Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengucapkan bela sungkawa mendalam atas wafatnya ulama besar Suriah Syaikh Said Ramadhan al-Buthy dalam sebuah serangan bom bunuh diri di masjid, Kamis (21/3) waktu setempat. Demikian mengutip pernyataan dari lama web Republika.co.id.
Ketua PBNU Urusan Luar Negeri Iqbal Sullam mengatakan NU dan almarhum Syaikh Said Ramadhan al-Buthy memiliki kesamaan dalam metode dakwah. Di antaranya mengedepankan kesantunan dan moderat dalam bingkai Ahlussunnah wal Jamaah.
“Umat Islam dunia pasti merasa sangat kehilangan, termasuk kami dari kalangan Nahdliyin yang ada di Indonesia,” kata Iqbal di Jakarta, Jumat (22/3).
Ia menambahkan selama ini PBNU memiliki hubungan yang sangat baik dengan ulama-ulama besar di dunia, termasuk dari Suriah. Selain Syaikh Said Ramadhan al-Buthy, terdapat nama lain seperti cendikiawan Syaikh Wahbah Zuhaili, Mufti Suriah Syaikh Badreddin Hassoun dan Syaikh Rajab selaku pimpinan kelompok thariqah.
Tahun 2007 silam Iqbal berkesempatan berkunjung ke Suriah dan bertemu langsung dengan Syaikh Said Ramadhan al-Buthy. Selain santun, ulama dari kelompok Sunni itu juga disebutnya memiliki kedalaman ilmu agama yang menjadikannya sangat disegani.
“Beliau sangat low profile. Peranannya sangat besar dalam mengembangkan toleransi dalam kehidupan masyarakat Suriah,” ujar Iqbal.
Sebelumnya diberitakan, presiden Suriah Bashar al-Assad dalam sebuah pernyataan, Jumat, 22/03/13, mengutuk serangan bom bunuh diri di masjid Damaskus tersebut. Assad mengatakan, kematian mereka tidak akan sia-sia.
“Mereka telah membunuhmu, ulama kami, karena Anda angkat bicara dalam menghadapi pemikiran gelap mereka yang bertujuan untuk menghancurkan prinsip-prinsip agama kita yang mengampuni.”
“Janji dari rakyat Suriah dan saya salah satunya, bahwa darah Anda, cucu Anda dan para martir dan semuanya tak akan sia-sia, karena kami akan terus mengikuti pemikiran Anda untuk membasmi kegelapan mereka,” tegas Assad.
Hampir dua lusin orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam ledakan teroris didikan Arab Saudi, Qatar, Turki, AS dan beberapa negara Eropa di sebuah masjid di ibukota Suriah, Damaskus.
Menurut sumber Suriah, pembom yang merupakan anggota teroris Front al-Nusra meledakkan dirinya di dalam Masjid al-Eman di lingkungan Mazraa, Damaskus pada hari Kamis, 21/03/13.
Salah satu korban syahid adalah ulama Sunni terkenal bernama Mohammed Saeed Ramadhan al-Bouti berumur 90 tahun.
Dosa besar ulama Sunni dan para korban tersebut karena diyakini oleh Front al-Nusra sebagai pendukung Presiden Bashar al-Assad.
Menurut kantor berita resmi Suriah SANA, 14 orang tewas dan 40 lainnya luka-luka. Namun beberapa sumber lain, menyebutkan korban tewas sekitar 20 orang termasuk ulama Sunni terkenal itu. (DarutTaqrib/IslamTimes/Adrikna!)
Ayatullah Khatami: Ada Tiga Tersangka Utama dalam Krisis Suriah
Khatib shalat Jumat Tehran, Ayatullah Ahmad Khatami menyinggung ketamakan kekuatan imperialis terhadap Suriah dan Irak seraya menyatakan, “Kaum imperialis dunia mempersenjatai anasir teroris di Suriah dengan bom-bom kimia yang membunuh banyak orang serta melukai puluhan warga tak berdosa Suriah.”
IRNA (22/3) melaporkan, Sayid Ahmad Khatami dalam khutbah kedua shalat Jumat di Tehran mengatakan, “Suriah saat ini berada di garis terdepan dan jika dunia imperialis sampai berhasil mencapai tujuannya di Suriah, maka target mereka selanjutnya adalah Irak.”
Ayatullah Khatami menambahkan, “Saat ini dua pemerintahan independen di dua negara tersebut (Suriah dan Irak) dan kaum imperialis menginginkan dua pemerintahan boneka. Oleh karena itu mereka selalu merongrong kedua negara itu dan kita menyaksikan berbagai aksi pengeboman termasuk di Irak.”
Menurut khatib shalat Jumat Tehran, dalam berbagai kejahatan di dua negara tersebut ada tiga tertuduh yang terlibat. Tertuduh pertama adalah Amerika Serikat, Inggris dan rezim Zionis Israel. Sebagaimana yang telah dijelaskan Ayatullah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei (Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran), jika rezim Zionis berani berulah dengan Iran, maka Republik Islam akan meratakan Tel Aviv dan Haifa dengan tanah.
Ayatullah Khatami menjelaskan, “Perancis juga termasuk di antara para tersangka utama. Mereka adalah para penjahat yang berkoar tentang HAM namun pada saat yang sama berusaha menyulut pertumpahan darah di Suriah dan di Irak.”
Adapun tersangka kedua adalah negara-negara despotik Arab seperti Arab Saudi dan Qatar yang mempersenjatai kelompok teroris. Sementara tersangka ketiga adalah para mufti Wahabi yang mengeluarkan fatwa halal penumpahan darah sesama saudara Muslim dan perampasan harta kekayaan mereka.
Ayatullah Khatami memperingatkan bahwa dunia Islam harus mengetahui bahwa mereka ini adalah para pengkhianat agama Islam, Al-Quran dan para ulama yang menjual agama mereka demi kekayaan serta bahwa pihak yang mendengarkan seruan para ulama Wahabi itu akan terjebak dalam tindak kejahatan dan nasibnya tidak lain kecuali neraka. (DarutTaqrib/IRIB/Adrikna!)
Miskalkulasi AS dan Turki
Dina Y. Sulaeman
Menlu AS, John Kerry awal bulan ini mengunjungi Turki untuk membicarakan masalah Syria. Namun, seperti diduga, tak ada yang bisa dilakukan. Semua sudah terlanjur, jalan keluar konflik masih terlihat gelap.
Presiden Obama selama ini menggandeng Turki untuk mencapai tujuannya di Syria, yaitu menggulingkan Assad dari tampuk kekuasaan. Di hadapan public, AS berusaha mengesankan bahwa yang diinginkannya adalah solusi yang menjamin kehidupan damai bagi semua umat beragama dan seluruh etnis di Syria. Namun, AS justru menggandeng pihak-pihak yang tidak memiliki interes dalam hal pluralisme. Turki adalah salah satu di antaranya. Turki justru memperburuk situasi sektarian (perseteruan antarmazhab) di Syria, alih-alih berkontribusi memberikan solusi yang damai dan pluralistik.
