IRAK KANCAH INTERVENSI PARA PENGENDALI KRISIS SURIAH
Minggu, 2013 Januari 20 16:23
Irak dalam beberapa
waktu terakhir menjadi kancah intervensi banyak pihak. Berbagai laporan
mengungkap upaya sejumlah negara untuk mengacaukan stabilitas dan
memecah-belak Irak.
Laporan terbaru menyebutkan,
Penasehat Pers Perdana Menteri Irak, Ali al-Musawi, menekankan bahwa
tidak ada alasan bagi sebuah negara untuk mencampuri urusan negara lain,
seraya menekankan bahwa politik pemerintah Turki saat ini akan menjadi
pemicu instabilitas di kawasan.
Ditegaskannya bahwa
Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan mendapat lampu hijau dari
sejumlah negara adidaya untuk menggulirkan intervensi tanpa alasannya ke
sejumlah negara di kawasan khususnya Irak dan Suriah. Selama
berbulan-bulan Turki telah memulai aksinya dan oleh karena itu,
kebijakan Ankara akan menjadi pemicu utama instabilitas di kawasan.
Campur tangan pemerintahan Erdogan dalam urusan internal Irak
telah berulangkali diperingatkan melalui Kedutaan Besar Turki dan bahwa
Ankara tidak berhak untuk mengusik masalah internal Baghdad. Politik
para pejabat Turki sudah keluar dari etika diplomatik dan bentuk politik
yang dikecam oleh Perseikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut
pejabat Irak itu, Turki tidak punya alasan apapun untuk mengintervensi
urusan negara jirannya, dan politik ini akan semakin mengobar api
kekacauan di kawasan yang saat ini memang sedang menghadapi
instabilitas.
Ahmad Davutoglu, Menteri Luar Negeri
Turki, Sabtu (19/1) menyatakan mengklaim bahwa Ankara terus memonitor
penargetan tokoh politik Irak dalam politik Perdana Menteri Nouri
al-Maliki yang menimbulkan friksi hingga bentrokan bersenjata.
Hubungan Irak dan Turki dalam beberapa bulan terakhir meregang
menyusul campur tangan Ankara dalam urusan internal Baghdad. Erdogan
menuding pemerintahan Nouri Maliki memberlakukan politik sektarian.
Tidak hanya Turki, negara-negara pengendali krisis di Suriah
juga ikut terjun mengobok-obok Irak. Sumber-sumber keamanan dan
intelijen mengungkap nama sejumlah agen Qatar yang menyusup ke wilayah
Irak melalui Kurdistan, dengan tujuan meningkatkan kerjasama antartokoh
politik Propinsi al-Anbar Irak dan pemerintah Qatar.
Salah satu celah yang dimanfaatkan oleh sejumlah negara lancang di
kawasan di Irak adalah perseteruan antara pemerintah pusat Baghdad dan
wilayah otonomi Kurdistan, Irak. Masoud Barazani, pemimpin wilayah
otonomi Kurdistan menyatakan, "Kami melihat skenario perang sipil di
Irak semakin dekat setiap hari. Perang sipil ini akan mengakibatkan
pembunuhan dan perusakan di Irak." Negara-negara tersebut memihak pada
tuntutan pihak Kurdistan yang memisahkan diri dari Irak. (IRIB
Indonesia/MZ)
Mengapa Pakistan Siap Bebaskan Seluruh Tahanan Taliban?
Berita terbaru dari Pakistan menunjukkan minat Islamabad untuk membebaskan seluruh tahanan anggota Taliban. Hal ini dinyatakan oleh Jalil Abbas Jilani, deputi Menlu Pakistan dalam sebuah jumpa pers di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Di kesempatan tersebut, Jilani seraya memaparkan kebijakan Pakistan untuk membebaskan tahanan Taliban juga menjawab pertanyaan wartawan terkati pembebasan Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu petinggi milisi Taliban. Ia menandaskan bahwa kebijakan Islamabad adalah membebaskan seluruh anggota Taliban tak terkecuali Mullah Abdul Ghani Baradar.
Sementara itu, Attaullah Ludin, wakil Dewan Tinggi Perdamaian Afghanistan menyamnut keputusan Pakistan untuk membebaskan seluruh tahanan Taliban. Ia menekankan, tahanan ini harus dibebaskan melalui kesepahaman antara Kabul dan Islamabad. Pembebasan seluruh tahanan Taliban termasuk isu kolektif yang sepakati oleh Afghanistan, Pakistan dan Amerika Serikat.
Berdasarkan kesepahaman kolektif ini, pasca lawatan delegasi Dewan Tinggi Perdamaian Afghanistan ke Pakistan November lalu, Islamabad sepakat untuk membebaskan sejumlah tahanan Taliban. Selanjutnya sembilan anggota Taliban dibebaskan. Tahap kedua dari proses pembebasan milisi Taliban dari penjara Pakistan, ditandai dengan pembebasan sembilan milisi Taliban lagi setelah tercapainya kesepakatan antara Presiden Afghanistan, Hamid Karzai dan sejawatnya dari Pakistan, Asif Ali Zardari di sidang segitiga Turki.
Pemerintah Pakistan menyadari akan urgensitas pembebasan tahanan Taliban bagi program rekonsiliasi nasional Afghanistan dan selain ingin meningkatkan rasa saling percaya di antara kedua pihak, Islamabad juga berusaha mempertebal perannya di proses perdamaian Kabul dengan kebijakannya tersebut.
