Home , , , , , , , , � Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Imam Khomeini (Serial)

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Imam Khomeini (Serial)



Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Imam Khomeini (Bagian Pertama)

Imam Khomeini ra, Pemimpin Besar Revolusi Islam dan pendiri pemerintahan Islam di Iran adalah sosok figur yang paling berpengaruh dalam perjalanan bangsa Iran di zaman ini. Bahkan beliau dapat dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang sangat berpengaruh pada perjalanan sejarah manusia. Beliaulah yang telah menggugah bangsa Iran bahkan umat manusia di dunia untuk bangkit menyuarakan seruan ilahi. Beliau adalah jelmaan dari sosok penyeru kebenaran yang dulu dikumandangkan oleh para nabi dan imam. Bangkit melawan despotisme dan kediktatoran rezim Pahlevi di Iran, Imam Khomeini ibarat pelita yang menyinari kalbu bangsa Iran di era kekelaman dan membawa mereka kepada cahaya.

Gerakan kebangkitan Imam Khomeini telah membalik nasib bangsa Iran. berkat bantuan dan inayah Allah Swt gerakan ini berujung pada kemenangan sebuah revolusi yang Islami. Ayatollah al-Udzma Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam saat ini yang juga salah seorang murid beliau mengatakan, "Setelah para nabi dan wali maksum, keagungan pribadi Imam Khomeini benar-benar tidak bisa dibandingkan dengan kepribadian siapapun juga. Beliau adalah anugerah ilahi kepada kita, hujjah Allah atas kita dan tanda kebesaran Allah. Ketika memandang beliau orang akan mempercayai keagungan para pemimpin agama kita."

Imam Sayid Ruhullah Musavi Khomeini lahir pada tanggal 30 Shahrivar 1281 HS yang bertepatan dengan tanggal 21 September 1902 M di keluarga yang taat dan dikenal dengan ketinggian ilmu di kota Khomein, Iran tengah. Ayah beliau, Ayatollah Sayid Mustafa Musavi, adalah ulama pemberani yang menjadi panutan dan rujukan masyarakat. Dia melawan kekejaman penguasa lokal yang tak menaruh belas kasihan terhadap jiwa dan harta rakyat kecil. Akibat penentangannya itu, dia dibunuh oleh kaki tangan penguasa setempat, saat putranya yang bernama Ruhullah masih berusia lima bulan. Sejak kecil, Ruhullah diasuh oleh ibunya yang dikenal salehah.

Masa kecil dan masa remaja Imam Khomeini bertepatan dengan munculnya pergolakan besar di pentas politik dan sosial Iran, menyusul terjadinya revolusi Konstitusi. Perkembangan itu tak luput dari perhatian remaja yang di kemudian hari akan menjadi pemimpin itu. Kenangan di masa kecil digambarkan oleh Sayid Ruhullah lewat lukisan atau tulisan kaligrafinya. Misalnya, di buku catatan yang ditulis Sayid Ruhullah saat masih berusia 10 tahun, ada ungkapan demikian; "Di manakah kecemburuan Islam? Di manakah gerakan kebangsaan?" Ungkapan tersebut menunjuk ke pergolakan politik saat itu. Saat berusia 15 tahun, Ruhullah harus berpisah dari kasih sayang ibu yang menutup mata untuk selamanya.

Sejak masa kanak-kanak Imam Khomeini yang punya kecerdasan luar biasa mulai menimba ilmu-ilmu agama seperti tata bahasa Arab, mantiq, ushul dan fiqih. Tahun 1297 HS (sekitar 1918 M) beliau melanjutkan pendidikan agama di hauzah ilmiah di kota Arak, Iran tengah. Pada jenjang berikutnya, beliau hijrah ke Qom dan berguru kepada para ulama besar seperti Ayatollah Hairi, yang saat itu menjadi marji Syiah  di Qom. Dengan cepat, Sayid Ruhullah menyelesaikan berbagai jenjang pendidikan yang meliputi ilmu fiqih, ushul, filsafat, irfan dan lainnya hingga mencapai tingkat keilmuan yang tinggi. Saat berusia 27 tahun, beliau menikah dengan Khadijah Tsaqafi, putri salah seorang ulama terkemuka.