Obamaselama ini telah menginvestasikan modal politik yang cukup besar di Turki dan membina hubungan erat dengan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan. Para pejabat Amerika dan Turki telah mengadakan pertemuan rutin perencanaan operasional sejak musim panas 2012, untuk mencari jalan mempercepat kejatuhan Assad. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan surat kabar Turki, ‘Milliyet', Obama mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Turki atas ‘kepemimpinan yang mereka berikan dalam upaya untuk mengakhiri kekerasan di Suriah dan memulai proses transisi politik.'
Ucapan terimakasih Obama ini jelas salah sasaran. Di lapangan, sementarapemerintahan Obama berupaya mendorong dibentuknya koalisi oposisi Suriah yang ‘moderat' dan menyingkirkan kelompok-kelompok garis keras (dan pura-pura terkejut mendengar kabar bahwa senjata yang disuplainya ternyata jatuh kepada kelompok garis keras), Turki malah mengambil kebijakan sebaliknya. Justru Turki menggunakan konflik Syria untuk mencapai ambisinya menjadi kekuatan baru di Timur Tengah dengan mengupayakan agar dominasi kelompok ‘jihad' semakin kuat. Sikap Turki yang mendukung habis-habisan para pemberontak Sunni, justru menimbulkan resistensi yang besar dari kelompok Alawi, Kristen, dan Kurdi. Turki telah menyediakan base-camp untuk para pemberontak Sunni, bahkan memberikan pelatihan dan senjata kepada mereka. Sikap Turki ini telah memperparah perpecahan antarmazhab di Syria.
Bahkan Turki telah memanfaatkan para pemberontak itu untuk kepentingan Turki sendiri, yaitu melemahkan kekuatan Kurdi. Seperti diketahui, kaum Kurdi dipandang sebagai ancaman disintegrasi di Turki. Selama ini, kaum minoritas Kurdi mendapatkan perlakuan represif dari pemerintah Turki. Pada bulan November 2012, kelompok jihad Jabhah Al Nusra dari Turki masuk ke kota Ras al Ain di perbatasan Syria-Turki. Mereka menyerang pejuang Kurdi dari Partai Uni Demokrasi. Pejuang Kurdi berhasil mengusir JN, tetapi mereka tetap bisa masuk ke dalam wilayah Syria.
Kini, ketika kelompok ‘jihad' Syria yang didukung Turki semakin merasa kuat, mereka malah mengambil posisi berseberangan dengan AS. Mereka menolak koalisi nasional baru yang dibentuk ‘atas petunjuk' AS di Doha dan menuduh AS tengah ‘membajak revolusi bangsa Syria'. Tuduhan ini terdengar lucu, karena pada saat yang sama, AS yang merasa sudah mengeluarkan modal cukup banyak untuk mendukung kelompok oposisi juga menyatakan bahwa kelompok ‘jihad' (AS menyebutnya ‘teroris') sudah membajak revolusi. Dan, jangan dilupakan, meski menampilkan diri berlepas tangan dari kelompok ‘jihad' Syria, namun kenyataannya sejak tahun 2007, AS sudah menyusun rencana untuk bekerjasama dengan mereka. Beberapa media massa juga mengungkap adanya pengiriman 3000 ton senjata kepada kelompok jihad itu. Senjata-senjata itu masuk ke Syria lewat negara-negara Eropa Timur.
Di sini bisa disimpulkan bahwa AS telah gagal dengan rencananya. AS mengira, dengan memanfaatkan Turki, Barat bisa mengontrol tingkat keekstriman kelompok ‘jihad' yang selama ini didukungnya. AS tidak mengira bahwa pemerintahan Erdogan justru memiliki ideologi yang sama dengan kelompok jihad tersebut. AS juga miskalkulasi soal kultur perjuangan atas dasar sentimen mazhab yang bisa menjadi sedemikian liar dan buas. Ketika aksi-aksi terorisme sadis para pemberontak Syria tidak bisa lagi ditutupi, AS berusaha cuci tangan dengan cara menaruh salah satu kelompok jihad itu dalam list organisasi teroris.
Sebaliknya, bagi Erdogan, konflik di Syria justru berujung pada kerugian politik. Konflik Syria, bagi Erdogan adalah sebuah petualangan politik yang sangat impulsif. Erdogan awalnya berusaha menjadi pemain utama di Timur Tengah dengan berbaik-baik kepada semua negara tetangganya dan membawa slogan zero problems with neighbours (nol problem dengan tetangga). Hanya setahun sebelum krisis Syria meledak, Erdogan dan Assad bahkan bertemu dalam sebuah pertemuan yang penuh persahabatan,untuk membangun sebuah bendungan di sungai Orontes. Bendungan itu bahkan dinamai ‘Bendungan Persahabatan'.
Turki juga berusaha menjadi mediator bagi Israel-Syria untuk menyelesaikan konflik panjang mereka selama ini, meski akhirnya gagal. Kedua negara, Syria dan Turki, sudah mencabut aturan visa di antara mereka sehingga membuat warga keduanya bisa dengan mudah saling berkunjung. Kedua pemerintah bahkan pernah mengadakan rapat kabinet gabungan, yang menunjukkan betapa dekat hubungan antara keduanya.
Namun segalanya mendadak berubah. Entah bagaimana cara AS membujuknya, Erdogan mau mengubah kebijakan luar negerinya yang semula ‘nol problem dengan tetangga' menjadi kebijakan perang melawan Syria. Erdogan, dan Menlunya, Davutoglu, terlihat sangat berambisi untuk menjadi penguasa Timur Tengah dan untuk itu mau bersekutu dengan AS. Namun, mereka pun miskalkulasi. Dengan berpihak kepada Barat dan menjadi pion pelaksana ambisi Barat terhadap Syria, justru akhirnya Turki yang kelimpungan. Sumber dana terkuras untuk ikut saweran mendanai para pemberontak Syria. Wilayah perbatasannya menjadi tidak aman karena digunakan sebagai base-camp para pemberontak. Saling balas serangan rudal pun terjadi antara militer Turki dan Syria, menimbulkan ketidakamanan. Etnis Kurdi pun seolah mendapat kesempatan untuk bangkit melawan rezim Erdogan. Gelombang pengungsi dari Syria juga membanjiri Turki dan siapapun tahu betapa repotnya (dan mahalnya) mengurus pengungsi perang. Tak ayal, di dalam negeri, kebijakan perang Erdogan menimbulkan protes dari rakyat.
