Team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com-
Acara seminar Al-Quds 2012 kalimantan Selatan yang bertemakan MERDEKA DARI ZIONISME (Solidaritas Pembebasan Palestina & Aksi simpati pembantaian Muslim Rohingya)
digagas oleh Lintas Kajian Islam Kontemporer (LKIK) bekerjasama dengan surat kabar harian Banjarmasin Post didukung sepenuhnya oleh FK2 (Forum Kajian KeIslaman) dan Buletin Majelis Pecinta Rasul (MPR), menampilkan nara sumber K.H. Busyairi Hurian Fahmi, SHI, MHI dan Bpk Muliadi Saktirajasa, S.Pd.I serta Pemimpin Redaksi B.Post Bpk Yusran Pare (namun karena beliau terpaksa tidak hadir, maka yang mewakili beliau adalah Manajer Redaksi B.Post dan Redaktur Eksekutif Serambi UmmaH Bapak Irhamsyah Syafari).
Seminar ini dimulai dengan pembacaan qalam ILLAHI dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan R.I, yaitu INDONESIA RAYA serta diakhiri dengan doa.
Haji Badaruddin memberikan sambutan atas nama FK2, kemudian Perwakilan B.Post dan Serambi UmmaH Bapak Irhamsyah Safari berkenan untuk memberikan kata sambutan dan memberikan dukungan atas kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan yang dilakukan LKIK dan sejenisnya.Gema Takbir membahana ketika narasumber sekaligus Ketua LKIK Bpk Muliadi Saktirajasa, S.Pd.I mengungkap Yahudi Zionis dan dilanjutkan pemaparan secara gamblang dan luas oleh K.H. Busyairi Hurian Fahmi, SHI, MHI tentang Yaumul Quds Sedunia serta tentang Muslim Mynmar, dimana momentum YAUMUL QUDS adalah Teriakan atas HAK dan KETERTINDASAN. Karena momen Hari Quds sedunia jatuh hari Jum'at tanggal 17 Agustus 2012 atau bertepatan Hari kemerdekaan Republik INDONESIA, maka momen (DEMO & Bagi selebaran) tersebut diadakan besok hari Rabu tanggal 15 Agustus 2012 sesudah sholat Zuhur didepan Mesjid Raya Sabilal Muhktadin Banjarmasin kata juru bicara FK2 Banjarmasin Haji Badaruddin...HADIRILAH & BERPARTISIPASILAH ujar beliau.(KNY/MFF/AR/R/14/08/2012/Selasa/Bjm).
Dihari Yaumul quds yang bertepatan tanggal 17 Agustus 2012 yang merupakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, sempatkah kita membayangkan dan memikirkan negara Palestina yang sampai hari ini masih TERJAJAH didalam negaranya sendiri yang telah "Dirampok" oleh Zionisme Israel. Kemudian dalam beberapa pekan ini kita disuguhkan akan terzaliminya muslim Mynmar yang kemudian pemberitaan seolah telah terjadi "perang" antara agama Budha dan Islam ...TIDAK wahai saudaraku sesama manusia...Yang salah "Oknum"nya bukan agamanya.....Ingatkah kalian dulu ketika Pendeta terry Jones "Memprovokasi" ummat Kristiani dengan membakar Al'Qur'an agar ISLAM dan KRISTEN terjadi "Perselisihan".......TIDAK wahai saudaraku sesama manusia...Yang salah "Oknum"nya bukan agamanya....Kemudian ingatkah kalian ketika IRAQ dijadikan ajang "Permainan" oleh mereka yang mengaku menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (HAM) yaitu oleh tentara pendudukan yang sudah mempunyai sifat Zionisme, mereka kemudian mengeluarkan dari penjara ekstremis yang beraliran ISLAM RADIKAL dengan mengadakan isu Mazhab dalam Islam dengan cara mengebom mesjid Islam Sunni agar Islam Syi'ah "Terhasut" dan begitu juga sebaliknya mengebom mesjid Islam Syi'ah agar Islam Sunni "terpancing" untuk bertengkar sesama ISLAM....TIDAK wahai saudaraku sesama manusia...Yang salah "Oknum"nya bukan mazhabnya.....Ingatkah kalian tentang "TRAGEDI" Perang Salib, kenapa dikatakan tragedi karena peperangan tersebut tidak akan terjadi kalau tujuannya memperluas wilayah ISLAM, bukankah ISLAM itu La iqraha fiddin (Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam), bukankah yang dicontohkan Rasulullah dalam peperangan adalah "DEFENSE" atau mengutamakan pertahanan ketimbang "ATTACK" atau penyerangan, jadi dihari Yaumul Quds bukan ISLAM nya yang diperjuangkan, akan tetapi bangsa Palestina yang "TERZALIMI" yang pantas diperjuangkan untuk meraih kemerdekaan ditanahnya sendiri dan ini adalah bentuk perjuangan lintas agama, apapun agama kalian hingga kalian yang tidak beragama pasti mempunyai "HATI" atau perasaan Bagaimana kalau hal yang dialami bangsa Palestina dialami oleh keluarga atau kita sendiri....Zionis Israel pun berkata "Kami datang, kami menang perang ...kalian mau apa wahai bangsa Palestina????!!!!....dan saat ini supaya ummat manusia ketahui, dimasyarakat Zionis Israel pun mereka sudah "Muak" dengan pemerintah Zionis Israel sekarang ini yang semakin hari semakin membuat jurang pemisah yang amat dalam antara yang miskin dan yang kaya, sampai-sampai ada seorang nenek warga Zionis Israel yang membakar diri demi memperjuangkan hak "kaum yang tertindas/terzalimi........HIDUP PERSATUAN ISLAM...HIDUP PERSATUAN UMMAT MANUSIA....