Menginjak usia 35 tahun, Sayid Ruhullah sudah dikenal sebagai salah satu ulama muda berbakat di hauzah ilmiah Qom. Banyak santri muda yang berlomba-lomba mengikuti kelas pelajaran beliau. Selain mengajar dan belajar, Imam Khomeini juga aktif menulis. Diantara aktivitas keilmuan beliau adalah terlibat secara langsung untuk memperkokoh hauzah ilmiah yang merupakan pusat pendidikan agama. Seiring dengan itu, jiwa anti kezaliman yang beliau miliki semakin matang. Menurut beliau, memperkuat hauzah dan mempererat hubungan kalangan rohaniawan dengan masyarakat, akan menyelamatkan rakyat dari kezaliman dan penindasan rezim penguasa maupun agresi musuh asing.

Imam Khomeini selalu mengikuti perkembangan negara dan dunia dengan menelaah majalah, koran, buku dan media lainnya. Beliau juga menjalin hubungan dengan para ulama pejuang seperti Ayatollah Nurullah Isfahani dan Ayatollah Sayid Hasan Modarres. Di zaman itu, Reza Khan, raja pertama dinasti Pahlevi memerintah dengan tangan besi. Dia tak memberi kebebasan kepada siapapun untuk menyampaikan pendapat dan pandangan yang berbeda. Reza Khan tak segan memenjarakan, menyiksa, mengasingkan bahkan membunuh siapa saja yang dianggap membahayakan takhtanya.

Naiknya Mohammad Reza Pahlevi ke takhta pada tahun 1320 HS (1941 M), dan relatif kondusifnya suasana, memberi keleluasaan kepada Imam Khomeini dan para ulama untuk beraktivitas. Sampai 20 tahun setelah itu, Imam Khomeini aktif mengajar, menulis dan mendidik para ulama muda. Beliau juga mencermati perkembangan politik yang terjadi khususnya di Iran, termasuk gerakan nasionalisasi minyak tahun 1951.

Ketika Ayatollah al-Udzma Boroujerdi, marji besar Syiah, wafat tahun 1961, nama Ayatollah Khomeini sudah dikenal banyak pihak sebagai sosok ulama dengan ilmu yang luas dan kepribadian akhlak yang mulia. Berbagai kalangan juga mengenal ketajaman pandangan politik beliau. Akibatnya, desakan dari berbagai pihak kepada beliau supaya bersedia menjadi marji taklid semakin besar. Di pentas politik, terjadi gejolak menyusul campur tangan Amerika  Serikat menggulingkan pemerintahan Dr Mosaddeq yang didukung rakyat. Peristiwa terjadi pada tahun 1953.

Intervensi Amerika Serikat dalam kudeta membuka pintu bagi negara adidaya itu untuk lebih mencampuri urusan dalam negeri Iran. AS mendesak rezim Shah Pahlevi untuk melakukan serangkaian perombakan dan reformasi. Tahun 1962, Shah membuat draf kebijakan yang sebagian isinya bertentangan dengan ajaran Islam. Langkah rezim tersebut direaksi keras oleh Imam Khomeini. Beliau dengan lantang menyuarakan penentangan atas reformasi yang menguntungkan AS dan merugikan Iran itu. Sikap Imam Khomeini didukung oleh kebanyakan ulama dan rakyat. Protes yang dimotori oleh kalangan ruhaniawan muncul di sejumlah kota khususnya Tehran dan Qom. Rencana menggelar referendum untuk mengesahkan kebijakan baru itu ditentang oleh Imam Khomeini. Beliau menyerukan untuk memboikot referendum. Bulan Maret 1963, Imam Khomeini membuat statamen yang dengan berani menyerang reformasi Shah. Menyusul keluarnya statemen itu warga Tehran turun ke jalan-jalan memprotes kebijakan rezim. Demontrasi berujung rusuh setelah polisi dan pasukan keamanan Shah menyerang para pengunjuk rasa. Sikap AS yang mati-matian melayani AS telah menutup matanya sehingga dia rela membantai rakyatnya sendiri.