Pakistan menyadari dialog bilateral tahun 2011 antara Amerika Serikat dan Taliban di Qatar sebagai ancaman bagi posisinya di proses rekonsiliasi Afghanistan. Oleh karena itu, setelah penangguhan perundingan oleh Taliban, Islamabad berusaha menemukan kembali perannya di Afghanistan dengan membebaskan anggota milisi Taliban yang ditahan. Strategi Islamabad ini juga membantu meningkatkan peluang bagi dialog perdamaian Pakistan dengan milisi Taliban lokal yang aktif di negara ini.
Pembebasan tahanan Taliban dari penjara Pakistan atas desakan pemerintah Kabul, namun Dewan Tinggi Perdamaian Afghanistan dan pemerintah negara ini menyadari pelaksanaan program mereka tanpa melibatkan Islamabad kecil kemungkinan akan berhasil. Oleh karena itu, Attaullah Ludin selain menyambut statemen Jalil Abbas Jilani juga menekankan bahwa kebijakan tersebut harus berada di bawah koridor kesepahaman antara Kabul dan Islamabad.
Pengamat mengatakan, pemerintah Afghanistan meyakini bahwa pembebasan tahanan Taliban dari penjara Pakistan akan memaksa milisi ini bersedia bergabung dengan program rekonsiliasi nasional Kabul. Sepertinya perealisasian ambisi Kabul masih membutuhkan perundingan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban sehingga akan menjadi jelas apa yang akan dilakukan oleh milisi ini sebagai balas budi atas pembebasan anggotanya dari penjara Pakistan.
Oleh karena itu tanpa adanya piagam perdamaian yang mengikat komitmen kedua pihak, pembebasan tahanan Taliban dari penjara Pakistan akan mengharuskan milisi ini mengambil langkah tertentu. (IRIB Indonesia/MF)
Gedung Putih dan Pentagon Adu Argumen untuk Aksi Militer ke Mali
Sabtu, 2013 Januari 19 15:22
Para pejabat Gedung Putih dan Pentagon berselisih pendapat terkait kemungkinan rencana intervensi militer AS di Mali.
Mengutip pejabat AS yang menolak menyebutkan namanya, The Los Angeles Times melaporkan pada hari Jumat (18/1) bahwa terjadi perdebatan tajam antara Gedung Putih dan Departemen Pertahanan AS (Pentagon) mengenai apakah milisi di utara Mali sudah sedemikian berbahaya sehingga menuntut campur tangan dan aksi militer Amerika Serikat.
Para pejabat tinggi Pentagon memperingatkan bahwa jika Washington tidak segera bergegas menunjukkan langkah-langkah agresif, maka Mali akan berubah menjadi surga yang aman bagi kelompok-kelompok bersenjata ekstrim seperti di Afghanistan. Namun, pihak Gedung Putih membantah penilaian Pentagon bahwa milisi Mali dapat menimbulkan tantangan serius mendatang bagi AS.
Para staf Gedung Putih menyatakan khawatir bahwa segala bentuk konflik dengan musuh yang sulit diprediksi seperti di Mali dapat menyeret AS ke dalam jurang maut seperti di Afghanistan. Menurut seorang pejabat Gedung Putih, "Pertanyaan adalah ancaman apa yang dapat mereka timbulkan untuk AS? Jawabannya sejauh ini tidak ada."
Perancis dan sejumlah negara Afrika telah mengirim pasukan ke Mali dengan dalih untuk menghentikan gerakan maju para militan yang telah menduduki wilayah utara Mali sejak April 2012.
Hingga kini, militer Mali telah menyatakan berhasil membendung gerakan maju milisi yang berusaha memperluas wilayah kontrol mereka di utara. Namun pada saat yang sama Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi menyatakan tidak yakin jika konflik di negara itu akan berakhir dalam waktu dekat.
Instabilitas di Mali meletus setelah Presiden Amadou Toumani Toure digulingkan dalam kudeta militer pada tanggal 22 Maret 2012. Para pemimpin kudeta menilai aksi mereka sebagai reaksi atas ketidakmampuan pemerintah untuk menumpas gerakan pemberontakan Tuareg di wilayah utara negara, yang kala itu telah berlangsung selama dua bulan. Namun pasca kudeta, para milisi Tuareg berhasil mengambil alih seluruh wilayah di gurun utara.
Perancis sebagai pelopor intervensi militer di negara bekas jajahannya itu telah merangkul banyak negara untuk ikut mendukung aksinya. Kanada, Inggris dan Amerika Serikat juga telah memberikan bantuan militer terbatas dalam operasi militer Perancis di Mali.
Setelah semua negara Barat menyatakan membantu Perancis dalam intervensi militernya ke Mali, sekarang Perancis menuntut Uni Emirat Arab untuk ikut membantu Paris. Perancis sedang menagih janji Amerika Serikat dan Inggris yang menjamin dukungan finansial dari negara-negara Teluk Persia dalam operasi tersebut. Tidak hanya Emirat, bahkan Aljazair yang selama ini paling getol menentang intervensi militer di Mali, juga terpaksa menuruti tuntutan Perancis untuk ikut mendukung operasinya di Mali.
Partai-partai Aljazair menekankan bahwa Perancis mengintervensi urusan Mali dengan menggunakan dalih pemberantasan terorisme. Pemerintah Aljazair juga diminta untuk mereaksi tegas aksi provokatif Perancis.
