, membela putra Rasul Saw, dan memerangi kezaliman. Mereka berkata kepada Imam as: "Segala puji kepada Allah yang memuliakan kami dengan membelamu dan meninggikan kami dengan terbunuh bersamamu." Imam as juga memuji kesetiaan dan pengorbanan mereka. Beliau as berkata: "Demi Tuhan! Aku telah menguji mereka. Mereka adalah orang-orang yang merindukan kematian di jalan Allah."
Mati syahid dalam budaya Islam merupakan garansi atas kehidupan bangsa-bangsa dan sumber keabadian iman. Oleh sebab itu, masyarakat senantiasa membutuhkan jiwa-jiwa yang siap berkorban dan mati di jalan Allah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Orang yang mati syahid adalah pribadi yang mempersembahkan jiwanya demi kehidupan masyarakat. Orang seperti ini tidak bisa dibandingkan dengan mereka yang berbuat kebaikan di tengah masyarakat. Mereka memberikan jiwa dan raganya untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan siap melahirkan perbuatan-perbuatan baik. Oleh karena itu, semua berhutang budi kepada darah syuhada.
Dampak paling penting kesyahidan adalah memberi pancaran cahaya dan kejernihan kepada masyarakat. Mereka terperosok ke dalam kegelapan akibat kezaliman, ketidakadilan, dan diskriminasi. Kondisi ini telah menciptakan ketakutan di tengah masyarakat dan merampas kedamaian dari mereka. Namun ketika jiwa-jiwa seperti Imam Husein as berkorban untuk mengubah masyarakat, maka kesadaran, kearifan, dan cahaya akan tampak di tengah mereka. Imam as telah menghancurkan perbudakan dan penghinaan yang mencekik masyarakat pada waktu itu. Ia telah memberikan jati diri dan cahaya kepada masyarakat Islam. Tidak hanya itu, Imam Husein as mengajarkan kepada masyarakat untuk senantiasa memerangi kezaliman dan tirani.(IRIB Indonesia)
Karbala dan Asyura di Mata Orientalis Amerika Serikat
Seorang orientalis Amerika Serikat, Profesor Peter J. Chelkowski, keturunan Polandia, menyatakan bahwa kehausan anak-anak kecil dan rintihan mereka meminta air kepada Abbas, baginya merupakan peristiwa paling menyayat dalam tragedi di Karbala.
Dalam wawancaranya dengan Fars News, Profesor Chelkowski, dosen riset Timur Tengah, orientalis, dan Islamolog, di Universitas New York itu, mengaku memiliki kesan yang dahsyat dari peristiwa Karbala.
Ketertarikan Terhadap Muharram
FarsNews: Mohon Anda sudi memperkenalkan diri.
Chelkowski: Nama saya Peter J. Chelkowski. Saya menamatkan S1 di bidang linguistik Timur pada tahun 1958 di Polandia. Pada tahun 1959 saya hijrah ke London dan tahun 1962, saya menyelesaikan studi S2 di bidang sejarah Timur Tengah. Untuk saat ini, saya telah menjadi dosen selama lebih dari 40 tahun di bidang riset Islam dan Timur Tengah di Universitas New York. Sebagian besar riset saya berkaitan dengan Islam Syiah dan lebih spesifik lagi, Muharram dan Karbala, dan di bidang ini saya telah menulis tiga buku, serta berbagai artikel tentang Imam Husein [as] dan tragedi di Karbala.
Fars News: Apa sebab kunjungan Anda ke Iran?
Chelkowski: Seperti yang telah saya katakan, saya menamatkan S1 di bidang linguistik Timur dan selanjutnya saya menelaah tentang Timur Tengah di sebuah universitas Inggris, dan dari situ saya mengenal Iran, dan sebab itulah saya memilih Iran untuk melanjutkan studi di bidang sastra Persia.
FarsNews: Anda termasuk salah satu peneliti Barat yang mengenal Muharram dan Asyura. Bisa dijelaskan pengenalan Anda dengan Muhrram?
Chelkowski: Tentang pengenalan saya dengan Muharram dan Asyura, harus saya katakan bahwa sebelum saya berkunjung ke Iran, saya tidak banyak mengetahui tentang Muharram dan ketika saya pergi ke kota Rasht [Iran] untuk melanjutkan studi, waktunya bertepatan dengan Muharram dan di sana saya mengenal takziyah. Di sana, saya sangat terpukau dengan acara tersebut dan harus saya akui ketika itulah saya menjadi pecinta relatif Muharram. Bagi saya yang telah menekuni bidang drama di Polandia, acara takziyah tersebut sangat memukau. Sejak itu, saya mulai meneliti dan menulis tentang takziyah dan Muharram. Sedemikian terpukau saya atas takziyah itu, maka sejak hari pertama menyaksikannya, saya memulai penelitian saya.
Kesenian Takziyah Mengenalkan Saya Pada Muharram
Hal pertama yang membuat saya sangat menyukai Asyura dan Muharram—karena ketidaktahuan saya atas peristiwa di Karbala—adalah seni takziyah itu sendiri. Pertunjukannya dilakukan dengan hebat. Masing-masing peran menyampaikan dialog dengan nada syair dan orang-orang baik dan jahat dipilah dengan menggunakan warna [pakaian]. Saya telah melakukan penelitian mendalam tentang takziyah di berbagai negara dunia dan hasil dari penelitian tersebut saya tuangkan dalam salah satu dari buku saya.
FarsNews: Bisakah Anda menjelaskan contoh takziyah di negara-negara lain?
Chelkowski: Pada abad ke-19, di kawasan Karibia, Inggris memperkerjakan budak-budak kulit hitam di ladang-ladang tebu, akan tetapi para budak itu melawan dan menolak bekerja untuk Inggris dan akhirnya melarikan diri. Untuk menutupi kekurangan pekerja itu, Inggris mendatangkan orang-orang India untuk mengurusi ladang-ladang tebu itu. Para pendatang India itu memilih acara Asyura untuk berkumpul dan memperkenalkan diri kepada warga pribumi, meski sebagian besar mereka bukan Muslim atau Syiah.
Semakin lama, acara tersebut sudah menjadi tradisi di kawasan itu dan mengalami perubahan dan diberi nama Tadjah. Acara tersebut digelar di pura-pura yang beratap sangat tinggi dan berwarna-warni.
Budaya Asyura yang Mengantarkan Iran Pada Kemenangan dalam Perang Pertahanan Suci
Fars News: Bagaimana Anda melihat pengaruh Asyura dalam masyarakat Iran?
Chelkowski: Rakyat Iran dan secara keseluruhan Syiah, menilai tragedi Asyura sebagai musibah terbesar dalam sejarah umat manusia. Di Iran, selain diperingati pada bulan Muharram, budaya Asyura juga punya tempat istimewa di berbagai dimensi kehidupan. Ungkapan bahwa setiap hari adalah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala pada perang delapan tahun [Pertahanan Suci melawan rezim Saddam] memiliki pengaruh sangat besar dalam semangat perjuangan pasukan Iran. Budaya inilah yang mengantarkan pasukan Iran pada kemenangan. Saya bukan seorang Muslim atau Syiah, akan tetapi saya sangat tertarik pada budaya ini.
FarsNews: Apakah penelitian tentang Asyura berdampak besar pada diri Anda?
Chelkowski: Dengan membaca ulang peristiwa Karbala, saya berulangkali tersentuh dan air mata pun mulai menggenang, akan tetapi saya tidak membiarkan diri saya menangis, karena saya adalah peneliti dan sebagai seorang peneliti saya tidak boleh terpengaruh oleh afeksi.
Saya Terpukau dengan Pribadi Abbas
FarsNews: Siapa yang paling menarik perhatian Anda dalam peristiwa Asyura?
Chelkowski: Saya sangat terpukau dengan kepribadian Abbas. Saya telah menulis berbagai artikel tentang Abbas dan juga mengumpulkan banyak makalah tentang Abbas.
FarsNews: Jika Anda ingin memperkenalkan Abbas kepada audien di Amerika Serikat, apa yang akan Anda katakan?
Chelkowski: Abbas adalah seorang kesatria, pejuang kebebasan, dan sosok pemberani yang menjaga Imam Husein [as] dan keluarganya. Abbas adalah sosok yang dalam bahasa Persia, Anda menyebutnya dengan pahlevan (pahlawan atau kesatria). Abbas adalah pahlevan sejati. Ia menjaga Imam Husein [as] dan keluarganya hingga hembusan nafas terakhir. Ketika berusaha mengambil air untuk anak-anak kecil, Abbas kehilangan lengannya dan kemudian dia menggigit kantung air yang dibawanya. Dan karena Abbas terus maju dan melawan, musuh pun membunuhnya.
Peristiwa Paling Menyedihkan di Karbala
FarsNews: Peristiwa mana yang menurut Anda paling menyedihkan di Karbala?
Chelkowski: Kehausan anak-anak kecil dan rintihan mereka meminta air kepada Abbas.
Fars News: Rakyat Iran sangat mencintai Abbas dan mereka mengadakan berbagai acara terkait beliau…
Chelkowski: Saya sangat menyukai berbagai acara yang merupakan nazar demi Abbas. Seperti sufrah Abbas. Saya memperhatikan dengan sangat teliti sedemikian besar keyakinan kaum perempuan Syiah Iran terhadap nazar atas nama Abbas. (IRIb Indonesia/MZ/SL)
Kamus Karbala: Adab dan Tata Cara Menziarahi Imam Husein as
Oleh: Saleh Lapadi dan Emi Nur Hayati
Ada beberapa adab dan tata cara yang perlu diperhatikan oleh seorang peziarah. Tata cara ini lebih fokus pada ziarah secara langsung ke makam Imam Husein as.