Masih di bulan Maret 1963, polisi berpakaian preman menyerang kumpulan santri dan rohaniawan di madrasah Feiziyyah Qom. Pembantaian pun terjadi dengan para santri dan pelajar agama sebagai korbannya. Serangan ke pusat pendidikan agama juga terjadi di kota Tabriz. Dalam suasana yang tegang seperti itu, rumah kediaman Imam Khomeini di Qom dikawal oleh para pemuda revolusioner yang berdatangan ke kota itu untuk membela para ulama. Imam Khomeini dalam pidatonya secara terbuka menyebut rezim Shah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya pembantaian puluhan bahkan ratusan warga dan santri. Kata beliau, Shah terang-terangan bersekutu dengan AS dan Israel. Imam menyeru warga Iran untuk bangkit melawan kezaliman Shah.

Dalam statamennya menyusul pembunuhan para santri dan pelajar agama, Imam Khomeini mengatakan, "Saya telah memutuskan untuk tidak diam sebelum membungkam rezim yang bobrok ini." Imam akhirnya ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Berita penahanan Imam Khomeini dengan cepat didengar oleh rakyat Iran di seluruh penjuru negeri. Sehari setelah itu, tanggal 5 Juni 1963, warga Iran di banyak kota menggelar demonstrasi menuntut pembebasan sang pemimpin. Pekikan slogan "Mati atau Khomeini" menggema di seantero negeri dan mengguncang pilar-pilar istana Shah. Kembali rezim despotik melakukan pembantaian terhadap warganya. Banjir darah terjadi di banyak tempat khususnya Tehran dan Qom. Desakan terhadap rezim memaksa Shah memerintahkan pembebasan Imam Khomeini beberapa bulan setelahnya.

Bebas dari penjara, Imam Khomeini semakin lantang berbicara tentang kebobrokan rezim Pahlevi. Beliau menyeru rakyat untuk bangkit melawan kezaliman. Dalam sebuah pidatonya yang bersejarah, beliau membongkar hubungan terselubung rezim Shah dengan Israel. Imam juga membeberkan campur tangan AS di Iran dan pengkhiatan Pahlevi terhadap negeri dan rakyatnya. Pidato itu semakin membakar emosi rakyat. Merasa tak mampu meredam perlawanan Ayatollah Khomeini, Shah memutuskan untuk mengasingkan beliau ke luar negeri.

Tahun 1965, Imam Khomeini diasingkan ke Turki. Setahun kemudian beliau meninggalkan Turki menuju Irak. Di Najaf, beliau menetap selama 14 tahun. Rakyat Iran ditinggalkan oleh pemimpinnya yang diasingkan secara paksa ke luar negeri. Meski menjalani masa-masa yang sulit di pengasingan, namun perjuangan Imam Khomeini tak pernah padam. Pidato-pidato dan pesan-pesan beliau secara terus menerus dikirim ke dalam Iran oleh kader-kader perjuangan. Tahun 1967, saat terjadinya perdang Enam Hari Arab-Israel, Imam mengeluarkan fatwa yang mengharamkan segala bentuk hubungan ekonomi dan politik umat Islam dengan Israel. Beliau juga mengharamkan konsumsi produk-produk Israel. Dengan statemen-statemennya itu Imam Khomeini bukan hanya dikenal dan didukung oleh rakyat Iran tetapi juga oleh umat Islam di sejumlah negara lain seperti Irak, Mesir, Lebanon, dan Pakistan. (IRIB Indonesia)

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Imam Khomeini (Bagian Kedua)

Pada dekade 1970 ketika produksi minyak Iran semakin meningkat yang diiringi dengan peningkatan harga bahan energi ini di pasar dunia, Shah Mohammad Reza Pahlevi merasa bahwa kekuasaannya semakin kuat. Akibatnya, dia tenggelam dalam kecongkakan dan tak segan membunuh dan menyiksa siapa saja yang menentangnya. Rezim Pahlevi yang dimabuk kekayaan gila-gilaan membeli senjata, perlengkapan militer dan produk-produk konsumsi buatan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). Shah juga tak segan menjalin hubungan perdagangan secara terbuka dengan Israel.

