Home , , , , , , , , , � Mitos dan Fakta Seputar Sunni dan Syiah hingga berita "HOT" Ekonomi Indonesia dan Timur Tengah hingga Internasional

Mitos dan Fakta Seputar Sunni dan Syiah hingga berita "HOT" Ekonomi Indonesia dan Timur Tengah hingga Internasional


1. Mitos: Mayoritas Muslim bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan hanya minoritas bermazhab Syiah.
Fakta: Mayoritas Muslim tidak menyadari dan tidak memiliki identitas kemazhaban. Mayoritas mutlak dari 1,7 milyar Muslim hanya menyadari dirinya sebagai Muslim dan terikat dengan identitas keislamannya. Labelisasi Sunni-Syiah dan label-label sekterian lain diberikan oleh penguasa berkedok agama untuk menggebuk musuh dan meraih keuntungan-keuntungan politik sesaat. Namun, dalam kenyataannya, label-label itu tidak dipahami dan diakui oleh individu-individu umat Muslim sendiri sebagai penanda keislamaan seseorang.
2. Mitos: Syiah adalah minoritas dan Sunni adalah mayoritas Muslim di dunia dewasa ini.
Fakta: Kalau yang dimaksud Syiah kita batasi dalam definisi ajaran yang mengikuti dan mencintai Ahlul Bait Nabi, maka jelas kelompok ini menjadi mayoritas. Karena secara objektif sebagian terbesar umat Islam mencintai dan mengikuti Ahlul Bait Nabi dan menjunjung tinggi posisi mereka dalam soal-soal religius dan spiritual. Demikian pula sebaliaknya, kalau yang dimaksud dengan Sunni itu adalah ajaran yang meremahkan peran dan kedudukan Ahlul Bait Nabi dengan berbagai alasan dan justifikasi sebagaimana yang kini dianut oleh kelompok Salafi-Wahabi, maka jelas mereka merupakan minoritas di kalangan umat Muslim. Namun demikian, jika yang dimaksud dengan Syiah adalah sebagaimana yang dituduhkan oleh kelompok Salafi-Wahabi sebagai ajaran yang mengutuk dan mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi, maka jelas Syiah hanyalah segelintir kecil manusia yang hanya ada dalam ilusi kelompok para penuduh itu sendiri atau orang-orang yang memang tersesat dari jalan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
3. Mitos: Rezim-rezim Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Qatar bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Fakta: Seluruh pemimpin rezim-rezim petrodolar ini beraliran sekuler ekstrem yang sama sekali tidak terikat dengan syariah Islam dari mazhab mana pun. Mereka menjalin hubungan bilateral secara terang-terangan dan terbuka dengan Amerika Serikat dan secara sembunyi-sembunyi dengan anak kesayangan AS, Israel, yang setiap hari membunuhi mayoritas Muslim Sunni di Palestina, Afghanistan, Yaman, Somalia, Sudan, dan sebagainya.
4. Mitos: Arab Saudi adalah kerajaan yang menjunjung tinggi Islam.
Fakta: Dalam masa kekuasaan rezim Kerajaan Arab Saudi di Jazirah Arab selama 100 tahun terakhir Arab Saudi, dua kota utama umat Muslim, Mekkah dan Madinah, telah mengalami perusakan yang massif. Jika trend ini dibiarkan dalam puluhan tahun mendatang maka sejarah Islam tidak akan lagi meninggalkan jejak-jejak historis dan arkeologis yang berarti. Segalanya akan berganti wajah menjadi dua kota kosmopilitan yang kehilangan sakralitas. Dekonstruksi atas situs-situs historis umat Islam yang dilakukan oleh rezim Arab Saudi ini mirip dengan kelakuan rezim zionis Israel terhadap situs-situs historis keagamaan milik Kristen dan Muslim di tanah suci Palestina. Motif kedua rezim itupun sama: menghilangkan jejak-jejak sakralitas dan historisitas kota-kota suci demi membangun sebuah pemahamaan keagamaan yang seutuhnya didistorsi.
5. Mitos: Nahdhatul Ulama (NU) bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dan berakidah sesuai dengan ajaran-ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari.
Fakta: Sebagian besar tradisi NU seperti ziarah kubur, tahlil, peringatan 4-7-40 dan haul, penghormatan terhadap ulama, tawasul, tabaruk, dan sebagainya merupakan tradisi-tradisi khas Syiah yang tidak terdapat dalam referensi-referensi kitab klasik Ahlus Sunnah wal Jamaah melainkan semata-mata ada dalam kitab-kitab klasik Syiah seperti Mafatih Al-Jinan karya Abbas Al-Qummi, Al-Iqbal karya Al-Kaf’ami, Al-Balad Al-Amin karya Sayyid Ibn Thawus dan sebagainya.
6. Mitos: Syiah adalah mazhab Islam yang terpengaruh dengan tradisi Persia dan Zoroastrianisme.
Fakta: Iran baru memeluk mazhab Syiah pada abad 15 Masehi di zaman Safawi. Sebelumnya, Iran adalah pusat perkembangan mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dapat dilihat dari fakta sebagian besar kitab rujukan milik Ahlus Sunnah saat ini merupakan karya-karya ulama Sunni berdarah Persia, seperti Shahih Bukhori dan sebagainya. Bahkan, Syiah semula merupakan mazhab resmi Mesir di era Daulah Fathimiyyah yang berhasil membangun pusat kota Kairo dan Universitas Al-Azhar.
7. Mitos: Mazhab Syiah yang dijadikan sebagai mazhab resmi Dinasti Safawi merupakan reaksi dendam atas penaklukan Muslim Arab atas Persia.
Fakta: Dinasti Safawi sebenarnya bukan didirikan oleh elit berdarah Persia melainkan oleh sekelompok keluarga yang memiliki darah Turki Azeri. Oleh karena itu, pusat kerajaan Safawi dimulai dari Ardabil yang memiliki banyak perampuran etnik Turki-Azeri dan Kurdi. Sebaliknya, penganut Syiah paling awal adalah kelompok Arab Irak yang bertempat di Kufah, Irak dan sebagian lain berada di wilayah Bahrain (hingga kini mayoritas penduduknya bermazhab Syiah), Yaman (hingga kini mayoritas penduduk Yaman Utara bermazhab Syiah Zaidiyyah), Mesir (cikal-bakal dinasti Fathimiyah), dan sebagainya. Yang jelas, Syiah dianut oleh bangsa dan suku-suku Arab jauh sebelum bangsa Iran memeluknya.
8. Mitos: Sektarianisme dan konflik-konflik sektarian telah merebak di seluruh Timur Tengah sejak zaman awal Islam.
Fakta: Konflik sektarian tidak pernah terjadi di tengah masyarakat Timur Tengah kecuali ketika ada konflik politik yang tidak diselesaikan secara politik. Para politisi yang mengatasnamakan agama kemudian menjadikan isu sektarian untuk memprovokasi dan memobilisasi massa demi tujuan-tujuan politik sekaligus menstigmatisasi musuh-musuh politiknya dengan label-label sektarian. Ini berlaku untuk para penguasa yang diidentifikasi sebagai Sunni maupun Syiah. Oleh karena itu, sepanjang masa, di hampir semua belahan dunia Islam, kita menyaksikan harmoni di antara sesama Muslim. Bahkan, secara historis, para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Abu Hanifa dan Imam Malik belajar kepada Imam Ja’far Ash-Shodiq, imam keenam Syiah, dalam soal-soal agama. Interaksi ilmiah terus berlangsung secara damai sampai ada ambisi politik yang menyeret isu mazhab dalam pertarungan profan tersebut.
9. Mitos: Salafi-Wahabi adalah sama dengan Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Fakta: Salafi Wahabi adalah ajaran asing dalam sejarah Islam, yang memiliki banyak kemiripan dengan ajaran Khawarij. Mereka sama sekali berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang kerap mengedepankan jalan tengah dan moderasi dalam berbagai prinsipnya. Pertentangan ajaran Wahabi-Salafi yang membajak Sunni terutama sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Imam Syafii yang dianut oleh mayoritas Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia. (DarutTaqrib/Beritaprotes/Adrikna)

Syiah Kafir? “Tong Kosong Nyaring Bunyinya”


Suara-suara seperti ini selalu dikumandangkan oleh mereka yang mengaku sebagai golongan yang benar. Mereka yang menamakan dirinya Salafi tidak henti-hentinya berkata syiah itu kafir dan sesat. Tentu saja mereka mengikuti syaikh mereka atau ulama salafi yang telah mengeluarkan fatwa bahwa Syiah kafir dan sesat. Salah satu dari ulama tersebut adalah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin.
Tulisan ini merupakan tanggapan dan peringatan kepada mereka yang bisanya sekedar mengikut saja. Sekedar ikut-ikutan berteriak bahwa syiah kafir dan syiah sesat tanpa mengetahui apapun selain apa yang dikatakan syaikh mereka. Jika ditanya, mereka akan mengembalikan semua permasalahan kepada ulama mereka, Syaikh kami telah berfatwa begitu. Padahal setiap orang akan mempertanggungjawabkan perkataannya sendiri dan bukan syaikh-syaikhnya. Apalagi jika perkataan yang dimaksud adalah tuduhan kafir terhadap seorang muslim. Bukankah Rasulullah SAW bersabda “Apabila salah seorang berkata pada saudaranya “hai kafir”, maka tetaplah hal itu bagi salah seorangnya. (Shahih Bukhari Juz 4 hal 47). Artinya jika yang dikatakan kafir itu adalah seorang muslim maka perkataan kafir akan berbalik ke dirinya sendiri. Singkatnya Mengkafirkan Muslim adalah Kafir.
Yang seperti ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat orang berhati-hati dalam mengeluarkan kata “kafir”. Jelas sekali adalah kewajiban mereka untuk menelaah apa yang dikatakan oleh syaikh-syaikh mereka. Apakah benar atau Cuma pernyataan sepihak saja?. Sayangnya mereka yang berteriak itu tidak pernah mau beranjak dari pelukan syaikh mereka. Sepertinya dunia ini terbatas dalam perkataan syaikh mereka saja. Heran sekali kenapa mereka tidak pernah menghiraukan apa yang dikatakan oleh ulama sunni yang lain seperti Syaikh-syaikh Al Azhar yaitu Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Muhammad Al Ghazali dan Syaikh Yusuf Al Qardhawi yang jelas-jelas menyatakan bahwa Syiah itu Islam dan saudara kita.
Tentu jika mereka saja tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh ulama sunni yang lain selain syaikh mereka, maka tidak heran kalau mereka tidak pernah mendengarkan apa yang dikatakan Ulama Syiah tentang Bagaimana Syiah sebenarnya. Padahal mereka Ulama Syiah jelas lebih tahu tentang mahzab Syiah ketimbang orang lain. Kaidah tidak percaya adalah sah-sah saja tetapi hal itu harus dibuktikan. Ketidakpercayaan yang tak berdasar jelas sebuah kesalahan. Apa salahnya jika mereka mau merendah hati sejenak mendengarkan apa yang dikatakan ulama syiah tentang syiah dan jawaban ulama syiah terhadap pernyataan syaikh mereka, Insya Allah mereka tidak akan gegabah ikut-ikutan berteriak kafir kepada saudara mereka yang Syiah. Sayangnya sekali lagi mereka tidak mau tapi dengan mudahnya berteriak kafir.
Jadi wajar sekali kalau mereka yang berteriak itu tidak mengetahui bahwa setiap dalil dari syaikh mereka sudah dijawab oleh Ulama Syiah. Dan tidak sedikit dari dalil syaikh mereka itu yang merupakan kesalahpahaman dan sekedar tuduhan tak berdasar. Mereka yang berteriak itu akan berkata “syaikh kami telah berfatwa berdasarkan kitab-kitab syiah sendiri”. Ho ho ho benar sekali dan ulama syiah bahkan telah menjawab syaikh mereka berdasarkan kitab syiah dan kitab yang menjadi pegangan kaum sunni. Tetapi sayang mereka tidak tahu, karena mereka bisanya cuma teriak saja. Tong Kosong Nyaring Bunyinya.
Baiklah anggap saja kita tidak usah memusingkan segala tekstualitas antara ulama sunni dan syiah itu, maka cukup kiranya mereka yang berteriak Syiah kafir itu menjawab pertanyaan ini
Apakah kafir orang yang mengucapkan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah?
Apakah kafir orang yang menunaikan shalat?
Apakah kafir orang yang berpuasa di bulan Ramadhan?
Apakah kafir orang yang menunaikan zakat?
Apakah kafir orang yang berhaji ke Baitullah?
Saya yakin mereka bisa menjawab, dan jawabannya tidak, mana ada orang kafir yang seperti itu. Orang yang seperti itu jelas-jelas Muslim. Dan sudah menjadi hal yang umum kalau Syiah jelas mengucapkan syahadat, menunaikan shalat, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat dan haji ke Baitullah. Jadi jelas sekali Syiah itu Muslim.
Betapa mudahnya mulut mereka berbicara, sungguh aneh sekali ketika pikiran terperangkap dalam kurungan ashabiyah.
Tulisan ini juga ditujukan kepada mereka yang belum tahu tentang Syiah, cukuplah penjelasan bahwa Syiah adalah Islam sama seperti Sunni, perbedaannya mereka Syiah berpedoman pada Ahlul Bait Nabi SAW. Semoga saja siapapun yang belum mengenal Syiah tidak termakan dengan Fatwa-fatwa yang mengkafirkan syiah. Jika tidak tahu cukuplah diam dan lebih baik berprasangka baik. Jangan ikutan berteriak, biarkan saja mereka yang berteriak Syiah kafir. Dan Sekali lagi bagi mereka yang berteriak, Baca, baca lagi dan pikirkan baik-baik. Maaf, Jangan mau membodohi diri dan tampak seperti orang bodoh. Dengarkan ulama sunni yang lain, dan dengarkan pembelaan mereka Ulama Syiah. Jangan maunya sekedar berteriak. Ingatlah Semua orang bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. Salam damai.
J. al-Gar (secondprince)/http://syiahahlulbait.wordpress.com/2012/11/05/syiah-kafir-tong-kosong-nyaring-bunyinya/

