"Ketika seorang anak dianiaya dan dizalimi Pertama yang ia akan lakukan adalah mengadu kepada ayah dan ibunya. Tapi ayah dan ibuku sudah menjualku untuk dibunuh. Mereka memilih hadiah dari Raja daripada aku, anak mereka. Jadi, aku tak bisa mengadu kepada mereka. Tempat pengaduan Kedua adalah hakim. Tapi apa yang hendak kukatakan ketika hakim sudah mengeluarkan fatwa menghalalkan darahku untuk kesembuhan Raja dan ia tak lagi memikirkan mana korban kezaliman dan mana yang zalim. Satu-satunya yang bisa dilakukan Pengaduan Ketiga adalah mengadu kepada Raja. Tapi bagaimana denganku? Semua kezaliman ini adalah karena Raja. Bagaimana aku bisa mengadu kepadanya (Pengaduan KeEmpat) ? Karena itu aku hanya berserah diri kepada Allah. Aku mengadu kepada-Nya dengan mengangkat kepada ke atas lalu tersenyum. Aku tersenyum mengadukan kezaliman ini kepada-Nya."
Penyakit Raja dan Anak Bijaksana
Alkisah di zaman dahulu kala ada seorang raja yang sedang menderita penyakit misterius yang tak bisa disembuhkan. Keadaan sang Raja membuat khawatir para pembesar kerajaan termasuk para menteri dan kalangan bangsawan. Pada suatu hari mereka mengadakan pertemuan untuk memecahkan masalah ini. Mereka pun sepakat untuk mendatangkan para tabib kenamaan ke istana. Satu persatu tabib-tabib itu berdatangan dan memeriksa keadaan Raja. Tapi tak ada satupun yang bisa menyembuhkannya. Masing-masing tertunduk lesu meninggalkan istana setelah gagal melaksanakan tugasnya. Mereka semua mengatakan bahwa Raja menderita penyakit aneh dan misterius. Tak ada obat yang bisa menyembuhkannya.
Keadaan tetap seperti semula. Kesedihan tak mau meninggalkan istana. Para pembesar kerajaan terlihat murung, tak tahu apa yang mesti mereka perbuat untuk menyembuhkan Raja. Suatu hari terdengar kabar bahwa di negeri Yunani ada seorang tabib mahir yang tidak pernah gagal mendeteksi penyakit. Semua pasien yang ditanganinya bisa disembuhkan. Mendengar berita itu, Raja memerintahkan sejumlah orang untuk pergi ke Yunani dan mendatangkan tabib itu ke istananya.
Salah seorang menteri bersama sekelompok pengawal kerajaan segera bergerak dan memacu kuda mereka dengan cepat ke arah negeri Yunani. Dengan mengantongi alamat dan tanda-tanda yang secukupnya ditambah dengan bertanya kesana kemari akhirnya rombongan istana kerajaan itu berhasil menemukan sang tabib. Mereka menceritakan keadaan Raja kepada tabib itu dan memintanya untuk bersedia pergi ke istana bersama mereka. Tabib setuju. Ia pergi ke negeri tetangga untuk mengobati Raja.
Di istana, ia disambut dengan segala kehormatan oleh Raja dan para pembesar kerajaan. Kepadanya, Sang raja berkata, "Aku sudah mendengar banyak tentang kemahiranmu dalam menangani pasien dan menyembuhkan orang sakit. Semua tabib di negeri ini tak ada yang bisa menyembuhkan penyakitku. Mereka putus asa karena tak bisa mengehaui penyakit apa yang aku derita ini. Aku sangat berharap engkau bisa menyembuhkanku dari penyakit yang aneh dan misterius ini. Tentunya, aku akan memberimu banyak hadiah yang menarik."
Berhari-hari lamanya tabib Yunani yang mahir itu berada di istana. Setiap hari dia memeriksa kesehatan Raja dan melihat perkembangan proses penyembuhan yang dibuatnya. Ia merasa heran karena tak ada perkembangan sedikitpun pada kondisi kesehatan Raja. Setelah berpikir lama, akhirnya ia memutuskan untuk mengumpulkan seluruh menteri dan para pembesar kerajaan serta para tabib kenamaan di negeri itu. Ia ingin memberitahu mereka akan penyakit yang diderita Raja. Setelah semuanya berkumpul ia berdiri lalu berbicara, "Aku mesti mengatakan sejujurnya bahwa penyakit yang diderita Raja sangat aneh dan misterius. Dalam seratus ribu tahun mungkin hanya akan satu orang yang terkena penyakit ini. Nampaknya tak ada obat yang bisa menyembuhkannya. Lambat laun, penyakit ini akan membunuh penderitanya."