Fhoto Exclusive at Seminar Moments :
Jika kaum muslimin bersatu dan masing-masing dari mereka mengguyurkan seember air pada Israel, maka Israel akan tersapu; namun masih saja mereka tak berdaya di hadapannya. [Imam Khomeini, 16 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 8, hal. 236]
Saya menyeru seluruh kaum muslimin di dunia untuk menjadikan Jum'at terakhir di bulan suci Ramadhan sebagai Hari al-Quds; dan melalui demonstrasi solidaritas kaum muslimin sedunia, mengumandangkan dukungan mereka atas hak-hak rakyat muslim. [Imam Khomeini ketika mengumumkan Hari Al-Quds, 7 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 8, hal. 229]
Hari al-Quds adalah hari Islam dan hari Rasulullah saww. Ini adalah hari ketika Islam mesti dibangkitkan kembali. Ini adalah hari ketika kita mesti mempersiapkan kekuatan kita dan mengeluarkan kaum muslimin dari pengasingan yang dipaksakan kepada mereka oleh para adikuasa dan agen-agennya; sehingga dengan segenap kekuatan, mereka dapat berdiri di hadapan bangsa asing. [Imam Khomeini, 16 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 8, hal. 233-234]
Hari al-Quds adalah hari di mana seluruh bangsa-bangsa Islam mesti bersama-sama mengarahkan perhatian mereka kepadanya dan mempertahankannya. Jika keriuhan dibangkitkan oleh seluruh bangsa-bangsa muslim pada Jum'at terakhir di bulan Ramadhan, yaitu pada Hari al-Quds; jika seluruh rakyat bangkit; jika mereka melakukan demonstrasi dan berbaris sebagaimana yang sedang dilakukan sekarang; maka ini akan menjadi awal kita InsyaAllah untuk menghentikan elemen-elemen jahat itu dan mengusir mereka dari tanah-tanah Islam. [Imam Khomeini, 6 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 12, hal. 275]
Jika kaum muslimin di dunia, yang berjumlah sekitar satu milyar, keluar dari rumah-rumah mereka di Hari al-Quds dan meneriakkan: "Mampus Amerika, Mampus Israel, dan Mampus Rusia;" maka kata-kata ini akan membawa kematian bagi negara-negara tersebut. [Imam Khomeini, 6 Agustus 1980, Sahifa-yi Nur, vol. 12, hal. 276]
Pada Hari Al-Quds, yang jatuh di Jum'at terakhir di bulan suci Ramadhan, cukuplah bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk membebaskan diri mereka dari belenggu perbudakan dan penghambaan kepada para setan besar dan para adikuasa, untuk bergabung dengan kekuatan abadi Allah, memotong tangan-tangan para penjahat dalam sejarah dari kaum tertindas dan negara-negara yang terampas, serta memutus setiap ikatan serakah para penjahat ini. [Imam Khomeini, 1 Agustus 1981, Sahifa-yi Nur, vol. 15, hal. 73-74]
Jika pada Hari Al-Quds seluruh rakyat negara-negara Islam bangkit dan berteriak—tidak hanya untuk Al-Quds, tetapi juga untuk seluruh negara-negara Islam maka mereka akan menang. Apakah kalian pikir kami menumbangkan Muhammad Reza dengan senjata? Kami menumbangkannya dengan teriakan-teriakan kami; dengan teriakan Allahu Akbar. Kepala-kepala mereka digempur dengan teriakan Allahu Akbar secara terus menerus, sehingga mereka pun menyerah dan melarikan diri ke luar negeri. [Imam Khomeini, 9 Agustus 1980, Sahifa-yi Nur, vol. 12, hal. 282] {Buletin Majelis Pecinta Rasul / FK2 Banjarmasin}
Hari Quds Sedunia: MITOS ZIONISME; Membangun Opini Umum
Istilah opini umum memiliki beberapa definisi tersendiri namun secara keseluruhan, opini umum adalah penilaian-penilaian kolektif yang dimiliki oleh individu-individu sebuah masyarakat mengenai suatu topik ataupun fenomena tertentu. Namun dewasa ini, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi adanya opini umum. Sebagai contoh, opini umum masyarakat dapat diubah atau dihancurkan dengan memanfaatkan berbagai sarana seperti, media massa. Cara pemutarbalikan opini umum sedemikian canggihnya, sehingga sebagian masyarakat tidak menyadari, apa yang telah terjadi pada diri mereka.
Di antara contoh-contoh gamblang dari pengelabuan opini umum melalui propaganda adalah gambaran-gambaran yang diberikan oleh orang-orang Zionis serta pendukung mereka, tentang masa silam kaum Yahudi. Dalam opini umum, bangsa Yahudi adalah sebuah bangsa yang terusir dari semua tempat, tertindas, dan tidak memiliki perlindungan dan tanah air. Israel adalah satu-satunya tempat berlindung bagi kaum Yahudi dan zionisme dikenalkan sebagai satu ideologi yang mau tidak mau harus diterima oleh orang-orang Yahudi.
Gambaran seperti ini telah sedemikian jauh mempengaruh masyarakat dunia, khususnya, opini umum masyarakat Eropa, sampai-sampai dalam undang-undang resmi negara seperti Perancis yang dikenal sebagai anti rasialisme, membuat satu pasal khusus bagi membela orang-orang Yahudi. Penisbatan kesatuan ras kepada orang-orang Yahudi yang hidup terpencar dan terpisah-pisah di antara berbagai bangsa, dan pemisahan mereka dengan ras-ras yang lain, adalah buah hasil propaganda-propaganda rasialis yang dilakukan oleh para pendiri Zionisme dari satu sisi, dan dari arah lain oleh sebagian orang yang anti Semit dengan tujuan memisahkan orang-orang Yahudi dengan bangsa-bangsa lain.
