Home �
Arab Saudi
,
Bahrain
,
Barat
,
Ekonomi
,
Headline News
,
Indonesia
,
IRAN
,
Iraq
,
Israel
,
Lebanon
,
Libya
,
Mesir
,
Palestina
,
Sunni dan Syi'ah
,
Suriah
,
Syiria
,
Tokoh
,
UEA
,
Yaman
,
Yordania
� Omong Kosong Serangan Israel ke Republik Islam Iran : Rasionalitas ala AS bagaimana mungkin AS meneriakkan demokrasi dan perdamaian jika pada saat yang sama justru AS-lah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia dan menebarkan perang di berbagai negeri? Bagaimana mungkin sebuah negara yang mengaku berlandaskan Islam mau tunduk patuh pada negara yang menebarkan kejahatan di muka bumi? Justru tidak rasional buat Iran bila menyerah kepada AS.
Pemberitaan yang dirilis PressTV dan IRIB Indonesia baru-baru terkait pernyataan komandan staff gabungan militer AS, Gen. Dempsey sangat menarik. Dalam wawancaranya dengan CNN, Dempsey menyebut Iran sebagai ‘aktor rasional'. Saya sulit menilai bahwa ini sebuah pujian, sehingga saya mencari transkrip asli wawancaranya. Ternyata, Dempsey menyebut kerasionalan Iran itu terkait dengan sanksi embargo bertubi-tubi yang tengah diarahkan kepada Iran. Dempsey yakin bahwa karena rasionalitas itu, lambat-laun Iran akan tunduk pada kemauan Barat.
Saya pun membuka-buka kembali text-book Foreign Policy Analysis yang sudah pasti memuat bahasan soal ‘aktor rasional'. Dalam kajian Hubungan Internasional, pelaku aktivitas politik internasional itu diistilahkan dengan ‘aktor'. Aktor ini bisa berupa negara, perusahaan, LSM, atau bahkan individu. Dalam analisis Kebijakan Luar Negeri (selanjutnya saya singkat KLN), sebuah negara (yang diistilahkan dengan ‘aktor') diharapkan bertindak rasional sehingga menguntungkan kepentingan nasionalnya. Dalam kasus Iran, ketika sudah ‘habis-habisan' diembargo -menurut perspektif AS- tindakan rasional yang dilakukan Iran seharusnya adalah tunduk kepada AS. Tentu saja, bagi Iran, tunduk kepada AS jelas bukan KLN yang rasional. Dalam tulisan saya sebelumnya, saya sudah menjelaskan bahwa kekuatan soft power Iran justru sangat tangguh dan ketundukan pada AS sangat kontradiktif dengan soft power yang dimiliki Iran.
Dengan demikian pertanyaannya sekarang, rasionalitas itu dari sisi mana? Dari perspektif siapa? Bila sebuah negara menolak solusi yang dipaksakan oleh negara lain, apakah bisa disebut tidak rasional? Sayangnya, sebagaimana diakui oleh Janice Gross Stein (2008), tidak ada konsep yang memuaskan tentang rasionalitas KLN. Stein hanya bisa menjelaskan konsep-konsep dasar soal rasionalitas ini, yaitu bahwa orang-orang yang memiliki posisi sebagai pengambil KLN haruslah mampu berpikir logis, terbuka, sekaligus selektif, terhadap data-data, serta mampu bersikap koheren dan konsisten terhadap argumen-argumen logis.
Di sisi ini, pernyataan Dempsey soal rasionalitas jelas menggelikan. Siapakah pihak yang tidak logis dalam berpikir? Bukankah Bush dan kemudian Obama, yang terbukti menerima mentah-mentah data-data yang salah soal nuklir Iran; menuduh Iran tengah berupaya membuat senjata nuklir; lalu mengambil KLN yang membahayakan perekonomian dunia? Bukankah para presiden AS yang menerima mentah-mentah data-data palsu intellijen soal terorisme, lalu menyerang Irak, Afghanistan, Pakistan, atau Yaman, yang dituduh melindungi teroris?
Dalam kajian HI, sayangnya, standar rasionalitas tidak dijelaskan secara gamblang. Bila semua pihak menggunakan rasionalitas dari kacamatanya masing-masing, sudah tentu akan timbul konflik. Dan, justru banyak pemikir HI di Barat (dan diadopsi oleh penstudi HI di berbagai penjuru dunia) yang melanggengkan paradigma konflik ini. Menurut mereka, karena masing-masing negara akan bersikap rasional dan memperjuangkan kepentingan nasional masing-masing, situasi konflik (diistilahkan dengan ‘anarkhi') memang akan terus-menerus terjadi. Mereka pun menyarankan agar masing-masing negara memperkuat militer nya dan bersiap siaga, karena setiap saat negara lain mungkin menyerang.
Sekilas, logika ‘anarkhi' ini terlihat benar. Namun bila kita menelisik lebih lanjut, apakah benar ini berlandaskan rasionalitas? Mari kita lihat kasus perang Afghanistan. AS menyerang Afghanistan dengan alasan mengamankan kepentingan nasionalnya yang terancam oleh Al Qaida. Dari sisi ini, seolah-olah AS bertindak ‘rasional'. Padahal, tidakkah ini hanya sekedar strategi untuk bertahan hidup dan justifikasi untuk menundukkan negara lain atas nama kepentingan nasional?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rasional artinya ‘cocok dengan akal'. Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi rasionalitas dan akal. Banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia agar berpikir. Bila melihat kepada konsep Islam, kita akan menemukan kejanggalan pada konsep rasionalitas yang dikembangkan oleh ilmuwan HI Barat itu. Konsep rasionalitas yang dikembangkan pemikir HI Barat berlandaskan pada keyakinan bahwa manusia adalah animus dominandi atau hewan yang haus kekuasaan dan egois. Karena itulah, sebuah negara menyerang negara lain demi ‘menyelamatkan kepentingan nasional' dianggap rasional.
Sebaliknya, Islam percaya bahwa manusia itu diciptakan dalam berbagai ras dan suku untuk saling berinteraksi berdasarkan kesamaan kebenaran yang disepakati bersama (lita'aarafuu). Sehingga, pola hubungan internasional dalam pandangan Islam adalah pola hubungan yang berlandaskan akal sehat. Inilah yang kemudian diterjemahkan Iran dalam interaksinya dengan negara-negara Barat. Pemimpin Iran selalu menggunakan logika yang sangat kuat dan sulit dibantah saat mengkritik perilaku AS dan sekutunya.
Misalnya, dalam pidatonya di PBB tahun 2011, Ahmadinejad mengatakan:
"Sudah bukan zamannya lagi sebagian negara menjadikan dirinya sebagai definisi demokrasi dan kebebasan, sekaligus mengangkat diri sebagai hakim dan eksekutornya. Sementara pada saat yang sama mereka juga memerangi negara lain yang [dibangun] berlandaskan demokrasi hakiki."
"Kini, [sekelompok negara] tidak boleh lagi melakukan pendudukan militer terhadap satu negara dengan slogan melawan terorisme dan narkotika, sementara produksi narkotika menjadi berkali lipat, wilayah terorisme menjadi lebih luas, ribuan orang tak berdosa tewas, cidera dan mengungsi, infrastruktur hancur dan keamanan regional terancam. Lucunya, para pelaku utama tragedi kemanusiaan ini malah terus menuduh pihak lain sebagai pihak yang harus bertanggung jawab."
"Kini, [sekelompok negara] tidak boleh lagi meneriakkan slogan persahabatan dan solidaritas kepada bangsa-bangsa dan bersamaan dengan itu mereka memperluas pangkalan-pangkalan militer di dunia, termasuk Amerika Latin."
Pidato Ahmadinejad jelas meruntuhkan bangunan rasionalitas ala AS bagaimana mungkin AS meneriakkan demokrasi dan perdamaian jika pada saat yang sama justru AS-lah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia dan menebarkan perang di berbagai negeri? KLN Iran pun dibangun atas rasionalitas semacam ini: bagaimana mungkin sebuah negara yang mengaku berlandaskan Islam mau tunduk patuh pada negara yang menebarkan kejahatan di muka bumi? Justru tidak rasional buat Iran bila menyerah kepada AS.
Rasionalitas yang benar haruslah dibangun di atas landasan akal. Nilai-nilai keadilan, sikap mulia, tidak saling merugikan, adalah nilai-nilai universal yang diterima oleh semua umat manusia yang berakal sehat. Namun, sayangnya segelintir negara -dikomandani AS- terus-menerus memaksakan nilai-nilai kejahatan yang dibungkus 'rasionalitas', dan menuduh pihak lain yang sedang benar-benar berusaha rasional dalam membangun perdamaian dunia
sebagai pihak yang salah dan harus diperangi. (IRIB Indonesia)
Ayatullah Sistani Mematahkan Makar Anti-Syiah di Irak
Makar gerakan anti-Syiah yang bertujuan mengadu marjaiyah di Irak melakukan rangkaian pengeboman di depan kantor para marji, berhasil dipatahkan oleh Ayatullah Sistani melalui statemennya.
Fars News (22/2) melaporkan, menyusul upaya kelompok-kelompok tak dikenal melakukan pengeboman di kantor Ayatullah Sistani di Irak selatan, dan juga kantor Hujjatul Islam Sayid Mahmoud al-Hasani al-Sorkhi, serta menyulut friksi di antara para pengikut kedua pihak, Ayatullah Sistani merilis statemen dan menyatakan tidak terlibat dalam insiden tersebut.
Kantor Ayatullah Sistani selain menepis tuduhan sejumlah media soal keterlibatan kubu ini dalam insiden pengeboman tersebut dan menuntut semua pihak untuk mematuhi undang-undang dan menghindari kekerasan.
Sabtu lalu, terjadi serangkaian ledakan menargetkan kantor Ayatullah Sistani dan Hujjatul Islam al-Hasani al-Sorkhi di Basrah, Diwaniyah, Ziqar, dan Qadisiyah. Media-media anti-Syiah berusaha menisbatkan aksi teror tersebut kepada para pendukung Ayatullah Sistani.
Menyusul penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Irak dan berbagai peristiwa politik setelahnya termasuk kasus Tareq al-Hashemi, gerakan-gerakan wahabi dan anti-Syiah berulangkali berusaha menisbatkan Ayatullah Sistani dan kantor-kantornya terlibat dalam berbagai peristiwa politik dan keamanan Irak. (IRIB Indonesia/MZ)
Al-Quran Terbesar Dunia Dipamerkan di Tatarstan
Al-Quran terbesar dengan 632 halaman dengan berat 800 kilogram dipamerkan untuk publik di Tatarstan.
Fars News (22/2) mengutip laporan al-Manar menyebutkan, al-Quran terbesar itu dipamerkan di Tatarstan, Rusia.
Berdasarkan laporan tersebut, al-Quran itu memiliki lebar 1.5 meter, panjang 2 meter, berat 800 kilogram, dan 632 halaman. Al-Quran itu dipesan oleh sebuah lembaga Tatarstan di Italia.