Pertama:
1. Sebelum berziarah; puasa selama tiga hari dan mandi pada hari ketiga.
Sebelum berangkat berziarah, seorang peziarah hendaknya berpuasa selama tiga hari. Pada hari ketiga sebelum berangkat berziarah hendaknya mandi, sebagaimana aturan yang diajarkan oleh Imam Ja'far Shadiq as kepada Shofwan. Dalam mukaddimah Ziarah dua hari raya, Syeikh Muhammad bin al-Mashadi mengatakan, "Jika kamu ingin menziarahi Imam Husein as, berpuasalah selama tiga hari dan pada hari ketiga mandi. Ketika mandi baca doa berikut ini:
اللّهُمَّ طَهِّرْنِي وَطَهِّرْ قَلْبِي وَاشْرَحْ لِي صَدْرِي وَأَجْرِ عَلَي لِسانِي ذِکْرَکَ وَمِدْحَتَكَ وَالثَّناءَ عَلَيْكَ، فَإِنَّهُ لاَ قُوَّةَ إِلاّ بِكَ ، وَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّ قِوامَ دِينِي، التَّسْلِيمُ لاِمْرِكَ ، وَالاِتِّباعُ لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ وَالشَّهَادَةُ عَلَي جَمِيعِ اَنبيائکَ وَرُسُلِکَ إلي جَميعِ خَلْقِكَ، اللّهُمَّ اجْعَلْهُ نُوراً وَطَهُوراً وَحِرزاً وَشفاءً مِنْ کُلّ داءٍ وَسُقْمٍ وَآفَةٍ وَعاهَةٍ وَمِنْ شَرِّ ما أَخافُ وَأَحْذَرُ
2. Sebelum keluar dari rumah ajaklah anggota keluar untuk bersama-sama membaca doa berikut ini:
اَللّهُمَّ اِنّى اَسْتَوْدِعُكَ الْيَوْمَ نَفْسى وَاَهْلى وَمالىوَ وُلْدى وَكُلَّ مَنْ كانَ مِنّى بِسَبيلٍ الشّاهِدَ مِنْهُمْ وَالْغآئِبَ اَللّهُمَّاحْفَظْنا [بِحِفْظِكَ] بِحِفْظِ الاْيمانِ وَاحْفَظْ عَلَيْنا اَللّهُمَّ اجْعَلْنا فىحِرْزِكَ وَلا تَسْلُبْنا نِعْمَتَكَ وَلا تُغَيِّرْ ما بِنا مِنْ نِعْمَةٍ وَعافِيَةٍ وَزِدْنامِنْ فَضْلِكَ اِنّا اِلَيْكَ راغِبُونَ.
Artinya: Ya Allah aku serahkan pada hari ini diriku, keluargaku, hartaku, anakku dan siapa saja yang berjalan bersamaku baik yang hadir maupun yang ghaib. Ya Allah jagalah kami dengan penjagaan-Mu dengan penjagaan iman dan jagalah kami. Ya Allah tetapkanlah kami dalam perlindungan-Mu dan jangan Engkau ambil nikmat-Mu dari kami dan jangan ubah apa yang ada di sisi kami dari nikmat dan kesehatan badan dan perbanyaklah keutamaan-Mu untuk kami. Sesungguhnya kami merindukan-Mu.
Kemudian keluarlah dari rumah dan berjalan dengan penuh kekhusyuan dan perbanyaklah memuji Allah dan membaca shalawat serta membaca:
لا اِلهَ اِلا اللَّهُ وَاللَّهُ اَكْبَرُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ.
Artinya: Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah.
3. Setelah keluar dari rumah bacalah doa berikut ini:
اللّهُمَّ إنّي إِلَيْكَ وَجَّهْتُ وَجْهِي، وَإِلَيْكَ فَوَّضْتُ أَمْري وَإِلَيْكَ أَسْلَمْتُ نَفْسي وَإِلَيْكَ أَلْجَأْتُ ظَهْري وَعَلَيکَ تَوَکَّلْتُ، لا مَلْجَأَ وَلا مَنْجا إلاّ إلَيْکَ، تَبارَکْتَ وَتَعالَيْتَ، عَزَّ جارُکَ وَجَلَّ ثَناؤُکَ.
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ ، وَمِنَ اللهِ وَإلي اللهِ ، وَفي سَبِيلِ اللهِ ، وَعَلي مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلّي اللهُ عَلَيهِ وَآلِهِ ، عَلَي اللهِ تَوَكَّلْتُ وَإلَيهِ اَنَـبْتُ، فاطِرِ السَّماواتِ السَّبْعِ وَالأرَضينَ السَّبْعِ ، وَرَبِّ الْعَرْش الْعَظيم ، اللّهُمَّ صَلِّ عَلي مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدِ ، وَاحْفَظْني في سَفَري، وَاخْلُفني في أهْلي بِأحْسَنِ الخِلافَة، اللّهُمَّ إلَيْكَ تَوَجَّهْتُ، وَإلَيْكَ خَرَجْتُ ، وَإلَيكَ وَفَدْتُ ، وَلِخَيْركَ تَعرَّضْتُ ، وبِزيارَةِ حَبيبِ حَبيبِِكَ تَقَرَّبْتُ، اللّهُمَّ لا تَمْنَعْني خَيْرَ ما عِنْدَكَ بِشَرِّ ما عِنْدي ، اللّهُمَّ اغْفِرْ لي ذُنُوبي ، وكَفِّرْ عَنّي سَيِّئاتي، وَحُطَّ عَنّي خَطايايَ ، وَاقْبَلْ مِنّي حَسَناتي.
Baca tiga kali:
اللّهُمَّ اجْعَلْني في دِرْعِكَ الحَصينَةِ ، الَّتي تَجْعَلُ فيها مَنْ تُريدُ ، اللّهُمَّ إنّي أبْرَءُ إلَيْكَ مِنَ الحَوْلِ وَالْقُوَّةِ.
Kemudian baca surat al-Fatihah, al-Falaq, an-Naas, al-Ikhlas, al-Qadr, ayat kursi, surat Yasin dan akhir surat Hasyr:
لَوْ أَنْزَلْنا هذَا الْقُرْآنَ عَلي جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ.هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ عالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهادَةِ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيمُ.هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ.هُوَ اللَّهُ الْخالِقُ الْبارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأْسْماءُ الْحُسْني يُسَبِّحُ لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَالأْرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.
4. Jangan menggunakan wangi-wangian, jangan memakai krem, jangan mengunakan celak sampai masuk ke makam Imam Husein as.
5. Berziarah dengan kondisi sedih.
Diriwayatkan dari Imam Ja'far Shadiq as, "Bila mau menziarahi Imam Husein as, ziarahilah dengan kondisi sedih, lapar dan haus, karena Imam Husein dalam kondisi seperti ini mati syahid dan mohonlah hajatmu kemudian kembali Jangan jadikan makamnya sebagai tempat tinggal." (Kamil az-Ziarah, Abi al-Qasim Ja'far bin Muhammad bin Ja'far bin Musa bin Qulawiyah al-Qomi, bab 48, hadis 3)
6. Berziarah tanpa membawa bekal makanan lezat.
Dalam menziarahi Imam Husein as jangan membawa makanan yang lezat-lezat. Diriwayatkan dari Imam Ja'far Shadiq as bahwa beliau berkata,"Aku mendengar sekelompok orang menziarahi Imam Husein as dengan membawa bekal makanan kambing guling dan halwa, padahal kalau mereka menziarahi kuburan ayah atau kerabatnya tidak membawa bekal seperti ini." (Kamil az-Ziarah, Abi al-Qasim Ja'far bin Muhammad bin Ja'far bin Musa bin Qulawiyah al-Qomi, bab 47, hadis 1)
Diriwayat lain disebutkan, Imam Ja'far Shadiq as berkata kepada Mufadhal bin Umar: "Ziarahilah Imam Husein as dan itu lebih baik daripadatidak menziarahinya. Jangan ziarahi Imam Husein as dan itu lebih baik dari menziarahinya. Mufadhal berkata, "Dengan kata-kata ini Engkaupatahkan punggungku." Imam Ja'far Shadiq as menjawab: "Demi Allah, bila kalian pergi menziarahi nenek moyang kalian, kalian menziarahinya dengan penuh kesedihan, namun bila kalian menziarahi Imam Husein sambil membawa bekal makanan yang lezat-lezat. Ziarahilah Imam Husein dengan kondisi sedih!" (Kamil az-Ziarah, Abi al-Qasim Ja'far bin Muhammad bin Ja'far bin Musa bin Qulawiyah al-Qomi, bab 47, hadis 4)
7. Menjaga akhlak sosial
Bila dalam menjalankan ibadah haji ada beberapa syarat sosial yang harus dijaga oleh jemaah haji, dalam menziarahi Imam Husein as ada beberapa etika yang harus dijaga oleh peziarah antara lain:
Berakhlak mulia terhadap kawan seperjalanan.
Tidak banyak bicara selain bicara yang baik-baik.
Banyak mengingat Allah.
Menjaga kebersihan pakaian.
Mandi sebelum berziarah.
Bersikap khusyu dan banyak melakukan shalat.
Banyak bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw dan keluarganya.
Menghargai milik orang lain dan tidak mengambilnya.
Menundukkan pandangan mata dari hal-hal yang haram.
Membantu teman seperjalanan yang membutuhkan bantuan dan berbuat baik kepadanya.
Bertaqiyah bila perlu karena dengan taqiyahlah agama Islam tetap tegak.
Menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah.
Menjauhi permusuhan dan kekerasan.
Tidak bersumpah.
Menjauhi perdebatan dan perselisihan. (Kamil az-Ziarah, Abi al-Qasim Ja'far bin Muhammad bin Ja'far bin Musa bin Qulawiyah al-Qomi, bab 47, hadis 1)
8. Ketika sampai di tempat tujuan, bacalah doa berikut ini:
رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلاً مُبارَكاً وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ، رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطاناً نَصِيراً، اللهُ اکبرُ الله اکبرُ الله اکبرُ. اللّهُمَّ اِنّي اَسْئَلُکَ خَيْرَ هذِهِ الْبُقْعَةِ الْمُبارَکَةِ وَخَيْرَ أَهْلِها وَأَعُوذُ بِکَ مِنْ شَرِّها و شَرِّ أهْلِها، أللّهُمَّ حَبِّبْني إلي خَلْقِکَ وَأَفِضْ عَلَيَّ مِنْ سَعَةِ رِزْقِکَ وَوَفِّقْني لِلْقيامِ بِأَداءِ حَقِّکَ، بِرَحْمَتِکَ وَرِضْوانِکَ وَمَنِّکَ وَإحْسانِکَ يا کَريمُ.
9. Ketika Kubah makam Imam Husein as terlihat, baca doa berikut ini:
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلامٌ عَلي عِبادِهِ الَّذِينَ اصْطَفي آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ وَسَلامٌ عَلَي الْمُرْسَلينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ وَسَلامٌ عَلي آل يس، اِنّا كَذلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ وَسَلامٌ عَلي الطيّبينَ الطّاهرينَ الأَوْصياء الصّادقينَ الْقائمينَ بِأَمْرِ اللهِ وَحُجَجِهِ السّاعينَ إلي سَبيل الله الْمُجاهدينَ في اللهِ حَقَّ جِهادِهِ، النّاصحينَ لِجَميعِ عِبادِهِ الْمُسْتَخْلَفينَ في بلاده، الْمرشدينَ إلي هدايَتهِ وَاِرْشادِهِاِنَّهُ حَميدٌ مَجيدٌ.