Berlandaskan atas pemikiran inilah, Theodor Herzl pada tahun 1896 menulis Buku "Negara Yahudi", dan membuat dasar-dasar umum pembentukan Rezim Zionis agar terlahir sebuah negara khusus untuk orang-orang Yahudi. Akan tetapi, sewaktu ide dan inisiatif Theodor Herzl ini dikemukakan, sampai saat itu orang-orang Zionis belum mengincar wilayah tertentu guna mendirikan tanah air atau Father Land bagi kaum Yahudi. Dan bahkan Binsker, seorang penulis Yahudi asal Rusia, dalam bukunya menginisiatifkan pendirian Negara Yahudi di Amerika atau Afrika Selatan.
Hancurnya Imperium Ottoman pasca Perang Dunia Pertama dan diserahkannya pengaturan wilayah Palestina kepada Inggris, telah menyebabkan negara penjajah ini mengekalkan dominasi di wilayah strategi Timur Tengah dan negara-negara Islam. Inggris kemudian menjadikan pembentukan negara merdeka Yahudi di bumi Palestina sebagai agenda utama politik luar negerinya. Namun dalam tahap pertama, dikarenakan orang-orang Yahudi dunia menolak pemikiran Zionisme dan penarikan orang-orang Yahudi dari tengah-tengah Bangsa lain, keinginan Inggris itu tidak terlaksana.
Namun kekejian-kekejian Hitler terhadap umat manusia, termasuk terhadap orang-orang Yahudi dan kebenciannya terhadap ras selain rasnya sendiri, yaitu ras Arya, memberi alasan terbaik bagi para tokoh Zionis dalam pendirian sebuah pemerintahan Yahudi. Dalam hal ini, agen-agen propaganda profesional yang beraliansi dengan Zionisme memulai usaha luas, untuk membesar-besarkan angka orang-orang Yahudi yang menjadi korban Hitler.
Dengan cara melipat gandakan, entah beberapa ratus kali, jumlah orang-orang Yahudi yang menjadi korban keganasan tentara Nazi, dan menampilkan orang-orang Yahudi sebagai kaum yang tertindas, mereka berupaya merealisasikan sebagian besar dari mimpi-mimpi mereka yaitu mengumpulkan orang-orang Yahudi yang terpencar-pencar diberbagai negara ke bumi Palestina. Sampai dewasa inipun, Rezim Zionis menggunakan masalah ketertindasan orang-orang Yahudi dalam Perang Dunia II, sebagai alat untuk mendapatkan ganti rugi. Dan masalah inipun juga digunakan sebagai senjata untuk menyangkal siapa saja yang menentang garis kebijaksanaan Rezim Zionis.
Disebabkan oleh hiruk-pikuk propaganda mengenai orang-orang Yahudi yang terbunuh, dewasa ini jutaan korban Perang Dunia Kedua, yang terdiri dari berbagai ras, bangsa, dan negara telah disepelekan atau dilupakan, padahal rezim Zionis dengan alasan pembantaian massal terhadap bangsa mereka dan terlantarnya orang-orang Yahudi, masih tetap melakukan tekanan-tekanan terhadap negara-negara Barat dan Amerika serta meminta ganti-rugi dari mereka.
Sementara kajian-kajian yang dilakukan oleh para peneliti independen di tahun-tahun belakangan ini, membuktikan ketidakbenaran klaim-klaim orang-orang Zionis tentang jumlah orang Yahudi yang menjadi korban dalam PD II. Frederick Toben, seorang sejarawan Australia, dan direktur yayasan penelitian Adelaide adalah di antara para peneliti yang meragukan tentang kebenaran jumlah korban Yahudi di penjara Auschwitz oleh Nazi di Jerman. Yayasan yang dipimpin oleh Toben dalam situs jaringan internetnya, mempertanyakan kebenaran klaim pembantaian massal terhadap orang-orang Yahudi dan penangkapan 6 juta lebih orang Yahudi oleh pasukan Nazi pada tahun-tahun 1941 – 1945. Lantaran pengumuman atas hasil-hasil penelitiannya itu, sekembalinya dari penjara Auschwitz, Toben ditangkap dan dipenjarakan oleh pejabat tinggi kehakiman Jerman.
Ludwick Buch, pengacara Toben dalam wawancara dengan IRIB mengatakan, "Pemerintah Jerman menangkap Ferdrick Toben dikarenakan ia mengungkapkan fakta-fakta berkaitan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi pada PD II dan juga dengan alasan bahwa Toben telah melakukan tindakan-tindakan provokatif dan penyelewengan." Pengacara Toben sambil menyatakan bahwa di Jerman segala bentuk pendapat dan pandangan yang bertentangan dengan pembantaian massal tentara Nazi terhadap orang-orang Yahudi, akan ditindak secara hukum. Ia menambahkan, "Pembantaian tersebut, dan sebesar mana jumlah orang Yahudi yang terbunuh, mendapat perhatian para sejarawan dan ahli penelitian dunia dan dewasa ini terdapat banyak fakta yang membuktikan kebohongan adanya 6 juta orang yahudi yang terbunuh."
Fakta lainnya menunjukkan bahwa para pakar kimia menemukan bahwa tempat-tempat yang digembar-gemborkan kepada masyarakat sebagai tungku pembakaran manusia, dengan menggunakan gas di era Hitler samasekali tidak dapat digunakan sebagai tungku pemanggangan manusia.Karena berbagai percobaan dan ujian yang telah dilakukan terhadap contoh-contoh yang telah diambil tidak menunjukkan kebenaran hal tersebut.