Hari Nasional Melawan Arogansi Dunia (Bagian 1)


Dalam sejarah politik Iran, ada banyak kebangkitan melawan kekuatan-kekuatan arogan yang dipentaskan oleh rakyat dan semuanya memiliki kedudukan penting dalam sejarah transformasi politik Republik Islam Iran. Peristiwa-peristiwa penting itu antara lain, kudeta Amerika-Inggris terhadap pemerintah Iran pada tahun 1953, kebangkitan Imam Khomeini ra melawan rezim despotik Syah, dan juga sejumlah peristiwa sosial-politik lainnya hingga kemenangan Revolusi Islam.

Namun, bagaimana peran peristiwa-peristiwa tersebut dalam proses melawan arogansi dunia dan kemenangan bangsa Iran dalam Revolusi Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat kembali transformasi sejarah politik Iran dalam setengah abad terakhir. Dan untuk menemukan akar hubungan konfrontatif Amerika Serikat dengan Republik Islam Iran, kita harus kembali membuka lembaran sejarah kontemporer Iran dan akar-akar keintiman hubungan rezim despotik Syah dengan Amerika.

Kudeta pada tanggal 19 Agustus 1953 menjadi satu dari sekian peristiwa pahit dalam sejarah kontemporer Iran. Pada hari itu, bangsa Iran menyaksikan intervensi langsung Amerika terhadap kedaulatan negaranya. Pemerintah Amerika dengan bantuan Inggris mempersiapkan rencana kudeta yang menyebabkan tergulingnya pemerintah Doktor Mohammad Mosaddegh dan berujung pada gagalnya kebangkitan rakyat Iran menasionalisasikan industri minyak. Minyak Iran kira-kira setengah abad berada di tangan pemerintah imperialis Inggris. Negara itu hanya memberikan sedikit saham kepada Iran di balik monopoli emas hitam ini.

Kondisi yang hanya menguntungkan Inggris itu telah membangkitkan amarah rakyat. Harapan pertama mereka adalah menyingkirkan Inggris dari industri minyak Iran dan menasionalisasikannya. Di akhir dekade 1940-an, kondisi semakin kondusif untuk menasionalisasikan industri minyak Iran. Parlemen Iran di bulan Maret 1951 merealisasikan keinginan bangsa ini. Inggris yang menyaksikan kepentingan nasionalnya dalam bahaya, mendorong AS dan negara-negara Barat, bahkan pemerintah Uni Soviet untuk menekan Iran. Di sisi lain, munculnya friksi di antara para tokoh nasional dan agama Iran dalam proses menasionalisasikan industri minyak turut melemahkan kebangkitan ini.

Dalam kondisi yang demikian, AS membantu Inggris merencanakan kudeta terhadap pemerintah Mosaddegh. Kerjasama agen-agen Amerika dan Inggris dengan dibantu anasir dalam negeri berbuah kudeta memalukan di Iran pada tanggal 19 Agustus 1953. Dalam kudeta ini, pemerintah Mosaddegh lengser dan Syah kembali lagi memerintah setelah sebelumnya lari dari Iran. Sejak saat itu selama 25 tahun, minyak dan secara umum kebijakan dalam dan luar negeri Iran berada di bawah kontrol Amerika dan berlanjutnya pemerintahan zalim yang menjarah sumber-sumber kekayaan Iran.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengakui keterlibatan negaranya dalam kudeta tahun 1953 di Iran, yang menggulingkan pemerintahan Mohammad Mossadegh. Saat berbicara di Cairo University, Mesir pada Juni 2009, Obama mengatakan, "Di tengah Perang Dingin, AS memainkan sebuah peran dalam menggulingkan pemerintahan Iran yang terpilih secara demokratis." Ucapan Obama tersebut merupakan pengakuan pertama kali seorang presiden AS mengenai keterlibatan Washington dalam kudeta tersebut.

Bagi rakyat Iran, kudeta itu mendemonstrasikan sikap bermuka dua negeri Paman Sam, yang di satu sisi membela kebebasan, namun di sisi lain menyingkirkan sebuah pemerintahan demokratis demi kepentingan ekonominya. Kudeta tahun 1953 di Iran bukan merupakan lingkaran pertama dan terakhir dari rantai intervensi militer Amerika di negara-negara lain. Pemerintah Amerika berkali-kali melakukan kudeta terhadap negara-negara independen di pelbagai penjuru dunia.

Bila merunut sejarah, negara Amerika didirikan di atas tanah air milik warga Indian. Amerika yang ada saat ini terbentuk setelah pembantaian sadis puluhan ribu orang Indian Amerika oleh para imigran Eropa. Hingga Perang Dunia II, negara-negara imperialis Eropa masih yang terkuat. Intervensi militer Amerika ke Amerika Latin masih terbatas, namun berkali-kali mengagresi negara-negara Amerika Tengah dan Selatan. Sebagai contoh, Amerika menyerang Meksiko, Kuba, Nikaragua dan Honduras.

Menurut perspketif sosial-politik, kudeta 1953 dan perkembangan politik Iran pasca peristiwa itu, telah membuka jalan bagi peningkatan pengaruh Amerika di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya di Iran. Pemerintah Iran waktu itu praktis berada di bawah kontrol dan kendali Amerika. Sepanjang tahun itu, para penasehat ekonomi dan militer AS berbondong-bondong datang ke Iran untuk memelihara kepentingan ilegal mereka dan merealisasikan kebijakan-kebijakan Washington. Hasil dari proyek itu adalah Iran berubah menjadi eksekutor utama kebijakan-kebijakan regional AS dan pasar raksasa bagi barang dagangan dan peralatan militer negara itu.

Pada masa itu, Iran telah menjadi surga bagi Amerika untuk bermacam kepentingan ilegalnya. Besarnya pengaruh Amerika bisa dilihat dari kesuksesan negara itu memaksakan perjanjian Kapitulasion, yang sangat kontroversial sekaligus mengandung unsur penghinaan. Perjanjian tersebut memberikan kekebalan hukum kepada seluruh warga Amerika yang tinggal di Iran atas setiap perbuatan mereka. Seandainya ada warga AS yang melakukan kejahatan di Iran, maka tidak ada lembaga hukum Iran yang bisa mengadilinya, dan yang bersangkutan hanya bisa diadili di negaranya sendiri, yaitu AS.

Peningkatan kehadiran Amerika di Iran, perluasan penuh hubungan diplomatik, dan sentralisasi Amerika di seluruh agenda kerja rezim Syah, termasuk di antara faktor yang telah membuka lebar-lebar dominasi dan pengaruh negeri Paman Sam di Iran. Wajar jika kondisi seperti itu juga menciptakan tirani politik di tengah masyarakat Iran, sehingga banyak analis menyebut era pasca kudeta sebagai pemerintah boneka.

Oleh karena itu, hubungan Syah dengan Amerika sejak pertengahan kedua dekade 1960-an, secara bertahap semakin luas dan kuat. Akan tetapi, pengaruh Amerika di Iran meningkat tajam sepanjang tahun 1972 hingga 1977. Pada masa itu, pendapatan minyak Iran meningkat tajam dan hal  ini mendorong Syah untuk memborong peralatan tempur dari AS. Menurut sejumlah pengamat, keputusan itu telah menciptakan ketergantungan penuh dan hilangnya independensi sebuah negara. Pada akhirnya, proses itu menjadi salah satu pemicu kebencian rakyat terhadap rezim Syah dan melahirkan Revolusi Islam yang mengembalikan martabat bangsa dan kemerdekaan serta kemandirian negara.

Mengingat pengaruh politik Amerika telah menembus semua elemen pemerintah di Iran, Imam Khomeini ra mulai melepaskan amunisinya untuk menyerang arogansi negara adidaya itu. Imam Khomeini mengecam peran intervensi AS di Iran dan menjadikan perang melawan Syah Reza Pahlevi sebagai taktik untuk melucuti kekuatan dan pengaruh AS serta satuan-satuan imperialis lainnya di Iran. Imam Khomeini menyebut perjanjian Kapitulasion sebagai dokumen perbudakan bangsa Iran.

Pemimpin gerakan Revolusi Islam ini menjadikan perjanjian tersebut sebagai salah satu isu perjuangan revolusinya. Penentangan tiada henti dari Imam Khomeini terhadap perjanjian Kapitulasion telah menjadi salah satu alasan tindakan pengasingan terhadap beliau. Akan tetapi, tindakan rezim Syah itu malah semakin mengobarkan api perjuangan revolusi hingga mencapai kemenangan pada tahun 1979. Pada 13 Mei 1979, perjanjian Kapitulasion yang sebelumnya dibuat oleh Amerika dan Rezim Syah Pahlevi dinyatakan batal oleh pemerintahan Islam Iran yang baru terbentuk.

