Home , , , , , , , � Ekonomi Islam versi Ahlulbait Nabi Muhammad Saww

Ekonomi Islam versi Ahlulbait Nabi Muhammad Saww
















Kebebasan Ekonomi Dalam Islam

Kepemilikan Swasta Dalam Islam Menurut Perspektif Rahbar (Bagian Pertama)

Aktivitas perekonomian di tengah masyarakat Islam adalah kegiatan yang bebas. Tapi kebebasan ini tidaklah mutlak melainkan dibatasi oleh rambu-rambu tertentu. Pada prinsipnya, batasan selalu ada bagi setiap perbuatan dan aktivitas. Hanya saja, batasan-batasan ini dalam ajaran Islam memiliki ciri khas sendiri. Masyarakat sosialis juga menerapkan pembatasan untuk kepemilikan harta benda dan kekayaan. Tapi pembatasannya berbeda dengan pembatasan dalam Islam. Dalam masalah kebebasan aktivitas perekonomian, boleh dikata bahwa perbedaan Islam dengan komunisme dan Marxisme sama tajamnya dengan perbedaan Islam dengan paham kapitalisme yang dianut dan diterapkan di Barat. Kapitalisme dalam pengertiannya yang berlaku di Barat sama sekali tidak dibenarkan oleh Islam. Dalam banyak hukumnya, Islam bahkan resisten terhadap kapitalisme.

Ekonomi Islam sama sekali tidak mengadopsi sistem kapitalisme Barat dan dunia secara umum. Pada masyarakat Islam, batasan untuk setiap kebebasan beraktivitas adalah ketentuan haram oleh hukum fikih bagi sejumlah tindakan dan kegiatan. Contohnya adalah praktik riba, transaksi berbau manipulasi, kejahilan, dan penipuan, transaksi produk ilegal, dan praktik penimbunan. Dalam Islam ada sebagian barang haram diperjual-belikan. Contohnya ialah minuman keras dan barang-barang najis selain pada kasus-kasus tertentu. Islam juga mengharamkan tindakan pribadi ataupun swasta memperjual belikan barang-barang milik negara, kecuali pada kasus-kasus tertentu. Ada banyak lagi kegiatan yang hukumnya sudah jelas dalam fikih Islam. Kegiatan itu sendiri bebas tapi syariat Islam menentukan batasan dan hukumnya walaupun dalam banyak hal tidak terjangkau oleh kontrol pemerintah.

Kebebasan ekonomi dalam masyarakat Islam pengertiannya ialah bahwa pemerintahan (hukumah) atau pemerintah (daulah) Islam harus mengambil kebijakan dan menetapkan UU yang memberi peluang dan kemampuan kepada semua orang untuk melakukan aktivitas perekonomian secara bebas dan menikmati hasilnya. Ini menjadi salah satu ciri khas yang membedakan sistem perekenomian Islam dengan sistem yang berlaku di Barat. Pada maknanya yang sejati, perekonomian bebas mengharuskan pencegahan praktik monopoli kapitalis. Di tengah masyarakat harus tercipta kondisi dimana semua orang yang mampu bekerja dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata;

مَا رَأَيْتُ نِعْمَتاً مَوْفُوْرَتاً اِلاَّ وَ فِى جَانِبِهَا حَقٌّ مُضَيَّعٌ

Aku tidak pernah melihat kenikmatan melimpah kecuali di sisinya ada hak yang terabaikan."

Kata-kata dari sosok figur suci ini secara implisit mengandung makna yang sangat dalam dan substansial. Sepintas lalu orang akan mengira makna kalimat Imam Ali as ini ialah bahwa setiap kenikmatan yang melimpah tidak akan lepas dari hasil curian atau jarahan. Dengan asumsi demikian, orang tentu akan menyangkal kata-kata Amirul Mukminin tersebut dengan alasan bahwa tidak sedikit kekayaan diperoleh tidak melalui pencurian, penjarahan, korupsi, dan berbagai praktik ilegal lainnya, melainkan murni melalui kerja keras dan jerih payah sendiri.

Namun, makna kata-kata tersebut sebenarnya bukan demikian. Maksud kata-kata itu ialah bahwa ketika ada kenikmatan, harta, dan fasilitas, sesungguhnya kenikmatan besar itu sendiri telah memberi pemiliknya kesempatan lebih banyak untuk meraih pendapatan sehingga kesempatan sebanyak yang didapat oleh pemilik kekayaan tersebut tersisih dari orang lain. Dengan kata lain, pemilik kekayaan itulah orang yang menguasai modal besar untuk menghasilkan keuntungan serta memanfaatkan apa yang sesungguhnya lebih layak dimanfaatkan masyarakat jelata. Dengan demikian, orang kaya selalu saja lebih menguasai kesempatan dan fasilitas daripada orang biasa. Lahan bisnis selalu ada di tangannya. Hukum dan UU di sebagian besar negara bahkan lebih berpihak kepada para pemodal sehingga peluang bagi masyarakat kebanyakan menciut.

Atas dasar itu, makna kata-kata tersebut, entah itu dari Imam Ali as atau dari siapa saja, tetap benar. Makna kalimat tersebut menuntut kesadaran bahwa sistem perekomian bebas dalam masyarakat Islam bukan berarti bahwa kebebasan hanya ada di tangan para pelaku bisnis, melainkan juga harus dimiliki oleh masyarakat kebanyakan. Aktivitas perekonomian masyarakat banyak juga harus diberdayakan. Tatanan, UU, dan dinamika masyarakat harus dikondisikan sedemikian rupa agar seluruh anggota masyarakat yang masih produktif bisa ikut andil dan turut menikmati kegiatan ekonomi bebas.

Batas-Batas Kepemilikan Swasta Dalam Islam

Kepemilikan swasta dihargai dalam Islam, tetapi di saat yang sama Islam menentukan batasan baginya. Batasannya bukan dengan menentukan kepemilikan swasta dengan riyal, dolar, dinar, ataupun dirham. Kadar dan ukurannya tidak selalu sama. Kepemilikan swasta hanya dilimitasi oleh batasan yang bersifat situasional. Yaitu bahwa swasta boleh memiliki kekayaan sebanyak apapun selagi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Sesuai kaidah لَاضَرَرَ وَلَا ضِرَار (tidak menimbulkan segala bentuk kerugian), kepemilikan swasta akan diperkarakan jika sampai menimbulkan kerugian kolektif bagi masyarakat Islam. Kepemilikan swasta akan dihormati selagi tidak menimbulkan implikasi berupa, misalnya, penimbunan, gaya hidup berlebihan, eksploitasi, diskriminasi, penodaan harkat dan martabat manusia, dan antagonisme orang-orang kaya. Yang buruk bukanlah kepemilikan swasta, melainkan eksploitasi, antagonisme, glamorisme, dan elitisme. Kepemilikan swasta akan menjadi fenomena buruk jika berdampak pada perilaku-perilaku negatif tersebut. Inilah batasan kepemilikan swasta. Islam memerangi perilaku tersebut. Islam tidak menghendaki adanya manusia-manusia berperilaku glamor dan elitis. Karena itu, Islam memperkenankan pemerintah Islam melakukan upaya pencegahan glamorisme, elitisme, eksploitasi, diskriminasi, antagonisme, penimbunan, dan seterusnya. Islam memberi mandat kepada pemerintah Islam untuk menerapkan hukum yang tegas guna mencegah perilaku-perilaku negatif dan merugikan.

Pemerintahan Islam mengakui hak kepemilikan swasta sebagaimana ia menerima kegiatan bisnis setiap warganya. Namun, dinamika masyarakat harus mengarah kepada kesejahteraan umum dan terpenuhinya semua kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Di saat yang sama, sesuai tuntutan ekonomi bebas Islam, tanggungjawab urusan ekonomi masyarakat juga terpikul di pundak masyarakat sendiri.

Infak Dalam Sistem Perekonomian Islam

Dalam tatanan Islam, setiap warga tanpa harus menjadi pejabat pemerintah berhak melakukan kegiatan ekonomi bebas. Setiap warga diperkenankan bekerja dan berusaha untuk memperoleh pendapatannya sendiri. Di saat yang sama, kevakuman finansial dan perekonomian di tengah masyarakat harus diisi oleh anggota masyarakat sendiri. Inilah makna infak yang tertera dalam kitab suci al-Quran. Infak adalah implikasi dari kegiatan perekonomian bebas yang ada di tengah masyarakat. Warga yang berkemampuan menghasilkan pendapatan harus memikirkan kebutuhan-kebutuhan yang ada di tengah masyarakat. Celah-celah kosong harus diisi. Infak sendiri menyiratkan makna mengisi celah-celah kosong tersebut.