Mendengar kata-kata tabib Yunani itu, salah seorang Menteri angkat suara, "Jadi, benarkah bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit Raja? Apakah ini berarti tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk kesembuhan beliau? Apa kita harus duduk memangku tangan sambil menunggu kematian Raja? Kalau beliau meninggal dunia, negeri ini akan kacau. Pemerintahan bisa hancur. Aku mohon kepadamu, wahai Tabib, untuk mencarikan obat yang bisa menyembuhkan Raja. Setidaknya, buatkan obat yang bisa menunda kematian beliau."
Tabib menjawab, "Baiklah. Tak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Aku akan memeriksa kembali kesehatan Raja untuk melengkapi data yang ada sebelum aku mengambil keputusan. Semoga Tuhan membantu kita dan membukakan jalan untuk kesembuhan Raja. Aku juga berharap bisa menemukan obat yang cocok untuk mengobati beliau."
Menteri yang tadi berbicara menganggukkan kepala dan menimpali, "Aku juga berharap, engkau bisa menemukan obat itu. Apa saja yang engkau perlukan, kamu akan menyiapkannya. Jika memerlukan uang, engkau hanya perlu menyebutkan jumlahnya."
Tabib itu tersenyum dan mengatakan, "Aku tidak memerlukan uang. Aku akan melakukan apa saja untuk kesembuhan Raja termasuk mencari obat-obatan yang diperlukan. Tapi aku memerlukan bantuan tenaga beberapa tabib yang mahir. Merekalah yang bisa membantuku membuat obat untuk Raja."
Sang Menteri memotong kata-kata Tabib Yunani dan berujar, "Silakan. Engkau tinggal menunjuk siapa saja yang kau maukan untuk membantu pekerjaan ini. kami akan menyiapkan ruang penelitian dan laboratorium khusus. Kami semua berdoa, engkau dan tim dokter berhasil menyembuhkan Raja."
Usai pertemuan, Tabib bersama tim medisnya mulai melakukan tugas. Setelah sepuluh hari bekerja siang malam, mereka berhasil mengidentifikasi penyakit Raja. Tabib meminta para pembesar istana dan pejabat kerajaan untuk berkumpul. Setelah semua undangan hadir, Tabib berdiri dan berbicara, "Tuan-tuan! Aku meminta kalian untuk datang kemari karena ada berita penting yang harus kusampaikan. Syukur ke hadirat Tuhan, bahwa kami telah berhasil menyingkap rahasia penyakit Raja. Tapi ada satu hal yang mengganjal hati. Sebab, kami tidak senang hati dengan obat yang kami temukan untuk kesembuhan Raja.
Perdana Menteri yang memimpin roda pemerintahan di negeri itu setelah Raja, heran mendengar penuturan tabib. Dia bertanya, "Mengapa engkau tidak senang hati setelah menemukan obat itu?"
Tabib menjawab, "Sebab, untuk menyembuhkan penyakit ini, kita perlu membunuh seseorang."
Perdana Menteri semakin heran. "Bicaralah dengan lebih jelas! Apa hubungan penyakit Raja dengan nyawa orang lain?" katanya.
Tabib menjelaskan, "Begini tuan-tuan. Raja tidak mungkin sembuh kecuali dengan mengorbankannya nyawa seseorang yang punya beberapa kriteria. Kalian harus mencari orang yang punya kriteria-kriteria yang akan kusebutkan. Sebab, hanya itulah yang bisa menyembuhkan Raja."
Para menteri dan pembesar kerajaan yang semakin keheranan dengan perjelasan tabib saling bertanya di antara mereka. Terdengar Perdana Menteri yang memerintahkan mereka semua untuk diam. "Katakan, apa saja kriteria orang itu!," katanya kepada tabib.(IRIB Indonesia)
Tabib menjawab, "Orang yang mesti dikorbankan punya banyak kriteria. Salah satunya adalah usianya yang masih kanak-kanak. Ia harus anak laki-laki yang berusia 12 tahun."
"Apa harus anak-anak?" tanya Menteri. "Iya," jawab tabib. "Ia harus anak-anak dan harus laki-laki, bukan anak perempuan. Tentunya ini baru kriteria pertama," tambahnya.
Sabtu, 2013 Maret 09 12:23
Sang Menteri sempat tertegun. Sejenak kemudian ia mengarahkan pandangan kepada semua pembesar istana dan para tabib. "Bagaimana menurut kalian? Apakah kita berhak untuk membunuh seorang anak laki-laki demi menyelamatkan jiwa Raja?" Salah seorang menteri angkat suara dan berbicara, "Masalah ini harus dipecahkan di dewan penasehat. Perlu dipikirkan matang-matang sebelum membuat keputusan."