Pada dasarnya, kemenangan Revolusi Islam dan berakhirnya era rezim tiran di Iran menandai dimulainya babak baru permusuhan Amerika dengan bangsa Iran. Puncak permusuhan itu terjadi setelah pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran oleh mahasiswa pengikut garis Imam Khomeini ra. Menyusul peristiwa itu, AS mulai memberlakukan embargo ekonomi dan terang-terangan mendukung rezim Saddam Hussein untuk menyerang Republik Islam. Hari pendudukan sarang mata-mata AS di Iran diperingati sebagai Hari Nasional Melawan Arogansi Dunia. Perlawanan dan resistensi bangsa Iran terhadap hegemoni AS dan semua arogansi dunia bukan hanya sebuah slogan, tapi bangsa ini telah membuktikan tekadnya itu dalam berbagai peristiwa sejarah. (IRIB Indonesia)

Hari Nasional Melawan Arogansi Dunia (Bagian 2)



Setiap tanggal 13 Aban (4 November), bangsa Iran senantiasa mengenang tiga peristiwa penting yang terjadi di tahun yang berbeda dalam sejarah Revolusi Islam melawan arogansi dunia. Ketiga peristiwa itu adalah hari pengasingan Imam Khomeini ra ke Turki, pembantaian massal pelajar Iran oleh rezim despotik Syah Pahlevi menjelang kemenangan Revolusi Islam (kini diperingati sebagai Hari Pelajar Iran) dan pendudukan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tehran oleh mahasiswa revolusioner. Ketiga peristiwa tersebut memiliki nilai sejarah penting dalam gerakan Revolusi Islam dan sisi kesamaan semua momen itu terletak pada semangat melawan arogansi dunia bangsa Iran.

Para pakar sejarah politik menilai kemenangan Revolusi Islam dan penggulingan rezim Syah di Iran sebagai tantangan serius bagi front Barat dalam membendung pengaruh komunis, sebab esensi sistem republik Islam adalah melawan hegemoni dan lahir berkat kebangkitan rakyat. Republik Islam yang juga mengusung slogan persatuan dunia Islam dan menghapus penindasan, telah menjadi hambatan serius bagi pengaruh kekuatan-kekuatan arogan.

Kemenangan Revolusi Islam telah mengguncang dua pilar Amerika Serikat yang dibangun selama bertahun-tahun di kawasan Timur Tengah, yaitu pilar kekuatan ekonomi Arab Saudi dan pilar kekuatan militer Iran untuk menjaga kepentingan regional negeri Paman Sam dan melawan pengaruh Uni Soviet. Menteri Luar Negeri AS di era Carter, Cyrus Vance mengatakan, "Kepergian Iran dari barisan negara-negara sekutu AS dan jatuhnya negara itu ke rezim yang bukan sahabat kita, merupakan sebuah pukulan menyakitkan terhadap kepentingan politik-keamanan kita di Asia Barat Daya dan Timur Tengah."

Selama ini, AS berupaya maksimal untuk mendukung rezim Syah dan mencegah kemenangan revolusi. Menyusul kemenangan Revolusi Islam, AS juga menjadikan kedutaannya sebagai basis untuk menyusun konspirasi melawan pemerintahan Islam. Langkah itu bertujuan untuk menggulingkan atau membajak sistem republik Islam yang baru dibangun oleh Imam Khomeini. Manuver-manuver AS tidak hanya terbatas di tingkat misi diplomatiknya di Tehran, namun juga memberlakukan sanksi ekonomi dan memblokir aset-aset Iran di bank-bank Amerika dan asing di negara itu.

Selain itu, Washington juga mulai mengganggu kenyamanan warga Iran yang berdomisili di negara itu dan juga mempersempit ruang gerak warga Iran di dunia. Sebuah langkah yang sampai sekarang masih menjadi bagian dari strategi sanksi AS terhadap Republik Islam.

Sejak awal dimulainya pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran oleh mahasiswa revolusioner, pemerintah Washington langsung mengambil langkah-langkah politik dan militer, mengirim kapal perang ke Teluk Persia dan mengumumkan kesiapan untuk menyerang Iran kapan pun itu. Sejalan dengan ancaman tersebut, 90 anggota pasukan khusus AS pada malam 5 Urdibehest 1359 (25 April 1981) menyusup ke wilayah Iran dengan beberapa helikopter, pesawat militer, dan perlengkapan perang. Pasukan komando yang ikut dalam operasi Eagle Claw itu diberi tugas untuk membebaskan agen-agen Amerika yang ditahan di Tehran.

Mereka yang ditahan itu adalah para pegawai kedutaan Amerika yang melakukan tugas rangkap sebagai mata-mata dan melakukan konspirasi anti-revolusi dan rakyat Iran. Pasukan khusus AS berbulan-bulan melakukan latihan keras untuk membebaskan para agen Amerika yang ditahan di Tehran. Pertama mereka berlatih di Arizona dan setelah itu Mesir yang kondisi geografinya punya banyak kesamaan dengan gurun Tabas. Namun, dalam perjalanan menuju gurun Tabas di timur Iran, dua helikopter mengalami kerusakan teknis dan operasi itu tetap dilanjutkan. Helikopter lainnya dan pesawat mendarat di tempat yang telah dipetakan dan pasukan siap melakukan misi selanjutnya, yaitu bergerak menuju Tehran.

Akan tetapi, di Tabas terjadi peristiwa yang hampir sama dengan kejadian di Mekkah 14 abad lalu. Kehendak Allah Swt kembali menggagalkan kelicikan para agresor. Tiba di Tabas, satu lagi dari helikopter Amerika mengalami kerusakan teknis yang berujung pada terhentinya operasi tersebut. Karena operasi rahasia ini membutuhkan sedikitnya enam helikopter, Presiden Jimmy Carter memutuskan untuk menghentikan operasi Eagle Claw dan memerintahkan agar semua pesawat dan helikopter segera kembali.

Saat Carter tengah berpikir mengenai kegagalan serangan Amerika ke Iran, tiba-tiba datang berita yang membuatnya semakin bingung. Pesawat dan helikopter Amerika yang akan tinggal landas dari gurun Tabas saling bertabrakan dengan lainnya setelah tiba-tiba datang badai pasir. Akibatnya terjadi ledakan dahsyat dan lidah api yang membuat gurun Tabas yang gelap di malam itu menjadi terang-benderang. Dalam peristiwa itu, 8 komando Amerika tewas, sementara mereka yang masih selamat dengan tergesa-gesa dan ketakutan meninggalkan gurun Tabas dengan pesawat.

Imam Khomeini ra menyebut agresi Amerika ke Iran sebagai kejahatan dan pelanggaran hukum internasional. Beliau berkata, "Mereka tiba di Tabas dan berpikir mampu menurunkan pasukannya. Dengan alasan ingin membebaskan para tawanan, mereka ingin menghancurkan Iran. Namun, Allah Swt mengalahkan mereka hanya dengan mengirimkan debu dan angin." Imam Khomeini menilai tawakkal kepada Allah Swt dan keyakinan akan bantuan gaib merupakan senjata agung yang tidak mampu dipahami oleh negara-negara Barat.

Langkah-langkah seperti, undangan Jimmy Carter kepada Syah Reza Pahlevi untuk berkunjung ke AS, peristiwa gurun Tabas, kudeta terhadap pemerintah Mohammad Mosaddegh, dukungan kepada kelompok-kelompok anti-revolusi, dan upaya untuk mengisolasi Iran di kancah internasional serta keputusan mencantumkan Republik Islam di daftar poros kejahatan, termasuk di antara manuver bermusuhan dan konfrontatif AS terhadap Iran pasca kemenangan Revolusi Islam. Dukungan AS kepada rezim Saddam Hussein dalam perang yang dipaksakan atas Iran, merupakan lembaran lain dari sikap bermusuhan Washington terhadap Tehran.

Serangan militer Irak ke Iran pada September 1980 telah menyebabkan perang delapan tahun antara kedua negara bertetangga itu. Perang itu dimulai pada bulan-bulan terakhir dari kepemimpinan Carter dan diteruskan oleh Ronald Reagan. Para pejabat Washington menyebut peristiwa itu sebagai sebuah kesempatan emas, sebab perang itu terjadi di kawasan sensitif Teluk Persia, sebuah wilayah yang pernah menjadi surga bagi AS. Oleh karena itu, AS memiliki motivasi kuat untuk menghancurkan Iran.

Namun, ambisi rezim diktator Irak yang dibantu negara-negara Barat kandas menghadapi ketangguhan rakyat Iran dan pemerintah Republik Islam yang baru seumur jagung. Selama delapan tahun rakyat dan pemerintah Iran berperang menghadapi agresi rezim Saddam yang dibantu berbagai negara Arab dan Barat. Dan perjuangan mereka membuahkan hasil yang terus dikenang hingga kini.

Pada dasarnya, kemenangan Revolusi Islam di Iran merupakan pukulan telak bagi kepentingan AS di kawasan Teluk Persia. Sebab, kemenangan itu telah mengubah Iran dari negara boneka AS di kawasan menjadi penentang utama Paman Sam. Dan kini Iran menjadi kekuatan baru yang mengimbangi dominasi AS di kawasan Timur Tengah. Permusuhan AS terhadap Iran pasca perang pertahanan suci terus berlangsung hingga kini. Washington menjatuhkan berbagai sanksi terhadap Tehran supaya rakyat dan pemerintah Iran bertekuk lutut dan menyerah mengamini kepentingan Gedung Putih. Tapi alih-alih menyerah, gelombang tekanan sanksi itu justru menjadi tantangan bagi Iran untuk berkembang dan maju dengan caranya sendiri. (IRIB Indonesia)

Hari Nasional Melawan Arogansi Dunia (Bagian 3-Habis)



Pada bagian terakhir dari kajian ini, kita akan menelisik tentang kebijakan dan retorika baru Amerika Serikat dalam proses permusuhan mereka terhadap Republik Islam Iran. Retorika baru itu dalam bentuk klaim-klaim tak berdasar seperti, dukungan Iran kepada kelompok teroris, pelanggaran hak asasi manusia, dan yang paling sering terdengar adalah membuat kehebohan dalam program energi nuklir Tehran. Presiden Barack Obama melenggang ke Gedung Putih dengan mengusung slogan perubahan, namun sayangnya ia tetap mengadopsi sikap bermusuhan terhadap bangsa-bangsa merdeka di dunia.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei tahun lalu bertepatan dengan peringatan Hari Nasional Melawan Arogansi Dunia, menyinggung berlanjutnya kebijakan konfrontatif Amerika terhadap Iran. Beliau mengatakan, "AS aktif menyusun konspirasi terhadap bangsa Iran selama 32 tahun. Setiap konspirasi itu tentu saja menuntut kerja keras dari bangsa Iran, namun bangsa ini telah menang dan maju satu langkah setiap kali berhasil menggagalkan tipu daya musuh. Mereka memberlakukan sanksi kepada kita, mungkin saja sanksi itu menciptakan tekanan, tapi bangsa Iran terdorong untuk maju dan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan mereka."

Pernyataan Rahbar itu adalah menjelaskan berbagai realita sekaligus menetapkan jalur bangsa Iran dalam melawan arogansi dunia. Setelah mengkaji dan menganalisa permusuhan panjang Amerika terhadap bangsa Iran, maka yang perlu ditelisik sekarang adalah memperhatikan formulasi politik dan ekonomi dalam sikap bermusuhan Washington, di mana titik kesamaannya terletak pada upaya mereka mencegah kemajuan dan kesuksesan bangsa Iran. Dari sini, kita bisa mengetahui sebab dan akar peningkatan sanksi dan penentangan tiada henti kekuatan-kekuatan arogan dunia terhadap kemajuan Iran di semua bidang.

AS selama tiga dekade lalu telah menerapkan berbagai jenis sanksi terhadap Iran. Kebijakan itu juga berlanjut pada dekade 1990, namun peristiwa 11 September telah memberi kesempatan untuk melaksanakan strategi unilateralisme Amerika dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perang melawan "terorisme global" dan juga menciptakan perubahan fundamental di kawasan-kawasan sensitif dunia, termasuk Timur Tengah. Pengobaran "perang melawan terorisme" gaya Amerika adalah di antara pesan penting dari peristiwa 11 September.