Infak adalah satu masalah prinsipal dalam Islam. Infak, memberikan sebagian harta, penanganan masalah kebutuhan ekonomi, dan mengisi celah-celah perekonomian terpikul langsung di pundak rakyat dan setiap warga yang memiliki kegiatan perekonomian bebas. Dalam masyarakat Islam, jika suatu musibah terjadi dan pemerintah memerlukan dana, maka rakyat harus membantu pemerintah. Contohnya adalah jika terjadi perang besar, wabah penyakit, dan kejadian luar biasa lainnya, Islam berpandangan bahwa rakyat harus turut mengisi segala kekurangan yang ada sesuai kemampuan masing-masing. Karena kemampuan rakyat berbeda-beda, maka pihak yang lebih mampu lebih dituntut untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Mengumpulkan harta tanpa disertai infak dipandang Islam sebagai sikap asusila, dosa, dan bahkan bisa jadi dosa besar. Boleh mengumpulkan harta dengan modal yang sah dan mubah bukan berarti menghalalkan seseorang menyimpan hartanya tanpa disertai kepedulian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kepada bantuannya. Sebaliknya, dia berkewajiban menggunakan hartanya untuk kepentingan umum dan di jalan Allah Swt.

Sekali lagi, infak adalah masalah yang prinsipal dalam Islam. Orang kaya harus menyisihkan sebagian hartanya di jalan Allah Swt. Islam tidak melarang seseorang berbisnis dan meraih pendapatan maksimal, tapi harta yang diraih juga harus digunakan di jalan Ilahi. Islam menyerukan kepada manusia untuk membiasakan diri dengan konsumsi sesuai kebutuhan rata-rata. Manusia boleh hidup nyaman dan mapan, tetapi jika ada kelebihan harta maka harus disumbangkan untuk kepentingan masyarakat umum. Islam mencela orang kaya yang bergaya hidup glamor, hedonis, bermewah-mewahan, entah itu dalam cara berpakaian, mengkonsumsi makanan, ataupun berkendara. Islam mencemooh orang yang gemar menimbun harta tanpa dibarengi dengan infak. Sikap demikian bahkan haram di mata Islam.

Allah Swt berfirman dalam al-Quran;

وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ، الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ

"Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir." (QS. 57.23-24)

Orang yang kikir akan memotivasi orang lain untuk bersikap kikir dan enggan berinfak di jalan Allah. Dia sendiri juga enggan menyumbangkan hartanya di jalan Allah. Kekikiran ini bukan hanya berarti keengganan memenuhi kewajiban syariat, tetapi juga keengganan memenuhi kewajiban sosial, yaitu keengganan seseorang membantu memenuhi kebutuhan masyarakat meskipun harta yang dimilikinya jauh melebihi kadar kebutuhannya. Yang lebih celaka lagi adalah keengganan seseorang membantu kebutuhan masyarakat padahal dia bisa kaya adalah karena memanfaatkan fasilitas umum masyarakat. Islam tidak menghendaki sikap-sikap demikian.

Dalam ayat suci al-Quran lainnya disebutkan;

 وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

" Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, siksa yang pedih." (QS. 9.34)

Ayat ini berkenaan bukan hanya dengan emas dan perak, melainkan untuk segala bentuk barang dan harta benda semisal uang dan modal. Orang yang menyimpan harta benda dalam bentuk apapun hanya untuk kenikmatannya sendiri tanpa disertai kepedulian untuk mengatasi kebutuhan masyarakat kepada bantuannnya atau dia enggan menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah maka dia tergolong ke dalam "orang-orang yang menyimpan emas dan perak". Ancaman Allah Swt kepada mereka berupa "siksa yang pedih" menunjukkan bahwa kekikiran adalah satu dosa besar. Tidak mungkin sebuah perbuatan dan sikap akan mendapat azab yang pedih kalau bukan merupakan dosa besar. Azab yang pedih itu bisa jadi menimpa bukan hanya di akhirat, tetapi juga di dunia ini. Hanya saja, azab di dunia biasanya terjadi sebagai akibat alamiah dari perbuatan si kikir sehingga pedihnya juga dirasakan oleh orang-orang lain. Dengan demikian, infak adalah satu kewajiban yang harus ditunaikan. (IRIB Indonesia / Khamenei / SL)

Kepemilikan Swasta Dalam Islam Menurut Perspektif Rahbar (Bagian Kedua, Habis)


Pemanfaatan Sektor Swasta di Bidang Kerja dan Produksi

Sektor swasta harus dimotivasi untuk terjun ke medan kerja dan produksi. Persentase pusat-pusat produksi negara yang dikuasai pemerintah sangat tinggi. Kapasitasnya sudah ditentukan oleh UUD, tapi kenyataannya masih lebih rendah dari yang seharusnya. Salah urus dan kebijakan seringkali menjadi sebab tumpang tindihnya sektor-sektor pemerintah. Karena itu, di luar bidang-bidang yang sudah ditegaskan UUD sebagai milik pemerintah dan harus dikelola oleh pemerintah, sektor swasta harus dilibatkan di gelanggang kerja dan produksi. Namun, swastanisasi di sini bukan berarti bahwa unit-unit pemerintah akan diserahkan kepada swasta dengan mutu, harga, dan kebijakan apapun tanpa mengindahkan masalah penghematan bagi negara. Sebaliknya, makna swastanisasi hanya sebatas bahwa pemilik modal harus dimotivasi sedemikian rupa yang sekiranya dapat terlibat tanpa mengusik kepentingan negara. Proses ini harus dilakukan secara selektif dan penuh pertimbangan apakah pihak-pihak yang akan dilibatkan memang kompeten dan kompetitif dalam berproduksi. Jika sudah dinilai kompeten, maka mereka harus diberi fasilitas. Dengan demikian, pilihan harus didasarkan pada kelayakan, bukan nepotisme. Jika standar kelayakan diperhatikan baik-baik, sektor swasta akan termotivasi untuk menggarap lahan yang tersedia.

Pengendalian Kebebasan Ekonomi

Segala bentuk kebebasan di tengah masyarakat harus dikontrol, diarahkan, dan diawasi oleh pemerintah Islam. Pengendalian sedemikian rupa harus dilakukan supaya kebebasan tidak menjurus kepada kebobrokan dan supaya tidak terjadi kebebasan yang saling melanggar, termasuk dalam kebebasan berekspresi, berpolitik, dan berbudaya. Islam sama sekali tidak membenarkan kebebasan aktivitas ekonomi yang diartikan sebagai kebebasan setiap pihak kuat untuk menentukan produksi, kualitas, kuantitas, waktu, dan lain sebagainya sekehendak hatinya. Dalam perspektif Islam, mengakui kebebasan ekonomi dan kepemilikan swasta tidak menegasikan urgensi pengawasan pemerintah terhadap semua kebebasan tersebut. Pengawasan harus dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Dalam pola konsumsi pun juga harus ada pembatasan agar tidak terjadi pemborosan. Pada batas tertentu, pemborosan merupakan satu dosa pribadi. Mengkonsumsi sesuatu di dalam rumah sendiri secara berlebihan adalah tindakan haram dan dosa pribadi. Namun, jika tindakan haram itu dilakukan hingga ke tingkat yang mengancam tatanan ekonomi masyarakat, menyebabkan eskalasi kemiskinan, menimbulkan monopoli produk yang dibutuhkan dan apalagi produk yang juga diproduksi oleh masyarakat umum, maka ini merupakan tindak kriminal yang harus ditindak tegas oleh pemerintahan Islam.

