Isu Nuklir Iran dan Dilema Keamanan
Oleh: Asrudin
Situasi keamanan di kawasan Persia semakin memanas. Pada Senin sampai Rabu (2-4/7/2012) lalu, Iran melakukan demonstrasi kekuatan militer. Iran sebagaimana diketahui melalui Badan Khusus Garda Revolusi telah melakukan uji coba atas sejumlah rudal balistik dengan jangkauan menengah. Puluhan rudal dari berbagai rentang dan jenis pun diuji coba Iran, termasuk rudal Shahab 1, 2, 3 di dalamnya.
Target dari uji coba rudal tersebut yaitu pangkalan militer (simulasi musuh), yang terletak di padang pasir di Provinsi Semnan di utara negara itu. Latihan perang ini dinamakan "Nabi Besar 7."
Menurut sumber media Barat, Shahab-3 yang diuji coba Iran memiliki jangkauan sekitar 2.000 kilometer (1.200 mil). Daya jangkau ini cukup bagi Iran untuk dapat menyerang Israel dan pangkalan AS di Timur Tengah. Rudal-rudal Iran lainnya yang akan diuji coba dalam tes penembakan adalah sistem jangkau menengah di kisaran 200-700 kilometer (120-420 mil). Selain itu pesawat tanpa awak asli buatan Iran juga akan diikutsertakan dalam uji coba.
Banyak pengamat hubungan internasional yang menilai, bahwa tujuan dari latihan ini tidak lain adalah untuk membalas embargo minyak dari Uni Eropa yang menghendaki Iran menghentikan proses pengayaan uraniumnya. Selain itu juga ditujukan untuk merespon AS dan Israel yang terus berkeinginan menghancurkan fasilitas nuklir Iran.
Dilema Keamanan
Menyikapi Iran dengan uji coba rudalnya, AS tidak tinggal diam. AS pun langsung menambah kekuatan militernyadi Teluk Persia. Angkatan Laut AS misalnya, telah menambah delapan kapal penyapu ranjau. Kapal-kapal tersebut digunakan dan ditujukan untuk membuka kembali Selat Hormuz apabila militer Iran jadi menutupnya dengan menebar ranjau di laut.
Tidak hanya itu, pentagon juga telah menempatkan pesawat tempur F-22 Raptor dan F-15C Eagle di dua pangkalan terpisah di Teluk Persia. Secara strategi, tambahan kekuatan udara ini dinilai dapat memberi AS kekuatan untuk menghancurkan rudal-rudal peluncur Iran yang ditempatkan di kawasan pesisir.
Aksi Iran yang berdampak pada reaksi AS ini telah menimbulkan dilema keamanan di kawasan. Dilema Keamanan adalah salah satu konsep keamanan yang cukup dikenal dalam studi hubungan internasional dan ini biasanya merujuk pada situasi keamanan yang tidak pasti. Peningkatan kapabilitas persenjataan militer dari satu negara dan ketidakpercayaan dari satu aktor kepada aktor negara lainnya adalah indikator pemicu munculnya dilema keamanan, bahkan ketika tak satu pun negara yang menginginkannya. Dengan kata lain, kemanan bagi satu negara dipandang dapat mengurangi keamanan bagi negara lain.
John Herz (1951), ilmuwan realis hubungan internasional, mendefinisikan dilema keamanan sebagai suatu situasi dimana lingkungan internasional berjalan secara anarkis. Anarki ini yang kemudian mendorong satu aktor negara untuk memaksimalkan keamanan mereka, dengan berusaha memperoleh lebih banyak lagi power melalui peningkatan kapabilitas persenjataan militer. Hal itu lalu memicu kekhawatiran aktor negara lainnya untuk melakukan hal yang sama atau lebih, agar dapat meminimalisasi ancaman sekaligus mengalahkannya jika terjadi konfrontasi militer terbuka.
Merujuk pada pemahaman Herz mengenai dilema keamanan, maka demonstrasi kekuatan militer Iran dapat dipahami sebagai konfrontasi terhadap negara lain yang selalu menekan program nuklirnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah AS, Israel, dan UE. Pihak AS selama ini memandang program nuklir Iran ditujukan untuk kepentingan militer. Sementara Iran sendiri menyebut program nuklirnya untuk kepentingan sipil.
Oleh karena itu jika masing-masing negara, baik Iran disatu sisi dan AS, UE, serta Israel di sisi yang lain gagal untuk saling menciptakan komunikasi yang konstruktif terkait isu nuklir Iran, maka demonstrasi kekuatan militer sepertinya akan terus dijadikan sebagai strategi untuk saling menekan satu-sama-lain. Bagi Iran strategi ini ditujukan untuk menciptakan efek takut pada pihak lawan yang menekan (AS, UE, dan Israel). Sementara bagi pihak yang menekan, hal ini ditujukan agar Iran tidak berani bertindak ceroboh dengan aksi-aksi militernya.
AdakahSolusi?