10. Ketika sampai di sungai Alqami, cabang sungat Furat, baca doa berikut ini:
اَللَّهُمَّ إِلَيْكَ قَصَدَ الْقاصِدُونَ وَفي فَضْلِكَ طَمَعَ الرّاغِبُونَ وَبِكَ اعْتَصَمَ الْمُعْتَصِمُونَ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلَ الْمُتَوَكِّلُونَ وَقَدْ قَصَدْتُكَ وافِدَاً وَإلي سِبْطِ نَبِيِّكَ وارِدَاً وَبِرَحْمَتِكَ طامِعَاً وَلِعِزَّتِكَ خاضِعاً وَلوُلاة أَمْرِكَ طائِعاً وَلأَمْرِهِمْ مُتابِعَاً وَبِكَ وَبِمَنِّكَ عائِذَاً وَبِقَبْرِ وَلِيِّكَ مُتَمَسِّكاً وَبِحَبْلِكَ مُعْتَصِماً ، اَللَّهُمَّ ثَبِّتْني عَلي مَحَبَّة أَوْليائِكَ وَلا تَقْطَعْ أَثَري عَنْ زِيارَتِهِمْ وَاحْشُرْني في زُمْرَتِهِمْ وَأَدْخِلْني الْجَنَّةَ بِشَفاعَتِهِمْ.
11. Sebelum melewati sungai Furat baca 100 kali "Allahu Akbar", 100 kali "La Ilaaha Illallaah" dan 100 kali shalawat untuk Nabi Muhammad Saw dan keluarganya dan baca doa berikut ini:
اللَّهُمَّ أَنْتَ خَيْرُ مَنْ وَفَدَ إِلَيْهِ الرِّجَالُ وَأَنْتَ يَا سَيِّدِي أَكْرَمُ مَأْتِيٍّ وَأَكْرَمُ مَزُورٍ وَقَدْ جَعَلْتَ لِكُلِّ زَائِرٍ کَرامَةً وَلِکُلِّ وافِدٍ تُحْفَةً وَقَدْ أَتَيْتُکَ زائراً قَبْرَ ابْنِ نَبِيِّكَ صَلَواتُکَ عَلَيهِ، فَاجْعَلْ تُحْفَتَکَ اِيّايَ فَكَاكَ رَقَبَتِي مِنَ النَّار، وَتَقَبَّلْ مِنِّي عَمَلِي وَاشْكُرْ سَعْيِي وَارْحَمْ مَسيرِي إليکَ بِغَيْرِ مَنٍّ منّي بَلْ لَكَ الْمَنُّ عَلَيَّ إِذْ جَعَلْتَ لِيَ السَّبِيلَ إِلَي زِيَارَتهِ وَعَرَّفْتَنِي فَضْلَهُ وَحَفِظْتَنِي حَتَّي بَلَّغْتَنِي قَبْرَ ابْنِ وَليِّکَ وَقَدْ رَجَوْتُكَ فَصَلِّ عَلي مُحمّدٍ وَآل مُحمّد وَلا تَقْطَعْ رَجَائِي، وَقَدْ أَتَيتُكَ فَلَا تُخَيِّبْ أَمَلِي وَاجْعَلْ هَذَا كَفَّارَةً لِمَا کانَ قَبْلَهُ مِنْ ذُنُوبِي، وَاجْعَلْني مِنْ اَنْصارِهِ يا اَرْحَمَ الرّاحمينَ.
12. Ketika melewati sungai Furat, bacalah doa berikut ini:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَاجْعَلْ سَعْيِي مَشْكُوراً وَذَنْبِي مَغْفُوراً وَعَمَلِي مَقْبُولاً وَاغْسِلْني مِنَ الْخَطايا وَالذُّنوب، وَطَهِّرْ قَلْبي مِنْ کُلِّ آفَةٍ تَمْحَقُ ديني أوْ تُبْطِلُ عَمَلي يا اَرْحَمَ الرّاحمينَ.
13. Tetapkan Nainawa dan ghadhiriyah sebagai akhir tujuan perjalanan dan ketika menetap di sana jangan makan daging, tapi makan roti dan susu.
Kedua:
1. Mandi dan Wudhu Ziarah
Ketika mandi, baca doa berikut ini:
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي وَاشْرَحْ لِي صَدْرِي وَأَجْرِ عَلَي لِسَانِي مِدْحَتَكَ وَالثَّنَآءَ عَلَيْكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لِي طَهُوراً وَشِفَاءً وَنُوراً إِنَّکَ عَلي كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Setelah selesai mandi, baca doa berikut ini:
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي وَزَكِّ عَمَلِي وَاجْعَلْ ما عِنْدَکَ خَيْراً لي، اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ
Bila memungkinkan mandilah dengan air sungai Furat, bila tidak memungkinkan maka berwudhulah, kemudian pergi menuju makam Imam Husein as.
Dalam sebuah hadis Imam Ja'far Shadiq as berkata, "Jika kamu bisa mandi, maka mandilah, bila tidak, maka berwudhulah kemudian pergilah menuju makam Imam Husein as."
Ketiga:
1. Pakaian Ziarah.
Ketika selesai mandi, pakailah pakaian yang bersih.
2. Ketika memakai pakaian, baca 30 kali "Allahu Akbar" dan doa berikut ini:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذي إليهِ قَصَدْتُ فَبَلَغَني وَإِيّاهُ أَرَدْتُ فَقَبِلَني وَلَمْيـَقْطَعْ بِي وَرَحْمَتَهُ ابْتَغَيْتُ فَسَلَّمَني اللّهُمَّ أَنْتَ حِصْني وَكَهْفي و حِرْزي وَرَجائي وَأَمَلي لا إلهَ إلاّ أنتَ يَا ربَّ العالمين.
3. Di luar Masyra'ah Imam Shadiq as (ditepi barat sungai Alqamah), lakukan shalat dua rakaat; pada rakaat pertama baca surat al-Fatihah dan al-Ikhlas serta al-Kafirun. Pada rakaat kedua baca surat al-Fatihah dan al-Ikhlas. Setelah selesai shalat baca tasbih Zahra; Allahu Akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Subhanallah 33 kali. Kemudian baca doa berikut ini:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الوَاحِدِ الاَحد المتوَحِّدِ في الأمور كُلِّها الرَّحْمـَنِ الرَّحيمِ الَّذِي هَدَانـَا لِهـَذَا وَما كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لا أَنْ هَدانَا اللَّهُ، لَقَدْ جاءَتْ رُسُلُ رَبِّنا بِالْحَقِّ، اللّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ حَمْدَاً كَثيرَاً أبداً لا يَنْقَطِعُ وَلايـَفْنيَ، حَمْداً يَصْعَدُ أَوَّلُهُ وَلايَنـْفَدُ آخِرُهُ، حَمْداً يَزيدُ وَلايَبيدُ وَصَلَّي اللهُ علي محمَّدٍ البَشير النَّذيرِ وَعَلي آلِهِ الأَخيارِ الأَبْرارِ وَسَلَّمَ تَسليماً کَثيراً.
4. Ketika menghadap makam Imam Husein baca doa berikut ini:
اَللّهُمَّ إلَيْكَ تَوَجَّهْتُ وَلِبَابِكَ قَرَعْتُ وَبِفِنَائِكَ نَزَلْتُ وَبِحَبْلِكَ اعْتَصَمْتُ وَلِرَحْمَتِكَ تَعَرَّضْتُ وَبِوَلِيِّكَ تَوَسَّلْتُ فَصَلِّ علي مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَاجْعَلْ زِيـَارتي مَبْرُورَةً وَدُعـَائي مَقْبـُول.
اَللّهُمَّ إِنّي أَرَدْتُكَ فَأَرِدْني وَإِنّي أَقْبـَلْتُ بِوَجْهي إِلَيْكَ فَلا تـُعْرِضْ بِوَجْهِكَ عَنّي فَإِنْ كُنـْتَ عَلَيَّ ساخِطاً فَتُبْ عَلَيَّ وَارْحَمْ مَسيري إِلي ابْنِ حَبيبِكَ أَبْتـَغي بِذلِكَ رِضاكَ عَنّي فَارْضَ عَنـّي وَلا تـُخَيِّبـْني يا أَرْحَمَ الرّاحِمينَ.
5. Kemudian dengan hati yang khusyu dan tangisan berjalanlah menuju makam Imam Husein as dengan memperbanyak "La Ilaah Illallaah, Allahu Akbar, La Haula Wa La Quwwata Illa Billaah Walhamdulillah" dan bershalawat untuk Rasulullah dan keluarganya khususnya untuk Imam Husein as dan melaknat para pembunuhnya dan orang-orang yang mendukungnya.
6. Lepas sandal dan sepatu dan berjalanlah dengan tawadu.
7. Ketika sampai di pintu Zainabiyah dan menghadap makam Imam Husein as berdiri dan baca 30 kali "Allahu Akbar" kemudian baca doa berikut ini:
لا إله إلا اللهُ في عِلْمِهِ مـُنـْتـَهيَ عِلْمِهِ وَلا إِلـَهَ إِلا اللهُ بَعـْدَ عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ وَلا إله إلا اللهُ مَعَ عِلْمِهِ مـُنـْتـَهيَ عِلْمِهِ وَالْحَمْدُ للهِ فِي عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ وَالْحَمْدُ للهِ بَعـْدَ عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ و الحمد لله مَعَ عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ سُبْحـَانَ اللهِ في عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ و سُبْحـَانَ اللهِ بَعْدَ عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ وَسُبْحـَانَ اللهِ مَعَ عِلْمِهِ مُنْتـَهيَ عِلْمِهِ وَالْحَمْدُ للهِ بِجَميعِ مَحـَامِدِهِ عَلي جَميعِ نِعَمِهِ وَلا إِلهَ إِلا اللهُ وَاللهُ أَكْبـَر وَحـَقٌ لَهُ ذلكَ لا إِلهَ إِلا اللهُ الْحَليمُ الْكَريمُ لا إِلهَ إِلا الله الْعَليُّ الْعَظيمُ لا إِلهَ إِلاَ اللهُ نُورُ السَّمـَاوات السَّبْعِ وَنُورُ الأَرَضينَ السَّبـْعِ وَنُورُ الْعَرْشِ الْعَظيم وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعـَالَمينَ اَلسَّلامُ عَلَيـْكَ يـَا حُجَّةَ اللهِ وَابْنَ حُجَّتِهِ السَّلامُ عَلَيكُمْ يـَا مَلائِكَةَ اللهِ وَزُوّارَ قَبـْرِ ابـْنِ نَبـِيِّ الله.