Pandangan Islam ini tidak hanya dalam konteks internal masyarakat Muslim, melainkan juga dalam konteks global. Dewasa ini negara-negara dunia mengalami kesenjangan dalam mengkonsumsi bahan pangan. Sebagian negara kaya dan maju di dunia mengkonsumsi hampir 70 persen persedian bahan pangan dunia, padahal jumlah mereka hanya sekitar 35-36 persen total penduduk dunia. Orang mengharapkan tatanan ekonomi yang adil berlaku di dunia, lembaga-lembaga internasional menegakkan tatanan adil, badan-badan serta pemerintah negara-negara dunia mengikuti hati nuraninya untuk berusaha mensejahterakan semua manusia, misalnya dengan menghapus larangan penanaman ribuan hektar tanah setiap tahun di AS supaya harga tidak anjlok. Di AS larangan itu diberlakukan padahal di dunia terdapat ribuan balita meninggal dunia perhari akibat kelaparan dan kekurangan gizi, 10 hingga 15 persen penduduk dunia hidup di bawah ancaman kelaparan, dan banyak warga dunia yang hidup dalam kondisi kekurangan bahan pangan. Hati nurani manusia menuntut pencegahan aksi pasar bersama Eropa beberapa tahun lalu yang membuang produk bahan pangannya ke laut hanya demi mencegah terpuruknya harga produk dan mengantisipasi kekacauan harga komoditas di pasar-pasar internasional. Dengan demikian, pemberantasan praktik pemborosan di mata Islam tak ubahnya dengan perang melawan penghamburan harta kekayaan serta perang melawan kesewenang-wenangan dalam sistem perekonomian internasional.

Atas dasar ini, terbukanya kran ekonomi bebas dan kepemilikan swasta dalam Islam tidak lantas membiarkan siapa saja mengkonsumsi barang kebutuhan sehendak hatinya di saat ada orang-orang lain yang kelaparan, kekurangan, dan terkena wabah penyakit. Islam melarang keras tindakan naif tersebut.

Ekonomi Bebas dan Kondisi Politik Masyarakat

Islam tidak memperkenankan kegiatan ekonomi bebas melancangi tatanan dan konstalasi politik masyarakat. Kapitalisme yang mengkristal kuat di negara-negara Barat telah menempatkan para pemilik modal sebagai pemegang tongkat kendali tatanan politik. Sebagian dari mereka resmi menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Di tubuh pemerintahan negara-negara besar semisal AS dan para anteknya terdapat raja-raja kapitalis pemegang saham di perusahaan-perusahaan raksasa migas dan non migas. Ada pula yang tidak menduduki pos pemerintahan, tetapi berperan besar di balik layar pemilu. Mereka memainkan peranan kunci dalam menentukan siapa akan menjadi presiden. Mereka memegang kendali pergantian pemimpin demi pemimpin politik, termasuk di Senat dan DPR sehingga UU selalu berpihak kepada interes mereka. Dunia Barat identik dengan dunia kapitalisme. Kapitalisme, paham yang berorientasikan modal, yang telah mengagungkan kedudukan para pengusaha besar dan orang-orang berduit telah menjadi citra dan ikon dunia Barat. Citra ini tidak dapat diterima oleh ajaran Islam. Islam memerintahkan upaya membendung segala fenomena yang mengarah kepada terbentuknya citra seperti itu.

Pengertian Kapitalisme di Mata Dunia

Kapitalisme ialah paham yang mengukuhkan penggunaan modal yang tersedia dengan cara mengeksploitasi masyarakat. Kapitalisme adalah instrumen eksploitasi. Bagi pemiliknya, modal bukanlah alat yang dapat melahirkan pekerjaan bagi pemiliknya, melainkan lebih merupakan alat bagi pemiliknya untuk mengeksploitasi orang lain. Eksploitasi adalah perbuatan zalim, dan kezaliman hukumnya haram. Dengan demikian, dalam kamus Islam tidak ada sistem yang berorientasikan modal seperti yang kini dianut oleh masyarakat dunia.

Dalam pada itu, dengan asumsi bahwa kepemilikan swasta bisa menjadi sumber kebobrokan, kezaliman, dan diskriminasi, kepemilikan negara juga bisa jadi demikian. Deretan fenomena naif terlihat jelas di negara-negara yang menganut sistem kepemilikan negara, tapi dengan format lain dan mewarnai lapisan-lapisan masyarakat lainnya.

Ekonomi Bebas Dalam Sistem Kapitalisme Barat

Di tingkat klaim dan pada tataran hukum perundang-perundangan maupun konstitusi, sistem yang dianut dunia Barat menyatakan rakyat bebas melakukan aktivitas perekonomian. Tapi pada hakikatnya kebebasan itu ternyata bukan milik semua orang. Semua kekayaan sumber daya alam beserta segala fasilitas yang tersedia untuk mengelolanya bisa diakses, dikelola, dan dimanfaatkan bukan oleh setiap orang. Pihak-pihak yang bisa mengaksesnya hanyalah orang-orang kaya bermodal besar dan orang-orang yang memegang kunci dinamika ekonomi dan bahkan politik dan sosial masyarakat. Merekalah yang sesungguhnya berkuasa atas sumber-sumber kekayaan, dan mereka pula yang menyempitkan ruang gerak masyarakat umum.

Sebab itu, dalam tubuh masyarakat kapitalis, baik yang maju maupun yang masih terbelakang, kebanyakan penduduknya masih menderita kemiskinan persis seperti yang dialami oleh penduduk negara-negara Dunia Ketiga. Di saat mayoritas penduduk tercekik kemiskinan, pengangguran, tunawisma, dan lain sebagainya, ternyata ada segelintir orang yang bebas dan leluasa menggalang dan menjalankan usaha, mengeruk kekayaan, menguasai pertambangan, membangun pabrik demi pabrik, membuka lahan demi lahan, dan seterusnya. Sedangkan yang lain, terutama kaum buruh di pertambangan, pertanian, dan pabrik-pabrik selalu diperlakukan sebagai sapi perahan. Masyarakat lapisan bawah ini hanya memperoleh bagian paling remeh dari harta yang dimiliki oleh segelintir orang tersebut. Masyarakat kecil tidak bisa menikmati peluang usaha, kesempatan berproduksi, fasilitas beraktivitas, dan lahan untuk membangun kesejahteraan hidupnya. Mereka tidak menikmati kebebasan ekonomi dalam arti yang sesungguhnya.

Ekonomi di Negara-Negara Sosialis

Paham sosialisme dan paham-paham sejenisnya yang terinspirasi dari pemikiran Marxisme menerapkan limitasi untuk kepemilikan swasta. Namun, limitasi itu berbeda dengan limitasi yang ada dalam Islam. Paham-paham itu misalnya melarang kepemilikan swasta dijadikan sebagai sarana produksi. Siapapun tidak diperbolehkan memiliki segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sarana produksi, termasuk tanah dan pabrik. Paham Marxisme dan sistem ekonomi sosialis menolak kegiatan transaksi, bisnis, dan jual beli. Para penganut paham-paham ini menganggapnya sebagai tindakan tak etis. Mereka melarang jual beli untuk keuntungan dirinya sendiri atau untuk keuntungan orang yang bermodal, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Dalam paham Marxisme, berbisnis adalah satu bentuk kegiatan spekulasi yang naif dan aib.

Di negara-negara sosialis dan tatanan yang serba berorientasikan negara - dimana pemerintah dipandang sebagai pelaku produksi kekayaan dan pemilik lahan-lahan kerja sedangkan rakyatnya dipandang sebagai ‘pegawai pemerintah'- masyarakatnya tidak mungkin bisa diharapkan bekerja secara efiesen dan kompetitif. Jika terjadi bencana semisal perang, gempa bumi, dan wabah penyakit pegawai pemerintah tidak akan bisa diharapkan berbuat apapun kecuali datang dengan perilaku yang lebih cenderung konsumtif. (IRIB Indonesia / Khamenei / SL)

Perspektif Rahbar: Independensi Ekonomi Dan Perlawanan Terhadap Embargo


Bab Pertama: Independensi Ekonomi

Makna Independensi Ekonomi
Independensi ekonomi ialah kemampuan bangsa dan negara untuk berdiri di atas kaki sendiri dan tidak memerlukan pihak lain dalam menjalankan roda perekonomiannya. Tapi ini tidak lantas berarti bahwa bangsa yang secara ekonomi independen menutup diri dan tidak menjalin transaksi dengan pihak lain. Transaksi bukanlah indikasi kelemahan. Berjual beli, berbisnis, dan bernegosiasi dagang bukan tanda kelemahan suatu negara, tapi dengan catatan; pertama, mampu memenuhi sendiri kebutuhan primernya; kedua, memperhatikan neraca keseimbangan transaksi. Dengan begitu, negara bersangkutan tidak mudah dikesampingkan, dimonopoli, dicundangi, dan didikte. Negara-negara yang secara ekonomi terlihat maju, memiliki kekuatan besar, dan –naifnya- berkarakter imperialis selalu berusaha mendiktekan kehendaknya kepada negara lain yang hendak mereka jadikan sebagai mitra barter, transaksi, dan kerjasama.