Selama ini pendekatan solusi yang biasa dilakukan AS dan UE dalam menyikapi isu nuklir Iran cenderung dilakukan dengan memberikan tekanan ekonomi seperti yang sudah dilakukannya belum lama ini. Strategi itu dinilai AS dan UE akan dapat membuat Iran jera dan segera menghentikan proses pengayaan uraniumnya.
Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Semakin Iran ditekan secara ekonomi, semakin negara tersebut agresif. Seharusnya AS dan UE belajar dari kasus nuklir Korea Utara (Korut). Berbagai solusi telah dilakukan Barat dalam menekan Korut, mulai dari tekanan diplomatik sampai dengan sanksi ekonomi, tapi tidak juga menyurutkan Korut untuk mengentikan program senjata nuklirnya
Untuk itu, solusi yang mungkin dapat dilakukan AS terhadap program nuklir Iran adalah hanya dengan membiarkan atau mempercayai Iran mengembangkan energi nuklirnya. Percaya disini diartikan secara positif bahwa energi nuklir Iran memang digunakan hanya untuk kepentingan sipil dan bukanlah militer.
Tapi jika AS tetap pada pendiriannya untuk menekan Iran,maka semakin besar pula kemungkinan Iran akan mengembangkan senjata nuklir. Dalam konteks ini, rupanya apa yang pernah dikatakanoleh ilmuwan teori permainan hubungan internasional terkemuka Bruce Bueno de Mesquita tentang Iran menjadi kenyataan pada saat ini: there is nothing the United States can do to prevent Iran from pursuing nuclear energy…. The more aggressively the U.S. responds to Iran, the more likely it is that Iran will develop nuclear weapons. Itu artinya, solusi yang didasarkan pada tekanan (sepihak) dari AS justru akan memicu Iran untuk mengembangkan senjata nuklir sebagai satu-satunya cara dalam membela diri. (IRIB Indonesia / SL)
*) Pengamat Hubungan Internasional; Peneliti di Lingkaran Survei Indonesia Grup).
Workshop Persatuan Umat, Tehran
Oleh: Muhammad Ma'ruf
Peserta workshop dari berbagai negara 10/7 mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Teheran, setelah lima hari dari tanggal 5/9 mengikuti kelas worshop "Persatuan Umat" di Kop Ali, Iran. Di antara tempat bersejarah yang dikunjungi, makam Imam Khomeini, rumah Imam Khomeini di Jamaran, makam para syuhada dan ke Milad Tower. Beragam komentar dilontarkan oleh para peserta, Mirza salah seorang peserta dari FIM (Forum Indonesia Muda) menyatakan terharu mengikuti acara worshop ini, "kita semakin banyak teman dan berbagai informasi internal di berbagai negara dibahas secara bersama dan akhirnya menciptakan saling pemahaman".
Forum Indonesia Muda mengirimkan 8 delegasi, di antaranya Reza mahasiswa Magister Islamic bangking dari UI, Fazhurrahman dari Universitas Teknologi Indonesia, Ibnu mahasiswa geografi UI, Rido, Dewa, mahasiswa ITS, jurusan Informatika, Irfan, mahasiswa ITB, Industri Pertanian, dan dua aktifis perempuan Maryati, dan Ika.
Damar Triadi, peserta dari Voice Of Palestine(VOP) Indonesia sekaligus sebagai pimpinan rombongan mengatakan, "Persoalanya adalah bukan menyatukan mazhab, tetapi komunikasi antarmazhab dalam Islam. Mazhab bisa mempunyai potensi untuk menimbulkan perpecahan, akan tetapi juga berpotensi menyatukan umat. Konflik Sunni-syiah dihembuskan Israel dan AS dan para kolaboratornya digunakan untuk membajak revolusi di timur tengah. Kekuatan kebangkitan Islam di Timur tengah dialihkan, dilemahkan dan diarahkan untuk memperlemah kelompok pro-muqawama anti zionis."
Ukhuwah ini sangat penting dan menciptakan saling pemahaman di antara umat Islam. Umat tidak hanya fokus pada urusan internal negara masing-masing. Hal ini dikatakan Salman peserta dari Malaysia. Malaysia mengirimkan empat orang delegasi, mewakili MAPIM (Majlis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia). Salman mengaku bingung dengan kasus Suriah, sebelumnya dia menganggap pembunuhan rakyat Suriah dilakukan Bashar Assad, akan tetapi setelah mengikuti workshop, pandanganya jauh lebih objektif. Hal seperti ini menjadikan kita paham bahwa Suriah menjadi lahan potensial bagi Israel dan AS untuk memecah belah kekuatan Islam, terutama untuk melemahkan semangat perlawanan rakyat Palestina.