Sebelumnya, Speigel, majalah mingguan Jerman menurunkan analisa membahas tujuan Perancis dalam intervensi militernya ke Mali dengan menyinggung sumber-sumber alam melimpah di negara tersebut. Intervensi militer itu dinilai berkaitan erat dengan kepentingan ekonomi Paris. Di beberapa wilayah utara Mali terdapat sumber uranium yang dieksploitasi oleh Perancis, dan Paris sangat bergantung pada sumber uranium tersebut.
Di bagian lain, Speigel menyebutkan, Mali merupakan salah satu negara termiskin di muka bumi yang lahannya tidak cocok untuk menanam padi dan sayur-sayuran. Bahkan sebagian besar warga negara ini tidak menikmati air bersih.
Akan tetapi Mali memiliki sumber alam yang melimpah dan sebagian besarnya belum terjamah. Selain uranium, di perut bumi Mali tersimpan minyak, gas, emas, berlian dan tembaga.(IRIB Indonesia/MZ)
Militer Israel Semakin Brutal, Wanita dan Bayi Jadi Sasaran
Senin, 2013 Januari 21 02:50Pasukan Israel menangkap beberapa orang petani Palestina, termasuk seorang wanita dan bayi berusia 18 bulan di Tepi Barat kota al-Khalil.
Sebuah video yang diposting online pada Sabtu (19/1) mengungkapkan tentara Israel menyerang sekelompok petani Palestina di Um El-Arayes Selatan al-Khalil ketika mereka mencoba untuk menggarap tanahnya.
Militer Israel menyatakan wilayah tersebut sebagai zona militer tertutup dan melarang akses bagi warga Palestina ke tanah mereka sendiri.
Para saksi mata mengatakan tentara Israel menangkap warga Palestina itu dan tidak memberikan kesempatan bagi mereka yang didampingi oleh sejumlah aktivis pro-Palestina.
Press TV Minggu (20/1) melaporkan setidaknya 15 orang warga Palestina ditangkap militer Israel.
Sebelumnya empat warga Palestina juga ditangkap di daerah yang sama pada hari Jumat. Para tahanan termasuk empat wanita, tiga anak-anak dan seorang pria tua.
Sang ibu, Reema, dan putrinya dilaporkan telah menghabiskan malam dalam tahanan.
Pasukan Israel menghancurkan desa-desa Palestina di selatan al-Khalil selama beberapa bulan terakhir sebagai bagian dari kebijakan Tel Aviv untuk mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut. (IRIB Indonesia/PH)
Pemimpin Lebanon: Republik ISLAM Iran Mampu Hadapi Sanksi Seberat Apapun!
Senin, 2013 Januari 21 02:41Seorang politisi senior Lebanon mengatakan sanksi ekonomi rekayasa AS terhadap Iran atas program energi nuklirnya terbukti menjadi sia-sia.
Berbicara dalam sebuah wawancara eksklusif dengan televisi berbahasa Arab Al-Alam pada hari Minggu (20/1), pemimpin Gerakan Patriotik Bebas Lebanon Michel Aoun menilai sanksi terhadap Iran tidak efektif.
"Republik Islam mampu melawan sanksi seberapapun ketatnya terhadap mereka," tutur Aoun.
"Barat dan Israel berusaha untuk melemahkan Iran. Namun, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa Iran telah berubah menjadi sebuah negara besar di Timur Tengah, dan merupakan satu-satunya negara yang dinamis di seluruh kawasan, " tegasnya.
Anggota parlemen Lebanon ini menilai negara-negara Barat tidak mendukung keseimbangan kekuasaan di Timur Tengah karena bertentangan dengan kepentingan mereka. (IRIB Indonesia/PH)
Rezim Bahrain Siksa dan Paksa Wanita Lepaskan Jilbab
Senin, 2013 Januari 21 01:44Sebuah video menunjukkan kekejaman pasukan keamanan Bahrain yang memukuli seorang wanita dan menarik paksa jilbabnya dalam protes anti-rezim.
Video yang diposting pada hari Jumat (18/1) menunjukkan puluhan polisi anti huru-hara mengelilingi seorang wanita dan menyeretnya saat dia berteriak dan menangis akibat pendarahan di mulutnya.
Video lain menunjukkan bagaimana polisi melucuti jilbabnya dengan paksa.
Press TV Ahad (20/1) melaporkan wanita itu diidentifikasi sebagai Zahra al-Shaikh, seorang aktivis yang dibebaskan dari penjara pada Juli 2012 setelah ditahan dan disiksa karena berpartisipasi dalam protes anti-rezim.
Sejak pertengahan Februari 2011 lalu, ribuan demonstran pro-demokrasi telah menggelar unjuk rasa menyerukan agar dinasti Al Khalifa melepaskan kekuasaannya.
Pada tanggal 14 Maret 2011, pasukan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menginvasi Bahrain untuk membantu pemerintah Manama memberangus demonstran damai.
Rezim Al Khalifa hingga kini telah membunuh puluhan orang dan menangkap ratusan lainnya, meski demikian gagal untuk menghentikan demonstrasi yang terus berlanjut hampir setiap hari.(IRIB Indonesia/PH)
Strategi Barat Menguasai Dunia Islam
Minggu, 2013 Januari 20 15:41Kawasan Timur Tengah dari segi politik, ekonomi, militer, sosial, dan budaya senantiasa menyimpan pesona indah bagi dunia. Meski diterpa banyak perubahan dalam perimbangan politik dan ekonomi dunia dalam dua tahun lalu, namun itu semua tidak bisa mengurangi kedudukan dan nilai tawar Timur Tengah. Wilayah ini merupakan tempat diutusnya para nabi dari tiga agama besar Islam, Kristen, dan Yahudi. Mengingat mayoritas penduduk di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara adalah Muslim, kedudukan penting wilayah tersebut terkait erat dengan agama Islam dan sepak terjang kaum Muslim.