Pengacara Ferdrick Toben dalam lanjutan pernyataannya mengatakan, "Adanya larangan-larangan dan alasan yang dibuat-buat, yang diberlakukan terhadap para peneliti agar tidak mengungkap fakta-fakta sejarah tentang kebohongan pembantaian massal terhadap kaum Yahudi, merupakan sebuah gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Zionis." (IRIB Indonesia)
Indonesia for Sale: Absurdnya Neolib
Tesis neolib (atau pemikiran ekonom-ekonom pengekor Barat, yang meskipun mengaku tidak neolib, tapi punya tesis sama): ekonomi itu harus diserahkan kepada pasar; kemajuan ekonomi akan bisa dicapai bila para pelaku pasar dibiarkan bebas tanpa intervensi pemerintah. Faktanya, para pelaku ekonomi yang kuat, melakukan berbagai intervensi kepada pemerintah Indonesia bahkan sejak pembuatan undang-undang. Mereka membiayai pembuatan UU di Indonesia, dgn imbalan hutang (=memberikan hutang kepada pemerintah Indonesia). Dalam posisi bargaining yang lemah ini, kalaupun pemerintah berniat intervensi demi membela rakyatnya sendiri, juga tetap akan kalah.Inilah yang disebut Stiglitz, negara-negara berkembang dan miskin bagaikan kapal layar kecil yang langsung disuruh berlayar di lautan buas, padahal lubang-lubang di kapal itu belum ditambal, kaptennya belum di-training, dan pelampung/alat pengaman belum dipasang di kapal kecil itu. Dalam ‘pasar bebas’ model ini, hampir pasti, pelaku ekonomi yang kuatlah yang akan menang. Indonesia hanya menjadi pasar dan penyedia sumber daya murah bagi mereka.
Simak pidato berikut untuk mendapati fakta-fakta soal “UU barter hutang” ini.
Transkrip Pernyataaan DR.Rizal Ramli
Saksi ahli perkara nomor 36/PUU-X/2012
Perihal pengujian undang-undang Nomor 22 tahun 2001.
Mahkamah Konstitusi, Rabu, 18 Juli 2012.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Mahkamah Konstitusi, Pak Din Syamsudin Ketua Muhammadiyah, Pak Amidhan dari MUI, dan kawan-kawan dari Muhammadiyan dan NU, dan para tim pembela. Inisiatif untuk meminta judicial review tentang Undang-Undang Migas ini menurut saya ini suatu hal yang historis yang diminta oleh kawan-kawan organisasi sosial kemasyarakatan paling besar di Indonesia.
Saya ingin menyampaikan beberapa hal. Yang pertama adalah proses pembuatan Undang-Undang Migas ini. Undang-Undang Migas ini dibiayai dan disponsori oleh USAID dengan motif:
1. Agar sektor migas diliberalisasi.
2. Agar terjadi internasionalisasi harga, agar harga-harga domestik migas disesuaikan dengan harga internasional.
3. Agar asing boleh masuk sektor hilir yang sangat menguntungkan dan bahkan risikonya lebih kecil dibandingkan sektor hulu.
Pertama kali draft undang-undang ini diajukan oleh Menteri Pertambangan Kuntoro Mangunsubroto pada masa pemerintahan Habibie, ditolak oleh DPR atas saran kami karena kami pada waktu itu adalah penasihat DPR untuk keempat Fraksi, Fraksi Angkatan Bersenjata, Fraksi Golkar, dan PPP dan PDIP.
Kemudian selama pemerintahan Gus Dur Undang-Undang ini nyaris stak tidak ada kemajuan karena tidak mungkin dilewatkan jika Menkonya itu Pak Kwik Kian Gie dan kemudian dilanjutkan oleh saya. Begitu pemerintahan Gus Dur jatuh, undang-undang ini kemudian diajukan dengan sangat cepat oleh Pak Boediono sama Pak Purnomo kawan saya dan diproses di DPR dengan sangat cepat.
Setelah itu, Kedutaan Besar Amerika dan USAID mengirim laporan ke Washington telah berhasil menggolkan undang-undang ini yang sangat penting untuk kepentingan bisnis Amerika di sektor migas di Indonesia. Pembuatan undang-undang yang dibiayai oleh asing biasanya banyak prasyarat, dan conditionalities-nya, dan sering diiming-imingi dengan pinjaman, apa yang dikenal sebagai loan-tied laws, undang-undang yang dikaitkan dengan pinjaman.
Dalam sejarah Indonesia, itu banyak sekali kasusnya. Saya berikan contoh, ADB menawarkan U$300.000.000,00 dengan syarat Pemerintah Indonesia membuat Undang- Undang Privatisasi BUMN. Jadi, Undang-Undang Privatisasi BUMN ini dipesan oleh ADB dan ditukar dengan pinjaman sebesar U$300.000.000,00. Undang-Undang Privatisasi Air dipesan oleh Bank Dunia dengan memberikan pinjaman U$400.000.000,00. Jadi, air yang di dalam Undang-Undang Dasar kita dinyatakan sebagai dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat sebesar-besarnya, itu pun mau diswastanisasikan. Dan untuk itu, Pemerintah Indonesia diberikan pinjaman U$400.000.000,00, Undang-Undang Migas termasuk. Jadi undang-undang yang dikaitkan dengan pinjaman luar negeri, penuh prasyarat, itu tidak mungkin tujuannya betul-betul untuk menyejahterakan rakyat dan negara Indonesia. Sudah pasti ada kepentingan strategis, kepentingan bisnis di belakangnya yang ikut dompleng persyaratan daripada undang-undang tersebut.
Ini semuanya kebanyakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, banyak sekali undang-undang begini. Dan ini adalah pintu masuk dari liberalisasi dan neoliberalisasi di dalam bidang ekonomi. Jadi, kalau zaman Belanda dulu, Belanda mau berkuasa di Indonesia, itu harus pakai senjata, harus pakai pasukan. Kalau sekarang itu tidak perlu, siapa saja boleh jadi presiden ya, siapa saja, partai apa saja boleh berkuasa. Yang penting, undang-undang dalam bidang ekonominya itu merupakan pesanan dari kepentingan asing. Dari situlah Indonesia dipaksa mengambil langkah-langkah dan undang-undang yang bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945 dan bertentangan dengan itikad untuk memanfaatkan semua sumber daya alam itu untuk kesejahteraan rakyat dan bangsa.