Al-Quran itu masuk dalam buku Guinness Record. (IRIB Indonesia/MZ)
Ayatullah Taskhiri Tolak Klaim Penyebaran Syiah di Mesir
Sekjen Dewan Tinggi Forum Pendekatan Antarmazhab Islam, Ayatullah Taskhiri menyatakan, "Klaim soal campur tangan Iran dalam penyebaran Syiah di Mesir tidak berdasar dan kami mengharapkan semua pihak memperkokoh hubungan mereka dengan mazhab-mazhab utama Islam serta bersandar pada persamaan."
Mehr News (22/2) melaporkan, Ayatullah Taskhiri, seraya mengucapkan selamat atas kemenangan revolusi rakyat Mesir dan mengatakan, "Hubungan dan ikatan budaya antarkedua negara tidak pernah terputus meski rezim terguling Mubarak berupaya keras untuk melemahkan dan menciptakan fitnah."
Menyinggung hubungan Mesir dan Iran di berbagai sektor, Ayatullah Taskhiri mengatakan, "Salah satu syubhah yang tidak berdasar adalah klaim campur tangan Republik Islam Iran dalam penyebaran Syiah di Mesir, dan kami secara tegas menyatakan bahwa klaim tersebut bohong dan bahkan kami tidak memprioritaskan upaya-upaya individu dalam hal ini di Mesir."
Sekjen Dewan Tinggi Forum Pendekatan Antarmazhab menambahkan, "Kami berharap hubungan diplomatik antarkedua negara besar Islam ini kembali pada kondisi positif." (IRIB Indonesia/MZ)
Abbas-Meshaal Bahas Pemerintah Persatuan di Kairo
Kepala Otorita Ramallah dan Fatah Mahmoud Abbas tiba di Kairo, Mesir pada Rabu (22/2) untuk mengadakan pembicaraan dengan kepala Biro Politik Hamas Khaled Meshaal tentang pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina.
Hamas dan Fatah telah berjuang untuk melaksanakan ketentuan perjanjian rekonsiliasi yang ditandatangani di Kairo pada Mei lalu. Perjanjian itu menyerukan pembentukan sebuah pemerintah independen sementara untuk membuka jalan bagi pemilihan presiden dan legislatif dalam setahun.
Rabu pagi, perwakilan Hamas kepada kantor berita resmi MENA, mengatakan bahwa kesepakatan tersebut harus dilaksanakan secara menyeluruh dan jujur. "Kami menekankan perlunya implementasi secara menyeluruh dan jujur terhadap perjanjian rekonsiliasi Kairo dan Doha untuk mengakhiri perpecahan dan menyatukan front nasional," ujarnya setelah pertemuan.
Pembicaraan Kairo datang sebelum Abbas dan Meshaal mengambil bagian dalam dua putaran pertemuan dengan pimpinan semua fraksi Palestina, termasuk Jihad Islam pada Kamis dan Jumat. (IRIB Indonesia/RM)
Mencermati Hasil Perundingan Iran dan IAEA
Babak kedua perundingan antara Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Tehran dilaporkan berakhir. Demikian seperti dikonfirmasikan oleh Ali Asghar Soltanieh, wakil Republik Islam Iran di IAEA. Ia menekankan bahwa perundingan tersebut menetapkan untuk terus melanjutkan kerjasama kedua pihak. Di perundingan tersebut Soltanieh diberitakan turut serta. Menurutnya, perundingan kali ini yang berakhir hari Selasa (21/2) lebih banyak membicarakan isu kerjasama antara Iran dan IAEA.
Delegasi tinggi IAEA dipimpin Herman Nackaerts, wakil Yukiya Amano, Dirjen IAEA. Rombongan ini tiba di Tehran Senin pagi (20/2). Sementara itu, sekitar tiga pekan lalu, tim IAEA yang juga dipimpin Herman Nackaerts bertemu dengan petinggi Republik Islam Iran di Tehran termasuk Juru runding nuklir Iran, Saeed Jalili. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menindaklanjuti perundingan ini guna membahas sejumlah isu nuklir Iran serta kerjasama antara kedua belah pihak. Perundingan babak kedua di Tehran kali ini merupakan hasil dari kesepakatan ini.
IAEA juga merilisi statemen yang membenarkan perundingan babak kedua antara mereka dan Iran telah usai, namun di pernyataan ini IAEA menandaskan bahwa Iran tidak mengizinkan timnya untuk meninjau kompleks militer Parchin yang berada di timur Tehran. Statemen IAEA ini tidak sejalan dengan tugas dan misi yang mereka emban, karena badan internasional ini tidak berwenang menangani aktivitas senjata dan rudal konvesional negara-negara anggota. Organisasi ini hanya berhak mengawasi aktivitas nuklir atau senjata yang berbau perusak massal ini.
Menteri Luar Negeri Iran, Ali Akbar Salehi sebelumnya juga menandaskan, IAEA hanya bertanggung jawab mengawasi aktivitas nuklir anggotanya atau instalasi yang menggunakan bahan nuklir.
Statemen IAEA ini dapat dicermati sebagai upaya untuk menekan Iran dan bukannya pembahasan teknis atau hukum. Tekanan dan agitasi terhadap Tehran ini dimaksudkan agar Iran segera menyerah terhadap tuntutan mereka. Jika kita merunut ke belakang, pernyataan seperti ini pernah dilontarkan Amano dalam laporannya bulan November lalu, sebuah laporan yang didasarkan pada bukti-bukti tak berdasar yang diberikan kepada sekretariat organisasi ini beberapa tahun lalu. Di sisi lain, bukti-bukti tersebut bahkan belum pernah sampai ke IAEA sendiri. Sementara Mohammad Elbaradei, mantan dirjen IAEA sewaktu masih menjabat tidak pernah membenarkan keabsahan bukti-bukti yang diklaim Amano saat ini.
Di iklim seperti ini, di saat IAEA semakin mendapat tekanan politik dan terpaksa melampaui wewenangnya dalam bertindak, ditakutkan perundingan selanjutnya akan semakin sulit. Yang pasti seharusnya IAEA tidak keluar dari wewenangnya dan berlanjutnya perundingan yang membangun untuk meningkatkan kerjasama dapat dijadikan tolok ukur kinerja lembaga intenasional ini sendiri. (IRIB Indonesia/MF)
Upaya Tanpa Lelah Liga Arab Merongrong Suriah
Lagi-lagi upaya Liga Arab untuk menyelarasakan langkah Rusia menyangkut Suriah gagal. Setelah veto Rusia dan Cina terhadap resolusi usulan Liga Arab di Dewan Keamanan PBB, lembaga Arab itu mengajukan resolusinya ke Majelis Dewan Keamanan.
Akan tetapi hingga kini, Liga Arab belum berhasil menggalang dukungan Rusia dan Cina soal Suriah. Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Parlemen Rusia, Alexei Pushkov, dalam kunjungannya ke Suriah, mereaksi pernyataan Liga Arab dan mengatakan bahwa sikap dan kebijakan Moskow dan Cina terhadap Suriah sangat mendasar dan tidak akan berubah.
Dalam kunjungannya ke Dasmaskus, Pushkov bertemu dengan Presiden Suriah, Bashar al-Assad dan para pejabat tinggi negara ini. Dikatakannya bahwa Beijing dan Moskow tidak akan mengubah sikap mereka terhadap Suriah.
Pernyataan Pushkov itu sebagai reaksi terhadap pernyataan Sekjen Liga Arab Nabil al-Arabi yang mengklaim bahwa muncul indikasi perubahan dalam sikap Rusia dan Cina terkait krisis di Suriah.
Sejatinya Liga Arab kini tengah dimanfaatkan oleh Barat dan sekutunya untuk terus merongrong Suriah. Barat berharap upaya-upaya Liga Arab akan membuka celah intervensi asing yang memang diharapkan oleh Barat khususnya Amerika Serikat. Mereka ingin mengulangi kesuksesan mereka di Libya.
Seperti di Libya, persetujuan Liga Arab atas intervensi asing membuka jalan bagi penetapan resolusi di Dewan Keamanan PBB. Meski selanjutnya, Barat yang tergabung dalam pasukan koalisi Pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyalahgunakan resolusi PBB itu.
Akan tetapi di Suriah, Barat dan Liga Arab menghadapi kendala serius yaitu penolakan Rusia dan Cina atas solusi apa pun selain diplomatik dalam menyelesaikan instabilitas di Suriah. Beijing dan Moskow tampaknya tidak ingin kecolongan dalam krisis di Suriah. Perimbangan kekuatan Barat dan Timur tetap menjadi acuan utama keduanya.
Oleh karena itu, Barat dan Arab tidak mempunyai pilihan selain melanjutkan dukungan mereka terhadap kelompok-kelompok oposisi dan kelompok bersenjata Suriah dalam menebarkan instabilitas. Jika Instabilitas di Suriah terus berlanjut dan menyulut perang saudara maka campur tangan asing tidak dapat dihindari. Dan itulah yang dinanti-nanti oleh Barat. (IRIB Indonesia/MZ)
Omong Kosong Serangan Israel ke Iran
Media massa internasional dalam beberapa bulan terakhir gencar mempublikasikan eskalasi friksi antara Iran dan Barat yang sebagian di antaranya adalah eskalasi kemungkinan serangan ke Iran oleh rezim Zionis Israel. Akan tetapi informasi di kawasan serta kondisi Tel Aviv dan sekutunya, menunjukkan bahwa serangan ke Iran pada hakikatnya tidak termasuk dalam agenda musuh Republik Islam Iran.
Serangan ke Iran adalah masalah yang tidak dapat dengan mudah dibahas. Iran yang menikmati posisi strategis, kemampuan pertahanan yang tinggi, serta pengaruh besarnya di Timur Tengah, dan dampak dari segala bentuk petualangan pihak asing terhadap Iran bagi negara penyerana... merupakan alasan utama untuk membuktikan kebohongan isu "eskalasi serangan ke Iran."
Dalam masalah serangan ke Iran, harus ada dua masalah yang diperhatikan, pertama adalah sikap para sekutu rezim Zionis Israel dan kedua adalah sikap musuh-musuh Israel.
Sikap Sekutu Israel
Dalam beberapa bulan terakhir menyusul meningkatnya isu serangan ke Republik Islam Iran oleh media massa Barat dan rezim Zionis, serta pernyataan para pejabat Israel, para pejabat Barat khususnya Amerika Serikat yang merupakan sekutu utama rezim Zionis, semuanya ramai-ramai memperingatkan Israel untuk tidak sembrono menyerang Iran.
Contohnya, Martin Dempsey, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, menilai serangan ke Iran oleh Israel dalam kondisi seperti saat ini adalah kegilaan.
Menteri Luar Negeri Inggris, dalam wawancaranya dengan BBC menyatakan, London lebih memfokuskan opsi diplomatik untuk Iran.
Para pejabat Perancis dan Jerman dalam berbagai kesempatan juga menolak opsi militer terhadap Iran dan menekankan solusi diplomatik.