(IRIB Indonesia)
Ziarah Asyura Bersama Suara Maddah Iran, Ahangaran
Ziarah Kepada Imam Husein as pada hari Asyura
بسم الله الرحمن الرحيم
أللهم صل على محمد وآل محد
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا اَبا عَبْدِاللهِ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يَا بْنَ رَسُولِ اللهِ اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يَا بْنَ اَميرِ الْمُؤْمِنينَ وَابْنَ سَيِّدِ الْوَصِيّينَ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يَا بْنَ فاطِمَةَ سَيِّدَةِ نِساءِ الْعالَمينَ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا ثارَ اللهِ وَابْنَ ثارِهِ وَالْوِتْرَ الْمَوْتُورَ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ وَعَلَى الاَْرْواحِ الَّتي حَلَّتْ بِفِنائِكَ عَلَيْكُمْ مِنّي جَميعاً سَلامُ اللهِ اَبَداً ما بَقيتُ وَبَقِىَ اللَّيْلُ وَالنَّهارُ.
Assalâmu ‘alayka yâ Abâ ‘Abdillâh
Assalâmu ‘alayka yabna Rasûlillâh
Assalâmu ‘alayka yabna amîril mu'minîn
Assalâmu ‘alayka yabna Fâthimah Sayyidati niâil ‘âlamîn
Assalâmu ‘alayka yâ Tsârallâh wabna tsârih wal-witral mawtûr
Assalâmu ‘alayka wa ‘alal arwâhil latî hallat bifinâik, ‘alaykum minnî jamî'an salâmullâhi Abadan mâ baqîtu wa baqiyal laylu wan-nahâr.
Salam atasmu duhai Aba Abdillah
Salam atasmu duhai Putera Rasulullah
Salam atasmu duhai Putera Amirul mukminin, putera Penghulu para washi.
Salam atasmu duhai Putera Fatimah penghulu wanita sedunia.
Salam atasmu ya Tsarallah wabna Tsarih wal-Mitral Mawtur.
Salam atasmu dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu.
Sepanjang hidupku, siang dan malam, aku akan mendoakanmu semua semoga Allah melimpahkan kedaimaian-Nya kepadamu semua.
يا اَبا عَبْدِاللهِ لَقَدْ عَظُمَتِ الرَّزِيَّةُ وَجَلَّتْ وَعَظُمَتِ الْمُصيبَةُ بِكَ عَلَيْنا وَعَلى جَميعِ اَهْلِ الاِْسْلامِ وَجَلَّتْ وَعَظُمَتْ مُصيبَتُكَ فِي السَّماواتِ عَلى جَميعِ اَهْلِ السَّماواتِ، فَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً اَسَّسَتْ اَساسَ الظُّلْمِ وَالْجَوْرِ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِ، وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً دَفَعَتْكُمْ عَنْ مَقامِكُمْ وَاَزالَتْكُمْ عَنْ مَراتِبِكُمُ الَّتي رَتَّبَكُمُ اللهُ فيها، وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً قَتَلَتْكُمْ وَلَعَنَ اللهُ الْمُمَهِّدينَ لَهُمْ بِالَّتمْكينِ مِنْ قِتالِكُمْ، بَرِئْتُ اِلَى اللهِ وَاِلَيْكُمْ مِنْهُمْ وَمِنْ اَشْياعِهِمْ وَاَتْباعِهِمْ وَاَوْلِيائِهِم.
Yâ Abâ ‘Abdillâh laqad ‘azhumatir raziyyah wa jallat wa ‘azhumatil mushîbatu bika, wa ‘alâ jamî'i ahlil islâm, wa jallat wa ‘azhumat mushîbatuka fis samâwâti wa ‘alâ jamî'i ahlis samâwâti, fala'anallâhu ummatan assasat asâsazh zhulmi wal-jawr ‘alaukum Ahlal bayt. Wa la'anallâhu ummatan dafa'atkum ‘an maqâmikum wa azâlat ‘an marâtibikum allatî rattaballâhu fîhâ. Wa la'anallâhu ummatan qatalatkum, wa la'anallâhul mumahhidîna lahum bittamkîni min qitâlikum. Bari'tu ilallâhi wa ilaykum minhum, wa min asy-yâ'ihim wa atbâ'ihim wa awliyâihim.
Duhai Aba Abdillah, sungguh besar musibah yang menimpamu bagi kami dan seluruh kaum muslimin. Sungguh besar musibah yang menimpamu bagi langit dan seluruh penghuninya. Semoga Allah melaknat ummat yang menzalimimu dan menyakitimu duhai keluarga suci Nabi. Semoga Allah melaknat ummat yang menghalangi mu dari kedudukan yang telah Allah tetapkan bagimu. Semoga Allah melaknat ummat yang membunuhmu. Semoga Allah melaknat ummat yang membiarkan mereka memerangimu.
Kunyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa aku berlepas diri dari mereka, dari semua pengikut mereka, dan dari semua pendukung mereka.
يا اَبا عَبْدِاللهِ اِنّي سِلْمٌ لِمَنْ سالَمَكُمْ وَحَرْبٌ لِمَنْ حارَبَكُمْ اِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ، وَلَعَنَ اللهُ آلَ زِياد وَآلَ مَرْوانَ، وَلَعَنَ اللهُ بَني اُمَيَّةَ قاطِبَةً، وَلَعَنَ اللهُ ابْنَ مَرْجانَةَ، وَلَعَنَ اللهُ عُمَرَ بْنَ سَعْد، وَلَعَنَ اللهُ شِمْراً، وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً اَسْرَجَتْ وَاَلْجَمَتْ وَتَنَقَّبَتْ لِقِتالِكَ.
Yâ Abâ ‘Abdillâh innî silmun liman sâlamakum, wa harbun liman hârabakum ilâ yawmil qiyâmah. Wa la'anallâhu âla Ziyâdin wa âla Marwân. Wa la'anallâhu Banî Umayyata qâtibah. Wa la'anallâhubna Marjânah. Wa la'anallâhu ‘Umarabna Sa'din. Wa la'anallâhu Syimran. Wa la'anallâhu ummatan asrajat wa aljamat wa tanaqqabat liqitâlika.
Duhai Aba Abdillah, sungguh kunyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, dan kunyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu sampai hari kiamat. Semoga Allah melaknat keluarga Ziyad dan keluarga Marwan. Semoga Allah melaknat Bani Umayyah yang bersikap kejam kepadamu. Semoga Allah melaknat putera Marjanah. Semoga Allah melaknat Umar bin Sa'd. Semoga Allah melaknat Syimran. Semoga Allah melaknat ummat yang bergabung untuk memerangimu.
بِاَبي اَنْتَ وَاُمّي لَقَدْ عَظُمَ مُصابي بِكَ فَاَسْأَلُ اللهَ الَّذي اََكْرَمَ مَقامَكَ وَاَكْرَمَني اَنْ يَرْزُقَني طَلَبَ ثارِكَ مَعَ اِمام مَنْصُور مِنْ اَهْلِ بَيْتِ مُحَمَّد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ، اَللّـهُمَّ اجْعَلْني عِنْدَكَ وَجيهاً بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ فِي الدُّنْيا وَالاْخِرَةِ.
Bi abî anta wa ummî laqad ‘azhuma mushâbî bika. Fa-as-alullâhal ladzî akrama maqâmaka wa akramanî ay yarzuqanî thalaba tsârika ma'a imâmin manshûrin min ahli bayti Muhammadin shallallâhu ‘alayhi wa âlihi. Allâhummaj'alnî ‘indaka wajîhan bil-Husayn ‘alayhis salâm fid-dun-ya wal-âkhirah.
Demi ayahku dan ibuku, sungguh besar bagiku musibah yang telah menimpamu. Aku memohon kepada Allah yang telah memuliakan kedudukanmu dan memuliakanku karenamu. Semoga Allah mengkaruniakan kepadaku kesempatan untuk membelamu bersama Imam Shahibuz zaman dari Keluarga Muhammad saw. Ya Allah, jadikan aku orang yang mulia di sisi-Mu bersama Al-Husein (a.s) di dunia dan di akhirat.
يا اَبا عَبْدِاللهِ اِنّي اَتَقَرَّبُ اِلى اللهِ وَ اِلى رَسُولِهِ وَاِلى اَميرِ الْمُؤْمِنينَ وَاِلى فاطِمَةَ وَاِلَى الْحَسَنِ وَاِلَيْكَ بِمُوالاتِكَ وَبِالْبَراءَةِ مِمَّنْ اَسَسَّ اَساسَ ذلِكَ وَبَنى عَلَيْهِ بُنْيانَهُ وَجَرى فِي ظُلْمِهِ وَجَوْرِهِ عَلَيْكُمْ وَعلى اَشْياعِكُمْ، بَرِئْتُ اِلَى اللهِ وَاِلَيْكُمْ مِنْهُمْ وَاَتَقَرَّبُ اِلَى اللهِ ثُمَّ اِلَيْكُمْ بِمُوالاتِكُمْ وَمُوالاةِ وَلِيِّكُمْ وَبِالْبَراءَةِ مِنْ اَعْدائِكُمْ وَالنّاصِبينَ لَكُمُ الْحَرْبَ وَبِالْبَراءَةِ مِنْ اَشْياعِهِمْ وَاَتْباعِهِمْ.
Yâ Abâ ‘Abdillâh innî ataqarrabu ilallâhi wa ilâ Rasûlihi wa ilâ Amîril mu'minîna wa ilâ Fâthimah, wa ilal Hasani wa ilayka bimuwâlâtika wa bil-barâati mimman assasa asâsa dzâlika. Wa banâ ‘alayhi bun-yânahu wa jarâ fî zhulmihi wa jawrih ‘alaykum wa ‘alâ asyyâ'ikum. Bari'tu ilallâhi wa ilaykum minhum wa ataqarrabu ilallâhi, tsumma ilaykum bi-muwâlâtikum wa muwâlâti waliyyikum. Wa bil-barâati min a'dâikum wan-nâshibîna lakumul harbu, wa bilbarâati min asyyâ'ihim wa atbâ'ihim.