Pasca peristiwa itu, AS mulai mendeklarasikan perang dengan alasan memerangi terorisme di berbagai titik di dunia. Dalam pidato kenegaraan tahun 2002, Presiden George W Bush memasukkan sebuah kosakata baru dalam ranah politik, ketika ia mengatakan bahwa ancaman terbesar pada perdamaian dunia datang dari tiga negara yang merupakan "poros kejahatan" (axis of evil). Iran, Irak, Korea Utara, dan "sekutu-sekutu teroris mereka," kata Bush waktu itu, "mempersenjatai diri untuk mengancam perdamaian dunia."

Bush pada Agustus 2007 kembali "menyerang" Iran. Pencetus perang di Irak ini mengatakan, nuklir Iran bisa membuat Timur Tengah berada dalam "bayang-bayang holocaust nuklir." Berpidato di Konvesi ke-89 Legiun Amerika di Reno, Nevada, Bush lagi-lagi melontarkan tuduhan bahwa Iran bukan hanya sedang mengembangkan senjata nuklir, tapi memberikan pelatihan dan mempersenjatai apa yang disebut Bush sebagai kelompok ekstrimis di Irak. Namun, tudingan-tudingan tersebut tidak pernah terbukti.

Dalam tur ke negara-negara Arab di Teluk Persia pada Januari 2008, Bush juga mengatakan, Iran masih tetap menjadi ancaman dunia dan ia berjanji akan mengumpulkan dukungan Arab untuk mengisolasi Tehran. Barat, yang dipimpin AS, menuding Republik Islam menggunakan ambisi nuklirnya sebagai dalih untuk mengembangkan senjata nuklir. Tehran menyangkal tuduhan itu dan menegaskan bahwa program nuklirnya demi kepentingan damai.

Berbagai penentangan terhadap kebijakan unilateral AS terkait Iran telah mendorong lahirnya dialog antara Republik Islam dan Uni Eropa untuk mendiskusikan isu nuklir Tehran. Perundingan itu akhirnya berlanjut dalam format negosiasi Iran dan Kelompok 5+1. Tujuan Amerika masuk ke forum itu adalah untuk menghentikan seluruh aktivitas nuklir damai Iran dan para pejabat Washington juga telah menegaskan bahwa fokus mereka adalah isu nuklir Iran. Setelah Obama terpilih menggantikan Bush, ia masih tetap melanjutkan kebijakan pendahulunya terkait Iran yaitu, kebijakan standar ganda, perundingan sekaligus sanksi. Sementara beberapa pejabat AS percaya bahwa Washington lebih baik membantu oposisi Iran untuk menggulingkan rezim daripada terlibat dialog.

Tokoh-tokoh kunci di kabinet Obama yang selalu menyetujui sanksi lebih keras terhadap Iran adalah Menlu Hillary Clinton. Dia telah mendekatkan kebijakan negara-negara Arab di Teluk Persia untuk menghukum Iran secara berjamaah. Clinton juga berupaya meyakinkan  negara-negara seperti Cina dan Brazil di Dewan Keamanan PBB untuk mendukung peningkatan sanksi terhadap Republik Islam. Obama bahkan mengatakan Iran sedang mengincar senjata nuklir dan dunia harus mempercepat sanksi terhadap Tehran.

Bersamaan dengan itu, AS juga meningkatkan manuver-manuver anti-Iran di Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Eropa pada awalnya melawan upaya-upaya itu, namun perlahan mereka juga tunduk pada tekanan Washington sehingga memberlakukan embargo minyak Republik Islam mulai Juli 2012. Selain itu, Barat juga menganggu sistem perbankan dan aktivitas bank-bank Iran serta mencegah impor barang-barang penting dengan tujuan menciptakan ketidakpuasan di tengah masyarakat dan mewujudkan hambatan ekonomi di Iran.

Pada dekade 1990, Wakil Presiden AS Al Gore dalam sebuah pembicaraan di Moskow, mengatakan bahwa jika Rusia tetap menjual senjata ke Iran, mungkin saja AS akan memberlakukan sanksi terhadap Rusia. Beberapa analis percaya pembatalan penyerahan sistem pertahanan rudal S-300 ke Iran dan penundaan berulang dalam perampungan reaktor nuklir Bushehr, berhubungan dengan tekanan-tekanan Gedung Putih terhadap Kremlin. Dalam kontrak senilai 800 juta dolar yang ditandatangani pada 2007, Rusia berjanji memberikan lima sistem rudal S-300 kepada Iran.

Sikap bermusuhan AS itu terus berlanjut di saat Dirjen IAEA Yukiya Amano berkali-kali menegaskan bahwa sama sekali tidak ada penyimpangan dalam program energi nuklir Iran. Namun, Amano yang berada di bawah tekanan AS dan tanpa menyerahkan bukti, mengklaim adanya kemungkinan pelaksanaan kegiatan-kegiatan nuklir yang tidak diumumkan dan produksi hulu ledak nuklir di Iran. Praktis saja AS menyambut baik laporan Amano, sebab klaim IAEA itu akan memperkuat sikap kubu pendukung sanksi lebih ketat terhadap Iran.

Pada Maret 2012, Obama menyerukan upaya diplomatik untuk mencegah Iran mengembangkan program nuklirnya. Namun demikian, Obama yang berbicara di depan kelompok lobi pro Zionis, American Israel Public Affair Committee (AIPAC) tetap berjanji takkan ragu menggunakan kekuatan militer jika untuk membela AS dan kepentingannya. Menanggapi pidato Obama di AIPAC, Angkatan Bersenjata Iran bersumpah untuk menggunakan semua opsi untuk melawan setiap agresi militer potensial terhadap Republik Islam.

Aksi teror terhadap para ilmuwan nuklir Iran, termasuk di antara strategi lain AS, Inggris dan rezim Zionis Israel untuk mencegah kemajuan Iran. Selain itu, mereka juga mendalangi kerusuhan pasca pemilu presiden Iran pada Juni 2009 dan mendukung kelompok-kelompok teroris anti-Iran seperti MKO dan PJAK. Dari semua ulasan di tiga seri tulisan ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan AS saat ini di Timur Tengah pada dasarnya merupakan kelanjutan strategi imperialisme dengan metode yang lebih halus. Dalam sebuah pidato, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Embargo dan sanksi telah dijatuhkan pada Iran bahkan sebelum dunia mulai memprotes program nuklirnya. Hubungan antara sanksi dan masalah nuklir Iran adalah dusta. Kebanggaan dan bangkitnya bangsa Iran lah yang telah membuat mereka marah."(IRIB Indonesia) 

60 Indian Peru Memeluk Islam dan Syiah



Suhail Asad, mubaligh terkemuka Argentina, kembali memaparkan perjalanan tablighnya di Amerika Latin.

Fars News (5/11) melaporkan, Asad yang hingga kini telah membentuk lebih dari 20 pusat Islam di negara-negara Amerika Latin, menceritakan kisah 60 orang etnis Indian yang memeluk Islam dan memilih Syiah sebagai mazhab mereka.

Kisahnya kembali dua tahun lalu, ketika dia dikontak oleh Edward Quiroga dari Peru yang menyatakan ingin mempelajari lebih banyak tentang Islam. Sebab minatnya terhadap Islam adalah telaah tentang Revolusi Islam Iran dan perspektif Imam Khomeini.

"Dalam salah satu kunjungan saya ke Venezuela, saya bertemu Edward Quiroga dan memberikan sejumlah buku kepadanya. Quiroga mengundang saya ke Peru untuk menyampaikan pidato di hadapan kawan-kawan saya. Tidak beberapa lama, bersamaan dengan pelaksanaan sebuah kongres kelompok sosialis, saya berkunjung ke Peru dan berpidato di depan anggota partai Indian. Mereka sangat tertarik dan meminta saya untuk tetap tinggal lebih lama di Peru," jelasnya.

"Dua pekan saya tinggal di Peru dan setiap malam saya menyampaikan pelajaran di rumah Quiroga. Dengan demikian, di hari terakhir, dia mengucapkan dua kalimat syahadat."

"Saya mengundang Quiroga ke Iran untuk mengikuti sebuah program singkat mengenal Islam. Setelah kembali ke Peru, alhamdulillah 60 kawan dan orang-orang terdekatnya memeluk Islam."

Di akhir penjelasannya, Asad mengatakan, "Dalam kunjungan berikut saya ke Peru, saya mendirikan sebuah pusat Islam dan alhamdulillah di negara tersebut telah terbentuk sebuah markas untuk para pecinta Ahlul Bait as."(IRIB Indonesia/MZ)

UMI, Benteng Ukhuwah Islamiyah

“Pendidikan yang diselenggarakan di UMI adalah pendidikan dengan dasar dan paradigma Islam. Demikian halnya dakwah yang dilakukan UMI adalah dakwah Islam. Hal ini penting untuk kembali diungkap agar masyarakat dapat mengetahui dengan benar keberadaan UMI di tengah-tengah masyarakat.”
 
 UMI, Benteng Ukhuwah Islamiyah
H. Muh. Said Abd. Shamad, Lc, Ketua LPPI Perwakilan Indonesia Timur, menyebut Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar sebagai benteng salah satu mazhab Islam. Hal itu dinyatakan setelah Kepala Divisi Kebudayaan Kedubes Iran mengunjungi UMI pertengahan September lalu. Walaupun mengakui mengutip ucapan tersebut dari Ketua Yayasan Wakaf UMI, yang belakangan diberitakan membantah hal tersebut, seorang dosen senior UMI, Dr. Ir. Fuad Rumi, MS, menolak klaim tersebut. Baso Mappadeceng, citizen reporter kami dari Makassar, merangkum perbincangan masalah tersebut.
****