Seharusnya, pembuatan undang-undang tidak boleh dibiayai oleh asing, harus dibiayai sendiri oleh APBN, sehingga undang-undang betul-betul mencerminkan kepentingan rakyat dan bangsa kita. Tidak mungkin asing membiayai dan memesan undang-undang tanpa melibatkan kepentingan strategis mereka.
Salah satu adalah menyangkut harga. Menurut UU Migas harga itu harus sama dengan harga internasional. Saya mengulangi kembali karena ini penting sekali. Contoh yang sangat sederhana, pulpen ini ongkos produksinya Rp90,00. Kalau dijual di Indonesia, harganya Rp100,00. Tetapi seandainya pulpen ini dijual di New York, harganya Rp1.000,00. Para ekonom neoliberal dan essensi UU Migas akan mengatakan, “Indonesia rugi karena kalau dijual di dalam negeri hanya Rp100,00, kalau dijual di luar negeri, di New York, ini Rp1.000,00.” Inilah di belakang dasar dari banyak pikiran supaya harga Migas di dalam negeri disamakan dengan harga internasional.
Internasionalisasi harga tersebut juga sudah terjadi di dalam bidang kesehatan, pendidikan, migas, dan sebagainya. Nah harganya, harga internasional, tapi pendapatan rakyatnya, pendapatan Melayu, pendapatan lokal. Kebijakan seperti ini adalah, strategi jalur cepat untuk mendorong proses pemiskinan struktural.
Kenapa? Kalau memang demikian, rakyat Indonesia berhak meminta, “Naikkan dulu dong pendapatan kami sama dengan di New York,” yaitu rata-rata U$40.000 atau Rp400.000.000,00. Kalau pendapatan rakyat sudah segitu, rakyat Indonesia saya rasa tidak keberatan, kalau harga-harga dinaikkan sama dengan di New York tidak ada masalah.
Negara-negara di Asia yang berhasil mengejar ketinggalannya dari barat, tidak langsung menyesuaikan dengan harga internasional, tapi terlebih dahulu mendorong, memacu pertumbuhan ekonomi di atas 10%, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, baru harga-harga disesuaikan. Jadi, ada perbedaan mendasar dengan apa yang dilakukan di Indonesia dengan di negara-negara lain yang berhasil memakmurkan rakyatnya dan mengejar ketinggalannya dari Barat. Kita ini seolah-olah satu-satunya solusi hanya menyesuaikan harga dengan harga internasional dan berhutang.
Menurut hemat kami, internasionalisasi harga tersebut bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945, terutama untuk komoditi-komoditi yang strategis, seperti migas, pendidikan, dan kesehatan. Kalau misalnya ini menyangkut mobil, elektronik, dan lain-lain, kami tidak ada masalah, serahkan kepada mekanisme pasar. Tapi kalau menyangkut kepentingan yang strategis, negara berhak menentukan dan melakukan intervensi agar harga itu tidak selalu sesuai dengan harga internasional. Apalagi apa yang disebut sebagai harga internasional itu? Selama 20 tahun terakhir, harga internasional bukanlah mencerminkan supply and demand.
Saya mohon maaf, tadi ada saksi pemerintah yang mengatakan supply and demand. Tidak, itu adalah harga para spekulator financial yang mempermainkan harga-harga komoditi. Sebagian besar dari pembentukan harga itu adalah permainan para spekulator, bukan hanya hukum supply and demand. Jadi untuk Indonesia sekedar ikut-ikutan harga internasional, sebetulnya menyerahkan nasib kita kepada para spekulator internasional.
Satu yang penting, Pak Ketua. Menurut saya penting karena disinilah permainan utamanya. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan, “Bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.” Di undang-undang yang asli itu tidak ada kata-kata dimiliki oleh rakyat Indonesia dan dikuasai dan dikelola oleh negara, sehingga akibatnya, istilah dikuasai itu sering bisa dimanipulasi, bisa direkayasa, akhirnya yang berkuasa beneran ya swasta, terutama asing. Mudah-mudahan nanti setelah pemerintahan ini berakhir kita mengajukan amandemen Pasal 33, sehingga kata-katanya menjadi lengkap. “Bumi dan air dan kekayaan alam Indonesia dimiliki oleh rakyat Indonesia, dikuasai dan dikelola oleh negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia”, supaya tidak ada lagi multitafsir dan rekayasa interpretasi.
Saya ingin memberikan contoh di sini di tabel yang diajukan oleh Pembela tentang “pemaknaan Pasal 33 UUD 1945 hanya menyangkut pengaturan kebijakan, pengelolaan, pengurusan, pengawasan, dikuasai oleh negara. Tidak ada istilah dimiliki karena yang paling penting sebetulnya pemiliknya, walaupun di dalam Undang- Undang Dasar 1945 kita sendiri dikatakan manfaatnya digunakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Artinya siapa pemiliknya itu? Ya rakyat, secara tidak langsung, kalau tidak buat apa digunakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Jadi di dalam Pasal 33 itu sudah implisit kata dimiliki walaupun tidak eksplisit, sebetulnya itu milik rakyat.
Pada sidang yang terakhir, mantan Dirjen Migas yang bertindak sebagai saksi ahli Pemerintah, saya tidak tahu apakah itu conflict interest karena beliau waktu itu juga terlibat dalam penyusunan Undang-Undang Migas ini. Saksi Ahli tersebut disini mengatakan “Pemerintah tidak kasih apa-apa kok sama asing karena semua pengaturan dikelola oleh pemerintah, yang kita kasih itu cuma economic right-nya saja”. Wah, saya dengar itu kaget. ‘Economic right” itu yang paling ada nilainya, kalau tidak ada economy right-nya tidak ada nilainya itu barang. Justru itu yang paling berharga yang diserahkan sepenuhnya kepada asing, dan menurut saya itu interpretasi yang sangat berbahaya karena harusnya itu dikuasai oleh Pemerintah Indonesia. Contoh yang paling sederhana di sektor mineral banyak sekali dan juga berlaku di sektor Migas. Banyak perusahaan-perusahaan tambang besar dunia, salah satunya BHP Billiton dari Australia memiliki tambang batubara di Kalimantan Tengah yang kadar batubaranya sangat tinggi (cooking coal) untuk industri baja.