Workshop ini diselenggarakan oleh Unified Ummah. 300 peserta datang dari berbagai negara di antaranya, Indonesia, Malaysia, India, Pakistan, Iran, Turki, Mesir, Bahrain, Azerbaijan dan Nigeria. Para pembicara berasal dari Iran, Bahrain, Ikhwanul Muslimin Mesir, Pakistan, UK. Peserta sejak pagi pukul 09.00–21.00 malam waktu Tehran mendapatkan materi dan sesi tanya jawab, pada malam harinya peserta membentuk kelompok diskusi dan saling tukar informasi membahas berbagai persoalan internal negara masing-masing. Tema diskusi di antaranya Revousi Iran, pembantaian muslim Kasmir, pembantai muslim Rohingya, revolusi Mesir, revolusi tunisia, penjajahan Palestina dan persoalan Sunni-Syiah Pakistan.
Salman, aktifis Malaysia dari Mapim mempresentasikan kasus Rohingya dan telah mengorganisir dengan berbagai elemen di Malaysia akan memberangkatkan misi kemanusiaan dengan menggunakan kapal menuju Rohingya, Myanmar. Misi kemanusiaanya ini mirip dengan Flotilla, berencana berangkat sebelum Ramadhan dengan membawa berbagai bantuan kemanusiaan, dan akan menembus Rohingya. Menurut pemaparan Salman, kurang lebih 20.000 muslim Rohingya dibantai oleh pemerintah Myanmar dan ekstrimis Budhis dalam kurun waktu hanya dua bulan. Kasus ini tidak begitu diketahui publik karena Rohingya terisolasi. media tidak bisa meliput, informasi datang langsung dari penduduk.
Perpecahan Sumber Kejahatan
Salah satu topik materi workshop adalah tentang Sunni dan Syiah. Menurut salah satu pembicara dari Iran, adanya mazhab dalam Islam adalah sebuah keniscayaan, mustahil orang beragama tanpa mazhab, Imam Jakfar mengatakan, jika ada mayoritas Sunni, maka minoritas Syiah harus gabung di masjid Sunni, begitu juga sebaliknya. Dalam kehidupan beragama mau tidak mau umat Islam harus bermazhab, sehingga sebuah perbedaan tidak bisa dihindari, sedangkan persatuan yang bersifat sosial itu menjadi keharusan. Pendapat ini dikatakan Ahmad Moballeghi dalam presentasi materi hari pertama dengan tema sesi (Religious Basis of Unity), 6/7.
Mustofa Haidar, seorang peserta worshop, mahasiswa sekolah bisnis managemen dari Universitas Karachi, juga aktifis Palestine Fondation (PLF) Karachi Pakistan mengatakan, "Perpecahan adalah sumber bencana", ibu dari dosa-dosa (umu dhunub), riwayat dari Imam Ali. Perpecahan menyebabkan manusia terhalang dari mengenal agama yang benar, perpecahan bisa mengakibatkan bencana bagi kelanjutan generasi penerus.
Salman Siddiqi Bin Muhammad Azmi, aktifis Mapim Malaysia berpendapat lain, kesatuan umat harusnya tidak memandang isu Sunni-Syiah, meski berbeda akidah akan tetapi harus tetap bersatu, "Ta'awanu alal Birri wattaqwa wala ta'awanu alal Itsmi waludwan", hendaklah saling bantu dalam kebajikan dan ketakwaan, jangan membantu dalam kejahatan. Kata "saling", berarti saling membantu di antara mazhab dalam Islam bukan menyatukan mazhab. Meski berbeda akidah, menurut pendapat aktifis muda ini haruslah tetap bisa bersatu misalnya dalam hal keamanan dan ekonomi. Berbeda dengan Asmi aktifis yang juga dari Malaysia mengatakan, kita harus saling toleransi tidak boleh diantara kita saling menghina, toleransi antara Sunni-Syiah bisa dimaknai terutama dalam bidang sosial.
Husein Hommo Zadeh, seorang panitia Worshop, anggota Central Unified Ummah Iran, bidang "Culture Comunity" mengatakan, acara ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang dunai Islam, dan menjawab tantangan didalamnya, disamping itu acara ini untuk meningkatkan komunikasi di antara komunitas Sunni-Syiah. Husein menambahkan, "Kita mengundang beberapa peserta dari komunitas tidak hanya Syiah tapi juga Sunni, di antaraya 30 peserta bermazhab Sunni yang tinggal di Iran dan juga 40 peserta dari Baluchestan dan Kurdistan, kita coba untuk meningkatkan komunikasi di antara komunitas Sunni-Syiah".
Pada sesi terakhir hari pertama, disampaikan oleh Dr. Razaqi dengan tema (A survey International economics) mengatakan kegiatan ekonomi kapitalis yang disponsori USA hanya menjadikan negara-negara lemah menjadi tempat barang-barang konsumsi dan tidak ada sedikitpun yang mendorong untuk memproduksi barang. Ekonomi imperialis seperti ini hanya akan menjadikan manusia jauh dari kemanusiaanya.