Hasil pertemuan dan apa yang dibicarakan di dalamnya disampaikan terlebih dahulu oleh Perdana Menteri kepada Raja. Penguasa yang baik itu terpukul setelah mengetahui apa yang terjadi. Ia menangis dan berkata, "Jika untuk kesembuhanku kalian harus menumpahkan darah orang yang tak berdosa apalagi anak-anak, aku memilih tidak sembuh."
"Tapi tuan Raja," kata Perdana Menteri. "Kalau Tuanku tidak sembuh dan dijemput oleh ajal, maka yang akan terjadi justeru bahaya yang lebih besar. Negara ini akan kacau dan itu berarti akan ada ribuan nyawa yang melayang. Mengorbankan nyawa satu lebih baik daripada demi menyelamatkan nyawa ribuan orang."
Raja berkata, "Aku tak tahu apa yang mesti dilakukan. Kalian pikirkan dan buat keputusan yang terbaik. Panggil semua pembesar terutama hakim untuk mengikuti sidang. Apapun keputusannya, akan kuikuti."
Akhirnya para pembesar kerajaan duduk bersama dalam sebuah sidang darurat. Setelah mendengarkan saran-saran yang ada, akhirnya sidang memutuskan bahwa mengorbankan nyawa satu orang lebih baik demi melindungi nyawa ribuan orang dan menghindarkan negara dari kekacauan. Keputusan itu disampaikan kepada Raja. Demi melaksanakan keputusan tersebut, para pengawal kerajaan mencari anak yang memiliki kriteria-kriteria yang disebutkan oleh tabib Yunani. Akhirnya di sebuah desa, mereka menemukan anak yang dicari. Mereka membawa sang anak bersama ibu dan ayahnya untuk menghadap Raja. Kepada kedua orang tua anak itu, Raja menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Keduanya pasrah dan siap mengorbankan anak mereka demi kesembuhan Raja. Sang Raja memerintahkan untuk memberi mereka hadiah-hadiah yang istimewa dan berharga.
Di hari, ketika anak laki-laki itu akan dibunuh untuk kesembuhan Raja, hakim memulai acara dengan pidatonya. Ia berkata, "Sebagai hakim tertinggi di negeri ini, aku telah mengeluarkan fatwa bahwa pembunuhan terhadap anak ini bisa dilakukan demi kesembuhan Raja."
Selanjutnya, Perdana Menteri memberi isyarat kepada algojo supaya maju ke depan dan siap memenggal kepala anak yang tak berdosa itu. Algojo sudah siap dengan pedangnya yang berkilat tajam. Ia hanya menunggu isyarat untuk melayangkan satu pukulan ke leher korbannya. Sang anak mendongakkan kepala ke arah langit dan tersenyum. Semua yang hadir dan menyaksikan pemandangan itu terheran-heran. Mereka bertanya-tanya dalam hati bagaimana anak kecil yang sedang menanti datangnya ajal ini bisa tersenyum?
Raja yang juga memerhatikan tingkah anak itu tak mampu menahan rasa penasarannya. Ia bertanya, "Ada apa kau tersenyum?" Sang anak memalingkan wajah ke arah datangnya suara dan berkata, "Ketika seorang anak dianiaya dan dizalimi pertama yang ia akan lakukan adalah mengadu kepada ayah dan ibunya. Tapi ayah dan ibuku sudah menjualku untuk dibunuh. Mereka memilih hadiah dari Raja daripada aku, anak mereka. Jadi, aku tak bisa mengadu kepada mereka. Tempat pengaduan kedua adalah hakim. Tapi apa yang hendak kukatakan ketika hakim sudah mengeluarkan fatwa menghalalkan darahku untuk kesembuhan Raja dan ia tak lagi memikirkan mana korban kezaliman dan mana yang zalim. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah mengadu kepada Raja. Tapi bagaimana denganku? Semua kezaliman ini adalah karena Raja. Bagaimana aku bisa mengadu kepadanya? Karena itu aku hanya berserah diri kepada Allah. Aku mengadu kepada-Nya dengan mengangkat kepada ke atas lalu tersenyum. Aku tersenyum mengadukan kezaliman ini kepada-Nya."
Mendengar penuturan anak itu, Raja tak kuasa menahan derasnya laju air mata yang membahasi pipinya. "Celaka aku. Aku yang lebih berhak mati, bukan anak yang tak berdosa ini," katanya. Raja merangkul anak itu erat-erat dan menciuminya lalu membebaskan anak itu. Tak lupa Raja memberinya banyak hadiah. Anak laki-laki itupun pulang ke rumahnya dengan wajah berseri bersama ayah dan ibunya. Menurut kisahnya, tak lama setelah kejadian itu Raja sembuh dari penyakitnya. (Golestan Saadi)(IRIB Indonesia)
0 comments to "4 Pengaduan Anak "