Di akhir tahun 1975, Shah Pahlevi membentuk satu partai  bernama Rastakhiz yang berarti kebangkitan, dengan tujuan membangun sistem politik satu partai. Kebijakan itu semakin membuatnya angkuh. Shah mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa seluruh rakyat Iran harus menjadi anggota partai Rastakhiz. Bagi siapa saja yang menolak, rezim sudah menyiapkan hukuman, yaitu harus meninggalkan Iran. Keputusan rezim Shah direaksi keras oleh Imam Khomeini. Dalam fatwanya, beliau menegaskan, "Mengingat penentangan partai ini terhadap Islam dan kepentingan rakyat Iran yang Muslim, maka mengikuti partai ini haram bagi semua orang dan termasuk membantu kezaliman dan penindasan terhadap umat Islam."

Fatwa Imam Khomeini yang dengan tegas mengharamkan keikutsertaan dalam partai Rastakhiz diikuti oleh para ulama lain. Dengan adanya fatwa ini, semua usaha rezim yang sudah dilakukan bertahun-tahun untuk memasukkan  semua rakyat Iran ke dalam partai itu gagal total.

Bulan Oktober 1977, rakyat Iran berkabung atas syahidnya Ayatollah Sayid Mostafa Khomeini, putra sulung Imam Khomeini. Syahidnya ulama muda ini ibarat pemantik yang menggugah pusat-pusat keilmuan dan rakyat umum untuk bangkit melawan rezim. Imam Khomeini menyebut Syahidnya Ayatollah Sayid Mostafa sebagai karunia Allah yang tersembunyi. Konflik terbuka antara Imam Khomeini bersama rakyat Iran melawan rezim Shah semakin memanas. Lewat pena para penulis bayaran, rezim melakukan serangan urat saraf. Salah seorang penulis bayaran dalam sebuah artikelnya menghujat Imam Khomeini. Rakyatpun mereaksinya dengan turun ke jalan-jalan. Demonstrasi pertama digelar oleh para ulama dan rohaniawan bersama warga di kota Qom pada tanggal 9 Januari 1978. Pasukan keamanan Shah menghadapi unjuk rasa itu dengan senjata api. Terjadilah pembantaian massal di Qom.

Aksi unjuk rasa warga Iran meluas ke kota-kota lain meniru apa yang dilakukan oleh warga Qom. Pembantaian demi pembantaian dilakukan rezim terhadap rakyat di banyak kota.  Gerakan kebangkitan rakyat dengan cepat menemukan bentuknya yang semakin solid. Tak ada yang bisa dilakukan rezim untuk meredam kemarahan rakyat. Akhirnya untuk memadamkan gejolak, Shah mencopot Perdana Menteri. Ja'far Sharif Emami, diangkat oleh Shah untuk menjadi Perdana Menteri. Dalam masa pemerintahan Emami yang mengusung slogan ‘pemerintahan rekonsiliasi nasional', terjadi pembantaian keji rakyat di salah satu bundaran kota Tehran. Dia juga mengumumkan jam malam dan darurat militer di Tehran dan 11 kota lainnya.

Di Irak, Imam Khomeini dengan cermat mengikuti perkembangan Iran. Dalam pesannya kepada rakyat Iran, beliau menyatakan ikut berduka atas musibah yang menimpa mereka. Namun demikian beliau menyatakan,  "… Shah harus tahu bahwa rakyat Iran sudah menemukan jalannya dan tak akan mundur sampai para penjahat itu dilumpuhkan, dan rakyat berhasil menuntut balas atas diri mereka dan ayah-ayah mereka dari Savak. Dengan izin Allah Yang Maha Perkasa, di seluruh penjuru negeri pekikan anti Shah dan anti rezim menggema  dan suara ini akan semakin keras."

Salah satu hal yang ditekankan oleh Imam Khomeini dalam perjuangan melawan rezim Shah adalah gerakan tanpa kekerasan seperti menggelar demonstrasi dan melakukan aksi mogok. Seruan beliau disambut secara luas oleh rakyat Iran. Di bawah kepemimpinan Imam Khomeini, mereka bangkit melakukan perlawanan terhadap kediktatoran dan penindasan rezim Pahlevi.