Pengaruh Revolusi Timur Tengah Bagi Palestina
Tema materi workshop yang lain adalah tentang ektrimisme dalam Sunni dan Syiah. Isu persatuan umat menjadi penting bagi umat Islam, karena banyak sekali fenomena dalam internal Islam terjadi perpecahan. Fenomena ini tidak hanya terjadi dalam tingkat pemahaman akan tetapi sampai pada tingkat yang membahayakan nyawa orang. Dalam dunia Islam terdapat dua kelompok ektrimis Sunni dan Syiah.
Dalam kelompok Sunni terdapat fenomena seperti larangan bagi perempuan mengemudi di Arab Saudi hingga pengkafiran kelompok lain. Adanya pengkafiran kelompok tertentu ini mengakibatkan bencana, hingga menghilangnya nyawa seperti yang terjadi di Karachi, bom meledak di tempat-tempat umum. Kelompok ini biasanya dilakukan oleh salafi dan wahabi yang terang-terangkan bertanggung jawab. Sementara itu dalam kelompok Syiah, terdapat juga kelompok ektrimis yang memandang kelompok lain di luar Syiah sebagai musuh. Pendapat ini dikatakan oleh Dr. Abbas Salehi dari Iran, menjadi pembicara pertama hari ketiga dengan tema Ektrimisme Sunni-syiah. Mostafa, seorang aktifis Palestina dari Pakistan pernah menyaksikan akibat dari bom yang meledak di tempat keramaian membenarkan dan menyatakan kesedihanya.
Arif, pendiri "Free Palestine Campaign", India memandang, ektrimis yang terjadi di dua kutub, baik Sunni dan Syiah ini akan semakin melemahkan perjuangan kemerdekaan Palestina. Perjuangan membantu Palestina butuh persatuan, semakin umat terpecah semakin menguntungkan Israel.
Pembicara kedua dari Gaza, Ahmad Almodalal mengatakan, zionis hadir di kawasan Timur Tengah terutama di Palestina hanya ingin menguasai sumber daya alamnya terutama minyak dan gas. Sejak deklarasi Balford Palestina resmi terjajah. Tahun 1967 Masjidil Aqsa dikuasai Israel. Tahun 1990, terbentuklah kelompok Jihad Islam, dengan moto menjadikan Palestina menjadi isu dunia. Jihad Islam berkeyakinan bahwa tidak akan berhubungan dengan rezim Israel, tidak akan menerima perjanjian perdamaian, Israel adalah musuh umat Islam. Jihad Islam berprinsip tidak akan menyerahkan satu jengkal tanahpun kepada Israel. Karena menurut Ahamd, setiap perjanjian perdamian dengan Israel hanya akan menyisakan penghianatan dan semakin memberikan legitimasi bagi Israel untuk terus meluaskan wilayahnya. Hal ini bisa kita saksikan sejak perjanjian Camp David, dan Yasser Arafat menyebabkan tanah Palestina semakin sempit.
Menurut Ahmad, perjuangan dengan senjata adalah kemestian bagi kemenangan Palestina. Kemenangan Palestina adalah kemenangan dunia Islam. Meski hanya dengan batu dan roket sederhana, kemenangan pasti datang. Revolusi di Mesir membuka harapan baru bagi Gaza, ujian pertama bagi kemenangan Muhammad Mursi, Presiden baru Mesir adalah membuka pintu Rafah. Berkenaan dengan krisis Suriah, menurut pandangan Ahmad, krisis Suriah telah dibajak oleh USA dan Israel, kelompok pemberontok telah di danai oleh kelompok pro-zionis.
Ibrahim Ahmed, salah seorang pelaku media di Gaza, juga pernah meliput perang 22 hari di Gaza mengatakan, banyak jalan untuk bisa membantu Palestina, dengan foto, berita, facebook, meski skala kecil pasti akan ada efeknya. Barat selalu mensosialisasikan kelompok perlawanan di Gaza sebagai kelompok teroris, tapi hal itu tidak benar. Revolusi di kawasan sekitar akan berpengaruh pada perjuangan Palestina memperoleh kemerdekaanya, tetapi yang perlu di waspadai adalah adanya campur tangan asing seperti yang terjadi di Suriah, karena kelompok perlawanan Palestina di sana.
Hipokrasi Hak Asasi Manusia di Barat
Tema hari keempat adalah hak asasi dunia Islam di Barat, 8/7. Pemahaman terhadap hak asasi manusia dan implementasinya berbeda antara dunia Islam dengan dunia Barat. Di dalam dunia Islam, kita tidak punya hak melakukan kejahatan, kita tidak punya hak untuk melakukan bunuh diri. Hal ini berbeda dengan dunia Barat yang menempatkan hak privat begitu ektsrim dan kabur. Kita bisa melihat kasus pembacakan CD bisa diberlakukan di manapun, akan tetapi kasus penjara Abu Ghraib, kasus Afganistan tidak bisa di ajukan ke mahkamah Internasional, inilah yang dinamakan dengan hipokrasi dan ambiguitas dalam penerapan hukum di Barat.