Beberapa hari terakhir ini, Universitas Muslim Indonesia, yang  lebih dikenal dengan singkatan UMI, menjadi perbincangan menarik. Kali ini, terkait Kunjungan Kepala Divisi Kebudayaan Kedutaan Besar Iran, M. Ali Rabbani, Selasa lalu (18/9) ke Kampus UMI di Makassar. 
Kunjungan tersebut menjadi langkah awal terjalinnya kerja sama antara UMI dan Divisi Kebudayaan Kedutaan Iran, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan (baca FAJAR, 22 September 2012). Kedua lembaga akan bekerjasama dalam program pertukaran mahasiswa, termasuk mengutus dosen-dosen dari Iran untuk mengajar di UMI. Juga diberitakan, Iran bakal membuka Iranian Corner di UMI (Tribun Timur, 22 September 2012).
Kunjungan tamu seperti itu lazimnya bukanlah hal yang ‘istimewa’, terlebih lagi bagi sebuah perguruan tinggi yang sudah kerap menjalin kerjasama dengan berbagai institusi atau negara lain. Peristiwa itu menjadi menarik dan memantik diskusi (bahkan polemik di media cetak), karena tamu yang berkunjung berasal dari Iran, negeri para Mullah, yang menjadi representasi mazhab Syi’ah.
Rencana UMI menjalin kerjasama dengan pihak Kedutaan Besar Iran dalam berbagai bidang, kontan mengundang beragam reaksi. Ada yang pro dan ada juga yang kontra.
Reaksi positif tentu saja muncul dari tokoh-tokoh UMI. Seperti diberitakan FAJAR, 22 September 2012, Rektor UMI, Prof Dr Hj, Masrurah Mokhtar, menyambut baik kerjasama tersebut, bahkan menyebutkan bahwa insya Allah dalam waktu dekat ini akan digelar Seminar Internasional dengan tema Dialog Antar Mazhab, yang dilaksanakan UMI bekerjasama dengan Kedutaan Iran.
Sementara itu, Ketua Yayasan Wakaf UMI, HM Mokhtar Noer Jaya mengungkapkan rasa kagumnya melihat sistem pendidikan di Iran, terutama di bidang eksakta. Menurutnya, Iran akan mengundang tim dari UMI untuk berkunjung ke Iran dan mempelajari sistem pertanian di sana, terutama belajar di universitas-universitas yang ada di Iran.
Sebaliknya, reaksi kontra muncul di salah satu media cetak di Makassar. Seorang muballigh, H. Muh. Said Abd. Shamad, Lc (Ketua LPPI Perwakilan Indonesia Timur) menulis artikel opini berjudul “UMI Benteng Ahlussunnah Wal Jama’ah” di Harian FAJAR Jumat, 28 September 2012.
Dalam tulisannya Ustadz Muh. Said Abd. Shamad mengutip ceramah dari Ketua Yayasan Wakaf UMI, H. Mokhtar Nur Jaya, yang belakangan disebutkan membantah pemberitaan tersebut. menyebutkan bahwa UMI adalah benteng Ahlusunnah wal jamaah (Sunni). Namun demikian, sampai saat ini, belum ada bantahan resmi dari Ketua Yayasan Wakaf UMI, H. Mokhtar Nur Jaya atas pemberitaan FAJAR dan Tribun Timur. Jika pemberitaan kedua media cetak tersebut memang tidak benar dan bahkan merugikan citra UMI sebagai perguruan tinggi Islam, tentu saja Yayasan Wakaf UMI yang diketuai H. Mokhtar Nur Jaya atau Rektor UMI akan memberikan bantahan resmi melalui  kedua media tersebut.
Yang agak mengherankan dari tulisan Ustadz Said adalah kekhawatirannya atas merebaknya ajaran Syiah di kalangan dosen dan mahasiswa UMI, jika kerjasama Kedutaan Iran dan UMI dilanjutkan. Kekhawatiran yang tidak proporsional seperti itu tidak hanya menunjukkan ketidakfahaman atas konteks kerjasama antara dua lembaga, tetapi juga ‘merendahkan’ pemahaman keIslaman dan kemampuan nalar intelektual civitas academica UMI dalam menyikapi perbedaan pemahaman dalam Islam. Seolah-olah, dengan adanya kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dengan Iran, maka dosen dan mahasiswa UMI akan serta merta dengan mudahnya terpengaruh ajaran Syiah.
Menanggapi ‘klaim’ Ustadz Said tentang UMI, Dr. Ir. Fuad Rumi, MS (Dosen dan salah seorang tokoh UMI) menulis artikel berjudul “UMI, Lembaga Pendidikan dan Dakwah Islam” (FAJAR, Senin 1 Oktober 2012).

Ustadz Fuad Rumi menegaskan kembali peran historis UMI sebagai lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang didirikan tidak atas dasar pandangan mazhab tertentu dalam Islam, tapi atas dasar Islam. Yang menjadi concern UMI adalah pendidikan dan dakwah, dalam rangka mengambil peran bagi pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih lanjut, Ustadz Fuad menjelaskan bahwa “pendidikan yang diselenggarakan di UMI adalah pendidikan dengan dasar dan paradigma Islam. Demikian halnya dakwah yang dilakukan UMI adalah dakwah Islam. Hal ini penting untuk kembali diungkap agar masyarakat dapat mengetahui dengan benar keberadaan UMI di tengah-tengah masyarakat.”

Ustadz Fuad juga membantah klaim Ustadz Said tentang UMI sebagai benteng Ahlusunnah wal jamaah. “Kata benteng mengajak kita pada konotasi adanya serangan atau perang yang membutuhkan kita membuat benteng pertahanan dengan asumsi adanya serangan dari luar. Menurut piagam berdirinya, UMI tidak didirikan dengan beranjak dari persepsi seperti itu. UMI tidak didirikan sebagai benteng, tetapi sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, yang bertujuan memajukan pendidikan masyarakat berlandaskan pada ajaran Islam. UMI didirikan untuk mengemban misi Islam yang rahmatan lil alamin dan kaffatan linnas. Jadi paradigma UMI bukan paradigma benteng, apalagi sebagai benteng mazhab. Sekali lagi, kalau pun harus digunakan kata benteng bagi UMI, maka UMI adalah benteng Islam, bukan benteng mazhab”, demikian penjelasan Ustadz Fuad dalam artikel opininya.

Meski semua yang mengabdi di UMI berasal (atau berafiliasi) dengan ormas Islam yang berbeda, namun semuanya bersatu padu dalam bingkai ukhuwah menjalankan misi UMI sebagai lembaga pendidikan dan dakwah. Ustadz Fuad menambahkan, “UMI lebih mengutamakan persatuan (ittihad) tanpa harus dikendalai oleh perbedaan paham dan mazhab. UMI memandang perbedaan dalam mazhab-mazhab Islam adalah sebuah keragaman yang justru menunjukkan kualitas dan keindahan Islam.”

Ustadz Fuad mengakhiri tulisannya dengan menyampaikan “kabar gembira”, khususnya bagi umat yang mencintai “persatuan Islam”. Salah satu hasil kesepakatan UMI dan Atase Kebudayaan Iran adalah UMI akan mengadakan seminar internasional yang akan membicarakan tema besar tentang persaudaraan Islam. Dalam seminar tersebut akan diundang pembicara dari dua mazhab dalam Islam yakni sunni dan syiah, dari Arab Saudi, Iran dan Indonesia. Dari Indonesia pembicara yang diharapkan adalah representasi dari dua Ormas Islam besar yakni NU dan Muhammadiyah serta juga dari MUI Pusat.

Melalui seminar internasional dengan tema tersebut, semoga UMI semakin dapat menegaskanpositioning-nya sebagai lembaga pendidikan dan dakwah terkemuka, yang menjadi perekat ukhuwah bagi umat dan dunia Islam. Semoga!
(Baso Mappadeceng, menulis citizen report untuk www.majulah-ijabi.org)

Hadirkan Ulama Iran, UMI Makassar Selenggarakan Seminar Internasional

Sudah tidak jaman lagi umat islam dan umat manusia saling mempersalahkan satu sama lain. Orang yang suka menyalahkan orang lain adalah orang yang belum pernah belajar, dan orang yang suka menghargai orang lain itu adalah orang yang sudah belajar. 
 Hadirkan Ulama Iran, UMI Makassar Selenggarakan Seminar Internasional
Menurut Kantor Berita ABNA, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar yang merupakan salah satu Perguruan Tinggi terkemuka di wilayah Timur Indonesia. Dalam memperlihatkan eksistensinya, UMI Makassar sangat aktif melaksanakan kegiatan keilmuan baik itu dalam skala Regional, Nasional bahkan internasional. Seperti baru-baru ini Senin, (5/11) melaksanakan Seminar Internasional dengan tema Persatuan Umat Islam Dunia di Auditorium Al-Jibra UMI Makassar.
Seminar Internasional yang dibuka langsung wakil Menteri Agama RI, Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, MA tersebut menghadirkan beberapa pembicara/Narasumber terkemuka dari dunia Islam diantaranya Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, MA, Wakil Menteri Agama RI sebagai keynote speeker, Duta Besar Republik Islam Iran, Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri selaku president of high council of the world forum for proximity and Islamic school of thought, Syaikh Maulawi Ishaq Madani yang merupakan presiden Ahlussunnah Waljamaah Iran, DR. Mazahari Deputy and open university of Rep. Islam Iran.
Sedangkan Nara Sumber yang berasal dari Tokoh-Tokoh Agama tingkat Nasional diantaranya, Prof. DR. KH. Hasyim Muzadi, MA yang merupakan Ketua Dewan Pakar Cendekiawan Muslim sedunia yang juga merupakan mantan Ketua PB. Nahdlatul Ulama, kemudian Prof. DR. KH. Din Syamsuddin, MA. Ketua PP Muhammadiyah, Prof. DR. KH. Umar Syihab, MA selaku Ketua MUI Pusat dan Prof DR. H. M. Ghalib, MA selaku Koordinator kopertais VIII.
Dalam sambutannya, Wakil Menteri Agama berterima kasih kepada Duta Besar Republik Islam Iran dan Ulama Besar Iran atas kesediaannya berbagi Ilmu kepada Umat Islam Sulsel, serta terkhusus kepada UMI Makassar atas inisiatif pelaksanaan seminar tersebut. Hal ini akan menambah khasanah keilmuan dan keislaman kita khususnya di Sulawesi selatan ini, tambahnya.
Persatuan umat Islam merupakan wacana yang sangat seksi untuk dibahas ditengah gejolak yang banyak menimpa umat islam di dunia khususnya di wilayah timur tengah. Beliau kemudian mereview bahwa konsep ke-umat-an dalam islam merupakan refleksi dari konsep cinta kasih antar sesama sebagaimana akar kata umat itu sendiri yang sesungguhnya berasal dari bahasa ibrani. Kemudian masuk dalam dialek arab yang artinya Ibu dan makna luasnya adalah Rasulullah berharap bahwa pola hubungan antar umat manusia itu bisa mengejawantahkan konsep cinta kasih yang diperlihatkan oleh sang ibu kepada anak-anaknya.
Menurut Rasulullah, Konsep Ummah (umat) merupakan komunitas yang paling komplit dan mulia dalam Islam, karena tidak lagi mengagungkan adanya diskriminasi dan pengkotak-kotakan dalam masyarakat. Sebagaimana konsep Al-Quran “Walaqad Karramnaa Banii Adam” yang bermakna bahwa Islam menegaskan bahwa yang harus dimuliakan itu adalah semua anak cucu adam, tanpa memandang, Suku, jenis kelamin, golongan strata social bahkan agama, semuanya harus dimuliakan sebagai manusia ciptaan Allah. Tambah Beliau.
Olehnya itu, Sudah tidak jaman lagi umat islam dan umat manusia saling mempersalahkan satu sama lain. Orang yang suka menyalahkan orang lain adalah orang yang belum pernah belajar, dan orang yang suka menghargai orang lain itu adalah orang yang sudah belajar. Tegas sang wakil menteri yang bedarah bugis ini.
Olehnya itu kita sebagai umat Islam khususnya di Indonesia ini harus banyak bersyukur, karena sampai detik ini kita masih mampu menjaga sikap dan prinsip Ke-Ummat-an. Dan diakhir arahan, Prof. Nasaruddin Umar berpesan dan menyampaikan tanda-tanda orang yang tidak bersyukur yakni orang yanag suka mencari sesuatu yang sudah dia punyai atau miliki serta orang-orang yang suka mencari-cari sesuatu yang memang tidak ada.
Setelah memberikan kata sambutannya, Wakil Menteri Agama RI kemudian secara resmi membuka seminar internasional tersebut ditandai dengan pemukulan gendang secara simbolis didampingi oleh Duta Besar Repuiblik Islam Iran, Ketua MUI Pusat, Prof. DR. KH. Umar Syihab, MA. Assisten Gubernur, H. Amal Natsir, Rektor UMI Makassar, Ketua YBW UMI Prof. DR. H. Mukhtar Noorjaya dilanjutkan dengan pertukaran Cinderamata dari Civitas Akademika UMI Makassar dan Dubes Republik Islam Iran.
Dalam sambutannya selaku Rektor UMI Makassar, Ibu Prof. DR. HJ. Masrurah Mukhtar mengucapkan terima kasih atas respon positif yang diberikan oleh Presiden Iran melalui Duta Besarnya terhadap pelaksanaan Kegiatan Seminar ini, beliau Berharap wacana Persatuan antar Umat Islam seduania bisa berawal dari Kampus UMI Makassar.
Sementara itu dalam laporannya selaku panitia Pelaksana Seminar ini, DR. H. Arfah Sidiq, MA. Menyampaikan bahwa gagasan pelaksanaan seminar ini merupakan refleksi terhadap munculnya berbagai gejolak di dunia Islam yang menjadikan sesama Umat Islam itu “terkesan” tercerai berai, padahal menurutnya jika kita mengikuti ajaran Islam yang sesungguhnya dari Rasulullah maka Umat Islam bisa menjadi satu dalam berbagai perbedaan fiksi tersebut. Tambahnya.
Tampak Hadir dalam Pembukaan seminar tersebut Asisten Gubernur H. Amal Natsir, Ketua MUI Sulsel AGH. Sanusi Baco, Lc. , Pimpinan Ponpes An-Nahdlah yang juga Ulama Sulsel KH. Haritsah, dan ketua YBW. UMI Prof. DR. H. Mukhtar Noorjaya, M.Si. Kabag. Tata Usaha Kanwil Kementerian Agama Sulsel, Drs. H. Rappe, M.Pd. dan keluarga besar civitas akademika UMI Makassar. Besarnya Minat Masyarakat dan Mahasiswa terhadap Seminar ini ditandai dengan Membludaknya peserta memenuhi Auditorium Al-Jibra UMI. Tampak pula beberapa aparat keamanan dari Kepolisian dan TNI di sekitar kampus UMI dan sekitar tempat Seminar.
Kegiatan ini ditutup dengan pembacaan doa oleh KH. Zein Irwanto, Ketua Tanfiziyah Nahdlatul Ulama Sulsel yang juga merupakan salah satu dosen senior di UMI Makassar.
Sementara itu diluar tempat acara ratusan massa Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin (MM) dan  Wahdah Islamiyah beserta sejumlah Mahasiswa Islam anti Syiah melakukan aksi unjuk rasa memprotes dan menolak acara seminar  Internasional "Persatuan Dunia Islam" tersebut. Dikutip dari arrahmah.com Ketua FPI Makassar Agus Salim menyebutkan alasan penolakan tersebut, "Kami menentang acara persatuan sunni-syiah. Tidak mungkin, aqidah kami yang mendoakan Sahabat dengan Radhiallahu anhu disatukan dengan aqidah yang mencaci Sahabat dengan laknatullah." Namun aksi protes tersebut dapat dengan segera diamankan pihak keamanan yang sedang berjaga-jaga diarea lokasi acara, sehingga para pengunjukrasa pulang dengan tangan hampa dan acara berlangsung dengan aman dan lancar.
Suraya: Bila Harus Percaya Mayoritas, Saya Tidak Perlu Pindah Agama dan Memeluk Syiah