Independensi ekonomi suatu negara ialah kemampuannya memenuhi sendiri segala kebutuhan pokoknya. Pabrik-pabriknya beroperasi dengan baik dan para pekerjanya berkeyakinan bahwa kerja keras adalah satu kewajiban insani, religi, dan hati nurani. Pekerja bukan hanya buruh yang ada di pabrik. Di Iran, siapapun yang bekerja demi kepentingan bangsa dan negara adalah pekerja. Penulis, seniman, guru, inovator, dan peneliti juga tergolong pekerja.

Urgensi Independensi Ekonomi
Di atas independensi politik, independensi ekonomi adalah keadaan dimana pemerintah, wakil rakyat, dan para pelaku ekonomi harus selalu konsen pada pemutusan seluruh kebergantungannya kepada pihak lain di bidang moneter dan segala aktivitas perekomian. Independensi ekonomi adalah faktor yang sangat vital bagi negara. Ketika perekonomian suatu negara berurat nadi pada pihak-pihak asing maka ia tak ubahnya dengan seonggok tubuh yang hanya dapat bernafas karena mendapat infus dari pihak lain sehingga ikhtiarnya jatuh ke tangan orang lain.

Negara-negara revolusioner di abad modern umumnya berpihak kepada Blok Timur. Mereka memanfaatkan kekuatan-kekuatan Timur. Cina yang sudah berevolusi, misalnya, hingga 10 tahun atau bahkan lebih terus dipasok bantuan ekonomi, teknologi, dan sumber daya manusia oleh Uni Soviet yang notabene saudara senior Cina karena lebih dulu melancarkan revolusi sosialis. Negara-negara komunis lain juga begitu. Tapi Republik Islam Iran berbeda dengan mereka. Untuk memutuskan akar-akar kebergantungan ekonominya kepada pihak lain, Republik Islam hanya mengandalkan kekuatan kehendak dan potensi bangsa sendiri.

Pendahuluan Independensi Ekonomi
Negara-negara yang baru meraih kemerdekaan, langkah pertama yang harus mereka lakukan ialah menggalang independensi sistem politiknya. Mereka harus membangun pemerintahan yang bebas dari atmosfir kekuatan-kekuatan asing. Lebih jauh lagi, mereka juga harus bergerak untuk mengindependensikan konstruksi perekonomiannya. Independensi ekonomi lebih sulit dan lambat dicapai dibanding independensi politik. Anda melihat sendiri betapa sulitnya memutus akar pengaruh dan dominasi ekonomi kekuatan-kekuatan asing. Supaya negara bisa independen secara ekonomi, diperlukan sumber daya manusia yang tepatguna, sumber-sumber pendapatan yang bagus, fasilitas yang memadai, ilmu pengetahuan, spesialisasi, kerjasama sains dan teknologi internasional, dan seterusnya.

Negara-negara revolusioner dan negara-negara baru merdeka harus bersusah payah dan siap menghadapi berbagai persoalan berat untuk bisa memenuhi semua keperluan ini. Sesuai pertimbangan dan interes masing-masing, negara-negara merdeka harus bisa menggunakan sumber daya dan fasilitas yang dimilikinya untuk memproduksi sendiri segala kebutuhannya. Mereka harus intensif melangkah menuju kemerdekaan ekonomi secara total dengan mengerahkan segenap daya kreasi, manajemen, kekompakan rakyat, dan kecerdasannya dalam mengidentifikasi makar dan propaganda musuh.

Investasi Kebudayaan
Sumber daya manusia adalah segalanya bagi negara. Tanpa sumber daya manusia tidak akan ada kemajuan apapun. Negara- negara yang sudah berevolusi sebelum Iran dan kemudian berprestasi di bidang ekonomi, industri, teknologi, dan lain sebagainya, adalah negara-negara yang pada awal-awal kemenangan revolusinya sangat konsen pada pembinaan sumber daya manusia. Sebagian dari mereka sekarang bahkan bisa mengekspor jasa sumber daya manusianya yang brialian. Artinya, mereka bukan saja sudah mandiri dari segi sumber daya manusia yang demikian, tetapi bahkan sudah kelebihan stok sehingga jasanya bisa diekspor ke negara-negara lain. Karena kaya akan sumber daya manusia itu, taraf perekonomian mereka bagus walaupun tidak memiliki sumber-sumber pendapatan besar seperti minyak.

Jika sekarang anggaran riyal dan devisa kita diarahkan ke sektor budaya maka dalam jangka waktu tidak terlalu lama akan menghasilkan manfaat yang besar bagi negara, walapun bisa jadi dalam jangka relatif pendek anggaran ini tidak akan relefan dengan aktivitas dan perputaran roda perekomonian negara. Jika dipikirkan baik-baik, maka ini jelas juga akan sangat berguna bagi negara. Dengan kata lain, negara tidak akan rugi jika anggaran dan fasilitas yang ada ini lebih banyak kita arahkan ke sektor budaya, terutama budaya pendidikan. Sebab, alokasi ini juga akan menghasilkan aset besar bagi masa depan negara.

Syarat-Syarat Independensi Ekonomi
Pertama, setiap orang harus bisa bekerja dan menunaikan segala tugasnya dengan baik. Dalam hadits disebutkan;

رَحِمَ اللهُ اِمْرَءَ عَمِلَ عَمَلَ فَاَتْقَنَهُ

"Allah merahmati orang yang mengerjakan suatu pekerjaan lalu mengaturnya dengan baik."

Semua tugas dan pekerjaan harus ditunaikan dengan baik, utuh, dan tidak setengah-setengah. Ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi supaya independensi ekonomi bisa dicapai. Kedua, dinamika kreativitas dan inovasi harus ada di lingkungan kerja dan di sektor-sektor usaha perekonomian negara. Alangkah baiknya jika pabrik-pabrik milik pemerintah maupun swasta menyisihkan sebagian pendapatannya untuk mengadakan penelitian guna meningkatkan optimalitas kerja dan kualitas produk. Mengapa negara-negara berkembang mesti berdiam diri menantikan penelitian yang dilakukan di negara lain di Eropa atau kawasan lainnya untuk kemudian belajar dari mereka?! Dengan demikian, riset, inovasi, dan upaya memajukan industri serta memperbaiki kualitas maupun kuantitas produk harus dilakukan.

Ketiga, lembaga-lembaga sains negara harus membantu perekonomian negara. Kalangan akademis harus andil dan bekerja untuk negara. Pemerintah juga harus memanfaatkan keberadaan para intelek dan ilmuwan yang ada di universitas. Tak perlu beranggapan bahwa apa yang dikatakan peneliti atau pemikir Eropa selalu benar. Bisa jadi apa yang mereka katakan sekarang akan dibantah oleh pemikir lainnya 20, 10, atau 5 tahun lagi. Mengapa semua yang dikatakan Barat harus diterima mentah-mentah?! Anda sendirilah yang harus mencari kebenaran. Para ekonom setiap negara harus dapat mengungkap sendiri apa yang sesuai dengan kondisi negaranya, ideologinya, dan persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapinya.

Hegemoni Perekonomian
Negara yang secara ekonomi dihegemoni oleh kekuatan lain tidak akan bisa menentukan strategi perekonomian yang tepat. Mungkin sepintas lalu negara itu terlihat bergairah, tapi fondasi perekonomiannya keropos. Yakni, jika ada satu saja kran ekonomi yang diblokir atau ada satu bagian yang diusik, maka seluruh bangunan ekonominya akan runtuh. Buktinya, hanya dalam tempo dua atau tiga bulan saja seorang pemodal bisa memurukkan kondisi perekonomian sejumlah negara Asia Tenggara yang tiga diantaranya tercatat sebagai negara yang relatif bagus dan bergairah dari segi perekonomian. Pemimpin salah satu negara Asia Tenggara tersebut saat itu sempat berkunjung ke Tehran. Ketika bertatap muda dengan saya dia mengatakan, "Secara singkat saya katakan bahwa hanya dalam sekejap malam kami tiba-tiba jatuh miskin!"