Semua ini adalah hasil miskalkulasi politik Erdogan dan Davutoglu. Mereka terlalu meremehkan situasi di Syria dan terlalu percaya pada kekuatan AS. Mereka tidak mengenal Syria dengan baik, dan mengira Assad dalam waktu singkat bisa ditumbangkan. Mereka tidak memperhitungkan faktor Rusia, China, dan Iran yang akan membela Assad habis-habisan.Kini, mereka merasakan sendiri akibatnya. Tidak ada yang akan mau mengganti semua kerugian yang diderita Turki akibat ikut-ikutan melibatkan diri dalam konflik Syria. Rakyat Turkilah yang harus menanggung kerugian akibat ketertipuan Erdogan. (IRIB Indonesia)
Sumber:
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2013/03/turkey-davutoglu-syria-policy-failure-assad-kurds-russia.html#ixzz2OAsMgr00
http://www.nytimes.com/2013/02/27/opinion/turkey-the-unhelpful-ally.html
http://www.globalresearch.ca/arming-syrias-al-nusra-terrorists-us-british-al-qaeda-airlift-of-3000-tons-of-weapons/5325826
Perempuan Suriah Korban Perang yang Dikobarkan Barat
Populasi penduduk Suriah sekitar 23 juta orang dan prosentase perempuan mencapai 51 persen dari jumlah keseluruhan. Negara ini pada tahun 2002 menjadi anggota "Organisasi Perempuan Arab", menandatangani nota kesepakatan perang melawan diskriminasi perempuan dan mendirikan lembaga nasional keluarga. Sebelum dimulainya aksi teror di Suriah, para perempuan negara ini berada dalam kondisi yang lebih baik dari perempuan di negara-negara Arab lainnya. Lebih khusus ketika pada tahun 2005 para pejabat Suriah menerapkan kebijakan yang lebih terbuka, sehingga perempuan Suriah mampu meraih posisi yang lebih baik di pelbagai bidang. Saat ini ada 32 kursi dari 250 kursi parlemen yang dimiliki oleh kaum perempuan ini. Sementara sebagian negara Arab seperti Qatar dan Arab Saudi tidak punya wakil perempuan di parlemen.
Tapi sangat disayangkan kondisi krisis yang terjadi di Suriah lewat konspirasi negara-negara Barat dan sekutu Arab mereka telah menciptakan tragedi kemanusiaan yang menimpa perempuan Suriah. Terlepas dari banyaknya warga sipil yang tewas atau cedera termasuk perempuan dan anak-anak dalam konflik bersenjata yang terjadi, tapi banyak dari perempuan Suriah yang menjadi korban pemerkosaan. Pemberitaan tentang aksi brutal dan tidak manusia para teroris terhadap para perempuan Suriah selalu menghiasi media-media massa. Padahal lembaga-lembaga internasional hanya merasa cukup dengan mengeluarkan laporan dan lebih memilih mengambil peran penonton. Bahkan "Organisasi Perempuan Arab" yang diharapkan mereaksi tragedi ini, ternyata tidak memberikan dukungan kepada para perempuan Suriah, bahkan yang terjadi mereka justru mengambil sikap mengikuti para pemimpin negara-negara Arab dan membiarkan perempuan Suriah sendiri.
Komite Penyelamatan Internasional (IRC) yang berpusat di Amerika dalam sebuah laporan dengan judul "Suriah Krisis Regional" memberitakan aksi pemerkosaan luas yang dilakukan terhadap perempuan Suriah. Berdasarkan laporan yang menyedihkan itu, perempuan dan gadis Suriah menjadi korban pemerkosaan seorang atau sekelompok teroris bersenjata di Suriah. Kebanyakan perempuan Suriah yang menjadi korban dalam wawancara yang dilakukan oleh komite ini mengatakan, "Dalam banyak kasus aksi pemerkosaan berkelompok atau sendiri dilakukan di jalan dan tempat umum di kota yang terlibat perang, bahkan dalam sebagian kasus para teroris menyerang sebuah rumah dan melakukan aksi pemerkosaan di hadapan anggota keluarganya."
Berdasarkan laporan ini, 240 perempuan yang diwawancarai dan tinggal di kamp-kamp pengungsi Suriah di Lebanon dan Yordaniamengakui bahwa orang-orang bersenjata anti pemerintah Bashar Assad menyerang para pengungsi, menangkap dan membawa mereka lalu disiksa dan diperkosa. Komite Penyelamatan Internasional meyakini bahwa aksi pemerkosaan di Suriah telah dijadikan satu strategi perang dari para teroris.
Kelompok Salafi ekstrim merupakan anasir yang membuat kondisi Suriah menjadi tidak aman. Mereka berusaha menumbangkan pemerintahan Bashar Assad, melakukan kejahatan dan konflik bersenjata di Suriah dengan dukungan dana Amerika, Arab Saudi dan Qatar. Kelompok Salafi menyampaikan sejumlah alasan yang membuat mereka terlibat perang di Suriah dan membunuh warga sipil negara ini. Mereka menyebut keterlibatan mereka di Suriah untuk membantu rakyat Suriah menghadapi pemerintah, membebaskan rakyat dari kezaliman pemerintah dan menghancurkan Allawi.
Namun apa yang dilakukan oleh kelompok Salafi selama dua tahun ini menunjukkan bahwa bukan hanya mereka tidak membantu rakyat Suriah, tapi justru melakukan kejahatan tidak berperikemanusiaan. Pembantaian rakyat dan militer Suriah serta pemerkosaan terhadap perempuan merupakan sedikit dari kejahatan yang dilakukan mereka. Yang lebih aneh lagi ketika kelompok Salafi Wahabi ini meyakini bahwa pemerkosaan terhadap seorang perempuan merupakan dosa besar, bahkan siapa yang melakukannya harus dihukum mati.
Perlu diketahui bahwa Muhammad al-Ariqi, Mufti Arab Saudi baru-baru ini mengeluarkan hukum yang membolehkan milisi penentang pemerintah Arab Saudi mengawini perempuan Suriah walaupun hanya beberapa jam saja! Ia mengatakan bahwa anak-anak gadis Suriah yang berusia 14 tahun ke atas termasuk dalam fatwa ini dan mereka harus melakukan akad sementara dengan para teroris Suriah. Tentu saja semua mengetahui bahwa mufti ekstrim Salafi dan anti Suriah ini mengeluarkan fatwa halal yang diharamkan dalam Ahli Sunnah dengan tujuan para teroris dapat melepaskan syahwatnya. Tapi fatwa ini telah memberikan warna agama atas tindakan perkosaan ini guna mengurangi terbukanya kedok siapa sebenarnya para teroris ini.