Saya mempelajari mazhab Syiah di Pusat Islam Imam Husein Sydney Australia. Ketika saya memasuki pusat ini, saya merasakan energi spiritual yang kuat, hubungan yang kuat antara jiwa dan Allah. Terutama ketika mendengarkan lantunan doa-doa seperti doa Kumail.
 
 Suraya: Bila Harus Percaya Mayoritas, Saya Tidak Perlu Pindah Agama dan Memeluk Syiah
Nama saya Suraya. Saya dilahirkan dan dibesarkan di Australia. Kini saya sedang belajar di Iran. Saya yakin bahwa Allah ada dalam semua jiwa kita. Keberadaan ini merupakan suatu hal yang fitrah. Tidak peduli apakah sebagian dari manusia memilih dan mengakui serta berserah diri kepada Yang Maha Kuasa,  sementara yang lain tidak peduli dengan-Nya dan melewati kehidupan menurut keinginan dan kehendaknya sendiri.

Sebagai seorang anak, saya merasakan keberadaan Tuhan dalam hati saya dan keinginan untuk berserah diri Sekalipun demikian saya tidak tahu jalan yang dapat mengantarkan saya ke pada tujuan itu. Saya sering merenung dari mana saya datang, mengapa saya di sini dan kemana saya akan pergi?

Saya besar di Australia dan hidup dalam sebuah lingkungan Kristen Katolik. Kondisi ini tidak memperbolehkan saya untuk melakukan penelitian berkaitan keimanan. Artinya, saya harus mengikuti ibu bapa saya dan mengikuti agama mereka secara membabi buta.

Banyak sekali konsep seperti doktrin Trinitas, di mana Tuhan wujud dalam tiga bagian termasuk Nabi Isa as sebagai anak Tuhan dan menyembah berhala, merupakan sebagian kepercayaan Kristen yang menjadi pertanyaan buat saya sejak berusia muda.

Saya benar-benar tidak puas hati dengan jawaban yang tidak masuk akal dan malah hal ini membuat saya menjadi nakal dan dikenakan hukuman oleh Sekolah Biarawati Kristen karena sikap jujur dan ingin tahu saya.

Ketika saya berusia 13 tahun, biarawati bertanya dengan murid-murid, siapa yang tidak menyukai Injil? Hanya saya yang menjawab pertanyaan tersebut, saya katakan, "Injil telah disimpangkan oleh tangan manusia, ia memuat pornografi, dan saya yakin bahwa ia bukanlah kata-kata Tuhan yang benar." Mendengar itu, saya diusir keluar dari kelas.

Pada usia remaja, saya meninggalkan Kristen untuk selamanya, lelah dengan sistem agama Barat.

Apa yang saya impikan ialah sekelompok manusia dari berbagai warga berbalut kain putih, berjalan secara sistematis di sebuah tempat dengan tiang-tiang yang besar. Saya hubungkan dengan Ghandi; ketika berusia lebih dewasa saya mula belajar berkaitan agama-agama Timur. Pencarian saya cenderung ke arah Buddhisme.

Waktu ini ibu saya sibuk mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan ke Mesir, mengisi impiannya. Saya sering mengejek keinginan ibu untuk ke Mesir. Bagaimanapun, itulah yang direncanakan oleh Allah.

Ibu saya melakukan kunjungannya ke Mesir pada tahun 1997. Tidak lama selepas itu, saya ke Eropa untuk mengunjungi sanak saudara saya. Walaupun saya tidak berminat untuk mengunjungi Mesir, saya berencana untuk tinggal di Mesir selama lima hari untuk menemui ibu saya.

Saya menggunakan pesawat Gulf Airlines. Di dalam pesawat saya menggunakan headset untuk mendengar musik; saya berhenti saat mendengar suara indah yang menusuk ke dalam kalbu saya, walaupun saya tidak memahami maksudnya.

Setelah tiba di Mesir, saya tinggal lebih lama dari yang telah saya rencanakan. Malah, setiap kali saya berkeinginan untuk meninggalkan negara ini, ada saja yang menghalang kepergian saya.

Saya berjalan ke semua tempat, saya diberitahu banyak kali mengenai sebuah masjid milik Ahlul Bait di Kairo. Ketika saya ke tempat tersebut, impian saya bakal terpenuhi. Saya tidak tahu langsung apa saja tentang Ahlul Bait, tetapi orang-orang di sana begitu menyayangi mereka sehingga membuat saya turut terilhami. Sisa-sisa kekalifahan Fatimiyah yang menyintai Ahlul Bait masih terdapat di kalangan orang-orang Mesir hari ini.

Akhirnya saya pergi ke Masjid dengan penuh harapan. Saat memegang zarih masjid, saya dengan jujur meminta kepada Tuhan supaya membimbing saya ke jalan yang benar dan mengakhiri pencarian saya serta mengubah kehidupan saya yang kosong di Australia.

Karena besar di barat, saya sering diberi gambaran negatif berkaitan Islam dan umat Islam. Bagaimanapun ketika saya di Mesir, saya melihat nilai-nilai kekeluargaan yang kuat, menghormati orang tua, dan semangat dermawan yang besar. Rakyat hidup dalam kemiskinan, tetapi mereka rela dan puas hati. Mereka mengetahui tujuan hidup ini. Saya tidak melihat sama sekali kecenderungan ke arah materialisme dan tidak bimbang akan masa depan. Saya membuat kesimpulan bahwa semuanya ini adalah dari asas agama yang mereka miliki.

Ini menyebabkan saya mulai melakukan kajian tentang Islam. Semakin banyak yang saya ketahui, semakin saya tertarik padanya. Saya dapati Islam merupakan agama yang sempurna, menyelubungi semua aspek kehidupan, dari kesehatan hingga keberhsihan, dari sains sehinggalah nilai-nilai moral, dan masalah dunia yang tak terlihat.

Satu hari saat saya sedang berjalan, saya mendengar musik indah seperti yang saya dengar dalam pesawat. Musik itu datang dari warung kopi. Saya diberitahu bahwa itulah bacaan al-Quran.

Akhirnya saya diberikan sebuah al-Quran berbahasa Inggris. Ketika membukanya, saya tersadar bahwa pencarian saya selama ini telah sampai ke penghujungnya. Saat saya mula membacanya, ia seolah-olah turun dari langit terus ke tangan saya. Kata-katanya begitu indah, terus kepada poin. Saya merasakan bahwa untuk pertama kalinya Tuhan berkata-kata dengan saya. Ini merupakan kata-kata Tuhan yang jelas, dan bukan kata-kata dari fikiran manusia.

Banyak sekali ayat yang memperlihatkan transparansinya seperti surah at-Tauhid. Dan secara instan menakhiri segala kekacauan seumur hidup.

Pagi itu juga saya memeluk agama Islam. Allah Swt telah mengutuskan banyak rasul dan nabi seperti Nabi Musa, Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan Nabi Muhammad Saw, untuk membimbing umat lewat berbagai generasi, masyarakat, dan budaya. Islam merupakan rangkaian pesanan terakhir dan Nabi Muhammad merupakan penutup para Rasul yang diutus Allah Swt.

Sekalipun, pencarian saya tidak berakhir di sini… Saya kembali ke Australia dan setelah 6 tahun menganut Islam, saya bertemu dengan beberapa orang penganut Syiah. Saya amat terperanjat dengan perbedaan yang terdapat di antara Sunni dan Syiah.

Tiba-tiba saya menyadari betapa pentingnya memilih mazhab untuk dianut. Haus akan kebenaran, membuah saya melakukan kajian selama selama setahun. Saya berdoa sebanyak-banyaknya dan meminta Allah membimbing saya serta tidak meninggalkan saya dalam keadaan kesulitan.

Pada awalnya saya menemui banyak sekali pandangan negatif dan bodoh yang diarahkan terhadap syiah. Bagaimanapun, secara berangsur-angsur saya mulai cenderung dengan ide-ide Syiah. Bukan sekedar bukti, tetapi juga dasar yang logis.

Banyak teman Sunni yang memberi nasihat agar saya lebih baik bersama dengan mayoritas umat Islam dan akan selamat. Jika mengikuti peraturan ini, sudah tentu saya masih saja mengikuti agama nenek moyang saya.

Sayangnya, saya mendapati bahwa perpecahan agama suci ini hanya berlaku selepas wafatnya Rasulullah Saw.

Saya pun mulai mencari sumber-sumber Sunni guna mendapatkan bukti lebih banyak. Saya menemui lebih dari 140 hadis Sunni yang mendukung peristiwa Ghadir. Malah Umar sendiri turut mengucapkan selamat ketika Imam Ali dilantik. Logika menyebutkan tidak mungkin Rasulullah Saw menghentikan sekelompok besar jemaah haji di tengah sinar mentari panas dan padang pasir yang membakar tanpa sesuatu yang penting. Terdapat ayat-ayat al-Quran yang memberikan kesaksian akan pentingnya deklarasi yang dibuat pada hari tersebut. Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw untuk menyempurnakan misi agama Islam.

Lagi pula, mengapa Allah meninggalkan hal penting kepemimpinan tanpa diputuskan? Kepemimpinan bukanlah satu hal yang diputuskan oleh manusia. Sejak dari zaman Nabi Adam as, ia senantiasa menjadi pilihan langit.

Berbagai statemen yang dibuat oleh Rasulullah pada masa hidupnya menkonfirmasikan posisi Imam Ali as, "Ali adalah seperti Harun kepada Musa, kecuali tidak ada Nabi selepas ku", "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya". Saat khalifah-khalifah lain sedang memerintah, jika tidak karena pintu ilmu ini, sudah tentu kita akan binasa, kata-kata yang dilahirkan dari Umar sendiri.