Tekanan yang dilakukan Rezim Irak terhadap pemimpin revolusi Islam Iran memaksa Imam Khomeini untuk meninggalkan negara itu pada bulan Oktober  1978. Negara yang beliau tuju adalah Perancis. Dari negara itu, beliau terus mengirimkan pesan-pesan perjuangan ke Iran. Menyaksikan aktivitas Imam, Presiden Perancis mengirimkan pesan kepada beliau untuk tidak melakukan aktivitas politik apapun di negara ini. Imam Khomeini menjawab pesan Presiden Perancis dengan tegas dan menyatakan bahwa membatasi aktivitas apapun bertentangan dengan prinsip demokrasi yang diklaim oleh Perancis. Imam juga menegaskan bahwa beliau tak akan pernah berhenti memperjuangkan cita-citanya.

Neauphle le Chateau, desa tempat Imam Khomeini tinggal menjadi sorotan dunia. Dalam wawancara dengan berbagai media massa, beliau mengungkap berbagai kezaliman rezim Shah dan intervensi AS dalam urusan internal Iran.  Suara Imam didengar oleh masyarakat dunia lewat media massa. Bangsa-bangsa lain di dunia akhirnya mengenal ide pemikiran Imam Khomeini dalam perjuangannya ini.

Di Iran, aksi mogok yang dilakukan di seluruh penjuru negeri merambah ke kantor-kantor pemerintahan dan pusat-pusat ketentaraan. Akhirnya pada bulan Januari 1979, Shah Mohammad Reza Pahlevi lari meninggalkan Iran bersama istri dan keluarganya. 18 hari kemudian, Imam Khomeini kembali ke negara yang warganya sudah mengelu-elukan kedatangan beliau. 10 hari setelah kedatangan sang pemimpin, tanggal 11 Februari 1979, kekuasaan rezim Pahlevi benar-benar runtuh dan rakyat dengan suka cita mengumumkan kemenangan revolusi Islam Iran. Kurang dari dua bulan setelah kemenangan revolusi, rakyat Iran lewat referendum nasional memilih bentuk pemerintahan Republik Islam dengan suara yang mencapai 98,2 persen.

Imam Khomeini menekankan bahwa pemerintahan yang baru adalah pemerintahan Islam yang berbasis rakyat. Beliau mengatakan, "Republik Islam menjadi sistem kenegaraan kita.  Republik berarti basis kerakyatan dengan suara mayoritas dan Islam adalah dasar dari undang-undang dan hukum negara." Imam juga selalu peduli dengan keterlibatan rakyat dalam urusan politik khususnya partisipasi mereka dalam pemilihan umum.

Setelah kemenangan revolusi dan berdirinya pemerinthan Republik Islam, kubu imperialis Barat terus berusaha menumbangkan pemerintahan ini dengan berbagai cara. Barat sadar, jika dibiarkan revolusi ini akan merembet ke negara-negara lain yang mayoritas rakyatnya beragama Islam. Bangsa-bangsa akan terpanggil untuk melawan rezim-rezim penguasa yang notabene memerintah dengan zalim. Untuk merongrong Republik Islam Iran, kubu arogansi dunia memanfaatkan komponen-komponen yang dimilikinya di dalam Iran. Misi pertama adalah membunuh Imam Khomeini. Sebab, ulama kharismatik inilah yang menjadi motor penggerak revolusi. Dialah yang memimpin negara dengan kepemimpinan yang tanpa padanan di dunia. Agenda membunuh Imam Khomeini gagal terlaksana.

Musuh-musuh Iran pada tahap berikutnya mencoba cara lain, yaitu memecah Iran dari dalam. Mereka membangkitkan sentimen kesukuan di berbagai wilayah Iran. Namun berkat kepemimpinan Imam Khomeini yang arif, skenario inipun gagal, dan kelompok-kelompok pemberontak berhasil dilumpuhkan oleh rakyat. Imam selalu menyerukan persatuan kepada bangsa Iran, tanpa memandang perbedaan suku, bahasa, mazhab bahkan agama. Semua orang diperlakuan sama oleh hukum Islam dan berhak hidup dengan bebas dan aman di negara ini.