Letak strategis itu mendorong pemerintah-pemerintah Barat dan kekuatan trans-regional untuk menancapkan pengaruhnya di Timur Tengah melalui beragam kebijakan. Sebelum pecahnya Perang Dunia Pertama, pemerintah-pemerintah imperialis Eropa berupaya untuk secara langsung menguasai Timur Tengah. Mereka membagi wilayah ini ke sejumlah zona untuk memantapkan pengaruhnya. Di antara mereka semua, Inggris berusaha tampil yang terdepan untuk memainkan peran dominan di kawasan tersebut dan menjarah sumber daya bangsa-bangsa di Timur Tengah.
Proses baru dimulai di Timur Tengah pasca Perang Dunia Pertama dan kekalahan Imperium Ottoman. Pemerintah imperialis Inggris dan Perancis mulai membagi wilayah-wilayah bekas kekuasaan Ottoman di antara mereka dan memperkuat dominasinya di wilayah ini. Seiring pecahnya Perang Dunia II dan berakhirnya penjajahan langsung, kebijakan negara-negara Eropa untuk melestarikan pengaruhnya di Timur Tengah juga mengalami pergeseran, sebab mereka telah menemukan rival baru yang tangguh seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet. Akibat penurunan kekuatan yang dihadapi Inggris dan Perancis, akhirnya kedua negara ini memilih bernaung di bawah payung AS demi mempertahankan kepentingannya di negara-negara koloni di kawasan.
Fokus kebijakan mereka adalah mendukung Zionis untuk menduduki tanah Palestina dan membentuk rezim ilegal Israel serta mengantarkan rezim-rezim despotik ke tampuk kekuasaan di negara-negara Arab. Barat juga tak segan-segan untuk menumpas setiap gerakan yang menuntut independensi di negara-negara Muslim. Salah satu strategi Barat adalah memanfaatkan konflik sektarian dan etnis yang telah mengoyak barisan umat Islam. Akan tetapi, kemenangan Revolusi Islam Iran menjadi titik balik penting dalam melawan politik hegemoni di Timur Tengah. Revolusi Islam di Iran mulai mengancam kepentingan-kepentingan Barat di kawasan.
Kekuatan-kekuatan imperialis dan terutama Amerika Serikat selain kehilangan basis penting di Iran, juga khawatir Revolusi Islam akan menjadi model bagi bangsa-bangsa Muslim di negara lain yang berada di bawah jajahan Barat. Amerika dan sekutunya di Eropa selalu mengambil langkah-langkah politik, ekonomi, dan bahkan militer untuk merusak Revolusi Islam. Di tingkat regional, Barat berusaha mengobarkan konflik sektarian dan etnis serta mengesankan Revolusi Islam sebagai "Revolusi Syiah," di mana sama sekali asing bagi negara-negara lain di Timur Tengah. Mereka juga melancarkan propaganda Syiahphobia dan Iranphobia di wilayah Timur Tengah.
Tak hanya itu, pemerintah Barat juga mendukung rezim-rezim diktator Arab untuk mengusik Iran, seperti dukungan penuh Barat kepada Saddam Hussein untuk melancarkan serangan militer ke Iran. Namun, aksi itu tidak mampu membendung pengaruh Revolusi Islam Iran di tengah bangsa-bangsa Muslim lainnya di kawasan Timur Tengah. Gerakan Kebangkitan Islam yang pecah di Tunisia sejak dua tahun lalu, dengan cepat menumbangkan rezim-rezim diktator dukungan Barat dan mengancam kejatuhan beberapa rezim lain di kawasan. Salah seorang Orientalis, Bernard Lewis kembali menekankan strategi pecah belah untuk melawan gerakan Kebangkitan Islam.
Bernard Lewis dalam sebuah pidatonya mengatakan, "Satu-satunya jalan untuk menghentikan laju kereta Kebangkitan Islam di kawasan adalah dengan menyamar sebagai salah seorang penumpang kereta itu dan dengan menciptakan konflik sektarian dan etnis, memecah penumpang kereta tersebut ke dalam beberapa gerbong dan kemudian memutuskan rangkaian gerbong-gerbong tadi. Hanya itu cara untuk menghalangi laju gelombang tersebut." Bernard Lewis percaya bahwa negara-negara Arab sekarang bisa berpotensi mengancam kepentingan Anglo-American.
Oleh karena itu, pemerintah-pemerintah etnis yang lemah harus dipecah sehingga mudah untuk menguasai sumber-sumber alam mereka dan juga mencabut potensi ancaman dari mereka. Tentu saja, Barat memiliki formula yang berbeda untuk memecah barisan umat Islam dan menyulut konflik di tengah mereka. Salah satu metode sederhana, berbiaya murah, dan menguntungkan Barat adalah membentuk gerakan Salafi untuk kemudian mengerahkan mereka sebagai petempur ganas di negara-negara Muslim. Gerakan itu juga bisa menarik dukungan dari rezim Al-Saud di Arab Saudi dan pemerintah Qatar dan Turki.
Salafi menolak sama sekali pemikiran dan orientasi yang berbeda dengan mereka serta sangat memusuhi Syiah dan para pecinta Ahlul Bait Nabi as. Kebencian mereka terhadap para pecinta Ahlul Bait as bahkan melebihi permusuhan mereka dengan pemerintah-pemerintah Barat. Pada dasarnya, gerakan Salafi itulah yang membentuk inti Al Qaeda yang tidak segan-segan melancarkan aksi terorisme dan pembantaian massal. Hingga kini, puluhan ribu Muslim di berbagai negara tewas dan terluka akibat "gerakan jihad" yang dilancarkan gerakan Salafi.