Beberapa waktu lalu delegasi bantuan kemanusiaan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB memberitakan tindakan pemerkosaan militer Turki terhadap perempuan Suriah yang mengungsi di kamp-kamp pengungsi di perbatasan Turki. Berita pemerkosaan tentara Turki terhadap perempuan Suriah ini bukan laporan pertama yang dirilis. Tahun lalu juga banyak berita yang sama dengan peristiwa ini telah dirilis, bahkan sebagian perempuan Suriah ini dengan menyembunyikan identitasnya membongkar masalah ini di televisi Suriah.
Dalam laporan delegasi bantuan kemanusiaan HAM PBB disebutkan ada sekitar 29 ribu warga Suriah yang hidup di kamp-kamp pengungsi di dekat perbatasan Turki. Dan selama penyusunan laporan, lebih dari 800 kasus pemerkosaan yang terjadi. Para pengungsi Suriah yang ada di kamp-kamp pengungsi ini berasal dari daerah perbatasan Suriah yang takut akan serangan orang bersenjata dan baku tembak antara militer Suriah dengan para teroris ini. Pemerintah Barat, Arab dan Turki yang merupakan pendukung asli para teroris di Suriah menyuplai senjata kepada para teroris yang menyebabkan kondisi di negara ini semakin tidak stabil. Namun yang lebih buruk lagi adalah mereka lebih memilih diam atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh para teroris.
Huda seorang perempuan korban pemerkosaan mengatakan, "Warga kota Jisr al-Shughur mengiklankan bahwa rencananya orang Suriah yang pergi ke Turki akan diberikan kewarganegaraan Turki. Pada hari pertama mereka memindahkan kami ke sebuah kamp pengungsi di Turki dan memberikan bantuan air dan makanan yang dibutuhkan. Semua berjalan normal hingga hari kedua dan kami sangat optimis bahwa dengan segera kami dapat memulai kehidupan yang baru. Tapi sejumlah orang Turki yang bersenjata mendatangi kami dan waktu itu terjadilah mimpi paling buruk dalam kehidupan kami di depan mata kami sendiri."
Tapi perempuan Suriah tidak mudah menyerah begitu saja. Mereka bangkit menghadapi seluruh masalah dan ketidakamanan yang ada dan melawan para teroris. Langkah yang diambil adalah membangun "pangkalan latihan perempuan pembela Suriah" yang secara sukarela menerima mereka yang ingin berlatih. Di pangkalan ini mereka dilatih menggunakan senjata otomatis, granat, menyerang pos pemeriksaan teroris, mengontrol pos pemeriksaan sendiri dan melakukan operasi dan taktik militer.
Pangkalan pelatihan perempuan pembela Suriah untuk pertama kalinya dibentuk di kota Homs dan menerima relawan perempuan dari usia 18 hingga 50 tahun. Untuk menjaga pangkalan pelatihan ini disiagakan sebuah tim perempuan bersenjata, sementara yang lain ditempatkan di pos-pos pemeriksaan kota untuk memeriksa setiap kendaraan. Abir Ramadhan, perempuan berusia 40 tahun yang ikut berlatih di pangkalan pelatihan ini mengatakan, "Sebelum berlatih di sini bagaimana menggunakan senjata, saya tidak punya keberanian tinggal sendirian di rumah. Saya takut mereka menyerang ke rumah. Saya menjadi relawan untuk mempelajari trik-trik militer dan sekarang saya akan membela diri dan negaraku."
Nada Geagea yang bertanggung jawab di sebuah pangkalan pelatihan perempuan pembela Suriah mengatakan, "Ini bukan sebuah perang biasa. Kali ini musuh berbeda. Karena mereka berasal dari keluarga dan tetangga kita dan juga dari negara-negara tetangga yang dipersenjatai. Mereka membunuh warga Suriah dan membantainya. Ini sebuah perang brutal."
Bungkamnya negara-negara Arab, aktivis hak perempuan Arab dan non Arab di hadapan kezaliman yang dilakukan para teroris di Suriah tidak dapat dibenarkan. Pembantaian dan pemerkosaan brutal yang dilakukan disertai sikap diam lembaga-lembaga yang mengaku pembela hak asasi manusia menunjukkan tenggelamnya rasa kemanusiaan di era modern. Tapi perempuan Suriah telah mengetahui bahwa tidak ada tempat untuk menyelamatkan diri selain kepada Allah Swt dan dengan bersandar pada bantuan ilahi, mereka berusaha untuk mengusir para pelaku pemerkosaan dari negaranya dan menghidupkan kembali keluarga yang penuh dengan kehangatan dan kasih sayang. (IRIB Indonesia)
Politik Amerika: Sebisa Mungkin Membohongi Opini Publik Dunia!
Presiden Amerika dalam beberapa hari terakhir, termasuk di waktu kunjungannya ke Palestina pendudukan menyampaikan sejumlah pidato. Kamis kemarin, 21 Maret di depan para mahasiswa Palestina pendudukan, Presiden Obama menegaskan dukungan mutlak Amerika dari rezim Zionis Israel. Ia juga menyinggung kondisi sulit saat ini baik di dalam Amerika sendiri dan juga di Israel dan menyebut adanya bahaya dan ancaman di seluruh dunia.
Dengan pengantar seperti itu, Presiden Barack Obama menambahkan, "Tidak aneh mengapa Israel menyebut masalah nuklir Iran sebagai sebuah ancaman." Obama mengatakan, "Ini bukan masalah untuk Israel saja, tapi bahaya bagi seluruh dunia, termasuk Amerika." Presiden AS kembali menyampaikan klaim bohongnya bahwa Iran tengah berusaha membuat senjata nuklir dan mengatakan, "Iran menyebarkan terorisme nuklir, tidak mematuhi perjanjian larangan dan produksi senjata pemusnah massal dan memperbesar persaingan senjata di kawasan yang sensitif dan krisis ini."
Tapi siapa yang tidak mengetahui bahwa Amerika satu-satunya negara yang telah menggunakan senjata atom?
Pengeboman atom di Jepang merupakan dua operasi bom atom atas warga Jepang yang di masa Perang Dunia II yang diperintahkan oleh Harry Truman, Presiden Amerika waktu itu. Sekitar 220 ribu manusia tidak berdosa tewas dalam dua pengeboman ini dan setelah bertahun-tahun lewat, kejahatan kemanusiaan ini masih berdampak pada warga negara ini. Obama dengan latar belakang negaranya yang seperti ini mengklaim bahwa Iran melanggar aturan yang ada.
Demi mendapatkan dukungan rezim Zionis Israel, Obama juga mengklaim bahwa Republik Islam Iran sedang berada dalam tekanan luar biasa, terisolasi, ekonominya gawat, kepemimpinan negara ini telah terbagi dua serta posisi Iran di kawasan dan dunia sudah semakin lemah. Sebuah klaim yang bahkan para pejabat Amerika sendiri, bukan dalam kunjungan ke Palestina pendudukan, tapi di lingkungan politik di luar para zionis, berkali-kali menolak klaim Obama ini. Sebaliknya, mereka mengakui kegagalan kebijakan mereka dalam menghadapi Iran.