Yang paling penting, saya menemui sifat Imam Ali bersinar saat membaca Nahjul Balaghah. Seseorang yang membaca karya sastera ini sudah cukup untuk menyakinkan saya siapa yang lebih layak dan berupaya menjadi pemimpin.

Fondasi empat mazhab sunni juga ditegakkan lewat Ahlul Bait. Karena para Imam Sunni adalah murid Imam Jakfar al-Sadiq as.

Sebenarnya bukti masih banyak, hanya masa tidak mengizinkan saya untuk memaparkan kesemuanya.

Saya mempelajari mazhab Syiah di Pusat Islam Imam Husein Sydney Australia. Ketika saya memasuki pusat ini, saya merasakan energi spiritual yang kuat, hubungan yang kuat antara jiwa dan Allah. Terutama ketika mendengarkan lantunan doa-doa seperti doa Kumail.

Pada masa inilah saya dapati bahwa konsep tawasul dan tokoh besar Imam Husein as (yang telah disimpan dalam gelap selama bertahun-tahun oleh Sunni) termasuk pengorbanan besarnya terhadap Islam. Saya menyadari bahwa Imam Husein as merupakan bahtera keselamatan saya, doa yang selama ini saya panjatkan kepada Allah saat berada di Masjid Kairo (Masjid Husein) saat pertama saya memohon bimbingan dan sampai detik ini, Allah membimbing saya.

Saya membuat kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain selain memeluk mazhab ini sebagai bimbingan spiritual saya; seterusnya saya merasakan untuk pertama kali bahwa keyakinan saya telah sempurna.

Sejak itu, beberapa kali saya melakukan kunjungan ke Iran dan Irak setiap tahun untuk melakukan ziarah atau ikut berpartisipasi dalam konferensi. Saya mendapati bahwa setiap tahun saya meninggalkan Australia untuk menghidupkan semula jiwa saya. Setiap tahun saya ketagihan dengan injeksi spiritual tahunan ini.

Ini jugalah yang menyebabkan saya meninggalkan kehidupan ala Barat berubah kepada kehidupan yang lebih islami, sederhana dan kurang materialistik. Kehausan terhadap agama dan pemahaman yang lebih jauh, menyebabkan saya belajar bahasa Persia. Untuk masa depan, saya berserah kepada apa yang telah diatur Allah Swt.

Memaknai Kembali Sembelihan dan Idul Qurban

Tentu kita butuh refleksi diri. Setiap tahun tidak sedikit dari kita yang menyisihkan dana untuk merayakan hari ini dengan penyembelihan hewan qurban. Namun adakah transformasi jiwa yang terjadi?. Adakah saudara-saudara kita itu merasa lebih dekat kepada Allah yang Maha Besar?. Ketika kedekatan dengan Allah tidak bertambah, jiwa tidak menjadi semakin halus dan lembut, jasad tidak semakin beramal shalih, pikiran tidak semakin cemerlang dan bijaksana tentu ada yang salah dari ritual pengorbanan mereka. Padahal sebenarnya lewat hari ini mereka dapat menemukan bukan saja amal terbaik, tetapi didekatkan oleh Allah sedekat-dekatnya sampai mencapai derajat ‘Al-Muqarrabuun’.
 
Ismail Amin

 Memaknai Kembali Sembelihan dan Idul Qurban

Berhentilah sejenak, kita tidak harus selalu berlari. Mari kita kembali menelisik relung terdalam dari diri kita. Semoga tulisan ini yang saya tulis kembali dari nasehat ustadz-ustadz saya bisa menjadi pengantar renungan kita bersama.
Makna Idul Qurban
Idul Qurban berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, Ied dan Qurban. “Ied” dari kata ‘aada - ya’uudu, bermakna ‘kembali’. Qurban, dari kata qaraba-yaqrabu, bermakna ‘mendekat’. ‘Qarib’ adalah ‘dekat’, dan ‘Al-Muqarrabuun’ adalah ‘(hamba) yang didekatkan’. Idul Qurban kemudian bisa kita maknai sebagai sebuah hari dimana kita berupaya kembali pada hakikat kemanusiaan kita yang mendambakan dekat dengan yang Maha Rahim. Banyak cara yang bisa kita tempuh untuk mendekat kepada-Nya (taqarrub Ilallah), Jalaluddin Rumi menyebut, sebanyak helaan nafas manusia. Allah SWT pun memberi motivasi, "Wahai orang-orang yang beriman ! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, agar kamu beruntung" (Qs. Al-Maidah : 35). Salah satu cara hamba untuk lebih mendekat kepada-Nya adalah dengan menginfakkan harta, termasuk berqurban, "Ketahuilah, sesungguhnya infak itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah)." (Qs. At-Taubah : 99)
Tentu saja yang kita qurbankan adalah sesuatu yang kita cintai, sesuatu yang sebenarnya sangat berat untuk kita lepaskan. Sebab belumlah disebut berqurban jika yang kita keluarkan adalah sesuatu yang membuat kita tidak merasa kehilangan apa-apa, sesuatu yang ringan hati kita keluarkan. “Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (Al-Birr), sebelum kamu menginfakkan (tunfiquu) bagian (harta) yang kamu cintai (mimma tuhibbuun). Dan apa saja yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali-Imran : 92). Artinya, seseorang yang misalnya bergaji sampai 60 juta per bulannya, dengan mengeluarkan dana sejuta untuk menyembelih kambing di hari ini, apakah bisa dianggap berqurban? apakah itu sudah sampai pada tingkat ‘menginfakkan bagian harta yang dicintai’? apakah jiwa merasakan adanya rasa berqurban dibanding banyaknya sisa harta yang dimiliki? sebagaimana ayat di atas, bisakah itu mencapai derajat al-Birr?. Bisa kita bayangkan, bagaimana rasa taqarrub nabi Ibrahim as yang bersedia mengurbankan anak kesayangannya di altar persembahan atau sebagaimana Imam Ali as dan keluarganya yang memberikan makanan yang disukainya sehingga surah Al-Insan turun untuk menceritakan keutamaan mereka. Atau justru kaum paganisme yang menyembelih yang tercantik di antara gadis-gadis mereka untuk bertaqarrub kepada tuhan-tuhan mereka. Tentu kita butuh refleksi diri. Setiap tahun tidak sedikit dari kita yang menyisihkan dana untuk merayakan hari ini dengan penyembelihan hewan qurban. Namun adakah transformasi jiwa yang terjadi?. Adakah saudara-saudara kita itu merasa lebih dekat kepada Allah yang Maha Besar?. Ketika kedekatan dengan Allah tidak bertambah, jiwa tidak menjadi semakin halus dan lembut, jasad tidak semakin beramal shalih, pikiran tidak semakin cemerlang dan bijaksana tentu ada yang salah dari ritual pengorbanan mereka. Padahal sebenarnya lewat hari ini mereka dapat menemukan bukan saja amal terbaik, tetapi didekatkan oleh Allah sedekat-dekatnya sampai mencapai derajat ‘Al-Muqarrabuun’.
“Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu." (Qs. Al-Hajj : 37). Hewan ternak yang saudara-saudara qurbankan hari ini sesungguhnya, bukan dagingnya, bukan darahnya, bukan tulang belulangnya, bukan harganya melainkan ketaqwaanlah yang bisa mencapai-Nya. Semoga kita bisa berqurban dan berinfaq sampai pada titik kita benar-benar berat melakukannya, sebab adanya rasa cinta yang sangat pada yang kita qurbankanlah yang bisa mendekatkan kita pada-Nya.
Idul Adha, Memaknai Penyembelihan
Nama lain Idul Qurban, adalah Idul Adha. Adha memiliki makna penyembelihan. Harus ada yang kita sembelih pada hari ini. Bukan persoalan apa kita memiliki harta atau tidak untuk menyembelih. Kita yang termasuk belum memiliki kemampuan untuk menyembelih hewan qurban, sesungguhnya telah diberi kemampuan untuk melakukan prosesi penyembelihan lain, menyembelih ‘kambing’, ’sapi’, maupun ‘hewan ternak’ lain yang berjubelan dan beranak pinak dalam diri kita. Hewan ternak sesungguhnya tamsil dari dominasi hawa nafsu dan syahwat kita. Tamsil segala kesesatan dan keburukan; kebodohan, kedengkian, ketakaburan, buruk sangka, kemalasan, kecintaan pada hal-hal material dan aspek lainnya yang harus kita sembelih dari diri kita. Allah SWT menyebut orang-orang yang buta hati, akal dan pikirannya lebih sesat dari hewan ternak. Pendidikan dan pergaulan yang salah bisa jadi telah merubah kita yang manusia menjadi hewan-hewan ternak tanpa sadar. Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi-ye Ma'nawi menafsirkan empat ekor burung yang disembelih dan dicincang oleh nabi Ibrahim as dalam surah Al-Baqarah ayat 260 sebagai empat ekor unggas yang ada dalam diri kita. Keempat ekor unggas itu adalah bebek yang mencerminkan kerakusan, ayam jantan yang melambangkan nafsu, merak yang menggambarkan kesombongan dan gagak yang melukiskan keinginan. Dan menurut Rumi kita hanya bisa kembali hidup sebagaimana manusia ketika kita berani menyembelih keempat unggas ini, sebagaimana Ibrahim as mencincangnya. Di antara keempat unggas ini, bebeklah yang paling mewakili karakter kebanyakan kita. Tentang bebek Rumi bercerita :
Bebek itu kerakusan, karena paruhnya selalu di tanah Mengeruk apa saja yang terbenam, basah atau kering
Tenggorokannya tak pernah santai, sesaatpun
Ia tak mendengar firman Tuhan, selain makan
minumlah !
Seperti penjarah yang merangsek rumah-rumah
Dan memenuhi kantongnya dengan cepat
Ia masukkan ke dalam kantongnya baik dan buruk
Permata atau kacang tiada beda
Ia jejalkan ke kanting basah dan kering
Kuatir pesaing akan merebutnya
Waktu mendesak, kesempatan sempit,
Ia ketakutan
dengan segera di bawahtangannya
Ia tumpukkan apapun….
 Better late than never. Sudah waktunya sekarang, tidak harus selalu menunggu hari seperti ini untuk melakukan penyembelihan. Bermula hari ini, kita persembahkan diri kita yang telah tersembelih dari sifat-sifat yang sepantasnya hanya dimiliki hewan ternak kepada Allah Dzat yang Maha Suci, yang cinta kepada mereka yang senantiasa menyucikan dan menyembelih dirinya.
Idul Adha, Memaknai Kembali
“Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah dirimu atau keluarlah dari kampung halamanmu," ternyata mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka." (Qs. An-Nisa : 66). Sudah waktunya pula kita belajar untuk ‘keluar dari kampung’ kita : belajar untuk keluar dari zona nyaman dan memerdekakan diri dari dominasi nafsu jasadiyah menuju jiwa kita yang sejati. Masih ada dunia lain di luar ‘kampung’ kita ini, yang bisa jadi selama ini kita anggap berbahaya. Juga harus ada upaya untuk keluar dari keegoisan diri kita dan belajar memahami orang lain. Memahami mereka yang selama ini kita kutuk karena berbeda.
Dalam surah An-Nisa' ayat 100 Allah SWT berfirman, "Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Dalam syarah 40 hadits Imam Khomeini ra menafsirkan rumah pada ayat ini adalah ego kita. Ya, rumah yang paling berat kita tinggalkan adalah kepentingan-kepentingan keakuan kita. Setiap hari kita sibuk, kecapaian dan kelelahan hanya untuk mempromosikan citra kita dihadapan manusia, hanya untuk memenuhi kepentingan diri kita. Kita masih berputar-putar di area rumah dan kampung kita, tanpa selangkahpun keluar. Rumah dan kampung telah menjadi zona nyaman yang sayang untuk kita tinggalkan, sebab melangkah keluar selalu membutuhkan pengorbanan, butuh kepayahan dan keletihan. Dalam surah Ali Imran Allah SWT berfirman, "Segeralah kamu pada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasanya seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang-orang yang taqwa, yaitu orang-orang yang menginfakkan hartanya dalam suka dan duka, orang yang sanggup mengendalikan amarahnya, yang memaafkan orang lain dan sesungguhnya Allah suka dengan orang yang berbuat baik." Bersegera menuju Allah SWT berarti melangkah menjauh dari rumah keakuan kita, meninggalkan kampung ego kita, kembali keharibaan-Nya yang penuh kasih. Kembali kepada-Nya tidaklah selalu berarti mati dan meninggalkan dunia ini. Rasulullah saww bersabda, "Mutu qabla antamutu, matilah sebelum kamu mati." (Bihar Al-Anwar 66:317). Kematian pada kata perintah mutu adalah kematian mistikal, kematian ego atau kematian diri. Ibnu Arabi menyebutnya al mawt al-iradiy, kematian keinginan.
Adalah benar, bahwa kita adalah makhluk organis --begitu kata A.N. Whitehead-- yang bebas menentukan hidup. Kita bebas menentukan atau merancang jenis hidup apa yang kita inginkan. Kita bebas untuk memilih, hidup sebagai manusia atau berkubang seperti hewan ternak. Tetap berleha-leha di dalam rumah dan kampung yang bukan negeri kita sebenarnya, atau berhijrah kembali menuju-Nya. Tidak terdengarkah panggilan mesra Ilahi, "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya." (Qs. Al-Fajr : 27-28)