Duhai Aba Abdillah, aku mendekatkan diri kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Amirul mukminin, kepada Fatimah, kepada Al-Hasan, dan kepadamu dengan wilayahmu. Aku berlepas diri dari orang yang menzalimimu dan menzalimi para pengikutmu. Kunyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa aku berlepas diri dari mereka. Aku mendekatkan diri kepada Allah dan kepadamu dengan kecintaan kepadamu dan kepada orang yang kau cintai. Aku berlepas diri dari musuh-musuhmu, dari semua yang menentangmu dan memerangimu, dan semua pengikut dan pendukung musuh-musuhmu.
اِنّي سِلْمٌ لِمَنْ سالَمَكُمْ وَحَرْبٌ لِمَنْ حارَبَكُمْ وَوَلِىٌّ لِمَنْ والاكُمْ وَعَدُوٌّ لِمَنْ عاداكُمْ
Innî silmun liman sâlamakum, wa harbun liman hârabakum, wa waliyyun liman wâlâkum, wa ‘aduwwun liman ‘âdâkum.
Sungguh kunyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, kunyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu; menolong orang yang menolongmu, dan memusuhi orang yang memusuhimu.
فَاَسْأَلُ اللهَ الَّذي أكْرَمَني بِمَعْرِفَتِكُمْ وَمَعْرِفَةِ اَوْلِيائِكُمْ وَرَزَقَنِى الْبَراءَةَ مِنْ اَعْدائِكُمْ اَنْ يَجْعَلَني مَعَكُمْ فِي الدُّنْيا وَالاْخِرَةِ وَاَنْ يُثَبِّتَ لي عِنْدَكُمْ قَدَمَ صِدْق فِي الدُّنْيا وَالاْخِرَةِ وَاَسْأَلُهُ اَنْ يُبَلِّغَنِى الْمَقامَ الَْمحْمُودَ لَكُمْ عِنْدَ اللهِ وَاَنْ يَرْزُقَني طَلَبَ ثاري مَعَ اِمام هُدىً ظاهِر ناطِق بِالْحَقِّ مِنْكُمْ وَاَسْألُ اللهَ بِحَقِّكُمْ وَبِالشَّأنِ الَّذي لَكُمْ عِنْدَهُ اَنْ يُعْطِيَني بِمُصابي بِكُمْ اَفْضَلَ ما يُعْطي مُصاباً بِمُصيبَتِهِ مُصيبَةً ما اَعْظَمَها وَاَعْظَمَ رَزِيَّتَها فِي الاِْسْلامِ وَفِي جَميعِ السَّماواتِ وَالاْرْضِ.
Fa-as-alullâhal ladzî akramanî bima'rifatikum wa ma'rifati awliyâikum, wa razaqanil barâata min a'dâikum ay yaj'alanî ma'akum fid-dun-yâ wal-âkhirah. Wa ay yutsabbitalî ‘indakum qadama shidqin fid-dun-yâ wal-âkhirah. Wa as-aluhu ay yuballighanil maqâmal mahmûda lakum ‘indallâhi, wa ay yarzuqanî thalaba tsârî ma'a imâmin hudâ zhâhirin nâthiqin bil-haqqi minkum. Wa as-alullâha bihaqqikum wa bits-tsa'nil ladzî lakum ‘indahu ay yu'thiyanî bimushâbî bikum afdhala mâ yu'thî mushâban bimushîbatihi mushîbatan mâ a'zhamahâ wa a'zhama raziyyatahâ fil islâmi wa fî jamî'is samâwâti wal-ardhi.
Aku memohon kepada Allah yang telah memuliakanku dengan mengenalmu dan mengenal para kekasihmu. Aku memohon kepada Allah yang telah menganugrahkan kepadaku keterlepasan diri dari musuh-musuhmu. Semoga Allah menjadikan aku orang yang senantiasa bersamamu di dunia dan di akhirat. Semoga Allah menetapkan aku di jalan yang benar di dunia dan di akhirat. Aku bermohon semoga Allah menyampaikan aku pada kedudukan yang mulia di sisi Allah, mengkaruniakan kehormatan kepadaku untuk membelamu bersama Imam Shahizuz zaman dari keturunanmu, Imam yang senantiasa berada dalam kebenaran,. Dengan hakmu dan kedudukanmu di sisi-Nya dan dengan merasakan musibah yang menimpamu dan ujian yang paling besar yang pernah terjadi di bumi dan di langit dan sepanjang sejarah Islam, aku memohon kepada Allah semoga Allah menganugrahkan kepadaku karunia yang paling agung
اَللّهُمَّ اجْعَلْني فِي مَقامي هذا مِمَّنْ تَنالُهُ مِنْكَ صَلَواتٌ وَرَحْمَةٌ وَمَغْفِرَةٌ
Allâhummaj'anî fî maqâ hâdâ mimman tanâluhu minka shalawâtun wa rahmatun wa maghfirah.
Ya Allah, dengan ziarah ini jadikan aku orang yang memperoleh kesejahteraan, rahmat dan pengampunan dari-Mu.
اَللّهُمَّ اجْعَلْ مَحْياىَ مَحْيا مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وَمَماتي مَماتَ مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد.
Allâhummaj'al mahyâya mahyâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa mamâtî mamâta Muhammadin wa âli Muhammad.
Ya Allah, jadikan hidupku seperti kehidupan Muhammad dan keluarga Muhammad, dan matiku seperti wafatnya Muhammad dan keluarga Muhammad.
اَللّهُمَّ اِنَّ هذا يَوْمٌ تَبَرَّكَتْ بِهِ بَنُو اُمَيَّةَ وَابْنُ آكِلَةِ الاَْكبادِ اللَّعينُ ابْنُ اللَّعينِ عَلى لِسانِكَ وَلِسانِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ فِي كُلِّ مَوْطِن وَمَوْقِف وَقَفَ فيهِ نَبِيُّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ، اَللّهُمَّ الْعَنْ اَبا سُفْيانَ وَمُعاوِيَةَ وَيَزيدَ ابْنَ مُعاوِيَةَ عَلَيْهِمْ مِنْكَ اللَّعْنَةُ اَبَدَ الاْبِدينَ.
Allâhumma inna hâdzâ yawmun tabarrakat bihi banû Ummayata wabnu âkilatil akbâdil la'în ibnul la'în ‘alâ lisânika wa lisâni nabiyyika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi fi kulli mawthinin wa mawqifin waqafa fîhi nabiyyika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi. Allâhummal'an Abâ Sufyân wa Mu'âwiyah wa Yazîdabna Mu'âwiyyah ‘alayhim minkal la'natu abadal abidîn.
Ya Allah, hari ini adalah hari yang dianggap penuh berkah oleh Bani Umayyah, putera pemakan jantung yang terlaknat putera yang terlaknat. Mereka menganggap hari ini hari penuh berkah dengan memalsukan firman-Mu dan sabda Nabi-Mu saw. Ya Allah, laknatlah Abu Sufyan dan Mu`awiyah dengan laknat yang abadi dari-Mu.
وَهذا يَوْمٌ فَرِحَتْ بِهِ آلُ زِياد وَآلُ مَرْوانَ بِقَتْلِهِمُ الْحُسَيْنَ صَلَواتُ اللهِ عَلَيْهِ، اَللّهُمَّ فَضاعِفْ عَلَيْهِمُ اللَّعْنَ مِنْكَ وَالْعَذابَ الاَْليمَ.
Wa hâdzâ yawmun farihat bihi âlu Ziyâdin wa âlu Marwân biqatlihimul Husayn shalâwâtullâhi ‘alayhi. Allâhumma fadhâ'if ‘alahimul la'na minka wal-‘adzâbal alîm.
Hari ini adalah hari berpesta pora keluarga Ziyad dan keluarga Marwan karena telah berhasil membunuh Al-Husein (as). Ya Allah, lipat-gandakan kepada mereka laknat dari-Mu dan azab yang pedih.
اَللّهُمَّ اِنّي اَتَقَرَّبُ اِلَيْكَ فِي هذَا الْيَوْمِ وَفِي مَوْقِفي هذا وَاَيّامِ حَياتي بِالْبَراءَةِ مِنْهُمْ وَاللَّعْنَةِ عَلَيْهِمْ وَبِالْمُوالاةِ لِنَبِيِّكَ وَآلِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ اَلسَّلامُ.
Allâhumma innî ataqarrabu ilayka fî hâdzâl yawm wa fî mawqifî hâdzâ wa ayyâmi hayâtî bilbarâati minhum, wal-la'nati ‘alayhim wa bil-muwâlâti linabiyyika wa âli nabiyyika ‘alayhi wa ‘alayhimus salâm
Ya Allah, aku mendekatkan diri kepada-Mu pada hari ini dan pada hari-hari sepanjang hidupku, dengan berlepas diri dari mereka dan melaknat mereka, dengan mencintai Nabi-Mu dan keluarga Nabi-Mu saw.
اَللّهُمَّ الْعَنْ اَوَّلَ ظالِم ظَلَمَ حَقَّ مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وَآخِرَ تابِع لَهُ عَلى ذلِكَ، اَللّهُمَّ الْعَنِ الْعِصابَةَ الَّتي جاهَدَتِ الْحُسَيْنَ (عليه السلام) وَشايَعَتْ وَبايَعَتْ وَتابَعَتْ عَلى قَتْلِهِ، اَللّهُمَّ الْعَنْهُمْ جَميعاً.
Allâhummal'an awwala zhâlimin zhalama haqqa Muhammadin wa âli Muhammad, wa âkhira tâbi'in lahû ‘alâ dzâlik. Allâhummal'anil ‘ishâbatal latî jâhadatil Husayn (‘alayhis salâm) wa syâya'at wa bâya'at wa tâba'at ‘alâ qatlih. Allâhummal'anhum jamî'â.
Ya Allah, laknatlah orang yang pertama kali mezalimi hak Muhammad dan keluarga Muhammad, laknat juga orang yang mengikutinya. Ya Allah, laknatlah mereka yang memerangi Al-Husein dan para pengikutnya dan mereka yang berbaiat kepada Yazid untuk membunuh Al-Husein (as). Ya Allah, laknatlah mereka semua.
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا اَبا عَبْدِاللهِ وَعَلَى الاَْرْواحِ الَّتي حَلَّتْ بِفِنائِكَ عَلَيْكَ مِنّي سَلامُ اللهِ اَبَداً ما بَقيتُ وَبَقِيَ اللَّيْلُ وَالنَّهارُ وَلا جَعَلَهُ اللهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنّي لِزِيارَتِكُمْ.