Gerakan Salafi bagi pemerintah Barat merupakan instrumen sekaligus tujuan dalam membenarkan intervensi mereka di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di beberapa negara, Salafi telah menjadi tujuan Barat untuk menjustifikasi misi "perang global melawan terorisme" seperti di Afghanistan, Pakistan, dan Yaman. Para petempur Salafi di beberapa negara lain seperti Suriah, menjadi alat di tangan pemerintah Barat untuk memudahkan mereka menggulingkan pemerintah Damaskus.
Interpretasi keliru, penyimpangan pemikiran, dan kekakuan Salafi dalam mengadopsi ajaran Islam, telah menjadi senjata ampuh bagi Barat di negara-negara Islam untuk melawan gelombang Gerakan Islam. Pada dasarnya, interpretasi keliru itu mencoreng citra Islam dan menyulut perpecahan di tengah Muslim sekaligus menjadi pembenaran propaganda Barat terhadap umat Islam. Orientalis Amerika, Bernard Lewis mengatakan cara ideal Barat untuk memadamkan gerakan Kebangkitan Islam adalah memecah negara-negara Islam dan menciptakan konflik internal.
Metode itu merupakan landasan strategi Barat, terutama AS untuk memajukan tujuan-tujuan mereka di kawasan Timur Tengah dengan tetap memperhatikan proses transformasi di negara-negara regional. Upaya untuk mengoyak Irak, menciptakan krisis di Suriah, mengobarkan perpecahan antara Syiah dan Sunni di Bahrain, termasuk manuver-manuver pemerintah Barat untuk melawan Kebangkitan Islam. Politik "pecah dahulu, kemudian kuasai" merupakan bagian dari kebijakan Inggris di era imperialis untuk mencapai ambisi-ambisi ilegal mereka. Strategi itu sampai sekarang masih berlaku demi mempertahankan dan memperluas pengaruh Barat di dunia Muslim.
Satu-satunya jalan untuk melawan kebijakan tersebut adalah memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan publik Muslim akan makar-makar musuh serta memberi pencerahan kepada mereka tentang gerakan-gerakan ekstrem dan radikal Salafi. (IRIB Indonesia)
Menyingkap Hakikat Wahabisme, Penyerangan Kota Karbala dan Najaf
Kamis, 2013 Januari 17 11:19Telah disinggung bagaimana dalam ajarannya Muhammad bin Abdil Wahhab menganggap umat Islam selain golongannya sebagai kaum Kafir, Musyrik dan pelaku bidah. Dengan alasan itu, dia mengikrarkan perang melawan mereka. Dengan bantuan Muhammad bin Saud, penguasa Dir'iyyah, dia membentuk pasukan yang terdiri atas warga Najed dan sekitarnya untuk menyerang desa-desa dan kota-kota lainnya. Serbuan tanpa mengindahkan perikemanusiaan itu diwarnai dengan pembantaian dan penjarahan besar-besaran.
Muhammad bin Abdil Wahhab tak hanya mengkafirkan umat Islam pada umumnya, tetapi juga mengkafirkan sejumlah ulama besar Ahlussunnah. Misalnya, meski mengaku sebagai pengikut mazhab Hanbali, namun dia juga mengkafirkan Ahmad bin Hanbal, imam mazhab Hanbali. Alasannya, Ahmad bin Hanbal pernah menulis buku yang menjelaskan tata cara berziarah ke makam Imam Husein as di Karbala dan apa yang mesti dilakukan peziarah di sana. Padahal, menurut Ibnu Abdil Wahhab ziarah ke makam-makam yang disucikan oleh umat Islam secara itu adalah perbuatan syirik. Karena itu pemikiran itulah dia menghalalkan darah para peziarah dan harta mereka.
Sepanjang sejarah Islam selalu saja ada kelompok yang berpikiran dangkal dalam memahami Islam yang dibarengi dengan sikap jumud dan fanatisme buta. Kelompok-kelompok seperti selalu ada meski dalam perkembangannya di setiap periode selalu mengalami pasang naik dan surut yang dipicu oleh faktor-faktor sosial dan politik. Di zaman itu, Muhammad bin Abdil Wahhab muncul dengan ajarannya yang ekstrim. Berbekal bantuan dan dukungan Muhammad bin Saud, dia menebar ketakutan di tengah umat Islam untuk menyebarkan ajarannya. Meski demikian, sejak awal, ajaran Wahhabisme ditentang keras oleh para ulama Islam.
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekah dan salahg seorang ulama Hijaz terkemuka dalam kitab tarikhnya menulis, "Di masa hidup Muhammad bin Abdil Wahhab, tahun 1165 H, sejumlah ulama Wahhabi datang ke Mekah untuk bertemu dan berdialog dengan para ulama Mekah. Dalam pertemuan itu, mereka mengemukan apa yang menjadi keyakinan Wahhabiyah dan para ulama Mekah menjawab mereka dengan pandangan yang kritis dan argumentatif. Para ulama Mekah menolak pandangan para ulama Wahhabi itu yang bertentangan dengan Sunnah Nabi Saw dan ayat-ayat al-Quran. Mendengar penjelasan dari ulama Wahhabi, para ulama Mekah menyebut akidah dan ajaran mereka sesat dan tidak berdalil. Saat itu, hakim kota Mekah mengeluarkan perintah untuk memenjarakan para ulama Wahhabi tersebut. Sebagian ditangkap dan sebagian lainnya melarikan diri."