Selamat Hari Raya Idul Adha.

Motif Hollande dan Cameron Kunjungi Timur Tengah



Presiden Perancis, Francois Hollande dalam lawatan perdananya ke Arab  Saudi  melontarkan klaim sepihak soal program nuklir Iran. Hollande menyebut program nuklir Iran mengancam perdamaian dan keamanan. Untuk itu, Paris meningkatkan kerjasama keamanan dengan Riyadh guna menangkal ancaman Tehran di kawasan. Di akhir lawatannya, Presiden Perancis Ahad (5/11) menegaskan kesepakatan Paris dan Riyadh untuk meningkatkan sanksi terhadap Tehran demi menjegal kemajuan program nuklir sipil Iran yang diklaimnya mengarah pada tujuan militer. Padahal Iran berulangkali membantahnya, dan berbagai laporan IAEA menunjukkan status sipil program nuklir Iran.

Menyusul lawatan orang nomor satu Perancis ke Arab Saudi, Perdana Menteri Inggris, David Cameron mengikuti jejak tetangganya menjajakan persenjataan canggih bagi negara-negara Arab. Salah satu agenda penting Cameron tersebut adalah menjual puluhan jet tempur jenis Typhoon ke negara-negara Arab.

Kini, London bertekad meningkatkan kerjasama dan  hubungan pertahanan, keamanan dan ekonomi dengan negara-negara kawasan Timur Tengah. Meskipun organisasi hak asasi manusia internasional menyebut Uni Emirat Arab dan Arab Saudi melanggar hak asasi manusia, namun pemerintah Inggris tetap akan menjual pesawat tempur Typhoon ke Riyadh dab Abu Dhabi.

PM Inggris menyatakan rencana London menjajakan 100 unit jet tempur Typhoon ke negara-negara regional. Perkiraan kesepakatan yang dikantongi Cameron dari Uni Emirat Arab mencapai tiga miliar pound mencakup penjualan 60 uni pesawat Typhoon. Tidak hanya itu, lawatan Cameron ke Uni Emirat Arab untuk memperluas pangkalan udara Inggris di Dubai dan mengubahnya menjadi pangkalan strategis di kawasan.

Dengan bungkus dalih menjaga stabilitas keamanan kawasan Timur Tengah dari ancaman Iran, Perancis dan Inggris menjual persenjataan dan peralatan militer ke negara-negara Arab. Para pengamat menilai kunjungan beruntun para pejabat teras negara-negara Barat itu sebagai bagian dari upaya mereka untuk menyelamatkan perekonomiannya yang sedang dilanda krisis.

Di sisi lain, kebijakan memborong persenjataan dan peralatan militer canggih yang dilakukan raja-raja Arab justru semakin memojokkan posisi mereka di dalam negerinya sendiri. Tindakan para penguasa Arab itu memantik kobaran kebencian rakyat lebih membara terhadap penguasa yang bergantung pada kekuatan asing.

Tampaknya menjadikan negara-negara Arab sebagai gudang senjata dan perlengkapannya yang sedemikian canggih, meski mereka tidak mengetahui cara penggunaannya, bukan hanya tidak akan mewujudkan stabilitas keamanan kawasan sebagaimana diklaim negara-negara Barat. Lebih dari itu, ulah tersebut justru akan menyulut kobaran api konflik menjalar semakin besar.

Sejatinya, stabilitas keamanan kawasan diwujudkan dengan meningkatkan kerjasama antarnegara regional dan meninggalkan ketergantungan terhadap kekuatan arogan global yang tidak memiliki tujuan lain kecuali melebarkan imperialisme barunya melalui penyebaran kebencian terhadap sebuah negara independen semacam Iran, dan mendulang keuntungan besar dari penjualan senjata.(IRIB Indonesia/PH)   

Melirik Hubungan George Soros – Hary Tanoe Sudibyo

Posted by KabarNet pada 07/10/2012

Siapa tak kenal George Soros, miliarder Yahudi berkebangsaan Amerika yang pernah mengantar Indonesia bersama sejumlah negara lainnya ke lembah kelam bernama krisis moneter, 1997-1998 silam. Indonesia dibuatnya porak-poranda, yang hingga kini jelas masih terasa. Soros dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang perdagangan mata uang.

Bahkan, pada 1982, dalam waktu singkat Soros berhasil meraup keuntungan 1,2 miliar dolar dalam perdagangan mata uang Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Ia pun dijuluki sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound).
Siapa pula tak mengenal Hary Tanoe Sudibyo, seorang bos media yang saat ini sedang mencoba peruntungan politik di Partai NasDem. Pria yang akrab disapa HT ini juga dikenal ulung mengelola keuangan. Kendati umurnya masih relatif muda, ia sudah mampu menguasai berbagai sektor penting, utamanya industri media.
Lantas, bagaimana keduanya bisa sehebat itu? Benarkah ada hubungan khusus di antara keduanya? Benarkah HT sengaja dipakai Soros untuk menguasai perekonomian Indonesia?
Info beredar, keduanya memang telah lama menjalin persahabatan. Salah satu indikasi persahabatan itu, Soros punya 15 persen saham di PT Bhakti Investama, milik Hary Tanoe. Perusahaan ini beberapa waktu lalu pernah terseret kasus penyuapan yang diungkap KPK.
Soros juga disebut-sebut berkaitan erat dengan skandal Bank Century. Itu karena Soros memiliki 19 persen saham di Bank CIC, cikal bakal merger Bank Century. Dengan cerdas, Soros lalu merampok kas Indonesia di pasar modal Indonesia.
Itu dia lakukan melalui Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac disatukan menjadi Bank Century. Caranya, Bank CIC melakukan transaksi surat-surat berharga (SSB) fiktif senilai 25 juta dolar AS yang melibatkan Chinkara. Pada 2003, Bank CIC memiliki surat berharga dalam valuta asing sekitar Rp 2 triliun dan US Treasury Strips senilai 185,36 juta dolar AS.
Selanjutnya, Bank Indonesia pada 2004 menyetujui proses merger Bank Pikko dan Bank Danpac ke dalam Bank Century. Robert Tantular menjadi pemegang saham Bank Century bersama Alwarraq Hesyam Talaat dan Rafat Ali Rizvi tanpa fit and proper test sebagai bankir. Paska merger tersebut, Soros dikabarkan lebih banyak berperan di belakang layar, karena Bank Century dianggap sudah mampu dikendalikan Robert Tantular.
Kiprah Soros lainnya adalah pernah terlibat dalam proses tender saham yang dimiliki pemerintah di PT Astra International Tbk. Soros menyusup ke Astra melalui PT Bhakti Investama yang sahamnya dimiliki Quantum Fund, induk perusahaan milik Soros. Nilai investasi Soros saat itu diperkirakan sekitar Rp 203,5 miliar.
Dalam berbagai kebijakan HT, kuat dugaan ada Soros yang setia melindunginya dari belakang layar. Termasuk ketika HT membeli saham Bentoel, SCTV, Astra Internasional, dan PT Artha Graha Investama Sentral (AGIS). Soros memberikan konsultasi agar HT fokus pada bisnis media cetak dan televisi. Alasannya, prospek bisnisnya cukup besar.
Atas saran Soros, Hary Tanoe lantas melepas saham SCTV dan membeli RCTI dari Bimantara, kemudian memborong saham TPI (sekarang MNC TV) dan Global TV. Saham HT lalu melebar ke Music Televisi Indonesia , radio Trijaya dan ARH, Harian Seputar Indonesia dan Tabloid Gennie; Majalah Trust (sekarang Majalah Sindo). Konsep yang ditawarkan Soros adalah dengan menguasai industri media, maka bisnis lain akan terbantu. Termasuk mampu menembus dunia politik. Usai meraup keuntungan dari industri media, Soros-Hary Tanoe lalu membidik pasar telekomunikasi dengan layanan seluler Fren.
Lihat saja, dua presenter Indonesia yakni Rosianna Silalahi (SCTV) dan Putra Nababan (RCTI) pernah mewawancarai dua presiden AS. Rosianna untuk Presiden Bush, sementara Putra untuk Presiden Obama. Ditengarai, keberhasilan dua presenter itu juga tidak terlepas dari jasa Soros.
Sejak awal, Hary Tanoe memang sudah dipersiapkan Yahudi AS untuk menguasai Indonesia. Hal itu ia peroleh saat masih kuliah di Ottawa University, Kanada. Saat itu, HT sudah berpengalaman bermain saham di bursa Toronto.
Soal terjunnya Hary Tanoe ke dunia politik tentu saja bukan karena kebetulan. Meski harus diakui, langkah HT tersebut mendapat perlawanan ‘kecil’ dari kaum nasionalis. Bukan kebetulan juga ketika HT menjanjikan modal Rp 5 miliar bagi kader NasDem yang ingin bertarung di Pemilu Legislatif 2014 nanti.
Kepiawaian HT menggoreng pundi-pundi Keluarga Cendana (Titik Prabowo dan Bambang Soeharto) melalui PT Bhakti Investama juga berasal dari Soros. Kesimpulannya, Soros- Hary Tanoe memang memiliki kisah yang mirip. Atau boleh disebut, Hary Tanoe Sudibyo adalah anak didik sang miliarder Soros. [KbrNet/Monitor]






1 comments to "Mitos dan Fakta Seputar Sunni dan Syiah hingga berita "HOT" Ekonomi Indonesia dan Timur Tengah hingga Internasional"

  1. Anonymous says:

    Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Janganlah kalian mencaci maki para sahabatku! Janganlah kalian mencaci maki para sahabatku! Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, seandainya seseorang menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka ia tidak akan dapat menandingi satu mud atau setengahnya dari apa yang telah diinfakkan para sahabatku.'” (HR. Muslim)

    “Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam.”(H.R. Thabrani)

    “Aku meninggalkan kalian yang apabila kalian pegang teguh tidak akan tersesat. Kitab Allah, dan keturunanku.”(H.R. Turmudzi)

Leave a comment