Modus berikutnya yang dicoba untuk melumpuhkan Republik Islam adalah embargo ekonomi dan propaganda gencar yang menyudutkan Iran. Seiring dengan itu, musuh-musuh bangsa ini memprovokasi rezim Irak untuk menyerang Iran. Perangpun meletus dan berlangsung selama delapan tahun. Bangsa Iran yang baru bebas dari kekuasaan rezim despotik harus menghadapi perang yang tak berimbang melawan Irak dan rezim Saddam Hossein yang dibantu oleh banyak negara dunia. AS, Inggris, Perancis, Jerman, dan 30 negara lainnya membantu Iran secara logistik, finansial dan intelijen. Perang ini kembali memperlihatkan kapasitas Imam Khomeini dalam memimpin bangsanya dan membawa rakyat Iran melewati ujian ini dengan kepala tegak. Seruan sang Imam, membangkitkan semangat rakyat Iran untuk melawan pasukan agresor dengan kekuatan iman, taqwa dan keberanian. Perang inipun menjadi pentas pengorbanan dan ketulusan para pejuang Iran yang terjun ke medan dengan keimanan.

Imam Khomeini adalah sosok figur pemimpin yang sangat disiplin. Setiap harinya ada waktu-waktu khusus bagi beliau untuk beribadah, membaca al-Quran, menelaah buku, berolahraga, berpikir, dan menemui para pejabat negara maupun tamu dari luar negeri. Meski sangat sibuk beliau tak pernah melupakan rakyat. Selalu ada waktu yang beliau sisihkan untuk bertemu dengan masyarakat umum. Sebab, beliau meyakini bahwa rakyat adalah tulang punggung Revolusi Islam. Untuk setiap keputusan yang hendak diambil, beliau selalu terlebih dahulu menyampaikannya secara terbuka dan jujur kepada rakyat. Kecintaan Imam kepada rakyat juga dibalas dengan kecintaan mereka yang sangat dalam kepada beliau. Dalam setiap doa, rakyat Iran selalu memohon kesehatan dan umur yang panjang bagi sang pemimpin.

Akan tetapi, takdir Allah berkata lain. Tanggal 3 Juni 1989, Imam Khomeini memenuhi panggilan Sang Khalik dan meninggalkan rakyat Iran dalam duka dan tangis. Beliau wafat dalam usia 87 tahun. Dalam surat wasiatnya, beliau menyatakan, "Dengan hati yang tenang, jiwa yang tenteram, ruh yang ceria dan kalbu yang penuh harap akan kemurahan Allah, saya mohon diri dari hadapan saudara dan saudari semua untuk pergi ke alam keabadian, dan saya sangat memerlukan doa-doa baik dari Anda semua." (IRIB Indonesia)

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Imam Khomeini (Bagian Ketiga)

Koran International Herald Tribune yang terbit di Amerika menulis, "Ayatollah Khomeini adalah figur revolusioner yang tak kenal lelah. Sampai akhir hayatnya, dia komitmen dengan cita-citanya membentuk masyarakat Islam dan pemerintahan Islam di Iran. Ayatollah Khomeini tak pernah berhenti melakukan apa yang dia inginkan untuk negerinya. Dia merasa mendapat tugas untuk membersihkan Iran dari apa yang dinilainya sebagai kebobrokan dan dekandensi Barat dan mengembalikan bangsa Iran kepada Islam yang murni."

Pandangan politik Imam Khomeini ra adalah pemikiran revolusioner dan Islami paling menonjol dan maju yang dipaparkan dan diterapkan di era modern ini. Dengan mengenal situasi zamannya secara detail dan dengan memanfaatkan pemikiran mazhab Syiah yang hidup, beliau membangun pemikiran politiknya. Dengan kata lain, keistimewaan paling menonjol dari pemikiran politik Imam Khomeini adalah perpaduan tradisi Syiah dengan temuan logika dunia baru. Beliau meneladani sirah Nabi Saw dan menyadur pandangan Islam dalam politik untuk membangun pemerintahan Islam.