Peristiwa serupa terjadi lagi pada tahun 1195 H (1781 M) ketika para ulama Wahhabi kota Dir'iyyah, pusat pemerintahan keluarga Saud dan markas utama gerakan Wahhabisme, datang ke kota Mekah untuk bertemu dengan para ulama kota itu. Setelah mendengar penjelasan dari para ulama Wahhabi, ulama Mekah mengeluarkan fatwa yang mengkafirkan Wahhabiyah. Para ulama Dir' iyyah itupun diusir dari Mekah dan para pengikut Wahhabiyah dilarang berziarah ke Baitullah dan melaksanakan haji. Yang menjadi pertanyaan adalah untuk tujukah apakah Dir'iyyah mengirimkan sekelompok ulama Wahhabi ke Mekah? Jawabannya, mungkin bisa difahami dari ambisi kelompok Wahhabi untuk menguasi kota yang paling disucikan oleh umat itu. Jika itu terjadi, orang-orang Wahhabi bisa menjadikannya sebagai sentral kegiatan agama dan memaksa umat Islam mengikuti ajaran sesat ini.
Sebelum berkenalan dengan Muhammad bin Abdil Wahhab, Muhammad bin Saud tak lebih dari pemimpin satu kabilah kecil bernama ‘Unaizah di Najed. Perkenalan dan perjanjiannya yang dibuat dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, membuat pengaruhnya semakin besar dan wilayah kekuasaan semakin luas. Dengan bekal kekuatan dan kekuasaannya, dia mengerahkan pasukan untuk menyerang kabilah-kabilah lain di Najed dan menjarah harta para korban agresinya. Tahun 1179 H (1765 M) setelah berkuasa selama 30 tahun, Muhammad bin Saud meninggal dunia dan posisinya digantikan oleh anaknya yang bernama Abdul Aziz. Dengan melanjutkan perjanjian kerjasama dengan Muhammad bin Abdil Wahhab, Abdul Aziz memperluas kekuasaan dengan menyerang berbagai kota sampai berhasil menguasai sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.
Tahun 1207 H (1793 M), Muhammad bin Abdil Wahhab tutup mata di usia 96 tahun. Setelah kematian pendiri Wahhabiyah itu, penyebaran ajaran ini dilanjutkan oleh anak-anak dan cucunya. Salah satu cucu Ibnu Abdil Wahhab yang banyak menulis tentang ajaran Wahhabisme adalah Abdul Latif. Para penerus imam Wahhabiyah dalam buku-buku mereka menafsirkan dan menjelaskan panjang lebar tentang ajaran yang diwariskan oleh Muhammad bin Abdil Wahhab kepada mereka.
Salah satu kejahatan terbesar yang dilakukan pasukan Wahhabi yang menggetarkan hati setiap insan yang berhati nurani adalah serangan ke kota Karbala di Irak yang diwarnai penghancuran makam Imam Husein dan pembantaian massal warga sipil. Tahun 1216 H (1801 M), Saud bin Abdil Aziz, cucu Muhammad bin Saud mengerahkan bala tentara besar dengan kekuatan 20 ribu prajurit dari kabilah-kabilah Najed bersenjata lengkap untuk menyerang Karbala. Setelah sempat mengepung Karbala, pasukan besar itu masuk secara paksa ke kota tersebut . Saat itu Karbala adalah kota ziarah terkenal yang menjadi tumpuan ziarah bagi para pencinta Imam Husein dari Irak, Iran, Turki dan negara-negara Arab lainnya.
Saud bin Abdul Aziz memerintahkan pasukannya untuk membunuh para prajurit pengawal kota, warga dan para peziarah Imam Husain yang disebutnya kafir. Pembunuhan itu terjadi dalam bentuknya yang sangat keji. Tak ada yang selamat dari pembantaian itu kecuali mereka yang melarikan diri atau bersembunyi di tempat yang aman. Sejarah menyebutkan bahwa pasukan Wahhabi membunuh sedikitnya lima ribu orang di kota Karbala. Pasukan Najed lebih lanjut menyerbu makam suci Imam Husein dan menghancurkannya lalu menjarah emas, perak dan kekayaan yang ada di komplek pemakaman suci itu.
Tragedi Karbala memicu reaksi luas dari dunia Islam dan menimbulan gelombang protes terhadap Wahhabisme. Banyak penyair yang menggubah bait-bait syair untuk mengenang peristiwa tragis dan penistaan terhadap makam Imam Husein as. selama 12 tahun, kelopok Wahhabi dan pasukannya beulang kali menyerang Karbala dan daerah-daerah sekitarnya termasuk kota Najaf yang juga menjadi sasaran serangan dan penjarahan besar. Allamah Sayid Jawad Amoli yang menjadi saksi sejarah serangan kaum Wahhabi ke Karbala mengatakan, "Pasukan Saud bin Abdul Aziz menyerang haram Imam Husein as pada tahun 1216 H (1801 M). Banyak pria dan anak-anak yang mereka bantai dalam serbuan itu. Mereka menjarah kekayaan warga dan melakukan pengerusakan yang keji terhadap Haram yang mulia dan hanya Allah yang mengetahui besarnya kejahatan yang mereka lakukan."