Seorang spekulan Yahudi AS telah merajut boneka dari benang di sana sehingga ketika satu helai benang saja ditarik maka habislah boneka itu. Kalau sudah maunya, para kapitalis AS menyuntikkan dana 50 atau 60 milyar di sana. Tapi kalau sudah tidak mau, mereka menarik dana itu dan bangkrutlah negara di sana. Menyuntikkan dana lagi tentu berarti bahwa mereke mebuat boneka benang baru yang berbeda dengan boneka rajutan sebelumnya. Alhasil, mereka tidak akan membiarkan ekonomi negara-negara itu solid dan kokoh.

Peran Ekonomi Yang Solid Bagi Independensi Politik dan Budaya
Revolusi Islam telah mempersembahkan independensi politik bagi bangsa Iran. Revolusi telah memberikan keberanian kepada bangsa Iran untuk resisten terhadap ketidakadilan kuasa dunia. Namun, jika bangsa ini bertekad untuk tetap mempertahankan independensi politik dan budayanya, maka fondasi perekonomian harus diperkuat, sebab independensi negara juga mengakar pada faktor ini. Penguatan fondasi ekonomi bergantung pada produksi, usaha, gairah kerja, dan inovasi di semua bagian; dari pusat penelitian dan laboratorium, lingkungan pabrik, hingga ke lingkungan pertanian. Jika ini terpenuhi maka setajam apapun taring musuh-musuh Iran tidak akan bisa mencabik independensi bangsa Iran. Mereka pada akhirnya akan menyingkir.

Bab Kedua: Sanksi dan Blokade Ekonomi

Maju di Tengah Blokade
Semua kemajuan yang dicapai revolusi Islam terjadi justru di saat musuh-musuh Iran, yaitu AS dan para sekutunya di berbagai persoalan -termasuk politik dan ekonomi-, tak henti-hentinya mengintimidasi Iran. Tak bosan-bosannya mereka mengatakan kepada kita, "Kalian akan dikenai blokade ekonomi!", "Kalian akan mati kelaparan!", "Jalur pembangunan Iran akan buntu!" dan berbagai ancaman lainnya. Tapi, alhamdulillah, semua kemajuan yang telah kita capai selama ini terjadi justru di saat kita terkepung intimidasi, aksi makar, dan berbagai macam tekanan lain dari mereka.

Dampak Positif Embargo Pada Kemajuan Ekonomi
Dalam kurun waktu sejak era perang sampai dengan masa sekarang, pemerintahan Republik Islam telah mengalami dinamika kemajuan yang sangat drastis. Mereka mengintimidasi Iran dengan sanksi dan blokade ekonomi. Namun, selama dijatuhi embargo, Iran malah banyak meraih kemampuan. Embargo telah memicu geliat tenaga-tenaga mukmin, tulus, dan potensial di negara ini. Di tengah badai embargo, para pemuda Iran malah berhasil mendesain dan membuat berbagai jenis senjata mutakhir yang tidak dimiliki oleh negara manapun kecuali AS dan sejumlah negara yang dipasok oleh AS. Dalam situasi apa para pemuda Iran berhasil membuat rudal anti tank jenis "Tav"? Musuh menutup semua jalurnya bagi Iran, tapi anak-anak bangsa kita justru membuat sendiri. Masalah nuklir Iran menjadi isu yang paling spektakuler karena dunia memang peka terhadap isu nuklir. Padahal, di luar persoalan nuklir terdapat sederet aktivitas Iran lainnya di berbagai bidang yang tak kalah pentingnya dengan aktivitas nuklir. Hanya saja, aktivitas lain itu memang tidak dapat dikaitkan dengan isu militer dan pertahanan.

Semua prestasi ini tercapai di tengah blokade ekonomi dan tekanan politik, yaitu kondisi di mana sebagian negara yang menjalin hubungan ekonomi dengan Iranpun bahkan ikut-ikutan menekan Iran. Semua ini membuktikan betapa besarnya potensi dan kapasitas yang dimiliki oleh bangsa Iran. Jadi, ketika pintu di banyak tempat tertutup bagi Iran maka ini justru mesti diapresiasi, sebab jika pintu-pintu itu terbuka lebar kita justru akan menggampangkan segalanya sehingga kita akan cenderung mandeg. Harus ada motivasi kuat agar manusia dapat bekerja keras, selalu berinovasi, bergerak maju di bidang keilmuan, dan lancar dalam mengerjakan apapun.

Lebih dari itu, uang dan imperialisme mengatur segala sesuatu di dunia. Barat menggunakan iptek sebagai sarana untuk menghegemoni dunia. Merekapun memiliki motivasi. Karena itu, negara-negara yang terbelakang dari segi iptek juga harus memelihara motivasi untuk bisa melangkah maju. Nah, salah satu faktor yang membangkitkan motivasi ini ialah tertutupnya pintu-pintu yang ada.

Penolakan Terhadap Kemajuan Iran
Kubu kapitalis dan imperialis mengerahkan segenap kekuatan politik, dana, ekonomi, dan propagandanya untuk menekan Iran dengan harapan bangsa Iran bersedia mundur dan bertekuk lutut kepada mereka. Mereka menginginkan demikian bukan hanya berkenaan dengan hak bangsa Iran di bidang nuklir, melainkan juga hak bangsa ini untuk hidup terhormat, merdeka, berdaulat sepenuhnya, dan maju di bidang sains. Namun demikian, bangsa Iran sudah terlanjur berkecimpung dalam dinamika sains dan teknologi serta bertekad untuk menebus dua abad kemandegannya akibat kejumudan orde-orde thagut dahulu. Para imperialis panik menyaksikan fenomena ini. Mereka alergi saat melihat bangsa Iran yang hidup di kawasan vital dunia sambil mengibarkan bendera Islam ini berhasil mencetak banyak prestesi. Karena itu mereka lantas melancarkan tekanan. Tapi bangsa Iran tetap solid. (IRIB Indonesia / Khamenei / SL)

Partisipasi Rakyat dan Keabadian Revolusi Islam


Anthony Parsons, duta besar terakhir Inggris di era rezim monarki Pahlevi Iran pernah menulis, "Rezim Pahlevi berpijak pada dua pondasi kekuasaan, militer dan Savak (dinas intelejen)". Pengakuan wakil negara pendukung utama rezim Pahlevi itu dengan baik menunjukkan bahwa rakyat tidak memiliki tempat di era monarki Iran. Sebab, pemerintahannya tidak berpijak pada kekuasaan rakyat. Namun mengalirnya Revolusi Islam di Iran telah mengubah kondisi, rakyat berdaulat dan rezim monarki despotik tumbang.

Belum genap dua bulan pasca kemenangan Revolusi Islam, partisipasi rakyat kembali menunjukkan kekuatannya di Iran. Sebanyak 98 persen rakyat Iran memilih Republik Islam dalam referendum yang digelar secara demokratis. Gerakan rakyat ini merupakan yang pertama kali dan terbesar dalam sejarah Iran. Fakta itu menunjukkan bahwa rakyat Iran memainkan peran penentu sejak pertama kemenangan Revolusi Islam hingga kini.

Salah satu faktor yang membedakan antara Revolusi Islam Iran dengan revolusi-revolusi besar lainnya adalah peran aktif semua lapisan masyarakat. Jika menengok revolusi besar dunia sebelum tahun 1979, kita menyaksikan bahwa kemenangan revolusi hanya didukung sekelompok lapisan masyarakat dan kelas tertentu, seperti kaum buruh maupun borjuis di Prancis. Sementara di Iran, revolusi didukung oleh semua lapisan masyarakat, kecuali segelintir antek-antek rezim Shah. Revolusi Islam Iran didukung penuh mahasiswa, petani, buruh, pedagang, pegawai negeri, pelajar dan berbagai lapisan masyarakat lainnya di seluruh negeri. 

Terwujudnya persatuan nasional di Iran yang kokoh berpijak dari spirit kebangsaan dan keagamaan mereka. Selama bertahun tahun bangsa Iran merasakan sebuah perasaan kolektif tentang ketertindasan, penjajahan, tidak adanya kebebasan dan diskriminasi serta ketergantungan terhadap pihak asing di bawah rezim monarki.