Pada kesempatan ini kami mengajak Anda untuk membahas pemikiran Imam Khomeini terkait masalah pembentukan pemerintahan Islam. Lewat berbagai pidato dan bukunya yang berjudul ‘Pemerintahan Islam dan Wilayah Faqih' beliau memaparkan pandangan politiknya.

Imam Khomeini meyakini hukum dan ajaran Islam sebagai kumpulan undang-undang dan aturan ilahi yang diturunkan untuk membimbing manusia dalam kehidupan. Karena itu, ajaran ini menjamin kebahagiaan umat manusia. Islam sudah mengatur semua hal termasuk hubungan manusia dengan keluarga, sanak famili, tetangga, warga sekota, pernikahan, aturan perang dan perdamaian, perdagangan, pembangunan, industri, pertanian, dan semua hal yang menyangkut kehidupan. Imam Khomeini menyatakan bahwa ajaran Islam memiliki target dan cita-cita yang sangat agung. Seluruh ajaran Islam, menurut beliau, dimaksudkan untuk membentuk manusia yang sempurna dan mulia.

Dalam pandangan beliau, tujuan pengutusan para nabi dan utusan Allah adalah untuk mendidik manusia supaya meraih kesempurnaan. Dalam buku ‘Pemerintahan Islam' beliau menyatakan, "Allah yang Maha Bijaksana tidak menciptakan alam dan manusia untuk kesia-siaan, tapi Dia punya tujuan akhir dari masing-masing penciptaan. Manusia, makhluk Allah yang paling unggul, bukanlah wujud yang dilepaskan begitu saja di dunia tanpa tujuan yang jelas."

Imam meyakini bahwa salah satu syarat yang urgen dalam membentuk kepribadian manusia yang sempurna dan bertujuan adalah lingkungan sosialnya. Ketika hukum Allah dijalankan di sebuah lingkungan masyarakat maka keadilan akan tegak, dan saat itulah seluruh anggota masyarakat akan bergerak ke arah kesempurnaan insani. Pertanyaannya, bagaimanakah keadilan bisa ditegakkan di tengah masyarakat? Dalam menjawabnya, Imam Khomeini menerangkan peran pemerintahan Islam dan pemimpin pemerintahan ini. Beliau mengatakan, "Rangkaian hukum dan aturan yang ada tidak cukup untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Supaya hukum bisa memperbaiki kondisi dan mendatangkan kebahagiaan untuk manusia diperlukan pelaksana. Karena itulah, selain menurunkan rangkaian hukum dan undang-undang dalam bentuk syariat Allah Swt juga menentukan pelaksananya."

Lebih lanjut Imam Khomeini menjelaskan peran Rasulullah Saw dalam memimpin masyarakat Islam. Beliau menerangkan demikian; "Rasulullah berada di puncak lembaga pelaksana dan pengatur masyarakat Muslim. Selain menyampaikan wahyu dan menerangkan serta menafsirkan hukum-hukum dan aturan agama Islam, beliau juga aktif dalam melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum dan aturan Islam sehingga melahirkan pemerintahan Islam. Nabi tidak hanya menerangkan hukum tapi juga menerapkannya. Setelah Rasulullah Saw, tugas dan kedudukan ini dipikul oleh para khalifah muslimin."

Mengenai kelaziman pembentukan pemerintahan Islam, Imam Khomeini mengajukan pertanyaan, "Apakah penunjukan khalifah oleh Rasulullah Saw dan atas perintah Allah Swt hanya untuk menyampaikan hukum Islam?"  Pertanyaan ini beliau jawab sendiri dengan menyatakan, "Untuk menerangkan hukum saja keberadaan khalifah tidak diperlukan. Sebab seluruh hukum bisa ditulis dalam satu buku lalu diserahkan kepada umat supaya mereka melaksanakannya."