Puluhan tahun konsesi mereka tidak bikin apa-apa karena dia punya bisnis di tempat yang lain lebih menarik. Tetapi aset tersebut di dalam bukunya Billiton, itu masuk di dalam contingency asset. Dengan itu mereka bisa cari uang karena tambang itu kan sudah ada valuasinya, tambang di situ sudah dieksplorasi tapi tidak dikerjakan. Sudah ada estimate nilainya berapa, tinggal kalikan saja berapa dollar per ton. Nah itu dimasukkan ke dalam contingency asset, bisa mencari pinjaman dan kemudian hasil pinjamaan itu dipakai untuk investasi bisnis di luar Indonesia. Kasus-kasus seperti ini banyak sekali terjadi di sektor Migas. Kenapa? Karena pikiran seperti mantan Dirjen Migas kemarin, “kita tidak kasih apa-apa kok, kita kasih economy rights“. Justru yang paling berharga itu economy right-nya, bukan soal aturan macam-macam.
Kemudian ada hal-hal yang cukup penting di Pasal 3 Undang-Undang Migas, penyelenggaraan harus accountable yang diselenggarakan dengan mekanisme persaingan usaha yang wajar, dan sehat, dan transparan. Dan saya setuju dengan Pembela dan Pemohon, hal ini adalah cara dan mekanisme, padahal yang paling penting itu prinsip dan tujuan. Prinsip dan tujuannya itu ada di Pasal 33 ayat (2), “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Prinsip dan tujuannya yang paling penting, tetapi kok didalam undang-undang itu mekanismenya malah yang lebih diutamakan. Di sinilah virus dari neoliberalisme itu masuk. Kok cara itu kan cuma sebagian, bukan hal yang terlalu penting.
Nah, kemudian menyangkut modus kerja sama, Indonesia menganut selama ini production sharing arrangement. Sebetulnya PSA bukan satu-satunya modus, ada kerja sama operasi, ada kepemilikan langsung. Negara-negara yang berhasil di sektor migas dan cukup kuat dan besar terutama di negara-negara Arab dan Latin Amerika itu tidak memakai PSA, tetapi memakai konsep kepemilikan (ownership).
Aramco dikuasai oleh Pemerintah Saudi Arabia dalam bentuk kepemilikan saham mayoritas, ada asingnya minoritas. Nah apa manfaatnya ? Menurut saya sistem pemilikan mayoritas ini jauh lebih efektif dibandingkan PSA karena satu, cost control-nya bisa dilakukan secara internal, wong wakil dari pemerintah Saudi Arabia duduk di dalam manajemen, ikut melakukan kontrol manajemen, ikut melakukan control cost, proses alih teknologi juga lumayan bagus, dan sebagainya.
Jadi, banyak dari raksasa-raksasa atau BUMN milik negara di negara-negara berkembang yang besar itu kebanyakan memiliki (ownership) saham mayoritas. Memang ada asingnya sebagai pemilik minoritas. Jadi, PSA bukan satu-satunya opsi yang paling baik yang selama ini oleh pejabat selalu dibanggakan sebagai yang paling hebat, paling dahsyat, dan sebagainya. Kenapa? Karena sangat rawan terhadap mark up, biaya-biaya, hampir semua biaya dan saya juga dengar banyak biaya entertainment untuk menyogok pejabat Indonesia itu masuk recovery cost.
Pak Hakim, itu bukan dongeng dan biaya lain-lain dibebankan kepada cost recovery. Dan yang kedua yang juga tadi Pak Hakim tunjukan produksi anjlok kok dari 1.300.000 barrel per hari menjadi hanya 850-an barrel per hari, tapi cost recovery-nya naik ya hampir dua kali dan saya mohon maaf tidak pernah ada penjelasan yang transparan dan hitung-hitungannya. Kenapa hal itu terjadi ? Saya dengarkan dengan hati-hati, keterangan wakil pemerintah yang ada itu tabel, grafik, produksi, tapi penjelasan kenapa cost recovery naik dua kali ?, produksi anjlok, apa komponen biayanya, bagaimana hitungannya tidak pernah dijelaskan kepada rakyat Indonesia secara terbuka.
Yang ketiga adalah budaya birokratis, semua mau dikontrol, semua mau diperiksa, tapi saya mohon maaf kultur control di Indonesia dan periksa ini itu juga sebagian besar identik dengan pemerasan. Semakin banyak kontrolnya, semakin banyak diperiksanya, semakin banyak yang harus diservis pejabatnya ya, jangan diartikan kontrol oleh negara itu hebat dan dahsyat karena cara kontrolnya itu mohon maaf tidak canggih. Sederhana kok, biaya menghasilkan oil di mana (on-share vs. off share). Kedalaman berapa itu saja dipegang ya, tidak usah sampai detail. Sehingga tidak aneh pemerintah Indonesia sejak 8 tahun terakhir telah memberikan ratusan konsensi di sektor minyak bumi dan gas, tapi tingkat eksplorasi sangat rendah. Penemuan cadangan baru nyaris tidak ada, kenapa ?