Selain para pejabat, banyak media Barat yang dalam analisa mereka membuktikan bahwa serangan ke Iran bukan hal yang dapat dilakukan oleh Israel dan sebaiknya Tel Aviv melupakan rencananya.
New York Times dalam edisi Senin 20 Februari, menyinggung agitasi para pejabat dan media massa rezim Zionis Israel tentang kemungkinan serangan ke Iran, dan membandingkan rencana serangan Tel Aviv itu dengan kenyataan yang ada di Iran, serta menilai bahwa serangan ke instalasi nuklir Iran tidak semudah yang diklaim oleh rezim Zionis.
Alasannya, untuk menyerang Iran, jet tempur Israel perlu menempuh 1.000 mil melintasi zona udara negara-negara yang tidak ramah terhadap Tel aviv, melakukan pengisian bahan bakar di udara, mengelak dari sistem pertahanan udara Iran, pada saat yang sama juga harus menghancurkan beberapa situs bawah tanah dan pengerahan sedikitnya 100 jet tempur.
Sikap Musuh-Musuh Israel
Saat ini, musuh terbesar Israel di dunia adalah Iran, Suriah, Hizbullah Lebanon, dan Hamas. Perang 33 Hari antara Hizbullah Lebanon dan Israel menunjukkan bahwa militer Zionis bahkan tidak mampu menghadapi kekuatan militer setingkat milisi.
Sementara itu, kehadiran Hamas juga membuat rezim Zionis Israel selalu merasa tidak aman. Dengan kata lain, sebelum menyerang Iran, Israel harus terlebih dahulu memikirkan keamanannya dari serangan Hizbullah dan Hamas di Jalur Gaza.
Adapun sikap Iran terhadap Israel sudah tidak perlu dibahas atau dipertanyakan. Para pejabat Iran berulang kali menegaskan serangan balasan yang destruktif terhadap segala bentuk serangan.
Alasan Agitasi Israel
Sebenarnya, alasan di balik ancaman serangan Israel ke Iran adalah, perundingan nuklir antara Iran dan Kelompok 5+1. Bagi orang yang mengikuti perundingan nuklir antara Iran dan Kelompok 5+1, cukup jelas bahwa menjelang perundingan, Israel selalu melancarkan propaganda anti-program nuklir Tehran. Tujuannya adalah agar pada akhirnya Iran menuruti tuntutan-tuntutan Barat dalam perundingan tersebut. (IRIB Indonesia/MZ)
Mencermati Hubungan Mesir dan Israel
Seiring dengan berlalunya waktu, kebekuan hubungan antara Mesir dan Rezim Zionis Israel kian transparan. Padahal Kairo dan Tel Aviv sebelumnya memiliki sejarah hubungan yang dekat dan hangat. Dalam beberapa hari terakhir sejumlah media Mesir melaporkan pengurangan staf kedutaan besar Israel di Kairo. Tak tanggung-tanggung Israel mengurangi staf diplomatik di kedubesnya di Kairo yang sebelumnya berjumlah 180 menjadi 12 orang. Sebelum ini petinggi Kairo juga mengingatkan Departemen Luar Negeri Israel terkati aktivitas berbahaya para staf kedubes Tel Aviv di Mesir.
Bulan lalu, diberitakan Dubes Israel di Kairo, Yakov Amitai beserta konsuler dan 12 stafnya untuk sementara meninggalkan ibukota Mesir bertepatan dengan peringatan satu tahun revolusi rakyat Mesir. Tindakan Amitai ini dicermati karena munculnya kekhawatiran atas serangan terhadap kedubes Israel bertepatan dengan peringatan pertama kemenangan revolusi rakyat Mesir.
Sebelumnya warga Mesir menyerbu kedubes Israel di al-Jizah, Kairo serta mendudukinya selama beberapa jam. Sementara Mesir dalam keadaan siaga penuh, setelah para pemrotes menyerbu kompleks kedubes Israel dan terlibat bentrokan dengan polisi, yang memicu pengungsian dubes dan staf lainnya. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan massa itu satu "insiden serius" sementara Presiden Amerika Serikat Barack Obama meminta Mesir melindungi kedubes itu.
Para pemrotes merusak satu pagar keamanan di sekitar misi itu dengan mengguakan palu besar, menyingkirkan serta membakar bendera Israel dan memasuki kedubes itu, merusak ribuan dokumen yang mereka buang ke massa. Mereka juga membakar truk-truk polisi dan menyerang kantor polisi regional di distrik al-Jizah lokasi kedubes itu. Ratusan tentara yang didukung mobil-mobil lapis baja dikerahkan ke lokasi itu setelah Obama menyerukan Kairo melindungi kedubes tersebut.
Di sisi lain, selama satu tahun lalu pipa gas dari Mesir ke Israel berulang kali diledakkan. Meski identitas pelaku masih misterius, namun aksi ini menunjukkan sentimen anti Israel di tengah warga Mesir, khususnya pasca revolusi terbaru di negara ini. Tumbangnya diktator Hosni Mubarak membuat kondisi dalam negeri Mesir mengalami perubahan yang signifikan, bahkan di tingkat kebijakan luar negeri khususnya hubungan dengan Rezim Zionis Israel juga sangat terpengaruh.
Dengan demikian hubungan mesra antara Mesir dan Israel yang berjalan lebih dari 30 tahun di era kekuasaan Mubarak akhirnya berakhir. Sebelumnya Mesir juga pernah menjadi negara yang menentang keras berdirinya rezim ilegal Israel bahkan memerangi Tel Aviv. Ketika Israel di tahun 1948 mendeklarasikan eksistensi ilegalnya di atas tanah Palestina, mayoritas negara Arab geram dan bangkit memerangi Israel.
Presiden Mesir di dekade 60-an, Gamal Abdul Nasser termasuk pelopor perang anti Israel. Dengan landasan ideologi nasionalisme Arab, ia berusaha menghimpun kekuatan bangsa Arab melawan Israel. Namun kekalahan telak yang diterima negara Arab di perang enam hari tahun 1967, langsung membuat semangat perang mereka merosot tajam. Mereka pun tenggelam dalam kebingungan dan keterkucilan.
Di kondisi seperti ini, Mesir yang sebelumnya menjadi pelopor perang anti Israel berubah 180 derajat dan bersedia berdamai dengan Tel Aviv. Tak hanya itu yang membuat banyak pihak tercengang, Kairo bahkan lebih berani dengan mengakui secara resmi Rezim Zionis Israel. Selanjutnya Mesir bukan hanya tidak memerangi Israel, namun malah bekerjasama dengan rezim ini baik di bidang politik maupun keamanan. Mubarak yang kemudian menjabat presiden Mesir tak lama setelah penandatanganan perjanjian damai antara Kairo dan Tel Aviv dapat disebut sebagai satu-satunya pemimpin Arab yang paling dekat dengan Israel.
Di era kepemimpinan Mubarak, baik dari segi politik maupun keamanan memiliki kedekatan dengan Israel. Mubarak juga dapat disebut sebagai benteng pertahanan Israel. Puncak kedekatan Mesir dengan Israel terjadi sekitar tiga tahun lalu ketika militer Israel menyerang Jalur Gaza secara brutal. Pemerintah Mesir kala itu, bukannya berusaha menghentikan brutalitas Israel terhadap warga Gaza, namun malah menutup jalur penyeberangan Rafah. Dengan demikian Mesir menjadi tangan kanan Israel dalam menumpas serta memboikot warga Gaza.
Oleh karena itu, runtuhnya pemerintahan Mubarak di Mesir merupakan pukulan telak bagi Israel. Di tengah iklim yang mayoritas negara Arab masih belum mengakui secara resmi eksistensi rezim ilegal Israel dan opini publik di negara-negara ini cenderung anti Israel maka tumbangnya pemerintahan yang dekat dengan Israel di Mesir yang sebut banyak pihak sebagai halaman kosong Israel di Dunia Arab membuat kondisi rezim ini semakin sulit.
Israel sendiri dengan jelas mengetahui bahwa Mesir memiliki posisi penting di Dunia Arab dan setiap perubahan yang terjadi di negara ini dapat menjadi model serta teladan bagi negara Arab lainnya. Contoh nyata yang membuktikan hal ini adalah tindakan Gamal Abdul Nasser, presiden Mesir saat itu yang menghentikan perang dengan Israel dan kemudian diikuti oleh banyak negara Arab lainnya.
Israel Pecundang Utama Kebangkitan Bangsa Arab
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Israel menjadi pecundang utama kebangkitan revolusi bangsa Arab dalam satu tahun terakhir. Meski tuntutan utama para revolusioner di negara Arab adalah perubahan sistem dikatator serta sistem politik yang terbuka, namun tak diragukan lagi bahwa salah satu dampak dari perubahan mendasar di sistem politik dan demokratisasi adalah transformasi serius dan mendasar di bidang kebijakan luar negeri negara-negara ini.
Salah satu poin kolektif di opini publik Arab adalah sentimen anti Israel. Tak diragukan lagi pemerintaan sipil mau tidak mau harus mengkaji ulang ideologi dan pandangan mereka di berbagai bidang termasuk kebijakan luar negeri khususnya hubungan dengan Rezim Zionis Israel. Sejak perubahan yang terjadi di Dunia Arab banyak kalangan memprediksikan bahwa mengingat sentimen anti Israel yang meluas di negara Arab maka salah satu dampak serius dari kebangkitan rakyat Arab juga mempengaruhi hubungan Arab dengan Israel.
Sementara itu, Israel saat ini tengah mengkhawatirkan meningkatkan kekuatan kubu Islam di negara-negara Arab. Khususnya kubu ini paling anti Israel dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hasil pemilu terbaru di Tunisia, Maroko dan Mesir menunjukkan dukungan besar rakyat terhadap kubu Islam. Tentunya hal ini kian membuat Israel khawatir. Tel Aviv khawatir naiknya kubu Islam di Mesir serta negara Arab lainnya membuat hubungan mereka dengan negara Arab kian renggang dan posisi Israel di kawasan pun akan terguncang.
Perubahan di konstelasi antara Arab dan Israel pasca kemenangan revolusi Arab bukan berarti konfrontasi bersenjata dan militer dengan rezim ilegal ini. Namun yang pasti perjalanan selanjutnya negara Arab tidak akan menguntungkan dan seharmonis di era Mubarak bagi Israel. Sepertinya babak baru yang tidak menguntungkan Israel di kawasan mulai terbentuk. (IRIB Indonesia/MF)
Israel: Iran Dapat Menargetkan AS Pada 2015
Menteri Keuangan Israel Yuval Steinitz mengklaim bahwa Iran dapat menargetkan Amerika Serikat dengan rudal antar benua pada tahun 2015.
"Mereka (Iran) bekerja sekarang dan menginvestasikan miliaran dolar untuk mengembangkan rudal balistik antar benua," katanya kepada CNBC pada Rabu (22/2). "Dan kami memperkirakan bahwa dalam dua sampai tiga tahun mereka akan memiliki rudal balistik antar benua pertama yang dapat mencapai Pantai Timur Amerika," ujar Steinitz.