Selanjutnya, Imam Khomeini mengambil kesimpulan bahwa penunjukan khalifah oleh Rasulullah Saw adalah untuk menegakkan pemerintahan Islam yang dilandasi firman-firman dan hukum ilahi, supaya tercipta masyarakat yang berjalan sesuai tuntunan agama. Imam dalam banyak kesempatan menerangkan sistem pemerintahan Rasulullah dan Imam Ali as yang beliau sebut sebagai pemerintahan yang bertujuan membangun manusia.

Tak hanya itu, masih ada banyak dalil yang meniscayakan pembentukan pemerintahan Islam. Imam Khomeini meyakini bahwa seluruh hukum Islam diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan semua manusia dan di semua zaman. Karena itu, keberadaan pemerintahan Islam diperlukan bahkan di zaman kegaiban Imam Mahdi as.

Argumen lain yang diungkap Imam Khomeini ra untuk membuktikan keharusan membentuk pemerintahan Islam adalah sebagai berikut, jika pemerintahan tidak Islami maka pemerintahan itu tidak menjalankan hukum dan ajaran Islam. Pemerintahan seperti itu berarti pemerintahan zalim dan tagut. Dalam pemerintahan tagut kebejatan dan amoralitas akan menyebar dan kaum mukmin tak bisa memegang teguh keimanan dan amal salehnya.

Menurut Imam Khomeini, dalam situasi seperti itu, orang-orang Mukmin akan terbawa arus ketidakberimanan dan akan menyerah di hadapan syirik, dosa dan thaghut atau jika tidak dia akan bangkit melawan untuk menyingkirkan thaghut. Dalil ini menunjukkan bahwa dalam kondisi apapun berjuang untuk membentuk pemerintahan Islam adalah satu keharusan.

Imam Khomeini mengatakan, "Para ulama berkewajiban untuk memerangi monopoli dan penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum zalim, serta mencegah terjadinya kelaparan dan kemiskinan pada kebanyakan anggota  masyarakat, sementara kaum zalim dan penjarah hidup dalam kemewahan."

Beliau dalam menjelaskan masalah ini mengutip pula riwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib as tentang perjuangan melawan thaghut. Beliau menulis demikian; Amirul Mukminin as berkata, "Aku menerima pemerintahan ini karena Allah Swt telah mengikat janji dan mewajibkan ulama Islam untuk tidak diam menyaksikan penjarahan, kezaliman, kelaparan, kemiskinan dan keteraniayaan."

Pemaparan ide pembentukan pemerintahan Islam oleh Imam Khomeini membuka cakrawala baru di dunia politik. Meskipun ide ini sudah pernah disampaikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim sebelumnya, namun Imam Khomeini dengan baik menjelaskan sistem pemerintahan ideal di zaman kegaiban Imam Maksum as. Teori pemerintahan Islam yang disampaikan Imam Khomeini didasari pada konsep fikih dan teologi Syiah. Beliau mengenalkan konsep ini kepada rakyat Iran. Menurut beliau, masalah pemerintahan dan politik sedemikian menyatu dengan urusan akidah dan syariat sehingga tak bisa dipisahkan dari agama.

Imam Khomeini mengatakan, "Kenalkan Islam kepada masyarakat supaya generasi muda tidak beranggapan bahwa para ulama hanya sibuk dengan hukum syariat di hauzah ilmiah Qom dan Najaf tanpa peduli dengan urusan politik, karena itu agama harus dipisahkan dari politik. Ada ungkapan bahwa ‘agama harus dipisahkan dari politik, dan ulama Islam tidak semestinya mencampuri urusan sosail dan politik'. Ungkapan ini sengaja disebarluaskan oleh imperialis dan mereka yang tidak beragama. Apakah di zaman Nabi Saw, politik terpisah dari agama? Apakah di zaman itu ada kelompok yang hanya berurusan dengan masalah keruhanian dan kelompok politikus yang mengurus pemerintahan? Ungkapan itu dibuat oleh imperialis supaya mereka bisa menguasai urusan dunia dan mencegah terbentuknya masyarakat Muslim. Mereka ingin ulama terjauhkan dari rakyat dan para pejuang kebebasan." (IRIB Indonesia)

0 comments to "Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Imam Khomeini (Serial)"

Leave a comment