Saya tanya kepada investor asing maupun pemain minyak dalam negeri, birokrasinya ruwet, ribet, itu dimuat di salah satu majalah oil and gas internasional, bahwa iklim investasi migas di Indonesia itu sangat ribet karena terlalu banyak kontrol, terlalu banyak macam-macam. Tapi tidak control terhadap cost, itu kadang-kadang banyak kontrol BP migas supaya nanti temannya bisa masuk sebagai pemasok atau apa, gitu-gitu aja tidak lebih dan tidak kurang.
Jadi, menurut hemat saya budaya birokratis dalam kaitannya dengan BP Migas menurut saya tidak penting-penting amat. Saya mohon maaf, pada dasarnya fungsi BP migas itu bisa diambil alih oleh Dirjen Migas, oleh ESDM. Perbedaannya biaya BP migas sangat besar dibandingkan biaya Dirjen Migas karena dianggap profesional pegawainya harus biaya mahal sama kayak BPPN dulu dibikin. Kalau boleh sejarah diulang kembali walaupun bukan saya yang bikin BPPN, saya tidak akan bentuk BPPN. BPPN gajinya, gaji internasional, stafnya kebanyakan titipan dari bank-bank yang bermasalah. Sehingga recovery rate BPPN di Indonesia itu cuma 20%, di negara lain 40%, data-data banyak yang hilang. Kalau diserahkan kepada Bank untuk melakukan restrukturisasi, cost-nya lebih murah.
Saya juga percaya kalau Dirjen Migas diberikan kewenangan lebih besar seperti halnya BP Migas bisa lebih efisiendan murah. Apa buktinya ya kan, biayanya kemahalan. Kemarin Bp Migas baru ulang tahun, ulang tahun saja di Ritz-Carlton. Saya sedih lihatnya, tidak ada prihatinnya, padahal kantornya sudah bagus kenapa tidak ulang tahun di kantor?, kenapa mesti di Ritz-Carlton? Ini contoh, kalau kita lakukan audit terhadap biaya BP Migas itu mahal, dampak dan manfaatnya kecil, kecuali jika BP Migas berhasil menekan cost recovery, berhasil meningkatkan produksi, okelah. Jadi menurut saya tidak penting-penting amat BP Migas. Lebih bagus fungsi regulasi Migas kita kembalikan kepada Dirjen Migas.
Kemudian ada Pasal 10 di Undang-Undang Migas, “Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir.”
Ketua: Moh. Mahfud MD.
Saudara Ahli supaya dipercepat ya.
Ahli dari pemohon: Rizal Ramli
Iya Pak Ketua, akan saya percepat.
Pasal itu bagus supaya tidak ada monopoli vertikal. Tapi dalam praktiknya, Shell atau BP tinggal bikin PT di hilir, tetapi tetap di hulu, migas. Jadi, kalimat-kalimat di pasal itu, multiinterpretasi, sangat sumir. Dalam praktiknya, tetap terjadi integrasi vertikal. Kemudian pasal ayat (22) Migas tentang DPR. DPR hanya diberitahu, tidak dimintai persetujuannya. Yang kemudian yang juga penting pasal tentang arbitrase internasional. Di situ dikatakan kalau ada pertikaian, diserahkan kepada arbitrase internasional.
Prof. Joseph Stiglitz, pemenang Nobel, melakukan studi, ternyata 99% dari hasil arbitrase internasional sangat merugikan negara berkembang dan selalu menguntungkan negara-negara maju. Oleh karena itu, pada tahun 2007, Stiglitz datang ke Jakarta, ketemu Presiden SBY, meminta agar arbitrase internasional ini dihapuskan dari rencana Undang-Undang Investasi. SBY seperti biasa, “Iya, bagus,” manggut-manggut, tapi tetap saja ada itu pasal arbitrase internasionalnya. Stiglitz ketemu saya, kecewa betul, “ternyata Presiden kamu bilang, ‘Iya, iya,’” ya kan? Kejadian terus itu berulang.
Kesimpulannya, Bapak Hakim Yang Terhormat, kami minta Undang-Undang Migas yang disponsori, dibiayai oleh USAID dengan membawa kepentingan strategis mereka bertentangan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945, sebaiknya dibatalkan. Banyak terjadi manipulasi dari kata dikuasai negara, sehingga menjadi multitafsir, sehingga pada praktiknya menjadi swastanisasi dan asingnisasi besar-besaran.
Untuk itu kami minta dengan hormat kepada Ketua dan Anggota dari Majelis Hakim untuk menyatakan Undang-Undang Migas ini bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945 dan menetapkan peraturan peralihan. Memang bakal ramai, tapi tidak apa-apa kok, ramai sebentar, ya. Masih lebih mending daripada di negara lain, dinasionalisasi. Di Venezuela dan banyak Negara Latin Amerika, sektor migas di nasionalisasi. Kita tata ulang lagi undang-undang Migas agar supaya betul-betul bekerja sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945. Terima kasih
sumber:IRIB Indonesia/http://dinasulaeman.wordpress.com/2012/08/14/indonesia-for-sale-absurdnya-neolib/
Persatuan dan Keragaman Muslim
Umat Islam yang berjumlah 1,6 miliar di seluruh dunia disatukan oleh keimanan kepada Allah dan Nabi Muhammad. Mereka juga terikat oleh praktik keagamaan seperti puasa di bulan Ramadan dan sedekah. Demikianlah hasil survei Pew Research Center’s Forum on Religion & Public Life yang melibatkan 38.000 orang seluruh dunia melalui wawancara tatap muka dengan lebih dari 80 bahasa. Tapi mereka juga memiliki pandangan yang berbeda tentang beberapa aspek keimanan, termasuk seberapa penting agama bagi kehidupan, siapa yang dianggap sebagai muslim dan praktik apa yang diterima dalam Islam.Sebagai contoh, 8-10 muslim di setiap negara sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, dan Asia Selatan mengatakan bahwa agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Sementara Timur Tengah dan Afrika Utara, sekitar 6-10 mengatakan hal yang sama. Begitu juga di Amerika Serikat, survei menemukan 7-10 muslim (69%) mengatakan agama sangat penting bagi mereka. Tapi agama kurang memainkan peran penting di negara bekas komunis seperti Rusia, daerah Balkan dan bekas negara Soviet.