"Jadi tujuan mereka adalah untuk menempatkan ancaman balistik nuklir ... langsung ke Eropa dan ke Amerika," klaim mantan ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset Zionis.
Sebelumnya, Wakil Perdana Menteri Israel Moshe Yaalon mengklaim bahwa Iran sedang mengembangkan rudal dengan jangkauan 10.000 kilometer yang mampu mencapai Pantai Timur AS.
Israelaktif meyakinkan masyarakat internasional bahwa Republik Islam merupakan ancaman dan bahkan meminta AS untuk menghentikan program nuklir damai Iran.
Sementara program nuklir Israel diyakini oleh banyak pihak sebagai ancaman mematikan dan dipercaya secara luas berada di balik serangkaian pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran. (IRIB Indonesia/RM)
AS Tak Sabar Gulingkan Pemerintah Suriah
Amerika Serikat sekali lagi mengatakan akan mempertimbangkan bantuan militer kepada kelompok-kelompok bersenjata untuk melawan pemerintah Suriah dalam upaya untuk menekan Presiden Bashar al-Assad menyerahkan kekuasaan.
Parapejabat AS mengatakan bahwa langkah-langkah tambahan mungkin harus dipertimbangkan jika Presiden Suriah tidak mundur, Press TV melaporkan pada Rabu (22/2).
"Jika kita tidak bisa membuat Assad tunduk pada tekanan, kita mungkin harus mempertimbangkan langkah-langkah tambahan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland, tetapi ia menolak untuk menguraikan langkah-langkah apa yang dimaksud.
Dalam beberapa hari terakhir, para pejabat Washington semakin agresif dalam menentang Damaskus dan beberapa politisi AS telah menyerukan untuk mempersenjatai oposisi Suriah.
Pada hari Senin, Senator John McCain mengatakan, sekarang saatnya bagi masyarakat internasional untuk memberikan bantuan tambahan kepada oposisi Suriah. "Ada cara untuk menjamin senjata kepada orang-orang yang memerangi pemerintahan semacam ini. Kami telah membuktikannya di Libya," kata McCain kepada wartawan dalam kunjungan ke al-Quds, Palestina.
Menteri Luar Negeri Hillary Clinton juga berjanji akan berbicara dengan Rusia dan Cina untuk mengubah posisi mereka terkait Suriah.
Presiden Assad mengatakan pada Senin bahwa beberapa negara asing memicu kerusuhan di Suriah dengan mendukung dan mendanai kelompok teroris bersenjata untuk melawan pemerintah. (IRIB Indonesia/RM)
Kapal Selam Dolphin Keempat Menuju Israel
Kapal selam kelas Dolphin keempat yang dibuat oleh Jerman akan dikirim ke Angkatan Laut Israel dalam waktu dekat, berbagai laporan mengatakan.
Menurut seorang pejabat keamanan Israel, pembangunan kapal selam hampir berakhir dan akan ditransfer ke Israel setelah menjalani tes laut, Press TV melaporkan pada Rabu (22/2).
Jerman telah memberikan Israel dengan tiga kapal selam Dolphin, dua di antaranya disumbangkan oleh Berlin, sementara yang ketiga, setengahnya didanai oleh Israel. Dua kapal selam lagi diharapkan akan diserahkan ke Israel pada tahun 2013 sebagai bagian dari kebijakan Tel Aviv untuk mengubah angkatan lautnya ke dalam angkatan laut bawah air.
Kapal selam Dolphin adalah kendaraan tunggal yang paling mahal dalam kekuatan pertahanan Israel dan dianggap paling canggih di antara kapal-kapal selam konvensional di dunia. Setiap kapal selam dipersenjatai dengan tabung torpedo, yang mampu menembakkan rudal sub-Harpoon. Kapal selam juga mampu menyebarkan ranjau, dan dikenal dapat membawa rudal berhulu ledak nuklir.
Kapal dengan panjang 68 meter diyakini sebagai kapal selam buatan Jerman terpanjang setelah Perang Dunia II. (IRIB Indonesia/RM)
Rezim Riyadh Diperingati Tidak Melanjutkan Represi Tangan Besi
Ulama di timur Arab Saudi mengecam penumpasan secara brutal demosntrasi warga oleh pasukan keamanan al-Saud seraya memperingatkan memburuknya kondisi Arab Saudi jika rezim Riyadh terus menggunakan represi dalam menghadapi demonstrasi damai warganya.
Mehr News (22/2) melaporkan, para ulama hauzah ilmiah al-Ihsa' merilis statemen yang mengecam aksi brutal pasukan keamanan rezim al-Saud dan menyatakan, "Harus dilakukan penyelidikan independen terhadap para demonstran di Qatif yang menjadi korban brutalitas aparat. Dan para tahanan politik harus dibebaskan."
Ditegaskan pula bahwa akar dari semua aksi protes tersebut adalah perasaan yang terpendam di hati seluruh warga Syiah, karena mereka kecewa janji-jani para pejabat Saudi tidak pernah terealisasi dan pengingkaran janji itu membuat kondisi semakin rumit.
Dalam statemen itu disebutkan, penggunaan peluru terhadap warga yang berdemonstrasi secara damai sama sekali tidak dapat ditolerir.
Para ulama al-Ihsa' menuntut pembentukan komisi independen untuk melakukan penyidikan secara transparan dan penindakan para pelaku pembunuhan di kota Qatif. Tidak hanya itu, pos-pos pemeriksaan di kota Qatif juga harus dibubarkan karena telah membatasi ruang gerak warga dalam beraktivitas dan semakin memperburuk kondisi mereka.(IRIB Indonesia/MZ)
Lebanon Boikot Pertemuan Friends of Syria
Menteri Luar Negeri Lebanon menegaskan bahwa Beirut tidak akan hadir dalam pertemuan "Friends of Syria" di Tunisia.
Adnan Mansour mengatakan, Lebanon selalu menghindari intervensi terkait krisis di Suriah. Oleh karena itu, Beirut akan selalu menjahui keputusan Liga Arab anti-Damaskus, khususnya keputusan terbaru pada tanggal 12 Februari yang menuntut Lebanon memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Suriah. Televisi al-Alam melaporkan , Rabu (22/2).
Ketika menyinggung undangan Menlu Tunisia untuk menghadiri pertemuan Friends of Syriadi negaranya, Adnan Mansour menandaskan, kita menyatakan dengan tegas untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Suriah. Ditambahkannya, mereka yang ingin intervensi urusan internal Damaskus harus transparan menjelaskan tujuannya.
Rusia juga memboikot pertemuan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich membantah adanya kemungkinan hadirnya wakil dari Moskow dalam pertemuan itu.
Lukashevichmenambahkan, berdasarkan berita yang kami terima, kelompok oposisi Suriah diundang untuk hadir dalam pertemuan di Tunisia. Namun, Damaskus tidak. Hal itu berarti kepentingan mayoritas rakyat Suriah yang mendukung kedaulatan negaranya tidak terwakili dalam pertemuan ini.
Sementara itu pemerintah Cina belum mengeluarkan keputusan soal pertemuan itu. Padahal Beijing telah menerima undangannya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Li mengatakan, Beijing tidak setuju ada satu negara yang mengintervensi Suriah. Pemerintah Cina akan mengkaji tema pertemuan itu terlebih dahulu.
Menurut rencana, pertemuan Friends of Syria akan digelar pada tanggal 24 Februari di Tunisia. Kelompok yang dikenal dengan Dewan Nasional Suriah (Oposisi Damaskus yang tinggal di luar negeri) diundang sebagai wakil Suriah dalam pertemuan itu. (IRIB Indonesia/RA/PH)
Peristiwa 11 September Membuat Memeluk Islam
Nama saya Abbas al Ridha. Saya tinggal di Oxnard California Amerika sejak usia 14 tahun. Semua anggota keluarga saya beragama Katolik. Saya dibesarkan dalam lingkungan Katolik. Saya ke gereja setiap hari minggu dan rumah saya dipenuhi dengan simbol-simbol ajaran katolik. Tapi ketika saya menginjak remaja dan menempuh sekolah menengah, saya mulai mempertanyakan keyakinan keagamaan yang saya selama ini.
Sebenarnya saya tidak pernah merasakan diri sebagai seorang pemeluk Katolik yang taat. Dan saya tidak mempunyai keyakinan seperti ketaatan keluarga saya terhadap ajaran Katolik. Saya juga tidak mengetahui apa-apa tentang Islam dan sudah pasti saya tidak terpikir bahwa satu hari nanti akan memeluk agama Islam.
Tiba-tiba segalanya berubah, dan saya memiliki kesadaran baru tentang dunia. Suatu pagi saya bangun dari tidur dan bersiap menuju sekolah. Ketika itu saya melihat ibu sedang duduk di depan tv dengan perasaan sedih. Saya bertanya apakah yang telah terjadi dan kemudian melihat kearah tv. Ia menayangkan menara kembar sedang terbakar dan hancur. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya, siapa pelakunya dan mengapa ibu saya begitu sedih. Saya ke sekolah dan melupakan perkara tersebut. Di sekolah saya mendengar para guru berbicara mengenai menara kembar dan tampaknya berita tersebut menyebar di mana-mana. Walaupun peristiwa tersebut telah terjadi, saya masih tidak paham apa dan mengapa menjadi buah bibir. Ibu saya hanya mengungkapkan adanya sekolompok orang yang sangat jahat melakukannya.
Beberapa tahun setelah itu saya masih ingat saat Amerika menyerang Irak dan semua peperangan yang berikutnya. Saya tidak paham mengapa Amerika menyerang Irak tetapi ia benar-benar membuat saya semakin penasaran. Akhirnya pada tahun pertama menempuh sekolah menengah, saya mulai tahu bahwa orang yang menghancurkan menara kembar adalah orang muslim teroris, dan mereka datang dari Timur Tengah serta kami diberitahu bahwa orang inilah yang harus kita perangi.
Di usia remaja saya menyenangi benda-benda perang dan permainan video games perang. Saya melihat situs-situs yang menayangkan gambar-gambar teroris, membaca artikel mengenainya yang menyebutkan perkara-perkara negatif tentang Islam dan penganutnya, termasuk apa saja yang berkaitan dengan Timur Tengah. Saya juga melihat video-video penggalan kepala, semuanya membuat saya bingung dan amat terganggu. Pikiran saya berubah dan saya merasakan telah di-brainwashed. Saya berprasangka buruk terhadap muslim. Saya pikir mereka semua adalah teroris dan ibu ayah saya tidak pernah memperbaikinya karena mereka juga mempunyai pikiran yang sama. Mereka sama sekali tidak menyukai umat Islam.
Pada tahun yang saya, kakek saya meninggal dunia pada usia 72 tahun. Saya merasa patah hati dan berada dalam kondisi depresi yang kronik, karena saya amat akrab dengan kakek saya. Saya mula mendengarkan musik-musik morbid dan malah melukis gambar-gambar setan. Saya menjadi seorang yang amat depresi dan bingung. Ibu ayah saya begitu bimbang, mereka mengambil semua CD dan lukisan tersebut, tetapi tidak mengubah perasaan saya.