Dukungan penuh Imam Khomeini terhadap perjuangan rakyat Iran dan pembelaan dan penghormatan rakyat terhadap Imam Khomeini membuahkan kemenangan revolusi berbasis agama itu. Imam Khomeini sendiri memandang revolusi berasal dari rakyat dan milik rakyat. Sebelum dan sesudah meletusnya revolusi Islam, Imam Khomeini senantiasa menegaskan peran besar rakyat dalam revolusi. Saking pentingnya posisi rakyat, Imam Khomeini menyebut pejabat dan pegawai negeri harus berkhidmat kepada rakyat.

Pada tahun 1981, Revolusi Islam Iran yang masih seumur jagung mendapat ancaman dari luar negeri. Ketika itu, rezim Baath Irak yang dipimpin Saddam Hossein melancarkan serangan militer yang dibalas dengan perlawanan rakyat. Akhirnya, meletuslah perang pertahanan suci yang berlangsung selama delapan tahun. Namun perlawanan rakyat Iran berhasil mematahkan invasi rezim Saddam yang didukung penuh kekuatan adidaya dunia. Terkait hal ini, Imam Khomeini mengatakan bahwa rakyat Iran berjuang dengan segenap jiwa mereka demi mempertahankan revolusi Islam. Salah satu contohnya adalah partisipasi aktif para pemuda dalam perang pertahanan suci membela negara dari serangan musuh selama delapan tahun.

Invasi militer rezim Saddam Irak terhadap Iran dijalankan atas skenario besar AS untuk menumbangkan Revolusi Islam Iran yang baru berdiri. Revolusi Islam inilah yang menyebabkan AS terpaksa meninggalkan Iran dan tidak bisa lagi mengeksploitasi kekayaan alam negara itu, sebagaimana yang telah dilakukannya selama era pemerintahan Pahlevi. 

Faktor ekonomi politik tersebut menyebabkan AS mendalangi serangan Saddam terhadap Iran. Selain memberikan dukungan politik dan finansial, negara-negara Barat itu juga membantu Saddam dalam memproduksi senjata pembunuh massal yang digunakan dalam menyerang Iran. Menurut data, selama era perang itu, AS dan negara-negara Barat lain, serta negara-negara Arab, telah menggelontorkan bantuan sebesar $120 milyar kepada Saddam. Periode perang delapan tahun Irak-Iran adalah era keemasan hubungan antara Saddam dan AS. Donald Rumsfeld pada tahun 1983 datang ke Irak untuk berjumpa dengan Saddam dan menjanjikan bantuan keuangan.

Robert Fisk wartawan terkemuka dari AS menulis, "Pada zaman ketika Irak membeli gas kimia dari AS, saya dengan mata kepala sendiri melihat bahwa Rumsfeld bersalaman dengan Saddam .Selama perang delapan tahun Iran-Irak itu, bangsa Iran telah kehilangan nyawa puluhan ribu warganya, mengalami kerugian materiil ratusan milyar dollar, dan mengalami ketertinggalan pembangunan selama bertahun-tahun."

Selama perang, Saddam juga menggunakan senjata dan bom kimia yang menyebabkan kematian puluhan ribu orang. Hingga hari ini, terdapat sekitar 45.000 orang Iran yang masih hidup dengan menanggung berbagai penyakit akibat terkontaminasi senjata kimia. Setiap tahunnya, pemerintah Iran mengeluarkan dana sebesar 37 juta dollar AS untuk merawat para korban senjata kimia itu. Namun tiap tahun pula banyak di antara mereka yang akhirnya gugur syahid. Berkat perlindungan Tuhan dan kegigihan bangsa Iran dalam membela tanah air mereka, usaha Saddam dan negara-negara Barat untuk menganeksasi Iran akhirnya menemui kegagalan.

Permusuhan AS terhadap Iran pasca perang pertahanan suci yang berlangsung selama delapan tahun lamanya terus berlangsung hingga kini. Washington menjatuhkan berbagai sanksi terhadap Iran supaya rakyat dan pemerintah Iran bertekuk lutut dan menyerah mengamini kepentingan Gedung Putih.Tapi alih-alih menyerah, gelombang tekanan sanksi itu justru menjadi tantangan bagi Iran untuk berkembang dan maju dengan caranya sendiri. Di tengah derasnya sanksi, Iran terus membangun. Negara Islam ini berhasil meraih kemajuan di berbagai bidang. Misalnya di bidang radio farmasi, teknologi nano dan teknologi nuklir, Iran menempati posisi penting di dunia.


Sejak awal kemenangan Revolusi Islam hingga kini digelar berbagai pemilu nasional yang selalu mendapat dukungan dan perhatian rakyat. Di Iran, presiden, anggota parlemen, anggota dewan ahli kepemimpinan dan dewan perwakilan rakyat daerah dipilih oleh rakyat. Hingga kini, setelah 34 tahun berlalu, publik dunia terus menyaksikan partisipasi rakyat Iran dalam pemilu yang berlangsung secara demokratis tersebut.

Data statistik menunjukkan bahwa partisipasi rakyat dalam setiap pemilu yang digelar di Iran lebih tinggi dari rata-rata negara-negara Barat yang seringkali mengklaim sebagai negara paling demokratis.Pemimpin Revolusi Islam Iran menilai pemilu sebagai investasi besar nasional yang keuntungannya kembali kepada rakyat. Ayatullah Khamenei memandang Kemenangan revolusi Islam Iran tahun 1979 menjadi pendahuluan bagi kebebasan rakyat dan peran serta mereka dalam menentukan masa depan negara. Rahbar menilai hak memilih bagi rakyat dalam negara Republik Islam Iran sangat penting dan prinsip. Menurut Ayatullah Khamenei pemilu  merupakan manifestasi persatuan, rasionalitas dan kebangsaan.

Kini, setelah berlalu lebih dari tiga dekade dari kemenangan Revolusi Islam, musuh terus-menerus melancarkan serangan untuk melumpuhkan Republik Islam. Tapi alih-alih tumbang dan menyerah, Revolusi Islam semakin berkibar dengan dukungan partisipasi rakyatnya.(IRIB Indonesia/PH) 


Revolusi Islam; Mengukuhkan Institusi Keluarga dalam Bentuk Gaya Hidup Islami


Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, terjadi perubahan signifikan dalam setiap bidang kehidupan masyarakat. Satu dari perubahan penting ini adalah gaya hidup masyarakat, khususnya dalam membentuk keluarga dan pengukuhan pondasinya. Pasca revolusi dan dalam pidato-pidato yang disampaikan Imam Khomeini ra dan Imam Khamenei, posisi dan pentingnya gaya hidup Islam dan keluarga berkali-kali mendapat penekanan dan perhatian penting. Sekaitan dengan masalah ini, di Iran telah dibentuk sejumlah lembaga untuk memperkuat dan mengukuhkan pondasi keluarga.

Patut untuk disebutkan bahwa Islam sebagai ideologi ilahi punya perhatian penting bagi terwujudnya institusi keluarga yang kuat, sehingga lembaga suci ini menjadi pusat kehangatan, cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, Islam melihat kebahagiaan dan kerusakan masyarakat manusia bergantung pada kebaikan dan keburukan keluarga. Islam juga melihat tujuan pembentukan keluarga adalah menjamin kebutuhan materi, spiritual dan emosional manusia, termasuk meraih ketenangan. Demi melindungi dan memperkuat lembaga suci bernama keluarga, harus disusun program dan kebijakan di segala tingkat kehidupan yang diambil dari cara pandang agama demi kemaslahatan keluarga.

Dalam Islam, semuanya berawal dari keluarga. Al-Quran menyebut Ahli Bait Nabi Saw sebagai satu keluarga. Kemudian Allah menjauhkan segala bentuk kekotoran dan keburukan dari keluarga Nabi Saw ini. Artinya, titik awal dan peningkatan berada pada keluarga. Di sini, keluarga dimulai dari suami dan istri. Dengan adanya anak-anak, hubungan keluarga menjadi lebih kuat dan akhirnya membentuk pondasi masyarakat.