Di wilayah Timur Tengah, muslim yang berusia di atas 35 tahun secara signifikan lebih religius dibandingkan dengan mereka yang berada di antara usia 18-34 tahun. Mereka lebih sering melaksanakan salat lima waktu, datang ke masjid, membaca Quran setiap hari, dan mengatakan bahwa agama itu penting.
Perbedaan juga muncul tentang bagaimana pria dan wanita mempraktikkan keimanan mereka. Di hampir semua 39 negara yang disurvei, pria lebih sering menghadiri masjid. Ini benar terjadi khususnya di Asia Tengah dan Asia Selatan, di mana mayoritas wanita di sana tidak pernah menghadiri masjid. Perbedaan ini muncul karena norma kultural atau adat setempat yang membatasi wanita menghadiri masjid.
Perbedaan Mazhab
Survei juga menanyakan apakah umat muslim mengenal beragam mazhab dalam Islam dan bagaimana sikap mereka terhadap mazhab lain tersebut. Survei mengatakan banyak muslim tidak mengetahui atau tidak peduli tentang hal tersebut.Muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara yang lebih aware dengan perbedaan suni dan Syiah. Survei mendapati bahwa kebanyakan negara kawasan yang disurvei, 40% suni tidak menerima Syiah sebagai sesama muslim. Menariknya, 82% suni Irak dan 77% suni Lebanon yang hidup di negara dengan mayoritas Syiah cenderung mengatakan bahwa Syiah juga muslim. Tapi 53% suni Mesir, 50% suni Maroko, 43% suni Yordania, dan 40% suni wilayah Palestina—negara dengan minoritas Syiah—mengatakan bahwa Syiah bukanlah muslim.
Di luar wilayah tersebut, perbedaan suni-Syiah memiliki pengaruh yang rendah. Di banyak negara Asia Tengah, lebih banyak muslim yang lebih memilih mengidentifikasi diri sebagai “muslim”. Pola yang sama juga terjadi di Eropa Timur dan Selatan. Di beberapa negara tersebut, kekuasaan komunis selama bertahun-tahun membuat perbedaan mazhab menjadi tidak familiar. Di Indonesia dengan populasi muslim terbesar, 26% muslim menggambarkan diri mereka sebagai suni, 56% mengatakan “muslim”, dan 13% tidak memberikan jawaban yang pasti.
Apakah Syiah Muslim?
Secara keseluruhan, muslim di Asia Selatan setuju bahwa Syiah memiliki kesamaan beragama. Setidaknya tiga per empat pandangan ini ada di Afghanistan (84%) dan Bangladesh (77%), sementara separuhnya (53%) di Pakistan. Penerimaan Syiah sebagai sesama muslim tersebar di Eropa Timur dan Selatan, kecuali Kosovo di mana hanya 36% muslim menganggap Syiah bagian dari Islam. Namun, 43% muslim Kosovo memang tidak pernah mendengar Syiah atau ragu-ragu.Kasus yang terjadi di Irak dan Lebanon di atas, di mana muslim suni lebih menerima Syiah, menunjukkan bahwa pengalaman hidup bersama-sama dapat meningkatkan pengenalan bersama antara suni dan Syiah.
Suni juga lebih dapat menerima Syiah sebagai sesama muslim di negara Azerbaijan (hingga90%), Rusia (hingga 85%), Aghanistan (hingga 83%), dan Bangladesh (hingga 77%). Sementara di Pakistan lebih beragam; sebanyak 41% muslim suni di sana tidak menerima Syiah.
Keinginan suni di Irak dan Lebanon dalam menerima Syiah meluas terhadap praktik keagamaan yang secara tradisional dikaitakan dengan Syiah. Sebagai contoh, sementara kebanyakan suni di Timur Tengah dan Afrika Utara memandang ziarah ke makam suci bertentangan dengan tradisi Islam, mayoritas suni di Lebanon (98%) dan Irak (65%) meyakini bahwa praktik tersebut dibolehkan dalam Islam.
Penafsiran
Pertanyaan menarik lain yang diajukan adalah tentang penafsiran. Apakah Islam mengenal penafsiran tunggal atau multitafsir? Dari 32 negara yang disurvei, lebih dari separuh muslim mengatakan hanya ada satu jalan yang benar untuk memahami ajaran Islam. Pandangan ini juga beragam. Di Timur Tengah dan Afrika Utara—kecuali Mesir dan Yordania—percaya bahwa mungkin saja untuk menafsirkan ajaran Islam dengan cara yang beragam. Di Amerika Serikat, 57% muslim mengatakan bahwa Islam terbuka terhadap beragam tafsir.Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2012
Catatan: Untuk hasil survei lebih lengkap dari Pew Research Center, dapat membacanya di The World’s Muslims: Unity and Diversity.
2 Komentar
Apakah di survei tersebut direkam juga pandangan penganut Syiah
tentang Sunni: yakni berapa proporsi penganut Syiah yang menganggap
Sunni adalah bagian dari Islam juga?
Tema penerimaan suni sebagai muslim juga disurvei. Negara dengan
mayoritas Syiah seperti Irak atau setidaknya imbang seperti Lebanon juga
menerima suni sebagai muslim (99% dan 97%). Uniknya, Asia Tengah dan
beberapa negara pecahan Soviet tidak mengenal istilah “suni”. Survei ini
tidak melibatkan Arab Saudi dan Iran.
mainsource:http://ejajufri.wordpress.com/2012/08/11/persatuan-dan-keragaman-muslim/
mainsource:http://ejajufri.wordpress.com/2012/08/11/persatuan-dan-keragaman-muslim/