Pada akhir sekolah menengah, saya tidak lagi merasa depresi. Saya tidak lagi menyenangi semua benda-benda setan tersebut. Pikiran saya masih terganggu dan memandang buruk terhadap muslim.
Saya mulai menyelami kehidupan umat Islam dan masyarakat Timur Tengah yang selam ini distempel negatif. Saya membaca propaganda buruk tentang mereka, tetapi anehnya untuk beberapa sebab saya tertarik kepada mereka dan saya mulai menggugat tuduhan yang selama ini trelanjut saya yakini. Akhirnya saya berhasil keluar dan menemui sesuatu yang sama sekali berbeda….
Kebenaran itu Datang
Saya akhirnya mengetahui bahwa umat Islam adalah orang yang mencintai perdamaian. Saya mengetahui bagaimana Osama Bin Laden dan perstiwa 11 September telah membuat semua umat Islam tampak buruk, tapi semua itu salah! Saya bertanya dalam hati mengapa saya begitu terpedaya oleh propaganda Islamophobia selama ini??
Pemikiran dan sikap saya mulai berubah terhadap Islam. Saya kini mencintai umat Islam dan Timur Tengah dan mendukung muslim. Saya juga mengenali mereka yang tinggal di sana. Saya melanjutkan pelajaran dan merasa yakin tentang pengetahuan politik saya berkaitan Timur Tengah. Saya mula merasakan lebih sadar dengan apa yang terjadi di dunia selama ini.
Walaupun saya sudah sampai ke tahap ini, namun pengetahuan saya amat sedikit tentang Islam. Akhirnya saya melanjutkan pendidikan ke jenjiang perguruan tinggi mengenai Islam.
Walaupun saya sedang berjalan di lorong yang benar dan melihat kebohongan jahat tentang umat Islam di Amerika, tetapi ibu bapak saya tidak dapat melihat pandangan saya. Mereka terus saja berpegang kepada keyakinan mereka. Mereka amat bimbang dengan pandangan saya tentang Islam dan segala yang berkaitan dengan Timur Tengah. Mereka sering bertanya dan memarahi saya karena minat saya terhadap Islam. Mereka akan mengulangi kebohongan yang dulu saya yakini. Satu kepercayaan yang terlanjur diterima sebagai keyakinan kolektif sebelum melakukan penelitian sendiri. Malah orang tua saya menuding saya sebagai pengikut Osama Bin Laden. Semuanya ini membuat saya sedih karena saya ingin belajar lebih mendalam tentang Islam.
Saya benar-benar belajar dan berjaga sepanjang malam untuk mengetahui lebih jauh tentang Islam dan bagaimana orang-orang muslim menjalani kehidupan mereka. Bagaimana mereka shalat dan saya pelajari tempat-tempat penting bagi orang Islam. Saya belajar sebanyak yang mungkin tentang Islam. Sehingga saya membuat keputusan untuk memeluk agama Islam. Saya mencintai Islam. Saya mulai merasakan keberadaan Tuhan dan mengenali-Nya melalui Islam.
Setelah memahami apa itu Islam, saya mula mengenalkannya kepada orang tuasaya tentang Muslim dan Islam. Kini mereka juga mula mengetahui hakikatnya. Saya memberikan informasi yang benar kepada mereka. Mereka mula tenang dan tidak lagi bimbang tentang minat saya terhadap Islam. Mereka tidak menentang saya, dan mereka mulai menyadari upaya menyibak kebenaran ajaran Islam.
Waktu berlalu, saya belajar lebih banyak tentang Islam, tentang Nabi Muhammad Saww dan tokoh-tokoh lain dalam sejarah Islam. Akhirnya saya belajar apa yang perlu saya lakukan untuk menjadi seorang muslim, mengucapkan kalimah syahadah. Inilah jalan yang saya pilih.
Pada malam 23 Januari 2010, saya pun mengucapkan syahadah. Saya merasa sempurna, saya merasakan kegembiraan yang membuncah. Saya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan demi mencari kebenaran. Saya menolak segala rencana jahat dan kebohongan tentang muslim di sekitar saya sendiri. Satu-satunya cara ialah dengan belajar tentang Islam dan bagaimana hidup sebagai seorang muslim.
Saya sungguh bangga dengan agama Islam dan kepatuhan kepada Allah swt. Saya tidak akan mundur ke belakang. Saya hanya akan mengabdikan diri kepada Allah swt. Saya adalah hambaNya dan saya tidak ragu tentangnya. Saya juga merupakan seorang pemeluk syiah yang mencintai Rasulullah dan Ali, Husein, dan seluruh Ahlul bait. Saya mencintai Syiah.(IRIB Indonesia/revertmuslim)
Setahun Kebangkitan Rakyat Bahrain
Kebangkitan Islam yang melanda Timur Tengah dan Afrika Utara telah berhasil menggulingkan sejumlah rezim diktator. Menyusul tumbangnya, Ben Ali di Tunisia, Mubarak di Mesir dan Gaddafi di Libya, arus kebangkitan Islam itu melanda Bahrain sejak Februari tahun lalu. Perjuangan rakyat Bahrain hingga kini belum mampu menumbangkan rezim despotik Al-Khalifa, meski sudah menumpahkan darah para syuhada rakyat negara Arab itu. Para analis menilai salah satu faktor pemicunya adalah dukungan AS terhadap rezim Manama.
Kebangkitan rakyat Bahrain melawan rezim Al-Khalifa selama setahun ini senantiasa menghadapi penyensoran berita oleh media massa mainstream yang mengklaim sebagai pengusung demokrasi dan kebebasan pers. Penyensoran terorganisir yang dilakukan media massa mainstream dilakukan demi kepentingan rezim despotik Bahrain. Namun, berbagai cara ilegal tersebut tidak mampu mematahkan tekad baja perjuangan rakyat Bahrain menentang penguasa lalim di negaranya sendiri.
Sementara itu, tingkat ketergantungan rezim Al-Khalifa terhadap AS dan Saudi kian hari semakin nyata. Saking tingginya ketergantungan Manama terhadap Riyadh, para analis politik dan media menilai Bahrain bagian dari wilayah Arab Saudi. Setelah rezim Al-Khalifa merasa tidak mampu mengatasi perlawanan damai rakyat Bahrain, pemerintah Manama meminta bantuan Arab Saudi. Gayungpun bersambut, Riyadh menyambutnya dengan mengirimkan bantuan tentara yang dilengkapi persenjataan lengkap untuk menumpas perlawanan rakyat Bahrain.
AS dan sekutunya berupaya menunggangi gelombang kebangkitan Islam di kawasan Timur Tengah dan Afrika utara demi mewujudkan kepentingan busuknya. Dengan mengklaim sebagai pendukung demokrasi dan hak asasi manusia, Barat menampilkan diri sebagai pembela rakyat regional melawan rezim despotik. Klaim inilah yang dilancarkan AS dan sekutunya terhadap pemerintahan Damaskus. Tapi pada saat yang sama, Washington secara membabi buta membela rezim al-Khalifa yang menindas rakyatnya sendiri.
Tepat sehari pasca kunjungan mantan Menteri Pertahanan AS, Robert Gates ke Manama, Arab Saudi mengirimkan ratusan tentara beserta perlengkapan militer ke Bahrain untuk menumpas perlawanan rakyat negara di pesisir Teluk Persia itu. Kebijakan ini menunjukkan bahwa Riyadh memainkan peran Washington di kawasan Timur Tengah.
Koalisi haram antara rezim Al-khalifa dan Al-Saud gagal membendung gelombang revolusi rakyat Bahrain yang menuntut hak-haknya secara damai. Terkait hal ini, Ayatullah Isa Qasim, tokoh terkemuka rakyat Bahrain dalam peringatan setahun revolusi rakyat Bahrain melawan rezim Al-Khalifa mengatakan, "Siapapun tidak akan bisa menghentikan revolusi rakyat Bahrain. Kebangkitan Islam semakin memuncak. Kini, sebagian rakyat yang sebelumnya belum bangkit mulai sadar dan tidak lama lagi akan bergabung dengan gerakan perlawanan rakyat."
Kebangkitan rakyat Bahrain memiliki dimensi nasional, regional dan internasional. Negara-negara Barat terutama AS bersama sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab berada dalam satu front mendukung rezim despotik Al-Khalifa untuk memberangus perlawanan damai rakyat Bahrain.
AS dan negara-negara Barat yang mengklaim sebagai pendukung demokratisasi melakukan berbagai cara untuk mewujudkan ambisi busuknya dengan mengintervensi urusan internal negara lain. Contoh paling nyata adalah penggunaan slogan demokrasi dan hak asasi manusia sebagai alat untuk menumbangkan pemerintahan Damaskus. Pembelaan terhadap demokrasi dan kebebasan dijadikan alat oleh negara-negara Barat terutama AS untuk menjustifikasi tujuan ilegalnya di Suriah. Dengan cara ini, Barat memecah belah persatuan rakyat dan pemerintah Suriah yang selama ini relatif solid dalam menghadapi rezim Zionis. Pada saat yang sama, negara-negara Barat dan Arab justru mendukung rezim Al-Khalifa dalam memberangus perlawanan rakyat. Lebih dari itu, mereka juga mengirimkan bantuan militer terhadap penguasa Manama yang dipergunakan untuk membantai rakyat Bahrain.
Terkait hal ini, koran The Guardian melaporkan, satu tahun berlalu sejak dimulainya penumpasan gerakan rakyat di Bahrain oleh rezim al-Khalifa, pemerintah Inggris terus melanjutkan penjualan senjatanya kepada rezim Al-Khalifa. Koran terbitan Inggris itu menjelaskan selama beberapa bulan sejak dimulainya penumpasan terhadap gerakan kebangkitan Bahrain, Inggris telah menjual senjata ke Manama senilai lebih dari satu juta pound. Sebagian besar persenjataan yang dijual ke Bahrain adalah jenis senjata ringan yang digunakan untuk penumpasan protes. Ironisnya, pemerintah London mengakui ekspor persenjataan tersebut.
Setahun lalu terungkap fakta bahwa pemerintah Inggris menjual senjata kepada rezim-rezim Bahrain, Libya, dan Mesir, dan mengeluarkan sebanyak 158 izin ekspor senjata ke negara-negara itu. Sebanyak 44 izin tersebut berupa ekspor senjata ke Bahrain. Tahun lalu, Inggris juga menjual senjata senilai lebih dari satu juta pound ke Arab Saudi yang menjadi pendukung rezim al-Khalifa dalam menumpas gerakan rakyat Bahrain.
Bahrain adalah sebuah negara kecil dengan luas areal 700 kilometer persegi dan dihuni kurang dari satu juta orang. Posisi strategis Bahrain di kawasan Teluk Persia menyebabkan AS menempatkan kapal induk angkatan laut kelimanya di negara itu.