Sejak 40 tahun lalu, 80% pelanggaran hak manusia dan penindasan terjadi di dunia muslim yang dilakukan oleh non muslim. Muslim menjadi tertuduh sekaligus korban, setelah bom Oklahoma, semua media mengatakan pelakunya adalah muslim. Apa yang terjadi dengan 9/11, tertuduhnya juga adalah muslim. Penjara Abu Ghraib, dibuat di luar hukum Internasional, dan penghuninya tidak ada dinyatakan bersalah, mereka mengalami berbagai penyiksaan. Korban pesawat drone AS, 70% adalah anak tidak berdosa, dan korban yang dikira teroris tidak ada yang diadili karena mereka sudah mati.
Kita melihat kebelakang, kaum Nazi telah melakukan pembantai kaum Yahudi dan Yahudi zionis diera sekarang ganti melakukan pembantaian pada muslim. Kita menghadapi situasi peradaban dan barbarisme. Kita tahu tentara AS dan Inggris beserta keluarga mereka membunuh orang-orang Afganistan dan Irak, tetapi mereka tidak dajukan ke pengadilan. Pertanyanya adalah kenapa kita mengijinkan mereka melakukan kejahatan sistematis itu? Kenapa mereka membiarakan kita tidak bersatu menghentikan kejahatan? Pandangan ini disampaikan oleh Mahsood Sajareh, dari (Islamic Human Right) UK yang menjadi pembicara hari ke-empat 8/7. IHRC (Islamic Human Right Wach) adalah organ yang mempunya keanggotaan resmi di PBB, yang fokus pada pembelaan kaum Muslim tertindas di seluruh dunia.
Workshop dengan tema "Chalenges Confroting Islamin Ummah " berlangsung dari tanggal 5 hingga 11 juli 2012. Jumlah peserta sekitar 300 peserta, datang dari berbagai negara di antaranya dari Indonesia, Malaysia, Iran, Turki, Pakistan, Mesir, Afganistan. Damar Triadi, salah satu kordinator rombongan dari Indonesia sekaligus aktifis VOP menyempatkan diri mengikuti talk show di kantor radio IRIB berbahasa Indonesia, Tehran. Katanya workshop ini salah satu media ampuh dan efektif memberikan keseimbangan berita-berita yang negatif yang masuk ke Indonesia, umat islam harus bersatu, perpecahan hanya menguntungkan kelompok zionis.
Setelah lima hari workshop peserta dari berbagai mempunyai satu pemahaman, bahwa kelompok pro-zionis telah membajak seluruh kawasan, persatuan Islam baik yang bermazhab Sunni maupun Syiah harus bersatu melawan Israel dan AS. Mazhab tidak bisa disatukan, tetapi umat Sunni dan Syiah bisa disatukan dan persatuan yang nyata adalah melawan kelompok penindas (AS, NATO dan Israel). (IRIB Indonesia)
*) Kontributor IRIB Indonesia, sedang menyelesaikan Master Filsafat Islam IC-Jakarta.
Resistensi dan Persatuan; Kunci Kemenangan
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Senin (18/6) pada acara peringatan Hari Raya Bi'tsah atau Hari Kenabian Rasulullah Saw yang dihadiri oleh para pejabat tinggi negara dan perwakilan negara-negara Islam serta keluarga para syuhada, mengatakan, "Di antara sekian banyak percikan cahaya kenabian, umat manusia saat ini sangat memerlukan dua hal yaitu, membangkitkan pemikiran dan menempa akhlak."
Seraya menyampaikan ucapan selamat kepada rakyat Iran dan umat Islam atas tibanya hari besar pengangkatan Rasulullah Muhammad Saw sebagai Nabi, Rahbar menandaskan, kecenderungan berbagai bangsa Muslim yang dengan penuh semangat mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw menunjukkan bahwa bangsa-bangsa yang sudah mengenyam banyak pendidikan ini menyadari, tidak ada satu pun ideologi materialis Barat dan Timur yang bisa memenuhi tuntutan dan kebutuhan hakiki umat manusia. Tak ada yang bisa membawa umat manusia kepada kesejahteraan dan kemajuan hakiki kecuali ajaran kenabian.
Ayatullah Khamenei menyatakan bahwa faktor yang melahirkan berbagai masalah di tengah umat manusia adalah keterasingan mereka dari dua hal utama yang diajarkan oleh nabi. Dua hal itu adalah pemikiran dan penyucian jiwa. Rahbar menambahkan, keterbebasan manusia dari seluruh belenggu dan kelemahan akhlak adalah tujuan dan misi agung para nabi. Dengan terwujudnya dua hal itu, maka pintu bagi teratasinya kesulitan utama umat manusia akan terbuka lebar.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menekankan bahwa salah satu misi utama kenabian adalah menghidupkan kekuatan logika dan pemikiran. Rahbar mengatakan, "Umat manusia hari ini sangat memerlukan pemikiran, logika, nalar, dan pencarian solusi untuk menyelesaikan masalah dan kesulitan yang mengepung bangsa-bangsa di dunia dari segala penjuru."