Amerika sejak awal kemenangan Revolusi Islam senantiasa mengambil langkah-langkah anti Iran. Lingkaran konspirasi Amerika terhadap Iran sedemikian luasnya, dimulai dari kudeta, mendukung rezim diktator Saddam hingga embargo ekonomi, menembak pesawat penumpang dan teror para ilmuwan nuklir Iran. Sanksi dan ancaman merupakan politik Washington yang tidak dapat dipisahkan dalam menghadapi Iran. Para pejabat Amerika dengan memutarbalikkan fakta mencoba mengenalkan Iran sebagai ancaman. Padahal Amerika dengan mendukung kelompok-kelompok teroris justru memperluas aksi-aksi teror mereka. Dengan mendukung Israel dan menuding Iran pada dasarnya Amerika sedang berusaha melesat maju.
Ketika rezim Zionis Israel tidak peduli dengan nasihat lahiriah para pejabat Amerika agar menghentikan pembangunan pemukiman zionis di Palestina pendudukan, maka mereka tidak akan pernah mampu mencegah aksi-aksi kejahatan kemanusiaan Zionis Israel di Tepi Barat Sungai Jordan. Bahkan semua tahu bahwa ancaman nuklir Zionis Israel juga munculnya lewat bantuan Amerika. Tapi yang ingin dilakukan oleh Obama saat ini adalah membohongi opini publik dunia.
Sejatinya, sumber ancaman nyata di kawasan dan dunia berasal dari Amerika dan Zionis Israel. Karena para pejabat Amerika inilah yang senantiasa mencampuri urusan dalam negeri Iran dan berusaha menciptakan instabilitas keamanan di Iran. Tapi pada saat yang sama, para pejabat Amerika berusaha menunjukkan tengah mengambil kebijakan logis dalam menghadapi Iran. Padahal, pernyataan Obama, khususnya di hari-hari terakhir di Palestina pendudukan, tidak lebih merupakan upaya membohongi opini publik dan pernyataan yang tidak logis. (IRIB Indonesia)
Rahbar Tentang Kebangkitan Umat Islam
Tahun lalu dalam pertemuan dengan para tokoh perjuangan Palestina tahun lau, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menjelaskan transformasi di kawasan dan isu Palestina. Pada kesempatan itu beliau menegaskan, Allah telah berkehendak bahwa di kawasan ini akan lahir Timur Tengah baru, yaitu Timur Tengah yang Islami.
Berkenaan dengan transformasi terkini di Mesir, Situs Kantor Penerangan dan Dokumentasi Karya Ayatullah al-Udzma Khamenei menerbitkan sebuah kumpulan pandangan Rahbar dalam edisi khusus. Edisi khusus tersebut pada bagian ini membicarakan soal kebangkitan Islam.
Bangsa di Timur Tengah Membenci Amerika
Kita sekarang berada dalam situasi yang benar-benar krusial. Jika saya hendak memaparkan klaim dan persepsi saya soal ini - dalam kesempatan yang terbatas ini mungkin saya tak sempat mengajukan argumentasi, tapi yang jelas saya memiliki argumentasi- maka saya harus menjelaskan bahwa kekuatan-kekuatan arogan dunia sedang mengerahkan segenap upayanya untuk melumpuhkan gerakan Islam yang kini termanifestasi dalam Republik Islam. Dalam banyak kasus mereka sudah mengalami kebuntuan total. Jurus yang paling mereka andalkan di tengah isu-isu global dan polarisasi yang mereka lakukan di Timteng yang notabene kawasan paling vital di muka bumi ini sudah berantakan, atau minimal sudah sangat lemah dan tidak dapat diandalkan lagi.
Semoga Allah Swt merahmati Almarhum Syeikh Husain Lankarani, ulama sekaligus politisi kawakan. Pada sekitar tahun 1974-1975 atau mungkin sebelumnya, beliau mengumpamakan rezim despotik Pahlevi seperti orang yang bertengger di atas kubah besar sambil memegang kantung yang terbuat dari kain sutera berisi biji-bijian buah walnut (sejenis kenari). Salah satu sudut kantung itu bocor sehingga bijian walnut berhamburan satu persatu di permukaan kubah. Dia mencoba bergerak meraih bijian yang berserakan tapi gerakannya justru membuat bijian yang lain berjatuhan dan dia masih tetap ingin bertahan di atas kubah. Padahal seandainya ada di bawah dan di atas permukaan tanah yang rata dia akan dapat dengan mudah meraih dan mengumpulkan lagi bijian yang berjatuhan.
Menurut hemat saya, kekuatan hegemonik dunia sekarang mengalami kondisi serupa ketika berhadapan dengan gerakan Islam. Mereka tidak memiliki pijakan kaki yang kuat sebab sebagian besar trik propaganda mereka yang semula kokoh kini sudah rapuh. Masyarakat di AS sendiri sekarang gusar menyaksikan eskalasi lobi Zionisme di negara ini. Ketidakpuasan ini terjadi secara gradual di AS yang notabene basis gerakan Zionis dan sarang para raksasa kapitalias Zionis. Rezim AS tentu saja sudah berusaha memperkatat ruang gerak rakyatnya dengan trik baru, yaitu menyibukkan publik dengan urusan kehidupan sehari-hari sehingga publik tak sempat berbuat banyak dalam soal ini. Meski begitu, kekecewaan itu tetap saja mengemuka. Data kita tentang ini sangat akurat. Di negara-negara Eropa juga demikian, meskipun polanya berbeda. Sedangkan di negara-negara Islam tentu sudah jelas, apalagi di Timur Tengah. Alhasil, kebencian dan bahkan rasa muak terhadap rezim AS dan para cs-nya di dunia sudah mewabah di tengah bangsa-bangsa dunia. Seperti perumpamaan tadi, wabah ini tak dapat mereka atasi, walaupun mereka sudah bersusah payah untuk mengatasinya.