Armada Kelima Angkatan Laut AS di Bahrain berfungsi sebagai penjaga kepentingan ilegal AS di Teluk Persia, Laut Oman, Teluk Aden dan sebagian wilayah Laut Merah.
Pada tanggal 26 Mei, Angkatan Laut AS memulai pelaksanaan proyek perluasan Armada Kelima Angkatan Laut AS di Pelabuhan Salman yang terletak di timur Manama. Proyek ambisius itu menelan anggaran militer senilai $580 juta. Dilaporkan, proyek itu juga melebar ke wilayah darat seluas 28 hektar yang akan digarap dalam empat tahap. Menurut rencana, proyek besar Angkatan Laut di Bahrain akan tuntas hingga tahun 2015. Melalui proyek itu, luas pangkalan militer AS di Bahrain akan melebar dua kali lipat. Selain itu, militer AS juga berniat meningkatkan kemampuan dan kapasitas Armada Kelima Angkatan Laut AS. Namun transformasi terbaru di negara ini membuat rencana Washington dihadapkan pada nasib yang tidak jelas.
Bahrain secara politis dan militer sangat penting bagi AS. Salah satu motif dukungan AS terhadap rezim despotik Al-Khalifa dalam rangka mengamankan pangkalan militernya di negara Arab itu. Bagi Washington, pangkalan militer AS di Bahrain sangta penting demi mencegah meluasnya perlawanan rakyat terhadap rezim despotik Al-Khalifa.
Terbentuknya pemerintahan demokratis di Bahrain menggantikan rezim monarki akan mengubah konstelasi kawasan yang merugikan kepentingan AS. Pada saat yang sama Gedung Putih tahu persis ketakutan rezim Al-Saud yang begitu khawatir atas meluasnya gelombang kebangkitan Islam di kawasan melanda Arab Saudi. Untuk itu, Washington mendukung langkah Riyadh mengirim pasukan ke Bahrain demi memadamkan perlawanan rakyat yang terjadi di negara tetangga dekatnya itu. Tapi, tampaknya brutalitas rezim Manama yang dibantu negara-negara Arab dan Barat tidak mampu membendung gelombang perlawanan rakyat Bahrain yang kian hari semakin meluas.(IRIB Indonesia/PH)
Warga Muslim Afghanistan Kutuk Pembakaran Al-Qur'an
Ribuan rakyat Afghanistan tumpah ruah di depan markas militer AS di Bagram, bagian utara Kabul dengan meneriakkan slogan anti AS.
Menurut Kantor Berita ABNA, penghinaan tentara AS terhadap Al-Qur'an menuai protes dan kecaman. Selasa pagi (21/2) ribuan rakyat Afghanistan berkumpul di depan markas militer AS Bagram, Utara Kabul sambil meneriakkan slogan anti-Amerika.
Tentera Amerika di Bakram baru-baru ini menunjukkan sikap anti Islam mereka dengan membakar beberapa buku agama termasuk Al-Qur'an. Ahmad Mubin, salah seorang wartawan media setempat menceritakan, "Para pengunjuk rasa memprotes penghinaan tentara AS terhadap Al-Quran. Menurut mereka, aksi unjuk rasa tersebut adalah bentuk protes dan kecaman atas tindakan anti-Islam tentara AS yang beberapa hari lalu membakar beberapa naskah Al-Qur'an.
Aksi tersebut bukanlah kali pertama rakyat Afghanistan memprotes pembakaran Al-Quran oleh tentara asing. Sementara itu Jeneral Joan Allen, Komandan NATO di Afghanistan telah menyampaikan permohonan maaf terhadap tindakan biadab tentara AS dan berjanji akan memastikan kejadian yang sama tidak akan berulang lagi.
Diberitakan, Hamid Karzai presiden Afghanistan turut mengecam tindakan yang menghina umat Islam sedunia tersebut. Beliau menuntut agar kasus tersebut secepatnya diteliti dan pelakunya ditindak secara hukum.
“Apa Makna Semua Urusan di Tangan Allah Swt?”
رُوِيَ عَن حسن بن عليٍ العَسكري (عليهماالسلام) قال:
Diriwayatkan, Imam Hasan bin Ali al-Askari as berkata: "Orang yang lamban tidak akan mendahului nasibnya dan orang yang tamak tidak akan mendapatkan apa yang tidak ditakdirkan untuknya. Barang siapa yang diberi kebaikan, maka Allah Swt yang memberikan kepadanya, dan orang yang terhindari dari keburukan, maka Allah telah menjauhkannya dari keburukan."
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan hadis tersebut dan mengatakan, "Orang yang melaksanakan tugasnya secara normal dan tidak terburu-buru dalam urusan duniawinya, maka tidak tidak akan mendahului apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya. Orang seperti ini tidak bisa mendahului nasibnya, karena dia tidak berlari mengejar."
"Di sisi lain, orang yang tamak, jangan sampai ia beranggapan akan mendapatkan lebih dari apa yang telah ditakdirkan Allah Swt. Tidak! Baik orang yang lamban maupun yang tamak, tidak akan mendapatkan lebih dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Itu semua hanya anggapan, karena semua hisab bukan di tangan kita."
"Jika orang menikmati kebaikan, maka Allah Swt yang memberikan kepadanya. Jika Allah tidak menginginkannya, maka kebaikan itu tidak akan sampai padanya. Jika seseorang terjauhkan dari keburukan, maka Allah yang telah menjaganya dari keburukan itu. Bukan dia yang mampu menjaga diri."
"Semua ungkapan itu membuktikan satu makna makrifat, bahwa manusia harus mengetahui, semua kebaikannya ada di tangan Allah Swt. Masalah kebaikan dan keburukan manusia hanya Allah yang tahu."
"Lalu apa yang harus dilakukan manusia? Ia harus mengetuk pintu rumah pihak yang memiliki kekuatan. Meminta kebaikan dari-Nya dan menjauhkannya dari keburukan. Mintalah kebaikan dari-Nya dan memohonlah agar kalian dijauhkan dari keburukan. Ini semua menjelaskan satu makrifat bahwa semua urusan ada di tangan Allah Swt. Oleh karena itu, jangan kalian siksa batin kalian, pergilah menghadap-Nya dengan hati yang tenang dan memohonlah agar kesulitanmu terselesaikan."
Sejarah mencatat seratus delapan puluh lima tulisan dari Rasulullah Saw. Tulisan-tulisan ini mencakup surat perjanjian, seruan kepada para penguasa dan kepala kabilah untuk masuk Islam , instruksi kenegaraan, amnesti, dan selainnya. Tulisan-tulisan ini memberikan ilustrasi tentang etika politik dan sosial beliau. Urgensi surat-surat ini terletak dalam menonjolnya sikap hukum dan politik Rasulullah Saw. Kendati dalam sebagian teksnya terdapat wejangan-wejangan moral, bahkan penjelasan tentang Pandangan Dunia, tapi hal-hal ini diperhatikan sebagai refleksi etika politik-sosial beliau.
Salah satu contohnya adalah perbedaan nada surat Rasulullah Saw yang ditujukan kepada para raja Kristen seperti Heraclius (dimana dalam surat itu beliau membawakan ayat,Katakanlah: wahai Ahlulkitab, marilah kita bersama dalam kalimat yang serupa antara kami dan kalian, (yaitu) tidak menyembah selain Allah, tidak menyekutukan-Nya, dan tidak menjadikan sebagian dari kita sebagai penguasa selain Allah. Jika mereka berpaling, katakanlah: bersaksilah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri) dan surat yang ditujukan kepada orang-orang seperti Khosrou Parviz.
Analisis mendalam atas tulisan-tulisan ini bisa menjelaskan sirah dan sunnah Rasulullah Saw dalam semua dimensi politik-sosial dan hukum. Tulisan-tulisan ini, dari satu sisi, bisa menjadi referensi untuk menelurkan protokol-protokol hukum Dunia Islam, dan dari sisi lain, ditunjukkan kepada lembaga serta badan hukum dan politik dunia modern, khususnya Barat. Tentu ini membutuhkan studi para pemikir dan cendikiawan muslim dalam kamus neraca hukum dunia di masa kini. Penggalian neraca-neraca modern hak asasi manusia (HAM) dalam Islam berdasarkan sunnah Nabi Saw, tak hanya membuat Dunia Islam mampu mengatasi persoalan-persoalan kontemporer dunia, tapi juga bisa menjadi standar untuk mengevaluasi neraca-neraca hukum masa kini, khususnya di era globalisasi seperti sekarang.
Dunia Islam membutuhkan sebuah gerakan serius dan revolusioner dalam lingkup pemikiran-pemikirannya. Gerakan ini harus memiliki dua unsur utama, yaitu riset dan perbandingan. Dalam tahap awal, Dunia Islam memerlukan para pemikir dan periset kompeten yang sanggup menyelami samudera ajaran Islam dan mengeluarkan mutiara-mutiaranya. Dalam tahap kedua, ia membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan membandingkan neraca hukum Islam dengan neraca rasional masa kini, yang tertuang dalam deklarasi-deklarasi seperti Deklarasi HAM yang telah menjadi manifes hukum dunia modern era globalisasi. Tentu saja, riset dan perbandingan ini bukan demi memetamorfosiskan neraca hukum Islam menjadi neraca kontemporer. Tujuan riset dan perbandingan ini adalah menelurkan sebuah piagam HAM komprehensif, yang tak hanya memuat hak dan kewajiban manusia, tapi juga memperlihatkan tujuan spiritualnya dalam memanfaatkan hak-hak insaninya.
Tampaknya, masyarakat yang lebih mengedepankan unsur hak ketimbang kewajiban dan melalaikan atau meminggirkannya, akan rentan terhadap bahaya serupa yang mengancam masyarakat yang murni mengagungkan kewajiban. Hukum-hukum Islam menempatkan hak dalam tempat yang layak. Ia tidak mengorbankan hak sebagai tumbal kewajiban, dan juga sebaliknya.
Para pemikir dan cendekiawan masa kini mengkritik berbagai manifes dan protokol hukum di pentas dunia lantaran kecenderungannya pada masalah hak belaka. Padahal, salah satu hak insani paling gamblang adalah pengetahuan manusia akan hak dan kewajibannya sekaligus. Selama manusia tidak merasa bertanggung jawab di hadapan seorang atasan, maka pasti ia tak mampu mengenal konsep hak-haknya. Pengenalan hak bergantung pada pelaksaan kewajiban, dan pelaksanaan kewajiban bergantung pada kepemilikan hak. Kewajiban ini merupakan faktor terwujudnya hak manusia, bukan penghalangnya.