Kekejian pasukan Saud bin Abdul Aziz melahirkan gelombang kebencian terhadap Wahhabi. Akhirnya pada tahun 1218 H, seorang Muslim Syiah membunuh ayah Saud yang bernama Abdul Aziz pada usia 83 tahun.
Tahun 1220 H (1805 M) Saud kembali mengerahkan pasukannya dengan sasaran kota Najaf al-Asyraf dan makam Imam Ali bin Abi Thalib as. Namun mereka tertahan dan terpaksa mundur setelah menghadapi perlawanan sengit dari warga setempat yang dipimpin oleh para ulama. Para sejarahwan menulis, warga, para pelajar agama dan ulama termasuk Allamah Kasyiful Ghitha bahu membahu mempertahankan kota suci ini dari serbuan pasukan Wahhabi. Bahkan disebutkan, rumah kediaman Allamah Kasyiful Ghitha menjadi markas mobilisasi massa dan gudang senjata.
Ulama pejuang ini memerintahkan warga dan pelajar agama untuk menahan serangan para agresor di pintu-pintu masuk kota. Beliau juga menempatkan sejumlah orang untuk mengambil posisi pertahanan di menara-menara kota Najaf untuk menahan serangan pasukan Saud bin Abdul Aziz yang berjumlah 15 ribu orang. Mengenai serangan ke Najaf, Ibnu Busyr menulis, "Tahun 1220 H, Saud dengan bala tentara yang berjumlah besar bergerak menuju ke arah kota Najaf di Irak. Mendekati pintu kota itu, pasukan ini ditahan oleh parit yang luas dan lebar. Tak ada jalan bagi pasukan ini untuk melewati parit tersebut. Sejumlah prajurit Wahhabi tewas terkena peluru yang ditembakkan dari dalam kota. Mereka akhirnya mundur dan melakukan penjarahan di desa-desa sekitar."
Sebagaimana yang sudah dijelaskan, para tokoh aliran Wahhabisme dengan mengangkat slogan yahng terdengar manis yaitu kembali kepada ajaran murni Islam, justreru melakukan pembantaian massal terhadap warga Muslim yang tak berdosa. Padahal, ayat-ayat suci al-Quran dan ajaran murni Islam memerintahkan umat ini untuk bersatu dan saling mengasihi. Sejarah ibarat cermin yang menunjukkan kepada kita gambaran kebaikan dan keburukan yang terjadi di masa lalu supaya manusia yang berakal dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya.(IRIB Indonesia)
Perancis Siapkan Skenario Baru bagi Koalisi Oposisi Suriah
Senin, 2013 Januari 21 00:17Para pemimpin negara-negara asing yang mendukung koalisi oposisi nasional Suriah akan bertemu di ibukota Perancis dalam waktu dekat.
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius Minggu (20/1) mengatakan pertemuan akan diadakan pada tanggal 28 Januari, tanpa memberikan rincian lain dari acara tersebut.
Koalisi oposisi Suriah yang terdiri dari 70 anggota dibentuk pada bulan November 2012 lalu dengan dukungan Barat dan Arab di Qatar setelah kelompok oposisi menandatangani perjanjian persatuan untuk membentuk kepemimpinan baru melawan Presiden Bashar al-Assad di bawah tekanan dari Amerika Serikat, Qatar, dan Arab Saudi. Namun koalisi tidak mampu mengendalikan milisi bersenjata di wilayah Suriah.
Perancis adalah kekuatan Barat pertama yang mengakui koalisi sebagai wakil sah rakyat Suriah.
Pemerintah Damaskus menggambarkan koalisi nasional untuk Revolusi Suriah sebagai struktur yang didukung asing yang dibentuk untuk menghancurkan Suriah.
Suriah mengalami kerusuhan sejak Maret 2011 yang telah menelan korban banyak orang, termasuk warga sipil dan sejumlah besar personil militer dan keamanan.
Sebuah laporan PBB baru-baru ini mengungkapkan bahwa milisi dari 29 negara sejauh ini menyusup ke Suriah untuk melawan pemerintah Damaskus yang kebanyakan adalah Salafi ekstremis. (IRIB Indonesia/PH)
Iran Genjot Produksi Gas Lepas Pantai
Senin, 2013 Januari 21 00:42Pejabat senior Perusahaan Minyak Lepas Pantai Iran (IOOC) mengatakan Iran berencana untuk mengembangkan ladang gas di area ladang minyak lepas pantai Balal, Iran selatan.
Alireza Zahedi-Ghazi, wakil direktur perusahaan Zona Operasional Lavan, mengungkapkan bahwa pengembangan lapisan ladang minyak Balal dimulai pada tahun 2001, dan saat ini pengembangan lapisan gas dari lapangan tersebut sedang berlangsung.
"Potensi gas alam di ladang minyak Balal sangat besar," kata Zahedi-Ghazi.
"Studi komprehensif telah dilakukan terhadap total cadangan gas di area itu," tegasnya.
Pada 15 Agustus 2011 lalu, managing director IOOC Mahmoud Zirakchianzadeh menjelaskan rencana peningkatkan produksi lapangan minyak Balal menjadi 40.000 barel per hari (bph) dari 30.000 barel per hari saat ini.
IOOC juga berencana untuk mengekstrak 500 juta kaki kubik gas per hari dari lapangan minyak itu.
Ladang minyak Balal terletak sekitar 100 kilometer (62 mil) barat daya dari Pulau Lavan di Teluk Persia dan dekat perbatasan maritim Iran dengan Qatar.(IRIB Indonesia/PH)
Nahdatul Ulama Tegas Terhadap Wahabi
Said mengatakan gerakan Wahabi yang berkembang di Indonesia berasal dari Arab Saudi. Tujuan mereka ingin mengajarkan pemurnian Islam versi mereka, sementara ajaran lain dianggap tidak benar dan harus diperangi.