Satu dari mekanisme perlindungan dan pengukuhan keluarga adalah memperhatikan gaya hidup islami, dimana hal ini telah ditekankan secara khusus pasca revolusi. Menurut para ahli sosiolog, gaya hidup muncul dari sejumlah faktor yang saling berhubungan dan berkelindan erat yang mempengaruhi cara hidup manusia. Gaya hidup sebagai satu istilah ilmu sosial berhubungan erat dengan sekumpulan pengertian seperti budaya, masyarakat, cara pandang, norma, etika, ideologi, tradisi, modernitas, identitas individu dan sosial, warisan, ekosistem, produksi, konsumsi, kelas sosial dan lain-lain.

Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam menjelaskan pengertian gaya dan budaya hidup menyinggung masalah seperti keluarga, pernikahan, bentuk rumah, pakaian, pola konsumsi, rekreasi, kerja, perilaku pribadi dan sosial dalam pelbagai lingkungan hidup. Beliau percaya bahwa gaya hidup kembali pada segala masalah yang membentuk kehidupan manusia.

Islam di bidang individu dan sosial memiliki program dan pandangan yang rasional seperti pendidikan dari buaian hingga liang lahad, mencela sikap malas dan menekankan kerja, memperhatikan kebersihan individu dan lain-lain. Islam memerintahkan umatnya untuk menyambung silaturahmi, menghormati orang tua dan tetangga, mengunjungi orang sakit dan lain-lain. Semua ini punya posisi penting dalam gaya hidup seorang muslim.

Saat ini, gaya hidup Islam sebagai teladan dalam menghadapi gaya hidup Barat yang dipaksakan kepada umat Islam. Masyarakat Iran pasca kemenangan revolusi sebagai masyarakat agamis memilih hidup berdasarkan ajaran Islam. Karena gaya hidup Islam diambil dari prinsip dan hukum-hukum agama Islam. Dengan demikian, dalam bimbingan yang diberikan oleh Rahbar, seluruh parameter gaya hidup islami, baik identitas, nilai, sistem pendidikan, bahasa, sastra, seni, keluarga, hubungan sosial, beragama secara pribadi dan sosial, sistem ekonomi pribadi dan keluarga, pola makan, media, teknologi, cara pandang terhadap alam, sistem politik, sosial dan lain-lainnya memiliki hubungan erat dengan Islam.

Untungnya pasca kemenangan Revolusi Islam Iran pengukuhan keluarga dalam gaya hidup yang sehat dan islami telah diratifikasi dalam undang-undang. Arah gaya hidup warga Iran memiliki arah islami. Sekaitan dengan hal ini, pengukuhan lembaga suci bernama keluarga ini dimulai dengan mempermudah pernikahan dan menguatkan hubungan kekeluargaan berdasarkan hak dan etika Islam. Selain itu, dengan memanfaatkan al-Quran, Sunnah, UUD, dan undang-undang lain yang ada di Republik Islam Iran serta bimbingan Imam Khomeini ra dan Imam Khamenei tentang keluarga menjadi sumber bagi penyusunan kebijakan soal pembentukan, pengukuhan dan peningkatan keluarga.

Sebagai contoh, pasca kemenangan revolusi, kita menyaksikan pernikahan mahasiswa dilakukan secara massal dan dilaksanakan secara sederhana. Dengan kata lain, kita memiliki sekelompok mahasiswa yang mengadakan resepsi pernikahannya secara bersama-sama dalam atmosfir spiritual dan sederhana. Mereka memulai kehidupan rumah tangganya dengan cara yang semacam ini. Selain itu, pemilihan tempat yang diberkahi seperti masjid dan huseiniah merupakan gaya baru yang dipilih oleh para pemuda untuk memulai kehidupan rumah tangganya. Sejatinya, mereka memilih untuk memulai kehidupan rumah tangganya jauh dari gemerlap duniawi dengan biaya yang mahal dan lebih percaya kesederhanaan dan nilai-nilai spiritualitas adalah yang terbaik untuk memulai kehidupan bersama. Hal ini dengan sendirinya menunjukkan telah terjadi perubahan gaya hidup para pemuda Iran pasca kemenangan Revolusi Islam.

Masalah pernikahan dan peran seorang istri dalam gaya hidup islam termasuk tema yang diperhatikan dalam penyusunan undang-undang. Sekaitan dengan hal ini, suami dan istri berkewajiban memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing untuk menjaga pondasi rumah tangga. Sebagai contoh, suami sebagai kepala rumah tangga harus berusaha menyejahterakan istri dan anak-anak. Pada saat yang sama, istri sebagai inti dari keluarga harus menciptakan kehangatan dan energi kepada kehidupan keluarga. Ketika mengkaji ayat-ayat al-Quran dan riwayat Nabi dan Ahli Bait as, kita baru memahami betapa istri memiliki posisi khusus dan cemerlang dalam keluarga. Dalam Islam, kehidupan keluarga Sayidah Fathimah az-Zahra as merupakan parameter terbaik bagi gaya hidup islami seorang istri.

Selain itu, Republik Islam Iran juga memandang penting pandangan Islam terkait pentingnya posisi, derajat dan kinerja keluarga yang seimbang dan ideal. Sekaitan dengan masalah ini, peningkatan keamanan dan jaminan atas kebutuhan material, spiritual dan perlindungan kepada anggota keluarga, memperbaiki kesehatan fisik, jiwa dan sosial istri dalam setiap tahapan kehidupan serta penguatan pribadi dan posisi suami dan istri sebagai ayah dan ibu. Karena semua ini termasuk faktor yang memperkuat pondasi rumah tangga.

Di sisi lain, dukungan untuk membentuk dan memperkukuh lembaga keluarga dan mencegah munculnya keretakannya, meningkatkan kesadaran budaya anggota keluarga demi memainkan peran penting dalam menciptakan budaya dan perbaikan masyarakat. Ini semua termasuk program yang diperhatikan serius oleh Republik Islam Iran demi melindungi keluarga. Perluasan dan pendalaman budaya Islam dalam keluarga demi mendidik generasi yang sehat, beriman dan bertanggung jawab merupakan tujuan lain dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait gaya hidup islami.

Dewan Tinggi Revolusi Budaya telah mengambil langkah penting untuk memperkukuh lembaga keluarga dengan meratifikasi "dokumen pembentukan, penguatan dan keamanan keluarga". Dokumen ini memiliki 4 strategi makro yang sebagiannya seperti kemudahan dalam membentuk keluarga dengan pernikahan yang sadar, sederhana, berkelanjutan dengan bersandarkan pada ajaran Islam. Penguatan pondasi keluarga dengan mendefinisikan pelbagai peran yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dan menghadapi masalah dengan benar. Semua ini adalah kebijakan yang telah diratifikasi dan menunjukkan bahwa Revolusi Islam Iran berusaha menciptakan masyarakat yang sehat yang dimulai dari keluarga. Dan kehidupan keluarga yang sehat berlandaskan gaya hidup islami. (IRIB Indonesia)

Peran Vital Rahbar di Republik Islam Iran


Bulan Bahman mengingatkan semangat besar rakyat Iran di bawah pimpinan Rahbar yang cerdik dan berpengalaman berhasil membuka lembaran politik serta budaya baru di negara mereka. Bangsa Iran pun kembali memperbarui peran bersenjarah  dalam memperjuangkan budaya dan peradaban Islam. Pengalaman yang tak pernah dapat dilupakan ketika rakyat Iran dengan dipimpin oleh Imam Khomeini berhasil menggulingkan rezim despotik Shah Pahlevi dan menorehkan sejarah agung dengan kemenangan Revolusi Islam.

12 Bahman 1357 bertepatan dengan 1 Februari 1979, Iran menyaksikan transformasi besar dan paling bersejarah yang dikobarkan seorang pria dan harus merasakan penderitaan selama 14 tahun hidup di pengasingan. Kedatangan pemimpin yang diasingkan ini disambut oleh jutaan rakyat Iran yang berkumpul mulai dari bandara udara Mehrabad hingga komplek pemakaman Behest-e Zahra di Tehran. Sambutan luar biasa rakyat menunjukkan kecintaan besar mereka kepada pemimpin ini yang telah membawa oleh-oleh keagungan dan kehormatan bagi mereka.