Kami yakin, al-Quran dan sunnah Nabawi serta Alawi adalah literatur komprehensif yang memuat penjelasan tentang hak dan kewajiban manusia. Dari sekian banyak tulisan dan surat Rasulullah Saw, penulis hanya memilih satu contoh yang menguatkan prinsip di atas dan sekaligus memaparkan perhatian Islam terhadap masalah HAM. Tulisan yang dipilih adalah teks perjanjian Rasulullah Saw dengan kaum Kristen dari Najran. Perjanjian ini dikutip dalam al-Kharraj (Abu Yusuf), al-Kharraj (Abu Ubaid), Futuh al-Buldan (Baladzari),Zad al-Ma`ad (Ibnu Qayyim), Imta` (Muqrizi), Watsaiq as-Siyasiyah al-Yamaniah(Muhammad bin Akwa` Hawali), Sunan Abu Daud, Tarikh Ya`qubi, dan berbagai referensi Islam lainnya.
Perjanjian ini ditanda tangani pada tahun ke-9 Hijriah pasca peristiwa mubahalah antara Rasulullah Saw dan kaum Kristen Najran (sebuah daerah permai yang terdiri atas tujuh belas dusun di perbatasan Hijaz dan Yaman). Perjanjian ini sendiri merupakan salah satu contoh prinsip etika politik-hukum Rasulullah Saw terkait HAM. Dalam surat perjanjian ini, beliau meminta mereka membayar jizyah dan sebagai gantinya, beliau menyatakan kesediaannya untuk melindungi jiwa dan harta mereka. Perjanjian ini memperlihatkan contoh kasih sayang dan keadilan dalam Islam, sekaligus menjamin terjaganya hak-hak penduduk Najran. Contoh kasih sayang ini bisa dilihat dalam butir pertama perjanjian. Dalam butir ini dijelaskan, setelah kaum Kristen Najran membatalkan mubahalah dan menyerahkan keputusan terkait buah-buahan, harta benda, dan budak-budak mereka kepada Rasulullah Saw, beliau mengembalikan semuanya kepada mereka dan hanya memungut sejumlah kecil pajak (itupun bukan karena mereka pihak yang kalah, tapi lantaran komitmen beliau atas butir-butir lain perjanjian, yaitu jaminan atas keselamatan dan harta penduduk Najran).
Berikut ini adalah poin-poin penting perjanjian terkait perlindungan atas hak-hak penduduk Najran:
1. Jika perangkat perang yang dipinjamkan kabilah Najran kepada pasukan muslim untuk memadamkan pemberontakan atau huru-hara di Yaman rusak, maka utusan atau wakil Rasulullah Saw berkewajiban untuk menggantinya, "Jika terjadi huru-hara dan pemberontakan di Yaman, kabilah Najran bertugas meminjamkan tiga puluh baju besi, tiga puluh kuda, dan tiga puluh unta kepada muslimin. Bila barang-barang pinjaman ini rusak, maka utusan dan wakilku berkewajiban untuk menggantinya."
2. Rasulullah Saw secara resmi melindungi hak kabilah Najran untuk menjaga keyakinan, jiwa, dan harta benda mereka. Beliau menjadikan lindungan Allah dan perjanjiannya sebagai tempat berlindung jiwa, harta, dan keyakinan kabilah Najran. Kendati dalam peristiwamubahalah, kebenaran risalah Rasulullah Saw telah terbukti bagi para petinggi Najran dan posisi beliau sebagai pemenang bisa dimanfaatkan untuk mengislamkan pengikut Kristen ini, namun beliau bukan hanya tidak memaksa mereka untuk masuk Islam, bahkan menjadikan lindungan Allah dan perjanjiannya sebagai saksi dan jaminan atas perlindungan terhadap keyakinan, harta, dan jiwa kabilah Najran, "Lindungan Allah dan perjanjian Muhammad, utusan Allah, adalah jaminan bagi harta, jiwa, dan keyakinan penduduk Najran dan sekitarnya, termasuk yang hadir dan gaib dari mereka, keluarga, tempat ibadah, dan hal-hal yang berada di tangan mereka."
3. Rasulullah Saw secara resmi mengakui hak para pastor dan rahib Kristen untuk menjalankan tugas dan jabatan keagamaan mereka. Beliau menyatakan bahwa mereka tetap memegang jabatan masing-masing, "Tak satu pun uskup, rahib, dan pastor yang disingkirkan dari posisinya."
4. Rasulullah Saw membebaskan kabilah Najran dari membayar uang tebusan darah yang ditumpahkan mereka di masa jahiliyah, "Tak ada kewajiban bagi mereka untuk membayar uang tebusan darah yang tertumpah di masa jahiliyah."
5. Rasulullah Saw menjamin bagi kabilah Najran hak politik paling mendasar tiap bangsa, yaitu hak hidup aman dan sentosa di tanah air mereka, "Mereka tak akan diusir dari negeri mereka, tak sejengkal pun tanah mereka akan diambil, dan tak akan ada invasi ke negeri mereka. Siapa yang menuntut hak dari mereka, maka tuntutannya akan dikaji secara adil, tanpa menzalimi pihak penuntut atau yang dituntut."
Di bagian akhir surat perjanjian ini, ada beberapa syarat yang disebutkan untuk kelanggengan dan kekuatan isi perjanjian. Meski secara lahiriah tampak sebagai syarat, namun sejatinya itu adalah sebuah penekanan akan pentingnya prinsip-prinsip kewahyuan dan rasional yang juga terdapat dalam ajaran Kristen, "Mulai sekarang dan berikutnya, siapa yang makan riba, maka perjanjianku tidak mencakup dirinya dan tak satu pun yang akan dihukum karena kesalahan orang lain. Perjanjian ini akan terus berlaku selama mereka (kabilah Najran) menunjukkan niat dan itikad baik, serta tidak menodai perbuatan mereka dengan kezaliman, dan hingga Allah menyampaikan perintah-Nya terkait masalah ini." Syarat-syarat ini tak bisa dianggap telah dipaksakan atas kabilah Najran, karena ajaran-ajaran Kristus juga menekankan hal-hal di atas.
Rasulullah Saw menjadikan tidak adanya aksi riba sebagai syarat keberlangsungan perjanjian. Ini bukan sebuah paksaan dari beliau, tapi upaya untuk mengingatkan para penganut Kristen akan sebuah prinsip dalam ajaran mereka. Niat dan itikad baik yang juga disertakan sebagai syarat di bagian akhir perjanjian, adalah dalil lain atas tujuan perlindungan hak di tengah masyarakat. Dengan kata lain, tiadanya tindak riba dan itikad baik adalah penjamin terjaganya HAM di tengah umat manusia. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Politik di Ranah Sinema dan Media
Isu politik kembali diseret ke dunia sinema. Artis dan sutradara Angelina Jolie dalam pidato sambutannya di Festival Film Berlin menyerukan untuk segera mengakhiri perang di dunia. Statemen manis itu ternyata dikemukakan Jolie dengan standar ganda.
Jolie dalam film besutannya, In the Land of Blood and Honey tidak menampilkan kejahatan genosida yang dilakukan tentara Serbia terhadap etnis Bosnia yang mayoritas Muslim. Film itu menceritakan kisah percintaan antara perempuan muslim Bosnia dan lelaki asal Serbia.
Mengambil latar belakang perang saudara di Bosnia, film tersebut membangkitkan kembali ingatan masa silam atas sebuah wilayah yang pernah dilanda perang saudara. Film ini juga dianggap menimbulkan tanda tanya dan emosi tinggi karena menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah itu mengalami kesulitan berdamai dengan masa lalunya.
Pada saat yang sama, Jolie justru mendesak pemerintahan Damaskus supaya menghentikan penindasan dan perang terhadap warga Suriah tanpa memperdulikan pemicu utama kerusuhan utama di Suriah.
Padahal, Suriah dilanda krisis keamanan akibat aksi teroris yang didukung kekuatan asing. Sejumlah sumber Jordania mengkonfirmasikan kerjasama Qatar dan Kelompok 14 Maret Lebanon dalam menyelundupkan 50 ton senjata produksi Israel ke Kurdistan Irak, untuk direlokasi ke Suriah dengan kerjasama Turki. Selundupan senjata itu akan dibagikan kepada kelompok-kelompok pemberontak anti-pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Sumber-sumber intelijen di Jordania menyatakan bahwa lembaga-lembaga keamanan dan intelijen Jordania selalu memonitor kondisi di Suriah. Berdasarkan hasil pemantauan itu, terekam proses relokasi lebih dari 50 ton senjata produksi Israel dari bandara Arbil ke Kurdistan Irak. Nilai senjata selundupan tersebut mencapai 650 juta dolar Amerika dan dibeli oleh pemerintah Qatar dari perusahaan industri militer Israel Rafael. Paket senjata itu mencakup, mortir, ranjau anti-tank, senapan penembak jitu, rompi anti-peluru, perlengkapan komunikasi, dan amunisi untuk senjata-senjata tersebut.
Industri film AS terus-menerus diperalat oleh Gedung Putih untuk mewujudkan ambisi ilegal Washington. Pengakuan ini datang dari kalangan sineas AS sendiri. Martin Scorsese, aktor sekaligus sutradara film terkenal di Amerika dalam wawancara dengan Sunday Times menilai industri perfilman sudah sangat tercemari tendensi politik. Karena itulah, jarang ada film yang bisa bertahan dan melegenda.
Menurut Scorsese, para pemimpin Gedung Putih terbiasa mendiktekan apa yang mereka kehendaki dalam pembuatan film kepada para sutradara Hollywood. Hal inilah yang membuat banyak sutradara dan produser film yang independen merasa tertekan.
Kritik terhadap kebijakan Gedung Putih yang menjadikan Hollywood sebagai alat untuk kepentingan politiknya, sudah sejak lama didengungkan. Gedung Putih dituduh tidak mengindahkan aturan dan etika sinema. Intervensi itulah yang membuat Hollywood menjadi pusat pembuatan film-film perang, atau yang sarat aksi kekerasan, kerakusan dan diskriminasi. Sebab memang itulah yang dimaukan oleh para pemimpin AS.
Tak dipungkiri bahwa instansi-instansi negara seperti badan intelijen CIA dan Pentagon punya peran besar dalam industri sinema Hollywood. Sudah sejak lama Pentagon memainkan peran sebagai penasehat produksi film. Tak hanya itu Departemen Pertahanan AS juga menyediakan berbagai perlengkapan militer bahkan tenaga manusia yang diperlukan Hollywood untuk membuat film. Dengan cara ini Pentagon memanfaatkan pusat pembuatan film di AS untuk memamerkan kekuatan militernya.
Mengenai kerjasama CIA dengan Hollywood, pada tahun 1996 sebuah dokumen terungkap ke publik bahwa di badan intelijen AS, CIA, ada bagian khususnya yang menjadi penasehat Hollywood. Bagian ini dipimpin oleh Chase Brandon yang bekerja untuk CIA secara terselubung selama 25 tahun. Kerjasama CIA dengan Hollywood sudah terjalin dari sebelum masa itu. Mantan agen CIA yang buku-buku tulisannya menjadi sumber rujukan bagi pembuatan film berjudul Syriana kepada The Guardian mengatakan, para direktur rumah produksi film kerap pergi ke Washington untuk menemui para senator dan petugas CIA.