Menyinggung sepak terjang kekuatan adidaya dunia dalam menebar maut dan kezaliman secara terang-terangan di sejumlah negara kawasan Timur Tengah, Rahbar mengungkapkan, "Dalam perspektif kaum arogan dunia, tak ada tempat bagi manusia. Masyarakat dunia juga sudah menyaksikan bagaimana negara-negara Barat menyelesaikan krisis ekonomi yang menerpa mereka. Kekuatan adidaya dunia hanya berpikir menyelesaikan masalah dan kesulitan sistem perbankan, kartel-kartel ekonomi dan para pemilik modal, bukan mengatasi kesulitan rakyat."
Ayatullah Khamenei kembali menyeru bangsa-bangsa di dunia untuk merenungkan dan memikirkan fenomena yang tampak di depan mata ini. Beliau mengingatkan, akar dari semua masalah ini adalah kekuasaan sistem hegemoni di dunia dan keberadaan dua kutub, majikan dan budak. Jalan penyelesaiannya adalah dengan mengeluarkan bangsa-bangsa ini dari hegemoni atau kekuasaan pihak lain.
Mengenai revolusi bangsa-bangsa di kawasan dan upaya tiada henti dari kubu adidaya untuk mengendalikan dan menyimpangkan gerakan rakyat ini, Ayatullah Khamenei menegaskan, bangsa-bangsa ini hendaknya tetap resisten dengan mengandalkan kekuatan pikiran dan logika pemberian Allah Swt serta percaya akan kebenaran janji pertolongan Ilahi. Dengan terus melanjutkan perjuangan yang gigih melawan kubu hegemoni, mereka akan mengukir kemenangan.
Rahbar menyebut harga diri dan kebesaran bangsa Iran sebagai hasil dari resistensi dan perjuangan bangsa ini. Menyinggung kebersamaan kubu arogansi dalam melawan Republik Islam Iran, Rahbar menambahkan, "Dalam 33 tahun ini, bangsa Iran selalu menjadi sasaran konspirasi dan tipu daya kubu arogansi dunia. Dengan cara itu, mereka berusaha mencegah bangsa Iran menjadi teladan resistensi dan kemajuan bagi bangsa-bangsa lain. Berkat inayah Allah Swt, kali ini pun semua upaya musuh untuk mengeluarkan bangsa Iran dari arena juga akan gagal."
Menurut Rahbar, janji Allah Swt hanya akan didapat lewat usaha, tindakan dan kesiapan menerjang bahaya. Dengan menyebutkan sejumlah ayat al-Quran, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Menjadi mukmin saja tidak meniscayakan terlaksananya janji Allah Swt. Karena itu, diperlukan perjuangan dan kesabaran." Mengenai musuh-musuh Republik Islam, Rahbar menegaskan, "Mereka semestinya mengambil pelajaran dari kegagalan-kegagalan masa lalu dalam menghadapi bangsa Iran. Mereka harus sadar bahwa kesombongan, keangkuhan, dan ambisi yang tidak pada tempatnya tidak akan membuat mereka unggul dalam menghadapi bangsa yang memperoleh ajaran resistensi dan persatuan dari al-Quran dan sudah mengenal dirinya."
Menyinggung upaya tanpa henti kaum arogan dunia untuk menunggangi dan mendistorsi revolusi bangsa-bangsa di kawasan, Rahbar menegaskan, "Dengan berbekal khazanah yang dianugerahkan oleh Allah Swt, akal dan pikiran, itikad baik, serta janji pertolongan dari Allah Swt, bangsa-bangsa dapat mandiri dan menentukan masa depan mereka dengan resistensi melawan para penjajah."
Berbicara tentang skenario musuh-musuh Islam dalam mengadu domba antara Sunni dan Syiah, Ayatullah Khamenei menyebut persatuan Islam sebagai kebutuhan mendesak Dunia Islam saat ini. Seraya mengkritik keras sejumlah kalangan yang terus menerus menebar perpecahan, Rahbar menandaskan, "Orang-orang yang tidak menerima Islam dan sama sekali tidak tahu menahu soal Syiah dan Sunni, justru bertindak memenuhi keinginan dinas-dinas intelijen kubu hegemoni dengan mengaku khawatir akan penyebaran Syiah. Dengan cara itu, mereka menyulut api perselisihan."
Di bagian akhir pembicaraannya, Rahbar mengimbau bangsa-bangsa Muslim untuk menggunakan nalar dan logika yang benar serta memupuk persatuan dan resistensi. Beliau menyatakan bahwa dengan inayah Allah Swt, umat Islam akan mengalahkan musuh-musuhnya dan akan berhasil mewujudkan misi dari pengutusan Nabi Saw.