(Cuplikan Pidato Rahbar di Depan Anggota Basij Dewan Sains Universitas Iran, 23 Juni 2010)
Mereka Tak Mampu Meluruskan Kondisi
Kita sudah semakin kuat dibanding kondisi tiga dekade yang lalu. Kita sudah lebih berpengalaman dan matang. Kemampuan kita juga semakin tinggi. Sementara, kubu lawan semakin lemah. Dulu, seluruh dunia arogansi berbaris dalam satu front untuk melawan Iran. Saat itu, Iran benar-benar tidak memiliki ruang sedikitpun untuk beristirahat. Itulah kondisi pada dekade awal revolusi Islam. Uni Soviet saat itu adalah satu kekuatan besar dunia, bukan hanya sebuah negara tapi sebuah negara serikat yang meliputi banyak negara. Pusatnya adalah kawasan ini tepatnya Rusia hari ini. Kawasan Eropa Timur seluruhnya berada di tangannya. Tak hanya itu, Uni Soviet juga menguasai sebagian besar negara Afrika dan Amerika Latin, juga sebagian negara di benua Asia. Blok kekuatan ini bermusuhan dengan Republik Islam Iran. Saat itu, untuk pengadaan senjata konvensional saja tidak ada tempat yang bisa kita datangi. Artinya, tidak ada negara yang bersedia menjual senjata konvensional misalnya tank kepada kita. Waktu itu saya menjabat sebagai presiden dan untuk keperluan itu saya berkunjung ke Yugoslavia. Mereka nampak akrab dan ramah saat menjamu, namun bagaimanapun kita berusaha membujuk untuk menjual senjata konvensional kepada kita mereka tidak bersedia. Padahal secara lahirnya, Yugoslavia termasuk anggota Gerakan Non Blok, bukan masuk dalam Blok Timur atau Barat. Meski demikian, mereka tidak mau menjual senjata kepada kita. Negara-negara yang lain lebih parah lagi.
Di pihak lain, ada Blok Barat yang iconnya adalah Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Prancis yang saat ini rajin menebar propaganda terhadap kita, saat itu menyuplai pesawat ‘mirage' dan ‘super standar' kepada lawan kita untuk digunakan menyerang kita. Artinya, kejahatan yang mereka lakukan terhadap kita zaman itu lebih besar dibanding saat ini. Jika sekarang para petinggi Jerman -misalnya Kanselir Jerman atau petinggi lainnya di negara itu- melontarkan pernyataan yang menyudutkan kita, saat itu mereka menyuplai Saddam dengan senjata-senjata kimia bahkan membuatkan pabrik senjata kimia untuk rezim Baath. Artinya, permusuhan mereka waktu itu lebih terbuka dan lebih aktif.
Kondisinya sekarang sudah jauh berbeda. Mereka sudah tidak bisa lagi melakukan cara-cara permusuhan seperti dulu. Bukannya mereka sudah berubah baik tapi tidak ada peluang lagi. Dari hari ke hari, bangsa yang besar ini semakin kuat dan matang. Masalah yang penting ini sudah disadari oleh Barat. Mereka merasa hegemoni dan kekuasaannya di Dunia Islam semakin rapuh. Jika dulu mereka merasa bebas melakukan apa saja di negara-negara Islam dan Arab tanpa ada halangan apapun, kini gerak langkah mereka terhenti. Gelombang kebangkitan Islam bahkan telah memaksa mereka untuk mengubah strategi, dan itupun sulit mereka lakukan. Di sebagian negara yang rezimnya secara nyata bergantung kepada Barat, ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah di sana terlihat jelas. Ada upaya untuk mengubah strategi supaya ada jalan keluar, tapi mereka tidak menemukan kecuali jalan buntu. Demikianlah kondisi Dunia Barat saat ini.
(Cuplikan Pidato Rahbar dalam Pertemuan dengan Dewan Ahli Kepemimpinan, 16 September 2010)
Tidak Intervensi dalam Urusan Negara Lain
Satu poin cemerlang lagi dalam khittah Imam Khomeini ialah universalitas kebangkitan beliau. Beliau memandang kebangkitan dan revolusi ini sebagai gerakan universal yang berkaitan dengan seluruh umat manusia, khususnya umat Islam. Beliau selalu konsisten pada prinsip ini. Ini sama sekali bukan dalam konteks intervensi urusan internal negara-negara lain dimana kita memang tidak mungkin akan melakukannya. Ini juga bukan berarti ekspor revolusi ala kaum imperialis yang juga tidak akan kita lakukan dan kita memang bukan ahlinya. Sebaliknya, makna dari semua ini ialah berkah dari kebangkitan penuh rahmat ini harus tersebar ke seluruh penjuru dunia, yakni berkah yang sekiranya bangsa-bangsa dunia dapat memahami kewajiban mereka, dan umat Islam dapat menyadari bagaimana dan ada di mana identitas mereka.
(Cuplikan Khutbah Jumat Rahbar Pada Hari Haul ke-21 Imam Khomeini (RA), 4 Juni 2010 M)
Langkah-Langkah Umat Islam yang Mantap
Luasnya gelombang kebangkitan Islam di dunia hari ini adalah hakikat yang meniupkan kabar gembira akan hari esok yang baik bagi umat Islam. Sejak tiga dekade silam, geliat kebangkitan yang agung ini telah terlihat dengan kemenangan revolusi Islam dan pembentukan pemerintahan Repulik Islam. Sejak saat itu, umat Islam terus bergerak maju, menerjang setiap rintangan yang menghadang dan menaklukkan barak demi barak.
Kian pelik dan sistematisnya modus permusuhan kubu arogansi dan upayanya dalam melawan Islam dengan dana raksasa, adalah bukti lain dari kemajuan yang dicapai ini. Propaganda musuh dalam skala luas untuk menebar Islamophobia, tindakan mereka yang tergesa-gesa untuk menciptakan perselisihan antara kelompok-kelompok Islam dan menyulut sentimen madzhab, upaya mereka dalam mengobarkan permusuhan antara Syiah dan Sunni, langkah mereka dalam menebar perseteruan antara negara-negara Islam serta usaha memperuncing perselisihan yang ada dan mengubahnya menjadi permusuhan dan konflik yang tak berkesudahan, pengerahan badan-badan intelijen dan spionase untuk menyuntikkan kebobrokan dan amoralitas di tengah kaum muda, semua itu menunjukkan reaksi kepanikan mereka menghadapi gerakan yang mantap dan langkah umat Islam yang kokoh menuju ke arah kesadaran, kemuliaan dan kebebasan.
(Cuplikan dari Pesan Rahbar untuk Hujjaj di Musim Haji Tahun 1431 Hijriyah)
Ekspor Revolusi
Kita tidak merencanakan untuk mengekspor revolusi. Sebab ekspor revolusi ini terjadi secara langsung dan sudah terwujud. Anda menyaksikan bawha hari ini kecenderungan dan keimanan kepada Islam telah hidup kembali di seluruh penjuru dunia. Anda menyaksikan pula kebangkitan bangsa-bangsa Muslim di kawasan utara Afrika, Timur Tengah, dan seluruh penjuru timur dan barat Dunia Islam. Demikian juga kecenderungan para pemuda di negara-negara Islam kepada keindahan agama dan al-Qur'an. Semua itu menunjukkan bahwa revolusi Islam ini sudah terekspor sejak awal kelahirannya. Kita bukan berpikir untuk mengekspor revolusi di tahun 14 usianya. Revolusi ini sudah terekspor sekali dan sekaligus. Ketika revolusi ini menang dan berita serta daya tariknya menjadi sorotan dunia, apa yang mesti terjadi sudah terjadi saat itu. Dan itulah yang tidak kalian maukan. Itu pula yang membuat kalian berang. Kalian tidak bisa berkutik dan tidak ada yang bisa berbuat apa-apa. Sebab, masalahnya sudah terlambat.