Assalâmu ‘alayka yâ Abâ ‘Abdillâh wa ‘alal arwâhil latî hallat bifinâika ‘alayka minnî salâmullâhi Abadan mâ baqîtu wa baqiyal laylu wan-nahâr, wa lâ ja'alahullâhu âkhiral a'hdi minnî liziyâtikum.
Salam atasmu wahai Aba Abdillah dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu. Kupanjatkan doa sepanjang hidupku, siang dan malam, semoga Allah senantiasa melimpahkan kedamaian-Nya kepadamu. Semoga Allah tidak menjadikan ziarahku ini sebagai ziarah yang terakhir kepadamu.
اَلسَّلامُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَعَلى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَوْلادِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَصْحابِ الْحُسَيْنِ.
Assalâmu ‘alal Husayn wa ‘alâ Aliyyibnil Husayn wa ‘alâ awlâdil Husayn wa ‘alâ ashhâbil Husayn.
Salam pada Al-Husein, salam pada Ali bin Al-Husein, salam pada semua putera Al-Husein, salam pada semua sahabat Al-Husein.
اَللّهُمَّ خُصَّ اَنْتَ اَوَّلَ ظالِم بِاللَّعْنِ مِنّي وَابْدَأْ بِهِ اَوَّلاً ثُمَّ (الْعَنِ) الثّانيَ وَالثّالِثَ وَالرّابِعَ اَللّهُمَّ الْعَنْ يَزيدَ خامِساً وَالْعَنْ عُبَيْدَ اللهِ بْنَ زِياد وَابْنَ مَرْجانَةَ وَعُمَرَ بْنَ سَعْد وَشِمْراً وَآلَ اَبي سُفْيانَ وَآلَ زِياد وَآلَ مَرْوانَ اِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ.
Allâhumma khushsh Anta awwala zhâlimin billa'ni minnî, wabda' bihi awwalan tsummal'anits tsânî wats-tsâlitsa war-râbi'a. Allâhummal'an Yazîda khâmisan, wal'an ‘Ubaydallâhibna Ziyâdin wabna Marjânah wa ‘Umarabna Sa'din wa Syimran wa âla Abi Sufyân wa âla Marwân ilâ yawmil qiyâmah.
Ya Allah, khususkan laknat dariku kepada orang zalim yang pertama. Mulailah laknat itu kepada orang yang pertama, kepada yang kedua, kepada yang ketiga, dan kepada yang keempat. Ya Allah, laknatlah Yazid sebagai yang kelima. Laknat juga Ubaidillah bin Ziyad, putera Marjanah, Umar bin Sa`d, Syimran, keluarga Abu Sofyan, keluarga Ziyad, dan keluarga Marwan sampai hari kiamat.
Kemudian sujud sambil membaca:
اَللّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ حَمْدَ الشّاكِرينَ لَكَ عَلى مُصابِهِمْ اَلْحَمْدُ للهِ عَلى عَظيمِ رَزِيَّتي اَللّـهُمَّ ارْزُقْني شَفاعَةَ الْحُسَيْنِ يَوْمَ الْوُرُودِ وَثَبِّتْ لي قَدَمَ صِدْق عِنْدَكَ مَعَ الْحُسَيْنِ وَاَصْحابِ الْحُسَيْنِ اَلَّذينَ بَذَلُوا مُهَجَهُمْ دُونَ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ.
Allâhumma lakal hamdu hamdasy syâkirîna laka ‘alâ mushâbihim. Alhamdu lillâhi ‘alâ azhîmi raziyyatî. Allâhummarzuqnî syafâ'atal Husayn yawmal wurûd, wa tsabbitlî qadama shidqin ‘indaka ma'al Husayn wa ashhâbil Husayn allâdzî badzalû muhajuhum dûnal Husayn ‘alayhis salâm.
Segala puji bagi Allah pujian orang-orang yang bersyukur kepada-Mu ketika mereka mendapat musibah. Segala puji bagi Allahyang telah memberi ujian yang besar kepadaku. Ya Allah, karuniakan kepadaku syafaat Al-Husein pada hari kiamat. Kokoh pijakanku pada kebenaran di sisi-Mu bersama Al-Husein dan sahabat-sahabat Al-Husein yang telah mencurahkan kesungguhannya dalam membela Al-Husein (as).
(Mafatihul Jinan, bab 3, Pasal 7, halaman 456)
(IRIB Indonesia/Shalatdoa.blogspot)
Jadwal Asyuro Indonesia 10 Muharram 1433 H
ALQOIMKALTIM.COM (Red : Enoz Trapfosi) – Malam-malam duka telah dilalui selama 9 hari bersama Ustadz Moh. Zen Alatas dari Malang di Huseiniyah yayasan Al-Qo’im Kalimantan Timur Samarinda dalam rangka Majelis Aza’ mengenang tragedi kemanusiaan sekaligus tragedi keadilan yang menimpa cucunda baginda Nabi Muhammad SAW atau yang umum dikenal sebagai peringatan 10 Asyura atau 10 Muharam di mana al-Husain AS beserta keluarga dan sahabatnya dibantai di Padang Karbala Irak.
Puncak dari peringatan Asyura bagi para pecinta Ahlul Bait Kaltim dilaksanakan besok siang 06/12/11 di Gedung Pramuka Jalan M. Yamin Belakang Mall Lembuswana Samarinda Kaltim. Peringatan 10 Muharam 1433 H kali ini menghadirkan Ustadz Ahmad Baragbah dari Pekalongan Jateng sebagai Pembaca Maqtal dan Ustadz Moh. Zen Alatas sebagai pembaca Maktam.
Peringatan Asyura ini dilaksanakan oleh Yayasan Almuntazar Duabelas bekerjasama dengan yayasan-yayasan di Kalimantan Timur diantaranya adalah Yayasan Al-Qo’im Kaltim, Yayazan Az-Zahra Balikpapan, Yayasan Ghipari Tenggarong, YAPIB Penajam Paser Utara, serta Yayasan Gerbang Ilmu Sangata.
Asyura di Palembang dan Surabaya
Sementara itu bagi warga pecinta Ahlul Bait Sumatera Selatan peringatan Asyura dilaksanakan besok tanggal 06/12/11di Gedung Wanita Sriwijaya Jalan Rajawali Palembang.
Untuk Pelaksanaan peringatan Asyura di Surabaya dilaksanakan tadi siang Senin 05/12/11 di Gedung Graha Indrapura Badan Litbangkes Departemen Kesehatan Jalan Indrapura 17 dekat Masjid kemayoran/Takmiriyah Menghadirkan Ustadz Usman Shahab sebagai pengisi Hikmah Asyura 1 dilanjutkan oleh Ustadz Husein Shahab sebagai pembicara Hikmah Asyura 2, Pembaca Maqtal oleh Ustadz Ahmad Baragbah Pekalongan dan Sayyid Abdurrahman al-Mahdali dari Aceh sebagai pembaca Maktam.
Sedang di Banjarmasin, insyaAllah dilaksanakan di Gedung Wisma Antasari Banjarmasin depan Bank Indonesia hari Selasa jam 1 siang hingga jam 4 sore menghadirkan Penceramah/Maktal al Habib al Ustadz Abdillah Ba'bud dan pembacaan Maktam oleh al Habib al Ustadz Husein Segaf Assegaf (sumber:Yayasan Amanah Syahadah Banjarmasin 2011), untuk Jakarta yang mengagendakan Asyuro Nasional :gedung puri Garini Halim perdanakusumah jakarta 6 desember 2011 jam 12.00 - 16.00
Nabi Kepada Aisyah: Mengapa Aku Begitu Mencintai Husein?
Aisyah binti Abu Bakar, isteri Nabi Muhammad Saw terheran-heran menyaksikan betapa Nabi begitu sabar bermain dengan cucunya, Husein. Setiap kali menyaksikan tawa renyah kekanak-kanakan Husein, membuatnya berpikir. Namun kejadian ini terjadi berulang-ulang dan membuatnya tidak tahan. Akhirnya, Aisyah bertanya kepada Nabi, "Wahai Rasulullah! Seberapa besar engkau mencintai anak-anak? Ketika Husein berada di sisimu, engkau terlihat begitu gembira dan ceria."
Nabi menjawab, "Mengapa aku begitu mencintai Husein? Ia adalah buah hatiku dan cahaya mataku. Namun ia akan dibunuh oleh orang-orang zalim. Ketahuilah bahwa siapa yang menziarahinya pasca syahadahnya, Allah akan menuliskan baginya pahala ibadah haji dariku."
Mendengar ucapan Nabi, Aisyah semakin takjub dan bertanya, "Pahala satu dari ibadah hajimu?"
Nabi menjawab, "Bahkan sama dengan dua ibadah hajiku."
Seakan tidak percaya apa yang didengarnya, Aisyah kembali bertanya, "Pahala dua dari ibadah hajimu?"
Nabi menjawab, "Bahkan sama dengan tiga ibadah hajiku."
Aisyah kembali mengulangi pertanyaan dan Nabi menjawabnya. Kejadian ini terus berulang hingga akhirnya Nabi berkata, "Allah akan memberikan pahala 90 haji dari ibadah haji Rasulullah ditambah pahala ibadah umrahnya kepada orang yang berziarah ke kuburan Husein as."
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Husein (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
Kepala Urusan Da`wah di Pusat Penelitian Al-Azhar, Mesir mengatakan, "Bangsa yang menuntut hak dan kebebasan harus belajar keteguhan, kesabaran dan iman dari Imam Husein as."
Sheikh Abdul Aziz al-Najjar pada Selasa petang (6/12) kepada televisi al-Alam menandaskan, "Umat Islam harus mengambil pelajaran dari sikap Imam Husein as pada hari ke-10 Muharram tahun 61 H. Hari itu adalah hari berperangnya antara kebenaran dan kebatilan; sebagaimana yang kita ketahui pertarungan antara kebenaran dan kebatilan akan selalu ada di setiap masa dan tempat."
Sheikh Abdul Aziz menambahkan, Imam Husein as mengajarkan kepada para penuntut hak supaya tetap bertahan dan ketahuilah bahwa kebenaran pasti menang serta tidak ada sesuatupun yang dapat mengalahkan kebenaran. Jika para penuntut hak gugur, maka itu lebih baik dari pada tunduk dan terhina di hadapan orang-orang zalim.