Di awal pertemuan yang dihadiri oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad, ketua parlemen, ketua Badan Yudikatif dan ketua Dewan Penentu Kebijaksanaan Negara itu, Ahmadinejad dalam kata sambutannya menyampaikan ucapan selamat atas tibanya peringatan Hari Raya Bi'tsah Nabi Muhammad Saw dan mengatakan, "Hari ini kebutuhan umat manusia kepada ajaran Ilahi dan pesan kenabian Rasulullah Saw semakin terasa."
Pada kesempatan itu, Ahmadinejad menyinggung ketidakmampuan kekuatan-kekuatan materi dalam menjawab tuntutan umat manusia. Dia menambahkan, "Berdasarkan janji Ilahi dan berkat kebijakan dan perjuangan bangsa-bangsa di dunia, kekuasaan kubu arogansi dan Zionis pasti akan berakhir dan jalan untuk mewujudkan perdamaian, kedamaian, kebahagiaan dan kemajuan umat manusia akan terbuka lebar."(IRIB Indonesia)
Manuver Nabi Besar 7 dan Kemampuan Pertahanan Iran
Pasukan Garda Revolusi Islam Revolusi Iran (Pasdaran) memulai manuver rudal terbaru, bersandi "Nabi Besar 7" di Iran tengah. Manuver ini bertujuan menguji kembali rudal terbaru tipe permukaan-ke-permukaan dan berlangsung selama tiga hari di provinsi Semnan Iran tengah.
Panglima Pasdaran Divisi Angkatan Udara Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh mengatakan, "Berbagai rudal jarak jauh, menengah dan jarak pendek akan menargetkan pangkalan udara simulasi militer transregional di utara gurun Semnan." Manuver dimulai Ahad (1/7). Dalam beberapa tahun terakhir, Iran telah menggapai prestasi besar di bidang pertahanan dan mencapai kemandirian dalam produksi perangkat keras militer penting dan sistem pertahanan.
Pada bulan Februari, Pasdaran menggelar latihan militer bersandi ValFajar setelah pasukan Angkatan Udara mengakhiri manuver empat harinya bersandi Tharallah, di dekat kawasan strategis Teluk Persia. Adapun pada bulan Februari, dalam manuver bersandi Hamiyan-e Velayat, pasukan Pasdaran mensimulasikan serangan komando taktis dan pertempuran udara, operasi ofensif dan defensif udara serta melancarkan operasi heliborne dan anti-heliborne.
Pada bulan Januari, Angkatan Darat Pasdaran menggulirkan manuver Shohaday-e Vahdat di Provinsi Khorasan Razavi. Namun pada saat yang sama, Republik Islam Iran berulang kali menekankan bahwa kekuatan militernya semata-mata berdasarkan pada doktrin defensif dan pencegahan, oleh karena itu, kekuatan militer Iran bukan merupakan ancaman bagi negara lain.
Puluhan rudal dari berbagai jenis, jarak jauh, dekat dan menengah milik Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran), ditembakkan menuju satu target. Manuver Nabi Besar 7 telah memasuki tahap utama dan divisi udara Pasdaran menembakkan puluhan rudal jarak jauh, dekat, dan menengahnya menuju satu target, dari berbagai wilayah di Iran.Rudal-rudal itu termasuk Shahab 1,2 dan 3, Fateh, Qeyam, serta rudal Zelzal. Manuver tersebut mensimulasikan target pangkalan udara di luar negeri.
Komandan IRGC, Brigjen Amir Ali Hajizadeh pada Ahad (1/7) mengatakan, manuver dengan sandi "Nabi Besar 7 " dijadwalkan akan dimulai pada Senin dan berlangsung selama tiga hari. Ia menambahkan, rudal jarak jauh, menengah, dan dekat yang ditempatkan di berbagai lokasi di seluruh negeri akan menargetkan simulasi pangkalan udara pasukan trans-regional di utara Gurun Semnan. "Dengan menembakkan rudal ke basis-basis ini, komandan kami akan menilai ketepatan dan efektivitas hulu ledak yang terpasang pada rudal," tandasnya.
Lebih lanjut, Komandan IRGC mengatakan bahwa latihan tersebut membawa pesan bagi negara-negara regional dan trans-regional bahwa Republik Islam bertekad akan melawan penindasan mereka dan memberikan jawaban yang menghancurkan atas setiap tindakan yang berpotensi merusak. Menurut Hajizadeh, jet tempur dan pesawat pembom tak berawak IRGC akan membombardir target yang telah ditentukan pada hari terakhir latihan.
Di sisi lain, Mehdi Davatgari, anggota parlemen Iran menilai manuver militer terbaru oleh Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) telah menampilkan kekuatan Republik Islam dalam menghadapi ancaman dan sanksi yang telah bergulir selama 33 tahun terakhir. "Revolusi Islam telah berhasil meningkatkan kekuatannya setiap hari dengan mengandalkan kemampuan lokal," kata anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran (Majlis), Mehdi Davatgari.