(Cuplikan dari khutbah Idul Fitri 24 Maret 1993)
Masa Depan Milik Umat Islam
Padahal pada masa ketika revolusi Islam menang, Israel di mata pemerintah dan negara-negara Islam, khususnya bangsa Arab, dipandang sebagai rezim yang tak terkalahkan. Hal inilah yang membuat rezim Zionis kini mengetepikan slogan Israel Raya dari Nil hingga Eufrat dan lantas melupakannya. Bangsa-bangsa Muslim -dari Afrika hingga Asia timur- berlomba memikirkan pembentukan sebuah negara dan pemerintahan Islam dengan berbagai format yang tidak mesti sama dengan format Republik Islam milik kita. Namun yang jelas mereka memikirkan kedaulatan Islam di negara mereka. Sejumlah negara berhasil, dan sebagian sedang menantikan masa depan yang cerah lewat gerakan Islam yang mereka lakukan.
(Cuplikan dari Pidato Rahbar pada Peringatan Haul Imam Khomeini RA ke-20, 4 Juni 2009)
Amerika Versus Kekuatan Kubu Islam
Amerika menyadari tak akan punya tempat di masa depan dunia Islam. Karena itu, untuk mencegah kesadaran Islam berubah menjadi gerakan revolusioner, AS melakukan tindakan antisipasi. Dengan berbagai cara, mereka berusaha untuk memperlambat terjadinya apa yang sudah pasti terjadi pada bangsa-bangsa di dunia. Baru-baru para pejabat Amerika mengakui, jika AS tidak mengagresi Irak, rezim Saddam sudah pasti tumbang di tangan orang-orang Irak yang mukmin dan Muslim. Jika itu terjadi, AS tidak akan mendapat bagian. Itulah yang mereka cemaskan. Sikap reaktif itu disebabkan oleh kecemasan mereka akan akibat dari kebangkitan umat di Dunia Islam. Apa yang dilakukan Amerika bukan menunjukkan kekuatannya, tapi sebagai reaksi atas kekuatan di kubu Islam, serta kebangkitan dan kesadaran Islam yang mereka saksikan.
(Cuplikan dari pidato Rahbar di Haram Imam Khomeini RA 4 Juni 2005)(IRIB Indonesia / Khamenei / SL)
Diskusi Soal Jihad Syria
Dina Y. Sulaeman
A: Pejuang di Syria itu sedang berjihad untuk menumbangkan rezim Assad yang zalim dan kafir. Masak kamu gak setuju sama mereka? Kamu ini Islam, bukan?
B: Ya deh, kalau memang benar Bashar Assad itu zalim, memang harus digulingkan. Tapi kok mujahidin meledakkan bom-bom di tempat publik? Apa itu bukan terorisme?
A: Tentara Assad itu kan kejam dan brutal banget! Ya harus dilawan dengan keras dong!
B: Kalau yang kejam tentara, kok bom diledakkan di universitas, di pom bensin, di wilayah penduduk dan dekat sekolahan, bahkan di jalan yang dilalui konvoi pasukan perdamaian PBB? Ini terorisme kan?
A: Kalau mujahidin dibilang teroris, emangnya Assad bukan teroris gituh? Selama 40 tahun pejuang Sunni di Syria ditangkapi dan dibunuh, apa itu bukan teroris?
B: Begini yaaa… Bayangkan bila Angelina Sondakh memrotes hakim, “Pak Hakim, jangan sebut saya koruptor. Itu Bapak X, kan juga korupsi? Bahkan jauh lebih banyak daripada saya. Mengapa dia tidak diadili dan tidak disebut koruptor? Jadi, saya ini bukan koruptor!”
Kita pasti mengerutkan kening. Apa hubungannya Angie dengan Bapak X? Kalau Bapak X korupsi, ya salah dan harus diadili. Tapi saat ini, kan Angie yang sedang diadili, dan dia terbukti melakukan korupsi, sehingga pantaslah dia disebut koruptor. Angie tidak bisa dianggap BUKAN koruptor hanya dengan alasan ‘orang lain toh juga korupsi’. Ya kan?
Jadi, kalau pun benar Assad teroris, itu tidak bisa jadi alasan pembenaran bagi para mujahidin untuk melakukan aksi-aksi pembantaian sadis dan pengeboman bunuh diri, atau peledakan bom mobil. Apalagi, akhir-akhir ini mereka sudah pakai senjata kimia segala. Naudzubillah min dzalik. Apa ini yang diajarkan oleh Islam dalam bab hukum perang?
A: Ah, itu fitnah! Yang ngebom-ngebom itu kan tentaranya Assad yang menyamar! Kita harus tabayun dulu! Mana buktinya yang ngebom itu adalah mujahidin?
B: Oh… jadi kalau yang keliatan salah itu mujahidin, kita harus tabayun, tapi kalau ada info-info soal kebrutalan Assad ditelan mentah-mentah tanpa perlu tabayun? Coba ingat lagi, betapa banyak foto disebarluaskan dengan judul ‘korban kebrutalan Assad’ dan akhirnya terbukti itu foto-foto kejadian di Gaza atau Irak? Mengapa kamu langsung percaya pada semua foto itu dan langsung tekan tombol ‘share’ dengan tanpa tabayun? Fakta bahwa yang ngebom-ngebom itu pasukan jihad sudah diakui oleh mereka sendiri kok! Browsing aja kalau gak percaya! Video-video pembantaian yang mereka lakukan juga lengkap tersedia di internet. Laporan dari tim pencari fakta PBB juga menyebutkan demikian.
A: Pokoknya rezim thogut Assad harus tumbang!
B: Yeee..balik lagi. Iyaaa.. monggo ditumbangkan, tapi kok pakai bom bunuh diri dan pembantaian sadis terhadap orang tak bersenjata? Emang dosa apa itu anak-anak sekolahan kok sampai dibom segala? Itu kan terorisme?
A: Siapa bilang mujahidin melakukan itu? Tabayun dulu dong! Itu PASTI kerjaannya Assad!