Di akhir pernyataannya, Sheik Abdul Aziz menyeru kepada mereka yang menuntut kebebasan untuk belajar dari sikap dan kesabaran Imam Husein as dalam menghadapi kezaliman. "Orang yang membunuh Imam Husein as menunjukkan bahwa setiap penindas dari pihak batil akan menciptakan kekacauan di dunia dan mereka yang berada di sekitar penguasa zalim akan menebarkan rasa takut di hati rakyat. (IRIB Indonesia/RA)
Bantahan atas Tulisan: Siapa Pembunuh Al Husain Radhiyallahu 'anhuma? Yazid dalam Timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah
|
Ismail Amin
Pada tahun 62 H sekelompok warga Madinah pergi ke Syam. Dengan mata kepala mereka sendiri mereka menyaksikan perbuatan mungkar Yazid bin Muawiyah. Dari sinilah mereka sadar bahwa khalifah yang berkuasa atas kaum muslimin adalah orang yang tidak mengenal agamanya. Setibanya di kota Madinah, mereka menceritakan apa yang terjadi di Syam kepada penduduk Madinah. Mereka mengutuk Yazid. Abdullah bin Handhalah ra yang juga ikut pegi ke Syam berkata, "Wahai penduduk Madinah, kami baru saja tiba dari Syam. Kami sempat bertemu dan bertatap muka langsung dengan Yazid. Ketahuilah bahwa dia adalah seorang yang tidak mengenal agamanya. Dia adalah seorang yang meniduri ibu, anak dan saudara sekaligus. Yazid adalah seorang peminum khamar, yang tidak melaksanakan kewajiban shalat dan bahkan membantai anak keturunan Nabi."
Mendengar hal itu, penduduk Madinah bertekad menarik kembali baiat mereka kepada Yazid. Tak cukup sampai disitu, mereka juga mengusir guberbur Madinah yang bernama Utsman bin Muhammad bin Abu Sufyan. Berita pembangkangan penduduk kota Madinah sampai ke telinga Yazid. Yazid mengirimkan bala tentaranya dalam jumlah besar dipimpin oleh Muslim bin Uqbah untuk menumpas gerakan Warga Madinah. Selama tiga hari pasukan Yazid membantai warga Madinah. Darah membanjiri lorong-lorong kota Madinah hingga membasahi makam suci Rasulullah dan Masjid Nabawi.
Selain tujuh ratus tokoh Muhajirin dan Anshar, sepuluh ribu kaum muslimin penduduk Madinah terbantai secara mengerikan dalam peristiwa tersebut. Yazid dalam perintahnya menghalalkan apapun yang dilakukan pasukannya terhadap penduduk Madinah selama 3 hari. Sekedar untuk memberikan gambaran kekejian yang mereka lakukan, Abu Al Hasan Al Madani mengatakan, "Setelah peristiwa Harrah di kota Madinah, sebanyak seribu wanita melahirkan tanpa suami."
Kisah yang bukan dongeng ini ditulis oleh banyak sejarahwan muslim, diantaranya, Sibt Ibn Al-Jauzi dalam kitabnya Al-Tadzkirah hal 63. Ibnu Katsir—rahimahullah—berkata, "Yazid telah bersalah besar dalam peristiwa Al Harrah dengan berpesan kepada pemimpin pasukannya, Muslim bin Uqbah untuk membolehkan pasukannya memanfaatkan semua harta benda, kendaraan, senjata, ataupun makanan penduduk Madinah selama tiga hari". Yang dalam peristiwa tersebut terbunuh sejumlah sahabat nabi dan anak-anak mereka. Bagaimanakah Islam menyikapi tragedi ini?
Sikap Islam terhadap Pembunuh Sahabat Nabi
Tragedi Al-Harrah adalah tragedi besar pasca tragedi terbantainya keluarga nabi di Karbala. Yazid tidak merasa puas berusaha menghabisi keluarga nabi namun juga berupaya menumpas habis sahabat-sahabat nabi dan anak-anak mereka. Dalam peristiwa tersebut terbunuh sekitar tujuh ratus sahabat nabi, yang mengantongi curicullumvitae keutamaan berjihad bersama nabi. Diantaranya, Abdullah bin Handhalah ra, anak sahabat nabi yang dimandikan oleh malaikat setelah syahid dalam perang. Menyikapi Yazid, PP Wahdah Islamiyah (selanjutnya dibaca WI) dalam situs resminya memposting artikel, bahwa sikap Ahlus Sunnah wal Jama'ah terhadap Yazid bin Muawiyah adalah tidak mencela tapi tidak pula mencintainya dengan dalih agama Islam tidak dibangun di atas celaan melainkan dibangun di atas akhlak mulia. Maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat sedikitpun dalam agama Islam.. Sesuaikah sikap tersebut dengan prinsip-prinsip dalam Islam? Mari kita lihat sikap Islam yang berdasar pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Imam Bukhari dan Imam Muslim menulis dalam kitab shahih mereka, Rasulullah saww bersabda, "Barang siapa menakut-nakuti penduduk Madinah dengan kedzalimannya, maka Allah akan membuatnya takut. Baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Di hari kiamat kelak, Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatannya."
Pertanyaannya, apakah melakukan pembunuhan massal, merampas harta dan kehormatan kaum muslimah pada peristiwa Al-Harrah tidak termasuk menakut-nakuti penduduk Madinah?. Berdasarkan hadits ini, Yazid adalah orang yang dikutuk oleh Allah, para malaikat dan seluruh umat manusia. Selanjutnya, pada peristiwa tersebut terbunuh ratusan sahabat nabi, bagaimanakah sikap Rasulullah saww terhadap pembunuh sahabat-sahabatnya?. Pada Shahih Bukhari Jilid 5 hal 132 bab Ghaswah Ar-Raji'i wa ri'li wa dzakwan. Riwayat ini diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa Bani Raji'i, Dzakwan, Ushayyah dan Bani Hayan meminta bantuan Rasulullah saww untuk membantu mereka menghadapi musuh. Rasulullah saww mengirimkan 70 sahabat terbaik dari kalangan Anshar yang terkenal sebagai Al-Qurra' (pembaca Al-Qur'an). Namun ketika mereka sampai pada sumber mata air yang bernama Bi-ir Ma'unah, dengan licik 70 sahabat Anshar tersebut mereka bunuh. Rasulullah sangat berduka atas peristiwa ini, dan selama satu bulan beliau membaca qunut melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana perasaan Rasulullah saww, sahabat-sahabatnya dibantai oleh yang mengaku sebagai khalifah Rasulullah.
Lalu kemudian, generasi selanjutnya datang mengaku sebagai pengikut dan pembela sunnah nabi namun kemudian menyebarkan ajaran Islam yang dibangun di atas akhlak yang mulia, saking mulianya mereka menulis, "…maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat sedikitpun dalam agama Islam". Tidak adakah tempat dalam Islam bagi Rasulullah saww yang mencela dan melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya?. Bahkan Allah SWT sendiri, Penguasa alam semesta, bagi mereka tidak memiliki tempat dalam Islam, sebab Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka." (Qs. Al-Ahzab : 57). Ayat ini menegaskan Allah SWT melaknat dan mencela orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat, sedangkan bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah (versi WI) Islam tidak memberi tempat sedikitpun bagi para pencela.
Keterlibatan Yazid dalam Tragedi Karbala
Dalam artikel tersebut ada upaya jelas untuk mengarahkan opini kaum muslimin agar menyalahkan pengkhianatan penduduk Kufah yang terlibat tidak langsung dibanding mereka yang terlibat langsung membantai keluarga Nabi di Karbala. Lebih mengerikannya lagi, mereka menyebut penduduk Kufah yang berkhianat dan tidak menolong Imam Husain as, keluarga dan pengikutnya adalah kelompok Syiah. Inilah fitnah terbesar mereka terhadap Syiah. Apakah mereka tidak tahu, bahwa dalam makna lafadsnya saja sudah jelas, Syiah berarti pengikut, pembela dan golongan?. Fairuzabadi dalam al-Qamus mengenai kata Sya'a mengatakan Syi'aturrajul adalah , golongan, pengikut dan pembela seseorang. Dalam Al-Qur'an Surah As-Saffat ayat 83 tertulis, "Wa inna min syiah tihi laa ibrahima" artinya "Dan sesungguhnya Ibrahim termasuk golongannya (Nuh)".
Ketika ada yang mengatakan sebagai Syiah Nabi maka berarti pengikut dan pembela Nabi. Begitu juga dengan Syiah Imam Husain as. Karenanya dimana Syiah pada waktu terjadi tragedi Karbala?. Mereka turut terbantai bersama Imam Husain as, mereka meneguk cawan syahadah bersama penghulu pemuda surga. Lalu siapakah orang-orang Kufah yang mengundang Imam Husain as dan menyatakan kesediaan meraka berbaiat dan rela mati bersama Al-Husain?. Kalaupun mereka mengaku dan bersaksi sebagai Syiah Imam Husain as, maka persaksian mereka akan tertolak secara sendirinya kalau ternyata mereka tidak mampu memberikan bukti atas kesaksian tersebut. Menghukumi pengkhianatan orang-orang Kufah sebagai pengkhianatan orang-orang Syiah adalah tidak adil dan termasuk kejahatan intelektual sebab Syiah sendiri berlepas dari mereka. Lalu kemana Ahlus Sunnah pada waktu itu?. Ini yang secara pribadi ingin saya gugat, apa bedanya mereka dengan penduduk Kufah yang tidak memberi pembelaan dan pertolongan kepada keluarga nabi?. Mereka tidak memberi respon apa-apa terhadap peristiwa tersebut. Ya, mereka bisa jadi tidak memiliki tenaga yang cukup untuk berjihad bersama Imam Husain as sebab mereka hari itu berpuasa sesuai 'perintah' nabi, “Ia (puasa) ‘Asyura, menghapus dosa tahun lalu.” (HR. Muslim). Atau mereka menganggap Imam Husain as tidak layak mendapat pertolongan, sementara mereka sendiri mengakui Imam Husain as terbunuh secara dzalim.