Dia menambahkan bahwa manuver rudal Pasdaran bersandi Nabi Besar 7, menjamin keamanan Iran berdasarkan kemampuan dan kekuatan nasional.
Manuver tersebut telah dipentaskan untuk mempertahankan kesiapan Angkatan Bersenjata Iran menghadapi ancaman musuh dan kemungkinan serangan serta dalam melindungi pemerintahan Islam.
Manuver Rudal Nabi Besar 7 sekaligus mengandung pesan perdamaian dan persahabatan Republik Islam dengan negara-negara tetangganya. Anggota Majlis ini juga menekankan bahwa jika musuh berniat untuk menyerang Iran, maka mereka harus tahu bahwa respon bangsa dan Angkatan Bersenjata Iran akan cepat dan destruktif.
Adapun Wakil Panglima Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) menilai manuver Nabi Besar 7 sebagai reaksi terhadap "politik-politik kurang ajar" sebagian pihak yang menyatakan bahwa opsi serangan militer sudah disiapkan di atas meja.
Menurut Brigjen Hossein Salami, tujuan utama pelaksanaan manuver tersebut adalah membuktikan kemampuan Iran dalam mempertahankan nilai dan prinsip-prinsipnya. Dikatakannya, "Bangsa kami memiliki kemampuan tinggi di bidang pertahanan dan kemampuan tersebut kami tunjukkan secara simbolik kepada dunia dengan peluncuran rudal-rudal."
Salami juga menekankan bahwa manuver tersebut adalah dalam rangka mereaksi kelancangan politik sejumlah pihak terhadap bangsa Iran dengan mengatakan bahwa opsi militer telah disiapkan untuk Republik Islam. Menurutnya, manuver kali ini juga menguji keakuratan, koordinasi, dan berbagai masalah teknis lainnya.
Poin penting terkait meningkatnya kemampuan Republik Islam Iran di bidang perahanan dan militer adalah kemampuan tersebut diraih dalam kondisi disanksi. Saat ini Iran menjadi negara produsen berbagai jenis roket dan rudal dengan kemampuan dalam negeri. Dengan bersandar pada sumber daya manusia (SDM) dalam negeri, Iran bahkan mampu memproduksi sistem anti rudal dan musuh pun akan berfikir dua kali untuk menyerang negara ini.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Ahmad Vahidi mengkonfirmasikan produksi massal roket anti-lapis baja terbaru yang dipandu dengan laser dan menilainya sebagai salah satu roket paling mutakhir. "Roket Dehlavieh adalah salah satu roket paling canggih anti-lapis baja yang dirancang untuk menghancurkan berbagai tank canggih yang dilapisi dengan baja reaktif," kata Vahidi Sabtu (7/7) di sebuah upacara peresmian produksi massal roket tersebut.
Dia menekankan bahwa "sistem panduan khusus" dalam Dehlavieh itu dirancang sedemikian rupa sehingga mampu bertahan dalam segala bentuk perang elektronik. "Hulu ledak dan mesin peluncuran roket, selain didesain untuk mobile juga dapat diluncurkan dari bahu yang membuat roket Dehlavieh menjadi senjata strategis dalam perang anti-tank," kata Menteri Pertahanan Iran.
Dehlavieh adalah nama suatu daerah di selatan Provinsi Khozestan di mana Menteri Pertahanan Republik Islam pertama Dr Mostafa Chamran gugur syahid dalam membimbing pasukannya melawan unit lapis pasukan agresor rezim Baath Irak dalam perang tahun 1980-an.
Kesuksesan ilmuwan Iran di Manuver Nabi Besar 7, meski negara ini dijatuhi sanksi menuai reaksi luas di media internasional. Media tersebut menyebut manuver ini sebagai bentuk kemampuan Iran mempertahankan diri dari setiap ancaman. Associated Press, The Guardian cetakan Inggris, dan Koran The Christian Science Monitor cetakan AS serta media massa regional di laporannya mengakui kemampuan pertahanan Iran semakin kokoh dan menilai Tehran dengan kemampuannya ini mampu menghancurkan pangkalan militer Amerika di kawasan serta membumihanguskan pangkalan militer Rezim Zionis Israel di Palestina pendudukan dalam waktu singkat setelah rezim ilegal ini berani menyerang Iran.
Kesuksesan besar Iran di bidang pertahanan dan militer membuat musuh-musuh negara ini berfikir dua kali untuk menyerang Tehran. Oleh karena itu, kita saksikan pernyataan para petinggi Washington dan Tel Aviv saling bertentangan terkait opsi militer terhadap Tehran. Dalam hal ini sangat transparan terlihat kebingungan musuh Iran dan ketidakmampuan mereka meraba kemampuan pertahanan Tehran serta reaksi militer negara ini dalam menghadapi setiap ancaman.(IRIB Indonesia)
0 comments to "Kisah-kisah Rahbar dan Dilema Negara Republik ISLAM...."