“Konsep tersebut tidak cocok diterapkan di Indonesia dan harus diwaspadai. Karena dalam perkembangannya Wahabi atau Salafi itu cenderung mengarah gerakan radikal,” kata dia.
Ia mengatakan, Wahabi memang bukan teroris, namun ajaran-ajaran yang disampaikan menganggap ajaran lain tidak benar sehingga harus ditentang dan mereka mengatasnamakan Islam.
Menurut Said, Wahabi selalu mengatasnamakan Islam dalam doktrin atau ajaran yang dilakukan, namun tindakannya kadang tidak islami.
“Mereka sering menganggap umat lain menjalankan tradisi bid’ah yang tak diajarkan agama seperti ziarah kubur, baca tahlil, sehingga ajaran itu harus diperangi,” kata dia.
Ia mengatakan, segala kegiatan yang dilakukan umat Islam terutama kaum Nahdiyin (NU) semua berdasarkan ajaran dan tuntunan serta tidak ada yang mengada-ngada.
Said mengatakan, satu alasan mengapa NU menyatakan memerangi Wahabi karena ajaran yang disampaikan malah membuat perpecahan dalam tubuh Islam. “NU tegas terhadap Wahabi, kami justru menghargai agama lain yang jelas-jelas tidak membawa nama Islam,” kata dia.
Hal tersebut, tambah Said, karena dalam Al-Quran juga diajarkan untuk saling menghargai antarumat beragama.
- S1 Universitas King Abdul Aziz , Jurusan Ushuluddin dan Dakwah, tamat 1982
- S2 Universitas Ummu al-Qur’an, jurusan
Perbandingan Agama, tamat
1987 - S3 Universitas Ummu al-Qur’an, jurusan Aqidah/Filsafat Islam, tamat 1994
- Madrasah Tarbiyatul Mubtadi’ien Kempek C irebon
- Pesantren Hidayatul Mubtadi’en Lirboyo Kediri (1965-1970)
- Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta (1972-1975)
- Ketua PBNU
- Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa
- Penasehat Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI
- Penasehat PMKRI
- Penasehat Masyarakat Pariwisata Indonesia
- Dosen pasca sarjana ST Maqdum Ibrahim Tuban
- Dosen pasca sarjana Universitas Nahdlatul Ulama UNU solo
- Dosen pasca sarjana Unisma, Malang
- Dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatulah Jakarta
- Penasehat dosen MKDU di Universitas Surabaya
- Dosen luar biasa Institut Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri
“ Harus ada toleransi terhadap perbedaan karena perbedaan adalah rahmat ” (tempo.co)
Imam Malik telah ditanya tentang Rafidhah (syiah), maka beliau menjawab : Janganlah kamu berbicara dengan mereka, dan janganlah mengambil riwayat dari mereka, sesungguhnya mereka itu orang-orang yang berdusta (pembohong).
2. Imam Syafii
“Saya belum pernah melihat seseorang yang lebih mudah bersaksi dengan kepalsuan daripada Rafidhah (syiah)”.
3. Imam Ahmad
Saya (Abdullah bin Ahmad bin Hambal) telah bertanya kepada bapakku tentang Rafidhah (syiah), maka ia mengatakan : “Yaitu orang-orang yang mencaci maki atau mencela Abu Bakar dan Umar”. Dan Imam Ahmad ditanya tentang Abu Bakar dan Umar, maka ia menjawab : Doa’kanlah mereka berdua agar diberi rahmat, dan berlepas dirilah dari orang yang membenci mereka berdua”.
4. Hasyim Asy'ari (pendiri NU)
“Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti” [elfarisi]
AS Cawe-Cawe, Mendikte Urusan Dalam Negeri RI
Video: Teroris Menjarah Rumah Penduduk Aleppo
Sabtu, 2013 Januari 19 11:56Menurut laporan Fars News Sabtu (19/1), dalam beberapa pekan belakangan ini media-media massa memberitakan bagaimana orang-orang bersenjata di Aleppo dan di kota-kota lain di Suriah tengah membagi harta jarahan yang diambil dari rumah-rumah penduduk yang meninggalkan rumahnya untuk mencari selamat. Diberitakan juga mengenai konflik di antara para teroris ini soal pembagian harta jarahan itu.
Televisi Aljazeera sebagai salah satu media pendukung para teroris di Suriah menayangkan laporan tentang masalah ini dan berusaha ingin menunjukkan bagaimana orang-orang bersenjata ini berusaha membantu masyarakat yang ingin memindahkan barang-barang mereka ke tempat yang lebih aman.
Aljazeera menayangkan kawasan Saif ad-Daulah, Aleppo dan menunjukkan sejumlah orang bersenjata yang tengah menaikkan barang-barang ke mobil bak terbuka. Seorang dari kelompok bersenjata ini mengklaim bahwa barang-barang ini miliknya dan ia datang lagi untuk mengembalikan barang-barangnya.
Sebelum ini, para teroris terlibat konflik di antara mereka soal pembagian harta jarahan milik penduduk dan bahkan perempuan yang sempat ditahan mereka. (IRIB Indonesia)
0 comments to "Republik INDONESIA "Di DIKTE", Suriah, Bahrain, Yaman, Iraq ADA...!!!!! TERORIS "Pengadu Domba", LAGI MAULID Nabi Bid'ah...?????"