Mereka yang mengaku Ahlus Sunnah (padahal jauh dari sunnah) berupaya mengubur dalam-dalam tragedi ini, agar tidak lagi diperbincangkan dan menjadi ingatan bagi kaum muslimin. Di hari Asyura mereka melakukan tiga hal, berpuasa, mengecam Syiah dan membela Yazid, tidak melaknat dan juga tidak mencintainya. Mereka berupaya mengampuni Yazid dengan dalil hadits dari Rasulullah saww, "Pasukan yang paling pertama menyerang Romawi diampuni." (HR. Bukhari). Kalaupun benar hadits ini shahih dan ekspedisi ini dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah, itu tidak memberi dampak apa-apa terhadap pengampunan kedzalimannya kepada keluarga dan sahabat-sahabat nabi. Sebab penyerangan tersebut terjadi pada tahun 49 H, pengampunan dimaknai sebagai terhapusnya dosa-dosa yang telah dilakukan, seseorang tidak diampuni karena dosa-dosa yang belum dilakukannya. Sementara tragedi Karbala terjadi pada tahun 61 H dan tragedi Al-Harrah pada tahun 63 H, jauh setelah ekspedisi Yazid ke Romawi. Kalau mau tetap memaksakan diri menafsirkan hadits Rasulullah saww tersebut bahwa yang dimaksud diampuni adalah dosa setelah dan yang akan datang, maka harus kita akui, Yazid lebih tinggi keutamaannya dibanding sahabat-sahabat utama nabi (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali –ridha Allah atas mereka-) sebab tidak ada pernyataan nabi yang menggambarkan keutamaan sebagaimana yang dimiliki Yazid sebagai pemimpin pasukan menyerang Romawi, yang terampuni dosa-dosanya sebesar dan sedzalim apapun.
Apakah dosa membunuh keluarga nabi dan sahabat-sahabatnya akan terampuni sementara Allah SWT berfirman, "Barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam. Dia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya." (Qs. An-Nisa : 93). Di ayat yang lain, "Yaitu hari yang tidak berguna bagi orang-orang dzalim permintaan maaf mereka, bagi mereka laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk." (Qs. Al-Mu'min : 52). Ayat lainnya, "Ingatlah, laknat Allah ditimpakan atas orang-orang yang dzalim." (Qs. Hud: 18) dan masih banyak ayat lain yang bernada serupa.
Kalau dikatakan Yazid menyesali terbunuhnya Imam Husain as dan nampak terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya, lalu apa tindakannya terhadap pembunuh Imam Husain as, apakah dia memberikan hukuman kepada Ubaidillah bin Ziyad? Memecatnya sebagai gubernur pun tidak sama sekali. Tindakan memulangkan secara hormatpun keluarga nabi yang tersisa ke Madinah, tidak memiliki arti apa-apa, tanpa memberikan hukuman kepada pembunuh Imam Husain as. Bahkan tahun selanjutnya Yazid memerintahkan untuk menyerang kota Madinah. Kenyataan ini menunjukkan keterlibatan Yazid dalam tragedi Karbala, sebagai khalifah saat itu, dia bertanggungjawab penuh atas tragedi tersebut.
Tentang hadits "Janganlah kalian mencela orang yang telah meninggal dunia, karena mereka telah menyerahkan apa yang telah mereka perbuat." (HR. Bukhari). Benar-benar sangat meragukan telah diucapkan oleh Rasulullah saww sebab itu berarti, kita dilarang membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang bernada celaan dan laknat kepada mereka yang kafir dan dzalim. Bukankah laknat dan celaan Allah SWT tersebar dibanyak ayat kepada Firaun, Qarun, kaum A'ad, Tsamud, Abu Lahab dan secara umum kepada orang-orang kafir, yang kesemuanya adalah orang-orang terdahulu. Meskipun hadits tersebut berkenaan dengan Abu Jahal, namun teks hadits tersebut bermakna umum, yang artinya kita tidak boleh mencela Firaun, Qarun, Abu Lahab dan orang-orang kafir karena telah meninggal dunia dan telah menyerahkan apa yang telah diperbuatnya. Bagaimanapun menurut ijma kaum muslimin, kedudukan Al-Qur'an lebih tinggi dari hadits, karenanya jika matan sebuah hadits bertentangan dengan pesan-pesan Al-Qur'an maka hadits tersebut harus ditolak. Hatta diriwayatkan oleh Imam Bukhari sekalipun.
Apakah dengan dalil-dalil di atas membuat kita tetap bersedia terpengaruh dengan ajakan ustadz-ustadz WI untuk bersikap sama dengan Adz-Dzahabi, "Kita tidak mencela Yazid, tapi tidak pula mencintainya."? Atau bersedia melaknat Yazid, sebagaimana Allah SWT melaknat mereka yang telah menyakiti Rasulullah?. Pilihan anda menunjukkan derajat keimanan anda.
Saya merasa perlu menulis ini, sebab postingan "Siapa Pembunuh Al Husain Radhiyallahu 'anhuma?" di situs resmi Wahdah Islamiyah menurut saya sangat tidak Islami dan menyimpang dari sunnah.
Wallahu 'alam bishshawwab
:
- http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=1941&Itemid=188
Bangil pun "berduka" di 10 Muharram 1433H
Rabu (6/12), YAPI menggelar sebuah even besar berupa Peringatan Hari Syahadah Imam Husein as. –cucu Nabi Muhammad SAW.- atau lebih dikenal dengan Peringatan Asyura’. Sejak malam hari sebelumnya tamu sudah mulai berdatangan dari wilayah sekitar Jawa Timur bahkan sampai luar pulau. Ust. Abdul Aziz sebagai ketua PHBI YAPI menuturkan, pada awalnya acara semacam ini hanya diperuntukkan bagi santri-santri YAPI namun setiap tahun semakin banyak hadirin yang ikut serta memperingatinya. Maka sejak dua tahun belakangan tempat acara yang semula di Masjid Tsaqalain harus dipindahkan ke Arena olahraga indoor di kompleks belakang Pesantren agar mampu menampung tamu lebih banyak.
Agenda tahunan ini digelar sejak pukul 08.30 WIB tepat dengan pembacaan Surah Yasin dan Tahlil yang dipimpin oleh Ust. Ali Ridho bin Husein Al-Habsyi. Dilanjutkan dengan pembacaan syair-syair duka yang menggambarkan keberanian serta pengorbanan Imam Husein as. di padang Karbala. Tampilan santri YAPI dalam lantunan duka ini membuat suasana semakin syahdu hingga tak sedikit dari hadirin yang meneteskan air mata.
Pada acara inti ceramah hikmah Asyura’ disampaikan oleh Ust. Muhammad bin Alwi. Dengan nada yang bersemangat beliau mengajak untuk kembali mengambil pelajaran dari peristiwa Asyura’. Beberapa adegan yang tercatat sejarah kembali beliau utarakan dihadapan hadirin dan tentunya membuat suasana semakin larut dalam duka. Di akhir khutbah beliau menyerukan panggilan Al-Husein di hari Asyura, “Adakah yang akan menolong kami keluarga Muhammad?” yang kemudian disambut oleh para hadirin dengan serempak “Labbaika Ya Husein!... Labbaika Ya Husein!”.
Puncak acara diisi dengan menampilkan drama Asyura’ yang diperankan oleh santri YAPI dan bekerjasama dengan LKAB Jawa Barat. Mereka mengambil beberapa fragmen dalam sejarah yang kemudian ditampilkan di atas pentas menjadi sebuah teatrikal yang menarik.
Demi kelancaran acara, panitia telah menyiapkan keamanan sejak beberapa hari sebelumnya berkoordinasi dengan Polres Pasuruan, Polsek Beji, Polsek Bangil, Koramil, serta pengamanan intern dari PHBI. Sekitar pukul 13.10 WIB acara selesai diadakan dengan jumlah hadirin mencapai hampir 5.000 orang.
Selasa (6/12), YAPI menggelar sebuah even besar berupa Peringatan Hari Syahadah Imam Husein as. –cucu Nabi Muhammad SAW.- atau lebih dikenal dengan Peringatan Asyura’. Sejak malam hari sebelumnya tamu sudah mulai berdatangan dari wilayah sekitar Jawa Timur bahkan sampai luar pulau. Ust. Abdul Aziz sebagai ketua PHBI YAPI menuturkan, pada awalnya acara semacam ini hanya diperuntukkan bagi santri-santri YAPI namun setiap tahun semakin banyak hadirin yang ikut serta memperingatinya. Maka sejak dua tahun belakangan tempat acara yang semula di Masjid Tsaqalain harus dipindahkan ke Arena olahraga indoor di kompleks belakang Pesantren agar mampu menampung tamu lebih banyak.
Agenda tahunan ini digelar sejak pukul 08.30 WIB tepat dengan pembacaan Surah Yasin dan Tahlil yang dipimpin oleh Ust. Ali Ridho bin Husein Al-Habsyi. Dilanjutkan dengan pembacaan syair-syair duka yang menggambarkan keberanian serta pengorbanan Imam Husein as. di padang Karbala. Tampilan santri YAPI dalam lantunan duka ini membuat suasana semakin syahdu hingga tak sedikit dari hadirin yang meneteskan air mata.
Pada acara inti ceramah hikmah Asyura’ disampaikan oleh Ust. Muhammad bin Alwi. Dengan nada yang bersemangat beliau mengajak untuk kembali mengambil pelajaran dari peristiwa Asyura’. Beberapa adegan yang tercatat sejarah kembali beliau utarakan dihadapan hadirin dan tentunya membuat suasana semakin larut dalam duka. Di akhir khutbah beliau menyerukan panggilan Al-Husein di hari Asyura, “Adakah yang akan menolong kami keluarga Muhammad?” yang kemudian disambut oleh para hadirin dengan serempak “Labbaika Ya Husein!... Labbaika Ya Husein!”.
Puncak acara diisi dengan menampilkan drama Asyura’ yang diperankan oleh santri YAPI dan bekerjasama dengan LKAB Jawa Barat. Mereka mengambil beberapa fragmen dalam sejarah yang kemudian ditampilkan di atas pentas menjadi sebuah teatrikal yang menarik.
Demi kelancaran acara, panitia telah menyiapkan keamanan sejak beberapa hari sebelumnya berkoordinasi dengan Polres Pasuruan, Polsek Beji, Polsek Bangil, Koramil, serta pengamanan intern dari PHBI. Sekitar pukul 13.10 WIB acara selesai diadakan dengan jumlah hadirin mencapai hampir 5.000 orang.sumber:
http://www.yapibangil.org/Berita-YAPI/asyura-1433-h-hampir-5000-tamu-hadir.html
0 comments to "Banjarmasin Berduka di "Haul Akbar" cucunda Nabi Muhammad Saww (Jadwal Asyuro Indonesia 10 Muharram 1433 H+Foto)"