Kegembiraan terpancar dari setiap wajah dan mata rakyat yang tengah menyambut kedatangan Imam Khomeini. Di setiap tangan mereka terlihat untaian bunga tanda kegembiraan mereka menyambut sang pemimpin. Tehran hari itu menyaksikan acara penyambutan paling bersejarah. Oleh karena itu, sambutan luar biasa ini tercatat dalam sejarah sebagai pawai paling akbar.

Kedatangan Imam Khomeini ke Iran dan sambutan jutaan warga terhadap beliau terjadi di saat rezim Shah Pahlevi masih eksis sekali lagi menunjukkan betapa besar pengaruh spiritual Imam di hati setiap rakyat. Kecintaan besar ini sangat berpengaruh dalam menentukan nasib Iran di kemudian hari.

Meski di setiap revolusi peran pemimpin sangat menentukan di pergerakan tersebut, namun pengaruh figur pemimpin di setiap revolusi cukup beragam. Mengkaji peran Imam Khomeini di Revolusi Islam Iran menunjukkan keistimewaan beliau. Imam Khomeini untuk pertama kalinya menjadikan Hauzah Ilmiah sebagai basis perjuangannya. Melalui kuliah dan pidatonya selama di Hauzah Ilmiah, Imam Khomeini aktif menyebarkan peran Islam dalam mengelola masyarakat. Strategi beliau ini menjadi persiapan bagi tersebarnya pembahasan ini di tengah rakyat Iran.

Daya tarik pidato dan ide-ide Imam Khomeini baik yang disebar melalui kaset dan selebaran di dalam negeri melalui masjid, huseiniyah atau sejenisnya menjadi tali ikatan batin yang kokoh antara rakyat dan beliau. Strategi Imam ini sangat istimewa dan memiliki dampak sangat luas. Setelah 14 tahun strategi ini mulai memperlihatkan hasilnya dan rakyat Iran di tahun 1356 H.S.(1978), pertama-tama di sejumlah kota besar dan selanjutnya di seluruh kota menggelar aksi demo anti pemerintah. Dalam aksinya mereka membawa poster Imam Khomeini dan spanduk yang berisi wejangan beliau. Dalam aksinya warga memprotes aksi korupsi dan secara praktis mereka menyambut seruan Imam Khomeini.

Seorang pemimpin memainkan peran penting mengorganisir dan memprogram dalam menebarkan tujuan serta cita-cita ke tengah masyarakat. Peran besar Rahbar Iran dalam menggulingkan rezim Shah Pahlevi dan menggantikannya dengan sistem sosial baru berdasarkan demokrasi agama serta menghidupkan kembali nilai-nilai Islam tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun. Dan menurut pengakuan seluruh pengamat, peran rahbar dalam hal ini sangat sensitif.

Revolusi Islam Iran meletus dengan dipimpin oleh Imam Khomeini. Revolusi rakyat Iran ini dapat juga disebut sebagai revolusi sejati, karena seluruh anasir dan persyaratan sebuah revolusi tercakup dalam Revolusi Islam Iran. Oleh karena itu, dalam menganalisa kepribadian Imam Khomeini sebagai pemimpin Revolusi Islam Iran dalam memimpin kebangkitan rakyat dan menuju kemenangan revolusi dapat dikatakan bahwa beliau adalah sosok mumpuni dalam memanajemen pergerakan, berani, cerdik, memiliki wawasan luas terkait kondisi di zamannya baik isu internal maupun internasional. Selain itu, beliau juga memimpin revolusi ini dengan metode baru dan penuh inovasi.

Imam Khomeini juga tercatat sebagai sosok pencipta sejarah dan fenomena luar biasa dalam sejarah revolusi dunia. Professor Dr. Udo Steinbach, ketua lembaga riset Islam Jerman saat berbicara mengenai sosok Imam Khomeini mengatakan, "Imam Khomeini pribadi paling luas wawasan politiknya di antara pemimpin spiritual dunia. Beliau juga pemimpin yang menarik dan penuh kharisma dan seluruh prinsip-prinsip yang melandasi berdirinya Republik Islam Iran berakar dari ideologi beliau."

Shahid Mutahhari, cendekiawan besar Iran di bukunya yang mengulas revolusi Islam terkait pribadi Imam Khomeini menulis, "Saya menyaksikan tiga poin di pribadi Imam yang membantu peningkatan keimanan saya. Pertama, iman kepada tujuan, artinya meski seluruh dunia bersatu, beliau tidak akan mundur dari tujuannya. Kedua percaya kepada rakyat, artinya beliau percaya penuh dengan semangat rakyat dan lebih penting lagi adalah iman dan tawakal beliau kepada Allah Swt." Oleh karena itu, Imam Khomeini sebagai arsitek kebangkitan Islam dan pendiri Republik Islam mampu memainkan perannya sebagai pemimpin dengan bentuk terbaik di sejarah Iran bahkan dunia.

Beberapa abad lalu sejumlah reformis seperti Sayid Jamaluddin Asadabadi, Sayid Qutub, Hasan al-Bana dan lain-lainnya berusaha menyadarkan umat Islam dari mimpi mereka. Namun tak dapat dipungkiri peran vital Imam Khomeini dalam membangkitkan kesadaran umat Muslim dunia. Artinya Imam Khomeini adalah instruktur gerakan besar kebangkitan Islam dunia.

Professor Hamid Maulana, guru besar hubungan internasional mengisyaratkan berbagai faktor ini dan mengatakan, "Di dunia Barat dalam beberapa abad terakhir dan di dunia Islam, pasca era keemasan Islam, belum ada sosok seperti Imam Khomeini di mana kebangkitan, ideologi, kinerja serta arahannya berdampak luas di tingkat dunia. Imam Khomeini dengan kekhususan yang dimilikinya merupakan mentari yang bersinar terang. Beliau tidak pernah takut dengan kekuatan dunia manapun. Dengan kehidupan sederhana, takwa dan akhlak mulianya beliau telah mengubah pemahaman kekuasaan di tingkat dunia. Selama hidupnya beliau tidak melirik kemegahan dzahir dan materi. Legalitas dan akseptabilitas beliau pun mendunia."

Rahbar dan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran saat ini, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei yang juga mengikuti jejak Imam Khomeini senantiasa mengingatkan kekuatan dan keagungan Imam. Saat berbicara mengenai kepemimpinan Imam Khomeini, Rahbar berkata, "Beliau adalah teladan sempurna bagi seorang muslim dan contoh nyata seorang pemimpin Islam. Beliau telah memberi keagungan kepada Islam dan mengibarkan bendera al-Quran di dunia. Di zaman ketika tangan-tangan kekuatan besar politik dunia berusaha mengucilkan agama, spiritualitas dan nilai-nilai moral, Imam Khomeini membentuk pemerintahan yang bertumpu pada agama, spiritualitas dan nilai-nilai moral serta mendirikan pemerintahan Islam. Imam Khomeini selama sepuluh tahun memimpin dan mengawal Republik Islam di tengah badai hebat dan fenomena menentukan serta berhasil membawanya ke posisi aman. Sepuluh tahun kepemimpinan Imam Khomeini bagi rakyat dan pejabat Iran merupakan peninggalan yang tak dapat dilupakan dan aset besar."

Kini setelah menyaksikan sejarah 34 tahun kemenangan Revolusi Islam Iran, kita menyadari bahwa Revolusi Islam Iran merupakan keharusan sejarah tak mungkin terelakkan  serta simbol tuntutan hak dan kebenaran di era modern. Di saat manusia tenggelam dalam dunia materialis, rakyat yang tak mengenal rasa takut dan pencari kebenaran dengan dipimpin sosok agung bangkit menolong agama Tuhan serta menyalakan kembali mentari kebenaran di dunia.

Revolusi Islam Iran telah membuktikan kemampuan dan efektifitas agama serta memberikan pengalaman nyata dan praktis dalam memanej kehidupan kepada manusia dengan dasar keadilan serta spiritualitas. Ismail Kielbasa, profesor Spanyol mengatakan, "Kini agama telah hidup kembali, keindahan spiritual di kehidupan sehari-hari menjadi perhatian manusia dan dunia mulai melirik agama untuk menyelamatkan dan memperindah hubungan sosial. Kesemuanya ini dimulai dengan seruan Imam Khomeini dan Revolusi Agama."(IRIB Indonesia)




0 comments to "Ekonomi Islam versi Ahlulbait Nabi Muhammad Saww"

Leave a comment