Berbagai laporan menyebutkan bahwa CIA bukan hanya menyampaikan pandangan dan saran kepada para produsen film tapi juga mengucurkan bantuan dana. Di antara yang dilakukan CIA untuk mendukung kebijakan Gedung Putih adalah membeli hak cipta dan hak penerbitan untuk naskah-naskah roman seperti Animal Farm, American The Quiet dan karya semisalnya. CIA juga mendanai penulisan kisah-kisah yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kebijakannya.
AS dan negara-negara imperialis lainnya seperti umumnya kekuatan di Dunia Barat memanfaatkan ketenaran para aktor dan seniman untuk mendukung kebijakan dan agendanya.
Perang Cyber atau perang media internet menjadi semakin penting di masa depan dan Amerika Serikat sadar betul akan tren global ini. Washington bermaksud untuk mempertahankan monopoli penguasaan jaringan computer global melalui International Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). Melalui ICANN inilah Amerika Serikat akan melakukan pengawasan penuh atas jaringan komputer global ini yang tentunya akan mengontrol seluruh jaringan internet berskala internasional.
Sontak rencana itu memicu rekasi berbagai negara dunia termasuk Republik Rakyat Cina dan Rusia. Kedua negara yang merupakan pemrakarsa International Code of Conduct for Information Security, mengusulkan gagasan dan konsepsi dalam mengimbangi hegemoni AS di bidang perang cyber. Bentuknya semacam Multi-lateral Internet Governance Arrangements, yang tentunya lebih berskala multi-lateral melibatkan peran dari berbagai negara, sehingga Amerika bukan penguasa tunggal dan bisa sewenang-wenang.
Sementara itu, NATO yang merupakan sekutu strategis Amerika juga sedang mengembangkan Information Security Concept yang mirip dengan American Doctrine of Cyber Security, yang sama-sama menganggap perang informasi lewat internet sebagai medan tempur yang harus mereka kuasai dengan menghalalkan berbagai cara.
Konsep penguasaan media komputer dengan dalih perlunya sistem pengamanan informasi seperti yang dipresentasikan Amerika melalui rencana melalui mekanisme ICANN tersebut di atas, pada perkembangannya akan dimanfaatkan Pemerintah Amerika untuk operasi-operasi berupa kegiatan-kegiatan dan pengawasan terselubung terhadap jaringan-jaringan komputer negara-negara lain, yang dipersepsikan oleh Amerika dan negara-negara NATO sebagai musuh.
Kalau Amerika melalui ICANN tersebut berhasil menguasai jaringan internet global, maka pada perkembangannya Amerika bisa melancarkan serangan-serangan ke jaringan internet negara-negara yang jadi ancaman Amerika, dengan menghancurkan sebagian sistem operasional jaringan internet tersebut lewat penyebaran virus-virus mematikan, atau bahkan melalukan hacking atau pembajakan dan memprogram ulang sistem jaringan komputer tersebut.
Bisa dibayangkan kekacauan dan kerusakan yang bakal terjadi pada jaringan komputer di seluruh dunia, karena melalui mekanisme ICANN, akan memberi celah bagi Amerika dan sekutu-sekutu NATO-nya untuk melakukan campur-tangan dalam urusan dalam negeri negara-negara lain.(IRIB Indonesia)
Perjanjian Nonproliferasi Nuklir
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (bahasa Inggris: Nuclear Non-Proliferation Treaty) adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebagian besar negara berdaulat (187) mengikuti perjanjian ini, walaupun dua di antara tujuh negara yang memiliki senjata nuklir dan satu negara yang mungkin memiliki senjata nuklir belumlah meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat.
Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.
Republik Cina di Taiwan termasuk negara yang pertama menandatangani NPT, namun dikeluarkan dari PBB pada tahun 1971. Walaupun Taiwan tidak lagi tergabung dalam PBB, Pemerintah Taiwan menyatakan tetap akan ikut dalam perjanjian tersebut.
Pasal X membolehkan sebuah negara untuk mundur dari perjanjian jika terjadi “hal-hal penting, yang berhubungan dengan subjek perjanjian ini, telah mengacaukan kepentingan utama negara tersebut”, memberikan pemberitahuan 3 bulan sebelumnya. Dan negara tersebut harus memberikan alasannya keluar dari perjanjian ini.
Negara-negara anggota NATO mengatakan jika salah satu negara anggotanya berperang, maka perjanjian ini tidak lagi berlaku. Artinya negara tersebut dapat keluar tanpa pemberitahuan. Argumen ini dibutuhkan untuk mendukung kesepakatan “senjata nuklir bersama” NATO, namun sebenarnya bertolakbelakang dengan Perjanjian Non-Proliferasi ini.
Hanya lima negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir.
Kelima negara NWS telah menyetujui untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS, kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian-kepastian mengenainya berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang mereka anggap “berbahaya”. Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis, Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis, jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir (dalam skala kecil) yang diarahkan ke pusat kekuatan “negara-negara berbahaya” tersebut.
2. Pokok Kedua : Perlucutan
Pasal VI dan Pembukaan perjanjian menerangkan bahwa negara-negara NWS berusaha mencapai rencana untuk mengurangi dan membekukan simpanan mereka. Pasal VI juga menyatakan “…Perjanjian dalam perlucutan umum dan lengkap di bawah kendali internasional yang tegas dan efektif.” Dalam Pasal I, negara-negara pemilik senjata nuklir (NWS) menyatakan untuk tidak “membujuk negara non-Nuklir manapun untuk…mendapatkan senjata nuklir.” Doktrin serangan pre-emptive dan bentuk ancaman lainnya bisa dianggap sebagai bujukan / godaan oleh negara-negara non-NWS. Pasal X menyatakan bahwa negara manapun dapat mundur dari perjanjian jika mereka merasakan adanya “hal-hal aneh”, contohnya ancaman, yang memaksa mereka keluar.
3. Pokok Ketiga : Hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.
Karena sangat sedikit dari negara-negara NWS dan negara-negara pengguna energi nuklir yang mau benar-benar membuang kepemilikan bahan bakar nuklir, pokok ketiga dari perjanjian ini memberikan negara-negara lainnya kemungkinan untuk melakukan hal yang sama, namun dalam kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak mungkin mengembangkan senjata nuklir.
Bagi beberapa negara, pokok ketiga perjanjian ini, yang memperbolehkan penambangan uranium dengan alasan bahan bakar, merupakan sebuah keuntungan. Namun perjanjian ini juga memberikan hak pada setiap negara untuk menggunakan tenaga nuklir untuk kepentingan damai, dan karena populernya pembangkit tenaga nuklir yang menggunakan bahan bakar uranium, maka perjanjian ini juga menyatakan bahwa pengembangan uranium maupun perdagangannya di pasar internasional diperbolehkan. Pengembangan uranium secara damai dapat dianggap sebagai awal pengembangan hulu ledak nuklir, dan ini dapat dilakukan dengan cara keluar dari NPT. Tidak ada negara yang diketahui telah berhasil mengembangkan senjata nuklir secara rahasia, jika dalam pengawasan NPT.
Negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ini sebagai negara non-senjata nuklir dan mempertahankan status tersebut memiliki catatan baik untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Di beberapa wilayah, fakta bahwa negara-negara tetangga bebas dari senjata nuklir mengurangi tekanan bagi negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, biarpun negara tetangga tersebut diketahui memiliki program tenaga nuklir damai yang bisa memicu kecurigaan. Dalam hal ini, perjanjian Non-Proliferasi bekerja sebagaimana mestinya.
Mohamed ElBaradei, ketua Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), mengatakan bahwa jika negara-negara itu mau, 40 negara dapat mengembangkan sebuah bom nuklir.
1. Iran adalah penandatangan Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT)
Iran menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan mengemukakan ketertarikannya
dalam teknologi nuklir termasuk pengayaan nuklir untuk tujuan damai (sebuah hak yang dijamin
dalam perjanjian)
Terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir: Perancis (masuk tahun 1992)
Republik Rakyat Cina (1992) Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia) Britania Raya (1968) Amerika Serikat (1968)
Israel bukan merupakan anggota Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan menolak untuk
mengkonfirmasi atau menyangkal memiliki senjata nuklir, atau mengembangkan program
senjata nuklir. Walaupun Israel mengklaim Pusat Riset Nuklir Negev dekat Dimona adalah
sebuah "reaktor penelitian", tetapi tidak ada hasil pekerjaan ilmuwan yang bekerja disana
yang dipublikasikan. Informasi mengenai program di Dimona dibeberkan oleh teknisi
Mordechai Vanunu pada 1986. Analisis gambar mengidentifikasi bunker senjata, peluncur
misil bergerak, dan situs peluncuran pada foto satelit.
Iran tidak ingin senjata nuklir atau Memiliki
AS memiliki senjata nuklir hingga 8.500, 200 Israel, 225 Inggris dan Perancis 300. Australia
adalah pemasok uranium utama ke negara Barat. Terlibat dalam tanah, laut dan udara
berbasis nuklir AS, terutama hosting AS-melalui terorisme nuklir terkait database dan
Memberikan fasilitas komunikasi port untuk senjata nuklir kapal perang AS. Iran menginginkan bebas senjata nuklir di Timur Tengah dan TELAH Berulang kali memilih
proposal ini AS dan Israel memiliki senjata nuklir, menentang Timur Tengah bebas diplomatis dan politik
kotor Kedua realitas teroris nuklir. Negara NATO dan Australia sangat merendahkan diri
mendukung posisi AS dan Israel. Iran tidak mengembangkan kemampuan senjata nuklir menurut pejabat intelijen AS dan telah
melakukan uji coba nuklir tidak AS telah melakukan 1.054 tes senjata nuklir, Prancis 210 tes, dan Inggris 45. Israel diyakini
telah mencapai kemampuan senjata nuklir pada sekitar 1967 dengan bantuan dari negara AS
Alliance dan telah melakukan pengujian senjata nuklir dalam hubungannya dengan Apartheid
Afrika Selatan dalam insiden Vela apa yang disebut 1979.
0
comments
to "Omong Kosong Serangan Israel ke Republik Islam Iran : Rasionalitas ala AS bagaimana mungkin AS meneriakkan demokrasi dan perdamaian jika pada saat yang sama justru AS-lah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia dan menebarkan perang di berbagai negeri? Bagaimana mungkin sebuah negara yang mengaku berlandaskan Islam mau tunduk patuh pada negara yang menebarkan kejahatan di muka bumi? Justru tidak rasional buat Iran bila menyerah kepada AS."
0 comments to "Omong Kosong Serangan Israel ke Republik Islam Iran : Rasionalitas ala AS bagaimana mungkin AS meneriakkan demokrasi dan perdamaian jika pada saat yang sama justru AS-lah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia dan menebarkan perang di berbagai negeri? Bagaimana mungkin sebuah negara yang mengaku berlandaskan Islam mau tunduk patuh pada negara yang menebarkan kejahatan di muka bumi? Justru tidak rasional buat Iran bila menyerah kepada AS."