B: *pingsan*
——————
Note: logika aneh ala “Angie” ini dipakai oleh para jihadist Syria. Misalnya, Abu Adnan, angota Jabhah Al Nusrah yang diwawancarai oleh Rania Abuzeid dari majalah Time:
Abu Adnan membela beberapa video yang baru-baru ini [tersebar], termasuk [video berisi] seorang anggota Jabhah al-Nousra yang menembak mati seorang loyalis Assad yang tidak bersenjata. “Kami menahan mereka, menyuruh mereka berbaris, lalu membunuh mereka. Mereka adalah pasukan yang memerangi kami. Jadi,apa ini [disebut] terorisme, dan kita lupakan pemerintah yang telah meneror rakyat selama 40 tahun?” katanya.[1]
—
[1] world.time.com/2012/12/25/interview-with-a-newly-designated-syrias-jabhat-al-nusra/
Syahidnya Syaikh Al Buthi
Sejak saya aktif menulis soal Syria, tiba-tiba saja saya mendapat ‘gangguan’, mulai dari komen-komen tidak jelas (misalnya, tulisan soal Syria, eh komennya malah soal isu nikah mut’ah), inbox yang menuduh ini-itu (termasuk mengatai saya ini kafir, bukan Islam), bahkan hingga upaya pembunuhan karakter (ada orang yang menulis status terbuka tentang saya, menuduh ini-itu; serta ada yang membuat blog khusus yang memajang foto saya dan keluarga; isinya juga tuduhan sektarian). Asli, karena saya menulis dengan paradigma politik Timur Tengah (bahkan tidak sadar ada konflik mazhab di Syria), awalnya, saya kebingungan, mengapa kok tulisan-tulisan saya tentang Syria ditanggapi dengan sedemikian sengit (dan tidak nyambung) oleh sebagian orang? Bahkan sebagian yang ‘sengit’ ini dulu teman-teman sendiri, yang dulu mendukung saya saat menulis tentang Palestina dan Zionis. Bukankah dalam perang di Syria, faktor Zionis sangat kental? Setelah setelah saya lebih paham peta konflik di Syria, baru saya sadar, rupanya ada kelompok-kelompok besar yang menyatakan sedang berjihad di Syria dan tulisan saya yang mengkritik kelompok oposisi Syria rupanya menyinggung para simpatisan jihad itu di Indonesia.
Gara-gara semua ‘gangguan’ itu, sempat terbersit rasa ‘takut’ (saya pun pernah secara samar menuliskan ketakutan saya di status saya). Saya tetap menulis soal Syria, tetapi tidak saya posting di FB karena kolom komentar FB tidak bisa ‘dikunci’. Saya mengirimkannya ke beberapa website dan tentu saja, di bog ini. Saya juga memutuskan menutup kolom komentar di blog ini. Bukan karena tidak mau berdiskusi, tetapi karena saya terganggu dengan komen-komen yang tujuannya hanya menuduh dengan kasar, bukan berdiskusi dengan kepala dingin. Saya pun sedang menulis buku soal Syria, tapi sempat macet berbulan-bulan karena kuatir ini-itu.
Sampai kemarin lusa, saya berdiskusi dengan seorang teman di inbox FB. Dia berkomentar, “Kalau mbak Dina aja yang baru nulis di blog diserang gitu dengan tuduhan macam-macam,bagaimana dengan prof.Saied Ramadhan Buthi ya? Beliau dulu dipuji-puji di seluruh dunia, hanya karena beliau nggak mendukung oposisi, seluruh dunia berbalik mencaci beliau, bahkan muridnya sendiri…”
Prof Buthi? Siapa dia? Saya pun browsing. Yang muncul teratas di google adalah situs-situs Islam di Indonesia (eramuslim, voa-Islam, dan sejenisnya) yang semuanya mengecam Prof Buthi karena dalam konflik rezim vs oposisi, Prof Buthi menolak mendukung oposisi. Rupanya, bahkan ulama Sunni sekaliber Prof Buthi pun, dengan segala kredibilitas keilmuannya yang luar biasa, saat menyampaikan sesuatu yang dianggapnya benar sampai dicaci-maki begitu.
Dan pagi ini, saya mendapati kabar bahwa Prof Buthi gugur syahid, dibom oleh para teroris. Semoga syahidnya beliau, membuka mata banyak orang, mengenali bagaimana sadisnya ‘kultur’ perjuangan para oposisi Syria. Dan syahidnya beliau, telah mendorong saya untuk berani menulis status ini. Bukan karena saya fans-nya Assad (dan memang bukan, emangnya siapa dia?!) dan bukan karena mazhab, tapi karena saya menolak cara-cara berjuang yang sadis dengan membawa-bawa Islam. Karena saya khawatir, kelak cara-cara barbar itu juga akan mereka terapkan di Indonesia yang memiliki beragam agama, mazhab, dan etnis ini. Karena, ideologi mereka itu adalah ideologi transnasional. Bila mereka setuju cara-cara barbar itu diterapkan di Syria, mereka juga menyetujuinya untuk diterapkan di semua negara, termasuk tanah air saya, Indonesia.
Selamat berjumpa dengan para bidadari surga, wahai Prof Buthi…
update: Bila benar-benar ingin tau apa benar pasukan jihad di sana sangat sadis, bisa lihat video berikut ini. Video ini sudah terverifikasi, shg tdk bisa dibantah dg bantahan yg umumnya dipakai simpatisan jihad di Indonesia “ini fitnah/rekayasa”. Video serupa, yg jg terverifikasi, sangat banyak tersebar di internet: pembunuhan sadis sambil menyebut takbir. Juga laporan PBB telah secara jelas menyebutkan sekian ratus aksi terorisme yg dilakukan kelompok jihad (dan kelompok jihad sudah mengakui itu perbuatan mrk) berupa aksi2 bom bunuh diri dan peledakan bom mobil di tempat publik. Dalam video ini, sejumlah pria tak berbaju diseret keluar oleh sejumlah orang besenjata lalu dijejerkan ke dinding, dan kemudian ditembaki (bukan ditembak satu persatu, melainkan dibombardir peluru secara terus-menerus selama 43 detik). Setelah itu hening sekejap lalu diikuti teriakan takbir. Dipastikan, pelakunya bukan tentara Assad. The Guardian memverifikasinya kepada Mustafa al-Sheikh, Ketua Dewan Tinggi Militer FSA. Dia membenarkan dan menyebut korban pembantaian adalah klan Al Berri, dan menyebutnya sebagai shabiha. Dalam logika Sheikh, mereka sah-sah saja membantai Berri dengan alasan: Berri adalah shabiha. Penjelasan lebih lanjut, silahkan baca di sini.
0 comments to "Diskusi Soal Jihad Syria : PBNU Bela Sungkawa atas Syahidnya Ulama Islam Sunni Suriah oleh " TERORIS " : Politik Amerika: Sebisa Mungkin Membohongi Opini Publik Dunia!"